Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

TELAH HADIR BUKU BIOSEKURITI PETERNAKAN UNGGAS

Kita ketahui bersama Biosekuriti merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam suksesnya budidaya peternakan, oleh karena itu para pelaku budidaya peternakan maupun para petugas lapangan dari perusahaan sarana produksi peternakan (perusahaan obat hewan, pakan, bibit, kemitraan), serta  petugas penyuluh dari pemerintah perlu terus meningkatkan pengetahuan dan pemahamannya mengenai biosekuriti mulai dari konsep hingga pelaksanaannya.
Prinsip dalam pencegahan dan pengendalian penyakit di dalam sebuah industri peternakan unggas adalah dengan cara penerapan manajemen flock, biosekuriti, tindakan vaksinasi, dan sanitasi. Sampai saat ini, biosekuriti masih menjadi salah satu metode terbaik untuk meminimalisir mikroorganisme di dalam peternakan. Dengan menyusun program biosekuriti, kita tidak hanya menciptakan lingkungan peternakan yang sehat namun juga dapat mencegah penyebaran penyakit zoonosis dan menjamin kesehatan masyarakat.
Kebutuhan informasi dalam bentuk buku seperti Buku Biosekuriti Peternakan Unggas ini diharapkan dapat memberikan penjelasan yang lebih lengkap mengenai manfaat biosekuriti dan bagaimana implementasinya di lapangan. Diharapkan para peternak, penyuluh peternakan, mahasiswa, tenaga lapangan dari perusahaan sarana produksi peternakan dapat memanfaatkan buku ini sebagai salah satu referensi penting untuk menjalankan biosekuriti.
Buku setebal 128 halaman ini juga dilengkapi dengan katalog peralatan penunjang biosekuriti dan daftar obat antiseptik dan desinfektan. Sehingga buku ini sangat layak menjadi salah satu referensi penting untuk menjalankan biosekuriti di farm anda!
Segera dapatkan bukunya melalui GITAPustaka (Infovet Group) di no kontak 082311962430 atau 08568800752.


UU Peternakan dan Kesehatan Hewan : Maju Mundur Pasal Aturan Impor Ternak (Editorial)



Tahun 1967 Indonesia sudah memiliki Undang-Undang yang mengatur Peternakan dan Kesehatan Hewan, yaitu UU nomor 6/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan kesehatan hewan. Seiring berjalannya waktu, UU tersebut dianggap makin kurang relevan dengan perkembangan zaman. Sekitar tahun 1993 mulai muncul gagasan perlunya penyempurnaan UU tersebut dengan alasan antara lain UU no 6/1967 belum lengkap, baru berupa ketentuan pokok peternakan dan kesehatan hewan. Bahkan UU tersebut belum mengatur ketentuan pidana.

NUSAKAMBANGAN DIKEMBANGKAN JADI SENTRA TERNAK SAPI

Penandatangan kerjasama Dirjen Permasyarakatan Kemenkumham I Wayan K. Dusak
dengan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan I Ketut Diarmita, Jakarta (23/1).
JAKARTA 23 Januari 2017, Bertempat di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, Dirjen Pemasyarakatan (Dirjen PAS) Kemenkumham berencana menjadikan Pulau Nusakambangan sebagai sentra peternakan sapi. Lahan seluas 20 hektar telah disiapkan. Per tahun diharapkan 14 ribu ekor sapi dikembangbiakkan disana dengan para napi menjadi pengelolanya.
Untuk mencapai tujuan itu, Dirjen PAS menjalin kerjasama dengan Kementerian Pertanian.
"Kami ingin menjadikan Pulau Nusakambangan menjadi setra ternak sapi. Sedikitnya 14 ribu ekor sapi dalam setahun akan dikembangbiakan di lahan seluas 20 hektar. Di lahan tersebut juga akan dibangun pabrik pakan untuk memenuhi kebutuhan sapi di sana," terang Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham I Wayan K. Dusak di Kantor Ditjen Pemasyarakatan, Jakarta.
Dikatakan Wayan, dalam kerjasama ini pihaknya mencoba memanfaatkan lahan di Nusakambangan. Karena proyek ini terbilang besar yang membutuhkan permodalan besar, pihaknya akan menggandeng pihak swasta.
"Proyek ini akan menggunakan skema kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Maka butuh pihak swasta. Saat ini penjaringan investor telah masuk pada public market dan direncanakan bisa dilakukan lelang pada tahun ini," paparnya.
Dikatakan Dusak lebih jauh, sebelumnya di Nusakambangan telah dilakukan pengembangbiakan sapi melalui program CSR BNI dan juga APBN. BNI akhir tahun lalu memberi 8 ekor sapi untuk dikelola sekitar 20 narapidana Lapas Nusakambangan.  Saat ini, pihaknya sedang mengembangkan proyek 150 ekor sapi yang dananya berasal dari APBNP.
"Proyek tersebut dikerjakan oleh 100 orang warga binaan di Lapas Nusakambangan. Dengan begitu,  program pemerintah dalam pemenuhan daging sapi dan menekan harga daging dapat terwujud. Ketahanan pangan bisa diterapkan di LP hutan seluruh Indonesia," ujar dia.
Ditambahkan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan Drh. I Ketut Diarmita, MP kerjasama saling menguntungkan ini dilakukan untuk mengoptimalkan peran sumber daya domestik dalam rangka meningkatkan populasi dan produksi ternak, terutama untuk pemenuhan kebutuhan protein asal ternak di dalam negeri.
Selain itu juga untuk meningkatkan kapabilitas SDM Petugas Pemasyarakatan dan Warga Binaan Pemasyarakatan, melalui optimalisasi masing-masing sumberdaya di dua lembaga tersebut. Kita harus bertumpu pada keanekaragaman protein hewani, bukan hanya sapi tetapi kelinci, domba, kambing, unggas, telur dan susu.
I Ketut Diarmita menyampaikan bahwa Ditjen PKH melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) dibawahnya yaitu Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden telah berkoordinasi dan bersinergi dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM melalui Lembaga Pemasyarakatan Nusa Kambangan untuk melakukan pendampingan teknis produksi ternak dan pakan ternak.
Lokasi Pulau Nusa Kambangan yang terpisah dan memiliki keragaman sumber pakan ternak memiliki peluang dan potensi sebagai zona pembibitan dan produksi ternak yang bebas penyakit. Oleh karena itu, diperlukan kegiatan pendampingan teknis produksi ternak dan pakan ternak pada Lembaga Pemasyarakatan yang diwadahi dengan Nota Kesepahaman antara Direktur Jenderal Pemasyarakatan dengan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, yang akan ditandatangani pada hari ini.
"Dengan adanya dokumen Nota Kesepahaman tersebut diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk mewujudkan Pulau Nusa Kambangan sebagai kawasan penghasil bibit dan sapi siap potong guna memenuhi kebutuhan pangan asal ternak," ungkap I Ketut Diarmita.
Adapun ruang lingkup Nota Kesepahaman tersebut mencakup: 1). Pendampingan produksi ternak dan pakan ternak; 2). Peningkatan SDM Petugas Pemasyarakatan dan Warga Binaan Pemasyarakatan; dan 3). Sosialisasi pelaksanaan kegiatan kerjasama.
"Besar harapan saya dengan adanya kegiatan kerjasama ini akan dapat saling menguntungkan semua pihak" ungkap Dirjen PKH. Lebih lanjut I Ketut Diarmita menyampaikan bahwa kegiatan kerjasama ini, terutama akan dapat meningkatkan kemampuan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan di bidang teknis peternakan dan kesehatan hewan, sehingga memperoleh manfaat sebagai berikut: 1). Diterima kembali secara utuh dan menjadi pribadi yang produktif setelah mereka keluar dari rumah tahanan; 2). Mampu berperan aktif dalam pembangunan dirinya sehingga dengan kemampuan teknis di bidang peternakan dan kesehatan hewan; dan 3). Memperoleh sumber pendapatan untuk kehidupan yang layak sebagai warga negara yang baik dan bertanggungjawab.
"Saya meminta kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan dan Kepala BBPTU-HPT Baturraden sebagai pelaksana pilot project kegiatan ini agar dapat mengimplementasikan kegiatan ini dengan sebaik-baiknya sekaligus sebagai contoh yang menginspirasi Unit Pelaksana Teknis lainnya termasuk Lembaga Pemasyarakatan lain di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia," tambahnya. (wan)

CEGAH PENYEBARAN ANTHRAX, DITJEN PKH KEMENTAN GERAK CEPAT TURUNKAN TIM KE LAPANGAN

JAKARTA, Dalam rangka membantu upaya pencegahan dan pengendalian kasus penyakit Anthrax di Kabupaten Kulon Progo Daerah Istemewa Yogyakarta, terutama terkait adanya kematian ternak akibat Anthrax dan kejadian pada manusia meninggal dan tertular Anthrax, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) telah mengirimkan Tim ke lokasi untuk melakukan investigasi dan pengambilan sampel untuk uji laboratorium, serta menyampaikan langsung bantuan vaksin dan obat-obatan.
Ditjen PKH menyampaikan bahwa kasus kematian pada ternak sapi 1 (satu) ekor dan 17 (tujuh belas) ekor ternak kambing, sebelumnya tidak pernah dilaporkan baik oleh peternak maupun masyarakat ke Dinas yang menangani fungsi peternakan dan kesehatan hewan setempat. Setelah ada kasus pada manusia, maka Dinas Kesehatan melaporkan kepada Pemda Kulon Progo dan Dinas Peternakan, yang selanjutnya diinfokan ke Balai Besar Veteriner Wates (BBVet Wates).
Begitu mendapat laporan tentang kasus dugaan anthrax tipe kulit pada beberapa orang di Dusun Penggung, Dusun Ngroto, Dusun Ngaglik dan Dusun Wonosari, Desa Purwosari Kecamatan Girimulyo Kabupaten Kulon Progo  pada tanggal 10 Januari 2017,  BBVet Wates yang merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis dibawah Ditjen PKH langsung menurunkan Tim untuk melakukan investigasi, serta pengambilan sampel uji laboratorium bersama Dinas Peternakan dan Dinas Kesehatan di lokasi kejadian pada tanggal tersebut.
Dari hasil investigasi di lapangan diperoleh informasi bahwa telah terjadi dugaan Anthrax tipe kulit pada 16 orang dan mengakibatkan kematian pada satu (1) ekor  sapi dan 14 (empat belas)  ekor kambing. Kematian ternak tersebut terjadi sejak bulan Nopember dan tidak pernah dilaporkan.
Berdasarkan hasil pengujian laboratorium di BBVet Wates pada tanggal 12 Januari 2017 dapat disimpulkan bahwa penyebab kematian ternak adalah akibat terinfeksi kuman Anthrax, yaitu Bacillus Anthracis yang merupakan  penyebab penyakit Anthrax.
Sampai saat ini jumlah kambing yang mati atau dipotong paksa oleh masyarakat berjumlah 17 (tujuh belas) ekor dan sapi 1 (satu) ekor. Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo bahwa dari 16 (enam belas) orang yang menderita Anthrax tipe kulit, lima belas (15) orang  diantaranya  telah dinyatakan  sembuh dan satu (1) orang meninggal dunia.  Namun demikian, penyebab kematian tersebut belum dapat dipastikan mengingat pasien juga menderita komplikasi diabetes dan penyakit jantung, serta berusia lanjut (78 th).
Selanjutnya, untuk mencegah dan mengendalikan penyebaran penyakit Anthrax tersebut telah dilakukan beberapa tindakan, diantaranya:
  1. Pembentukan Tim Penanggulangan Wabah Anthrax di Kabupaten Kulon Progo yang diketuai oleh Sekretaris Daerah dengan melibatkan Dinas Peternakan, Dinas Kesehatan, BBVet Wates dan instansi terkait lainnya; 
  2. Pembentukan Posko Pengendalian Penyakit Anthrax di Pusat Kesehatan Hewan  (Puskeswan) Girimulyo dengan melibatkan seluruh tenaga Medik Veteriner dan Paramedik Veteriner  Dinas Peternakan Kabupaten Kulon Progo dan BBVet Wates yang terus mengawasi setiap perkembangan kasus; 
  3. Melakukan pembatasan lalu lintas ternak; 
  4. Melakukan pengobatan antibiotika terhadap ternak-ternak di lokasi penderita Anthrax kulit dan juga terhadap ternak yang sekandang dengan hewan yang mati/potong paksa; 
  5. Melakukan penyemprotan desinfektan di lokasi hewan mati atau potong paksa, tempat pemotongan, serta tempat penguburan ternak/kotoran untuk mematikan kuman yang ada di tanah dan di lokasi; 
  6. Vaksinasi pada hewan terancam di desa tertular dan daerah sekitarnya; 
  7. Pemusnahan sisa daging yang berasal dari hewan tertular yang masih disimpan oleh Masyarakat, serta; 
  8. Penyuluhan dan sosialisasi melalui Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) kepada semua perangkat desa tertular dan masyarakat tentang penyakit Anthrax dan cara pencegahan, pengendalian, serta pengamanannya.


Ditjen PKH juga langsung melakukan gerak cepat dengan telah memberikan bantuan berupa:          1). Vaksin Anthrax sebanyak 17.500 dosis; 2). Antibiotika sebanyak  48 botol @ 100 ml; 3).Vitamin sebanyak  48 botol @ 100 ml; 4). Desinfektan sejumlah 4 botol @ 2,5 liter dan; 5). Satu (1) unit Sprayer .
Surveilans dan monitoring secara terus menerus dilakukan oleh BBVet Wates bersama dengan Dinas Peternakan Kabupaten Kulon Progo, terutama dengan meningkatkan  pengawasan lalu lintas ternak dari dan ke lokasi kejadian, serta sekitarnya mulai dari penutupan lalu lintas sampai pembatasan dan pemeriksaan ternak yang akan keluar dan masuk wilayah. Selain itu, pengambilan dan pengujian sampel oleh laboratorium BBVet Wates juga terus dilakukan secara intensif untuk memonitor cemaran kuman di lokasi dan kondisi ternak yang ada di sekitar kejadian.
Koordinasi dengan Pemda Kabupaten Kulonprogo juga terus dilakukan dengan melibatkan lintas instansi antara lain Dinas Peternakan, Dinas Kesehatan dan instansi terkait lainnya, terutama untuk menyusun langkah-langkah pengendalian kasus Anthrax, baik untuk pengamanan terhadap masyarakat, juga pengamanan pada hewan.
Selanjutnya berdasarkan laporan perkembangan sejak tanggal 18 Januari 2017 dan sampai saat ini tidak dilaporkan adanya kasus baru. Situasi terakhir dilaporkan sudah terkendali dan tidak ada kasus lagi.
Terkait dengan kasus kejadian kematian anak usia 9 tahun di Kabupaten Sleman sampai dengan saat ini dari hasil penyidikan lapangan tidak ditemukan keterkaitan dengan kasus Anthrax pada hewan. Hal ini dikarenakan di lokasi kejadian tidak ada kasus Anthrax pada hewan. Demikian pula dari pelacakan konsumsi pangan anak tersebut tidak ditemukan konsumsi pangan asal hewan, sehingga jika diguga ada infeksi kuman Anthrax pada hasil uji lab anak tersebut, kemungkinan diperoleh dari spora di tanah atau lingkungan bukan berasal dari hewan ternak atau produk ternak.
Kondisi kematian anak tersebut karena meningitis, akan tetapi dari sampel cairan cerebrospinal yang diuji di laboratorium Dinas Kesehatan (dan sampel yang sama dikonfirmasi di BBVet Wates) ditemukan adanya kuman Anthrax. Sebagai informasi bahwa secara teori memang pernah ditemukan adanya infeksi Anthrax yang menyebabkan radang meningitis akan tetapi sangat langka kasusnya.
Tim investigasi telah melacak bahwa anak tersebut sebelum sakit dan demam pernah berenang disalahsatu kolam renang dekat tempat tinggal akan tetapi dari hasil uji lab terhadap sampel dari lokasi kolam renang tidak ditemukan adanya kuman Anthrax. (wan)

Pameran Agribisnis Terbesar di Dunia "SIMA Internasional" Siap digelar di Paris 26 Feb-2 Maret 2017



Pameran agribisnis SIMA ASEAN telah berlangsung sukses September 2016 lalu di Bangkok dan sebentar lagi pameran SIMA skala internasional akan digelar di Paris  Jika Anda berminat mengembangkan agribisnis, termasuk agribisnis peternakan, sebaiknya berkunjung ke SIMA Paris yang akan berlangsung selama 5 hari, tanggal 26 Februari  sampai 2 Maret 2017 mendatang.

SIMA merupakan singkatan Bahasa Perancis yang artinya pameran internasional agribisnis, berlokasi di kota Paris tepatnya Paris-Nord Villepinte.   Pameran ini dikenal sebagai pameran agribisnis internasional terbesar di dunia. Catatan dari penyelenggara menyatakan, jumlah peserta pameran (exhibitor) tahun 2015 saja sudah mencapai 1.740 perusahaan, berasal dari 40 negara. Jumlah pengunjung diperkirakan lebih dari 230 ribu orang yang berasal dari 142 negara, termasuk Indonesia. Selain itu tak kurang dari 300 group delegasi internasional yang hadir di pameran ini untuk mengunjungi pameran, mengikuti seminar dan kegiatan pertemuan lainnya.

SIMA sebagai induk dari pameran ini, mengembangkan diri ke kawasan lain, dengan nama SIMA ASEAN yang berlangsung di Bangkok 8-10 September 2016 dan SIMA-SIPSA yang berlangsung di Aljazair tanggal 4-7 Oktober 2016.

General Manager AFCO (Agriculture Equipment, Food , Construction and Optics) Valeria Lobry Granger, saat konferensi pers bersama Vice President AXEMA (Asosiasi Peralatan Pertanian Perancis) Frederic Martin di sela-sela SIMA ASEAN Bangkok mengatakan,   pengunjung pameran sejumlah lebih dari 230 ribu tersebut, 72,5% berasal dari Eropa, 7,9% dari Eropa Timur, 6,4% dari Africa, 6,3% dari Asia, 4,6% dari Amerika dan 2,3 % dari Timur Tengah. Pihaknya terus mengupayakan peningkatan pengunjung dari luar eropa.

Pada SIMA tahun 2017 mendatang akan hadir peserta baru antara lain dari Korea, China dan Amerika Utara. Beberapa perusahaan sudah memesan stand yang lebih besar antara lain dari Italia, Irlandia dan republic Ceko. Ini menunjukkan terjadinya peningkatan yang signifikan dibanding pameran sebelumnya.

SIMA Paris juga akan menghadirkan berbagai seminar dan forum lainnya membahas tantangan global beberapa tahun ke depan yakni tentang bagaimana memproduksi lebih banyak dan lebih baik (producing more, better). Beberapa forum yang sudah diagendakan antara lain SIMA Africant Summit, dan SIMA Dealers’ Day yang akan mempertemukan  peserta pameran dengan para distributor dari berbagai negara, serta pertemuan-pertemuan internasional yang perlu diikuti oleh para  pengunjung pameran.

Ragam Industri yang tampil di SIMA Paris

Berikut ini jenis industri dari berbagai negara yang akan tampil di SIMA Paris, berdasarkan informasi dari penyelenggara SIMA Paris :
  1. Tractors and power equipment
  2. Spare parts and accessories, embedded electronics
  3. Tilling, sowing, planting
  4. Harvestry (fodder, cereals, root, fruits and vegetables, etc.)
  5. Post-harvestry (cleaning, sorting, drying, conservation)
  6. Equipment for tropical and special crops
  7. Handling, transportation, storage, and buildings
  8. Breeding equipment
  9. Dairy and milking products
  10. Breeders and breeder association
  11. Creation and maintenance of rural and wooded areas
  12. Pro equipment for green spaces
  13. Sustainable development, renewable energy
  14. Professional organisation, services, consultancy
  15. Management and IT software
Bagi kalangan agribisnis peternakan, teknologi yang akan menarik antara lain breeding equipment (teknologi peralatan perbibitan), dairy and milking product (teknologi produk bidang persusuan), teknologi traktor, peralatan panen daerah tropis dan sebagainya.

Comexposium Group

Konferensi Pers SIMA di Bangkok
SIMA ASEAN, SIMA-SIPSA dan SIMA Paris  diselenggarakan oleh Comexposium Group, sebuah event organizer global yang telah berpengalaman mengelola lebih dari 170 trade event, meliputi 11 sektor kegiatan antara lain pangan, pertanian, fashion, konstruksi, homeland security, high-tech, optics dan transportasi. International Communication Manager Comexposium Karine Le Roy mengatakan,  dalam setahun Comexposium menangani 45 ribu perusahaan peserta pameran dan lebih dari 3 juta orang pengunjung dari berbagai negara di dunia termasuk Indonesia.

Kunjungan Infovet di SIMA Paris

Infovet di SIMA ASEAN Bangkok
Setelah meliput SIMA ASEAN tahun lalu, tahun ini direncanakan wartawan Infovet juga akan melakukan peliputan ke SIMA Paris. Dengan liputan ini, pembaca yang belum sempat ke sana bisa mendapatkan informasi langsung dari lokasi pameran. Bagi Anda yang berniat berkunjung ke SIMA Paris, bisa berkordinasi dengan Infovet via email majalah.infovet@gmail.com atau hp ke 0816 482 7590

(Bams) ***

UPSUS SIWAB Jadi Prioritas Pembangunan Peternakan 2017

Salah satu kegiatan penting pembangunan Peternakan dan Kesehatan Hewan tahun 2017 adalah Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab) yang berorientasi pada pencapaian swasembada protein hewani .
Demikian disampaikan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian (Kementan), Drh. I Ketut Diarmita, MP pada acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pembangunan Pertanian tahun 2017 yang diselenggarakan Rabu, (4/1/2017) di Hotel Bidakara Jakarta.
Dirjen PKH juga menjelaskan realisasi serapan anggaran tahun 2016 sebesar 89,95%, dengan rincian per kegiatan utama: 1). Peningkatan produksi ternak 89,89%; 2). Pengendalian Penanggulangan Penyakit Hewan Menular Strategis dan Penyakit Zoonosis 89,90%; 3). Peningkatan kualitas dan kuantitas benih dan bibit 88,10%; 4). Penjaminan produk hewan yang ASUH dan berdaya saing 91%; 5). Pengembangan pengolahan dan pemasaran hasil ternak  93,27%; dan 6). Dukungan manajemen 89,31%.
Sementara itu, lanjut Dirjen, kinerja produksi daging tahun 2016 vs 2015 menunjukkan adanya peningkatan produksi di beberapa provinsi diantaranya Provinsi Bali, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur.
Dirjen PKH menghimbau agar provinsi yang mengalami penurunan produksi daging seperti Provinsi Banten, Jawa Barat, Kepulauan Bangka Belitung, D.I. Yogyakarta dan Sulawesi Selatan agar meningkatkan produksinya pada tahun ini.
Dalam rakernas ini Dirjen PKH juga menyampaikan catatan penting kegiatan Ditjen PKH Tahun 2017 diantaranya: 1) Melanjutkan pembangunan PKH sesuai Renstra 2015-2019 yang difokuskan pada UPSUS SIWAB dengan target 4 juta akseptor; 2). Mensinergikan kegiatan setiap fungsi PKH untuk menghasilkan target outcome 3 juta kebuntingan; 3). Memprioritaskan komoditas sapi dan kerbau, komoditas lain difasilitasi dengan porsi terbatas; 4). Melakukan upaya terobosan untuk meningkatkan sumber daya di luar APBN; 5). Menjabarkan strategi pengembangan kawasan untuk meningkatkan nilai ekonomi usaha agribisnis peternakan; 6). Kegiatan pokok lain seperti perbaikan mutu bibit lokal, pembebasan penyakit tertentu, penanaman  hijauan pakan ternak di kawasan integrasi ternak-tanaman tetap dilanjutkan, disinergikan dengan Upsus Siwab.
Terdapat 3 (tiga) claster dalam pelaksanaan Upsus Siwab 2017 yaitu intensif, semi intensif dan ekstensif. “Selain terus meningkatkan populasi sapi di tingkat peternak, kinerja UPT perbibitan juga harus terus ditingkatkan untuk dapat menghasilkan lebih banyak bibit-bibit sapi unggul. Seperti halnya Meksiko yang saat ini telah berkembang menjadi negara pengekspor sapi, dari sebelumnya importir; melalui penguatan UPT perbibitan di negaranya,” ungkap Dirjen PKH.
“Kedepan bagaimana peternak kita bisa mendapatkan bibit yang bersertifikat dengan harga yang terjangkau, itu yang kita harapkan,” imbuhnya lagi.
 Untuk pengembangan sapi perah, I Ketut Diarmita menekankan perlunya perusahaan integrator ikut membina kelompok-kelompok peternak di desa-desa binaan, melakukan transfer teknologi dan mengembangkan kerjasama kemitraan yang berorientasi pada peningkatan  populasi dan produksi sapi perah.

Dibuka dan Diresmikan oleh Presiden 
Rakernas Pembangunan Pertanian 2017 ini dijadwalkan dibuka oleh Presiden Joko Widodo, Kamis (5/1/2017). Rapat kerja ini sendiri akan dibuka pada pukul 09.00 WIB dan dilakukan selama satu hari penuh dan akan dihadiri oleh sejumlah Menteri Kabinet Kerja. Selain Jokowi, dijadwalkan juga turut hadir Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Menteri Pertanian Amran Sulaiman hingga Menteri BUMN Rini Soemarno.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyambangi Istana Kepresidenan di Jakarta untuk mengundang Presiden Joko Widodo menghadiri Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pertanian. Amran pun telah menyiapkan sejumlah resolusi untuk pertanian pada tahun 2017. Di antaranya adalah pada area kering tadah hujan akan yang dibangun long storage, DAM, sumur dangkal, hingga sumur dalam, Kementerian Pertanian (Kementan) juga akan siapkan 4 juta ha areal kering tadah hujan pada 2017. Hal ini untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas tanaman pada 2017. (wan)

2017, Pemerintah Targetkan Zero Impor Jagung Untuk Pakan Ternak

Pemerintah cq Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan tahun 2017 tidak ada lagi impor jagung sebagai bahan pakan ternak dengan upaya khusus. Upaya khusus ini diantaranya dengan penambahan luas areal penanaman jagung di lahan khusus 2 juta Ha dan melakukan kerjasama penyerapan dan pembelian hasil panen jagung oleh pabrik pakan. Hal tersebut disampaikan Menteri Pertanian Amran Sulaiman disela Rakernas Pembangunan Pertanian Tahun 2017 di Bidakara Jakarta, Rabu (4/1).
Mentan Amran: Kami menargetkan tahun 2017 tidak akan ada lagi
impor jagung untuk bahan pakan ternak. 
Jagung untuk bahan pakan ternak merupakan komponen terbesar yang dibutuhkan oleh pabrik pakan skala besar, peternak ayam mandiri (self mixing) dan pabrik pakan skala kecil/menengah (termasuk pabrik pakan milik koperasi susu). Dengan populasi unggas (broiler/ayam pedaging, layer/ayam petelur, ayam lokal dan itik) yang semakin meningkat, maka kebutuhan jagung juga meningkat.
Prediksi produksi pakan GPMT (Gabungan Perusahaan Makanan Ternak) tahun 2017 sebesar 18,5 juta ton, sehingga dibutuhkan jagung 9,25 juta ton, sedangkan kebutuhan jagung peternak self mixing sekitar 3,6 juta (rata-rata 300 ribu ton per bulan). Perkiraan kebutuhan jagung sebagai bahan pakan ternak pada tahun 2017 adalah 12,85 juta ton atau rata-rata 1,1 juta ton/bulan.
Pada bulan September 2016 telah ditandatangani MoU antara Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dengan GPMT yang ditindaklanjuti dengan penandatanganan PKS (Perjanjian Kerjasama) antara Kepala Dinas Pertanian 33 Provinsi dengan manajemen pabrik pakan setempat untuk penyerapan hasil panen jagung petani.
“Pola kerjasama ini dimaksudkan agar ada kepastian produksi jagung petani dapat diserap oleh pabrik pakan dengan harga acuan pembelian yang telah ditetapkan sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 21 Tahun 2016,” jelas Mentan Amran.
Dampak dari kebijakan pengendalian impor dan program pengembangan jagung di lahan khusus, serta upaya lainnya yang dilakukan oleh Kementan tersebut menyebabkan impor jagung sebagai bahan pakan ternak menurun sangat signifikan pada tahun 2016.
Penurunan impor mencapai 68% (884.679 ton) pada tahun 2016 jika dibandingkan dengan 5 tahun terakhir (tahun 2011 sebesar 3.076.375 ton; tahun 2012 sebesar 1.537.512 ton; tahun 2013 sebesar 2.955.840 ton; tahun 2014 sebesar 3.164.061 ton dan tahun 2015 sebesar 2.741.966 ton).
Data tersebut berdasarkan data pemberian rekomendasi impor jagung sebagai bahan pakan ternak yang dikeluarkan oleh Kementan, jumlah impor jagung sebagai bahan pakan ternak sampai tanggal 31 Desember 2016 tercatat sebesar 884.679 ton, sedangkan data yang sama pada 31 Desember 2015 adalah 2.741.966 ton. (wan)

Kementan dan Pemprov Bali Kembangkan Daging Sapi Bali Premium (Bali Beef)

Sapi Bali sudah sejak lama diketahui memiliki tingkat karkas yang tinggi dibandingkan dengan sapi lokal yang lain, yaitu sekitar 53,26%, Peranakan Ongole 46.9%. Perbandingan antara daging dan tulangnya yaitu sekitar 4,4 :1. Mayoritas peternak menyukai sapi Bali mengingat beberapa keunggulan karakteristiknya antara lain : mempunyai fertilitas tinggi, lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik, cepat beradaptasi apabila dihadapkan dengan lingkungan baru, cepat berkembang biak, bereaksi positif terhadap perlakuan pemberian pakan, kandungan lemak karkas rendah, dan keempukan dagingnya tidak kalah dengan daging impor.
Branding sapi Bali ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah produknya
dan sekaligus meningkatkan pendapatan peternak.
Atas dasar berbagai keunggulan tersebut maka sapi Bali dipilih Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian (Kementan), Drh. I Ketut Diarmita, MP dan Gubernur Provinsi Bali, I Made Mangku Pastika untuk di-branding  sebagai penghasil daging sapi premium (Bali Beef).
Menurut I Ketut Diarmita, “Branding sapi Bali ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah produknya dan sekaligus meningkatkan pendapatan peternak. Program Bali Beef ini akan dikembangkan mulai tahun 2017 dengan tujuan untuk meningkatkan nilai jual sapi Bali, sehingga peternak dapat memperoleh tambahan keuntungan.”
Dirjen PKH menjelaskan bahwa program Bali Beef bertujuan agar sapi Bali memiliki nilai jual yang tinggi dan sekaligus dapat membangkitkan gairah peternak dalam menjalankan usahanya. “Dengan program ini, sapi Bali tidak lagi dijual dalam bentuk ternak hidup yang harganya lebih murah, tapi yang dijual harus dalam bentuk daging sapi Bali yang harganya lebih mahal dan beternaknya dengan konsep bisnis,” ujar Diarmita.
Sapi Bali merupakan salah satu plasma nutfah atau Sumber Daya Genetik Hewan (SDGH) yang menjadi kebanggaan bangsa Indonesia dan sudah menjadi ikon sapi nasional. Berdasarkan data statistik peternakan, populasi sapi Bali di Provinsi Bali sebanyak 553.582 ekor (Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2016). Sapi Bali sebagai rumpun ternak asli Indonesia, memiliki kemampuan produksi dan reproduksi yang sangat baik dan adaptif.
Menurut Diarmita, sapi Bali menjadi tumpuan harapan di masa mendatang, selain sebagai ternak asli Indonesia (Bali), sapi Bali juga cepat beradaptasi, mudah dikembangbiakkan, dan mempunyai kualitas daging yang baik. Daging sapi Bali mempunyai beberapa kelebihan diantaranya yaitu pola pemeliharaan sapi dilakukan secara ekstensif yang sepenuhnya mengandalkan pakan sapi dari hijauan tanpa ada treatmen hormonal yang dilakukan. Oleh karena itu, sapi Bali menghasilkan daging sapi yang tentunya lebih berkualitas dan dapat disetarakan dengan daging organik. Bila dianalogikan mendekati dengan kualitas dan rasa ayam kampung/lokal.
Selain itu, berdasarkan dari berbagai penelitian menyatakan bahwa daging sapi Bali memiliki potensi yang besar untuk dapat dikembangkan menjadi premium meat produksi daging lokal Indonesia. Untuk menghasilkan premium meat tersebut tentunya diperlukan perlakuan khusus dalam mempersiapkan sapi Bali seperti yang selayaknya dilakukan kepada sapi-sapi rumpun lainnya yang diperuntukkan untuk menghasilkan premium meat.
“Oleh karena itu, jika daging sapi Bali atau Bali Beef pemotongannya dipilah sesuai dengan pembagian jenis potongan daging, maka prime cut daging sapi Bali dapat mengisi pasar untuk Horeka (Hotel, Restoran dan Katering ) yang khusus untuk dikonsumsi masyarakat menengah ke atas,” ungkap Diarmita.
Sementara itu, Gubernur Provinsi Bali, I Made Mangku Pastika meminta kepada Kementan agar program Bali Beef benar-benar dapat diimplementasikan. Menurutnya dengan adanya program ini, maka diharapkan sapi Bali akan bisa mengatasi kebutuhan daging sapi, dimana sampai saat ini sebagian kebutuhan daging sapi, terutama yang berkualitas tinggi masih harus diimpor untuk konsumsi masyarakat menengah ke atas.
“Jangan hanya jual ternak hidup, tapi jual daging sapi Bali. Jika daging Bali Beef terjual lebih mahal, khususnya untuk konsumsi menengah ke atas, maka peternak kita akan untung dan bergairah dalam menjalankan usahanya” ungkapnya.
Made menegaskan kembali bahwa program Bali Beef kedepannya diharapkan akan dapat menjadikan icon sapi Bali dapat terbangun dan tentunya dengan harga jual yang lebih mahal mendekati daging sapi Wagyu.
“Saya maunya harga daging sapi Bali yang telah diolah (branding) mendekati harga daging sapi Wagyu, sehingga peternak untung dan bergairah,” ujar Gubernur Bali, I Made Mangku Pastika.
Untuk itu, pada pertemuannya Senin, (2/1), Gubernur Bali I Made Mangku Pastika meminta kepada Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita untuk mendatangkan investor khusus untuk pengembangan branding daging sapi Bali atau Bali Beef sebagai premium meat produksi lokal Indonesia.
Gubernur Bali juga akan mengundang investor yang berminat dan bila diperlukan akan menyiapkan regulasi yang mendukung, khususnya untuk pemasaran daging sapi Bali pada Horeka di Bali. (wan)

ISU HARGA DAGING KERBAU TINGGI, KEMENTAN SEGERA BENTUK TIM PANTAU

Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) segera menurunkan tim pada Senin dini hari, 2 Januari 2017 untuk turun ke beberapa pasar di Jakarta, menyusul adanya laporan penjualan daging kerbau beku di atas ketentuan pemerintah.
Menanggapi isu tingginya harga daging kerbau impor,
Tim Ditjen PKH segera merespon cepat dengan membentuk tim
untuk melakukan monitoring, Senin (2/1). 
Menurut laporan dari salah satu media, harga daging kerbau di pasar Jatinegara, Jakarta Timur dijual Rp 110.000/kg. Padahal pemerintah memberikan izin impor daging kerbau supaya harga daging bisa di bawah Rp 80.000/kg. Saat awal masuknya daging impor tersebut, harga daging kerbau dijual di pasar dengan kisaran harga Rp 70.000.
Menanggapi laporan tersebut, Dirjen PKH, Drh I Ketut Diarmita MP, langsung gerak cepat dan memerintahkan jajarannya di eselon dua untuk langsung turun ke pasar, Senin dini hari sekitar jam 04.00. Tujuannya ke Pasar Jatinegara dan beberapa pasar lainnya sekaligus melakukan Operasi Pasar. Diharapkan dengan langkah tersebut dapat menghasilkan solusi untuk mengembalikan harga daging seperti yang diharapkan pemerintah.

Hasil Monitoring   
Dari hasil monitoring Tim Ditjen PKH Kementerian Pertanian telah melakukan monitoring penjualan daging sapi dan kerbau ex-impor di Pasar Jatinegara, Pasar Kramat Jati, Pasar Minggu, Pasar Pecah Kulit dan Pasar Mampang Prapatan. Dari siaran pers hasil monitoring sebagaimana  dikutip Majalah Infovet pada Senin siang (2/1) dilaporkan sebagai berikut:                   
1.         Tidak ditemukan pedagang yang menjual daging kerbau ex-impor dengan harga Rp. 110 rb/kg;
2.         Harga rata-rata daging yang dijual ke konsumen yaitu :
a.         Daging sapi segar Rp. 110-120 rb/kg tergantung jenis potongan dan harga diatas sudah tidak mengandung lemak (daging murni),
b.         Daging sapi ex-impor (sudah thawing) Rp. 90-100 rb/kg (Pasar. Kramat Jati & Pasar. Minggu) dan Rp. 80-90 rb/kg (Pasar. Jatinegara, Pasar. Pecah Kulit dan Pasar. Mampang)
c.          Daging kerbau ex-impor Rp. 80-90 rb/kg (Pasar Kramat Jati dan Pasar Minggu) dan Rp. 75-80 rb/kg (Pasar Jatinegara, Pasar Pecah Kulit dan Pasar Mampang)
d.         Tetelan (lokal/impor) Rp. 55-70 rb/kg;
3.         Umumnya pedagang menjual daging kerbau ex-impor sebagai daging sapi, apabila pembeli teliti baru akan diinfokan sebagai daging kerbau;
4.         Beberapa pedagang yang menjual daging kerbau ex-impor dengan harga diatas 80 ribu adalah jenis daging yang sudah dibersihkan dari lemak, sehingga harga jualnya lebih tinggi;
5.         Freezer di pasar sudah tersedia, namun kapasitasnya hanya untuk menyimpan stock atau sisa daging yang tidak laku terjual;
6.         Belum ada pengawasan terhadap peredaran atau penjualan dari importir/distributor daging sapi/kerbau ex-impor;
7.         Tidak ditemukan pengoplosan antara daging sapi segar dengan ex-impor, karena secara kasat mata cukup berbeda karena daging sapi/kerbau ex-impor yang telah di thawing masih basah dan dingin.


Dirjen PKH I Ketut Diarmita menyampaikan, “Pengawasan peredaran daging di pasar adalah tanggungjawab bersama, termasuk ADDI (Asosiasi Distributor Daging Indonesia) yang telah menandatangani  MoU dengan Bulog terkait dengan pengawasan distribusi atau penjualan daging kerbau. Namun demikian, Ditjen PKH akan segera berkoordinasi dengan institusi atau lembaga terkait untuk menindaklanjuti hal tersebut.” (wan) 

DUKUNG PETERNAK RAKYAT, KEMENTAN TERBITKAN REGULASI BARU TERKAIT PERUNGGASAN

Dalam rangka memenuhi kebutuhan protein hewani asal ternak, terutama daging ayam di dalam negeri dan untuk memperbaiki bisnis perunggasan di tanah air, Kementerian Pertanian telah menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 61/Permentan/PK.230/12/2016 tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras.
“Kebijakan baru perunggasan ini merupakan salah satu bentuk dukungan positif pemerintah di era pemerintahan Jokowi-JK dalam mengatur keseimbangan suplai-demand di bidang perunggasan, terutama untuk perlindungan terhadap peternak, koperasi  atau peternak mandiri dengan tidak merugikan perusahaan karena melalui perencanaan produksi nasional, sehingga dapat tercipta iklim usaha yang kondusif dan berkeadilan,” demikian disampaikan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan dalam rilisnya yang diterima Redaksi Infovet Jumat, (30/12/2016).
Berdasarkan data Statistik Peternakan Tahun 2015, untuk memenuhi kebutuhan protein hewani asal ternak, terutama komoditas daging ayam di dalam negeri, ayam ras menyumbang 55 % daging dan 71 % telur. Sedangkan ayam lokal menyumbang 11 % daging dan 11% telur. Selain itu, keberadaan ayam ras telah menimbulkan revolusi menu bagi orang Indonesia dari Red-meat ke White-meat, yaitu semula konsumsi daging sapi/kerbau 55%, turun menjadi 17% dan beralih mengkonsumsi daging ayam dan naik menjadi 67% selama kurun waktu 50 tahun terakhir yang sebelumnya 15%.
Dalam perkembangannya, usaha peternakan ayam ras pedaging (broiler) menjadi suatu industri mulai hulu hingga hilir yang dilengkapi dengan industri pendukungnya yaitu pakan, bibit, obat-obatan dan industri pendukung lainnya.
Untuk meningkatkan efisiensi usaha ayam ras, pelaku usaha telah mengintegrasikan usahanya dari hulu, budidaya, hingga hilir. Sebagian besar usaha peternakan ayam ras pedaging (broiler) dikuasai perusahaan integrasi. Peternak mandiri  ayam ras pedaging (broiler) sulit bersaing dengan perusahaan integrasi dilihat dari sisi penguasaan sarana produksi dan efisiensi usaha, sehingga biaya produksi pada peternak mandiri cenderung tinggi.
Hasil produksi ayam ras pedaging dari perusahaan integrasi baru sebagian kecil untuk pengolahan dan sebagian besar dijual ke pasar tradisional, sehingga market share peternak, koperasi, maupun peternak ayam mandiri di pasar tradisional menjadi turun. Perusahaan integrasi yang juga sebagai merupakan perusahaan inti dan dominan, memiliki Rumah Pemotongan Ayam (RPA) telah melakukan penyimpanan dengan fasilitas cold storage, namun kapasitas cold storage hanya mampu menampung stock sebesar 15-20% dari total produksi.
Untuk mengatasi permasalahan perunggasan terutama ayam ras di Indonesia tersebut di atas, maka Pemerintah melalui Kementerian Pertanian telah melakukan revisi Permentan Nomor 26 Tahun 2016 menjadi Permentan Nomor 61 Tahun 2016 tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras. Peraturan Menteri Pertanian yang baru tersebut telah ditandatangani oleh Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman pada hari Selasa tanggal 6 Desember 2016.
Setelah ada peraturan yang baru ini, maka penyediaan ayam ras melalui produksi dalam negeri dan pemasukan dari luar negeri dilakukan berdasarkan rencana produksi nasional untuk menciptakan keseimbangan suplai dan demand. Penambahan dan pengurangan produksi ayam ras dapat dilakukan apabila terjadi ketidakseimbangan suplai dan demand.
Kelebihan lain dari diterbitkannya Peraturan Menteri Pertanian yang baru ini dibandingkan dengan peraturan sebelumnya, yaitu: peternak bebas mendapatkan pakan dan obat-obatan. Selain itu, dalam Permentan yang baru juga diatur bahwa jika produksi livebird (LB) lebih dari 300.000 ekor, maka harus memiliki Rumah Potong Unggas dan fasilitas rantai dingin.
Selanjutnya DOC yang beredar, wajib memiliki sertifikat benih/bibit yang dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Produk yang terakreditasi atau yang ditunjuk oleh Menteri, dan yang tidak memiliki sertifikat dilarang untuk diedarkan. Untuk mendapatkan sertifikat tersebut, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan telah menyiapkan Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) yang berlokasi di Gedung C Lantai 7 Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Dalam Permentan Nomor 61 Tahun 2016 juga mengatur tentang alokasi DOC FS broiler dan layer untuk internal integrator sebanyak 50% dan sebanyak 50% untuk pelaku usaha mandiri, koperasi dan peternak. Selain itu, pelaku usaha atau perusahaan dalam melakukan kegiatan penyediaan dan peredaran ayam ras wajib melaporkan produksi dan peredaran kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, dengan tembusan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota, dilakukan paling kurang 1 (satu) bulan sekali setelah selesai kegiatan penyediaan dan peredaran ayam ras.
Selanjutnya pengawasan penyediaan dan peredaran ayam ras dilakukan secara berjenjang yaitu oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dinas Provinsi dan Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan, sesuai dengan kewenangannya. (wan)

Simbiosis Kementan dan Badan POM Tingkatkan Daya Saing Peternakan

Bertempat di Kantor Pusat Kementerian Pertanian, Drh. I Ketut Diarmita, MP (Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian) dan Deputi III Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) menandatangani kesepakatan bersama dalam rangka Peningkatan Jaminan Keamanan, Mutu dan Daya Saing Pangan Olahan Hasil Peternakan.
Menurut Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Drh. I Ketut Diarmita, MP, penandatanganan kesepakatan bersama ini bertujuan untuk meningkatkan jaminan keamanan dan mutu pangan olahan hasil peternakan untuk perlindungan kesehatan masyarakat. Selain itu juga untuk meningkatkan kesejahteraan peternak melalui peningkatan nilai tambah dan daya saing pangan olahan hasil peternakan.
Penandatanganan nota kerjasama Kementerian Pertanian dan Badan POM yang diwakili oleh Dirjen PKH Drh I Ketut Diarmita MP dan Deputi III Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Drs Suratmono MP.
Dalam pembukaan saat jumpa wartawan pada Selasa, (20/12/2016) Dirjen PKH Drh. I Ketut Diarmita, MP mengungkapkan bahwa kerjasama ini dilakukan dalam rangka percepatan pencapaian izin edar bagi Unit Pengolahan Hasil (UPH) Peternakan. Sebagaimana diketahui bahwa Kementerian Pertanian sejak tahun 2004 melalui Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (PPHP) yang selanjutnya pada tahun 2016 diteruskan oleh Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan telah memfasilitasi sarana dan prasarana berupa bangunan dan alat pengolahan susu, daging, unggas dan telur kepada 372 UPH Peternakan berbasis kelompok dan gabungan kelompok. Sebagian besar produk olahan UPH tersebut belum memiliki sertifikat izin edar sebagai jaminan atas keamanan dan mutu, serta peningkatan daya saing produk.
Kendala yang dihadapi UPH dalam mendapatkan izin edar produk olahan baik berupa izin edar Makanan Dalam (MD) yang dikeluarkan oleh Badan POM maupun izin edar Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan antara lain: (1). biaya pengurusan izin usaha; (2). kesulitan memenuhi persyaratan teknis standar bangunan dan sarana prasarana pengolahan; (3). proses produksi yang belum memenuhi "Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB); (4). kesulitan memenuhi persyaratan administrasi terutama izin usaha.
Untuk mengatasi permasalahan di atas Kementerian Pertanian telah melakukan langkah-langkah antara lain: (1). memberikan fasilitasi bangunan dan alat pengolahan sesuai standar Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) dan SNI; (2). melakukan pendampingan dan pembinaan dalam rangka pengembangan pengolahan produk peternakan unggulan dan potensial; (3). melaksanakan bimbingan teknis untuk meningkatkan mutu produk olahan hasil peternakan bagi UPH peternakan; (4). menyiapkan pedoman/standar operasional prosedur pengolahan pangan hasil peternakan; (5). melakukan kajian Clustering Unit Pengolahan Hasil Peternakan di 10 provinsi melalui kerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB yang bertujuan untuk mengkelaskan Unit Pengolahan Hasil (UPH) Peternakan dan merumuskan langkah strategis yang perlu dilakukan dalam pengembangan pengolahan hasil peternakan selanjutnya.
Sementara itu, Deputi III Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya BPOM Suratmono mengatakan rencana kerja sama itu sudah mulai dikoordinasikan sejak April silam.
“Kita sudah diskusikan bagaimana bentuk kerja samanya. Kerja sama ini diharapkan dapat berjalan dengan baik dan berkelanjutan,” ujar Suratmono.
Berdasarkan data Kementan, sejak tahun 2004, Kementan telah memfasilitasi sarana dan prasarana berupa bangunan dan alat pengolahan susu, daging, unggas dan telur kepada 372 UPH peternakan berbasis kelompok. Namun, sebagian besar produk olahan UPH-UPH belum memiliki sertifikat izin edar sebagai jaminan atas keamanan dan mutu pangan.
“Berdasarkan hasil koordinasi tersebut disepakati adanya Kesepakatan Bersama antara Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan dengan Deputi Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan POM dalam Peningkatan Jaminan Keamanan, Mutu dan Daya Saing Pangan Olahan Hasil Peternakan,” ujar Dirjen PKH menambahkan.
Ruang lingkup kesepakatan bersama ini meliputi: (1). Penyusunan roadmap dan pedoman pelaksanaan kegiatan; (2). Pendampingan dalam rangka penerapan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB); (3). Pemberian Bimbingan Teknis kepada UPH Peternakan; (4). Koordinasi dengan pemerintah daerah terkait dengan penerbitan izin usaha; (5). Fasilitasi sarana prasarana; (6). Sosialisasi pelaksanaan kegiatan kepada jajaran dan UPH Peternakan; (7). Peningkatan kompetensi SDM; (8). Pertukaran data dan informasi terkait dengan pelaksanaan kegiatan; (9). Fasilitasi pengujian produk akhir; dan (10). Fasilitasi sertifikasi halal.
"Kerjasama ini diharapkan dapat berjalan sinergis dan berkelanjutan untuk menjamin keberlangsungan peningkatan jaminan keamanan, mutu, dan daya saing produk pangan olahan peternakan yang pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat," pungkas Ketut. (wan)

Dirkeswan Pastikan Pelarangan AGP

Dirkeswan (no 2) bersama Tim Infovet
Pelarangan AGP (Antibiotic Growth Promoters) adalah amanat UU no 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jadi harus kita patuhi. Tentang bagaimana implementasinya harus melalui Peraturan Menteri Pertanian (Permentan). Demikian dikemukakan oleh Direktur Kesehatan Hewan Ditjen PKH Drh. Fajar Sumping Tjaturasa, PhD saat diwawancarai Infovet hari ini 28 Desember 2016 di ruang kerjanya.

Fajar mengatakan, UU tersebut disahkan tahun 2009, sekarang sudah berusia 7 tahun sehingga amanatnya (tentang pelarangan penggunaan AGP dalam pakan ) harus segera dilaksanakan. Draft Permentan sudah disusun, tinggal public hearing dan segera dilakukan pengesahan. "Kemungkinan Januari 2017 sudah efektif dilaksanakan pelarangan AGP tersebut," ujarnya.

Mumpung masih ada waktu untuk penyempurnaan, pihak pelaku usaha obat hewan, produsen pakan maupun peternak memiliki kesempatan untuk memberikan masukan terhadap draft Permentan tersebut.

Seiring dengan rencana pelarangan AGP Fajar menyarankan perlunya perhatian lebih serius terhadap pelaksanaan biosekuriti di peternakan. Dengan begitu maka penggunaan antibitika untuk pengobatan menjadi berkurang. "Jangan sampai berpikir penggunaan antibitika sebagai pengganti lemahnya biosekuriti," tambahnya.

Harapan Terhadap ASOHI & Infovet

Kepada Infovet, Fajar menyampaikan apresiasinya terhadap ASOHI (Asosiasi Obat Hewan Indonesia) yang telah banyak bekerjasama dengan pemerintah. Ia mengharapkan kerjasama ini dapat terus ditingkatkan. "Saya bukan orang baru di dunia obat hewan. Cukup lama di BBPMSOH (Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan), ikut dalam berbagai tim, ikut nulis buku yang diterbitkan ASOHI, ikut tim PPOH, juga ikut Komisi Obat Ikan, bahkan juga aktif di Badan Standarisasi Nasional untuk Codex Pangan," urai Fajar.

"Selama bergaul dengan dunia obat hewan, saya banyak melihat kerjasama pemerintah dengan ASOHI dalam menyusun sistem peraturan obat hewan sangat produktif. Bahkan kemudian menjadi referensi bagi pengaturan obat ikan. Saya percaya kerjasama yang baik ini dapat terus ditingkatkan," tambahnya.

Terhadap majalah Infovet, ia mengharapkan untuk terus berperan menjembatani informasi antara pemerintah dengan masyarakat di bidang peternakan dan kesehatan hewan. "Infovet sebagai media, bisa berperan sebagai ruang diskusi antara kami di pemerintah dengan masyarakat," ujarnya

Sekilas Karir

Fajar Sumping Tjaturasa adalah alumni FKH IPB angkatan 17 (1981-1986). Mengawali karirnya di BBPMSOH semenjak meraih gelar dokter hewan hingga tahun 2007. Selanjutnya diangkat sebagai kepala Balai Pengujan Mutu Produk Peternakan (BPMPP) tahun 2007-2009, pindah ke Direktorat Kesmavet tahun 2009-2011, kemudian dipercaya sebagai Kepala Balai Besar Veteriner (BBV) Wates, Jogjakarta tahun 2011-2016. Sejak Desember 2016 ia diangkat sebagai Direktur Kesehatan Hewan.

Doktor lulusan Jepang ini dikenal pekerja keras dan aktif di berbagai kegiatan lingkup peternakan dan kesehatan hewan termasuk kegiatan kerjasama dengan ASOHI.***



Mentan Lantik Pejabat Eselon 2

Hari ini, Selasa 20 Desember 2016 jam 08.00, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman melantik pejabat eselon 2 di lingkungan Kementerian Pertanian. Terjadi beberapa pergeseran pejabat, antara lain Dr. Ir. Riwantoro yang semula sekretaris Ditjen PKH menduduki jabatan baru di Badan Ketahanan Pangan, sebagai Kepala Pusat Distribusi dan Cadangan Makanan. Drh. Enuh Rahardjo Jusa yang semula Kepala Balai Besar Pengujuan Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH) kini harus pindah ke Surabaya sebagai Kepala Pusat Veterinaria Farma (Pusvetma). Sedangkan Drh. Sri Mukartini yang belum lama diangkat sebagai Direktur Kesemavet harus pindah kantor ke Gunung Sindur sebagai kepala BBPMSOH menggantikan posisi Enuh Rahardjo Jusa.
Direktur Kesehatan Hewan Drh Fadjar Sumping Tjatur Rasa PhD,
saat ditemui Infovet usai pelantikan. 

Drh Fadjar Sumping Tjatur Rasa PhD yang sebelumnya menjabat Kepala Balai Besar Veteriner Wates Jogjakarta, kini balik ke Jakarta menduduki posisi strategis, Direktur Kesehatan Hewan yang semula ditempati oleh Drh Ketut Diarmita MP yang beberapa bulan lalu diangkat sebagai Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Bagi kalangan dunia usaha obat hewan Fadjar Sumping bukanlah orang asing. Sebelum menjadi kepala BBvet Wates, ia adalah "orang lama" di BBPMSOH yang aktif di berbagai kegiatan. Beberapa tim yang dibentuk ASOHI untuk membahas topik tertentu melibatkan Fadjar karena dinilai punya daya kepakaran yang baik, memiliki pemahaman masalah lapangan serta memiliki dedikasi untuk kemajuan peternakan dan kesehatan hewan.

Selamat kepada para pejabat baru, semoga dapat mengemban amanah sebaik-baiknya.

Mengenal Tipe Berpikir Customer Untuk Pemasaran


Agus Purwanto
Pada umumnya para praktisi marketing melakukan segmentasi pasar didasarkan pada data demografi target customer. Namun saat ini ada baiknya di lakukan pendekatan baru berupa segmentasi dengan mempertimbangkan aspek psikometri. Demikian Agus Purwanto dalam seminar yang diselenggarakan Infovet bersama divisi lain dalam naungan PT Gallus Indonesia Utama, Kamis 15 Desember 2016 di Jakarta.

Seminar ini diikuti oleh para eksekutif pemasaran berbagai perusahaan peternakan dan pengurus asosiasi bidang peternakan. Hadir pula perwakilan dari USSEC (United State of Soyben Export Council). Seminar ini mengangkat tema Improving Marketing Effectiveness with Undertanding Customer Thinking Types.

Bisnis Peternakan Tahun 2017 Diprediksi Tumbuh


Ketua umum Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) Drh. Irawati Fari mengatakan, usaha obat hewan tahun 2016 ini diperkirakan tidak sesuai dengan prediksi yang diungkap dalam seminar nasional bisnis peternakan tahun 2015 yaitu naik sebesar 7-10%.

"Realisasinya diperkirakan tahun 2016 ini tumbuh minus," ujar Irawati pada Seminar Nasional Bisnis Peternakan yang diselenggarakan ASOHI Rabu 23 November 2016 di Menara 165 Jakarta.


Krissantono, Hudian, Arief, Wira Kusuma, Andi Wijanarko

Teguh Boediyana, Sauland Sinaga, Irawati dan moderator Harris P

Sekitar 200 peserta dari berbagai daerah
Berdasarkan data yang dikumpulkan ASOHI, pihaknya melihat pertumbuhan pasar obat hewan untuk ayam petelur diperkirakan naik 10 %, untuk broiler stagnan, sedangkan untuk peternakan sapi minus dan babi stagnan. Namun demikian menurut data GPMT produksi pakan ternak masih tumbuh sekitar 8%.

Seminar Nasional Bisnis Peternakan merupakan seminar nasional tahunan yang diselenggarakan oleh Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) setiap menjelang akhir tahun. Seminar menghadirkan pembicara-pembicara tingkat nasional, yaitu para pimpinan asosiasi bidang peternakan serta pembicara tamu yang kompeten di bidang ekonomi makro. Pembicara sesi pertama disi oleh Dirjen Peternakan Drh. Ketut Diarmita, Pimpinan Bank Indonesia Dr. IGP Wira Kusuma, Ketua Umum GPPU Krissantono, Pimpinan GPMT Hudian Pramudyasunu, Wakil Sekjen Pinsar Dr. Arief Karyadi, dengan moderator Haryono Jatmiko. Sesi kedua tampil Ketua Umum PPSKI Ir. Teguh Boediyana, Ketua Umum AMI Dr Sauland Sinaga, Ketua Umum ASOHI Irawati fari dengan moderator Harris Priyadi.
"Seminar kali ini Dr Wira Kusuma hadir menggantikan Dr Juda Agung, selaku Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, yang menyajikan perkembangan ekonomi makro tahun 2016 dan prediksi 2017. Dari presentasi Bank Indonesia, peserta dapat memperoleh gambaran mengenai perkembangan ekonomi makro dan prediksi ke depan sehingga bisa melakukan perencanaan bisnis lebih baik," kata Ketua Panitia Andi Wijanarko yang juga pengurus ASOHI Pusat.

Ia menambahkan, seiring dengan terjadinya perubahan struktur bisnis di dunia peternakan, maka panitia sepakat seminar kali ini mengangkat tema "Menghadapi Perubahan Struktur Bisnis Peternakan yang Dinamis”. Sejumlah masalah aktual di sektor bisnis perunggasan, peternakan sapi perah, sapi potong dan juga peternakan babi menjadi bahasan yang menarik, antara lain vonis KPPU terhadap perusahaan feedlot yang disusul vonis ke perusahaan pembibitan unggas, impor daging kerbau dari India, gejolak harga ayam dan telur yang merugikan peternak, larangan AGP dan sebagainya.

Kepatuhan GPPU 
Berbeda dengan seminar tahun-tahun lalu dimana GPPU menyampaikan data secara detail, seminar kali ini Ketua Umum GPPU Krissantono yang menyampaikan informasi 3 halaman. "Ini tidak seperti biasanya. Ada apa dengan GPPU?" tanya moderator seminar Drh Haryono Jatmiko.

Menanggapi pertanyaan moderator, Krissantono dalam presentasinya menyampaikan "kegalauannya" tentang situasi perbibitan unggas pasca vonis KPPU yang dirasa sangat tidak adil. "Di bulan September tahun lalu, kami rapat dari habis maghrib sampai malam untuk membahas situasi perunggasan bersama Dirjen PKH (saat itu Prof Muladno). Jam 11 malam kami dipaksa untuk tanda tangan melakukan afkir dini parent stock. Kami dengan berat hati patuh pada pemerintah untuk melakukan akfir dini. Namun justru kepatuhan kepada pemerintah membuat kami divonis sebagai kartel. Ini sungguh aneh," ujar Krissantono menyampaikan uneg-unegnya.

Saat ini GPPU menjadi sangat hati-hati menyampaikan data, karena data yang kami kumpulkan, bisa jadi membuat kami dianggap melakukan persekongkolan. "Itu sebabnya pada seminar kali ini kami tidak menyajikan data secara detal," ujar krissantono disambut tawa hadirin.
Meski iklim usaha tidak kondusif, Krissantono menegaskan, prospek Perunggasan th 2017 masih cukup baik mengingat konsumi daging ayam dan telur masih rendah dibanding Negara Asean.
"Konsumsi per Kapita per tahun Daging Ayam masyarakat Indonesia berkisar  9 – 10 Kg,  jadi perunggasan masih punya potensi untuk dikembangkan," ujarnya.

Pertumbuhan perunggasan nasional berkisar antara 5 – 10 %, namun Krissantono wanti-wanti akan berbagai tantangan tahun depan, antara lain dengan kabar bahwa Brasil menang di WTO sehingga negara tersebut akan bisa memasukkan daging ayam ke Indonesia. 

"Karena itu Pemerintah, Asosiasi, Perusahaan dan Peternak harus duduk bersama untuk bisa membuat solusi bersama demi kemajuan  Perunggasan  di Indonesia," ujarnya.  Ia mengusulkan agar kebijakan pemerintah lebih komprehensif atau terpadu dalam suatu Roadmap Perunggasan antara lain, perencanaan raw material (jagung dll), penyusunan perkiraan Supply Demand secara cermat, serta perlunya Payung Hukum penerapan UU PKH dan UU Pangan , dikaitkan dengan pelaksanan UU No. 5 tahun 1999 tentang persaingan usaha.

Tahun 2017 Positif

Senada dengan Ketua GPPU, Pengurus GPMT Hudian Pramudyasunu maupun Ketua Umum ASOHI Irawati Fari memprediksi tahun  2017 perunggasan secara umum akan tumbuh positif. Sementara itu menurut Ketua PPSKI Teguh Boediyana, usaha peternakan sapi perah maupun sapi potong tahun depan kurang bergairah. Peternakan sapi perah kemungkinan akan tumbuh minus karena iklim usaha yang kurang kondusif bagi peternak sapi perah, dimana tidak ada lagi perlindungan bagi peternak sapi. Demkian pula dunia sapi potong, pemerintah sudah memasukan daging kerbau India yang berpengaruh pada menurunnya gairah peternak sapi.

Irawati mengatakan, perunggasan masih cukup menjanjikan, antara lain ditandai dengan ekspansi beberapa pelaku usaha peternakan dan pakan ternak. Namun karena setiap tahun jumlah perusahaan obat hewan bertambah sekitar 10 perusahaan, maka persaingan perusahaan obat hewan makin ketat. Ia menyarankan perusahaan obat hewan mulai serius menggarap pasar ternak sapi, kambing, domba, babi, pet animal dan juga akuakultur.

Adapun mengenai isu AMR (Antimicroba Resistance) yang disertai rencana pelarangan AGP (Antibiotic Growth Promoter), Ira mengatakan , ASOHI terus melakukan berbagai macam kajian dan diskusi dengan pemerintah agar kebijakan tersebut dapat dilakukan secara bertahap dan diterima semua pihak, jangan sampai merugikan industri peternakan.***

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer