Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Himpro Ruminansia FKH IPB Edukasi Peternak Desa Petir

Suasana kegiatan RAP Himapro Ruminansia FKH IPB. (Foto: Dok. Himapro)

Beternak cerdas dan terengginas memang diharapkan untuk mendapatkan hasil optimal. Optimalitas hasil ternak didapat manakala semua hal terkait manajemen pemeliharaan dimaksimalkan. Di mana ternak bebas dari rasa lapar, haus, ketakutan dan lainnya.

Berangkat dari pemikiran tersebut, Himpro Ruminansia FKH IPB menyelenggarakan kegiatan Ruminants Action Project (RAP). Kegiatan dilakukan pada Minggu (4/11) dipusatkan di Desa Petir RT 1, 2 dan 3, RW 5, Dramaga, Kabupaten Bogor. Bentuk kegiatan berupa seminar dan games edukasi yang ditujukan untuk peternak dan anak-anak peternak, serta masyarakat.

Ketua Panitia Pelaksana, M. Agung Nulhakim, dalam sambutannya menyatakan, tema yang diusung RAP terkait Manajemen Ternak untuk Optimalisasi Kesejahteraan Ternak dan Peternak. “Adapun tujuannya adalah untuk mengasah keterampilan dan menggali potensi masyarakat desa untuk menjadi agen ekonomi yang kreatif,” kata Agung.

Sementara Ketua Himpro Ruminansia, Aditya Riyanto, menambahkan, bahwa RAP merupakan kegiatan tahunan yang dapat disebut sebagai ikon kegiatan di Himpro Ruminansia. “Pelaksanaan RAP di 2018 ini didesain sedemikian rupa, misalnya adanya games edukasi, dengan puncak acara dirangkai dalam kegiatan Ruminers Goes to Field,” ujar Adit.

Dalam kegiatan tersebut, panitia menghadirkan narasumber yang memanfaatkan peran alumni Himpro Ruminansia, yakni Arie Muhammad dan Dede Irwan, masing-masing menyampaikan materi soal penyakit umum pada domba dan kambing, serta kesejahteraan hewan untuk kesejahteraan manusia.

Menurut Irwan, kesejahteraan hewan merupakan aspek penting, sebab hewan sejatinya sama dengan manusia, yakni sama-sama makluk hidup. Pemaknaan yang dapat diambil adalah bahwa hewan memerlukan pakan dan minum.

“Di alam terbuka, mereka bebas mendapatkan pakan, air minum, mencari ruang dan waktu dan lain sebagainya. Namun setelah melalui proses domestikasi, sampai menjadi ternak, seluruh kebebasan mereka (ternak) diambil peternak, sehingga peternak harus mengondisikan hal yang sama,” kata Irwan.

Setidaknya ada lima aspek yang berhubungan dengan kesejahteraan hewan, yakni bebas dari rasa lapar dan haus, bebas dari rasa ketidaknyamanan, bebas dari rasa sakit, cedera dan penyakit, bebas mengekspresikan perilaku alamiah, serta bebas dari rasa takut dan stres. “Kelima aspek ini harus diperhatikan, sehingga untuk mewujudkan kesejahteraan manusia melalui menyejahterahkan hewan dapat diwujudkan,” tegasnya.

Sementara, Arie Muhammad menyebut, mengenai kesakitan merupakan kelainan fisiologis yang berdampak hilangnya fungsi organ, sehingga ternak tidak dapat menjalankan aktivitasnya. Dampak dari sakit dapat berupa turunnya nafsu makan, bahkan pada kasus tertentu dapat memicu kematian.

“Dalam budidaya hewan, program pencegahan penyakit lebih disarankan, karena murah dan mudah, dibanding dengan pengobatan yang apabila tidak paham dengan jenis penyakitnya, pemberian obat tidak berefek pada proses penyembuhan,” kata Arie.

Pencegahan bisa dilakukan dengan menjaga kebersihan kandang maupun lingkungan. Jika program pengobatan dibutuhkan, peternak bisa menghubungi dokter hewan terdekat.

Selain pemberian edukasi, acara juga dilengkapi dengan pemberian door prize berupa uang kepada peternak yang beruntung, yang dapat digunakan untuk perbaikan kandang. (Sadarman)

Tiga Tahun Terakhir Ekspor Peternakan Capai 30 Triliun Rupiah

Peternakan ayam broiler. (Sumber: Kompas)

Capaian ekspor sub sektor peternakan cukup menggembirakan. Berdasarkan data realisasi rekomendasi ekspor Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), capaian ekspor peternakan dan kesehatan hewan pada tiga tahun terakhir (2015-2018 semester I) mencapai Rp 30,15 triliun.

“Kontribusi ekspor terbesar pada kelompok obat hewan yang mencapai 21,58 triliun rupiah ke-87 negara, selanjutnya ekspor babi ke Singapura sebesar Rp 3,05 triliun rupiah, susu dan olahannya 2,32 triliun rupiah ke-31 negara, bahan pakan ternak asal tumbuhan sebanyak 2,04 triliun rupiah ke-14 negara, kemudian produk hewan non-pangan, telur ayam tetas, daging dan produk olahannya, pakan ternak, kambing/domba, DOC dan semen beku,” ujar Dirjen PKH, I Ketut Diarmita di Jakarta, Senin (12/11).

Menurutnya, peluang perluasan pasar global komoditas peternakan masih sangat terbuka luas. Adanya permintaan dari negara di daerah Timur Tengah dan negara lain di kawasan Asia sangat berpotensi untuk dilakukan penjajakan. “Keunggulan halal dari kita juga dapat menjadi daya tarik tersendiri untuk ekspor produk peternakan ke wilayah tersebut dan negara muslim lainnya,” ucap Ketut. 

Kendati demikian, lanjut dia, masalah kesehatan hewan dan keamanan produk hewan menjadi isu penting dalam perdagangan internasional dan seringkali menjadi hambatan menembus pasar global. Untuk memanfaatkan peluang ekspor, perlu adanya dukungan, terutama penerapan standar internasional mulai dari hulu ke hilir untuk peningkatan nilai tambah dan daya saing.

“Kami melalui berbagai kesempatan internasional maupun regional, secara konsisten memberikan informasi terkait jaminan kesehatan hewan dan keamanan pangan untuk produk yang akan di ekspor, guna memperlancar hambatan lalu lintas perdagangan,” katanya.

Saat ini Kementerian Pertanian terus melakukan restrukturisasi di bidang peternakan, salah satunya sektor perunggasan, terutama untuk unggas lokal di sektor III dan IV yang  menjadi sumber utama outbreak penyakit Avian Influenza (AI).

Pihaknya pun terus berupaya membangun kompartemen AI melalui penerapan sistem biosekuriti, yang awalnya hanya 49 titik, saat ini sudah berkembang menjadi 141 titik dan 40 titik lagi masih menunggu proses sertifikasi.

“Kementan terus mendesign kegiatan ini agar peternak lokal dapat menerapkannya, karena kompartemen-kompartemen yang dibangun ini dapat diakui negara lain, dengan terbentuknya kompartemen tersebut, maka Indonesia dapat ekspor, terus ekspor dan ekspor lagi,” ungkap Ketut.

Sementara untuk hal penjaminan keamanan pangan, kata Ketut, saat ini sudah ada 2.132 unit usaha ber-NKV (Nomor Kontrol Veteriner). NKV merupakan bukti tertulis sah telah dipenuhinya persyaratan higiene-sanitasi sebagai jaminan keamanan produk hewan pada unit usaha produk hewan.

Ia juga menambahkan, untuk ekspor obat hewan sudah ada 54 produsen obat hewan yang mengantongi sertifikat CPOHB (Cara Pembuatan Obat Hewan yang Baik) dan 21 produsen masih proses sertifikasi. Sedangkan untuk meningkatkan ekspor pakan ternak, sudah 52 pabrik pakan telah memiliki sertifikat CPPB (Cara Pembuatan Ternak yang Baik). (RBS)

Kementan Kawal Distribusi Jagung, Peternak Beri Apresiasi

Penyaluran bahan baku pakan disalurkan Kementan di beberapa titik Pulau Jawa (Foto: Dok Kementan)


Langkah cepat Kementerian Pertanian dalam mendistribusikan bahan pakan untuk ayam petelur, disambut baik peternak ayam di wilayah Provinsi Jawa Barat khususnya Kabupaten Cianjur dan Sukabumi. Pengawalan distribusi ini dilakukan untuk menanggulangi keluhan para peternak atas kebutuhan bahan pakan ternak.

Pengalokasian distribusi jagung yang diberikan untuk Provinsi Jawa Barat total berjumlah 500 ton. Dari total tersebut secara bertahap akan disalurkan, tahap awal masing-masing tiba hari ini sekitar 100 ton untuk Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi, Minggu (11/11/2018).

Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Kementerian Pertanian Syamsul Ma’arif mengatakan, Kementan bergerak cepat atas keluhan peternak. Pasalnya, jagung dibutuhkan agar peternakan tidak mati dan produk unggas tetap stabil. Dengan demikian, peternak merasakan kehadiran Pemerintah di tengah-tengah mereka.

“Kejadian mengenai jagung maupun pakan ini diharapkan tidak memberikan trauma terhadap peternak muda, karena pemerintah tidak melepas begitu saja terhadap kesulitan para peternak,” kata Ma'arif dalam keterangan tertulisnya yang diterima Infovet.

Ma'arif menjelaskan, pendistribusian jagung untuk Kabupaten Cianjur diangkut mengunakan 10 truk yang langsung diserahkan kepada kelompok peternak ayam petelur yang tergabung dalam Koperasi Sarana Satwa dan 10 truk untuk Kabupaten Sukabumi diterima oleh PT Inti Prima Satwa Sejahtera.

Pendistribusian jagung dilakukan serentak di sejumlah provinsi yakni Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Selain Kabupaten Cianjur dan Sukabumi, sebelumnya Kabupaten Bogor juga telah menerima 75,5 ton jagung yang juga dikawal oleh Kementan dan didistribusikan langsung kepada para peternak.

Andi, penerima bantuan yang berasal dari Desa Jamali, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur merasa senang atas hadirnya pemerintah di tengah kesulitan mereka. “Alhamdulillah Kementerian Pertanian sekarang sangat responsif terhadap kesulitan peternak kecil seperti kita. Saya sangat berterima kasih sekali untuk bantuan ini,” ujarnya usai menerima jagung dari Kementan.

Lebih jauh Andi menuturkan jagung yang ada saat ini harganya mencapai Rp4.500 sampai dengan 5 ribu per kilogram, hal ini sangat merugikan peternak kecil.

Peternak dari PT Inti Prima Satwa Sejahtera di Sukabumi, Robby mengucapkan terima kasih kepada pemerintah atas perhatiannya kepada peternak. "Kami sangat berterima kasih sekali kepada pemerintah khususnya Bapak Menteri Pertanian, telah membantu dengan gerak cepat menyalurkan jagung langsung kepada kami peternak ayam,” tutur Robby.

Pendistribusian jagung yang dilakukan oleh Kementan seluruhnya total mencapai 12 ribu ton yang didistribusikan ke wilayah Jabar, Jateng, dan Jatim yang ditujukan untuk mengamankan stabilitas produksi ayam di peternak. (NDV)

Dirjen PKH: Investasi Sektor Perunggasan Paling Diminati

Dirjen PKH, I Ketut Diarmita. (Foto: Infovet/Ridwan)

Komoditas sektor perunggasan menjadi salah satu incaran bagi para investor, baik di dalam maupun luar negeri. Hal itu seperti disampaikan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita.

“Periode 2015-2018 sampai dengan triwulan kedua, komoditas unggas merupakan komoditas paling menarik investor, baik PMA maupun PMDN. Realisasi investasi PMA selama periode tersebut untuk komoditas unggas sebesar 82,14% dan PDMN sebesar 86,78%,” ujar Ketut saat pertemuan dengan awak media di Jakarta, Senin (12/11).

Ia menambahkan, pada 2018 sampai dengan triwulan II investasi PMA sub sektor peternakan mencapai US$ 54,3 ribu dan PMDN sebanyak Rp 405,1 juta. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, peningkatan investasi PMDN di sub sektor peternakan 2018 masih didominasi komoditas unggas, yaitu sebesar 85,1% dan komoditas sapi 14,9%.

“Sedangkan untuk investasi PMA kontribusi komoditas unggas sebesar 46,9%, komoditas sapi 50,1% dan komoditas lain serta jasa peternakan lainnya sebanyak 3,0%,” jelas Ketut.

Adapaun kebijakan pemerintah dalam mendukung peningkatan investasi sub sektor peternakan, kata Ketut, diantaranya difokuskan untuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), kemudian memfasilitasi subsidi bunga Kredit Usaha rakyat (KUR) dengan bunga KUR sebesar 7%, fasilitas peningkatan akses pembiayaan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan BUMN, fasilitas pengurangan pajak penghasilan (tax allowance) bagi usaha pembibitan sapi potong dan budidaya penggemukan sapi lokal berdasarkan PP No. 18/2015, mitigasi resiko melalui Asuransi Usaha Ternak Sapi dan Kerbau (AUTS/K) dengan fasilitas bantuan premi untuk 120.000 ekor per tahun sejak 2016 dan peningkatan pemanfaatan kemitraan antara pelaku usaha menengah besar dengan peternak mikro kecil. (RBS)

Upsus Siwab Beri Tambahan Nilai Peternak 17,67 Triliun Rupiah

(Dari kiri): Dirkeswan Fadjar Sumping, Sekdit PKH Nasrullah, Dirjen PKH Ketut Diarmita, Dirkesmavet Syamsul Maarif dan Dirbit Sugiono, saat Media Gathering di Jakarta, Senin (12/11). (Foto: Infovet/Ridwan)

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Kementerian Pertanian (Kementan), I Ketut Diarmita, menyampaikan, program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab), memberikan kenaikan nilai tambah bagi peternak.

“Berdasarkan perhitungan analisa ekonomi, jika harga anak sapi lepas sapih rata-rata sebesar 8 juta rupiah, sedangkan hasil Upsus Siwab 2017-2018 sebanyak 2.385.357 ekor ekor, maka akan diperoleh nilai ekonomis sebesar 19,08 Triliun. Nilai yang sangat fantastis mengingat investasi program Uspsus Siwab 2017-2018 hanya sebesar 1,41 triliun rupiah, sehingga ada kenaikan nilai tambah di peternak sebesar 17,67 triliun rupiah,” ujar Ketut pada acara Media Gathering di Jakarta, Senin (12/11).

Menurut dia, program tersebut dicanangkan untuk mempercepat peningkatan populasi sapi di tingkat peternak, dengan mengubah pola pikir peternak yang cara beternaknya selama ini masih bersifat sambilan menuju ke arah profit dan menguntungkan.

Ia mengungkap, sejak pelaksanaannya pada 2017 hingga saat ini, Upsus Siwab sudah melahirkan sebanyak 2.385.357 ekor sapi dari indukan sapi milik peternak. “Sebuah catatan kinerja yang patut kita banggakan,” kata Ketut.

Capaian kinerja kelahiran pedet ini, lanjut dia, dalam enam bulan ke depan diprediksi akan bertambah mencapai sekitar 3,5 juta ekor lebih. “Sebuah bukti bahwa lompatan populasi sapi memang benar terjadi dibanding empat tahun periode sebelumnya,” ucap dia.

Ketut juga menegaskan, dampak Upsus Siwab mampu menurunkan pemotongan betina produktif. Pemotongan sapi dan kerbau betina produktif secara nasional periode Januari-Agustus 2018 menurun sebanyak 51,38% dibandingkan periode yang sama pada 2017.

“Selain percepatan peningkatan populasi sapi dalam negeri, Upsus Siwab juga telah mampu menghasilkan sapi-sapi yang berkualitas dengan peningkatan kualitas sumber daya genetik ternak sapi,” terang dia.

Selain Upsus Siwab, dalam rangka percepatan peningkatan produksi, pihaknya juga melakukan pengembangan sapi ras baru Belgian Blue. “Sapi ini beratnya bisa mencapai diatas 1,2-1,6 ton dan memiliki perototan besar. Belgian Blue bukan sapi biasa, pertambahan bobot badannya tinggi sekali, per hari bisa mencapai 1,2-1,6 kilogram,” katanya.

Sampai saat ini, lanjut Ketut, telah ada 99 ekor kelahiran sapi Belgian Blue yang berhasil dikembangbiakkan baik melalui Transfer Embrio (TE) maupun Inseminasi Buatan (IB), dan sudah ada sebanyak 276 ekor sapi bunting. “Kementan menargetkan kelahiran 1.000 pedet Belgian Blue pada 2019 mendatang,” tandasnya.

Sebagai informasi dari pemaparan Dirjen PKH, terkait pengembangan komoditas sapi/kerbau, telah terjadi loncatan populasi yang cukup signifikan. Dari rata-rata pertumbuhan populasi sapi-kerbau periode 2014-2017 mengalami loncatan pertumbuhan sebesar 3,83% per tahun, dibanding pertumbuhan populasi periode 2012-2014 yang rata-rata pertumbuhan per tahunnya menurun sebesar 1,03%.

Sedangkan populasi sapi dari 2014-2017 mengalami kenaikan sebesar 12,6%. Sementara, populasi kerbau dari tahun 2014-2017 meningkat 4,5%. Demikian juga dengan populasi komoditas ternak lainnya, seperti babi, kambing, domba, ayam buras, ayam ras pedaging dan petelur, serta itik yang juga ikut mengalami kenaikan. (RBS)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer