Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

KEMENDAG LARANG IMPOR HEWAN HIDUP DARI CHINA, INI DAFTARNYA

Ilustrasi peternakan kalkun (Foto: USA Today)

Kementerian Perdagangan (Kemendag) menerbitkan kebijakan untuk menghentikan sementara impor binatang hidup dari China atau impor binatang hidup yang telah transit di China, untuk mengantisipasi masuknya virus corona ke Indonesia.

Hal ini tertuang dalam Permendag Nomor 10 Tahun 2020 tentang Larangan Sementara Impor Binatang Hidup dari Tiongkok yang ditandatangani Menteri Perdagangan, Agus Suparmanto.

“Pemerintah perlu mengambil langkah perlindungan bagi kesehatan masyarakat dan pencegahan penyebaran virus corona ke wilayah Indonesia," tulis Kementerian Perdagangan  dalam peraturan tersebut.

Adapun jenis binatang hidup yang dilarang sementara impornya dari China dalam Permendag ini adalah jenis pos tarif 01.01 seperti kuda, keledai, bagal dan hinnie hidup, dan lain-lain.

Selain itu, ada juga hewan pos tarif 01.02 atau bintang hidup jenis lembu seperti sapi, sapi jantan, oxen, kerbau, dan lain-lain. Selanjutnya, larangan impor hewan hidup dari pos tarif 01.03, yaitu babi hidup dengan berat kurang dari 50 kilogram atau berat 50 kilogram atau lebih.

Larangan juga berlaku bagi hewan di pos tarif 01.05 atau unggas hidup yaitu ayam dari spesies gallus domesticus, kalkun, bebek, angsa, ayam guinea, dan ayam sabung. Selain itu, larangan juga mencakup binatang hidup pos tarif 01.06 seperti primata, paus, lumba-lumba, porpise, manate dan dugong, anjing laut, singa laut, dan beruang laut.

Hewan-hewan unik seperti unta dan camelid, kelinci dan hare, binatang melata termasuk ular dan penyu, burung pemangsa, burung beo, burung parkit, burung macaw, dan Kakatua, burung unta, emu, lebah, dan serangga-serangga dari China juga sementara dilarang untuk masuk ke Indonesia. (NDV)

CEGAH STUNTING ITU PENTING!

Suasana diskusi mengenai stunting di Menara 165, Jakarta. (Foto: Infovet/Ridwan)

“Wujudkan SDM Unggul Indonesia Melalui Pengendalian Stunting dengan Pangan Bergizi dan Terjangkau” menjadi tema bahasan dalam forum diskusi yang dilaksanakan oleh Majalah Agrina, Rabu (12/2) di Menara 165, Jakarta.

“Tema yang kita bahas kali ini sesuai dengan program presiden, salah satunya pengembangan sumber daya manusia (SDM). Hal ini menjadi sangat penting dan strategis sekali,” ujar mantan Menteri Pertanian Prof Bungaran Saragih saat memberikan sambutannya.

Lebih lanjut, pengembangan tersebut saat ini menurutnya masih terkendala oleh persoalan stunting. Data statistik menunjukkan bahwa Indonesia menduduki posisi kedua tingkat ASEAN dan posisi kelima dunia untuk masalah stunting.

“Masalah ini sangat penting dan urgent. Beberapa upaya yang dilakukan sampai saat ini masih belum membantu. Karena beberapa strategi yang dilakukan dan implementasi di lapangan sering tidak nyambung,” ucap Bungaran.

Hal itu pun lanjut dia, harus diselesaikan melalui pemetaan secara mendetail dan komplit, mengingat masalah stunting yang sangat kompleks.

“Dilakukan pemetaan mengenai siapa, dimana dan kenapa masalah stunting bisa terjadi. Pertanyaan pokok itu yang harus dipetakan, jika bisa menjawabnya, kita bisa rumuskan strategi, kebijakan dan implementasi dalam mengatasi masalah stunting,” ungkapnya.

Ia juga menambahkan, “Walau rumit, kerjasama sektoral, inter-sektoral dan inter-regional dibutuhkan. Seperti ketika penanggulangan pertumbuhan penduduk melalui program Keluarga Berencana, itu cukup berhasil, kita bisa belajar dari pengalaman itu. Intinya kita butuh nasional strategi dan nasional policy yang terkoordinasi, jangan hanya sibuk saja namun tidak ada hasil yang dicapai.”

Selain membutuhkan strategi secara nasional, pemberian asupan pangan bergizi  juga menjadi hal utama dalam penanganan kasus stunting. Hal itu disampaikan oleh Guru Besar Ilmu Gizi, Fakultas Ekologi Manusia IPB, Prof Hardinsyah, sebagai narsumber.

“Konsumsi pangan bergizi dari daging, ikan, telur dan susu sangat baik bagi pertumbuhan anak dan juga ibu hamil untuk mencegah terjadinya stunting,” tuturnya. Ia menjelaskan, konsumsi satu butir telur dalam sehari saja pada anak usia 6-9 bulan selama enam bulan, berpotensi menurunkan angka stunting.

Hal senanda juga diungkapkan Kepala Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian, Andriko Noto Susanto.

“Konsumsi bahan pangan berkualitas, menyehatkan dan bergizi sangat baik bagi pertumbuhan. Pemerintah terus melakukan edukasi terkait itu, kita dorong on farm-nya agar produksi tidak menurun dan melakukan modernisasi untuk menarik minat para petani muda menghasilkan produk pangan yang sehat,” katanya.

Kendati demikian, persoalan stunting yang multi-dimensional tidak hanya sebatas kekurangan makan. Direktur Gizi Masyarakat, Kementerian Kesehatan, Dhian Proboyekti, mengemukakan bahwa akar masalah disebabkan oleh rerata penduduk masih minim pendidikan dan tingkat kemiskinan yang cukup tinggi.

“Adapun penyebab tidak langsung terjadinya stunting yakni masih terjadinya kasus rawan pangan, pertumbuhan balita yang tidak terpantau dan persoalan sanitasi. Kemudian penyebab langsungnya diakibatkan anak usia dini (6-23 bulan) mengonsumsi makanan yang tidak beragam dan tidak memberikan imunisasi pada anak,” jelas Dhian.

Untuk itu, kata dia, pemberdayaan masyarakat dari bawah mutlak harus dilakukan. “Kami pemerintah terus berkoordinasi antar kementerian fokus pada persoalan stunting. Terbukti sejak 2018-2020 angka stunting kita menurun. Dan pada 2020-2024 kita fokus lakukan percepatan penurunan stunting, tahun ini target 24,1% dan di 2024 ditargetkan 14%,” pungkasnya. (RBS)

INTERNATIONAL SEMINAR OF ANIMAL NUTRITION AND FEED SCIENCE 2020 DIGELAR DI YOGYAKARTA


PROGRAM MAGANG BERBASIS AKADEMIK DIGELAR DI YOGYAKARTA

Foto bersama dalam kegiatan program magang bertajuk Work-Based Academy (WBA) di Fakultas Peternakan UGM. (Foto: Istimewa)

Sebuah program magang bagi lulusan sarjana peternakan yang dilaksanakan atas kolaborasi antara universitas dan industri yang apik dimaksudkan untuk menyiapkan sumber daya manusia (SDM) terampil dalam industri perunggasan.

Program magang bertajuk Work-Based Academy (WBA) yang mengambil tema “Manajemen Closed House Broiler” dilangsungkan selama enam bulan, sejak Februari hingga Agustus 2020 mendatang, merupakan hasil kerjasama antara Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, dengan PT Charoen Pokphand Indonesia.  

Dekan Fakultas Peternakan UGM, Prof Ali Agus, menjelaskan bahwa WBA adalah kegiatan pembelajaran bekerja yang berlangsung selama enam bulan untuk memberikan keterampilan pada lulusan baru sarjana peternakan di industri perunggasan, terutama dalam hal teknis budidaya ayam broiler dengan menggunakan teknologi perkandangan closed house.

“Negara tropis seperti Indonesia dengan kelembapan dan temperatur yang tinggi sering menyebabkan ayam stres, sehingga produktivitas menjadi rendah. Adanya kandang closed house membuat lingkungan dapat disesuaikan dengan kebutuhan ternak, sehingga produktivitas ternak akan lebih baik,” ujar Ali Agus pada kegiatan tersebut Senin (10/2/2020), di Kampus Fakultas Peternakan UGM, Bulaksumur, Yogyakarta. 

Program WBA Batch #1 ini menjadi inovasi penting dalam membangun SDM unggul untuk mengelola closed house. Andi Magdalena Siadari, yang merupakan Sekjen Charoen Pokphand Foundation Indonesia, mengemukakan bahwa program WBA akan memberikan pemahaman kepada para peserta terkait business process dalam suatu industri perunggasan.

Ia menambahkan, peserta mendapatkan keterampilan teknis dalam pengelolaan teknologi closed house sehingga mendukung operasional pemeliharaan broiler. “Lebih dari itu, para peserta program WBA diharapkan dapat diserap secara langsung oleh industri sektor perunggasan setelah mengikuti program ini. Program WBA membantu industri dalam menyiapkan SDM (man power) yang sesuai kebutuhan,” jelas Magdalena. 

Sementara menurut salah satu peserta program WBA, Alif Fahmi Amrulloh, dirinya mengaku sangat antusias dan bersyukur bisa menjadi salah satu peserta dari program tersebut.

“Selain mendapatkan keterampilan terkait closed house yang nantinya dapat digunakan dalam pemeliharaan broiler, saya berharap dapat pula meningkatkan jejaring dengan lulusan baru dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia,” ucap Alif. 

Koordinator program WBA, Muhsin Al Anas, menambahkan, program tersebut diikuti oleh 20 orang fresh graduate program studi peternakan yang berasal dari tujuh universitas di Indonesia dan diseleksi dari 139 orang pendaftar.

Program in class training berlangsung pada 10-15 Februari 2020 di Fakultas Peternakan UGM, kemudian dilanjutkan kegiatan internship selama enam bulan, berakhir pada Agustus 2020,” katanya. (IN)

SIZE 2.0 APLIKASI TEPAT UNTUK DETEKSI DAN RESPON CEPAT PENYAKIT INFEKSI BARU

Tampilan antarmuka SIZE 2.0

Merebaknya wabah Coronavirus jenis baru (2019-nCoV), Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) menyatakan bahwa tindakan dini untuk mendeteksi dan mengendalikan penyakit menggunakan pendekatan One Health sangat diperlukan. 

"Belajar dari pengalaman sebelumnya, yakni wabah SARS dan MERS CoV, untuk mengendalikan penyakit infeksi baru (PIB) diperlukan adanya integrasi deteksi dan respons dari berbagai sektor terutama kesehatan masyarakat, kesehatan hewan, dan kesehatan satwa liar," jelas I Ketut Diarmita, Dirjen PKH di Jakarta, 07/02/2020. 

Menurutnya, walaupun memang belum ada kepastian bahwa 2019-nCoV ini berasal dari hewan, kewaspadaan terhadap kemungkinan ini harus tetap ditingkatkan. Ia menyatakan bahwa cara yang efektif dalam mencegah dan mengendalikan PIB atau Emerging Infectious Disease (EID) adalah dengan berbagi informasi secara real-time dengan data yang terintegrasi, sehingga respon terhadap penyakit dapat dilakukan tepat waktu, efisien, dan akurat oleh sektor terkait. 

"Kementan bersama dengan FAO Indonesia dan didukung oleh USAID telah memprakarsai pembangunan platform berbagi informasi One Health yang dikenal dengan SIZE 2.0 (Sistem Informasi Zoonosis dan EID versi 2.0)," tambahnya. 

Ketut menyatakan bahwa SIZE 2.0 akan memfasilitasi pertukaran data dan informasi serta komunikasi antara semua sistem pengawasan dari sektor kesehatan masyarakat, kesehatan hewan, dan kesehatan satwa liar. Integrasi sistem pelaporan ini memungkinkan adanya deteksi dan respon penyakit secara dini.

“SIZE 2.0 menghubungkan tiga sistem informasi yakni Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR), Kemenkes dan Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional (iSIKHNAS) Kementan, serta Sistem Informasi Kesehatan Satwa Liar (SehatSatli), KLHK. SIZE 2.0 ini dikoordinasikan oleh Kemenko PMK,” imbuhnya.

Sementara, Ketua Tim Unit Khusus FAO di Bidang Kesehatan Hewan (FAO ECTAD) Indonesia, James McGrane mengatakan bahwa SIZE 2.0 menjawab kebutuhan akan sistem informasi pengawasan terintegrasi lintas sektoral.

“SIZE 2.0 menekankan pada peran petugas lapangan dari tiga sektor yang berbeda. Platform ini juga memfasilitasi kolaborasi lintas sektoral dan koordinasi dari petugas lapangan hingga pengambil keputusan, untuk berbagi data guna menghasilkan informasi untuk mencegah dan mengendalikan penyakit infeksi dari hewan ke manusia atau zoonosis,” tambahnya.

James menerangkan bahwa SIZE 2.0 masih dalam tahap penyempurnaan dan sedang diujicobakan di empat kabupaten percontohan One Health di Indonesia, yaitu Minahasa di Sulawesi Utara, Ketapang di Kalimantan Barat, Boyolali di Jawa Tengah, dan Bengkalis di Riau.

Salah satu pengguna SIZE 2.0, yakni Afiani Rifdania, Kepala Bidang Kesehatan Hewan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali menyampaikan bahwa dengan adanya SIZE 2.0, maka berbagi data dan informasi sekarang menjadi lebih mudah 

"Satu klik dan kita bisa melihat kasus-kasus yang terjadi di sektor lain,” ujarnya. Afiani menaruh harapan bahwa ke depan SIZE 2.0 yang masih dalam proses penyempurnaan ini dapat digunakan di seluruh Indonesia, sehingga Pemerintah selalu siap untuk mencegah dan mengendalikan penyakit infeksi baru/berulang yang sebagian besar menular dari hewan ke manusia.

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer