Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Budi Tangendjaja | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

SENYAWA FITOGENIK ATAU BAHAN HERBAL

Penggunaan senyawa fitogenik berkembang ke peternakan karena pelarangan penggunaan antibiotika pemacu pertumbuhan (AGP) yang memengaruhi kesehatan ternak. (Foto: Istimewa)

Imbuhan pakan berupa senyawa fitogenik atau botanikal merupakan bahan ekstrak tanaman yang ketika ditambahkan dalam pakan dalam jumlah yang disarankan dapat memperbaiki penampilan ternak. Bahan ini berupa hasil ektraksi tanaman obat dalam berbagai bentuk senyawa, baik minyak atsiri (essential oil), ekstrak jamu-jamuan (herbal) atau dari rempah-rempah (spice).

Penggunaan ekstrak tanaman sudah lama dilakukan manusia, baik untuk pengobatan maupun meningkatkan kesehatan tubuh, seperti menaikkan kekebalan (immunity) atau sebagai tonik. Penggunaan senyawa fitogenik berkembang ke peternakan karena pelarangan penggunaan antibiotika pemacu pertumbuhan (AGP) yang memengaruhi kesehatan ternak. Hal ini dimulai dari negara-negara di Eropa yang lebih dulu melarang penggunaan AGP dan membatasi penggunaan antibiotika dalam pemeliharaan ternak, sehingga mencari alternatif yang dapat diperoleh dari alam. Mereka berpikir bahwa penggunaan bahan alami dianggap lebih aman untuk kesehatan dibanding antibiotika yang dapat menimbulkan resistensi, sehingga dikawatirkan nantinya akan berpengaruh terhadap kesehatan manusia.

Jenis Senyawa Fitogenik
Jenis senyawa fitogenik umumnya dari tanaman herbal yang secara tradisional banyak digunakan untuk meningkatkan kesehatan manusia. Kesehatan dalam hal ini tidak hanya untuk pengobatan terhadap suatu penyakit, tetapi juga untuk meningkatkan kecernaan dari makanan atau meningkatkan nafsu makan atau meningkatkan kekebalan tubuh ketika menghadapi perubahan cuaca maupun penyakit.

Awal mulanya jenis senyawa fitogenik pada ternak ditujukan untuk meningkatkan penerimaan konsumen untuk hasil ternak seperti telur. Konsumen menghendaki warna kuning telur yang cerah berwarna kuning sehingga dibuatlah imbuhan pakan dari tanaman yang berisi senyawa karotenoid berupa xantofil (oxygenated carotene) yang diperoleh dari wortel atau bunga marigold atau dari ganggang chlorella. Jenis xantofil yang digunakan berupa lutein yang juga terdapat dalam jagung kuning.

Kendati demikian konsumen juga menghendaki agar warna telur tidak hanya kuning tetapi juga menjadi jingga (oranye), maka ditambahkanlah senyawa astaxantin yang dapat memberikan warna merah. Penggunaan senyawa astaxantin juga banyak digunakan untuk menghasilkan daging ikan atau uadng yang berwarna merah. Disamping karotenoid diperoleh dari tanaman, beberapa perusahaan kimia juga membuat senyawa sintetisnya yang dapat dimasukkan ke dalam pakan.

Selanjutnya, penelitian terus berkembang untuk memanfaatkan senyawa fitogenik sebagai imbuhan pakan yang dapat memberikan pengaruh positif bagi ternak, termasuk perbaikan kualitas pakan.

Secara umum, imbuhan pakan fitogenik dapat dikelompokkan ke dalam:… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi September 2022.

Ditulis oleh:
Prof Budi Tangendjaja
Konsultan Nutrisi Ternak Unggas

PEMANFAATAN ENZIM PADA PAKAN

Usaha meningkatkan pemanfaatan zat gizi yang ada dalam bahan pakan dilakukan dengan memanfaatkan enzim dari luar tubuh ternak. (Foto: Istimewa)

Biaya pakan merupakan komponen terbesar dalam biaya produksi ternak, baik itu daging, susu maupun telur. Oleh karena itu, berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pakan oleh ternak sehingga dapat menekan biaya produksi, apalagi di saat harga bahan baku pakan makin meningkat.

Usaha meningkatkan efisiensi penggunaan pakan biasanya dilakukan dengan formulasi pakan yang optimal dan seimbang sesuai kebutuhan gizi ternak, tetapi juga dilakukan dengan proses produksi dan sistem pemberian pakan yang benar dan efisien.

Dalam kurun waktu beberapa dekade, usaha meningkatkan pemanfaatan zat gizi yang ada dalam bahan pakan dilakukan dengan memanfaatkan enzim dari luar tubuh ternak, sehingga zat gizi dalam bahan pakan lebih banyak lagi dimanfaatkan ternak dan pada akhirnya mampu mengurangi biaya produksi ternak.

Berkembangnya teknologi untuk menghasilkan enzim secara ekonomis membuka kemungkinan penggunaan berbagai enzim yang dapat dimasukkan ke dalam ransum.

Sejarah
Penggunaan enzim untuk pakan sudah 100 tahun berjalan ketika pertama kali enzim pakan dilaporkan dengan nama Protozyme pada tahun 1920. Akan tetapi penggunaan enzim belum berkembang secara komersial sampai penemuan enzim untuk meningkatkan nilai gizi barley pada 1950-1960. Pada waktu itu dilaporkan bahwa pemberian barley pada ayam menimbulkan hambatan pertumbuhan, hal itu dapat ditanggulangi dengan proses pemeletan atau diberikan enzim glukanase yang memecah beta glukan yang terdapat dalam barley.

Penemuan dan pengembangan enzim fitase diawali dengan penelitian fitat dalam serealia yang menunjukkan bahwa fosfor dalam serealia tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal akibat tidak adanya enzim yang mampu melepaskan fosfor dari fitat. Pada 1970-an berkembanglah enzim fitase yang dapat digunakan untuk pakan monogastrik, meskipun masih dalam skala kecil.

Pengembangan enzim lebih lanjut terjadi… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2022.

Ditulis oleh:
Prof Budi Tangendjaja
Konsultan Nutrisi Ternak Unggas

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer