Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Coryza | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

POULTRY MASTERCLASS: BERIKAN RESEP ATASI PENYAKIT PERNAPASAN


Poultry Masterclass : Penuh Informasi, Sarat Edukasi

Penyakit pernapasan merupakan momok bagi para peternak ayam baik di masa lalu maupun di zaman now. Oleh karenanya dibutuhkan upaya yang serius dalam pencegahan penyakit pernapasan. Dalam rangka mengedukasi para customer-nya PT Zoetis Animal Health Indonesia mengadakan Seminar bertajuk "Poultry Masterclass: Respiratory Protection and Control for Poultry Health Solution" di Swiss - Belhotel Bogor pada Rabu (3/8) yang lalu.

Hadir sebagai pembicara yakni Prof Michael Haryadi Wibowo (Guru Besar FKH UGM), Dr Tony Unandar (Poultry Private Consultant), dan Drh Erry Setyawan (Technical Manager PT Zoetis Animal Health Indonesia).

Sebagai pemateri utama Prof Michael mengulik dan memberikan review lebih jauh mengenai penyakit pernapasan infeksius pada ayam yakni Coryza dan CRD (Chronic Respiratory Disease). Menurutnya kedua penyakit ini merupakan "langganan" penyakit yang sering terjadi di peternakan ayam Indonesia.

Selain karena faktor iklim dan cuaca yang mendukung perkembangan agen infeksiusnya, faktor manajemen pemeliharaan dan biosekuriti yang buruk menjadi penyebab penyakit ini kerasan di lapangan. Selain itu lebih jauh Prof Michael mengingatkan bahwa CRD masih dianggap remeh oleh peternak di Indonesia.

"Jangan lupa CRD itu agennya bisa menyebabkan imunosupresi, selain itu Mycoplasma gallisepticum ini tidak berdinding sel, jadi jangan menggunakna sembarangan antimikroba yang bekerja pada dinding sel. Yang ada malah tidak efektif pengobatannya," tutur dia.

Sementara itu Tony Unandar secara terperinci menjabarkan temuan - temuannya di lapangan terkait kedua kasus tersebut. Yang menarik adalah faktanya Mycoplasma gallisepticum dapat menghasilkan metabolit berupa H2O2 alias Hidrogen Peroksida pada saluran pernapasan bagian atas.

"Ketika itu terjadi, sebagaimana kita ketahui, Hidrogen Peroksida itu sifatnya iritatif, sehingga dengan dilepaskannya metabolit tadi, semakin rusaklah saluran pernapasan ayam, ini yang memudahkan agen infeksius lain masuk ke dalam tubuh ayam,| kata Tony.

Dalam kesempatan yang sama Erry Setyawan menyampaikan bahwa salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam mencegah kedua penyakit tersebut selain memperbaiki manejemen pemeliharaan dan biosekuriti adalah vaksinasi.

"Zoetis sendiri sangat serius dalam mengembangkan vaksin kedua penyakit ini, kami memiliki portofolio yang lengkap untuk mencegah kedua penyakit tersebut secara maksimal. Mulai dari MG BAC, Poulvac Myco F, dan Poulvac iC ABC-Oil siap untuk memberikan proteksi maksimal dari penyakit CRD dan Coryza dengan keunggulannya masing - masing," tutur Erry. (CR)

PROBLEM CORYZA PADA AYAM MODERN

Gejala khas ayam yang menderita infeksi Coryza adalah gangguan sistem pernapasan atas berupa peradangan yang bersifat kataral sampai mukoid pada rongga hidung dan sinus-sinus hidung, terutama sinus supra-orbitalis dan infra-orbitalis. (Sumber: Tony)

Ditulis oleh:
Tony Unandar (Private Poultry Farm Consultant-Jakarta)

Fenomena kasus penyakit Snot alias pilek ayam menular atau Coryza pada peternakan ayam modern ibarat bermain “petak umpet”. Menjengkelkan, bahkan kadang kala dapat membuat peternak kalap, sehingga dalam mengatasinya penggunaan vaksin dan preparat antibiotik kerap tidak rasional lagi. Beberapa informasi dalam tulisan berikut mungkin perlu disimak, agar kasus tidak merupakan langganan yang seolah sulit ditampik.

Sebenarnya ada beberapa faktor penting yang menjadi penyebab berulangnya kasus Coryza di lapangan, yaitu:

• Kelembapan relatif dalam kandang cukup tinggi, biasanya jika itu rata-rata di atas 80%, insiden terjadinya Coryza menjadi sangat besar. Kesalahan setting pada sistem kandang tertutup (closed house), misalnya merupakan suatu fenomena umum terkait kejadian Coryza di lapangan.

• Fluktuasi temperatur di dalam kandang sangat tinggi. Perbedaan temperatur rata-rata antara siang dan malam hari lebih dari 8° C, khususnya pada musim kemarau, akan menjadi faktor pencetus terjadinya Coryza.

• Tingginya kadar amonia, debu dan tantangan virus (ND, IB) atau kuman (Mikoplasma) yang ada di dalam kandang sangat mendukung terjadinya kasus Coryza. Infeksi Mikoplasma yang kronis jelas akan membuat peluang kasus Coryza lebih besar.

• Frekuensi program vaksinasi yang menggunakan vaksin aktif dengan target organ di saluran pernapasan atas yang tinggi, misalnya ND atau IB aktif juga dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya ledakan kasus Coryza.

• Tingginya faktor stres, misalnya kepadatan yang terlalu tinggi.

Untuk mengurangi ledakan kasus Coryza di lapangan, sangat dianjurkan untuk... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Oktober 2021. (TOE)

Gambaran Dinamika Penyakit Unggas 2019

Penanganan penyakit menjadi kunci sukses usaha budidaya unggas. (sumber: Google)

Penyakit merupakan satu dari banyak tantangan yang akan terus merintangi usaha budidaya ternak. Perkembangan penyakit unggas di lapangan sangat dinamis dan terkadang sulit ditebak, bagaimana kira-kira prediksi penyakit unggas di 2019? Tentu akan sangat menarik untuk dicermati.

Hari berlalu tahun berganti, namun penyakit-penyakit unggas tetap terus menghantui. Jika budidaya ternak diibaratkan sebagai perang, penyakit merupakan musuh yang paling pantang menyerah dalam meneror usaha budidaya. Bagaimana tidak?, walaupun di kandang ayam terlihat sehat secara kasat mata, bisa jadi kondisi ayam tidak sepenuhnya sehat, oleh karenanya kewaspadaan diperlukan agar peternak tidak kecolongan.

Ngorok yang Tak Pernah Usai
Ada suatu kutipan dalam bahasa Inggris yang berbunyi, “nothing last forever”. Mungkin kutipan tersebut kurang tepat untuk beberapa jenis penyakit unggas. Pasalnya, beberapa penyakit unggas justru “long lasting forever”. Sebut saja penyakit CRD (Chronic Respiratory Disease), Coryza dan Colibacillosis. Entah bagaimana penyakit-penyakit tadi sangat betah menebar teror kepada para peternak di Indonesia.

“Setiap kandang dengan sistem open house pasti pernah kena CRD atau Coryza apalagi Colibacillosis, saya yakin banget,” ujar Prof I Wayan Teguh Wibawan, dosen Fakultas Kedokteran Hewan IPB sekaligus praktisi perunggasan. Menurutnya, CRD adalah penyakit “langganan” yang sudah mendarah daging di sektor perunggasan Indonesia.

Prof Wayan menegaskan, penyakit-penyakit tadi sangat sulit dieradikasi karena memang bukan hanya terkait dengan si agen infeksi, tetapi juga perkara manajemen pemeliharaan. “Sekarang begini, kita semua tahu bahwa negara ini kondisi iklimnya sangat mendukung untuk siklus hidup mikrobiologi patogen, tapi karena faktor kita yang lengah dan tidak peduli, siklus penyakit jadi sulit diputus, oleh karenanya kita juga harus eling bahwa kita jangan betah diteror penyakit,” ucap dia.

Yang kadang peternak luput adalah, penyakit-penyakit di atas tadi adalah pintu gerbang bagi agen patogen lainnya untuk masuk ke dalam kandang. “Kalau mereka sudah berkolaborasi, baru tuh mereka kalang-kabut kelabakan, saya sering banget ditanya harus seperti apa,” ungkap Prof Wayan.

Berkaitan dengan ketiga penyakit tadi, Prof Wayan merekomendasikan agar peternak tidak memaksakan diri dalam mengisi kandang. Artinya, ketika harga bagus peternak seringkali mengisi kandang overload, sehingga kandang terlalu padat, sirkulasi udara buruk dan kadar amoniak terlalu tinggi. Amoniak tadi akan mengiritasi ayam di dalam kandang terus-menerus dan menyebabkan peradangan pada slauran pernafasan. Dari situ mikroba patogen akan mengambil alih dan memperparah peradangan tersebut.

“Perbaiki cara pemeliharaan juga, ini berpengaruh. Mindset jangan hanya keuntungan saja, selain itu patuhi istirahat kandang. Jangan ketika harga (ayam) sedang oke, kandang dipaksa berproduksi terus, gawat itu,” tukas Prof Wayan. Menurut dia, apabila manajemen pemeliharaan yang buruk tetap dipertahankan, penyakit-penyakit tersebut di atas akan terus eksis sampai kapanpun.

Dampak Pelarangan AGP
Sejak diberlakukannya Permentan No. 14/2017 tentang pelarangan antibiotik sebagai imbuhan pakan, pro dan kontra di lapangan terus terjadi. Beberapa pihak mengklaim bahwa pelarangan penggunaan AGP (Antibiotic Growth Promotor) membuat ayam menjadi rentan terhadap penyakit, namun ada juga yang menganggap pelarangan penggunaan AGP tidak banyak membawa pengaruh pada kesehatan ayam.

Darmawan, peternak kemitraan asal Tuban, ketika ditemui Infovet menyatakan, sejak pelarangan AGP kandangnya sangat sulit untuk perform. “Sekarang beda, enggak pakai antibiotik ayam jadi mudah sekali mencret, sudah begitu tingkat kematiannya juga lumayan kalau enggak kita upayakan,” tutur Darmawan.

Hal senada juga diutarakan Jarwadi, salah satu peternak layer asal Lamongan. “Nyekrek dan mencret-nya jadi lebih sering, produksi telur juga turun entah mengapa, mungkin karena pakan non-AGP, yang jelas sekarang peternak harus punya lebih banyak jurus untuk menghadapi hal-hal seperti itu,” ucap Jarwadi.

Sementara, Pakar Kesehatan Unggas dan Konsultan Perunggasan, Tony Unandar, juga angkat bicara mengenai pelarangan AGP. Menurut Tony, ketika AGP dilarang, yang justru berbahaya dan dikhawatirkan adalah ancaman Koksidiosis. “Banyak yang bilang ke saya kalau semenjak pakan tidak diberi AGP, Koksidiosis marak terjadi. Sudah banyak yang konfirmasi juga ke laboratorium, kalau itu benar Koksidiosis,” ujar Tony.

Ia melanjutkan bahwa ketika AGP dilarang, yang justru berbahaya dan dikhawatirkan adalah ancaman... (CR)


Selengkapnya baca Majalah Infovet edisi Desember 2018.

Catatan Akhir Tahun: Perunggasan Masih Prihatin, Penyakit Masih Merecoki

Beberapa penyakit konvensional masih merebak pada industri perunggasan, apalagi saat AGP dihentikan. (Sumber foto: Kontan)

Tumpukan permasalahan dunia usaha perunggasan domestik belum dapat diurai dengan tuntas pada sepanjang 2018. Mulai dari persoalan bahan baku pakan, khususnya unsur tersedianya jagung secara cukup, hingga pasokan bibit ayam (DOC) sampai kurang optimalnya performa hasil budidaya ayam (baik ayam pedaging maupun petelur).

Di sisi lain, persoalan klasik tentang gangguan kesehatan yang berawal dari beberapa penyakit konvensional dan juga jenis penyakit tahun 2000-an masih menghambat capaian target produksi.

Sebut saja beberapa penyakit seperti ND (Newcastle Disease), Gumboro, pilek menular (snot), CRD (Chronic Respiratory Disease) kompleks dan Kolibasilosis, serta Flu Burung (Avian Influenza/AI) atau Kekerdilan.

Drh Zahrul Anam, menuturkan pengamatannya di lapangan tentang hal itu kepada Infovet. Bahwa pasca ditutupnya keran pemakaian antibiotik pemacu pertumbuhan (AGP/Antibiotic Growth Promotor) di dalam pakan sejak awal 2018, memang tidak dapat dibantah memberikan permasalahan yang sifatnya transisional. Artinya, ada dampak yang serius terhadap target pencapaian produksi. Pada ayam potong, sangat signifikan dengan terjadinya lambat pertumbuhan ayam sejak awal DOC sampai menjelang umur pertengahan. Bobot pada masa pertumbuhan secara umum kurang mampu mencapai target. Bahkan jauh dari yang seharusnya.

Kemudian, diperburuk dengan tingkat keberhasilan vaksinasi yang sangat rendah. Dan implikasinya, lanjut Zahrul, ayam muda kurang tangguh menerima tantangan sergapan jenis penyakit virus. Akhirnya terlalu banyak dijumpai bobot ayam tumbuh relatif lebih lambat maupun kedewasaan pubertas.

Pada ayam potong sangat sering dijumpai capaian bobotnya mundur sampai 5-7 hari dibandingkan dengan masa periode sebelum larangan pemakaian antibiotik pemacu pertumbuhan pada pakan.

Sedangkan pada ayam petelur, usia awal produksi telur juga mengalami kemunduran lebih dari 11-16 hari. Namun jelas Zahrul, bahwa hal itu memang suatu jenis gangguan kesehatan yang muncul pada ayam komersial pada masa peralihan. Jika sebelumnya, posisi masa dan waktu produksi yang ideal sudah terjadi, karena ada perlakuan sengaja untuk menekan pemakaian antibiotika, maka sudah pasti akan mengalami kemunduran.

“Itu adalah suatu jenis gangguan kesehatan atau penyakit yang biasanya disebut sebagai penyakit transisional,” kata Zahrul.

Hasil pengamatannya, salah satu jenis penyakit yang sangat potensial dan sangat merugikan adalah gangguan pernafasan yang diduga kuat disebabkan oleh CRD kompleks. Selain itu jenis yang lain adalah ND, Kolibasilosis, Gumboro dan Coryza.

Tidak ada yang istimewa dalam hal gejala dan tanda-tanda penyakit tersebut. Namun khusus untuk ayam yang terserang infeksi AI, ada perbedaan meski kurang spesifik. Pada ayam petelur, jika terinfeksi AI, umumnya pertumbuhan menjadi relatif lambat dan mundur awal produksi mencapai 15-20 hari.

Sedangkan pada ayam pedaging, jika menderita infeksi ND, relatif lebih sulit dalam penanganannya. Kemudian capaian berat badan mundur atau kurang optimal. Bahkan sangat sering ditemui ayam kerdil. Zahrul pun mengimabu kepada para peternak binaannya untuk menekankan arti penting biosekuriti dan memperhatikan pengaturan suhu ruangan (pemanas) yang tertib dan benar.

Selain itu, desinfeksi kandang saat awal ayam masuk dan program vaksinasi yang lebih cermat, juga menjadi kunci penting. Hal ini dikarenakan peternak tidak memiliki kesempatan memilih dan menentukan kehendak dalam membeli DOC. Pada umumnya jika beberapa hal itu dilakukan dengan baik dan benar, hasil yang diperoleh ketika panen, tidaklah mengecewakan. (iyo)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer