Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Dirkesmavet | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

AMANKAH MENGONSUMSI PRODUK PETERNAKAN YANG TERINFEKSI PMK?

Talkshow PMK : memberikan edukasi kepada masyarakat


Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) atau Foot and Mouth Disease (FMD) baru - baru ini kembali muncul di Indonesia. Setelahada pernyataan resmi dari pemerintah terkait mewabahnya PMK di Provinsi Jawa Timur, semua stakeholder sudah mempersiapkan diri menghadapinya. 

Selain aspek kesehatan hewan, aspek kesehatan masyarakat tentunya juga tidak bisa dilepaskan begitu saja. Untuk memberikan info kepada masyarakat terkait penyakit PMK dan hubungannya dengan aspek keamanan pangan dan kesehatan masyarakat digelarlah acara talkshow "dadakan" pada Senin (9/5) yang lalu.

Penggagas acara tersebut yakni Drh Deddy F. Kurniawan selaku CEO Dairy Pro, narasumber yang dihadirkan dalam acara tersebut yakni Staff Pengajar sekaligus ahli Kesehatan Masyarakat Veteriner IPB University Drh Denny Widaya Lukman. Acara tersebut dihelat melalui kanal youtube Dairy Pro TV.

Drh Deddy mengatakan bahwa kegaduhan akibat wabah PMK yang juga datang mendadak ini menjadi semakin serius karena dalam waktu dekat umat islam di seluruh dunia juga akan merayakan hari raya Idul Adha. Dikhawatirkan dengan adanya isu ini masyarakat jadi ogah mengonsumsi daging ruminansia karena termakan hoax. 

Lalu kemudian Drh Deddy secara historis menceritakan perjalanan penyakit PMK dari masa ke masa beserta tindakan yang diambil oleh pemerintah Indonesia dalam mengeliminir PMK. 

"1887 PMK ini mulai meledak di Malang lalu menyebar ke Kalimantan dan Sulawesi, pada tahun 1974 diadakan vaksinasi massal sampai 1982 tidak ada wabah, seolah - olah menghilang namun ternyata muncul lagi 1983 di Semarang dan menyebar kemana - mana. Pemerintah kemudian melakukan upaya lagi sampai kemudian di tahun 1986 Indonesia menyatakan diri bebas PMK, lalu di tahun 1987 diakui oleh ASEAN, dan 1990 diakui oleh OIE," tutur Drh Deddy.

Dan kini tahun 2022 PMK kembali "bangkit dari kubur" dan siap meneror industri peternakan negara ini, dimana bagi sebagian orang tentunya PMK adalah sesuatu yang baru, meskipun nyatanya bukan. Namun begitu dampak ekonomi dari penyakit ini dirasa akan sangat hebat mengingat waktunya yang juga dadakan (menjelang Idul Adha).

Drh Denny Widaya Lukman sendiri mengatakan bahwa banyak beredar di media sosial hoax yang mengatakan bahwa mengonsumsi produk hewani asal hewan yang terinfeksi PMK dapat menularkan PMK ke manusia.

"Ini hoax, PMK ini tidak tergolong zoonosis dan dapat menulari manusia, tetapi yang saya tekankan, perilaku manusia justru dapat menyebarkan virus PMK kepada hewan lain," tutur Denny.

Ia memberi contoh misalnya pedagang daging sapi atau soto yang membeli daging atau jeroan dari hewan terinfeksi PMK. Kemudian sebelum memasak mereka mencuci daging atau jeroan tersebut, lalu kemudian limbahnya masuk ke sungai atau sumber air bagi ternak yang peka, jika terkonsumsi akan menyebabkan infeksi pada hewan tersebut. 

Denny juga menjawab berbagai pertanyaan dan membagikan tips kepada para penanya yang hadir. Mulai dari teknik penanganan produk, prosedur penyembelihan di RPH, serta upaya dan tindakan yang harus dilakukan dalam mencegah penyebarluasan PMK. (CR)


ILC KE-13: PENTINGNYA MENJAGA KEAMANAN PANGAN PROTEIN HEWANI

ILC edisi 13 dengan tema “Menjaga Keamanan Pangan Protein Hewani”. (Foto: Istimewa)

Di setiap mata rantai sistem pasok produk hasil ternak, masing-masing memiliki tanggung jawab dalam upaya mencegah terjadinya kontaminasi atau pencemaran produk hasil ternak yang mengakibatkannya menjadi berbahaya bagi kesehatan konsumen. Persyaratan akan produk pangan yang aman dikonsumsi inilah yang dikenal dengan istilah keamanan pangan.

Hal itu dibahas dalam Indonesia Livestock Club (ILC) #Edisi13 yang mengangkat topik “Menjaga Keamanan Pangan Protein Hewani” pada Sabtu (31/10/2020) melalui aplikasi daring. ILC yang diselenggarakan ke-13 kalinya tersebut diselenggarakan oleh Indonesia Livestock Alliance (ILA) dan Badan Pengembangan Peternakan Indonesia (BPPI), bekerja sama dengan Majalah Poultry Indonesia.

Hadir sebagai narasumber utama pada ILC yang diikuti sekitar 200 peserta yakni Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet), DIrektorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Syamsul Ma’arif, yang membahas seputar regulasi Nomor Kontrol Veteriner (NKV) untuk penjaminan keamanan pangan protein hewani. Hadir pula Staf Pengajar pada Departemen Kesmavet FKH Universitas Airlangga, A.T. Soelih Estoepangestie, yang menyampaikan materi strategi menjaga keamanan pangan produk protein hewani sejak dari awal, serta narasumber dari kalangan praktisi, yakni Vice President Head of Marketing & Sales PT Ciomas Adisatwa, M. Zunaiydi, yang memaparkan pengalaman industri pengolahan produk hasil unggas dalam menjaga keamanan pangan.

Salah satu regulasi penting dalam upaya penjaminan keamanan pangan protein hewani adalah adanya Peratutan Menteri Pertanian No. 11/2020 tentang sertifikasi nomor kontrol veteriner unit usaha produk hewan. Syamsul menjelaskan, sertifikat NKV adalah bukti tertulis yang sah telah dipenuhinya persyaratan higiene dan sanitasi sebagai jaminan keamanan pangan produk hewan pada unit usaha produk hewan. NKV dalam bentuk sertifikat tersebut diberikan oleh pejabat otoritas veteriner provinsi.

Adapun jenis usaha peternakan dan olahannya yang wajib memiliki NKV yakni rumah pemotongan hewan, budi daya (unggas petelur dan sapi perah), distribusi (cold storage, kios daging, ritel, gudang kering, pengumpulan, pengemasan, pelabelan telur konsumsi, penampung susu), sarang burung walet (rumah, pencucian, pengumpulan dan pengolahan), pengolahan produn pangan asal ternak, serta pengolahan hewan non-pangan.

“Pengawasan keamanan dan mutu produk hewan dilakukan dengan pengujian mutu dan sertifikasi produk hewan, monitoring dan surveilan produk hewan, serta pengawasan keamanan produk hewan,” tutur Syamsul.

Keamanan pangan juga menjadi isu penting dalam menghindari penyebaran COVID-19, terutama dalam alur proses rantai pasok mulai dari peternak, rumah pemotongan, pabrik pengolah, pengemas, hingga ke distribusi dan konsumen. Oleh karena itu, penerapan keamanan pangan dalam setiap mata rantai sistem pasok pangan mutlak harus diintegrasikan dengan protokol penanganan COVID-19, seperti cuci tangan, jaga jarak dan menggunakan masker.

Sementara ditambahkan M. Zunaiydi, keamanan pangan harus dijaga sejak awal, mulai dari budi daya dengan menerapkan tata cara produksi ternak yang baik, sehingga dihasilkan produk yang sehat dan berkualitas.

“Dengan demikian proses selanjutnya, yakni proses pengolahan produk pun diharapkan dapat terjaga kualitas dan keamanan pangannya. Hal itu sejalan dengan seruan dari World Health Organization (WHO) yang mendeklarasikan bahwa keamanan pangan adalah kewajiban semua pihak. (IN)

SERTIFIKASI NKV : WAJIB HUKUMNYA BAGI UNIT USAHA PETERNAKAN DAN PENGOLAHAN HASIL TERNAK

Kementan melalui Ditjennakkeswan akan menggalakkan sertifikasi NKV untuk unit usaha peternakan

Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Veteriner, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan melakukan sosialisasi Permentan No.11 tahun 2020 mengenai Nomor Kontrol Veteriner, melalui daring pada Selasa 23 Juni 2020 yang lalu. 

Permentan ini merupakan pembaruan dari Permentan No. 381 Tahun 2005 tentang Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan. Aturan tersebut dikeluarkan untuk melengkapi peraturan yang telah ada sebelumnya. Misalnya hal seperti penandatangan NKV dilakukan oleh Pejabat Otoritas Veteriner, penambahan jenis unit usaha produk hewan baik pangan maupun non pangan menjadi 21, persyaratan dan pengangkatan auditor NKV oleh Gubernur, serta peraturan sanksi terhadap pelaku unit usaha produk hewan.

Dalam peraturan tersebut juga diatur bahwa masa berlaku NKV dibatasi menjadi hanya 5 tahun dan setelah itu harus disertifikasi ulang. Hal itu disampaikan oleh ujar Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, kata Drh Ira Firgorita dalam paparannya.

Ira juga menjelaskan mengenai ekanisme sertifikasi NKV untuk unit usaha produk hewan dimulai dari mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Provinsi. Jika lengkap, kemudian permohonan dilimpahkan ke Tim Auditor yang ditugaskan oleh Pejabat Otoritas Veteriner Provinsi, lalu dilakukan proses audit.

Dalam peraturan tersebut juga disebutkan bahwa sertifikat NKV juga wajib dimiliki oleh, rumah potong hewan ruminansia, babi dan unggas. Lalu, sarang burung walet, baik rumah, pencucian, pengumpulan atau pengolahan.

Di sektor hulu, usaha budidaya sapi perah dan unggas petelur juga diwajibkan memiliki sertifikat NKV. Hal itu disebabkan karena unit usaha tersebut langsung menghasilkan produk yang bisa langsung dkonsumsi manusia. Tidak luput juga sertifikat NKV harus dimiliki oleh unit pengolahan produk pangan asal hewan seperti susu, daging telur dan madu. Selain itu, unit usaha pengolahan hewan non pangan misalnya usaha garmen (jaket kulit) juga wajib memiliki sertifikat NKV.

Drh Syamsul Ma'arif selaku Dirketur Kesmavet, Ditjennakkeswan menambahkan, penegakan persyaratan NKV ini akan dilaksanakan secara bertahap dan memiliki skala prioritas. Dalam hal ini, yang diprioritaskan terlebih dahulu yaitu, produsen, unit usaha atau perusahaan yang berskala bisnis dan melayani kebutuhan untuk publik.

Dirinya juga mengutarakan beberapa hal yang sifatnya perlu dan akan segera ditindaklanjuti agar pelayanan kepada masyarakat khususnya audit dalam rangka sertifikasi NKV tidak terhambat.

“Kami akan berusaha sebaik mungkin dalam melayani masyarakat, jika ada yang perlu ditindaklanjuti secara cepat, maka akan segera kami lakukan. Ini agar pelayanan kepada masyarakat tidak terganggu dan terhambat,” tutup Syamsul.

SEMARAK PERAYAAN PEKAN KESADARAN ANTIBIOTIK 2019 DI LAMPUNG

Penyerahan penghargaan Rekor MURI Sertifikasi NKV terbanyak (Foto: Istimewa)



Bertempat di Balai Keratun, Kantor Gubernur Lampung, berlangsung kegiatan Perayaan Pekan Kesadaran Antibiotik pada 21-23 November 2019.

Kegiatan senam bersama
Puncak Acara Pekan Kesadaran Antibiotik, Jumat (22/11/2019) digelar di Lapangan Korpri Bandar Lampung disemarakkan kegiatan senam bersama, kampanye makan 2000 telur sehat, pembagian sertifikikat NKV oleh Dirkesmavet serta penghargaan rekor Muri sertifikasi NKV terbanyak.

Pembukaan kegiatan ini dilakukan oleh Kepala Penasihat Unit Khusus FAO ECTAD di Indonesia, Luuk Schoonman.

Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi juga turut hadir dalam acara ini didampingi Perwakilan FAO, dan Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner (Dirkesmavet) Drh Syamsul Maarif MSi.

Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa produk peternakan di Lampung (susu, daging, telur) aman dari residu antibiotik. Dirkesmavet mengimbau agar masyarakat tidak takut mengkonsumsi produk peternakan dari peternakan Lampung.

“Penggunaan antibiotik oleh peternak, peternakan dan stakeholder harus bijak sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan Kementan RI,” tegasnya.

Pekan Kesadaran Antibiotik 2019 diisi agenda acara antara lain Sarasehan Peternak tentang AMR yang digelar Kamis, 21 November 2019. Sarasehan berlangsung di Ballroom Springhill.

Penasihat Teknis Nasional FAO ECTAD Drh Gunawan Budi Utomo dalam sarasehan yang dihadiri raturan peternak Lampung mengutarakan, pengurangan antibiotik bisa dilakukan dengan biosekuriti. Menurutnya, dengan menerapkan biosekuriti maka tingkat penyakit menjadi rendah.

"Kita jaga kehigienisan ternak. Lingkungan yang bersih, maka kesehatan ternak akan terjaga dan penggunaan antibiotik berkurang," terangnya.

Resistensi antimikroba atau antimicrobial resistance (AMR) menjadi salah satu ancaman terbesar kesehatan global. Setiap tahunnya, AMR menyebabkan kematian setidaknya 700.000 jiwa/tahun di dunia. Tahun 2050, AMR diprediksi dapat menyebabkan 10 juta kematian/tahun, menjadi pembunuh nomor satu pada manusia yang mengakibatkan penyakit jantung, kanker dan diabetes serta menimbulkan krisis ekonomi global.

Penyebab utama AMR adalah penggunaan antibiotik yang tidak bijak pada sektor kesehatan manusia, kesehatan hewan, dan lingkungan

Acara ditutup dengan agenda acara seminar untuk mahasiswa yang diadakan pada Sabtu, 23 November 2019 di Aula Fakultas Pertanian UNILA. (Joko Susilo/NDV)


SEMINAR NASIONAL & PELANTIKAN PENGURUS ASKESMAVETI PERIODE 2018-2022


Pelantikan Pengurus ASKESMAVETI Masa Bakti 2018-2022 oleh Ketum PB PDHI

Bertepatan dengan World Veterinary Day atau Hari Kedokteran Hewan se-Dunia yang jatuh setiap hari Sabtu terakhir di bulan April tiap tahunnya, Asosiasi Kesehatan Masyarakat Veteriner Indonesia (ASKESMAVETI), melaksananakan Seminar Nasional & Pelantikan pengurusnya untuk periode masa bakti 2018-2022. Seminar Nasional dan Pelantikan tersebut dilangsungkan pada Sabtu 27 April 2019 yang lalu di Gedung Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Produk Hewan (BPMSPH), Bogor. 

Hadir dalam acara tersebut Ketua Umum PB PDHI, Drh Munawaroh. Dalam sambutannya setelah melantik pengurus ASKEMAVETI, ia berharap agar ASKESMAVETI juga mendukung program – program PB PDHI saat ini. “Sebagai salah satu Organisasi non-territorial, ASKESMAVETI juga memiliki peran penting, terutama dalam food hygiene, food safety, dan food security. Selain itu ASKESMAVETI juga banyak bersinggungan dengan isu – isu zoonosis yang langsung berhadapan dengan masyarakat. Oleh karenanya peran dan eksistensi dokter hewan terutama sangat dibutuhkan disitu. Saya harap seminar ini berjalan dengan sukes, juga pengurus baru yang dilantik dapat menjalankan tugasnya dengan baik,” tutur Munawaroh.

Ketua Umum ASKESMAVETI Drh Sri Hartati dalam pidatonya menyatakan bahwa Kesmavet sebagai salah satu cabang ilmu dari kedokteran hewan berperan juga dalam menyehatkan masyarakat (manusia). “Kita harus ingat bahwa sejatinya tujuan akhir dari kesehatan hewan adalah kesehatan manusia. Selain itu, peranan dokter hewan dalam menjamin tersedianya pangan asal produk hewan yang safety dan secure juga tidak boleh dikesampingkan,” tutur Sri. Ia mengajak serta kepada khususnya anggota ASKEMAVETI dan umumnya kepada dokter hewan, untuk berkontribusi di masyarakat.

Selain pelantikan pengurus, diadakan pula seminar dengan dua pembicara yakni Drh Syamsul Ma’arif (Direktur Kesmavet Kementan), juga Drh Denny Widaya Lukman. Drh Denny Widaya Lukman dalam presentasinya berbicara banyak terkait Kesehatan Masyarakat Veteriner, ruang lingkup, dan aplikasinya. Sementara Drh Syamsul Ma’arif menjabarkan tentang tantangan yang dihadapi oleh para dokter hewan di masa depan khususnya bidang Kesmavet.(CR)

Begini Penatalaksanaan Hewan Kurban yang Baik dan Benar

Pembicara (dari kiri): Ira Firgorita, Supratikno, Hadri Latif, Drh Deni Noviana (moderator) dan H. Romli. (Foto: Ridwan)

Memasuki Hari Raya Idul Adha 1439 H yang jatuh pada 22 Agustus 2018, Asosiasi Kesehatan Masyarakat Veteriner Indonesia (Askesmaveti) bekerjasama dengan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Cabang Jabar II dan IKA FKH IPB, melaksanakan seminar nasional bertajuk “Penatalaksanaan Hewan Kurban yang Baik dan Benar”.

Menurut Ketua Askesmaveti, Fitri Nursanti Poernomo, kegiatan ini diadakan untuk memberi pemahaman dan pengertian kepada masyarakat mengenai penanganan hewan kurban yang baik dan benar. “Semoga acara ini bermanfaat dan berkah bagi kita semua,” ujarnya di Gedung Bimtek BPMSPH, Bogor, Kamis (16/8).

Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner (Dirkesmavet), Kementerian Pertanian, Syamsul Maarif, yang turut hadir sebagai keynote speech, mengemukakan, ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan kurban, yakni kesehatan hewan kurban, proses penyembelihan hewan kurban agar halal dan distribusi hewan kurban.

“Sebab pemotongan hewan kurban ini tidak boleh main-main. Semua masyarakat ikut terlibat. Diharapkan pemotongan hewan kurban bisa dilaksanakan sesuai aturan dan syariat islam, serta memenuhi unsur Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH),” kata dia.

Dirkesmavet, Syamsul Maarif, menjadi keynote speech dihadapan peserta, didampingi Ketua Askesmaveti, Fitri Nursanti Poernomo. (Foto: Ridwan)

Agar pemotongan memenuhi aturan tersebut, H. Romli Eko Wahyudi, Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kabupaten Bogor, yang menjadi pembicara, memaparkan tahapan penyembelihan kurban yang baik dan benar. Mulai dari waktu penyembelihan (10, 11, 12 dan 13 bulan dzulhijjah), jenis hewan kurban (unta, domba/kambing, sapi, kerbau dan sejenisnya), umur mencukupi, musinnah dari kambing usia satu tahun (masuk tahun kedua), musinnah sapi dua tahun (masuk tahun ketiga) dan unta genap lima tahun (masuk tahun keenam). Kemudian hewan kurban yang disembelih atas nama Allah dan terpotongnya tiga saluran (nafas, makanan dan darah).

“Tata caranya penyembelihan dengan membaca Bismillahi Allahu Akbar, salawat kepada nabi, hewan kurban menghadap kiblat dan membaca takbir,” jelas Romli.

Ia menambahkan, bagi juru penyembelih kurban diwajibkan kepada Muslim yang taat, baligh, memiliki pengetahuan Islam, sehat jasmani dan rohani, serta bebas dari luka atau penyakit yang bisa mencemari produk (daging kurban).

Selain itu, lanjut dia, perlakuan kepada hewan kurban sebelum disembelih juga penting untuk diperhatikan. Kerap kali di lapangan, Romli masih menemukan perlakuan terhadap hewan kurban yang asal, seperti pakan dan minum seadanya, tidak diberikan tempat berteduh, tempat penyembelihan yang terlalu terbuka dan lain sebagainya.

Untuk menghindari hal itu, Drh Supratikno, Dosen Anatomi Fisiologi Kedokteran IPB, menjelaskan, pentingnya perlakuan antemortem sebelum hewan disembelih. Hal ini ditujukan untuk mengetahui kelayakan dan kesehatan, serta menghindari pemotongan ternak betina produktif.

Pemeriksaan tersebut, kata dia, tetap berpedoman pada prinsip kesejahteraan hewan. “Hewan kurban ditempatkan pada penampungan minimal yang memiliki atap, disediakan tempat pakan dan minum, menjelang penyembelihan dipuasakan selama 12 jam untuk menghindari isi perut yang berlebihan,” kata Supratikno yang juga Anggota Halal Science Center IPB.

Lebih lanjut ia memaparkan, alat penyembelihan yang digunakan harus benar-benar tajam untuk menghindari tersiksanya hewan kurban saat disembelih. “Pisaunya harus tajam dan ukurannya mencukupi, dilakukan dengan satu kali sembelih atau dua kali dengan pisau tetap menempel pada leher kurban,” jelas dia.

Dengan terpenuhinya seluruh penanganan dan proses penyembelihan sesuai aturan, kata Supratikno yang juga Asesor Juru Sembelih Halal ini, akan memberikan terjaminnya status kehalalan produk dan jaminan terhadap kualitas daging yang dihasilkan.

Pada kesempatan tersebut, juga menghadirkan narasumber lain, yakni Drh Ira Firgorita dari Direktorat Kesmavet dan Dr Drh Hadri Latif, Dosen Kesmavet FKH IPB. Seminar dihadiri oleh 97 peserta yang terdiri dari 46 dokter hewan. (RBS)

Pemerintah Dengan Tegas Katakan Tidak Akan Impor Daging Ayam Brazil

Dirjen PKH, I Ketut Diarmita (tengah) dan Dirkesmavet, Syamsul Ma'arif (kiri)
saat konferensi pers di kantornya.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita, mengatakan bahwa saat ini Indonesia tidak akan impor daging ayam asal Brazil. Hal itu Ia sampaikan untuk menanggapi isu yang beredar terkait adanya rencana impor daging ayam dari Brazil pasca putusan WTO.

Pada konferensi pers yang dilaksanakan di kantornya, Selasa (8/5), Ketut menjelaskan, pada 12 Februari 2018 kemarin, telah dilakukan pertemuan antara Menteri Pertanian dengan Tim Kementerian Pertanian Brazil untuk membicarakan peluang peningkatan hubungan bilateral kedua belah negara. 

Dari pertemuan tersebut tecapai kesepakatan, diantaranya Menteri Pertanian hanya menyetujui impor daging sapi Brazil dan Tim Kementerian Pertanian Brazil menyetujui untuk tidak memasukkan daging ayam dan produknya ke Indonesia setelah memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan.

“Karena kami telah menjelaskan bahwa sudah oversupply unggas. Justru kita sudah berhasil mengekspor produk unggas ke enam negara. Itu yang menjadi pertimbangan kita. Dan kami tegaskan sekali lagi Indonesia tidak akan mengimpor daging ayam dari Brazil,” kata Ketut dihadapan para awak media.

Terkait putusan WTO atas gugatan Brazil, ia mengatakan, kebijakan dan regulasi impor produk hewan harus disesuaikan dengan ketentuan perjanjian WTO. “Kita sedang mengakselerasikan keputusan itu dengan memperbaiki regulasi kita terkait WTO, dan Indonesia tidak perlu melakukan banding. Kita berharap kesepakatan yang sudah disepakati bisa berjalan agar hubungan kedua belah negara tetap terjaga,” ungkapnya. Saat ini Pemerintah sedang menyelesaikan Rancangan Peraturan Menteri Pertanian (RPMP) tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pertanian No. 34/2016 yang menyesuaikan dengan rekomendasi Panel WTO.

Kendati begitu, sampai saat ini (red-kemarin) kepastian impor daging sapi asal Brazil masih menunggu langkah konkret selanjutnya. “Begitu juga dengan Brazil yang kemungkinan masih menunggu langkah kita. Tapi tim audit sudah berangkat ke sana (Brazil) untuk meninjau terkait RPH, kehalalan, kesehatan dan penyakit, masih dilakukan kajian. Kita masih menunggu hasilnya, saya tidak mau mengintervensi,” ucap Ketut.

Sementara, Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner (Dirkesmavet), Syamsul Ma'arif, mengatakan, para pelaku usaha peternakan bisa meningkatkan efisiensi produknya. “Kita berharap bisa meningkatkan daya saing dan kesadaran masyarakat untuk mencintai produk peternakan dalam negeri,” ucapnya. (RBS)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer