Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Alternatif AGP | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

PRODUK ALTERNATIF AGP: MEMAHAMI JEJAK IMUNOMODULASI


Oleh: Tony Unandar
Anggota Dewan Pakar ASOHI - Jakarta

Pasca pakan tanpa antibiotic growth promoter (AGP), genderang perang terhadap mikroba (bakteri) dalam industri ayam modern mempunyai skala prioritas yang sangat tinggi, baik secara lokal maupun universal. Selain untuk tetap mengoptimalkan potensi genetik ayam, juga untuk kepastian keamanan pangannya. Tulisan ini mencoba menyoroti peranan komponen pakan yang bersifat nutritif maupun non-nutritif beserta interaksi positif yang ditimbulkannya dalam rangka menjaga atau mendukung sistem imunitas ayam agar tetap mentereng.

Sekilas Respon Imunitas Ayam
Sistem imunitas non-spesifik (innate immunity) adalah garis pertahanan pertama suatu makhluk (termasuk ayam) dalam rangka menahan laju invasi mikroorganisme patogen yang menerpanya. Komponen sistem ini berhadapan secara langsung dengan patogen yang menyerang (Medzhitov, 2017).

Pada tataran seluler, respon imunitas non-spesifik difasilitasi oleh sel-sel epitelium selaput lendir dan sel-sel fagosit (sub populasi sel darah putih) baik yang bermukim pada tingkat jaringan tubuh ataupun yang direkrut dari sistem peredaran darah, yakni granulosit (heterofil, asidofil, basofil), monosit dan makrofag.

Pada tataran molekuler, sel-sel dalam innate immunity mendeteksi keberadaan mikroba atau patogen via Pattern Recognition Receptors (PRRs) yang mampu mengenali molekul penciri dari suatu sel pathogen yang berupa suatu senyawa protein, lemak atau asam nukleat, yang selanjutnya disebut sebagai Microbe/Pathogen-Associated Molecular Patterns atau MAMPs/PAMPs (Kumar et al., 2011; Medzhitov, 2017). PRRs juga mampu mengenali banyak molekul penciri yang dihasilkan induk semang yang mengindikasikan adanya serangan patogen ataupun kerusakan sel-sel induk semang.

Patogen via PRRs mampu menginduksi atau mengaktivasi sel-sel dalam innate immunity untuk menghasilkan serta mengekskresikan sejumlah sitokin ataupun molekul mediator radang. Molekul mediator radang ini selanjutnya dapat merekrut dan mengaktivasi sel-sel imunitas lain untuk berada di sekitar infeksi dan menginduksi secara sistemik terkait keberadaan patogen dalam bentuk demam. Patogen via PRRs juga menstimulasi... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2022. (toe)

MENGURANGI DAMPAK AMR PADA SEKTOR PETERNAKAN ALA MEIJI INDONESIA

Bakteri B. subtilis yang diisolasi dari natto bisa menjadi alternatid pengganti AGP

Pelarangan AGP pada sektor peternakan di Indonesia memang sudah dilakukan sejak 2018 yang lalu. Meskipun sempat terkendala dengan beberapa hal, nyatanya sektor peternakan Indonesia masih dapat bertahan dengan kondisi tanpa AGP.

Dalam rangka meneruskan langkah tersebut PT Meiji Indonesia selaku salah satu pemain dalam industri farmasi menggelar seminar daring bertajuk Embracing AGP-Free Era and Reducing AMR Risk. Acara berlangsung pada 26 Agustus 2020 tepat pukul 13.30 WIB.

Acara dibuka dengan sambutan dari Presiden Direktur PT Meiji Indonesia Masanobu Sato, ia menyebut acara ini sebagai acara pembuka yang bertujuan dalam mefasilitasi masyarakat khususnya stakeholder di dunia peternakan mengenai informasi terkini di dunia peternakan.  Rencananya PT Meiji Indonesia juga hendak mengadakan seminar yang sama secara rutin tiap bulannya, ia juga menyampaikan bahwa PT Meiji Indonesia selalu berkomitmen untuk memberikan solusi terbaik bagi kesehatan hewan di Indonesia.

Prof Budi Tangendjaja sebagai pembicara pertama membuka sesi pertama seminar pada hari itu. Dalam presentasinya Budi mengatakan bahwa sangat penting dalam menjaga saluran pencernaan ternak, terutama unggas. Menjaga kesehatan saluran cerna, artinya menjaga agar performa tetap stabil. Terlebih lagi sistem pemeliharaan di Indonesia yang masih banak menganut pemeliharaan dengan sistem tradisional yang tentunya membuat ayam menjadi lebih mudah berkontak dengan agen mikrobiologis pathogen.

Belum lagi manajemen pemeliharaan yang bisa dibilang “begitu – begitu saja”, tentunya beternak dengan cara seperti ini tanpa mengindahkan kaidah hygiene dan sanitasi semakin membuat ayam lebih berisiko terinfeksi penyakit terutama di saluran pencernaan.

Budi juga menyinggung mengenai pemakaian Antibiotik sebagai Growth Promoter pada ternak yang sudah dilakukan berpuluh tahun yang lalu. Namun penggunaan antibiotik baik pada hewan dan manusia yang serampangan menyebabkan residu dan bahkan resistensi antimikroba yang kian mengkhawatirkan. Oleh karenanya penggunaan antibiotik sebagai growth promoter pada ternak sudah dilarang dan pemakaiannya pun kini diawasi.

Berbagai jenis zat akhirnya banyak diteliti oleh para ilmuwan dunia untuk menggantikan penggunaan antibiotik sebagai growth promoter. Salah satunya adalah bakteri dari jenis Bacillus subtilis natto ang diisolasi dari natto alias makanan khas Jepang yang terbuat dari kedelai yang ternyata dapat digunakan sebagai substituent AGP.

Hal ini disampaikan oleh Atsushi Tahara DVM dari Meiji Seika Pharma , induk perusahaan PT Meiji Indonesia. Natto sendiri merupakan pangan khas Jepang, salah satu manfaat dari natto yakni mampu menunjang dan memperbaiki sistem pencernaan.

Bakteri Bacillus subtilis BN yang telah diisolasi dari natto tadi juga ternyata memiliki efek yang sama pada ternak. Penggunaan bakteri Bacillus subtilis sebagai probiotik pada ternak telah diujicobakan oleh Meiji Seika Pharma dan terbukti dapat memperbaiki performa ternak, melindungi saluran pencernaan agar tetap sehat, serta meningkatkan produksi ternak tanpa menunjukkan efek samping yang merugikan ternak.

Acara pada hari itu diakhiri dengan sesi tanya jawab antara peserta webinar dengan kedua narasumber. Sangat banyak pertanyaan yang dilontarkan oleh para peserta hingga tidak semua pertanyaan dapat dijawab secara live. PT Meiji Indonesia juga membagikan door prize kepada 10 pendaftar webinar pertama dan penanya dengan pertanyaan terbaik (CR).

PROBIOTIK ASLI INDONESIA AMPUH GANTIKAN AGP

Ilustrasi. (Istimewa)

Probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang biasa berupa Bakteri Asam Laktat (BAL) yang dapat memberikan manfaat kesehatan pada inangnya. Umumnya pemberian probiotik dapat memperbaiki keseimbangan atau memulihkan flora usus. Pada unggas, probiotik bakteri asam laktat ternyata efektif untuk dimanfaatkan sebagai alternatif pengganti Antibiotic Growth Promoter (AGP).

Sejak awal 2018 lalu, pemerintah telah secara resmi memberlakukan pelarangan penggunaan pakan yang dicampur hormon tertentu dan/atau antibiotik imbuhan pakan (AGP). Penggunaan alternatif pengganti AGP pun marak, mulai dari herbal, minyak esensial, asam organik, probiotik, prebiotik, maupun enzim. 

Kali ini pembahasan di fokuskan pada pemberian probiotik, yakni BAL yang diperoleh dari saluran pencernaan ayam kampung asli Indonesia yang sudah dewasa dan memiliki kesehatan yang baik. BAL diambil dari ayam yang dipelihara dengan sistem diumbar, serta pemberian pakan dan air minumnya tidak pernah terpapar antibiotik maupun bahan kimia, juga berbagai obat untuk ayam.

Guru Besar Laboratorium Ilmu Ternak Unggas, Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (Fapet UGM) Yogyakarta, Prof Dr Ir Sri Harimurti, mengatakan, dari 100 lebih strain bakteri asam laktat yang ditemukan, terdapat tiga bakteri yang paling unggul digunakan sebagai probiotik pada unggas, yaitu Lactobacillus murinus-Ar3, Streptococcus thermophilus-Kp2 dan Pediococcus acidilactici-Kd6.

Ia telah meneliti ketiga strain bakteri tersebut secara mendalam selama lebih dari 10 tahun, baik sebagai kultur tunggal maupun sebagai kultur campuran.

Bakteri asam laktat tersebut terbukti mampu melekat (adherence) pada sel epitel usus ayam dan ketika diberikan dalam jumlah memadai yakni 107-109 CFU/ekor/hari, akan sangat bermanfaat terhadap respon imum ayam.

“Probiotik BAL asli Indonesia tersebut diisolasi dari saluran pencernaan ayam kampung asli Indonesia, yakni ayam Blorok, ayam Kapas dan ayam Cemani/Kedu Hitam,” kata Sri dalam sebuah seminar tentang peran peternakan dalam menghasilkan produk pangan yang sehat di Kampus Fapet UGM Yogyakarta, Senin (7/1). 

Ketiga bakteri asam laktat tersebut, lanjut dia, memiliki sejumlah keunggulan, antara lain dapat meningkatkan produktivitas unggas, meningkatkan kesehatan saluran pencernaan, meningkatkan imunitas dan memiliki karakterisitik ideal dan unggul sebagai probiotik BAL untuk unggas.

“Mikroen kapsulan probiotik ini kini sudah diproduksi berbasis standar kepentingan industri. Produktivitas dan stabilitasnya pun masih dapat ditingkatkan,” tukasnya. (IN)

FGD Evonik: What Alternative Do We Have for AGP

Penyelenggara FGD bersama peserta. (Foto: Infovet/Sadarman)
Bertempat di Ballroom I Hotel Mercure Alam Sutera, Tangerang Selatan, PT Evonik Indonesia bekerjasama dengan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB), menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD), bertajuk “Updateon Regulation for Antibiotic Growth Promoters Use in Poultry Feeds and What Alternative Do We Have for AGPs?”.

Merciawati, Senior Business Manager PT Evonik Indonesia, menyampaikan kegelisahannya terkait penerapan pelarangan AGP, yang berdampak pada industri terkait, yakni obat hewan dan pakan ternak, yang diaplikasikan pada ternak, terutama ayam ras komersial, baik pedaging maupun petelur. Namun, jika dikerjakan bersamaan maka dapat dilewati, sehingga akan indah pada waktunya. Untuk menjawab kegelisahan tersebut, setelah memasuki bulan kesembilan pelarangan penggunaan AGP, PT Evonik Indonesia menyelenggarakan FGD.

“Gunakan forum ini sebaik mungkin, kemukakan keluhan, masukkan dan gagasan terbaik di sini, agar dapat dicarikan solusi terkait What Alternative Do We Have for AGPs dimaksud,” kata Merciawati. 

FGD Evonik ini diikuti oleh hampir sebagian besar nutrisionis, formulator di pabrik pakan, pelaku usaha di bidang peternakan, kemitraan, peternak mandiri dan akademisi, serta peneliti terkait dengan masalah ini.


Dalam FGD, Evonik Indonesia menghadirkan Ni Made Ria Isriyanthi PhD (Kasubdit POH Kementerian Pertanian), Sasi Jaroenpoj DVM dari Animal Feed and Veterinary Product Control Division Thailand, Nasril Surbakti PhD dari PT Charoen Pokphand Indonesia, Dr Girish Channarayapatna selaku Technical Service Director, Evonik SEA. Dan acara dipandu langsung oleh Prof I Wayan Teguh Wibawan, Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan IPB. (Sadarman)

Potensi Besar Bungkil Inti Sawit untuk Pakan Unggas

Bungkil inti sawit.
Bungkil Inti Sawit (BIS) merupakan hasil ikutan dari industri pengolahan kelapa sawit, dengan ketersediaannya di Indonesia sangat tinggi. Penelitian penggunaan BIS sebagai salah satu bahan pakan potensial telah banyak dilakukan. Salah satu factor pembatas penggunaan BIS adalah kandungan seratnya yang tinggi, dengan komponen dominannya adalah berupa mannosa yang mencapai 56,4% dari total dinding sel BIS. Kandungan mannan yang tinggi disatu sisi merupakan faktor pembatas nutrisi, namun di sisi lain memiliki potensi sebagai bahan imbuhan pakan seperti prebiotik yang akan meningkatkan kesehatan ternak.

Hingga saat ini, BIS hanya dipakai sebagai salah satu sumber pakan, padahal melihat potensi tersebut dapat ditingkatkan nilai tambahnya menjadi bahan baku pembuatan imbuhan pakan. Peneliti Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia, Dr Ma’ruf Tafsin, dalam sebuah seminar tentang Palm Kernell Meal di Industri Pakan di Jakarta, Juli 2018 lalu, memaparkan, kandungan β-mannan yang tinggi pada BIS yang tergolong polisakarida bukan pati atau Non Starch Polysaccharides (NSP) menjadi salah satu pembatas penggunaan BIS, terutama pada ternak monogastrik. Padahal, dari berbagai hasil penelitian para ahli nutrisi dan pakan, mannan sangat potensial untuk menjadi pengganti Antibiotic Growth Promoter (AGP) pada unggas.

Sejak 1 Januari 2018, Indonesia telah secara resmi melarang penggunaan AGP sebagai imbuhan pakan ternak. Kebijakan tersebut sebenarnya sudah diwacanakan sejak tahun 2015, namun baru dapat diterapkan secara penuh pada 2018. Keputusan tersebut tertulis pada Surat Edaran Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) No. 14071/PI.500/F/07/2015 tentang Pelarangan Penggunaan Antibiotik dan Antibakteri dalam Imbuhan Pakan. Kebijakan ini muncul sebagai dukungannya terhadap penyediaan pangan yang aman dan sehat. Adanya residu dari penggunaan antibiotik dikhawatirkan akan memunculkan resistensi yang berbahaya bagi kesehatan manusia.

Kebijakan ini bukan hanya di Indonesia saja, di belahan dunia lain seperti Amerika dan Eropa, aturan pelarangan penggunaan AGP sudah diterapkan sejak beberapa tahun lalu. Keinginan masyarakat untuk mendapatkan pangan yang aman itulah yang mendorong pemerintah setempat memberlakukan kebijakan ini. Pemerintah Indonesia dalam hal ini melalui Ditjen PKH, Kementerian Pertanian, akhirnya dengan tegas memutuskan Januari 2018 penggunaan AGP sebagai imbuhan pakan resmi dilarang.

Adanya kebijakan tersebut, sebelumnya telah dilakukan sosialisasi dan persiapan sejak 2015-2017, nyatanya masih memberikan pekerjaan rumah terutama bagi para ahli nutrisi dan pakan dari berbagai perguruan tinggi, lembaga penelitian dan perusahaan pakan, maupun obat ternak dalam usahanya mencari alternatif pengganti AGP. Berbagai solusi produk seperti probiotik, prebiotik, sinbiotik, herbal dan enzim sudah mulai diproduksi sejak tahun-tahun lalu sebagai pengganti AGP. Harapannya, bahan-bahan tersebut dapat berperan menjadi pengganti AGP sebagai pengontrol keseimbangan pertumbuhan bakteri prolifik dan yang patogen di dalam usus.

Upaya alternatif pengganti AGP yang telah diteliti oleh para ahli nutrisi diantaranya Mannanoligosakarida (MOS) yang banyak dikembangkan dari dinding sel mikroba seperti ragi Saccharomyces cerevisiae sebagai bahan bakunya. Produksi melelalui ragi tersebut dipakai karena kandungan gula mannosa-nya yang tinggi mencapai 45% dari keseluruhan dinding selnya. Masalahnya adalah, hal itu menyebabkan harga produknya sangat mahal, dan masih diimpor. Oleh karenanya, BIS sangat berpotensi untuk menghasilkan ekstrak yang mengandung mannan mengingat kandungannya yang tinggi dan mempunyai potensi yang besar sebagai alternatif AGP dengan harga yang kompetitif, tidak semahal MOS.

Pendekatan baru untuk mencegah infeksi mikroba ditemukan dengan diketahui pentingnya proses penempelan pada saluran pencernaan. Diketahui bahwa fimbriae tipe 1 yang sensitif terhadap mannosa berperan dalam menempelnya patogen, dengan demikian mannosa dapat menghambat proses penempelan mikroba merugikan pada saluran pencernaan. Kemampuan lain dari MOS adalah dapat merangsang sistem kekebalan dan efek ini juga berperan dalam melawan bakteri Salmonella.

Tafsin mengungkapkan, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa BIS mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai sumber mannan karena kandungan gula mannosa yang dimilikinya. Uji resistensi terhadap Salmonella dan E.Colli  menunjukkan bahwa penggunaan Polisakarida Mannan (PM) dari BIS tidak mempunyai aktivitas yang bersifat membunuh (bakterisid). Pengamatan terhadap uji aglutinasi yang dilanjutkan dengan pengamatan secara mikroskopik menunjukkan adanya penggumpalan pada penggunaan PM dari BIS. Hasil tersebut menunjukkan adanya penempelan antara reseptor bakteri dengan komponen mannosa dari PM yang diekstrak oleh BIS.

Tanaman kelapa sawit.
Penggunaan mannan dari BIS dalam ransum juga terbukti mampu menurunkan kolonisasi bakteri Salmonella pada sekum. Hasil penelitian tahap pertama yang dilakukan Tafsin membuktikan, penggunaan 4.000 ppm menunjukkan tingkat infeksi pada hari kelima setelah infeksi dan juga pengamatan keseluruhan sampai 15 hari setelah infeksi. Pengamatan pada hari ke-15 setelah infeksi menunjukkan penggunaan 2.000-4.000 ppm sudah tidak ditemukan adanya Salmonella. Hal itu menunjukkan bahwa kecepatan pengeluaran (exclution) Salmonella lebih tinggi akibat penggunaan mannan dari BIS.

Komersialisasi Turunan BIS
Komersialisasi produk turunan BIS sebagai alternatif antibiotik masih belum berkembang sekarang ini. Sangat diperlukan upaya penelitian secara berkesinambungan, terkait dengan teknologi proses untuk mendapatkan bahan aktif berupa komponen mannan oligosakarida yang dimiliki BIS. Beberapa upaya yang dilakukan antara lain, melalui penggunaan secara kimia (NaOH, Asam Asetat) maupun secara enzimatis. Jumlah komponen mannosa yang terekstrak perlakuan tersebut sejauh ini baru mencapai sekitar 30%.

Dari uraian di atas, ternyata BIS mempunyai potensi besar untuk dikembangkan menjadi produk turunan yang dapat dikembangkan sebagai alternatif AGP, immunostimulan dan juga sebagai prebiotik untuk ternak. Perbaikan teknologi proses untuk mendapatkan komponen mannosa yang lebih tinggi masih sangat diperlukan agar produk tersebut dapat dikembangkan secara komersial dalam skala besar demi kemandirian bahan pakan domestik. ***

Andang S. Indartono,
Pengurus Asosiasi Ahli Nutrisi
dan Pakan Indonesia (AINI)

Aplikasi Bakteriofag Sebagai Pengganti AGP

Gambar 1. Perbandingan ukuran bakteriofag dengan mikroorganisme lain.
((Dilarangnya penggunaan antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan membuat produsen feed additive berlomba-lomba mencari penggantinya. Dari mulai acidifier, herbal, essential oil, probiotik dan lain sebagainya telah dicoba. Bagaimana dengan bakteriofag?))

Mungkin terdengar asing di telinga ketika berbicara mengenai bakteriofag, namun kalau ditelaah lebih dalam, bakteriofag bisa menjadi alternatif pengganti Antibiotic Growth Promoter (AGP) yang menjanjikan. Di Indo Livestock 2018 yang lalu, penulis berkesempatan berbincang mengenai bakteriofag dengan Max Hwagyun Oh, PhD. Vet Med., peneliti bakteriofag sekaligus Managing Director CTCBio Inc. Korea. 

Bakteriofag
Dalam dunia mikrobiologi, tentu dikenal adanya bakteri, virus, kapang, khamir, protozoa, dan lain sebagainya. Ada satu hal yang mungkin terlewat dan kurang dipelajari, yakni bakteriofag. “Bakteriofag berasal dari kata Bacteria (bakteri) dan Phage (makan), jadi bakteriofag adalah mikroorganisme pemakan bakteri,” ujar pria yang akrab disapa Dr. Max Oh itu.


Dr. Max Hwagyun Oh
Ia melanjutkan, sejatinya bakteriofag adalah entitas umum yang ada di bumi, ukurannya lebih kecil daripada bakteri, sehingga dapat menginfeksi bakteri. Umumnya struktur tubuh bakteriofag terdiri atas selubung kapsid protein yang menyelimuti materi genetiknya.

“Jika dirunut sejarahnya, bakteriofag pertama kali ditemukan tahun 1896, kemudian di tahun 1917 seorang peneliti mikroba dari Kanada, Felix de Herelle, menemukan bahwa bakteriofag memakan bakteri disentri berbentuk bacillus,” katanya. Kemudian penelitian mengenai bakteriofag dilanjutkan sampai tahun 1940-an, namun ketika antibiotik ditemukan, penelitian mengenai bakteriofag sempat “mandek”, yang kemudian dilanjutkan kembali pada 1950-an hingga sekarang.

Sifat dan Cara Kerja Bakteriofag
Bakteriofag memiliki cara kerja yang hampir sama dengan enzim, yakni dapat mengenali reseptor spesifik yang ada pada permukaan tubuh bakteri, seperti peptidoglikan, lipopolisakarida dan lain sebagainya. Selain itu, membran kapsid pada bakteriofag tidak dapat mendegradasi membran sel hewan, sehingga dengan sifat ini bakteriofag hanya menyerang sel bakteri dan tidak berbahaya bagi hewan.

Dalam mengeliminasi bakteri, cara kerja bakteriofag sama seperti virus melisiskan sel, yakni melalui siklus litik dan lisogenik. Bakteriofag subjek penelitian Dr. Max Oh, bekerja melalui siklus litik. Siklus litik (sel lisis) dimulai dengan bakteriofag akan mengenali reseptor pada dinding sel bakteri dan menempel pada bakteri, bakteriofag akan melisiskan dinding sel bakteri (penetrasi) dan men-transfer materi genetiknya ke dalam sel bakteri.

Setelah berhasil menginjeksi materi genetiknya, bakteriofag akan menghasilkan enzim (dikodekan dalam genomnya) untuk menghentikan sintesis molekul bakteri (protein, RNA, DNA). Setelah sintesis protein dan asam nukleat dari sel bakteri berhenti, bakteriofag akan mengambil alih proses metabolisme sel bakteri. DNA dan RNA dari sel bakteri digunakan untuk menggandakan asam nukleat bakteriofag sebanyak mungkin. Selain itu, bakteriofag akan menggunakan protein yang terdapat pada sel inang untuk menggandakan kapsid.

Setelah materi genetik bakteriofag lengkap dan memperbanyak diri, sel bakteri akan dilisiskan oleh bakteriofag dengan bantuan depolimerase, yang diikuti kemunculan bakteriofag baru yang siap menginfeksi bakteri lainnya. Dr. Max Oh juga menjabarkan, kinerja bakteriofag sangat cepat, proses melisiskan sel bakteri hanya 25 menit.

“Bakteriofag sangat istimewa, mereka dapat mengenali bakteri-bakteri patogen yang spesifik, jadi mereka tidak akan menyerang bakteri baik maupun sel hewan itu sendiri,” jelas Alumnus Seoul National University itu. Dalam penelitiannya, bakteriofag yang ia gunakan diklaim dapat mengeliminasi bakteri patogen, seperti Salmonella choleraesius, Salmonella Dublin, Salmonella enteritidis, Salmonella gallinarum, Salmonella pullorum, Salmonella typhimurium, E. colli F4 (K88), E. colli f5  (K99), E. colli f6 (987P), E. colli (f18), E.colli (f41), Staphylococcus aureus dan C. perfringens (tipe A s/d E).


Gambar 2. Cara kerja bakteriofag melisiskan sel bakteri.
Hasil Uji Coba Bakteriofag di Lapangan

Hasil penelitian Dr. Max Oh dan timnya telah diujicobakan baik di laboratorium maupun di lapangan. Pada hasil ujicoba laboratorium (menggunakan metode yang sama dengan uji sensitivitas antibiotik), bakteriofag teruji dapat mengelminiasi bakteri-bakteri patogen, seperti terlihat pada (Gambar 3.) di bawah ini.


Gambar 3. Hasil uji lab aktivitas bakteriofag pada beberapa bakteri patogen.
Hasil trial bakteriofag di lapangan juga telah banyak dipublikasikan oleh Dr. Max Oh dan timnya, hasilnya sebagaimana pada Tabel 1. dan Tabel 2. di bawah ini:


Tabel 1. Pengaruh Pemberian Bakteriofag pada Produksi Telur
Usia
Prouksi Telur (%)
Kontrol
Prouksi Telur (%)
0,02% Bakteriofag
Prouksi Telur (%)
0,035% Bakteriofag
Prouksi Telur (%)
0,05% Bakteriofag
0-3 minggu
90,8
91
92
91,8
4-6 minggu
89,9
91,5
92,1
91,6
- Menggunakan 288 ekor Hy-line Brown kormersil (usia 36 minggu).
- Empat kali treatment selama enam minggu.
- Enam kali pengulangan.
      - 0,02 % = 200 gram/ton pakan, 0,035% = 350 gram/ton pakan, 0,05% = 500 gram/ton pakan.

      Tabel 2. Pengaruh pemberian bakteriofag pada performa broiler
   Treatment
       Bobot Badan (g)
     ADG   (g/hari)
       Feed Intake (g)
    FCR
        Mortalitas %
       Market Day
        Produksi (kg/m2)
      Kontrol
   2540
   54,22
   5359
   2,11
   16,86
   46,97
   23,4
     Treatment 1
   2540
   57,13
   4445
  1,75
   6,40
   44,45
   27,4
     Treatment 2
   2900
   60,21
   5191
  1,78
   4,70
   48,19
  29,7
- Menggunakan 744.000 ekor broiler (Ross 308) per kelompok treatment.
      - Selama 48 hari.
      - Treatment 1 dan 2 ditambahkan bakteriofag 0,03% (500 gram/ton pakan).

Dr. Max Oh menambahkan, bahwa hasil-hasil uji trial yang ia dan timnya lakukan telah banyak dipublikasikan dalam jurnal-jurnal internasional. “Memang penelitian mengenai bakteriofag ini kurang popular di Amerika, namun di Asia dan Eropa bagian Timur penelitian mengenai bakteriofag sudah sangat maju,” ucap Dr Max Oh.

Kata-kata Dr. Max Oh bukan tanpa alasan, awak Infovet mencoba menelusuri produk-produk bakteriofag di pasaran. Hasilnya, beberapa produk dengan bahan aktif bakteriofag sudah banyak digunakan di dunia, baik di bidang pertanian, peternakan, bahkan manusia.

Ia menegaskan, mengenai aspek keamanan produk bagi hewan dan manusia seharusnya tidak perlu dipertanyakan, sebab produk bakteriofag sudah banyak tersertifikat oleh asosiasi sekelas FDA. “Bakteriofag ini benar-benar natural, berasal dari alam, kami hanya memperbanyak, kami tidak menambahkan atau memodifikasi mereka, sehingga mereka bukan termasuk GMO (Genetic Modified Organism) yang banyak dikhawatirkan oleh masyarakat dunia,” tegas Dr. Max Oh.

Dari segi bisnis ia menyebut, kemungkinan dalam waktu dekat dirinya berniat menghadirkan produk bakteriofag ke Indonesia. “Saya rasa Indonesia merupakan pasar yang potensial dengan iklim seperti ini, ditambah lagi dengan dilarangnya penggunaan AGP, Saya rasa bakteriofag dapat menjadi solusi yang tepat dan natural dalam menggantikan AGP,” pungkasnya. (CR)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer