Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Balitbangtan | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

UJI KLINIS PRODUK EUCALYPTUS BALITBANGTAN TERHADAP COVID-19

Produk eucalyptus, potensial menjadi penangkal Covid-19

Badan Litbang Kementerian Pertanian melakukan ekspose hasil uji lanjutan terhadap eucalyptus, yang sebelumnya telah melalui tahap uji awal secara in vitro dengan virus gamma dan beta corona.

Kali ini, Balitbangtan menyampaikan hasil pengujian in vitro terhadap virus SARS-CoV-2, pengujian toksisitas pada hewan model, dan uji klinis pada manusia yang dilakukan bekerjasama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

“Hasilnya sangat menggembirakan, zat aktif Eucalyptol dapat menjadi pilihan pengobatan yang potensial, karena berdasarkan hasil uji molekuler docking mampu mengikat Mpro pada virus SARS CoV-2 sehingga sulit bereplikasi,” tegas NLP Indi Dharmayanti, Kepala Balai Besar Penelitian Veteriner dalam Talkshow Satu Tahun Penelitian Eucalyptus, di Puslitbang Perkebunan, Bogor, Rabu (5/5/2021).

Menurut Indi, selama setahun terakhir ini bersama tim penelitinya melakukan riset lanjutan terhadap eukalyptus mulai dari uji in vitro, toksisitas, hingga uji klinis, dengan menggunakan virus SARS CoV-2 atau dikenal Covid 19.

Tim yang terdiri dari peneliti Balai Besar Penelitian Veteriner, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Balai Besar Pascapanen Pertanian dan BBP Mekanisasi Pertanian, telah melakukan riset gabungan dengan melibatkan akademisi dan Ikatan Dokter Indonesia.

Hasilnya, sangat membanggakan dan menjadi harapan bagi pengobatan Covid 19 di masa mendatang. Pengujian tersebut secara umum menunjukkan bahwa bahan tunggal maupun formula eucalyptus Balitbangtan yang diuji dapat menurunkan jumlah partikel dan daya hidup virus SARS-CoV 2, serta mengurangi kerusakan sel akibat infeksi SARS-CoV-2 secara in vitro.

Hasil penelitian tersebut dinilai berdasarkan peningkatan CT Value uji realtime PCR/rRT-PCR, peningkatan nilai Optical Density uji MTT, dan mencegah munculnya cytophatic effect (CPE) pada kultur sel. Uji toksisitas per-inhalasi pada mencit tidak menunjukkan perubahan klinis, patologi dan histopatologi pada mencit yang diuji.

Sementara pada uji klinis, manifestasi klinis yang didapatkan, rata-rata durasi gejala pada kelompok yang diberikan eucalyptus lebih baik terutama pada gejala batuk, pilek dan anosmia. Demikian juga pada Nilai Neutrophil-Lymphocyte Ratio/NLR mengalami penurunan dan menunjukkan perbedaan signifikan secara statistik.

Begitu pula pada gambaran radiologi, secara umum mengalami perbaikan termasuk 5 pasien yang tergolong moderat pneumonia mengalami perbaikan setelah mendapatkan terapi eucalyptus.

“Meskipun berdasarkan uji klinis produk ini dapat membantu mengurangi gejala klinis yang dirasakan penderita Covid-19, namun penerapan protokol kesehatan dan pelaksanaan vaksinasi tetap menjadi pilihan utama dalam mencegah penularan Covid-19,” demikian Indi mengingatkan.

Uji Klinis Berhasil Baik

Sementara itu, Arif Santoso, Ketua Tim Riset Eucalyptus, Fakultas Kedokteran Unhas mengatakan bahwa pihaknya harus melakukan terapi ke pasien Covid-19 yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Unhas bekerja sama dengan Balitbangtan ingin membuktikan bahwa apa yang terjadi pada pengujian in vitro, uji hewan dan uji laboratorium, kemudian diterjemahkan ke pasien.

“Kita menggunakan metode ilmiah yang standar, memang hasilnya baik. Posisinya, eucalyptus sebagai adjuvan artinya obat tambahan. Jadi pasien mendapat obat yang seharusnya dan eucalyptus. Hasilnya lebih baik dibandingkan tanpa eucalyptus. Itu yang kami dapatkan. Ke depan, kami akan meneliti dalam jumlah sampel yang lebih sehingga bisa kita aplikasikan secara luas ke masyarakat,” terangnya.

Sebelumnya, Berdasarkan studi terkait aktivitas antivirus senyawa 1,8-cineole pada SARS-CoV-2 melalui uji molecular docking yang dilakukan oleh Sharma & Kaur pada tahun 2020, memperlihatkan bahwa Main protease (Mpro) / chymotrypsin seperti protease (3CLpro) dari COVID-19, menjadi target potensial penghambatan replikasi Coronavirus.

Senyawa 1,8-cineole yang juga disebut eucalyptol, adalah komponen utama dari minyak atsiri  yang ditemukan dalam daun eucalyptus.  Senyawa 1,8-cineole dalam eucalyptus memiliki kemampuan dalam menetralisir virus, anti inflamasi dan antimikroba.

Kepala Badan Litbang Pertanian Fadjry Djufry menyebutkan Balitbangtan telah menguji 60 jenis bahan herbal, seperti minyak atsiri, serbuk dan daging buah yang dilaporkan mempunyai kemampuan menetralisir virus. Dari hasil pengujian, eukalyptus memiliki potensi yang lebih tinggi dibandingkan bahan herbal lainnya.

Saat ini Balitbangtan telah mengembangkan beberapa prototipe produk berbasis eucalyptus seperti Roll On, Inhaler, Balsem dan Kalung Aromatherapy. Produk eucalyptus yang dikembangkan menggunakan formula yang telah diuji secara in vitro di Laboratorium BSL-3 BBalitvet. (INF)

REXSI : KELINCI UNGGUL DARI BALITBANGTAN

Rexsi, bibit unggul kelinci dari Balitbangtan

Usaha peternakan kelinci di masa kini semakin berkembang karena didorong oleh peningkatan permintaan terhadap produknya. Beberapa produk yang digemari masyarakat antara lain  kelinci hias, kelinci kesayangan, kelinci kontes maupun daging kelinci. Karena itu, para pelaku usaha ternak kelinci diharapkan mampu meningkatkan usaha ternaknya untuk memenuhi permintaan tersebut.

Salah satu kebutuhan utama para peternak kelinci yang mendesak adalah tersedianya bibit unggul dalam jumlah dan kualitas yang memadai. Pembibitan kelinci yang terdapat di lapangan saat ini hanya sebatas pada pembudidayaan ternak kelinci sebagai penghasil calon indukan baik pejantan maupun betina. Pengelolaannya juga masih secara tradisional sehingga ternak yang dihasilkan belum memiliki standar kualitas.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian, Fadjry Djufry melalui sambungan telepon menyampaikan bahwa budi daya kelinci merupakan salah satu alternatif dalam penyediaan daging untuk pemenuhan protein hewani dan sekaligus sebagai upaya peningkatan pendapatan masyarakat. 

Kelinci Rexsi jantan

“Daging kelinci sangat baik untuk kesehatan karena mempunyai protein yang tinggi dengan kandungan lemak dan kolesterol yang rendah sehingga dapat memperbaiki gizi masyarakat”, urai Fadjry.

“Walaupun tidak sepopuler dengan beternak ayam ataupun bebek dan kambing, bukan berarti beternak kelinci tidak memiliki peluang pasar”, tambahnya

Lebih lanjut Fadjry mengatakan bahwa Balitbangtan melalui Balai Penelitian Ternak (Balitnak) telah melakukan serangkaian kegiatan penelitian untuk menghasilkan bibit unggul dari jenis-jenis kelinci yang tersedia. Salah satunya kelinci Rexsi Agrinak yang dilepas Kementerian Pertanian tahun 2017 dengan keputusan Mentan nomor 303/Kpts/SR.120/5/2017.

Kelinci Reksi Agrinak dikembangkan karena selain ukurannya besar sehingga dapat dimanfaatkan dagingnya untuk memenuhi kebutuhan protein hewani bagi keluarga, Kelinci Reksi Agrinak juga memiliki kelebihan pada warna bulu yang indah dan halus serta seragam panjangnya, sehingga kelinci jenis ini dapat dimanfaatkan sebagai penghasil kulit/bulu untuk selanjutnya diolah sebagai bahan kerajinan interior mobil, boneka, mainan anak-anak, selendang, tas wanita, aksesori rambut, sepatu bayi, topi dan sarung tangan

Mengamini pernyataan Kepala Balitbangtan, Peneliti senior dari Balitnak, Ciawi, Bogor Dr. Yono C. Raharjo, mengatakan bahwa daging kelinci berbeda dengan daging ternak ruminansia. Daging kelinci berserat halus dengan warna sedikit pucat, sehingga dapat dikelompokkan dalam golongan daging berwarna putih seperti halnya daging ayam. “Daging putih kadar lemaknya rendah dan glikogen tinggi. Rendahnya kandungan kolesterol dan natrium membuat daging kelinci sangat dianjurkan sebagai makanan untuk pasien penyakit jantung atau kolesterol, usia lanjut, dan mereka yang bermasalah dengan kelebihan berat badan”, jelasnya.

Kelinci Rexsi betina

Untuk memperoleh galur kelinci Rex yang stabil dan dengan konsistensi produksi yang tinggi, serangkaian program seleksi telah dilakukan terhadap suatu kelompok kelinci Rex yang diperoleh dari importasi tahun 1988 dan sudah beradaptasi dengan baik. Tujuan dari proses seleksi adalah untuk memperoleh suatu populasi kelinci Rex dengan keseragaman yang tinggi dan untuk memperbaiki konsistensi keunggulan produksi anak sekelahiran dan bobot sapih umur enam minggu.

Kelinci Rexsi Agrinak merupakan hasil seleksi dari kelinci rex yang memiliki keseragaman produktivitas, yaitu jumlah anak sekelahiran di atas enam ekor dan bobot sapih pada umur enam minggu yang tinggi. Karakteristik kualitatif warna rambutnya bervariasi campuran dua warna (hitam-putih), Castor, chincila (putih hitam-coklat) dan putih. Telinganya tegak dan oval menyempit.

Keunggulan dari kelinci Rexsi Agrinak adalah bobot lahir mencapai 55 gram dengan jumlah anak sekelahiran dapat mencapai 6 – 8 ekor. Memiliki bobot umur enam minggu 652 gram, untuk bobot induk 2.932,13 gram/ekor dengan koefisien keragaman 9% dan bobot jantan dewasa 2.744 gram dengan koefisien keragaman 10%.

Umur siap kawin jantan adalah 6 bulan dan betina 5,5 bulan dengan Lama kebuntingan 30 hari. Sedangkan untuk bobot potong umur 24 minggu 2.711 gram.

Kelinci Rexsi telah diujicobakan melalui kegiatan pembinaan kelompok di daerah-daerah yang memiliki udara yang sejuk dan dingin agar memperoleh produktivitas yang maksimal, seperti di Brastagi, Samarinda, Balikpapan Kaltim, Bogor, Sukabumi, Magelang, Bandung Barat, Cirebon, Tasikmalaya, Semarang, Kabupaten Magelang, Surakarta, Malang, Batu, Blitar, Mojokerto, Bojonegoro, dan Ngawi. (CR)

KEMENTAN: EUKALIPTUS PENDEKATAN DALAM MENCEGAH VIRUS

Kepala Balitbangtan, Fadjry Djufry, saat wawancara mengenai potensi Eukaliptus dapat membunuh virus, Senin (11/5/2020). (Foto: Infovet)

Di tengah pandemi COVID-19, Kementerian Pertanian melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) tengah melakukan pendekatan melalui riset penemuan potensi antivirus melalui tanaman Eukaliptus.

Ekstrak tanaman tersebut diklaim memiliki potensi membunuh virus Influenza bahkan Corona, dengan akurasi 80-100%. “Berdasarkan penelitian kita di laboratorium, pengunaan Eukaliptus berpotensi membunuh virus yang ada di tenggorokan, bisa membunuh virus Influenza H5N1, Gamacorona, Betacorona, termasuk potensi membunuh virus COVID-19,” ujar Kepala Balitbangtan, Kementerian Pertanian, Fadjry Djufry, dalam petikan wawancaranya di televisi, Senin (11/5/2020).

Ia juga menyatakan, penggunaan Eukaliptus telah mendapat testimoni positif dari pasien terdampak COVID-19. “Kami telah mencoba menggunakannya kepada pasien COVID-19, dan ada testimoni bahwa penggunaan Eukaliptus ini melegakan sistem pernapasan. Kendati demikian ini baru testimoni saja,” tuturnya.

Menurutnya ke depan pihaknya akan melakukan uji klinis lebih mendalam terhadap potensi tanaman Eukaliptus untuk menangkal COVID-19. “Kami akan merapihkan data untuk segera dilakukan uji klinis. Ini aman digunakan karena tidak melalui oral (diminum) melainkan dihirup. Penghirupan selama 10-15 menit akan mampu membunuh virus,” terang dia.

Minyak atsiri Eukaliptus memiliki senyawa 1,8-cineole yang juga disebut eucalyptol, yang merupakan komponen utama dari minyak atsiri yang ditemukan dalam daun Eukaliptus. Senyawa 1,8-cineole memiliki aktivitas antivirus, anti inflamasi dan antimikroba.

Saat ini Kementan masih memproduksi secara terbatas produk yang mengandung Eukaliptus tersebut. Pengembangan beberapa prototipe produk yang dihasilkan antara lain berupa roll on, inhaler, balsam, minyak aromaterapi, dan kalung. (RBS)

POTENSI EUCALYPTUS UNTUK CEGAH COVID-19


Minyak atsiri dari Eucalyptus, berpotensi dapat melawan virus termasuk Covid-19

Kementerian Pertanian melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) tengah melakukan riset bersama untuk menemukan potensi antivirus salah satu tanaman yang telah dikenal penggunaan minyak atisirinya yaitu Eucalyptus.

Minyak atsiri dan berbagai ekstrak tanaman telah dianggap memiliki potensi sebagai obat alternatif untuk pengobatan banyak penyakit infeksius termasuk penyakit yang disebabkan oleh beberapa virus seperti virus influenza dan bahkan virus corona.

“Riset tersebut dilakukan oleh Balitbangtan melalui tiga UPT nya yaitu Balai Besar Penelitian Veteriner (BB Litvet), Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) serta Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian (BB Pascapanen). Riset bersama ini untuk membuktikan kemampuan beberapa tanaman herbal termasuk membuktikan potensi antivirus eucalyptus terhadap beberapa virus, “ ujar Kepala Balitbangtan, Fadjry Djufry.

Fadjri mengungkapkan bahwa meskipun dalam hasil riset ini belum menggunakan virus COVID-19 dalam pengujiannya, hasil telusur ilmiah serta riset daya antivirus Eucalyptus yang dilakukan Balitbangtan dapat memberikan informasi ilmiah berbasis riset kepada masyarakat tentang potensi Eucalyptus sebagai antivirus yang diharapkan juga dalam membantu mencegah penyebaran COVID-19.  

Hasil penelitian ini dapat menjadi harapan baru bagi masyarakat Indonesia untuk memanfaatkan eucapyptus dalam mencegah infeksi virus, yang diharapkan dapat juga untuk digunakan mencegah paparan virus Covid-19. 

“Penelitian dan pengembangan lanjutan akan terus dilakukan dengan menggandeng berbagai pihak, sehingga akan memperoleh hasil yang lebih optimal, “ ujar Fadjry.

Lebih lanjut dikemukakan oleh Kepala Balai Besar Penelitian Veteriner sekaligus peneliti yang menggeluti bidang virologi, Indi Dharmayanti, bahwa virus yang diuji termasuk virus influenza H5N1, Gammacorona dan Betacoronavirus Clade 2a sebagai model dari virus corona yang diuji secara in vitro. Alphacoronavirus dan Betacoronavirus secara umum menginfeksi mamalia, sedangkan Gammacoronavirus dan Deltacoronavirus dapat menginfeksi unggas, burung liar, babi, paus dan lumba-lumba.

Hasil riset yang dilaksanakan di laboratorium BSL level 3 milik Balai Besar Penelitian Veteriner menunjukkan bahwa Eucalyptus dapat di manfaatkan sebagai antivirus dengan efektivitas membunuh virus 80-100% tergantung jenis virus.

“ Termasuk terhadap virus Corona yang digunakan serta virus influenza H5N1, “ tambah Indi.

Sementara itu Kepala Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Evi Savitri menjelaskan bahwa minyak atsiri Eucalyptus memiliki senyawa 1,8-cineole yang juga disebut eucalyptol, yang merupakan komponen utama dari minyak atsiri yang ditemukan dalam daun Eucalyptus. 

“Senyawa 1,8-cineole dalam eucalyptus memiliki aktivitas antivirus, anti inflamasi dan antimikroba, “ ungkapnya

Evi menambahkan bahwa senyawa ini juga dapat berfungsi menghambat replikasi coronavirus dengan mengikat protein Mpro yang terdapat pada virus. Protein tersebut berperan dalam pematangan virus dan pembelahan polyprotein virus sehingga dapat mencegah penyebaran infeksi.

“Dalam penelitian ini, proses pembuatan minyak Eucalyptus  dilakukan melalui proses destilasi uap di laboratorium Balittro, “ lanjut Evi. 

Penggunaan teknologi nano juga dilakukan untuk menghasilkan beberapa sediaan bahan aktif yang lebih stabil dan memiliki efektifitas lebih tingi. 

Hal serupa juga diungkapkan oleh Kepala Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, Prayudi Syamsuri, bahwa dari hasil penelitian tersebut Balitbangtan juga telah mengembangkan beberapa prototipe produk yang dihasilkan antara lain berupa roll on, balsam, minyak aromaterapi, inhaler, dan kalung. (CR)

ARESIASI BALITBANGTAN UNTUK KOMISI IV DPR

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI berbincang dengan salah satu peternak


Komisi IV DPR RI yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi IV Dedi Mulyadi SH didampingi Kepala Badan litbang Pertanian (Balitbangtan) Dr Fadjry Djufry melakukan kunjungan kerja ke Kecamatan Sungai Selan Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Bangka Belitung, Selasa (3/3).

Lokasi tersebut merupakan kampung integrasi sawit sapi binaan Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian. Di tempat ini, rombongan bertemu serta berbincang dengan beberapa petani peternak yang menjadi percontohan dalam program ini.

Dalam sambutannya Dr Fadjry Djufry menyampaikan bahwa Kelompok Tani Tunas Baru merupakan Laboratorium Lapang kegiatan integrasi Sawit Sapi sejak 2015. Badan Litbang Pertanian melakukan pembinaan dengan mengenalkan inovasi teknologi, khususnya pemanfaatan potensi biomassa yang melimpah yang bisa menjadi sumber pakan ternak, seperti pelepah sawit dan hijauan dibawah tanaman kelapa sawit.

Selain limbah pelepah sawit ada hasil samping industri kelapa sawit berupa lumpur sawit (solid decanter), bungkil inti sawit (palm kernel cake) yang dapat digunakan tambahan sebagai bahan baku pakan ternak. Mendengar penjelasan tersebut, Wakil Ketua Komisi IV memberikan apresiasi pada Balitbangtan yang telah memberikan inovasinya kepada petani dan peternak. "Balitbang Pertanian, sangat penting artinya untuk upaya peningkatan produksi pertanian," ungkap Dedi.

Fadjry juga menambahkan bahwa untuk kedepannya petani dan peternak harus dapat memanfaatkan program pemerintah, seperti program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dapat membantu menambah modal dalam usaha taninya.

“Pengguliran dana KUR menjadi salah satu solusi untuk memberikan akses permodalan kepada peternak. KUR itu tanpa agunan dan ada asuransinya, sehingga tidak ada ruginya, minimal dua hektar sawit satu ekor sapi,” tukas Fadjry. Ia tidak lupa menyarankan agar para peternak membentuk kelompok, sehingga perencanaan menjadi lebih mudah. 

Ketua kelompok tani Tunas Baru, Nurrohim dalam kesempatan yang sama menjelaskan proses kelompok tersebut menjadi salah satu kelompok yang menerapkan integrasi sawit sapi. “Kelompok Tani Tunas Baru kini menjadi percontohan kawasan integrasi sawit sapi, dan sudah melakukan Sekolah Lapang kepada kelompok tani lainnya, yang sampai saat ini sudah lebih 20 kelompok ikut menerapkan inovasi integrasi sawit sapi,” urai Nurrohim. Sementara, sampai saat ini jumlah sapi di kelompok mencapai lebih dari 200 ekor dan masih berpeotensi untuk menaikkan populasinya. (CR)

SIAGA MENCEGAH WABAH PENYAKIT HEWAN BALITBANGTAN GELAR FGD

Pendekatan one health dibutuhkan dalam menyelesaikan penyakit hewan yang bersifat zoonotik

Selasa 3 Maret 2020 yang lalu, Badan Litbang Pertanian Kementan bersama dengan Balai Besar Penelitian Veteriner (BBALITVET) menggelar Focus Group Discussion bertajuk "Kesiapsiagaan Masuk dan Meyebarnya Penyakit Hewan Emerging dan Re-emerging di Indonesia". 

Tujuan dari acara tersebut yakni dalam rangka meningkatkan kewaspadaan semua pihak yang berkecimpung dalam upaya antisipasi, deteksi dini, dan merespon cepat dalam penanggulangan wabah penyakit hewan emerging dan re-emerging

Acara tersebut dihadiri oleh sekitar 115 orang peserta yang berasal dari berbagai instansi seperti Kementerian Kesehatan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Badan Intelijen Negara, Perguruan tinggi, LSM, Organisasi Profesi, dan tentu saja Kementerian Pertanian.

Seperti kita ketahui bersama bahwa beberapa bulan belakangan Indonesia kembali dihantam dengan mewabahnya beberapa penyakit hewan menular berbahaya baik yang bersifat zoonotik dan non-zoonotik. Sebut saja African Swine Fever (ASF) yang meluluhlantahkan sektor peternakan babi di Sumut beberapa waktu yang lalu, Anthraks yang kembali mewabah di Jawa Tengah, leptospirosis yang bergejolak ketika bencana banjir melanda, dan tentu saja yang terbaru yakni infeksi virus Corona (Covid-19) yang baru-baru ini menghebohkan nusantara. 

Balitbangtan punya mandat dalam urusan riset di bidang veteriner dan menjadi laboratorium rujukan nasional dalam bidang penyakit hewan, tetapi kedepanya diharapkan terjadi sinergisme dari pihak lain yang juga berkecimpung, sehingga konsep one health yang sering digaungkan itu benar - benar diaplikasikan dengan baik.

Ditemui oleh Infovet pada saat acara berlangsung, Kepala BBALITVET Bogor, Drh NLP Indi Dharmayanti menuturkan bahwa beberapa penyakit hewan yang bersifat zoonotik sudah sejak lama menjadi penyakit strategis dan sulit sekali diberantas. Contohnya anthraks, menurutnya hingga kini anthraks walaupun kasusnya sedikit, namun masih kerap terjadi di Indonesia, dan beritanya selalu menghebohkan. 

Indi juga menyinggung wabah Covid-2019 yang baru - baru ini diumumkan oleh presiden RI beberapa waktu yang lalu. Ia mengatakan bahwa sangat penting mempelajari Covid-2019 lebih dalam karena virus ini berpotensi memiliki sifat zoonotik. 

"Yang kita ketahui sejauh ini kan virus corona memang ada pada beberapa jenis hewan seperti kelelawar, trenggiling, anjing, kucing, dan bahkan ikan paus. Sama - sama virus corona, cuma beda genus dan clade saja. Nah yang perlu kita ketahui kan apakah nanti Covid-19 ini berpotensi zoonotik melalui hewan peliharaan atau hewan ternak, oleh karenanya ini juga harus dipelajari lebih dalam," tukas Indi.

Indi juga berharap agar acara ini sedianya dapat menjadi ajang utuk saling tukar informasi dan bersinergi antar instansi dalam penanggulangan wabah. Selain itu kedepannya hasil dari FGD ini nantinya dapat menjadi saran dan masukan bagi pemerintah pusat dalam mengatasi permasalahan penyakit hewan di Indoensia. (CR)

BBLitvet Pertahankan Predikat Pusat Unggulan Iptek

Kepala BBLitvet Dr drh Indi Dharmayanti MSi (berkerudung) saat menerima sertifikat. (Foto: BBLitvet)

Balai Besar Penelitian Veteriner (BBLitvet) menerima Sertifikat Akreditasi Pranata Litbang tahun 2018 dari Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Penghargaan tersebut diberikan  dalam acara “Apresiasi Lembaga Penelitian dan Pengembangan Tahun 2018” yang berlangsung di Gedung Nusantara Convention Hall II, ICE BSD, Tangerang Selatan.

Acara tersebut rutin digelar Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi untuk memberikan apresiasi kepada lembaga litbang terbaik, baik lembaga yang ditetapkan sebagai Pusat Unggulan Iptek (PUI), Balitbangda, Lembaga Litbang Industri inovatif dan sertifikat akreditasi KNAPPP, dan Balitbangtan terpilih menjadi salah satu Lembaga Induk Pembina Lembaga Litbang terbaik bersama enam lembaga induk lainnya.

Melansir dari laman bbalitvet.litbang.pertanian.go.id, tiga lembaga diantaranya Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Balai Besar Pascapanen Pertanian dan BBLitvet memperoleh perpanjangan sertifikat sebagai PUI.

Sementara, empat lembaga ditetapkan sebagai PUI yaitu BB Biogen, Balittas, Balitsa, dan Balithi. Dua Lembaga masuk dalam pembinaan adalah Balitanah dan Balittri.

Pada kesempatan tersebut beberapa unit kerja/UPT Balitbangtan lainnya mendapat sertifikat akreditasi pranata litbang antara lain BB-Biogen, Balitsa Lembang, Balit Jestro, Balai Penelitian Tanah Balittanah, dan Balittro Bogor. (NDV)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer