Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

27 ORANG DI GUNUNG KIDUL POSITIF ANTHRAX

Kenali cara penularan anthrax, agar tidak mudah terinfeksi

Puluhan orang diduga tertular penyakit antraks di Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, sejak Desember 2019 lalu. Namun, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan tidak semua terduga kasus antraks pada manusia tersebut dinyatakan positif.

Berdasarkan data Kemenkes, terdapat 96 warga Gunungkidul yang sempat diduga tertular antraks. Dari jumlah itu, 27 orang dinyatakan positif tertular antraks. Menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik, Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, data tersebut berdasarkan laporan hingga akhir Desember 2019.

Nadia mengatakan, satu di antara 27 warga itu meninggal dunia. Namun, kematian tersebut bukan karena antraks melainkan meningitis. Dia juga mengklaim tidak ada laporan warga Gunungkidul meninggal karena antraks.

"Jadi 27 orang total semuanya, satu meninggal tapi bukan karena antraks, karena meningitis," kata Nadia pada Kamis (16/1/2020), seperti dilansir Antara. Kata Nadia, sejak kasus Antraks dilaporkan muncul di Gunugkidul pada Desember 2019, sempat ada 607 warga di kabupaten itu yang diduga terpapar atau punya riwayat kontak dan memakan daging hewan yang terinfeksi antraks.

Namun, dari 607 warga itu, hanya sekitar 96 orang yang kemudian diduga terjangkit antraks karena mengalami gejala diare, penyakit kulit, dan batuk pilek. Ternyata, tidak semua dari 96 warga itu positif tertular Sejauh ini, Nadia mencatat, kematian yang diakibatkan oleh antraks di Gunungkidul hanya terjadi pada hewan ternak, yaitu tiga ekor sapi dan enam ekor kambing.

Mengingat kejadian yang dilaporkan sudah sejak Desember 2019, Kementerian Kesehatan bersama dengan dinas kesehatan dan dinas peternakan daerah setempat telah melakukan beberapa penanganan.

"Sejak 6 Desember sudah dilakukan penyelidikan epidemologi terkait antraks, diberikan pengobatan profilaksis yaitu dengan antibiotik kepada 607 orang yang terpapar di dua dusun di Kabupaten Gunung Kidul," ujar dia.

Penyakit antraks pada manusia terjadi karena tertular oleh hewan ternak sapi atau kambing yang sebelumnya memang sudah terjangkit penyakit antraks. Penularan antraks dari hewan ternak ke manusia bisa melalui cairan pada tubuh hewan dengan kontak tubuh, memakan daging hewan yang berpenyakit antraks, melakukan kontak dengan hewan ternak yang mati karena antraks, atau menghirup spora antraks.


Manusia yang terjangkit penyakit antraks sukar diketahui karena tidak memiliki gejala khas. Gejala umum yang terjadi jika tertular antraks ialah mengalami diare dan gatal-gatal yang hebat. (CR)


NASIONALISME PERUNGGASAN, TANTANGAN DI NEGERI SENDIRI



Komoditas perunggasan masih menjadi primadona dalam sektor peternakan di Indonesia, salah satunya ayam broiler. Sejak pertama kali ayam broiler diperkenalkan pada 1980-an oleh pemangku kekuasaan di Indonesia, terbukti dapat memberikan keuntungan yang cukup baik bagi peternak dengan masa periode produksi yang saat ini hanya sekitar 28-35 hari, sehingga peternak dapat langsung menikmati hasilnya. Oleh karena itu, penyediaan produk ayam perlu dijaga kuantitas dan kualitas dari segi kehalalan dan higienitasnya agar mampu bersaing.

Namun akhir-akhir ini sedang terjadi tantangan besar bagi pelaku usaha perunggasan di Tanah Air, karena akan adanya kebebasan impor ayam dari Brasil yang dinaungi oleh World Trade Organization (WTO).

WTO merupakan organisasi internasional yang mengatur perdagangan internasional. Tujuan dari WTO adalah untuk membantu produsen barang dan jasa, eksportir dan importer dalam melakukan kegiatannya. WTO terdiri dari beberapa negara anggota, diantaranya merupakan negara berkembang termasuk Indonesia. Sehingga kita harus siap dan bijak dalam menyikapi perdagangan bebas yang terjadi.

Dalam hal ini komoditi pangan yang berkaitan dengan perunggasan sedang menjadi sorotan oleh berbagai pihak, khususnya kekhawatiran peternak ataupun penyedia daging unggas. Dimana kebebasan penyediaan daging dapat berasal dari manapun, salah satunya dari Brasil yang ingin memasok daging unggas ke Indonesia. Brasil saat ini merupakan salah satu negara pengekspor unggas terbesar di dunia yang sudah menargetkan Indonesia sebagai pangsa pasarnya. Brasil pun sudah berusaha mengekspor daging ayam ke Indonesia hingga membawa permasalahan perdagangan ayam ke WTO sejak 2014 dan memenangkan gugatan pada 2017. Brasil kemudian kembali membawa permasalahan tersebut ke WTO, karena Indonesia belum juga membuka keran impor ayam. Diketahui ayam dari Brasil tidak bisa masuk ke Indonesia karena belum mengantongi sertifikasi sanitasi internasional dan sertifikat halal.

Bagi masyarakat Indonesia, bisa jelas dibayangkan apabila terjadi proses impor daging ayam dari Brasil, tentunya akan mengakibatkan gejolak industri perunggasan makin besar, dan peternak menjadi korban pertama yang merasakan dampaknya. Seperti gejolak harga karena produk unggas Brasil harganya lebih kompetitif atau lebih murah. Begitupula komoditi dalam negeri yang juga akan mengalami penurunan. Hal ini yang harus menjadi fokus bersama karena di Indonesia masih mampu memproduksi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Dapat dilihat bahwa setiap tahun produksi ayam ras pedaging terus meningkat, dari data BPS tercatat pada 2016 sejumlah 1,63 miliar ekor, 2017 sebanyak 1,85 miliar ekor dan 2018 meningkat menjadi 1,89 miliar ekor.

Kekhawatiran selanjutnya yaitu terjadinya kemungkinan sektor bisnis ini akan ditinggalkan oleh produsen dan peternak, yang akan menyebabkan industri ini akan kalah bersaing. Padahal dari sektor perusahaan peternakan unggas di Indonesia yang melakukan kegiatan pembibitan dan budidaya unggas pada 2018 terdapat sebanyak 394 perusahaan, yang terdiri dari 129 perusahaan pembibitan dan sebanyak 265 perusahaan usaha budidaya.

Sama halnya dengan tahun-tahun sebelumnya, dari data BPS sebagian besar perusahaan berbentuk PT/CV/Firma (97,72%), kemudian yayasan (1,27%), BUMN (0,76%) dan koperasi (0,25%). Belum lagi dari perusahaan pakan yang ada di Indonesia, bahkan beberapa usaha tersebut dimiliki oleh anak bangsa. Sehingga dari data tersebut kita bisa bayangkan berapa banyak pekerja yang menggantungkan kelangsungan hidupnya dari sektor perunggasan.

Oleh karena itu, perlu bersama-sama mencari strategi terbaik untuk menghadapi tantangan yang terjadi di negeri sendiri. Perlu penguatan kebersamaan dan rasa gotong-royong dalam menghadapinya, sehingga persatuanlah yang menjadi solusi. Dari ranah peneliti, akademisi, pelaku usaha dan pemerintah, yang kemudian berkolaborasi dengan organisasi, asosiasi dan kelompok ternak bisa bersinergi dalam menguatkan sektor perunggasan, baik teknis maupun strategis.

Kemudian diharapkan terjadi pertukaran informasi untuk meningkatkan efisiensi produksi dengan memanfaatkan teknologi, seperti teknologi pakan yang ramah lingkungan maupun teknologi genetik. Peternak melalui kelompok juga dipermudah untuk membuat kandang closed house atau rumah pemotongan ayam. Dengan ini diharapkan dapat menekan angka kematian ternak dan meningkatkan efisiensi, serta produktivitas saat produksi maupun pasca produksi. Kemudian untuk masyarakat diharapkan dapat mengonsumsi produk, baik daging maupun olahannya yang diproduksi oleh Anak Bangsa.

Generasi muda yang produktif perlu diarahkan dan ditumbuhkan “ruh” dalam membangun peternakan Nasional, mengingat peternakan masih merupakan sektor penting bagi kebutuhan pangan Nasional. Tidak sedikit saat ini mulai bermunculan inovasi-inovasi hasil kreasi anak muda di bidang peternakan yang sangat diperlukan. Dengan pengetahuan dan kemampuannya dalam sektor IT, generasi penerus ini harus menyadari bahwa kontribusi dalam dunia peternakan sedang ditunggu-tunggu, baik sebagai tenaga ahli, pelaku usaha, pemerintahan, entrepreneur maupun sociopreneur yang bergerak dalam memajukan peternakan Tanah Air.

Sehingga jangan sampai kebutuhan pangan yang sangat mendasar ini dibebankan hanya pada salah satu sektor dan saling menyalahkan. Ini merupakan “pekerjaan rumah” besar bagi semua kalangan. Semua harus dihadapi, memang sudah saatnya bertarung dengan dunia global, jangan sampai kita terlambat dan terlena. Karena untuk menjadikan produk peternakan Indonesia berdaya saing tinggi di pasar internasional harus menggunakan cara-cara cerdas dan kreatif.

Tidak ada salahnya kita belajar dari negara lain yang bisa menjaga kedaulatan dan kesejahteraan peternaknya tapi tetap menjaga keseimbangan perdagangan internasional, sehingga bisa melakukan antisipasi, bertahan dan memenangkan pertarungan. ***

Oleh: Rifqi Dhiemas Aji
Konsultan Teknis Peternakan PT Natural Nusantara

LOWONGAN KERJA STAF MARKETING DI PT GALLUS INDONESIA UTAMA






PT Gallus Indonesia Utama ada perusahaan yang didirikan oleh Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI). Bergerak di bidang penerbitan majalah dan buku-buku peternakan, event organizer dan konsultan peternakan dan kesehatan hewan. Memiliki 5 divisi yakni divisi penerbit Majalah Infovet (majalah.infovet.com), divisi Majalah Akuakultur dan Cat&Dog, divisi penerbit buku Gita Pustaka (jurnalpeternakan.com), divisi Gita Organizer dan divisi Gita Consultant).



STAF MARKETING


Responsibilities:
·    Penjualan iklan dan majalah
·    Promosi dan distribusi



Requirements:
Minimal D3 semua Jurusan, atau S1 Peternakan, Perikanan atau Dokter Hewan.
Mencintai dunia peternakan, perikanan, dan kesehatan hewan
Diutamakan punya kemampuan menulis artikel.
Tinggal di wilayah Jakarta Selatan atau tidak jauh dari kawasan Pasar Minggu.

     

Kirim lamaran beserta pas foto email ke:
gallusindonesiautama@gmail.com

(Paling lambat 31 Januari 2020)


EKSPOR SEKTOR PERTANIAN ALAMI PENINGKATAN

Mentan Syahrul saat melepas ekspor beberapa waktu lalu. (Foto: Infovet/Ridwan)

Kepala Bada Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto, menyampaikan data terbaru mengenai hasil ekspor Indonesia yang mengalami peningkatan. Satu diantaranya adalah sektor pertanian. Sektor ini tercatat menyumbang angka cukup besar selama periode Desember 2019, yakni sebesar USD 370 Juta atau naik sebesar 24,35%.

“Dari semua sektor yang ada, sektor pertanian menyumbang sebanyak USD 370 juta atau naik sebesar 24,35% selama bulan Desember kemarin,” kata Suhariyanto, Kamis (16/1/2020).

Mengenai peningkatan ekspor pertanian, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian (Kementan), Kuntoro Boga Andri, menjelaskan bahwa program peningkatan produksi dan ekspor yang dicanangkan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo mulai menunjukan dampak positif.

“Saat ini kami terus menggenjot lalu lintas ekspor melalui program Gerakan Tiga Kali Ekspor (Geratieks) sesuai arahan Pak Mentan Syahrul,” tutur Kuntoro melalui keterangan tertulisnya.

“Tentu kita bisa bekerja dengan memanfaatkan teknologi, inovasi, jejaring dan kerja sama yang kuat. Dengan begitu, akses informasi terkait potensi komoditas ekspor di masing-masing daerah terbuka lebar dan memiliki tujuan ekspor yang bisa diakses melalui aplikasi peta potensi ekspor dan IMACE (Indonesia Maps of Agriculture Commodities Export).”

Ia menambahkan, kenaikan ekspor juga dipengaruhi oleh dibukanya akses pasar dan insentif berbagai program peningkatan. Semua upaya ini dilakukan agar pemangku kepentingan mampu bekerja secara baik. Hasilnya banyak sektor pertanian yang mengalami kenaikan ekspor, diantaranya komoditas perkebunan hingga peternakan.

Beberapa waktu lalu pun, Mentan Syahrul sempat melepas keberangkatan ekspor produk peternakan ke Timor Leste dan Jepang. Ia terus berupaya melipatgandakan ekspor produk pertanian termasuk peternakan hingga meningkat tiga kali lipat.

“Ekspor ini membuktikan bahwa kemampuan industri peternakan kita telah berkontribusi langsung kepada kepentingan nasional dalam memenuhi kebutuhan produk ternak dalam negeri. Saya yakin bahwa kita tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan nasional, tetapi ke depan mampu menjadi pesaing dunia,” kata Mentan Syahrul saat melepas ekspor peternakan Desember kemarin. (INF)

INOVASI “PASTI BERES” INI BANTU PETERNAK BERSIHKAN KOTORAN AYAM

Proses pembuatan peralatan belt conveyor feces (Foto: Dok Disnak Luwu Utara)


Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan berinovasi dengan sistem belt conveyor. Belt conveyor feces yang diberi label nama “Pasti Beres” ini adalah alat penampungan yang dipasang di bawah kandang dan dapat digerakkan dengan bantuan roler pada kedua ujungnya, sehingga feces (kotoran) ayam dapat diangkut keluar ke pinggir kandang.

Kepala Disnak Keswan melalui Kasi Sarana dan Prasarana Peternakan, Saidah SPt mengatakan latar belakang inovasi ini diantaranya ada beberapa permasalahan yang dihadapi peternak dalam melakukan usaha peternakan ayam di pemukiman padat penduduk.

“Banyak peternak tidak memiliki lahan yang cukup luas untuk beternak, sehingga mereka melakukan pemeliharaan ayam dengan cara dikandangkan di pekarangan rumah,” ungkap Saidah, dalam petikan wawancara dengan Infovet melalui whatsapp, Selasa (14/1/2020).

Saidah menambahkan, ada kondisi lain juga di mana peternak mengandangkan di teras belakang rumah yang memunculkan komplain dari tetangga sekitar karena bau kotoran yang begitu menyengat.  

Selain itu, peternak juga masih kesulitan dalam melakukan rutinas pembersihan kandang

“Latar belakang lainnya yaitu banyak peternak yang belum memanfaatkan kotoran ayam ini sebagai pupuk kompos untuk tanaman,” tambah Saidah. 

Beberapa masalah tersebut melatarbelakangi lahirnya inovasi "Pasti Beres" (penerapan sistem belt conveyor feces).

Menurut Saidah, sebenarnya belt conveyor ini bukan suatu alat yang benar-benar baru. ”Saya melakukan sedikit modifikasi disesuaikan dengan kondisi peternak yang ada di Kabupaten Luwu Utara sehingga para peternak dapat dengan praktis mengaplikasikan di dalam kandangnya,” terangnya. 

Namun bagi peternak di Kabupaten Luwu Utara, kata Saidah, belt conveyor feces adalah alat yang betul-betul baru. 

Kegiatan sosialisasi penanganan limbah ternak ayam melalui belt conveyor feces


 “Kegiatan sosialisasi dan bimbingan teknis penerapan sistem penanganan limbah ternak ayam melalui belt conveyor feces telah dilaksanakan di satu kecamatan dan satu kelurahan,” lanjutnya.

Menurut Saidah, pihaknya berharap alat belt conveyor feces ini betul-betul dapat dirasakan manfaatnya oleh peternak, baik yang memiliki lahan sempit dan peternak yang tinggal di pemukiman padat penduduk

“Jika alat ini nantinya untuk dikomersilkan, kami belum terpikirkan sampai ke situ, karena memang tujuannya sebagai bentuk pelayanan kepada masyarakat,” pungkas Saidah. (NDV) 

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer