Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini AGP free | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

ZOETIS GUT HEALTH WORKSHOP VII

Foto bersama Zoetis Gut Health Workshop VII. (Foto: Infovet/Ridwan)

Kebijakan berbagai negara termasuk Indonesia terkait pelarangan antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan (AGP) yang berlaku sejak Januari 2018 lalu, yang tertuang dalam Permentan No. 14/2017, masih menjadi polemik bagi peternak. Sebab, selama ini AGP sangat lumrah digunakan peternak untuk meningkatkan performa dan menekan pertumbuhan bakteri di saluran pencernaan unggas.

Beberapa kalangan menyebut, sejak pelarangan AGP diberlakukan, banyak kasus penyakit saluran pencernaan bermunculan di lapangan dan kerap menghantui peternak dan ternaknya. Hal itu menjadi kepedulian PT Zoetis Animalhealth Indonesia, menyelenggarakan 2019 APAC Poultry Gut Health Workshop VII bertajuk “Enhance Poultry Performance by Managing Gut Health in Antibiotic Stewardship Era”, 19-20 Maret 2019.

“Workhshop ini sebagai bukti kepedulian kami untuk meningkatkan kesehatan ternak, khususnya pada saluran pencernaan dalam melawan tantangan koksi dan nekrotik enteritis. Kami secara konsisten memfasilitasi forum ini sejak 2012,” ujar General Manager Zoetis Indonesia, Drh Ulrich Eriki Ginting, saat menyambut peserta yang hadir di Jakarta.

Ia menambahkan, para peserta yang hadir dari beberapa negara, seperti India, Thailand, Taiwan, Vietnam dan lainnya, bisa mendapat pengetahuan yang baik mengenai antisipasi tantangan pada kesehatan saluran pencernaan unggas.

“Saya yakin topik yang dibahas pada forum kali ini akan sangat bermanfaat untuk peserta, sekaligus menjadi ajang diskusi dengan para pakar perunggasan untuk mencari solusi mengenai tantangan kesehatan saluran pencernaan,” ucapnya.

Dimoderatori oleh Prof Dr Drh I Wayan T. Wibawan, MS dari Fakultas Kedokteran Hewan IPB, workshop menampilkan pembicara Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Drh Fadjar Sumping Tjatur Rasa, Private Poultry Consultant Dr Tony Unandar, Senior Director Commercial Development & Lifecycle Management Poultry Dr Dieter Vancraeynest DVM PhD dan Outcomes Research Director APAC & Greater China Cluster Dr Choew Kong Mah DVM.

Selain menggelar seminar, PT Zoetis Animalhealth Indonesia juga mengadakan pelatihan diagnosis dan identifikasi Eimeria bagi peserta. Pelatihan dilakukan di laboratorium protozoologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB, dengan narasumber Prof Dr Drh Umi Cahyaningsih MS.

Menurut salah satu peserta seminar, Drh Eko Prasetio selaku commercial poultry farm consultant, mengatakan, seminar yang diselenggarakan Zoetis sangat bermanfaat bagi praktisi perunggasan.

“Kalau melihat program Zoetis yang secara berkala dilakukan untuk mengedukasi peserta terkait kebijakan pemerintah (AGP-banned) yang akhir-akhir ini membuat kesehatan pencernaan menjadi problem utama. Kegiatan ini secara keseluruhan sangat bermanfaat, khususnya bagi praktisi. Seminar dan pelatihannya sangat membantu memberi gambaran di lapangan ketika ada kasus dan menjadi lebih terarah dalam memberikan rekomendasinya,” katanya. (RBS)

El Nino & Pelarangan AGP, Ujian Berat Bagi Peternakan Indonesia

Usaha peternakan broiler yang masih menggunakan kandang tradisional. (Sumber: rri.co.id)

Tahun 2018 lalu menjadi salah satu ujian berat bagi sektor peternakan Indonesia. Selain karena cuaca yang tak menentu akibat El Nino, para peternak juga “diuji” ketahanannya dengan pakan tanpa AGP, bagaimana mereka menghadapinya?

“Untuk menjadi pelaut yang andal, harus mengetahui cuaca”. Kutipan tersebut juga berlaku di dunia peternakan. Karena untuk menjadi peternak yang andal, juga harus bisa bersahabat dengan alam. Selain faktor internal, kesuksesan dalam usaha peternakan juga didukung faktor eksternal, salah satunya iklim dan cuaca. Khususnya bagi peternak yang menerapkan sistem kandang terbuka, mereka benar-benar harus bisa bersahabat dengan alam agar performa ternaknya terjaga.

Fenomena El Nino
El Nino merupakan fenomena penurunan curah hujan di wilayah Indonesia terutama di selatan khatulistiwa. Penyebabnya adalah menghangatnya suhu muka laut di Samudra Pasifik area khatulistiwa, akibatnya musim kemarau lebih panjang daripada musim hujan. Fenomena ini juga melanda negara-negara lain di dunia. Lahan pertanian menjadi yang paling berisiko terdampak kekeringan akibat El Nino.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah memprediksi bahwa Indonesia bakal mengalami El Nino pada akhir September hingga awal Oktober 2018. Prediksi tersebut ternyata benar adanya, peternak merasakan bahkan sampai bisa dibilang “merindukan” datangnya hujan.

Dampak dari musim kemarau yang panjang bagi sektor peternakan tentunya tidak main-main, suhu tinggi pada siang hari dapat menyebabkan ternak stres, yang juga lebih penting adalah ketersediaan bahan baku pakan misalnya jagung.

Musim kemarau panjang tentunya menyebabkan suhu tinggi pada siang hari, terkadang suhu naik sangat ekstrem, sehingga menyebabkan cekaman pada ternak. Menurut Prof Agik Suprayogi, guru besar Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (FKH IPB), iklim memegang peranan besar bagi produktivitas ternak dan kadang peternak sering acuh terhadap hal ini.

“Selain manajemen peternakan, jangan sekali-kali melupakan hal ini (iklim) apalagi ketika musim-musim yang sulit ditebak seperti itu, salah-salah nanti peforma ternak kita turun,” tutur Prof Agik.

Salah satu contoh iklim dapat memengaruhi maksud Prof Agik, yakni terhadap spesies hewan, misalnya sapi perah. “Sapi perah kan cocoknya di iklim dengan suhu sejuk dan dingin misalnya pegunungan, gimana coba kalau dipindahkan ke tengah kota? Produksinya turun toh,” ucapnya.

Ia melanjutkan, bahwa cekaman akibat suhu yang terlalu tinggi maupun terlalu rendah, selain dapat menyebabkan stres dan penurunan performa ternak, juga merupakan pelanggaran terhadap animal welfare.

“Bebas dari rasa ketidaknyamanan juga masuk dalam five freedom of animal welfare, oleh karenanya kalau peternak santai-santai saja menghadapi iklim ekstrem dan ternaknya dirawat “biasa-biasa saja” ruginya dua kali, sudah performa turun, dosa pula,” pungkasnya sambil berkelakar.

Mengapa rasa tidak nyaman pada ternak dapat menurunkan performa?, menurut penelitian yang dilakukan oleh Kamel (2016) pada ayam broiler, cekaman suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan... (CR)


Selengkapnya baca Majalah Infovet edisi Januari 2019.

Berlomba Memacu Performa Genetik di Era Non Antibiotik

Kandang closed house.

Bicara perkara pelarangan AGP (Antibiotic Growth Promoter) pada pakan unggas seakan tidak ada habisnya. Pasalnya, setiap peternak banyak mengeluh mengenai performa yang kian anjlok. Apakah benar begitu adanya? Bagaimana agar performa stabil di era non-AGP?

Sejarah mencatat bahwa Indonesia melakukan impor ayam broiler secara komersil pada tahun 1967. Sejak saat itu usaha budidaya ayam broiler, baik skala kecil maupun besar terus berkembang hingga saat ini. Pada era tersebut, ayam broiler perkembangannya belum secepat ayam broiler zaman now. Namun kini, seiring dengan kemajuan zaman dan teknologi, ayam broiler dapat dipanen kurang dari 30 hari dengan bobot badan lebih dari 1.000 gram. Sejalan dengan ayam broiler, ayam petelur atau biasa disebut layer juga mengalami hal serupa. Produksi ayam petelur zaman old versus zaman now tentunya sangat berbeda.

Bahkan karena cepatnya kedua jenis unggas tersebut berkembang, tidak jarang kalangan peternakan mendengar isu-isu miring mengenai hal tersebut. Mulai dari ayam disuntik hormon, obat kuat, sampai yang agak aneh mengenai telur palsu (plastik). Tentunya isu-isu miring seperti ini kian membuat gerah kalangan peternakan di Tanah Air.

Kemajuan Genetik
Jika masyarakat rajin membaca apalagi mengunjungi laman web para "provider" bibit-bibit ayam di luar negeri, mereka akan paham bahwa ayam modern dapat berkembang begitu cepat karena teknologi di bidang genetika. Bukan dari modifikasi genetik, melainkan pemuliaan demi pemuliaan yang dilakukan oleh para provider di laboratorium mereka masing-masing.

Hasilnya? Setelah lebih dari 100 tahun penelitian lahir lah ayam-ayam zaman sekarang yang perkembangannya sangatcepat. Menurut Prof Burhanudin Sundu, Guru Besar sekaligus Dekan Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Tadulako, ayam-ayam modern adalah “monster” yang sebenarnya.

“Bukan monster yang suka makan orang ya, tapi dari segi pertumbuhannya. Coba bayangkan, seekor DOC yang awalnya bobot badannya kurang lebih 40 gram, dalam 30 hari menjadi 1,5 kilogram bahkan ada yang hampir 2 kilogram. Itu kan artinya mereka menjadi besar sebanyak 150 kali lipat hanya dalam sebulan,” ujar Prof Burhanudin.

Begitu pula dengan ayam petelur, potensi bertelurnya setiap tahun akan terus meningkat seiring perkembangan di bidang genetika. “Kalau tidak percaya coba cari dan bandingkan misalnya performance ayam-ayam Cobb sebelum tahun 2000 sampai sekarang tahun 2018 ini, pasti berbeda,” tuturnya.

Namun begitu, lanjut Prof Burhanudin, tidak ada mahluk yang superior di dunia ini. “Ayam zaman now memang sangat superior dalam bidang performa produksi, namun sebagai kompensasinya gen-gen kekebalan terhadap penyakit yang ada pada tubuh mereka tidak se-superior performance-nya, sehingg aayam zaman now mudah sekali terserang stres dan penyakit,” jelasnya... (CR)


Selengkapnya baca Majalah Infovet edisi September 2018.

Gratis..! Download PDF Infovet Special Edition Indolivestock Expo 2018


Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, kami selalu menerbitkan Infovet Edisi Khusus Indolivestock Expo untuk dibagikan cuma-cuma kepada pengunjung dan peserta Indolivestock Expo, yang juga dibagikan gratis secara online pada website www.majalahinfovet.com dan aplikasi android Majalah Infovet, sehingga  penyebarannya akan lebih luas dan tepat sasaran.

Silakan mendownload E-Magz Infovet Special Edition Indolivestock Expo di sini: https://www.mediafire.com/file/zblg51rlo8qfle8/Infovet_Special_Indolivestock_2018_-_Medium.pdf/file

Untuk mendapatkan PDF High resolution bisa menghubungi marketing.infovet@gmail.com

Dapatkan majalahnya secara gratis pada acara Indolivestock Expo 2018.
Kunjungi stand/booth kami : PFC 41

Terimakasih

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer