Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Bebek Peking | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Penikmatnya Bertambah, Ternak Bebek Pedaging bisa Jadi Usaha Sampingan

Bibit bebek Peking. (Sumber: Istimewa)

((Makin banyaknya restoran dan warung tenda penyedia olahan daging bebek, menjadi indikator bahwa daging unggas ini mulai banyak penggemarnya. Bagi yang jeli, usaha ternak bebek pedaging bisa jadi sumber penghasilan tambahan yang menggiurkan.))

Menikmati daging bebek, ternyata tidak semua orang berani. Ada yang menganggap daging unggas ini mengandung kolesterol tinggi, ada juga yang beralasan kurang suka dengan aroma dagingnya. Bisa jadi, karena itulah restoran atau rumah makan penyedia daging bebek tidak setenar rumah makan yang menyediakan olahan daging ayam.

“Katanya sih kolesterolnya tinggi, karena itu saya ga berani makan daging bebek. Aromanya juga saya kurang suka,” ujar Rio Ardana, saat berbincang dengan Infovet di salah satu rumah makan di Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Pria yang bekerja sebagai marketing di sebuah perusahaan farmasi di Jakarta ini mengaku sempat mencicipi daging bebek, namun karena ketidaksukaan dengan aromanya ia pun kembali beralih ke olahan daging ayam.

Lain halnya dengan Kendra Suhanda, atasan Rio Ardana di tempat kerjanya itu, justru tampak lahap menyantap bebek goreng bumbu pedas.

Rio dan Kendra hanyalah dua dari sekian banyak orang yang kurang suka dan suka menyantap daging bebek. Cara mengolah dan menyajikan daging unggas yang satu ini memang menjadi salah satu penentu, orang berminat atau tidak mengonsumsi daging bebek. Seorang chef di rumah makan tempat kami bersantap, mengatakan memang harus ada perlakuan sedikit beda saat mengolah daging bebek dibandingkan dengan mengolah daging ayam.

“Kalau cara masaknya kurang pas, memang kadang masih ada aroma kurang sedap untuk daging bebek. Tapi kami memiliki bumbu spesial sehingga bebek olahan kami jadi spesial,” tuturnya.

Namun, di balik minimnya pamor daging bebek, justru para pengelola restoran kelas atas justru mengolah daging unggas ini sebagai menu andalan. Harga per porsinya pun cukup mahal, bisa mencapai Rp 90.000. Padahal, untuk menu yang tak jauh beda di warung tenda hanya dipatok tak lebih dari Rp 20.000. Tentu saja, dengan teknik pengolahan yang sempurna akan menghasilkan sajian daging bebek yang istimewa.

Saat ini, di Jakarta dan di beberapa kota besar lainnya, penikmat daging bebek cukup banyak. Indikatornya bisa dilihat dari mulai menjamurnya warung makan, khususnya warung tenda, yang menyajikan olahan daging bebek. Bahkan, di Jakarta dan Depok sudah mulai banyak warung-warung makan yang khusus menyediakan menu daging bebek, khas masakan Madura. Tak sedikit pula restoran yang khusus menyediakan olahan daging bebek.

Usaha Sambilan Menguntungkan
Makin menggeliatnya usaha rumah makan yang menyajikan olahan daging bebek ini rupanya memantik sebagian orang untuk menggeluti usaha di sektor hulunya, yakni beternak bebek pedaging.

Salah satunya adalah Purwanto Joko Slameto di Boyolali, Jawa Tengah. Sejatinya, usaha yang ia tekuni itu merupakan sumber penghasilan sampingan. Ia sendiri berprofesi sebagai dosen Jurusan Teknik Arsitektur di Universitas Gunadarma, Depok, Jawa Barat.

Usaha sampingan yang ditekuni dosen ini tergolong berani. Maklum, dari lingkungan kerja yang terbiasa serba bersih ia justru tertarik dengan usaha ternak bebek yang harus terbiasa dengan aroma kandang yang kurang sedap. Tapi itulah fakta yang dilakukan oleh pria yang biasa disapa Joko ini. Sekarang, ia sudah menikmati sukses bisnis sambilan bebek muda.
Kisah sukses usaha sambilannya itu diawali pada 2005 silam. Dari kegemarannya menyantap daging bebek, mendorong Joko mendirikan usaha ternak bebek di bawah bendera usaha Anugerah Barokah Gede (ABG). Singkatan ABG memberikan kesan bahwa bebek yang diternak masih muda. Kata Joko, nama ABG digunakan untuk menarik perhatian.

Menurut pengakuannya, saat mengawali usaha ternak bebek, karena tidak berpengalaman, ia memulainya dengan melakukan ujicoba menernakkan bebek lokal. Dari 50 ekor bebek, hanya 30 ekor yang sukses dibesarkan saat itu. Dari sinilah Joko mulai giat mempelajari banyak hal mengenai budidaya bebek.

Pak dosen pun mulai lebih serius, ia merogoh kocek hingga Rp 1,5 juta untuk membeli sebanyak 200 ekor bebek muda dari daerah Solo, Jawa Tengah. Dengan memanfaatkan lahan seluas 100 m2 yang merupakan lahan tidak terpakai miliknya di Boyolali, ia menjalankan peternakan sembari mempelajari sistem usaha yang akan dikembangkan dan membangun jaringan untuk pemasaran.

Ia mengawinkan indukan bebek dengan perbandingan jantan dan betina 1:5. “Hasil bebek dari ternak kedua lumayan dengan tingkat kematiannya lebih kecil dibandingkan sebelumnya,” ujar Joko. 

Usahanya terus berlanjut hingga sekarang. Ia mengungkapkan, kunci sukses usahanya adalah memperkenalkan penjualan itik jantan muda dalam bentuk karkas. Ya, di tahun kedua usaha, Joko mulai mengembangkan bebek potong (karkas) dengan target dapat menyuplai bebek ke beberapa restoran yang menyediakan menu bebek di daerah Solo dan Yogyakarta. Lambat laun, usahanya berkembang dan pemasarannya merambah ke Surabaya pada 2007. 

Di sini, Joko mengetahui bahwa permintaan bebek hidup dan bebek ungkep (prasaji) cukup tinggi. Meski tingkat persaingannya juga cukup tinggi karena banyak peternak bebek dari daerah juga memasok, Joko mengaku ikut meramaikan persaingan itu.

Tahun 2008, ia mengepakan sayap usahanya ke Jakarta. Untuk memulai usahanya di Jakarta, ia mensurvei restoran-restoran yang menghidangkan bebek. Agar bisa lebih memasok untuk kebutuhan restoran, tahun 2008 Joko membuka sistem kemitraan.

Karkas bebek. (Sumber Istimewa)

Harga Cenderung Stabil
Harga daging bebek tergolong sepi dari isu fluktuasi harga seperti yang terjadi pada daging ayam. Harga daging bebek cenderung lebih stabil. Di pasaran, harga bibit bebek untuk jenis Peking KW (persilangan betina hibrida putih dan pejantan Peking) mencapai Rp 8.500 per ekor. Sedangkan untuk bibit jenis Hibrida Rp 7.500 dan jenis Mojosari Rp 9.300 per ekor. Sebagian besar peternak bebek pedaging masih berada di Pulau Jawa, khususnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sebab itu, harga bibit bebek ini akan lebih tinggi jika dijual di pasaran luar Jawa.

Seperti halnya harga bibit, harga jual bebek pedaging dewasa juga tergolong stabil. Namun demikian, setiap penyedia daging unggas ini memiliki harga yang berbeda.

Farmbos, misalnya, platform online yang bergerak pada bidang agriculture ini mematok harga bebek pedaging untuk berat 1,5 kg seharga Rp 25.000, berat 2 kg seharga Rp 33.000 dan berat 3 kg seharga Rp 42.000. Sementara Agromart, marketplace yang berkantor di Bogor juga menjual berbagai jenis daging bebek dengan harga bervariasi. Untuk karkas bebek lokal/hibrida berkisar Rp 27.000-45.000 per ekor, bebek Peking beku 1,8-1,7 kg seharga Rp 65.000-67.000 per ekor. Ada juga daging bebek premium yang dihargai Rp 17.000-40.000 per ekor. Sementara di Surabaya, supplier daging bebek Nusantara Jaya Unggul mematok harga Rp 37.000 per ekor.

Perbedaan harga dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah lokasi peternakan. Di sentra peternakan seperti Boyolali dan Mojokerto, harga lebih murah dibanding harga di lokasi lain yang bukan sentra peternakan.

Selain itu, masalah pakan juga menjadi bagian dari penentu harga unggas ini. Bebek pedaging yang diberi pakan berkualitas (pakan pabrikan) tentu akan lebih mahal dibandingkan dengan bebek yang diberi pakan racikan peternak sendiri. Sementara soal rasa daging, sangat tergantung dari cara mengolahnya. (Abdul Kholis)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer