Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

POTRET BISNIS PETERNAKAN 2017 DAN PREDIKSI 2018 (Opini Prof. Muladno)

Selama 2017 dan mungkin masih dilanjutkan pada 2018, ada dua program nasional di bidang peternakan dan kesehatan hewan yang terkait langsung dengan pembangunan binis dan industri peternakan secara umum. Program pertama adalah Siwab (Sapi Indukan Wajib Bunting) dan program kedua adalah Awam (Ayam Wajib Mati). Dalam upaya meningkatkan populasi sapi pedaging di Indonesia, diperkirakan 3 juta ekor sapi indukan wajib bunting. Sebaliknya untuk ayam ras pedaging, diperkirakan 6 juta ekor DOC per minggu wajib mati dalam dua bulan ini (November dan Desember 2017) untuk mengurangi populasi ayam dewasa agar harganya terangkat naik.
Kedua program nasional tersebut memerlukan biaya tidak kecil. Untuk sapi, ada alokasi anggaran sekitar satu trilyun rupiah dari pemerintah. Sebaliknya untuk ayam, dengan asumsi harga Rp 4.000 per DOC perusahaan membuang aset senilai sekitar Rp 192 milyar rupiah. Pemerintah dalam hal ini hanya menyediakan anggaran untuk kegiatan pengawasan pemusnahan 48 juta ekor DOC selama kurun waktu dua bulan tersebut. Dua program itu didedikasikan untuk kepentingan peternak kecil.
Mengherankan memang dan sekaligus mengejutkan. Selama 72 tahun Indonesia merdeka, puluhan trilyun rupiah anggaran negara telah dikuras untuk pembangunan peternakan sapi di Indonesia tetapi sampai 2017 masih berstatus “kekurangan populasi sapi dan dagingnya”. Impor daging kerbau dari India hingga saat ini merupakan salah satu cara pemerintah menurunkan harga daging walaupun ternyata tidak turun harganya.
Sebaliknya sejak Indonesia merdeka sampai hari ini, bisa dikatakan hampir tidak ada anggaran negara digunakan untuk pembangunan peternakan ayam ras pedaging tetapi sampai 2017 berstatus “kebanyakan populasi ayam” sehingga harga ayam hidup lebih murah dari harga pokok produksi.
Potret bisnis peternakan pada sapi dan ayam pada 2017 juga makin kelam ketika KPPU (Komite Pengawas Persaingan Usaha) menuduh belasan perusahaan penggemukan sapi dan belasan perusahaan pembibitan ayam melakukan praktek kartel dengan denda rata-rata milyaran rupiah per perusahaan. Hingga saat ini para pemilik perusahaan masih melakukan upaya banding dan berita terkini memastikan bahwa pengadilan negeri menganulir keputusan KPPU, sehingga perusahaan pembibitan ayam tidak melakukan praktek kartel.
Kisruh tentang tuduhan KPPU tersebut merupakan rentetan kejadian intervensi pemerintah yang berniat menata industri perunggasan dan persapian. Niatnya baik tetapi instansi pemerintah lainnya justru menghambat niat baik tersebut. Tampaknya tak ada konsolidasi yang baik diantara instansi pemerintah dalam menelurkan kebijakan. Pada unggas, kesepakatan untuk afkir dini ayam indukan atas perintah Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian (Kementan), dianggap kegiatan bernuansa kartel. Untung tuduhan itu dibatalkan pengadilan negeri. Demikian juga pada sapi penggemukan, kegiatan menggemukkan sapi agar mencapai bobot badan siap potong dianggap kegiatan penimbunan barang. Akibatnya, impor sapi bakalan dikurangi yang justru membuat lonjakan harga daging.
Kebijakan
Apakah keterlibatan pemerintah secara praktis sebagai aktor pembangunan sebagaimana dicontohkan pada komoditas sapi justru menghambat lajunya pertumbuhan usaha dan industri peternakan itu sendiri? Terlepas benar atau tidak pandangan tersebut, potret suram di dua komoditas tersebut harus dapat dijadikan pelajaran berharga untuk membangun industri peternakan di Indonesia secara lebih baik mulai 2018 mendatang.
Pengalaman tahun 2017 pada industri sapi maupun ayam mengajarkan kepada kita semua bahwa peran pemerintah amat sangat signifikan. Pemerintah dalam hal ini bukan hanya Kementan saja, tetapi termasuk kementerian lain yang terkait. Namun demikian, sangat disayangkan bahwa peran pemerintah yang signifikan tersebut bukan untuk menciptakan suasana kondusif dalam usaha peternakan tetapi justru sebaliknya. Walaupun pemerintah selalu menggunakan dalih membela peternak rakyat, faktanya kondisi peternak rakyat makin terpuruk di 2017 ini.
Ijin impor dan penentuan kuota bahan baku pakan atau bibit ayam yang diimpor merupakan kewenangan pemerintah pusat. Rekomendasi teknis termasuk penentuan kuota diberikan dari Kementerian Pertanian dan ijin untuk pelaksanaan impor diterbitkan dari Kementerian Perdagangan (Kemendag). Tanpa rekomendasi teknis dari Kementan, ijin dari Kemendag tak akan diterbitkan. Tanpa ijin Kemendag, impor tak dapat dilakukan. Padahal masih banyak kebutuhan input produksi dalam bisnis peternakan tergantung impor.
Dengan kewenangan pemerintah yang besar ini, semua kebijakan pemerintah harus diarahkan untuk mewujudkan suasana kondusif bagi semua pelaku usaha terutama peternak kecil. Pemahaman tentang rencana bisnis mulai dari kuota barang yang diimpor, negosiasi dengan eksportir, distribusi kepada para pelanggan dan lain-lain masalah teknis menjadi sangat penting sebelum menelurkan suatu kebijakan. Jadi ada makna “melayani” dari pemerintah kepada pengusaha dalam menjalankan bisnisnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat luas. Namun demikian, bukan berarti pemerintah harus mengikuti kehendak para pengusaha sesuai rancangan bisnis yang dibuatnya.
Dalam industri ayam ras pedaging misalnya, pemerintah dapat mengendalikan populasi ayam yang sudah berlebih populasinya dengan membuat National Replacement Stock (NRC) terhadap kebutuhan ayam bibit Grand Parent Stock (GPS) yang hanya diimpor oleh 13 perusahaan saja. Melalui komunikasi yang baik antara tim independen, perusahaan importir dan pemerintah, penentuan kuota impor masing-masing perusahaan dan waktu impor dapat dikalkulasi secara lebih tepat sesuai kebutuhan masyarakat.
Tiap minggu membunuh DOC yang baru menetas atau memusnahkan telur siap menetas karena kebanyakan populasi ayam ras merupakan pekerjaan yang menyedihkan sebenarnya. Bagaimana tidak, asupan telur di Indonesia masih rendah tetapi di sisi lain, jutaan telur dimusnahkan. Tapi hal itu jauh lebih baik daripada membiarkan ayam dewasa melimpah dengan harga jual di bawah harga pokok produksi.

Regulasi
Banyak regulasi dibuat dan bahkan Undang Undang No.18/2009 memberi banyak amanah kepada pemerintah untuk mengatur industri dan bisnis di bidang peternakan dan kesehatan hewan. Peraturan pemerintah dan peraturan menteri telah banyak diterbitkan tetapi seringkali berhenti di meja atau tersimpan rapi di lemari.
Regulasi dalam bentuk peraturan menteri untuk mengurangi 6 juta telur fertil per minggu ternyata tidak dibarengi dengan ketersediaan anggaran pengawasan pelaksanaan pengurangan telur sebanyak itu. Birokrat juga mengeluh dan sebenarnya malu karena kedodoran dalam melakukan pengawasan akibat ketidaksiapan anggaran.
Pengalaman satu tahun di pemerintahan mengajarkan kepada penulis bahwa di Ditjen PKH perlu menyediakan anggaran lebih besar untuk “mengendalikan” industri perunggasan yang tampaknya sudah tidak sehat persaingannya. Selama ini, pemerintah hampir tidak mengalokasikan dana pembangunan untuk ayam ras pedaging/petelur, karena dianggap sudah mandiri dan maju. Dengan adanya anggaran yang cukup untuk melakukan pengendalian diharapkan pemerintah bisa lebih berperan dalam menata industri perunggasan yang ujungnya dapat meningkatan kesejahteraan peternak.
Saat ini peternak mandiri berskala menengah ke bawah makin berkurang dan bisa-bisa habis sebagai akibat terjadinya perang bisnis antar pelaku usaha kelas kakap. Ini sangat membahayakan jika kondisi persaingan tidak sehat terus terjadi dan tidak dikendalikan karena bisa menimbulkan kerawanan sosial yang lebih besar di Indonesia.

Penganggaran
Suatu kebijakan yang amat sangat tidak tepat jika pemerintah mengalokasikan anggaran sangat banyak satu komoditas ternak tertentu dan sedikit atau bahkan tidak ada untuk komoditas ternak lainnya. Lebih tidak tepat lagi apabila anggaran tersebut digunakan oleh pemerintah untuk terlibat langsung urusan teknis budidaya. Makin tidak tepat lagi apabila anggaran tersebut hanya sekedar untuk beli ternak yang kemudian dibagikan ke masyarakat.
Boleh saja pemerintah bagi-bagi sapi kepada masyarakat kurang mampu sebagai bentuk bantuan untuk mulai usaha beternak. Namun demikian, karena ini berupa bantuan, kegiatan bagi-bagi sapi jangan dibebankan ke Kementan, tetapi sebaiknya ke Kementerian Sosial. Anggaran di Kementan harus benar-benar untuk peningkatan profesionalitas peternak, penguatan fasilitas dan peningkatan daya saing usaha peternakan, khususnya peternakan rakyat.
Pada dasarnya pengembangan peternakan dilakukan oleh dua kelompok besar yaitu Pelaku Usaha Skala Kecil (PUSK) dan Perusahaan Besar (PB).  PUSK berlaku untuk semua komoditas ternak, sedangkan PB masih terbatas pada industri ayam ras, penggemukan sapi dan kombinasi pembiakan/penggemukan babi. Baik bagi PUSK maupun PB, pemerintah wajib mengalokasikan anggaran yang cukup dan tepat sasaran.
Anggaran pemerintah untuk PB lebih dimaksudkan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan agar industrinya tertata, memberikan manfaat bagi masyarakat dan memperluas ketersediaan lapangan pekerjaan. Ini penting untuk stabilitas sosial ekonomi dan politik bangsa Indonesia. Misalnya, di industri perunggasan khususnya pembibitan, hanya ada 14 PB pembibitan ayam, begitu juga belasan PB sapi. Jumlah yang sangat sedikit bagi pemerintah untuk mengalokasikan anggaran untuk pembinaan dan pengawasan, tetapi akan berdampak sangat besar bagi bangsa.  Hingga 2017 ini, tidak ada anggaran seperti dimaksud.
Anggaran Kementan untuk PUSK disediakan dengan syarat dan ketentuan, seperti: 1) PUSK harus kolektif berjamaah dengan jumlah minimal tertentu yang bisa dikelola seperti PB. Untuk sapi, minimal 1.000 ekor indukan, sedangkan untuk kambing domba minimal 5.000-7.000 ekor, ayam pedaging minimal 350 ribu ekor per minggu. 2) PUSK yang bersedia berjamaah harus berpengalaman beternak dan sudah punya ternak, bukan peternak jadi-jadian yang hanya ingin memperoleh pembagian ternak dari pemerintah. 3) Tidak ada anggaran untuk beli ternak tetapi mungkin bisa untuk membeli pejantan unggul. 4) Subsidi harus dalam bentuk penguatan kapasitas usaha seperti pembangunan gudang pakan, renovasi kandang komunal, penyediaan fasilitas air, atau pembangunan pagar untuk pembuatan paddock di padang penggembalaan di daerah yang memliki lahan dan lain lain yang diperlukan PUSK agar dapat dikelola seperti PB.
Jadi, pemerintah harus benar-benar menjalankan peran dan fungsinya sebagai regulator dan stimulator saja. Selebihnya percayakan kepada para pelaku usaha. Yang terpenting dari sisi pemerintah adalah, bahwa para birokrat harus lebih luas wawasannya, lebih tahu permasalahannya, lebih paham penguasaan aturan mainnya daripada PUSK dan PB, jangan sebaliknya. Dengan peran seperti itu, pemerintah hanya memerlukan anggaran sedikit tetapi kewibawaan pemerintah terjaga. Para pelaku usaha juga merasa diayomi dalam rangka berpartisipasi membangun bangsa Indonesia di bidang ekonomi. ***



Prof Muladno Basar
Guru Besar Genetika dan Pemuliaan Ternak IPB
Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI)
Pendiri Yayasan Pengembangan Peternakan Indonesia (YAPPI)

AWAS, PATAH HATI KARENA KIPAS MATI

Kipas mati bisa di atasi dengan mencari udara segar di luar ruangan. Namun, apa jadinya jika kipas mati dalam kandang closed house?
Siapa yang tidak patah hati melihat ribuan ekor ayam yang sudah dirawat dengan baik mati tanpa menampakkan gejala penyakit sebelumnya. Bisa dibayangkan, berapa jumlah uang yang telah di keluarkan melayang begitu saja. Apalagi jika melibatkan hutang bank dan harus mengganti biaya inesasi dari inti kemitraan.
Pada kasus yang parah, matinya kipas pada kandang closed house
dapat mengakibatkan kematian massal pada ayam. 
Agus Yohani Slamet dari Tembalangan Poultry Equipment, mengungkapkan, bahwa akhir-akhir ini marak terjadi kematian massal ayam di kandang closed house. Bukan kematian akibat penyakit, karena closed house yang identik dengan sistem bangunan nyaman dan biosekuriti lebih baik dapat meminimalkan serbuan penyakit. Siapa sangka, kematian ini justru disebabkan akibat matinya kipas penghisap dalam sistem ventilasi kandang.
“Secara prinsip, kandang closed house adalah sistem lorong yang bisa kita atur suhu, kecepatan angin dan kelembabannya. Jadi, fungsi kipas untuk mendukung sirkulasi udara dan menurunkan suhu. Turunnya suhu kandang disebabkan uap air yang dihasilkan cooling pad dihisap kipas dan mengalir ke dalam kandang,” jelas Agus.
Matinya kipas berdampak pada sirkulasi udara. Udara tidak mengalir dan suhu kandang menjadi panas. Minimal, suhu dan kelembaban yang tinggi mengakibatkan heat stress. Ayam menjadi lebih banyak minum dan nafsu makannya turun. Tentu saja, laju pertumbuhannya pun menjadi turun. Pada kasus yang parah, matinya kipas mengakibatkan kematian massal.
Kematian massal ayam akibat kipas mati telah banyak memakan korban. Seperti yang pernh terjadi di Jawa Barat, kata Agus, peternaknya rugi hingga 460 juta rupiah. Di Lombok, ayamnya mati hingga 40.000 ekor. “Di Cilacap, terjadi kematian 800 ekor. Ironisnya, kematian kipas terjadi saat ABK (anak buah kandang) sedang membantu panen ayam di kandang sebelahnya,” ucapnya.

Pentingnya Alarm
Jika terdeteksi lebih awal, tingkat kematian ayam akibat matinya kipas angin bisa ditekan seminimal mungkin. Cara mudah mengelola sistem pendeteksi matinya kipas angin ini dengan memasang alarm. Dengan memasang alarm, pengurus kandang bisa dengan cepat mengetahui adanya masalah mati listrik.
“Seperti pada kasus di Cilacap, listrik menyala, tetapi kipas mati. Sementara alarm tidak ada,” terang Agus. Dari kasus tersebut terlihat bahwa kondisi listrik hidup tidak menjamin kipas selalu hidup. Matinya kipas bisa disebabkan karena korsleting pada kipas yang tidak berdampak pada sistem listrik secara keseluruhan. Di sinilah letak pentingnya pengadaan alarm untuk mengantisipasi kematian ayam secara massal akibat kipas mati.
Pada kandang closed house, panel listrik harus benar-benar terinstalasi secara sempurna dan dilengkapi dengan sistem alarm yang baik. Pengadaan alarm saja tidak cukup, tetapi harus memperhatikan instalasi alarm dengan tepat.
Kematian massal ayam akibat kipas mati
selain banyak memakan korban ternak,
juga kerugian yang akan dialami peternak. 
Salah satu kesalahan dalam pemasangan alarm yaitu memasang alarm pada lampu kandang. Hal ini dilakukan dengan asumsi jika listrik mati maka lampu mati. Jika lampu mati, alarm menyala. Diasumsikan, ketika lampu mati berarti kipas juga mati. Padahal, kejadiannya tidak selalu begitu.
“Pertimbangan tersebut tidak memperhitungkan jika ada korsleting pada kipas maka yang mati hanya kipas. Hal ini disebabkan kebanyakan kandang closed house di Indonesia menggunakan listrik 3 fase, yaitu jalur R, S, dan T. Lampu hanya mengambil 1 fase, bisa R, S, atau T. Jika lampu mengambil jalur R, sedangkan kipas di jalur S atau T, maka saat yang mati di jalur kipas, lampu akan tetap menyala,” jelas Agus.
Agar alarm selalu bekerja pada saat instrumen vital kandang mati, seperti kipas, brooder, maupun lampu, Agus menyarankan agar alarm dipasang dengan menggunakan relay di R, S, dan T. Dengan begitu, pada jalur manapun yang mati, alarm akan menyala. Dengan menyalanya alarm, pekerja kandang bisa dengan segera meneliti bagian istrumen yang bermasalah. “Di samping itu, pada panel harus dipasang ground. Hal ini bertujuan jika terjadi mati listrik alarm akan segera menyala,” tambahnya.
Pemasangan instalasi alarm tidak mahal jika dibandingkan dengan manfaatnya yang besar. “Biaya penambahan sistem alarm tidak sampai satu juta,” ungkap Agus yang juga pemilik website peralatankandangayam.com. Ia menambahkan, perlu bagi para penyedia jasa pembangunan closed house untuk menjelaskan apa saja yang harus terpasang di kandang closed house. Adapun keputusan pengadaannya tetap diserahkan pada peternak karena terkait erat dengan anggaran. Ia sendiri selalu menyediakan konsultasi gratis kepada calon customer-nya.
“Mudahnya, saat running test alarm, coba matikan salah satu dari R, S, atau T. Jika MCB Temtron mati, alarm bunyi atau tidak. Jika salah satu kipas ventilasi mati, alarm bunyi atau tidak. Jika semua test tersebut membunyikan alarm, berarti sistem alarm sudah bekerja dengan baik,” katanya.

Langkah Pengamanan
Bisa dibayangkan, jika dalam sebuah ruangan tertutup terdapat ribuan ekor ayam yang tidak mendapat suplai udara dari luar, apa yang akan terjadi? Pastinya, akan terjadi heat stress hebat akibat panas yang dikeluarkan dari tubuh ribuan ekor ayam. Dengan segera karbondioksida yang dihasilkan dari pernapasan ayam akan memenuhi udara dalam kandang. Ditambah dengan aroma amoniak dari kotoran, dipastikan ayam akan bertumbangan.
Matinya kipas ventilasi berarti terhentinya pasokan udara di ruang tertutup closed house. Oleh sebab itu, begitu kipas terdeteksi mati, segera buka tirai kandang di bagian samping. Hal ini cukup membantu pertukaran udara. Sementara itu, lakukan segera perbaikan pada instalasi kipas ventilasi. 
Jika masalahnya berasal dari pemadaman listrik, genset perlu segera dinyalakan. Jika memungkinkan, perlu ditambahkan alat otomatis yang bisa langsung menyalakan genset begitu listrik mati. Tirai samping kandang tetap dibuka untuk mengurangi dampak kualitas udara yang buruk. Jika tidak ada genset, satu-satunya cara yang bisa dilakukan adalah membuka tirai kandang. Tentu saja, jangan lupa berharap dan berdoa agar ribuan ayam di dalam kandang bisa terselamatkan sampai masa panen tiba. (RCH)

PT Charoen Pokphand Indonesia Hibahkan Kandang Closed House untuk Unsoed


Purwokerto – INFOVET. Lembaga Karya Pokphand  sebagai lembaga yang menangani seluruh kegiatan sosial dari PT Charoen Pokphan Indonesia, Tbk menghibahkan kandang closed house untuk Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto (Unsoed). Seremonial penyerahan berlangsung pada Kamis (14/12/2017) di Aula Seminar Fakultas Peternakan Unsoed, Karangwangkal, Purwokerto.   

Penandatanganan hibah oleh Rektor Unsoed Dr Ahmad Iqbal dan Presiden Direktur PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk, Dr (HC) Thomas Effendy SE, MBA dengan disaksikan Ketua Dewan Riset Nasional, Dr Ir Bambang Setiadi MS.

Acara dilanjutkan dengan kuliah umum dari Presiden Direktur PT Charoen Pokphand Indonesia yang mengusung tema “Prospek Perunggasan ke Depan”.

Dekan Fakultas Peternakan Unsoed, Profesor Ismoyowati kepada awak media mengemukakan, keberadaan kandang closed house itu dapat dimanfaatkan untuk kegiatan riset mahasiswa dan dosen.

Penandatanganan hibah closed house
PT Charoen Pokphand Indonesia sebagai pelopor industri perunggasan di Indonesia yang telah lama mempergunakan teknologi closed house, membuktikan kepedulian yang besar terhadap pendidikan di Tanah Air.

Merujuk pada penandatanganan MoU yang telah dilakukan antara Lembaga Karya Pokphand bersama dengan empat universitas pada 15 Mei 2016 lalu, selain Unsoed, PT Charoen Pokphand Indonesia membangun kandang closed house untuk Universitas Airlangga Surabaya, Universitas Diponegoro Semarang, dan Universitas Hasanuddin Makassar. (nu)

Sumber foto: kafapet group


MENTAN DORONG PEMDA KERJASAMA DENGAN PERBANKAN DAN INVESTOR UNTUK WUJUDKAN SWASEMBADA DAGING SAPI

Mentan Amran Sulaiman saat gelar jumpa wartawan usai acara. 
Jakarta (14/12/2017), Bertempat di Kantor Pusat Kementerian Pertanian, Menteri Andi Amran Sulaiman memfasilitasi pertemuan antara Bupati/Walikota dengan Perbankan hari ini Kamis tanggal 14 Desember 2017.

"Kami ingin mendorong peran aktif, serta sinergi antara Pemerintah Daerah dan Perbankan dengan Investor, dalam upaya akselerasi pengembangan peternakan sapi untuk mewujudkan swasembada daging sapi", kata Mentan Amran Sulaiman.

Menurut Amran, tahun 2045 diperkirakan akan terjadi krisis pangan dunia, untuk itu Indonesia telah merancang menjadi Lumbung Pangan Dunia dengan fokus pada komoditas pangan strategis yang meliputi padi, jagung, kedelai, bawang merah, bawang putih, cabai, gula dan daging sapi.

"Tahapan kerja untuk masing-masing komoditas telah disusun dan akan dilaksanakan secara konsisten, untuk mencapai target telah ditetapkan strategi oleh pemerintah", ucap Mentan Amran.

"Strategi penataan regulasi menjadi faktor penting dalam rangka mempercepat pelaksanaan program pembangunan dan peningkatan efektivitas pelaksanaan anggaran dan belanja pemerintah di sektor pertanian", ujarnya.

Amran menyampaikan, berbagai program pembangunan pertanian sudah menunjukkan hasil yang menggembirakan, yaitu produksi padi 2016 sebesar 79,1 juta ton GKG naik 11,7% dibandingkan 2014, produksi jagung 2016 juga naik 21,9%, bawang merah 11,3% dan cabai 2,3% dibanding 2014. Lebih lanjut dijelaskan, sejak 2016 tidak ada impor beras medium, cabai segar dan bawang merah konsumsi dan pada 2017 tidak ada impor jagung pakan ternak.

"Stabilitas harga sekarang dapat dicapai tanpa impor", tandasnya.

Amran mengatakan, dalam upaya meningkatkan populasi ternak, khususnya untuk meningkatkan produksi daging nasional, Kementerian Pertanian telah menyelenggarakan Upaya Khusus Sapi Induk Wajib Bunting (UPSUS SIWAB) yang merupakan kegiatan peningkatan produktivitas ternak sapi melalui Inseminasi Buatan.

"Berdasarkan laporan ISIKHNAS dapat kami sampaikan bahwa per tanggal 10 Desember 2017, realisasi IB sebanyak 3.720.791 ekor  atau 93,02% dari target 4 juta ekor; dan bunting 1.653.103 ekor atau  55,10% dari target 3 juta ekor; serta telah lahir 709.697 ekor", ungkap Amran.

Penandatangan nota kerjasama Pemda dan Perbankan
dalam mengimplementasikan kemitraan pengembangan ternak sapi
Amran menuturkan, dari laporan ISIKHNAS dalam 3 (tiga) tahun terakhir pemotongan rata-rata di atas 22 ribu ekor per tahun. Untuk itu, Kementerian Pertanian telah bekerjasama dengan Badan Pemelihara Keamanan (BAHARKAM) Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melakukan pengendalian. "Hal tersebut tentunya masih memerlukan komitmen Bapak/Ibu Bupati untuk turut serta dalam upaya-upaya pencegahan dan pengawasan pemotongan betina produktif", kata Amran.

Lebih lanjut disampaikan, strategi penting lainnya bagi upaya peningkatan produksi pertanian adalah investasi dan hilirisasi, sehingga dibutuhkan partisipasi swasta untuk membangun pertanian dalam bentuk investasi, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, serta hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah produk-produk pertanian dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani.

Amran mengungkapkan, usaha peternakan sapi memiliki karakteristik yang berbeda dengan ternak lainnya antara lain jangka waktu usaha yang panjang dan pembiayaan yang lebih besar. "Untuk itu peran swasta sebagai investor yang berperan sebagai avalis maupun off-taker sangat diperlukan dalam mengembangkan kemitraan dengan para peternak mengingat sebagian besar peternak sapi adalah peternak kecil dengan skala usaha 2-3 ekor sehingga harus didorong untuk dapat menciptakan korporasi peternak yg berorientasi bisnis dalam pengembangan usahanya", ucapnya.

"Saya juga mengajak pihak perbankan dan asuransi, agar memberi perhatian khusus bagi sektor peternakan. Jangan dibandingkan dengan industri jasa atau perdagangan", kata Amran.

Disampaikannya,  Pemerintah telah memberikan program bunga bersubsidi dengan Kredit Usaha Rakyat. "Untuk itu, perbankan kita harapkan dapat meningkatkan penyalurannya mengingat penyaluran KUR untuk sektor pertanian baru mencapai 19,3% (35,2 triliun rupiah) dari total penyaluran nasional sebesar 182,6 triliun rupiah", himbaunya.

Menurutnya, penyaluran KUR untuk sektor pertanian tersebut sebagian besar untuk usaha tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura, untuk peternakan masih relatif kecil.

Amran kembali menegaskan, Pemerintah selama ini telah hadir melalui regulasi dan deregulasi, pembinaan dan pengawasan. Khusus dalam pengembangan peternakan sapi. "Saya berharap Bupati/Walikota berperan dalam penyediaan infrastruktur, penyediaan lahan dan kemudahan perijinan usaha,  mendorong pihak swasta sbg investor utk menanamkan investasi dlm pengembangan usaha peternakan sapi, serta mengoptimalkan peran pembinaan oleh satuan kerja pemerintah daerah dalam mendorong  kemitraan antara swasta dengan peternak yang berkeadilan untuk kemajuan bersama", pintanya.

"Saya ucapkan terimakasih atas kerjasama Pemerintah Daerah dan Pihak Perbankan yang telah mengimplementasikan kemitraan pada pengembangan ternak sapi. Saya percaya niat baik yang diikuti usaha yang sungguh-sungguh akan membawa kebaikan bagi masyarakat dan juga negara", kata Mentan Amran. "Saya optimis dengan kerja keras dan gotong royong kita semua mampu mewujudkan Indonesia Menjadi Lumbung Pangan Dunia 2045, sehingga tercipta pembangunan yang lebih baik dan berkeadilan untuk mewujukan kesejahteraan rakyat", tambahnya. (WK)

LOWONGAN PEKERJAAN PT. VETINDO CITRAPERSADA

PT. Vetindo Citrapersada membutuhkan empat (4) orang tenaga kerja untuk
posisi Technical Service, dengan ketentuan sbb:

• Pendidikan: S1 Kedokteran Hewan atau Peternakan (Drh/Spt)
• Pengalaman Kerja: Diutamakan berpegalaman dibidang sales/marketing
• Bersedia ditempatkan di seluruh Indonesia
• Peminat hubungi: boris@vetindo.co.id; haykal@vetindo.co.id


Animo Tinggi, Peserta Pelatihan PJTOH ASOHI Membludak


Jakarta - INFOVET. Bertempat di Hotel Santika TMII, Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) menyelenggarakan Pelatihan Penanggung Jawab Teknis Obat Hewan (PJTOH) Angkatan XIV. Kegiatan pelatihan digelar Rabu-Kamis, 13 dan 14 Desember 2017.

Pelatihan PJTOH selalu mendapat sambutan luar biasa dari para pelaku obat hewan dan pabrik pakan. Membludaknya peserta yang ingin mengikuti acara itu diluar dugaan kepanitiaan.

Sebanyak 90 peserta memenuhi Ruang Kecapi 6, tempat di mana pelatihan berlangsung.  

Drh. Forlin Tinora, ketua panitia
Ketua ASOHI, Drh Irawati Fari dalam sambutannya mengemukakan, pelatihan PJTOH bertujuan meningkatkan kemampuan dan keterampilan bagi Penanggung Jawab Teknis baik Dokter Hewan maupun Apoteker perusahaan obat hewan.

Sebelumnya, Ketua Panitia yaitu Drh Forlin Tinora memberi kata sambutan.

"Ada yang berbeda dari Pelatihan PJTOH angkatan XIV ini. Terdapat materi baru terkait dengan Permentan No 14 Tahun 2017 mengenai klasifikasi obat hewan serta Permentan Penyediaan dan Peredaran Hewan," ungkap Forlin. 

Ketua Umum ASOHI Drh. Irawati Fari
Usai pemukulan gong pertanda telah dibukanya pelatihan, Drh Ni Made Ria Isriyanthi PhD selaku Kasubdit POH memaparkan materi Sistem Kesehatan Hewan Nasional (SISKESWANAS) dan Regulasi Obat Hewan Indonesia.

Berdasarkan data Subdit POH, jumlah perusahaan yang telah memperoleh ijin usaha obat hewan di Kementerian Pertanian hingga November 2017 adalah 202 importir, 29 eksportir, dan 93 produsen.

Disampaikan Kasubdit POH, tentang Klasifikasi Obat Hewan yang termuat dalam Permentan No 14 /Permentan/PK.350/5/2017.

Obat hewan yang dilarang berdasarkan cara penggunaan berupa Antibiotik Imbuhan Pakan (feed additive) dalam pasar 16 terdiri atas, produk jadi Imbuhan Pakan atau bahan baku obat hewan yang dicampurkan ke dalam pakan. 

Produk feed additive yang telah memiliki nomor pendaftaran dan masih berlaku, dinyatakan tetap berlaku hingga 31 Desember 2017. Apabila nomor pendaftaran telah habis masa berlakunya sebelum 31 Desember 2017, dilarang mendaftarkan ulang. (nu)

DIRJEN PKH KEMENTAN: CAPAIAN UPSUS SIWAB 92,27%

Surabaya (11/12/2017), Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita menyampaikan, capaian IB (Inseminasi Buatan) nasional berdasarkan data kumulatif hingga tanggal 8 Desember 2017 adalah sebanyak 3.690.721 ekor atau 92,27% dari target 4 juta ekor. Hal tersebut disampaikan saat Pertemuan Evaluasi Upsus Siwab Nasional Tahun 2017 tanggal 10-11 Desember 2017 di Provinsi Jawa Timur.

Pertemuan yang dihadiri oleh Kepala Dinas yang menangani fungsi peternakan dan kesehatan hewan seluruh Indonesia dan Kepala UPT (Unit Pelaksana Teknis), serta Direktur lingkup Ditjen PKH ini ditujukan untuk mengetahui hasil capaian pelaksanaan UPSUS SIWAB tahun 2017.

Dalam pertemuan tersebut I Ketut Diarmita mengatakan, kegiatan UPSUS SIWAB (Upaya Khusus sapi Indukan wajib Bunting) menjadi fokus utama di jajaran Ditjen PKH tahun 2017 dan akan dilanjutkan pada tahun 2018. Menurutnya, Upsus Siwab merupakan langkah nyata Pemerintah untuk mengakselerasi percepatan target pemenuhan populasi sapi potong dalam negeri.

“Dari laporan iSKHNAS per tanggal 8 Desember 2017,  jumlah kebuntingan nasional mencapai 1.624.614 ekor atau 54,13% dari target 3 juta ekor, serta jumlah kelahiran sebanyak 706.314 ekor”, kata I Ketut Diarmita. “Capaian masih terus kita evaluasi sampai tahun 2018, mengingat tanda-tanda kebuntingan baru bisa dideteksi setelah beberapa bulan setelah sapi di IB”, ungkapnya.

Lebih lanjut disampaikan, untuk kegiatan pendukung Upsus Siwab telah dilaksanakan beberapa hal, yaitu: Pertama, penanganan gangguan reproduksi tahun 2017 telah diperiksa sebanyak 288.345  ekor sapi dan sebanyak 281.117 ekor dilakukan penanganan gangguan reproduksi.  “Hal ini artinya untuk penanganan gangguan reproduksi tercapai 93,7% dari yang targetkan sebanyak 300.000 ekor, sedangkan untuk kesembuhannya terealisasi sebanyak 149.615 ekor atau 53 % dari target 200.000 ekor.

Menurut I Ketut, gangguan reproduksi pada akseptor merupakan salah satu penyebab kegagalan kebuntingan, untuk itu upaya penanganan gangguan reproduksi secara terus menerus dilakukan dan menjadi aktivitas yang tidak terpisahkan mendukung keberhasilan UPSUS SIWAB.

Kedua, untuk mempertahankan struktur betina dewasa dan angka betina produktif sebagai akseptor yang akan di IB, maka telah dilaksanakan pencegahan pemotongan betina produktif di 17 Provinsi.  “Sampai dengan akhir November 2017 telah diselamatkan atau ditolak pemotongannya sebanyak 6.974 ekor”, ungkap I Ketut. “Implementasi penanggulangan pemotongan betina produktif tersebut bekerjasama dengan BAHARKAM POLRI”, ujarnya.

Ketiga. Untuk menjamin aktifitas pelayanan dalam pelaksanaan Upsus Siwab, Ditjen PKH menargetkan produksi semen beku pada tahun 2018 sebanyak 6 juta yang dihitung berdasarkan services per conception (SC) 2 yang akan disebar ke seluruh peternak Indonesia. Ketersediaan dan produksi semen beku di balai inseminasi buatan pemerintah, yaitu, BBIB Singosari, BIB Lembang dan BIBD Kalimantan Selatan  sebanyak 9.040.003 dosis, sedangkan jumlah semen beku yang sudah didistribusikan pada tahun ini sebanyak 5.995.075 dosis ke peternak seluruh Indonesia.

Keempat, Ditjen PKH bekerjasama dengan Kementerian Perhubungan dalam proses distribusi N2 cair dan semen beku dengan menggunakan pesawat ATR Garuda pada 44 rute penerbangan. “Kita lakukan kerjasama ini untuk mengatasi kendala akan sulitnya mendapatkan N2 cair di lapangan”, kata I Ketut. Menurutnya, ketersediaan sarana tersebut dilapangan merupakan faktor yang sangat penting dalam mensukseskan UPSUS SIWAB.

Kelima, Untuk penguatan pakan, telah dilakukan pengembangan HPT (Hijauan Pakan Ternak) yang terealisasi seluas 5.925 Ha atau 62,45% dari target 9.487 Ha, sedangkan pakan konsentrat terealisasi 2.747 ton atau 92,65% dari target 2.965 *ton

I Ketut Diarmita mengungkapkan, saat ini merupakan tahun pertama pelaksanaan UPSUS SIWAB, sehingga kendala dan permasalahan yang terjadi pada tahun ini kita cari penyelesaiannya bersama agar pelaksanaan tahun 2018 dapat berjalan lebih baik.

“Untuk kelancaran pelaksanaan tahun 2018 kami mengajak kepada seluruh pihak untuk all out bersama-sama mewujudkan target yang telah kita tetapkan”, himbau I Ketut Diarmita. Selain itu, I Ketut juga menuturkan agar pedoman pelaksanaan UPSUS SIWAB Tahun 2018 disempurnakan dengan berkaca pada pelaksanaan tahun 2017.

”Kita semua tentunya berharap UPSUS SIWAB ini dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam mewujudkan target pembangunan peternakan”, kata I Ketut Diarmita. “Kita harapkan semoga melalui UPSUS SIWAB, tujuan kita untuk mempercepat peningkatan populasi sapi dan kerbau dapat terwujud sesuai dengan yang ditargetkan oleh Bapak Presiden Joko Widodo untuk mewujudkan Swasembada Daging Sapi di tahun 2026”, ucapnya menambahkan. (WK)

PROTAS: TERTIB TERHADAP REGULASI OBAT HEWAN

Bertempat di Menara 165 Jakarta, Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) sukses menyelenggarakan Program Temu Anggota ASOHI (Protas), bertajuk “Perkembangan Regulasi Obat Hewan di Indonesia” pada Rabu (6/12).
Foto bersama usai Protas ASOHI Desember 2017.
Menurut Ketua Panitia Protas, Drh Erwin Heriyanto, kegiatan ini dilakukan untuk sharing informasi seputar industri obat hewan sepanjang tahun 2017. “Protas bertujuan untuk saling bertukar pikiran dan informasi antara ASOHI dengan pemerintah, terkait kemajuan industri obat hewan di Indonesia,” ujar Drh Erwin dalam sambutannya.
Menyambung sambut Erwin, Ketua Umum ASOHI, Drh Irawati Fari, menyatakan, lewat Protas ini pihaknya ingin membina dan meningkatkan pengetahuan para anggotanya untuk tetap menjalankan usaha sesuai dengan aturan yang berlaku. “Kami berharap anggota bisa menjalankan usaha yang sehat dan tertib, artinya produk yang di pasarkan bisa dipertanggung jawabkan dan mengikuti peraturan yang berlaku, baik dari ASOHI maupun pemerintah,” kata Drh Ira.
Sebab, lanjut dia, tahun depan tantangan di industri obat hewan akan semakin berat. “Tahun ini saja pemerintah sudah memberikan surat peringatan kepada beberapa perusahaan obat hewan yang tidak patuh. Tantangannya semakin berat, perusahaan (obat hewan) baru makin banyak. Intinya tertib pada aturan,” ucapnya.
Selain itu, Drh Ira juga sempat menyinggung soal kewajiban iuran kepada puluhan anggota ASOHI yang hadir saat itu. “Kegiatan kita sangat padat, sehingga dibutuhkan iuran anggota, semua itu untuk kepentingan bersama, salah satunya protas ini. Saya sangat apresiasi kepada anggota yang tertib,” imbuhnya.
Sementara itu, hadir mewakili Direktur Kesehatan Hewan, Kasubdit Pengawas Obat Hewan (POH), Kementerian Pertanian, Drh Ni Made Ria Isriyanti, mengatakan, ASOHI sangat aware kepada perkembangan obat hewan. “Kita berharap bisa bejalan beriringan, kita akan sharing program-program pemerintah ke depannya untuk sama-sama memiliki visi-misi memajukan industri peternakan dan kesehatan hewan di Indonesia,” kata Drh Ria.
Ia menambahkan, tahun ini yang disebut sebagai tahun yang penuh dengan regulasi bisa ditaati bersama. “Taat terhadap aturan, karena aturan bertujuan untuk kebaikan. Kita harap dari pertemuan ini kami mendapat masukkan yang positif dan membangun,” tukasnya.

Adapun Protas kali ini menghadirkan pembicara Kasubdit POH Drh Ni Made Ria Isriyanti, Kepala Bagian Perundang-Undangan II Biro Hukum dan Informasi Publik Kementerian Pertanian Drs Zulkifli, Kepala Seksi Pengamanan Hasil Uji BBPMSOH Drh Cynthia Devy Irawati, Kepala Subbidang Keamanan Hayati Hewani Impor Karantina Pertanian Drh Sri Endah Ekandari dan Pimpinan Bea & Cukai. (RBS)

Presdir Medion Jonas Jahja Resmi Dapat Gelar Doktor Honoris Causa

"Pemantauan penyakit-penyakit penting pada unggas yang berpengaruh pada produktivitas unggas seperti ND, AI, IB (Infectious Bronchitis) dan Gumboro (IBD/Infectious Bursal Disease) perlu dilakukan secara rutin. Pemantauan tersebut membutuhkan kerjasama antara pihak peternak, perguruan tinggi dan pihak swasta yang bergerak di bidang industri obat hewan. Hasil pemantauan tersebut sangat bermanfaat dalam meningkatkan efektivitas vaksin yang akhirnya dapat memperbaiki produktivitas ternak"

Demikian salah satu saran yang disampaikan oleh Drs. Jonas Jahja, Apt di depan sidang Senat Universitas Diponegoro (Undip) pada acara Penganugerahan Gelar Doktor Honoris Causa dalam Ilmu Ternak Unggas, yang berlangsung Sabtu 9 Desember 2017 di Kampus Undip Semarang.

Dalam orasi yang berjudul "Pengembangan Vaksin dan Obat Unggas yang Inovatif dalam Upaya Peningkatan Protektivitas", Drs. Jonas Jahja, Apt juga memberikan saran penting berupa perlunya kerjasama penelitian obat herbal untuk pengembangan peternakan nasional, mengingat Indonesia kaya akan sumber daya obat herbal.

"Ekstrak herbal yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan produktivitas antara lain  sebagai imunostimulan, peningkat nafsu makan, mengurangi bau amonia kandang, mengobati penyakit bakterial, parasit, antiradang dan yang lainnya," ujarnya.

Drs. Jonas Jahja, Apt (kanan) resmi menerima Doktor HC
Drs. Jonas Jahja, Apt dinilai layak mendapat gelar doktor antara lain karena perannya dalam kegiatan penelitian dan pengembangan obat dan vaksin, yang melibatkan pakar dari berbagai perguruan tinggi, menjalankan pengabdian masyarakat berupa penyuluhan dan penerbitan buletin untuk peternak yang dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan, serta mengembangkan usaha obat hewan hingga mampu menembus pasar internasional.

Rektor Undip Prof. Dr. Yos Johan Utama SH., M.Hum. dalam  sambutannya mengatakan, Drs. Jonas Jahja, Apt telah lolos dalam penilaian akademik dan penilaian non akademik. "Saudara Drs Jonas Jahja telah  berhasil menyediakan vaksin dan obat unggas sehingga unggas Indonesia lebih sehat dan produktif, dengan demikian ia ikut berkontribusi dalam penyediaan pangan, khususnya daging dan telur unggas," ujarnya

Acara penganugerahan gelar doktor honoris causa dihadiri tak kurang dari 50 guru besar termasuk para guru besar ahli kesehatan hewan dan Peternakan dari berbagai perguruan tinggi antara lain Prof Wayan Teguh Wibawan (IPB), Prof. Agus Setiono (IPB), Prof. CA Nidom (Unair), Prof. Mahadika (Unud), Prof. I Nyoman Suparta (Unud) Prof. Widya Asmara (UGM) yang duduk di barisan depan. Rektor Undip. mengatakan, baru kali ini begitu banyak guru besar yang hadir dalam acara penganugerahan gelar doktor.

Sementara itu undangan yang hadir di acara ini tak kurang dari 500 orang, meliputi wakil dari Pemda
Hadir para tokoh peternakan dari berbagai wilayah
Jawa tengah, para pimpinan asosiasi peternakan, para peternak dari berbagai daerah, para dosen, mahasiswa, utusan karyawan Medion serta keluarga dari Drs. Jonas Jahja, Apt.

Konsisten Mengembangkan Obat Hewan

Drs. Jonas Jahja, Apt adalah pendiri, dan pimpinan PT. Medion, sebuah perusahaan obat hewan generasi pertama di Indonesia yang kini menjadi perusahaan obat hewan yang menjadi pemain global. Tak kurang dari 20 negara menjadi negara tujuan ekspor Medion. Drs. Jonas Jahja, Apt yang lahir di Indramayu 30 Januari 1945, lulus dari Fakultas Farmasi ITB tahun 1969 dan resmi menyandang gelar profesi apoteker dari kampus yang sama tahun 1971.

Prof Agus, Prof Nyoman Suparta, Prof Wayan, Peter Yan, Prof Nidom, Prof Mahardika
Ia merintis usahanya yang semula memelihara 50 ekor ayam petelur, melakukan eksperiman obat unggas, dan selanjutnya fokus untuk mengembangkan obat hewan, hingga kemudian berhasil mendirikan pabrik obat hewan dan vaksin di Bandung.

Lompatan paling penting dalam sejarah bisnisnya adalah melakukan terobosan pasar ke luar negeri, tatkala perusahaan lain masih asyik dengan pasar Indonesia yang dinilai masih terus berkembang pesat. Langkah ini tak berhenti hanya mengekspor produk obat hewan, melainkan juga membangun pabrik di luar negeri, salah satunya yang sudah berjalan adalah pabrik di Vietnam.

Perannya dalam mengembangkan usaha ternak skala kecil telah dikenal luas sejak tahun 1980an. Medion menerbitan buletin Info Medion secara rutin setiap bulan dan dibagikan gratis untuk para peternak hingga sekarang. Konsistensi menerbitkan buletin terbukti berdampak positif bagi kemajuan peternak dan juga Medion.

Demikian pula program penyuluhan yang dilakukan melalui forum diskusi dan seminar untuk para peternak. Menurut Peter Yan, salah satu Direksi Medion, dalam setahun tak kurang dari 800 kali penyuluhan dan seminar untuk peternak di seluruh Indonesia, ini belum termasuk kegiatan seminar di luar negeri.

Kegiatan penyuluhan yang semula sekitar masalah teknis budidaya ternak, kini berkembang dengan berbagai topik, salah satunya adalah seminar khusus untuk pemilik peternakan dengan topik Family Business. Topik ini belakangan menjadi topik paling menarik bagi para pemilik peternakan, karena Drs. Jonas Jahja, Apt telah membangun Medion sebagai perusahaan keluarga yang profesional dan berhasil melakukan kaderisasi. Ia kini bisa disebut sebagai panutan dan guru Family Business bagi kalangan peternak.

Sejumlah penghargaan telah ia terima, baik dari pemerintah maupun swasta antara lain anugerah Perusahaan berorientasi kerayatan dan Ekspor, Perusahaan Berdaya Saing Internasional (Indolivestock Award), Perusahaan Obat Hewan Perintis (ASOHI)  dan sebagainya.

(Bams)***








ADU NASIB DI KANDANG CLOSED HOUSE

Contoh kandang closed house. (Sumber: HighTop)
Berawal dari daerah subtropis dengan iklim empat musim, kini penerapan sistem kandang closed house telah merambah peternakan di daerah tropis, khususnya Indonesia. Potensi untung menarik peternak mencari peruntungan di sistem kandang ini.

BADAI CEMPAKA HANYUTKAN PULUHAN TERNAK DI YOGYAKARTA

Sebanyak 11 ekor sapi dan 40 ekor kambing, serta ribuan ekor ayam hanyut tersapu air akibat banjir besar yang melanda Yogyakarta. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Dinas Pertanian dan Pangan, Ir Bambang Wisnu Broto, kepada Infovet yang menemui secara khusus di kantornya. Dari peristiwa itu, yang terparah menderita dampak bencana adalah Kecamatan Tepus, Rongkop, Karangmojo dan Nglipar, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sedangkan di Kabupaten Bantul masih dalam Provinsi yang sama, wilayah yang yang terkena dampak adalah Kecamatan Pundong, Imogiri Jetis dan Kretek.
Drh Dewi mewakili KAHMIVet (tengah), saat menyerahkan bantuan ke Posko Gunung Kidul.
Bencana disebabkan adanya siklon tropis di atas Samudera Indonesia pada 27-29 November lalu. Siklon tropis yang berada sekitar 30 km dari bibir Pantai Selatan Pulau Jawa itu telah meluluh-lantakan beberapa rumah penduduk, tanaman pangan, termasuk kandang ternak beserta isinya.
Menurut Bambang, bencana tersebut belum pernah terjadi sebelumnya. Hal ini diperkuat informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bahwa peristiwa itu muncul karena hujan deras yang berlangsung hampir dua hari berturut-turut, sehingga menyebabkan air sungai meluap dan di sisi yang lain secara bersamaan permukaan air laut mengalami pasang.
“Padahal di Kabupaten Gunung Kidul sendiri ada lebih dari 10 sungai berada di bawah tanah pegunungan Kapur, hanya terdapat tiga sungai kecil yang berada di atas permukaan tanah. Akibatnya arus sungai yang berada di bawah tanah menjadi terhambat memasuki muaranya, sehingga gua-gua yang umumnya merupakan mata air sungai menjadi meluap di Kecamatan Tepus dan Rongkop,” katanya menjelaskan.
“Kecamatan itu merupakan area yang dikenal sebagai wilayah geografis tertandus dan kering, namun kini kawasan tersebut berubah menjadi danau-danau baru. Meluapnya air juga menyebabkan puluhan ternak ikut hanyut, sementara ribuan ekor sisanya masih dapat diselamatkan dibawa ke permukaan yang lebih tinggi,” tambahnya.
Salah satu Breeding Farm milik PT Malindo dan PT Januputro berhasil selamat dari bencana, tetapi beberapa peternak ayam potong dan jenis petelur menderita kerugian ekonomi yang cukup memprihatinkan. Menurut Bambang, kerugian ekonomis belum bisa dipastikan. Namun dari laporan para petugas di lapangan selain ternak yang hanyut terseret air juga nilai materi yang lain berupa kandang yang hilang dan rusak, serta ladang tanaman pakan ternak yang terendam hingga 3 meter.
Di Kabupaten Bantul, hal yang sama juga mengakibatkan banyak kandang ternak rusak dan ratusan hektar lahan Hijaun Tanaman Ternak (HMT) terendam. Pasca kejadian, problema utama ketersediaan pakan hijauan untuk ternak dan kandang darurat sangat dibutuhkan. KAHMIVet sebagai organisai yang menghimpun para dokter hewan langsung terjun memberikan bantuan berupa obat-obatan, pakan konsentrat maupun hijauan pakan, terpal dan sokongan dana untuk rehabilitasi kandang ternak.

Menurut Drh Dewi dan Drh Heny, yang mewakili KAHMIVet sehari pasca bencana, langsung terjun ke lapangan mendampingi peternak dan mengerahkan beberapa alumni KAHMIVet di daerah-daerah yang terkena bencana. “Dukungan alumni KAHMIVet yang tersebar di seluruh Indonesia mengalir untuk ikut meringankan penderitaan peternak dan ternaknya,” katanya. (iyo)

PENANGANAN INFEKSI UTERUS SETELAH MELAHIRKAN

Kementrian Pertanian berusaha keras untuk meningkatkan populasi sapi nasional, salah satunya melalui Program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab). Pelaksanaan teknisnya berkaitan dengan peningkatan perfoma reproduksi sapi indukan yaitu meningkatkan angka kebuntingan, menurunkan service perconseption, menurunkan jarak antar kelahiran, meningkatkan panen pedet, menangani kasus gangguan reproduksi dan langkah lainya. Data lapangan yang penulis dapatkan diantaranya, masih banyaknya kasus Anestrus postpartus dan panjangnya masa days open yang banyak dipengaruhi karena faktor infeksi saluran reproduksi dan faktor defisiensi nutrisi.
Program Upsus Siwab Kabupaten Lampung Utara 2017.
Infeksi pada uterus (rahim) merupakan kejadian yang umum terjadi pada sapi induk selama periode setelah melahirkan (postpartum). Sapi dengan masa nifas (puerperiumI normal, uterus bebas dari kontaminasi bakteri empat minggu postpartum). Uterus secara normal dilindungi dari kontaminasi bakteri oleh vulva, sphincter vestibular dan servik. Selama dan segera setelah melahirkan, normalnya uterus akan dikontaminasi oleh bermacam mikroorganisme patogen dan non-patogen. Sebagian besar bakteri akan dieliminasi oleh mekanisme pertahanan uterus selama masa puerperium. Organisme patogen yang tetap berada di uterus dan menyebabkan penyakit di uterus sapi adalah Actinomyces pyogenes. Bakteri Gram-negatif anaerob, Fusobacterium necrophorum dan Bacteroides melaninogenicus sering mengikuti A. pyogenes. Bacteroides menurunkan daya chemotaxis dan menghambat phagocytosis (pembunuhan) bakteri yang dilakukan netrofil, persistensi A. pyogenes juga diikuti coliform, Pseudomonas aeruginosa, staphylococci, hemolytic streptococci. Clostridium spp. juga dapat menginfeksi uterus dan menyebabkan metritis gangrene atau tetanus parah. Sebagian besar organisme yang mengkontaminasi uterus selama masa postpartum akan memproduksi penicillinase.
Infeksi uterus berkaitan dengan retensi plasenta/Retained Fetal Membrane (RFM), distokia, kembar, kondisi berlebihan, kondisi kekurangan, konsumsi urea berlebihan pada periode kering dan populasi sangat padat, penanganan RFM secara manual, kondisi beranak tanpa sanitasi memadai, serta adanya traumatik pada saat pertolongan kelahiran. Infeksi uterus postpartum lebih banyak terjadi pada sapi perah dibandingkan dengan sapi potong. Infeksi uterus diartikan infeksi dengan ciri adanya lendir dari uterus, masa postpartum, temuan klinis dan status hormonal.
Metritis merupakan hasil keradangan parah pada lapisan lapisan  uterus/endometrium (mukosa, submukosa, muskularis dan serosa). Terjadi pada minggu pertama setelah melahirkan dan berkaitan dengan distokia, RFM dan trauma saat melahirkan. Sapi mengalami sepsis, demam, depresi, anoreksia, produksi susu menurun dan keluarnya lendir dari vagina. Metritis dibagi menjadi metritis postpartum akut dan metritis toksik. Risco dkk (2007), melaporkan bahwa kejadian metritis 13,8% pada masa  laktasi, dengan angka kejadian rata-rata 17,4% dan interval kasus 8,5%-24,2%.
Endometritis adalah keradangan pada endometrium yang tidak separah metritis, hanya sebatas lapisan spongiosum. Kejadian ini mengikuti kelahiran, perkawinan, inseminasi buatan, atau karena infusi bahan yang mengiritasi ruang endometrium. Endometritis diikuti dengan eksudat purulen (kental) terlihat dari permukaan vulva. Sapi tidak terlihat sakit dan palpasi uterus teraba normal. Endometritis akut terjadi temporer, setelah siklus estrus dan bakteri umumnya dapat dieliminasi. Endometritis kronis ditandai lendir purulen pada vagina. Endometritis menimbulkan rendahnya angka konsepsi pada IB pertama dan membutuhkan  beberapa kali IB untuk terjadi konsepsi.
Pyometra menciri dengan akumulasi nanah atau eksudat purulen pada ruang endometrium, korpus luteum persisten dan anestrus. Kondisi ini sering terjadi pada sapi yang mengalami ovulasi pertama postpartum sebelum kontaminasi bakteri pada uterus benar-benar tereliminasi seluruhnya. Korpus luteum persisten akan bertahan lama, karena cairan intrauterin mencegah terjadinya luteolisis. Progesteron dari korpus luteum akan bertahan dalam uterus dan menekan  mekanisme pertahanan uterus. Pyometra disebabkan oleh Tritrichomonas fetus yang banyak terjadi pada musim kawin.

Infeksi uterus postpartum lebih banyak terjadi
pada sapi perah dibandingkan sapi potong.
Diagnosa Infeksi Saluran Reproduksi
Berdasarkan gejala klinis, infeksi uterus bervariasi tergantung pada virulensi dari organisme penyebabnya dan adanya fakor predisposisi penyakit. Lochia (lendir postpartum) normalnya di keluarkan dari saluran reproduksi awal minggu pertama setelah melahirkan, namun lendir akan bertahan sampai 30 hari jika involusi uterus tertunda. Lendir akan berwarna coklat gelap, merah, putih atau terlihat gejala klinis sepsis. Palpasi perrektal bertujuan untuk melakukan evaluasi involusi uterus, yang umumnya terjadi setelah tiga minggu melahirkan. Involusi uterus yang tertunda teraba tanpa tonus dan kurangnya garis-garis involusi (longitudinal rugae) seperti yang ditemukan pada uterus normal. Pada kasus metritis, uterus membengkak dan rapuh, terjadi deposit fibrin dan perlengketan uterus dengan organ lain dapat diraba. Involusi berjalan  normal, jika cairan di dalam lumen uterus sudah tidak dapat dipalpasi pada 14-18 hari setelah melahirkan.
Sapi yang lumen uterusnya berisi cairan yang bertahan lama setelah kelahiran dan dapat diraba, menunjukkan adanya gangguan patologis, tertundanya involusi uterus atau terjadi kerusakan uterus yang permanen. Evaluasi ukuran servik dan terlihatnya leleran kental juga diperlukan untuk diagnosa. Endometritis pada sapi perah ditandai dengan adanya lendir kental dari uterus atau diameter servik lebih besar dari 7,5 cm setelah 20 melahirkan atau lendir mukopurulen 26 hari setelah melahirkan.
Pengamatan eksudat purulen dengan menggunakan speculum vaginoskop untuk mendiagnosa endometritis subakut dan kronis, serta untuk mengevaluasi respon penanganan. Penelitian menunjukan 16,9% endometritis dan vaginoskopi mampu mengidentifikasi lendir purulent 44% total kasus. Sterililitas speculum, disposable dan persiapan alat sangat penting dilakukan agar aseptis bagi perineum dan alat genital luar. Real-time ultrasonography digunakan untuk menunjukkan perubahan uterus yang berhubungan dengan infeksi postpartus. Cairan intrauterin karena infeksi uterin berisi partikel echogenik dan mudah dibedakan dengan cairan non-echogenik yang muncul pada saat estrus dan kebuntingan. Dinding uterus yang mengalami infeksi akan memiliki ketebalan yang berbeda. Sapi dengan kasus metritis sepsis, terjadi peningkatan jumlah netrofil (neutropenia). Hypocalcemia, yang terjadi pada awal postpartum menyebabkan metritis. Kejadian ketosis dan metritis secara bersamaan sering terjadi pada sapi perah. Konsentrasi level Nonesterified Fatty Acids (NEFAs) pada sarah sapi mengganggu fungsi limfosit dalam pertahanan tubuh.
Sampel yang digunakan untuk kultur bakteri adalah cairan intrauterine, dilakukan kultur pada lingkungan aerob dan anaerob. A. pyogenes dan Gram-negatif anaerob biasanya disebut sebagai organisme penyebab infeksi uterus. Kultur bakterial dan uji sensitifitas antibiotik menunjukkan kejadian infeksi uterus pada suatu peternakan. Pada suatu penelitian, 157 kasus endometritis terdeteksi dengan palpasi rektal, namun isolasi bakteri dari lendir uterus hanya 22% dari jumlah sampel.
Diagnosa dengan histologi sel/jaringan, netrofil memberikan respon primer pada patogen bakteria saat uterus dalam kondisi postpartum, sehingga terjadi peningkatan jumlah sel-sel Polymorphonuclear (PMN) pada lumen uterus. Evaluasi jumlah dan sebaran PMN dalam uterus dapat mengidentifikasi endometritis. Endometritis subklinis pada sapi perah, tidak menunjukkan gejala klinis, terlihat normal tanpa terlihat lendir infeski. Netrofil berkisar 18% pada 20-33 hari postpartum dan lebih besar 10% pada hari 34-47 postpartum.

Penanganan dan  Prognosa
Terapi untuk infeksi uterin dibagi menjadi empat kategori, yakni terapi intrauterin (antibiotik dan antiseptik kimia), antibiotik sistemik, supportif terapi dan terapi hormon. Beragam antibiotik dan antiseptik kimia banyak dilakukan infusi intrauterin untuk penanganan infeksi postpartum sapi. Uterus memiliki lingkungan anaerob, sehingga dipilih antibiotik yang mampu bekerja tanpa oksigen. Kebanyakan antibiotik dan kimia menekan aktivitas netrofil pada uterus dan melamahkan mekanisme pertahanan uterus, sehingga penggunaannya harus sangat hati-hati. Organisme penyebab infeksi uterus postpartum biasanya sensitif terhadap penicillin, tetapi bakteri kontaminan yang ada beberapa minggu postpartum menghasilkan penicillinase, sehingga menghilangkan efek penicillin pada pemberian intrauterin. Organisme tersebut akan tereliminasi 30 hari postpartum, maka pemberian penicillin intrauterin efektif dilakukan setelah 30 hari postpartum dengan dosis Minimal Inhibitory Concentration (MIC) 1x106U mampu menekan A. pyogenes.
Oxytetracycline tidak direkomendasikan untuk terapi intrauterin untuk infeksi postpartum, karena isolat A. pyogenes dari uterus sapi resisten terhadap oxytetracycline, oxytetracycline mengiritasi uterus dan menyebabkan endometritis, serta menimbulkan residu pada susu dengan masa withdrawal time yang sulit ditentukan. Terapi larutan iodine intrauterin banyak dilakukan dokter hewan. Kejadian RFM dan endometritis menurun pada sapi yang diinfusi dengan 500 mL, 2% Lugol’s iodine segera setelah melahirkan dan enam jam berikutnya. Pemberian infusi 50-100ml, larutan 2% polyvinylpyrrolidone-iodine 30 hari postpartus tidak meningkatkan perfoma reproduksi sapi normal dan merugikan terhadap kesuburan sapi karena endometritis. Sehingga, terapi intrauterin dengan larutan iodine untuk penanganan infeksi uterus tidak direkomendasi.
Beragam antibiotik spektrum luas direkomendasikan dengan pemberian injeksi pada kasus infeksi uterin sapi. Penicillin ataupun analog sintetiknya telah direkomendasikan (20.000 to 30.000 U/kg BB). Oxytetracycline tidak direkomendasi dengan pemberian sistemik karena susah mencapai MIC yang dibutuhkan untuk mematikan A. pyogenes pada lumen uterus. Ceftiofur (generasi ke 3 cephalosporin) merupakan antobiotik spektrum luas yang efektif untuk bakteri Gram-positif dan Gram-negatif penyebab metritis. Ceftiofur dapat menembus semua lapisan uterus tanpa menimbulkan residu pada susu. Pemberian ceftiofur subkutan dosis 1mg/kg pada sapi perah postpartum menghasilkan konsentrasi ceftiofur dan metabolitnya aktif dalam plasma, jaringan uterus dan cairan lochia, efektif untuk menangani metritis. Pemberian ceftiofur dosis 2,2 mg/kg selama lima hari berturut turut, sama efektifnya dengan pemberian procaine penicillin G atau procaine penicillin G plus oxytetracycline infusi intrauterin untuk pengobatan infeksi. Terapi cairan elektrolit (polyionic nonalkalizing) diperlukan pada penanganan dehidrasi karena metritis. Nonsteroidal anti-inflammatory drugs seperti flunixin meglumine digunakan untuk mencegah toksemia dan meningkatkan kebugaran. Terapi tambahan berupa kalsium dan suplemen energi membantu pemulihan induk.
Pemberian estrogen dan oxytocin tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan kontraksi myometrium, menghasilkan estrogen sehingga material sepsis akan tersebar ke seluruh uterus dan servik, menyebabkan salpingitis bilateral. Prostaglandin F2α (PGF2α) dan analognya  banyak digunakan pada bermacam abnormalitas saluran reproduksi, seperti infeksi uterin postpartum. Konsentrasi prostaglandin F2α pada serum berhubungan dengan involusi uterus. Prostaglandin tidak berperngaruh pada aktivitas ovarium postpartus, tapi berpengaruh pada konsentrasi luteinizing hormone pada plasma. Prostaglandin merupakan hormon yang bagus untuk terapi pyometra. Luka endometrium mengalami kesembuhan dalam 30 hari, kesuburan akan membaik. Pemberian GnRH tunggal pada awal postpartum atau dikombinasi PGF2α 14 kemudian, akan menginduksi siklus estrus namun tidak meningkatkan perfoma reproduksi sapi perah dengan kasus distokia, RFM, atau keduanya.
Prognosis untuk kesembuhan infeksi uterin postpartum bervariasi tergantung tingkat keparahan. Kebanyakan sapi dengan endometritis dapat disembuhkan. Metritis diikuti dengan septisemia berakibat kerusakan permanen, penurunan produksi susu, laminitis, atau kematian pasien walaupun dengan pengobatan yang agresif. Pyometra dapat disembuhkan dengan penanganan intensif dan benar.

Pencegahan Penyakit
Sapi dengan abnormalitas postpartum seperti hypocalcemia, distokia dan RFM lebih beresiko terhadap infeksi uterus dibanding dengan sapi normal. Manajemen sanitasi, nutrisi, menjaga kepadatan populasi dan pencegahan stress harus ditingkatkan untuk mencegah kasus infeksi. Kebersihan kandang saat melahirkan, prosedur aseptis untuk penanganan distokia sangat dibutuhkan. Kontaminasi lingkungan oleh mikroorganisme patogen menimbulkan infeksi saluran reproduksi selama 2-3 bulan postpartus. Sapi dengan gejala infeksi saluran reproduksi dipisahkan ke kandang isolasi. Pemberian ceftiofur sistemik yang berhubungan dengan distokia, RFM, atau keduanya mengurangi kejadian metritis hingga 70% dibandingkan dengan sapi yang tanpa dilakukan pemberian antibiotik.

Oleh: Drh. Joko Susilo
Medik Veteriner Muda
Balai Veteriner Lampung


ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer