Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Lomba Dokter Hewan Puskeswan Berprestasi Nasional

Dalam rangka peningkatan motivasi, partisipasi dan prestasi petugas teknis sebagai upaya untuk meningkatkan produksi dan produktivitas hewan dan pangan asal hewan menuju pencapaian ketahanan pangan nasional. Tim Direktorat Kesehatan Hewan Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan telah datang melakukan penilaian lapang di Puskeswan Masbagik Kabupaten Lombok Timur pada tanggal 26 Mei 2016 Tim penilai yang datang adalah : Drh. Iwan Sofwan, MM, Drh. Herwinarni dan Drh. Megawati Iskandar.
Foto bersama usai penilaian di Puskeswan Masbagik
Kab. Lombok Timur NTB, Kamis 26 Mei 2016.
Sebelumnya pada periode bulan Januari – Maret 2016 Direktorat Kesehatan Hewan telah menerima profil peserta lomba untuk kategori Dokter Hewan dan Paramedik Veteriner Puskeswan berprestasi berjumlah 14 berkas dari 9 Provinsi, yang terdiri dari 8 profil Dokter Hewan dan 6 profil Paramedik Veteriner, untuk mendapatkan pemenang lomba Dokter Hewan dan Paramedik Veteriner Puskeswan berprestasi atau juara telah dilakukan seleksi awal melalui penilaian administrasi ( desk study ) dan dilanjutkan penilaian lapang.
Pada tahun 2016 ini Dokter Hewan Puskeswan yang mengikuti penilaian adalah sebagai berikut : Drh. Yusron Wahyudi Kab. Sampang – Jawa Timur, Drh. Dwi Sulistyorini  Kab. Kulonprogo di Yogyakarta, Drh. T. Mursyikandi Kab. Aceh Selatan – Aceh, Drh. Denny Susanti Kota Solok Sumatera Barat, Drh. Hendra Komara Kab. Tasikmalaya Jawa Barat, Drh. Leni Sri Lestari Kab. Sukoharjo Jawa Tengah, Drh. Nining Syarifulaya, M.Si Kab. Lombok Timur – NTB dan Drh. Budhi Pahalawan Kab. Tanah Bumbu Kalimantan Selatan.
Semoga dengan diadakannya Penilaian Lomba Petugas Dokter Hewan dan Paravet Puskeswan Berperestasi semakin menunjukkan penting dan perannya Puskeswan di tengah masyarakat di Indonesia, selamat berlomba. (Drh. Heru Rachmadi/Infovet NTB)

Berbagi Manfaat Susu di Hari Susu Sedunia

Tepat pada, 26 Mei 2016, yang merupakan Hari Susu Sedunia (World Milk Day), PT Frisian Flag Indonesia (FFI) merayakannya bersama anggota keluarga peternak sapi perah binaan FFI di De’ Ranch, Lembang, Bandung, Jawa Barat.
Frisian Flag Indonesia dan para peternak  memperingati World Milk Days 2016
di De’ Ranch, Lembang, Bandung, Jawa Barat, Kamis (26/5).
Acara yang bertajuk “Ngariung Bareng Keluarga Peternak” ini sekaligus bertujuan untuk mengedukasi masyarakat mengenai manfaat dan keutamaan susu, serta pentingnya mengkonsumsi susu secara rutin bagi kesehatan.
Seperti yang dikatakan oleh Presiden Direktur FFI, Maurits Klavert, susu merupakan salah satu asupan gizi yang sangat baik. “Susu merupakan salah satu gizi terbaik yang dihasilkan oleh alam dan memiliki kandungan vitamin, protein, lemak, kalsium, dan sumber gizi penting lainnya yang membantu kinerja kognitif dan mendorong pertumbuhan anak yang optimal. Berbagai keutamaan susu inilah yang ingin terus kami sampaikan kepada masyarakat Indonesia melalui beberapa kegiatan, termasuk dalam perayaan Hari Susu Sedunia kali ini,” ujar Maurits, Kamis (26/5).
Ia menambahkan, FFI memang sengaja mengajak para peternak binaannya untuk bersama merayakan hari penting ini. “Perayaan bersama ini menunjukkan kemitraan yang kita bangun bersama selama ini antara kami dengan para peternak, serta menunjukkan upaya untuk terus tumbuh menjadi kuat dan besar bersama. Tidak hanya untuk meningkatkan kesejahteraan peternak, namun juga berperan besar untuk pemenuhan kebutuhan gizi untuk keluarga Indonesia,” tambahnya.
Memang kemitraan antara FFI dan peternak sapi perah di pulau Jawa telah terjalin selama kurang lebih 20 tahun. Kemitraan tersebut diwujudkan dalam berbagai upaya, seperti pemberdayaan peternak untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas dalam menghasilkan produk susu berkualitas melalui Dairy Development Program (DDP) atau program pengembangan sapi perah yang berkelanjutan.
Sebab berdasarkan hasil studi SEANUTS (South East Asia Nutrition Survey) yang diinisiasi oleh FrieslandCampina di berbagai negara di Asia masih menghadapi permasalahan terkait kesehatan dan gizi. Sementara dari data Kementerian Pertanian RI pada 2015, tingkat konsumsi susu per kapita di Indonesia masih sangat rendah, yakni hanya sekitar 12,10 liter per tahun, jauh di bawah tingkat konsumsi susu di negara Asean lainnya, seperti Malaysia yang mencapai 50,9 liter dan Singapura 44,4 liter per tahunnya.
Disampaikan pula oleh Ketua Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) yang sekaligus Ketua Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU), Dedi Setiadi, yang sangat mengapresiasi acara tersebut. “Frisian Flag Indonesia telah sejak lama menjadi mitra kami para peternak di Lembang ini. Tidak hanya menyerap hasil susu dari ternak kami, mereka juga telah melakukan berbagai upaya pemberdayaan untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas kami sebagai peternak. Perayaan bersama ini memperlihatkan kemitraan yang kuat diantara kami,” kata Dedi.
Ia pun berharap, lewat perayaan ini pemahaman masyarakat mengenai manfaat susu akan semakin terbuka. “Kami sangat berterima kasih kepada FFI yang telah mengajak kami dan keluarga untuk bersenang-senang dalam kegiatan yang menghibur sekaligus mendidik ini. Sesuai dengan tujuan FFI, kami pun berharap perayaan bersama ini dapat kembali mengingatkan keluarga Indonesia akan manfaat minum susu secara rutin,” tukasnya.
Bersamaan dengan perayaan tersebut, tim manajemen FFI juga mengunjungi beberapa sekolah dasar untuk menyampaikan pesan secara langsung mengenai manfaat dan pentingnya mengonsumsi susu secara rutin, dan mengingatkan mereka bahwa menjadi peternak merupakan profesi yang mulia dan membanggakan karena berkontribusi pada peningkatan kesehatan dan kecerdasan bangsa,” (rbs)

Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Prof Muladno Luncurkan Buku Terbaru

Tepat di tahun ini, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan hewan (Dirjen PKH), Kementerian Pertanian, Prof. Muladno Basar, kembali merilis karyanya yakni buku berjudul ‘Realita di Luar Kandang Jilid II’.
Suasana saat penandatanganan buku ‘Realita di Luar Kandang II’
oleh para stakeholder di bidang peternakan dan kesehatan hewan.
Setelah mendulang kesukses dari buku pertamanya dengan judul serupa, Muladno mengatakan, motivasinya dalam menuangkan ide-ide dalam buku keduanya ini, ingin mengajak kembali seluruh masyarakat dalam membangun dan memperbaiki sektor peternakan dan kesehatan hewan di Indonesia yang berdaya saing di era global.
“Dari buku ini semoga wawasan para stakeholder dan generasi muda bisa terbuka, dan ada kebersamaan dalam membangun peternakan dan kesehatan hewan,” ujar Muladno dalam acara Launching dan Bedah Buku Realita di Luar Kandang II, di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu, (4/5).
Ia menambahkan, buku ini khusus ia dedikasikan untuk keluarga dan kerabat-kerabat dekatnya. “Kepada guru-guru saya di IPB dan UGM serta para aktivis SPR semoga mereka bisa terbuka wawasannya. Buku ini juga saya persembahkan khusus untuk keluarga dan Alm. Wahyudi Mukhtar yang meminta saya menulis pemikiran saya sejak 2003 silam. Tujuannya agar pemikiran saya banyak diketahui stakeholder,” tambahnya.
Dalam acara itu, turut disampaikan pula oleh Ketua Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT), Sudirman, yang menurutnya pandangan dari seorang Dirjen PKH yang berani mengkritisi program swasembada yang terus melorot.
“Secara garis besar, buku ini sangat menarik sekali. Sangat penting untuk generasi muda dan pelaku usaha. Negeri ini akan lebih baik jika pejabat-pejabatnya memiliki pemikiran yang komprehensif dan berani seperti ini, walau kadang selalu berbeda pemikiran dengan pemimpinya,” kata Sudirman.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN), Herry Dermawan. Ia menyebut, buku ini sangat menambah ilmu dan pembelajaran. “Buku ini banyak mengajarkan istilah yang kadang sepele namun sangat besar sekali artinya. Pemikiran-pemikiran dalam buku ini harus disebar-luaskan,” pungkasnya. (rbs)

Partisipasi Trouw Nutrition di APA 2016

Trouw Nutrition Asia Pasifik berpartisipasi dalam gelaran Asian Pacific Aquaculture (APA) 2016 yang dihelat pada 26-29 April di Surabaya. Dalam acara tersebut, merupakan kali pertama Trouw Nutrition memperkenalkan imbuhan pakan Selko Aqua kepada pelanggannya.
Foto bersama tim Trouw Nutrition Indonesia di pameran APA 2016.
Selama pameran berlangsung, Trouw Nutrition mempromosikan paket solusi lengkap Selko Aqua dengan beberapa layanan terkait. Para pelanggan diperkenalkan pada solusi yang berkaitan dengan optimalisasi nilai gizi, pengendalian jamur dan mikotoksin, serta osmoregulasi dan juga mineral organik.
Selain solusi imbuhan pakan Selko seperti Fylax®, Toxo®, Betain dan Optimin®, juga dihadirkan peralatan modern seperti Mycomaster, dan jasa pelayanan seperti NutritOpt dan MasterLab yang diharapkan dapat memberikan gambaran values proposition dari Trouw Nutrition.
Selain itu, Trouw Nutrition juga memberikan seminar bertajuk “Bagaimana Menerapkan Pengetahuan Mengenai Pakan Aqua untuk Kinerja dan Profitabilitas yang Lebih Baik” yang diadakan untuk 60 pelanggan aqua dari 5 negara Asia Pasifik, pada 26 April di Hotel Bumi Surabaya.
Seminar yang dibuka oleh General Manager dari Trouw Nutrition Indonesia, Nabil Chinniah, merupakan kerjasama dan upaya dari Skretting, Trouw Nutrition Asia Pasifik dan Selko dalam membuat acara yang valuable bagi pelanggan.
Melanjutkan acara seminar, Business Development Aquaculture Selko Feed Additives, Attila Honfi, mengatakan tentang bagaimana nutrisi untuk ikan dan udang dapat berkontribusi untuk misi perusahaan yakni Feeding The Future. “Sebagai fitur baru yang dipersiapkan kepada pelanggan, imbuhan pakan Selko dapat menambah nilai di seluruh rantai produksi ikan, dari pabrik pakan kepada peternak,” kata Attila.
Kemudian diungkapkan oleh Managing Director Skretting Aquaculture Research Center, Alex Obach, yang memfokuskan topik pada diet fungsional yang memiliki efek fisiologis dan biologis yang melampaui nutrisi murni. “Diet fungsional memberikan potensi yang luar biasa untuk meningkatkan produktivitas dalam budidaya, sebagai bagian dari pendekatan terpadu untuk meningkatkan kinerja dan kesehatan,” ungkap Alex diakhir presentasinya.
Disambung oleh Product Manager Kelautan Hatchery Feed Skretting, Eamonn O'Brien, yang memaparkan mengenai pengertian dan pentingnya nutrisi dini. Sebab, banyak spesies memiliki sistem pencernaan yang sangat halus dan konstan pakan ikan berkualitas tinggi, hal tersebut itu penting untuk mendukung benih.
Kemudian, ditambahkan dengan pembicara terakhir dari Technical Manager Trouw Nutrition Asia-Pacific, Kai Kühlmann, yang menyoroti tren akuakultur, beserta tantangan pasarnya dan solusi akuakultur dimana imbuhan pakan memainkan peran penting.
“Kami memiliki strategi yang efektif untuk mengendalikan jamur dan mikotoksin dengan memperkenalkan gabungan aplikasi monitoring dan produk. Misalnya, menggabungkan Selko Toxo dengan alat Mycomaster yang dapat mengendalikan efisiensi waktu dan penghematan biaya bagi pelanggan. Mengendalikan jamur dengan Selko Fylax di pabrik pakan tidak hanya meningkatkan efisiensi produksi, namun juga mengurangi kerugian energi. Ini hanya beberapa contoh bagaimana pakan aditif dapat menambah nilai dalam rantai produksi ikan,” tutup Kai Kühlmann. (inf/rbs)

Pemerintah dan GPMT Targetkan Swasembada Jagung 2017

Dalam rangka menyerap produksi jagung di tingkat petani, Kementerian Pertanian (Kementan) menggandeng Asosiasi Produsen Pakan Indonesia, yang sebelumnya dikenal dengan nama GPMT (Gabungan Perusahaan Makanan Ternak). 
Foto bersama Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman
dengan penurus GPMT yang baru terpilih.
Sekretaris Jenderal GPMT, Desianto Budi Utomo mengatakan berdasarkan hasil pertemuan antara pihak asosiasi dengan Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, impor jagung tahun depan ditargetkan ditekan hingga 0%. Hal ini dimaksudkan untuk mendukung tujuan pemerintah dalam mencapai swasembada jagung yang ditargetkan dapat terealisasi pada tahun 2017 mendatang.
Pertemuan berlangsung diruang kerja Menteri Pertanian setelah sebelumnya Menteri Pertanian menyelenggarakan pertemuan koordinasi dengan para assosiasi untuk membahas ketersediaan dan stabilisasi harga bahan pangan pokok menjelang puasa dan lebaran tahun 2016 di ruang pola Kementerian Pertanian pada Senin (23/5/16).
“Pertemuan sangat kondusif dan kami menjalin babak baru dengan pak Menteri, bahwa pada prinsipnya kami in line dengan  program-program kedepan pak menteri khususnya upaya pak menteri agar kami mendukung target pemerintah tahun depan  bisa benar-benar impor jagung 0 % dapat terwujud”, jelas Desianto.
Data GPMT mencatat importasi jagung pada tahun 2014 mencapai sebesar 3,1 juta ton, sedangkan tahun 2015 ini ditekan sebesar 50% sehingga mencapai sekitar 1,2 - 1,5 juta ton. “Tahun ini kan sudah 50 persen dari tahun lalu jadi sudah sangat kondusif dan kita ingin mengembangkan jagung lokal. Kita ingin membantu petani, petani untung, nanti petani bisa mempunyai daya beli dan juga akan mendukung peningkatan konsumsi protein hewani”, tambahnya.
Menteri Pertanian mengatakan stock secara kebutuhan nasional saat ini tersedia untuk 1 (satu) bulan kedepan hingga pertengahan juni. Kondisi jagung saat ini kondusif. Kementerian Pertanian akan terus mengembangkan produksi jagung lokal. Harga dipasaran cukup baik berkisar antara Rp. 3.200 – Rp 3.450.
“Untuk Pak Menteri, kami siap untuk lebih bergandengantangan dengan tujuan untuk mensukseskan swasembada jagung khususnya, kita konsen terhadap peningkatan produksi dan produktivitas jagung nasional,” tegas Sekjen GPMT.
Suasana audiensi pengurus GPMT dengan Mentan Andi Amran Sulaiman berlangsung dinamis.
Sebelumnya Menteri Pertanian mengucapkan selamat dan sukses kepada GPMT yang telah melaksanakan kongres ke 13 beberapa waktu lalu di Bogor (19-21/5/16). Pertemuan tersebut sekaligus ajang perkenalan pengurus baru GPMT dihadapan Menteri Pertanian. Menteri Pertanian berpesan agar GPMT harus mensinergikan program kerja mereka dan mendukung terwujudnya target pemerintah untuk tahun depan tidak ada impor lagi.
“Saya ucapkan selamat kepada Saudaraku yang terpilih menjadi pengurus. Saya harap pengurus kedepan dapat mensinergikan program dan targetnya agar tahun depan tercapai impor jagung 0%,” ujar Menteri Pertanian.
Amran juga menyampaikan bahwa pemerintah meminta agar para pelaku usaha (produsen pakan) untuk dapat menjadi pionir dalam menyukseskan swasembada jagung melalui peningkatan produksi dan produktivitas jagung nasional. (wan) 

Kementan dan FAO Ajak Masyarakat Untuk Waspada Flu Burung

Penyakit Avian Influenza (AI) pada unggas dan dikenal pada manusia dengan sebutan Flu Burung (Bird Flu) ini telah menjadi perhatian dunia, karena sejak mewabahnya salah satu subtype virus AI/H5N1 tahun 2003 telah meluas dengan cepat ke banyak negara di semua benua.
Direktur Kesehatan Hewan, drh. I Ketut Diarmita MP
didampingi James McGrane, Team Leader FAO ECTAD Indonesia
saat media briefing tentang perkembangan AI terkini di Kementan, Senin (16/5).
Di wilayah Asia Tenggara, Indonesia mengalami wabah AI pertama, pada pertengahan tahun 2003 dilaporkan serentak kejadiannya di beberapa kota di pulau jawa, namun karena perlu waktu cukup lama untuk mengkonfirmasi diagnosa penyakit baru tersebut melalui bantuan beberapa lab internasional, maka barulah di awal 2014 pemerintah menetapkan sebagai penyakit AI, subtype H5N1, kelompok gen (Clade 2.1.3.2), yang menurut analisis genetik serupa dengan virus yang di Guangdong China.
Melihat perkembangan di lapangan, dan mengingat Indonesia masih tercatat sebagai salah satu hotspot atau titik rawan untuk penyebaran virus Avian Influenza (AI), Kementerian Pertanian terus mengupayakan langkah-langkah strategis untuk mencegah penularan dan mengurangi resiko kematian akibat infeksi virus AI. Selain itu, pemerintah juga terus mengajak masyarakat untuk lebih cerdas terhadap ancaman virus AI.
Pemusnahan itik peking komersial yang terinfeksi AI
di Kab. Bekasi Januari 2016
Kasus AI kembali dilaporkan dari kematian unggas di Indonesia sejak Februari 2016. Dimulai dari kematian 224 ekor itik di Kabupaten Bekasi yang diikuti dengan kematian puluhan bahkan ribuan ekor ayam kampung, entog, itik pedaging, burung puyuh, ayam broiler dan ayam layer (peternak) di Cilandak, beberapa kabupaten di provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan seakan menjadi sebuah pengingat bahwa ancaman penyakit flu burung belum pergi meninggalkan kita.
Untuk itu, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan setiap awal tahun menerbitkan Surat Edaran peningkatan kewaspadaan dan pengendalian penyakit AI.  Surat Edaran terbaru tentang Peningkatan kewaspadaan dan pengendalian AI yang dijabarkan melalui 8 (delapan) tindakan kewaspadaan yang perlu dilakukan masyarakat.
"Delapan tindakan kewaspadaan tersebut adalah meningkatkan penyuluhan dan himbauan untuk segera melapor jika menemukan unggas mati, melakukan tindakan 3-Cepat (deteksi, lapor dan respon), menerapkan biosekuriti efektif (biosekuriti 3-zona), melaksanakan vaksinasi dengan pola vaksinasi 3-Tepat, menerapkan sanitasi di sepanjang rantai pemasaran unggas, membiasakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), meningkatkan surveilans dan investigasi, serta pengadaan DOC (day old chick/anak ayam yang berumur satu hari) dari peternakan yang telah mempunyai sertifikat kompartemen bebas AI," jelas Direktur Kesehatan Hewan, drh. I Ketut Diarmita, MP dalam acara briefing dengan media di Kantor Kementrian Pertanian, Senin (16/5).
Untuk mematikan sebaran virus AI, bangkai dibakar sebelum dikubur. 
Ketut Diarmita juga menyampaikan bahwa dengan bantuan kecepatan laporan via I-SIKHNAS dan SMS Gateway dan tindakan Tim Respon Cepat Terpadu (URC Kab/Kota, Prov, Pusat, BBV/BV, Dinas Kesehatan/ Puskesmas) Pengendalian AI pada unggas dapat dilakukan cukup efektif, berdampak positif terhadap meminimalisir risiko penyebaran virus AI pada unggas maupun Flu Burung pada manusia.

Kasusnya Selalu Meningkat Dimusim Hujan
Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang masih melaporkan kasus HPAI subtipe H5N1 pada unggas sejak tahun 2003, dimana kasus HPAI H5N1 pada manusia dilaporkan pertama kali pada tahun 2005.
Walaupun kasus H5N1 pada manusia di Indonesia telah menurun drastis sejak tahun 2010, menurut data WHO sampai dengan tahun 2015 tercatat sudah 199 kasus dengan 167 kematian, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah kasus H5N1 tertinggi pada manusia dengan Case Fatality Rate (CFR) 84%. Data Kementerian Pertanian sendiri mencatat penurunan kasus AI pada unggas setiap tahunnya, dan terdapat pola musiman peningkatan kasus setiap musim hujan.
Grafik 1. Kejadian AI pada Unggas Nasional per tahun 2007 hingga 30 April 2016
Hasil pemeriksaan di Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates, Yogyakarta, menunjukkan bahwa sebagian besar kasus kematian unggas sejak akhir 2015 sampai Maret 2016 disebabkan oleh infeksi virus Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) H5N1 Clade 2.3.2.1. dan ada kemungkinan bahwa peningkatan kasus flu burung akhir-akhir ini disebabkan unggas-unggas  tersebut tidak memiliki kekebalan yang optimum terhadap infeksi H5N1 Clade 2.3.2.1. Menurunnya daya tahan unggas ini disebabkan antara lain oleh perubahan cuaca yang sangat ekstrem–suhu panas lalu berganti hujan lebat. 
Selain itu, kewaspadaan masyarakat tentang ancaman AI juga menurun, sebagai akibat dari berkurangnya kasus AI pada manusia setiap tahun. Pada peternakan umbaran, kesadaran cara pemeliharaan dengan pengandangan masih belum optimal. Sementara itu, pada peternakan komersial, penerapan biosekuriti dan vaksinasi yang efektif masih terhitung lemah.
Untuk memantau jenis atau strain virus AI yang terdapat pada unggas di Indonesia, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan mengerahkan Tim Jejaring Pemantau Virus AI/Influenza Virus Monitoring (IVM) Network, yang merupakan jaringan laboratorium diagnostik veteriner di Indonesia.
Hasil pemantauan IVM Network akan digunakan antara lain sebagai rekomendasi penetapan kebijakan vaksinasi dan strategi vaksinasi pemerintah.  Vaksinasi yang digunakan harus diproduksi secara nasional, terdaftar pada Kementerian Pertanian dan mengandung bibit vaksin lokal sehingga terdapat daya perlindungan yang tinggi.
Perlu dicatat adalah IVM Network adalah satu-satunya jaringan pemantau virus AI skala nasional yang ada di dunia, dan telah menjadi model yang akan diadopsi oleh negara lain seperti Bangladesh dan China.
Langkah lainnya yang dilakukan adalah surveilans pasar unggas hidup (live bird market / LBM), yaitu kegiatan pengamatan virus AI di pasar unggas hidup di beberapa kota besar Indonesia (Jabodetabek, Surabaya dan Medan) yang dilakukan terus menerus sepanjang tahun guna memantau adanya virus AI di lingkungan pasar unggas yang terbawa dari peternakan unggas di luar kota. Sampel lingkungan diambil  dari pasar yang menjual unggas hidup dan atau memotong unggasnya di pasar tersebut. 
Grafik 2. Jenis & Jumlah Unggas mati akibat AI periode Januari - April 2016 (77.211 ekor)
“Surveillans LBM penting dilakukan untuk memantau dinamika virus AI dan sekaligus sebagai indikator keberhasilan program pemberantasan HPAI di peternakan unggas.  Hasil pengamatan LBM selama ini menunjukkan bahwa virus AI cukup tinggi ditemukan di pasar yang diambil sampelnya (sekitar 40%). Surveillans juga sangat penting  karena mampu mendeteksi adanya dugaan virus AI lain selain subtipe H5N1,” menurut James McGrane, Team Leader FAO ECTAD Indonesia.
Meningkatnya kasus penyakit AI dan zoonosis lainnya saat ini telah membuktikan bahwa sangat pentingnya peran, tugas fungsi pelayanan kesehatan hewan dari para petugas kesehatan hewan di semua tingkatan baik di lapangan, kabupaten/kota, provinsi hingga pusat. Dampak meningkatnya penyakit zoonosis telah menyebabkan kerugian ekonomis masyarakat/peternak serta keresahan masyarakat terhadap ancaman tertularnya pada manusia.
Oleh karena itu sudah seharusnya pelayanan kesehatan hewan menjadi urusan wajib pemerintah dan pemerintah daerah. Selain itu kepedulian dan kesadaran masyarakat terhadap pencegahan penyakit flu burung juga sangat tidak kalah penting. (wan) 

Potensi Peternakan di Tanah Papua

Pemerintah terus mendorong pengembangan potensi peternakan di Provinsi Papua Barat untuk terus ditingkatkan. Hal ini terlihat dari keseriusan lembaga legislatif dan eksekutif pada kunjungan kerja Komisi IV DPR RI yang membidangi  fungsi pertanian, pangan, maritim dan kehutanan (9-11/5/16) di Provinsi Papua Barat.
Dirjen PKH Muladno meninjau langsung potensi peternakan
sapi potong di Kabupaten Sorong.
Kunjungan kerja telah dilakukan di kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Sorong oleh anggota Komisi IV DPR bersama-sama dengan perwakilan dari Kementerian teknis terkait yakni Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Perum BULOG dan instansi terkait lainnya  
Pada akhir kunjungan kerja, anggota Komisi IV DPR bersama-sama dengan perwakilan dari Kementerian teknis/Lembaga terkait melakukan pertemuan dengan Gubernur Papua Barat beserta jajarannya pada tanggal 11 Mei 2016 di Kantor Gubernur Papua Barat.  Wakil Ketua Komisi IV, Ir. E Herman Khaeron, M.Si meminta Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) untuk memaparkan program pembangunan peternakan yang sesuai dengan kondisi alam di Provinsi Papua Barat.
Dirjen PKH, Dr. Ir. Muladno, MSA yang ikut mendampingi kunjungan kerja tersebut memaparkan  program dan pendekatan pembangunan sub sektor peternakan yang sesuai dengan potensi yang ada di Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Sorong.
Muladno berpendapat bahwa pengembangan sub sektor peternakan di kabupaten Raja Ampat diibaratkan masih dalam bentuk kertas putih yang masih perlu didesign pengembangannya. Pengembangan peternakan diharapkan dapat menopang industri pariwisata di wilayah Raja Ampat, sehingga pemerintah daerah harus mengetahui berapa kebutuhan konsumsi daging sapi dan ayam yang dibutuhkan oleh masyarakat dan wisatawan di wilayah ini.
Muladno menambahkan, “Komoditas peternakan yang sesuai untuk dikembangkan di Kabupaten ini adalah ternak lokal yakni sapi Bali dan ayam kampung. Namun demikian perlu diseleksi masyarakat yang mau berusaha untuk mengusahakan peternakan. Hal ini mengingat sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan, sehingga diharapkan tidak akan merusak kearifan lokal di wilayah ini.”
Selanjutnya Dirjen PKH menyampaikan mengenai program dan pendekatan pembangunan sub sektor peternakan yang sesuai dengan potensi yang ada di Kabupaten Sorong. Sub sektor peternakan, terutama untuk pengembangan sapi potong di Kabupaten Sorong lebih banyak dikembangkan dengan menggunakan pola pemeliharaan ekstensif yaitu dengan memanfaatkan padang pengembalaan atau sistem ranch.
Pola pendekatan sebaiknya dilakukan dengan berbasis kawasan melalui model Sentra Peternakan Rakyat (SPR). Dengan SPR dimana di dalamnya ada Sekolah Peternakan Rakyat diharapkan transfer ilmu dari perguruan tinggi dan stakeholder terkait lainnya dapat dilakukan dengan baik dan bersinergi.
“Melalui SPR, pemanfaatan padang pengembalaan diharapkan lebih maksimal. Dimana didalamnya dilakukan pendampingan oleh perguruan tinggi untuk penerapan teknologi dibidang peternakan seperti pengolahan pakan dan manajemen pemeliharaan yang baik,” ungkap Muladno.
“Diharapkan Bupati dapat segera menyusun MoU dengan Rektor universitas setempat supaya akademisi dapat turun untuk mengajari peternak dalam menangani kendala ketersediaan hijauan pakan, terutama pada musim kemarau,” jelasnya.
Wakil Bupati Kabupaten Sorong, Suka Hardjono, S.Sos., M.Si., menyampaikan bahwa sapi merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Sorong. Sapi Bali merupakan jenis sapi yang sesuai dengan kondisi alam di wilayah ini.
“Kabupaten Sorong telah menerima bantuan ternak sebanyak 1.100 ekor sapi pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono (SBY), yakni melalui kegiatan on top tahun 2013-2014. Diharapkan pula Kabupaten ini dapat menjadi lumbungnya ternak sapi dari Papua Barat, mengingat selama ini kebutuhan daging sapi di Provinsi ini sebagian besar dipenuhi dari Kabupaten Sorong. Ditambah Kabupaten sorong merupakan pintu gerbang Papua dan Papua Barat, sehingga diharapkan dapat mendukung ketahanan pangan di kedua provinsi tersebut,” ungkapnya.
Foto bersama Dirjen PKH Muladno bersama segenap
perwakilan Komisi IV DPR dan Pemprov Papua Barat.
Gubernur Papua Barat juga menyampaikan bahwa beliaulah yang pertama kali menginisiasi untuk pengembangan sapi potong di Papua Barat, mengingat potensi padang pengembalaan yang terbentang luas terdapat di beberapa distrik yaitu Bomberay Kabupaten Fak-Fak seluas 3.300 hektar, Kebar di Kabupaten Tambaruw dan Salawati di Kabupaten Sorong.
Selain itu, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Papua Barat drh. Hendrikus Fatem menyampaikan bahwa baru baru ini telah diresmikan pembangunan Balai Pembibitan dan Hijauan Makanan Ternak (BPHMT) beberapa waktu lalu (24/2) di Satuan Pemukiman V Distrik Salawati.
BPHMT ini sebagai model pengembangan sapi potong sekaligus pusat pelatihan bagi peternakan dan stakeholder lain di Provinsi Papua Barat. BPHMT tersebut dibangun ditanah seluas 10 hektar. Pengembangan padang pengembalaan dilakukan dengan pengolahan lahan dan penanaman rumput pakan ternak yaitu Bracaria humicoides yang didatangkan dari Darwin Australia dan Bracaria decumbens dari Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPTU HPT) Padang Mangatas yang merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) dibawah Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH).
Papua Barat memperoleh penilaian positif dari Ditjen PKH Kementerian Pertanian. Papua Barat ditetapkan sebagai provinsi yang memiliki padang pengembalaan atau ranch modern terbesar di Indonesia, sehingga Dirjen PKH berharap potensi yang dimiliki ini dapat dikembangkan sebagai wilayah sumber ternak, seperti Australianya Indonesia.
Oleh karena itu, perlu adanya kerjasama antara lembaga eksekutif dan legislatif yang harus bersinergi untuk memajukan masyarakat di Provinsi Papua Barat ini dengan tetap memanfaatkan Sumber Daya Alam dan Kearifan lokal wilayah tersebut. (wan, sumber : Humas Ditjen PKH)

Peran Kehumasan Dalam Pembangunan Peternakan dan Kesehatan Hewan

Era keterbukaan informasi publik telah mendorong transparansi di segala bidang dan menempatkan peran kehumasan dalam posisi yang strategis. Humas pemerintah dituntut untuk lebih kreatif dan aktif dalam melaksanakan perannya untuk mengamankan kebijakan pemerintah, memberikan pelayanan, menyebarluaskan pesan atau informasi serta mengedukasi masyarakat mengenai kebijakan, program dan kegiatan pemerintah kepada masyarakat.
: Foto bersama peserta Temu Koordinasi Kehumasan
dengan para pembicara seminar, Rabu (6/4). 
Untuk mengaplikasikan hal tersebut diatas, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) menyelenggarakan kegiatan Temu Koordinasi Kehumasan. Kegiatan yang dilaksanakan pada Rabu, 6 April 2016 di Palembang tersebut mengangkat tema Kebijakan Pembangunan Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2016 dalam Mendukung Kebijakan Pangan Asal Ternak. Pemilihan tema ini sangat terkait dengan upaya untuk mewujudkan kedaulatan pangan asal ternak di Indonesia.
Acara ini dihadiri para pejabat dan fungsional kehumasan dari berbagai Eselon I lingkup Kementerian Pertanian dan juga rekan-rekan wartawan dari berbagai media termasuk Majalah Infovet. Hadir pula Kepala Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Sembawa Nugroho Budi Suprijatno yang menyampaikan peran perbibitan dalam pembangunan sub sektor PKH.
Dalam sambutan tertulisnya Direktur Jenderal PKH yang disampaikan oleh Sekretaris Ditjen PKH, Dr. Ir. Riwantoro, MM menyampaikan beberapa jawaban atas isu-isu bidang peternakan yang saat ini sedang berkembang di masyarakat. Dalam pertemuan kehumasan ini diharapkan agar pelaksanaan kebijakan pembangunan peternakan dan kesehatan hewan, terutama dalam mendukung terwujudnya kedaulatan pangan asal ternak dapat dipahami dan dimengerti serta didukung oleh semua komponen pembangunan baik lingkup pemerintah, swasta dan masyarakat pada umumnya.
“Kita berharap dari pertemuan ini, pelaksanaan kebijakan pembangunan peternakan dan kesehatan hewan dapat dimengerti semua pihak,” ungkap Riwantoro.

Para peserta mengikuti jalannya seminar dengan antusias hingga malam.
Humas Harus Proaktif
Kegiatan ini menghadirkan beberapa pembicara yang berkompeten dalam kegiatan kehumasan dan komunikasi publik diantaranya yaitu Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Dr. Agung Hendriadi, M.Eng yang menyampaikan tentang Paradigma Baru Kehumasan di Kementan. Agung menyampaikan bahwa persoalan dalam komunikasi publik saat ini adalah masyarakat memiliki hak memperoleh informasi dan mengetahui apa yang dilakukan pemerintah. Sedangkan Pemerintah  punya banyak informasi, sekaligus butuh masukan, sehingga perlu strategi komunikasi  yang tepat.
Sementara itu faktanya, kata Agung, saat ini setiap Kementerian Lembaga, atau pemerintahan berjalan sendiri-sendiri saat berkomunikasi dengan publik. Selain itu belum ada sinergi, integrasi,  dan harmonisasi dalam berkomunikasi dengan publik. Sementara publik aktif melakukan fungsi kontrol secara masif dan acak terhadap Kementrian Lembaga. Masyarakat belum memperoleh pelayanan informasi yang akurat, tegas dan jelas, (narasi tunggal).
Senada dengan Agung, Direktur Pemberitaan Metro TV Suryopratomo yang menjadi pembicara tamu juga menyampaikan bahwa peran Humas harus lebih proaktif. “Dengan dunia yang semakin terbuka dan informasi yang berkembang cepat, Humas harus proaktif. Humas harus mengendalikan isu dan tidak membiarkan dikendalikan oleh media. Sikap proaktif ini bisa dibangun dengan mengharuskan daerah menginformasikan setiap peristiwa yang terjadi di pusat. Selain itu Humas di pusat harus cepat menyampaikan informasi ke publik dan siap menjawab pertanyaan dari publik,” kata pria yang akrab disapa Tomi ini.
Suryopratomo, dalam paparannya yang berjudul Kebijakan Publik di Era Keterbukaan menyampaikan bahwa berkomunikasi dengan media bisa dilakukan melalui tiga cara yaitu on the record, background, dan off the record. Berikan background atau briefing kepada media secara berkala, jangan hanya ketika ada persoalan. Informasi yang memadai memungkinkan wartawan untuk membuat berita yang benar dan akurat.
Selain itu Humas juga harus menjadi alat kelengkapan pimpinan. Agar efektif untuk menjelaskan kebijakan publik, Humas harus menjadi bagian alat pejabat publik. Segala macam kegiatan yang dilakukan pejabat publik harus diketahui dan dikomunikasikan kepada Humas. Public relations terbaik adalah pejabat tertinggi. Untuk hal-hal yang tidak bisa dilakukan pejabat publik, Humas menjadi kepanjangan lidah.
“Kehumasan harus meninggalkan cara kerja lamanya. Bukan berada dipaling bawah yang bahkan tidak mengerti apa-apa, tetapi humas harus berada di “lehernya” pimpinan pengambil kebijakan dan harus menjadi garda terdepan dalam menyuarakan pembangunan,” jelas Tomi tegas.
Pada kesempatan yang sama Dr Riwantoro juga berkesempatan menyampaikan hasil analisa Pemberitaan di Sub Sektor Peternakan dan Kesehatan Hewan pada Periode Februari – Maret 2016 mendominasi pada pemberitaan Media Cetak dan Media On Line dilingkup Kementerian Pertanian. Diantaranya isu unggas (fluktuasi harga DOC dan daging ayam) dan Sapi (ketersediaan pasokan dan harga daging sapi), termasuk pemanfaatan kapal ternak serta flu burung. (wan) 

BBPTU HPT Baturraden Kirim Perdana Bibit Kambing Perah Saanen

Kambing saanen adalah kambing yang berasal dari lembah Saanen, Swiss bagian barat. Merupakan salah satu jenis kambing terbesar di Swiss dan penghasil susu kambing yang terkenal.
Kambing ini sulit berkembang di wilayah tropis karena kepekaannya terhadap matahari. Oleh karena itu di Indonesia jenis kambing ini disilangkan lagi dengan jenis kambing lain yang lebih resisten terhadap cuaca tropis dan tetap diberi nama kambing saanen, antara lain dengan kambing peranakan etawa.
Penyerahan bibit kambing perah saanen dari BBPTU HPT Baturraden
kepada anggota Asosiasi Peternak Kambing Perah Indonesia (ASPEKPIN).
Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU HPT) Baturraden melakukan pengiriman perdana bibit kambing perah saanen pada Sabtu (30/4) di farm kambing Limpakuwus Baturraden. Bibit kambing perah tersebut di serahkan kepada anggota  Asosiasi Peternak Kambing Perah Indonesia (ASPEKPIN).
BBPTU HPT Baturraden merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) yang mendapatkan Tugas dan Fungsi perbibitan ternak perah. Sesuai dengan Permentan Nomor 55 Tahun 2013 BBPTU HPT Baturraden memiliki fungsi pelaksana penyebaran, distribusi, pemasaran dan informasi hasil produksi bibit ternak unggul sapi dan kambing perah bersertifikat serta hasil ikutannya dan hijauan pakan ternak.
Kambing perah saanen mampu menghasilkan 3 liter susu per hari. 
Kambing saanen adalah jenis kambing perah yang tubuhnya termasuk besar. Dimana jenis jantan nya bisa mempunyai berat kira-kira 90 kg dan betina 60kg. Kambing saanen betina memproduksi susu sampai dengan 3.8 liter per hari. Kandungan lemak susunya bisa mencapai 2.5% – 3%. Sama dengan kambing Alpines, kambing saanen ini dipelihara sebagai kambing perah yang popular di Eropa. Per tahun nya kambing saanen betina dapat menghasilkan anak 1 – 2 ekor.
Selain pengiriman perdana, dilakukan pula penandatanganan kesepatakan kerjasama antara BBPT-UHPT Baturraden dan ASPEKPIN mengenai pengembangan pembibitan kambing perah di Indonesia.
Kepala BBPTU HPT Baturraden, Sugiono berharap dengan terjalinnya kerjasama ini menjadi suatu langkah awal yang baik untuk penyebaran kambing perah saanen keseluruh wilayah Indonesia. Kerjasama ini juga mendukung peningkatan mutu bibit kambing perah khususnya saanen sehingga mengurangi terjadinya inbreeding (perkawinan sedarah).
"Ini merupakan langkah awal yang baik bagi penyeberaran kambing perah saanen ke seluruh wilayah di Indonesia," ungkap Sugiono.(wan/Humas Ditjen PKH)

PAHAMI PERBEDAAN PROBIOTIK, PREBIOTIK DAN SINBIOTIK

Seringkali kita menemukan dalam keterangan suatu produk terdapat kandungan probiotik, prebiotik maupun sinbiotik. Ketiganya telah banyak dilakukan penelitian dan diketahui memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Tidak hanya bagi kesehatan manusia namun juga banyak memberi manfaat bagi kesehatan hewan ternak.
Penampang salah satu bakteri probiotik. 
Penggunaan bakteri hidup untuk memperbaiki kesehatan manusia sudah lama diketahui misalnya dengan makan yoghurt yang berisi bakteri asam laktat. Hal ini berkembang lebih lanjut dengan memanfaatkan bakteri asam laktat tertentu yang dipakai sebagai minuman kesehatan seperti yoghurt yang berisi Lactobaccillius casei strain Shirota. Sebenarnya apa itu probiotik, prebiotik dan sinbiotik, serta apa manfaatnya untuk kesehatan terutama saluran pencernaan?

Probiotik
Sebagaimana disarikan dari Buku Kompendium dan Pelengkap Imbuhan Pakan yang disusun oleh Prof Dr Ir Budi Tangendjaja MS dkk dan diterbitkan GITAPustaka (Infovet Group) pengertian probiotik merupakan mikroba/bakteri hidup yang dipakai sebagai bahan untuk memperbaiki kesehatan terutama sistem pencernaan. Tubuh ternak sebenarnya penuh dengan bakteri, baik itu bakteri baik (non patogen) maupun bakteri jahat (patogen).
Ketakutan pemakaian antibiotic growth promoter (AGP) dinegara-negara Eropa mengakibatkan peternak mencari alternatif pengganti AGP. Salah satu pengganti yang banyak diteliti adalah penggunaan probiotik. Perlu ditegaskan bahwa tidak semua produk mikroba dinamakan probiotik. Menurut Fuller (1992) probiotik merupakan mikroba hidup yang diberikan langsung kepada ternak dengan tujuan meningkatkan keseimbangan mikroba dalam pencernaan dan mengurangi mirkoba yang tidak dikehendaki seperti Eschericia coli, Salmonella, Clostridium dsb.
Mikroba hidup tersebut diisolasi dari alam dan diperbanyak dengan teknologi fermentasi. Jenis-jenis mikroba yang dipakai adalah dari jenis Lactobacillus, Streptococcus, Saccharomyces dsb. Pemberian probiotik bisa dalam bentuk tepung atau cair dengan konsentrasi mikroba hidup diketahui. Dengan pemakaian probiotik, diharapkan ternak lebih sehat dan pertumbuhannya lebih baik. Akan tetapi hasil-hasil penelitian menunjukan bahwa untuk keadaan yang terkontrol pemberian probiotik tidak memberikan hasil yang konsisten. Untuk keadaan stress pemberian probiotik terhadap babi dilaporkan dapat memberi manfaat.
Akhir-akhir ini beredar banyak imbuhan pakan yang dinyatakan oleh pembuatnya sebagai probiotik. Oleh penjualnya, bahan tersebut dinyatakan dapat memperbaiki penampilan produksi secara dramatis, bahkan mereka merekomendasi untuk dipakai pada berbagai jenis ternak baik ruminan maupun bukan ruminan.
Berdasarkan definisi, probiotik seharusnya merupakan mikroba hidup yang diketahui jenis dan jumlahnya. Oleh karena itu beberapa pertanyaan dibawah ini harus bisa dijawab jika suatu bahan dinyatakan probiotik:
Jenis mikroba apa yang ada dalam bahan?
Berapa jumlahnya dan apakah masih hidup?
Apakah setiap “batch” pembuatan menghasilkan jumlah yang sama?
Apakah mikroba yang ada bisa hidup dalam saluran pencernaan?
Apakah ada penjelasan untuk menerangkan mekanisme kerja bahan sehingga memberi hasil positif?
Apakah bahan tersebut tidak membawa bibit penyakit lain?

Konsep kerja probiotik dalam merangsang
sintesis antibodi pada sistem kekebalan.
Probiotik untuk ternak monogastrik mempunyai cara kerja yang berbeda dengan ruminan. Pada ternak unggas atau babi, probiotik bisa bersifat “competitive exclusion” dimana bakteri-bakteri yang tidak dikehendaki didalam usus akan didesak keluar dan diganti dengan mikroba yang berasal dari probiotik. Untuk membuktikannya harus dilakukan pengujian mikrobiologis terhadap populasi mikroba dalam usus dan juga mikroba dari probiotik betul dapat “menempel” di dinding usus dan mendesak mikroba patogen.
Pada ruminan, probiotik yang masuk ke dalam rumen harus bisa berkembang. Mikroba probiotik biasanya menekan produksi asam laktat dan membantu bakteri pemecah selulosa menjadi lebih baik lagi. Hal ini dibuktikan dengan parameter cairan rumen seperti asam lemak terbang (VFA), ammonia dan kemampuan mencerna serat yang lebih tinggi.
Sampai saat ini ada 2 kelompok probiotik yang dijual di pasaran yaitu dari Saccharomyces cerevisiae dan Yeast lainnya. Beberapa produk tidak dinyatakan sebagai probiotik karena mikrobanya telah mati seperti halnya Yeast Culture dari Diamond V atau biakan Asperigillus oryzae yang dikenal dengan nama dagang Bospro dari Milk Specialities Co. Pada ternak ruminan yang masih kecil (Calf) maka mekanisme probiotik dan jenisnya mirip dengan probiotik untuk monogastrik.
Probiotik yang efektif harus memenuhi beberapa kriteria :
1) memberikan efek yang menguntungkan pada host,
2) tidak patogenik dan tidak toksik,
3) mengandung sejumlah besar sel hidup,
4) mampu bertahan dan melakukan kegiatan metabolisme dalam usus,
5) tetap hidup selama dalam penyimpanan dan waktu digunakan,
6) mempunyai sifat sensori yang baik,
7) diisolasi dari host.

Prebiotik
Disamping probiotik, dikenal pula istilah prebiotik yang merupakan bahan  yang ketika dimasukkan kedalam ternak akan memberi “makan” terhadap mikroba-mikroba yang menguntungkan dan menekan mikroba yang merugikan dalam pencernaan. Beberapa jenis hasil fermentasi seperti “yeast culture” (yeast-nya sudah mati) atau hasil fermentasi Aspergillus sp dilaporkan dapat dipakai sebagai imbuhan pakan. Jadi prebiotik tidak harus merupakan mikroba hidup seperti halnya probiotik, permasalahannya adalah mekanisme prebiotik dalam pencernaan sulit untuk  dibuktikan dan dijelaskan.
Jikalau prebiotik itu memberi makanan terhadap mikroba dalam pencernaan bagaimana membedakannya dengan zat gizi lainnya didalam pakan. Kalau prebiotik menumbuhkan mikroba yang berguna, bagaimana mengklasifikasikan mikroba yang berguna atau tidak, apakah dasar kegunaan itu yang berkaitan dengan penyakit seperti E. coli, Salmonella atau Staphylococcus. Sampai saat ini belum ada definisi yang jelas. Kalau definisinya saja belum jelas maka bagaimana mengujinya.
Secara umum, prebiotik adalah nondigestible food ingredient yang mempunyai pengaruh baik terhadap host dengan memicu aktivitas, pertumbuhan yang selektif, atau keduanya terhadap satu jenis atau lebih bakteri penghuni kolon. Prebiotik pada umumnya adalah karbohidrat yang tidak dicerna dan tidak diserap, biasanya dalam bentuk oligosakarida dan serat pangan.
Bahan pakan yang diklasifikasikan sebagai prebiotik harus:
1) tidak dihidrolisa dan tidak diserap dibagian atas traktus gastrointestinal sehingga dapat mencapai kolon tanpa mengalami perubahan struktur dan tidak diekskresikan dalam feses
2) substrat yang selektif untuk satu atau sejumlah mikroflora yang menguntungkan dalam kolon, jadi memicu pertumbuhan bakteria
3) mampu merubah mikroflora kolon menjadi komposisi yang menguntungkan kesehatan

Sinbiotik 
Sinbiotik (Eubiotik) adalah kombinasi probiotik dan prebiotik. Penambahan mikroorganisme hidup (probiotik) dan substrat (prebiotik) untuk pertumbuhan bakteri misalnya fructooligosaccharide (FOS) dengan bifidobacterium atau lactitol dengan lactobacillus. Keuntungan dari kombinasi ini adalah meningkatkan daya tahan hidup bakteri probiotik oleh karena substrat yang spesifik telah tersedia untuk fermentasi sehingga tubuh mendapat manfaat yang lebih sempurna dari kombinasi ini.
Dengan mengetahui perbedaan ketiga bahan ini diharapkan peternak dapat memperoleh pengetahuan yang lebih tepat saat memilih imbuhan pakan yang benar sesuai dengan kebutuhan dan tujuannya dalam campuran bahan pakan. (wan)

Masyarakat Dihimbau Waspada Terhadap Rabies

Menanggapi kasus kematian manusia akibat gigitan anjing di Sukabumi, Kementerian Pertanian melalui Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) memberikan himbauan kepada masyarakat agar lebih waspada terhadap penyakit rabies yang disebabkan gigitan anjing penular rabies.
“Setiap ada kasus gigitan hewan menular rabies harus ditangani dengan cepat dan sesegera mungkin” ungkap Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Dr. Ir. Muladno, MSA.
Ditjen PKH telah melacak dan melakukan penanganan terhadap kasus rabies yang muncul di Sukabumi. Berdasarkan laporan dari Dinas Peternakan Kabupaten Sukabumi, kasus gigitan tersebut baru dilaporkan pada tanggal 21 April 2016. Dari hasil pelacakan, korban telah digigit pada bulan Januari yang lalu.
Total ada 14 orang yang tergigit dan 12 orang telah mendapatkan Vaksin Anti Rabies (VAR) secara lengkap, sedangkan 2 orang lainnya tidak kembali setelah mendapatkan VAR yang pertama. Anjing penular rabies ini menurut konfirmasi sumber di lapangan telah dibunuh oleh warga setelah menggigit korban terakhir, tetapi sampel hewan tersebut tidak dilaporkan.

Penanganan Yang Tepat Dapat Menyelamatkan Jiwa
Direktur Kesehatan Hewan, Drh. Ketut Diarmita menyampaikan bahwa tindakan paling efektif yang harus dilakukan untuk mengurangi/mematikan virus rabies yang masuk pada luka gigitan adalah dengan mencuci luka gigitan dengan air (sebaiknya air mengalir) dan sabun atau detergent selama 10-15 menit, kemudian diberi antiseptik .
“Apabila seseorang digigit oleh anjing yang terinfeksi rabies, langkah pertama yang dilakukan adalah cuci luka dengan sabun pada air yang mengalir dan secepatnya dibawa ke puskesmas untuk mendapatkan suntikan vaksin anti rabies (VAR),” ungkap Diarmita.
“VAR akan diulang pada hari ke 7 dan hari ke-21, sehingga korban dinyatakan sembuh. Apabila gigitan dekat dengan kepala atau jumlahnya banyak, maka si korban harus mendapatkan SAR (Serum Anti Rabies) karena termasuk gigitan resiko tinggi,” jelas Ketut Diarmita.
Ketut Diarmita juga menyampaikan bahwa pada tanggal 29 April 2016, telah dilaksanakan FGD Deteksi Dini Respon Cepat dan Pelaporan Kasus Penggigitan Rabies di Kabupaten Sukabumi dengan mengundang pejabat dari Dinas Peternakan Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi dan Kabupaten Cianjur, Dinas Kesehatan dari Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi dan Kabupaten Cianjur, serta para petugas keswan.
FGD ini dilakukan untuk berkoordinasi terkait kasus yang terjadi serta untuk memastikan dilakukannya tata laksana gigitan hewan penular rabies terpadu. Selanjutnya pada akhir Mei akan dilaksanakan vaksinasi massal untuk meminimalisir penyebaran rabies akibat kasus tersebut. Penyuluhan terkait rabies juga akan dilaksanakan dengan lebih intensif di daerah-daerah yang berpotensi adanya penyebaran rabies. (wan/Humas Ditjen PKH) 

Begini Hasil Sidang Lanjutan Uji Materi UU No. 41 Tahun 2014 di MK

Di hadapan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang dipimpin Wakil Ketua MK Anwar Usman, Sekretaris Jenderal PPSKI (Perhimpunan Peternak Sapi Dan Kerbau Indonesia) yang juga Dosen Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Bandung, Rochadi Tawaf, menyampaikan bahaya dari masuknya ternak hidup dari negara yang statusnya belum bebas penyakit hewan menular utama, yaitu potensi tertular penyakit mulut dan kuku (PMK). Epidemi PMK akan mengakibatkan terjadi kerugian sosial ekonomi yang sangat besar.
Rochadi Tawaf (tengah) diapit para mantan Dirjen Peternakan yaitu
Sofjan Sudardjat dan Soehadji saat sidang lanjutan di MK.  
Berdasarkan sensus pertanian oleh Biro Pusat Statistik (BPS) 2013, sebanyak 98% ternak sapi dikuasai oleh usaha peternakan rakyat. Usaha tersebut berada di pedesaan sebagai usaha ternak yang bersifat tradisional, terkendala teknologi, skala kecil, dan cenderung digunakan sebagai keperluan adat budaya dan keagamaan. Penyerapan tenaga kerja di sektor ini, juga cukup besar. Tahun 2015 sebanyak 4,2 juta orang terserap atau sekitar 11% dari total tenaga kerja sektor pertanian. Dengan tingkat pendidikan sangat rendah yaitu 37,4 %  berpendidikan SD.
Berdasarkan hal tersebut, kondisi peternakan rakyat Indonesia sangat rentan terhadap berbagai intervensi, khususnya penyakit. Oleh sebab itu, peternakan Indonesia perlu diproteksi. Hal demikian sejalan dengan konsideran Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan butir b, yaitu “bahwa dalam penyelenggaraan peternakan dan kesehatan hewan, upaya pengamanan maksimal terhadap pemasukan dan pengeluaran ternak hewan, dan produk hewan, pencegahan penyakit hewan …”. Konsideran ini mengisyaratkan bahwa tiada pilihan lain bagi Pemerintah, selain harus bertindak melakukan pengamanan maksimal atau maximum security terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan peternakan.
Sementara itu, Tri Satya Putri Naipospos, pakar dari Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies, selaku ahli yang dihadirkan Pemerintah mengungkapkan kemampuan produksi daging dalam negeri masih sekitar 439.053 ton dibandingkan dengan kebutuhan nasional sebanyak 674.059 ton.
Artinya, ada kekurangan pasokan. Sedangkan tingkat konsumsi daging sapi kita sekarang berkisar 2,61 kg per kapita, dengan demikian Indonesia adalah yang terendah di Asia Tenggara. Oleh karena itu, Pemerintah tengah mencari alternatif sumber penyediaan pasokan ternak dan produk hewan dari negara-negara yang biasa memasok atau biasa berdagang dengan Indonesia. Peluang itu harus diambil guna mencegah penularan dari negara lain yang mungkin saja belum bebas PMK.
Saat ini ada banyak negara yang sekarang belum bebas tetapi ada kemajuan dalam hal menciptakan zona-zona bebas. Pertanyaannya adalah sekarang, apakah zona bebas penyakit yang diinginkan pemerintah itu bisa kita katakan aman atau tidak? Apakah mendukung dalil Pemohon bahwa dengan memasok produk dari zona bebas dalam negara tertular akan memudahkan masuknya virus PMK ke Indonesia ?
Pemerintah juga menghadirkan Ishana Mahisa selaku Ketua Umum Asosiasi Industri Pengolahan Daging Indonesia. Sebagai saksi, ia menjelaskan pemasukan bahan baku daging keperluan industri hanya didapatkan dari negara bebas PMK. Pada saat ini, industri pengolahan daging dalam kondisi kebimbangan setelah pihaknya mendapatkan data dari BPS yang menunjukkan peningkatan impor daging olahan melonjak tajam sejak 2012 sampai dengan 2015.
Dalam lima tahun terakhir terjadi kenaikan harga daging sapi beku impor untuk keperluan industri. Akibatnya, perusahaan yang kebanyakan berbasis daging sapi mulai bergeser ke produk yang berbasis ayam. Dan para pebisnis berbasis ayam itu memiliki pabrik lebih dari satu, karena ketersediaan bahan baku ayam lebih banyak ketimbang daging sapi atau daging merah
Sebelumnya, sejumlah dokter hewan, peternak, dan pedagang hasil ternak, yaitu Teguh Boediyana (Ketua PPSKI), Mangku Sitepu, Gun Gun Muhamad Lutfi Nugraha, Rachmat Pambudy, Mutowif, dan Dedi Setiadi merasa dirugikan dan/atau potensial dirugikan hak-hak konstitusionalnya akibat pemberlakuan zona base di Indonesia berdasarkan ketentuan dalam Pasal 36C ayat (1), Pasal 36C ayat (3), Pasal 36D ayat (1), dan Pasal 36E ayat (1) UU Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Kerugian tersebut lantaran adanya prinsip minimum security dengan pemberlakuan zona. Hal tersebut dinilai Pemohon mengancam kesehatan ternak dan menjadikan sangat bebasnya importasi daging segar yang akan mendesak usaha peternakan sapi lokal, serta tidak tersedianya daging dan susu segar sehat yang selama ini telah dinikmati. UU Peternakan dan Kesehatan Hewan dinilai semakin memperluas kebijakan importasi ternak di tengah ketergantungan yang tinggi pada impor ternak dan produk ternak. (wan)


Sumber : mahkamahkonstitusi.go.id

Manajemen Reproduksi Kunci Dongkrak Produktivitas Sapi

Dalam rangka peningkatan produktifitas ternak sapi di tahun 2016, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) bertanggung jawab untuk melaksanakan program optimalisasi dan penanganan gangguan reproduksi. Hal itu terangkum dalam pelaksanaan Workshop Manajemen Reproduksi yang diselenggarakan di Bandung 25-26 April 2016.
Foto bersama peserta Workshop Manajemen Reproduksi
di Balai Inseminasi Buatan Lembang, Senin 25 April 2016.    
Direktur Jenderal PKH, Dr. Ir. Muladno, MSA dalam sambutannya pada acara Workshop ini berharap agar dapat diperoleh persamaan persepsi dan pemahaman terhadap kegiatan oleh tim-tim pelaksana kegiatan baik Unit Pelaksana Teknis (UPT) lingkup Ditjen PKH, Dinas Provinsi dan Kabupaten. 
"Diharapkan peserta setelah mengikuti kegiatan workshop manajemen reproduksi ini mempunyai bekal untuk menyusun rancangan pelaksanaan kegiatan di lapangan sebagai tindaklanjutnya, serta mempunyai bahan untuk pembinaan ke peternak kedepannya," ungkap Dirjen PKH.
Para pakar dari Universitas Padjajaran dan Institut Pertanian Bogor sengaja dihadirkan pada acara wokshop ini untuk menyampaikan materi mengenai manajemen pemeliharaan ternak ruminansia besar dan manajemen kesehatan hewan. Hadir pada acara dimaksud perwakilan dari Dinas yang membidangi fungsi peternakan, kelompok ternak binaan, koperasi peternakan dan Sentra Peternakan Rakyat (SPR) di wilayah kerja Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang.
Dirjen PKH menjelaskan bahwa percepatan peningkatan populasi melalui gertak birahi dan optimalisasi Inseminasi Buatan (IB) serta penanganan gangguan reproduksi (Gangrep) pada ternak sapi dan kerbau tahun 2015 telah dilaksanakan di 30 provinsi yang pelaksanaannya didelegasikan kepada 10 Unit Pelaksana Teknis (UPT) lingkup Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan yang menangani benih, bibit dan pakan ternak serta 8 UPT Balai Besar Veteriner/Balai Veteriner untuk koordinator penanganan gangguan reproduksi.
"Berdasarkan hasil evaluasi kegiatan Gertak Birahi Inseminasi Buatan (GBIB) dan Gangrep akhir tahun 2015, pencapaian yang diperoleh dari kegiatan sinkronisasi pada ternak sapi dan kerbau sebanyak 422.860 ekor atau 68,43% dari target yang ditetapkan sejumlah 691.000 ekor" ungkap Dirjen PKH.
"Sedangkan IB reguler dari target 2.485.812 ekor terealisasi 1.771.510 ekor (71,26%) yang di IB", tambahnya. Beliau juga menjelaskan bahwa kegiatan penanganan Gangrep realisasinya sebanyak 250.000 ekor atau 83,54% dari target yang ditetapkan sebanyak 300.000 ekor. Dari jumlah ternak yang sembuh, diperoleh jumlah ternak yang di IB atau kawin alam sebanyak 107.180 ekor (62,76%).
Workshop diikuti oleh perwakilan Unit Pelaksana Teknis (UPT)
lingkup Ditjen PKH, Dinas Provinsi dan Kabupaten.
Muladno menambahkan, kegiatan GBIB dan Gangrep tahu 2015 sangat dirasakan manfaatnya oleh berbagai pihak, serta memberikan dampak yang luar biasa bagi kegiatan reproduksi ternak sapi dan kerbau. "Oleh karena itu, pada tahun 2016 kegiatan GBIB dan gangrep dilanjutkan dengan kegiatan optimalisasi reproduksi dan penanganan gangguan reproduksi yang pada prinsipnya merupakan kegiatan pengawalan pencapaian output dan outcome GBIB dan Gangrep 2015," ungkapnya.
Kepala BIB Lembang Oloan Parlindungan menyampaikan bahwa tahun 2016 merupakan tahun keempat BIB Lembang melaksanakan kegiatan singkronisasi birahi. "Pada tahun 2013 BIB Lembang telah melaksanakan singkronisasi terhadap 6.122 ekor dengan tingkat kebuntingan sebesar 49,70%, tahun 2014 realisasi sebanyak 4.041 ekor dengan tingkat kebuntingan sebesar 60,23% dan tahun 2015 realisasi sebanyak 7.507 ekor dengan tingkat kebuntingan sebesar 68,95%" ungkapnya.  "Angka tersebut menunjukkan adanya persentasi peningkatan angka kebuntingan dari kegiatan singkronisasi birahi yang dilakukan dari tahun ke tahunnya," ungkap Oloan.
Oloan Parlindungan juga menyampaikan bahwa harapan akan kemandirian pangan dapat segera terwujud dengan semakin banyak sapi yang diinseminasi dan menjadi bunting. “Kemandirian pangan yang kita inginkan selama ini, diharapkan dapat segera terwujud dengan banyaknya sapi yang diinseminasi dan bunting,” tutupnya.


(Sumber : Humas Ditjen PKH, Kementan - Ismatullah Salim, S.Pt., Asih Sasomo, S.AP., Yuliana Susanti, S.Pt., M.Si)

Kementerian Pertanian Jamin Ketersediaan Daging Sapi

Masyarakat tidak perlu khawatir terhadap ketersediaan (pasokan) dan stabilitas harga daging sapi, terutama menjelang momen-momen besar seperti bulan ramadhan dan lebaran yang sebentar lagi akan tiba. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian menjamin bahwa ketersediaan daging sapi yang berkualitas akan cukup dan terjangkau bagi masyarakat. Selain tetap konsisten memprioritaskan keberadaan ternak lokal untuk pemenuhan daging sapi dalam negeri, Pemerintah akan memperluas akses dari negara maupun zona tertentu yang memenuhi syarat kesehatan hewan “yang ditetapkan Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE)” untuk menambah alternatif sumber penyediaan hewan dan produk hewan.
Dirjen PKH Muladno saat meninjau langsung
ketersediaan sapi potong di sentra produksi sapi nasional.
“Kebijakan ini merupakan implementasi dari paket kebijakan ekonomi jilid IX untuk stabilisasi harga daging sapi,” ungkap Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Dr. Ir. Muladno, MSA. Sebagaimana diketahui bahwa memasuki kuartal pertama tahun 2016, sub sektor peternakan mengalami turbulensi yang cukup menekan, kenaikan harga daging sapi di beberapa wilayah menjadi permasalahan di masyarakat.
Mengenai stabilisasi harga daging, diasumsikan bahwa untuk pemenuhan kebutuhan daging sapi dalam negeri masih kekurangan pasokan, dan untuk menutup kekurangannya masih harus dipasok dari impor. Selama ini negara asal impor daging sapi ke Indonesia adalah Australia, USA, New Zealand, Canada dan Jepang.
Salah satu implikasi yang dilakukan pemerintah untuk mewujudkan ketersediaan dan stabilitas harga daging sapi yaitu pemerintah akan memperluas negara asal pemasok dengan prinsip yang awalnya country based menjadi zona based sesuai yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, dimana pada pasal 36 E berbunyi:
1.       Dalam hal tertentu, dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional dapat dilakukan pemasukan ternak dan/atau produk hewan dari suatu negara atau zona dalam suatu negara yang telah memenuhi persyaratan dan tata cara pemasukan ternak dan/atau produk hewan.
2.       Ketentuan lebih lanjut mengenai dalam hal tertentu dan tata cara pemasukannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah

Kebijakan tersebut juga merupakan salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap negara asal pemasok daging sapi yang masih terbatas sebagaimana tersebut di atas. Regulasi yang ada di Indonesia sebelumnya hanya memperbolehkan impor sapi dari suatu negara yang bebas penyakit hewan menular strategis seperti Penyakit Mulut dan Kuku. Melalui penerbitan beleid tersebut, maka izin impor sapi akan dilihat per zona/wilayah. Dengan adanya kebijakan ini diharapkan harga daging di tingkat konsumen akan stabil, sehingga masyarakat akan memperoleh harga daging yang terjangkau.
Beberapa alternatif negara pemasok daging ke Indonesia yaitu Brazil, India dan Meksiko karena memiliki populasi ternak terbesar di Dunia. Sebagai tindaklanjutnya, maka pada tanggal 10 Maret 2016 pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pemasukan Ternak dan/atau Produk Hewan dalam Hal Tertentu yang Berasal dari Negara atau Zona dalam Suatu Negara Asal Pemasukan yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Kebijakan pemerintah ini ditujukan untuk mewujudkan ketersediaan dan stabilitas harga yaitu dengan menetapkan negara atau zona dalam suatu negara, unit usaha atau farm untuk pemasukan ternak dan/atau produk hewan berdasarkan analisis resiko dan sejalan dengan perdagangan hewan dan produk hewan sebagaimana yang diatur oleh Badan Kesehatan Hewan dunia (OIE).
Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Drh. Sri Mukartini, MApp.Sc menyampaikan bahwa untuk mengevaluasi dan verifikasi sistem kesehatan hewan, sistem surveillans dan zoning, serta Rumah Potong Hewan (RPH) di negara asal pemasok, maka Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan akan membentuk  suatu Tim Audit untuk melakukan on site review ke negara tersebut. “Pembentukan Tim Audit Negara Dan Unit Usaha Pemasukan Daging Ruminansia Besar Dari Negara Asal Pemasok Ke Dalam Wilayah NKRI ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian,” ungkapnya.
“Selanjutnya berdasarkan analisa resiko impor kualitatif yang dilakukan oleh Tim Audit yang beranggotakan Komisi Ahli Kesehatan Hewan, Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Karantina Hewan akan disimpulkan estimasi resiko (Risk Estimation) masuknya daging dari negara asal pemasok ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia” tambah Sri Mukartini.
Sebagai tindak lanjut dari PP tersebut, Kementerian Pertanian saat ini sedang menyusun Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) untuk operasional PP tersebut. Pemerintah akan terus berupaya mencari jalan untuk memenuhi kebutuhan daging di Indonesia dengan tidak mengabaikan aspek-aspek keamanan pangannya. Food security tetap menjadi prioritas dalam setiap kebijakan yang diambil oleh Pemerintah disamping juga memperhatikan dampak sosial ekonomi yang mungkin akan terjadi.
Oleh karena itu, seperti diungkapkan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan bahwa Pemerintah akan melakukan importasi dari  negara berdasarkan zona untuk memenuhi kekurangan pasokan dari dalam negeri dan Pemerintah akan tetap konsisten memprioritaskan keberadaan ternak lokal untuk pemenuhan daging sapi dalam negeri, sehingga hasil peternakan rakyat dapat terserap oleh pasar. Hal ini mengingat produksi daging sapi dalam negeri saat ini ditunjang oleh dukungan usaha peternakan domestik yang sebagian besar adalah usaha peternakan rakyat.
Sementara itu, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Ir. Fini Murfiani, MSi menyatakan bahwa daging sapi lokal mempunyai beberapa kelebihan yaitu: (1) strukturnya yang kenyal dan “firm” sangat cocok dengan masakan kuliner nusantara dengan metode pengolahan basah atau perebusan (seperti rendang, sop, soto, gulai dan lain-lain), serta produk giling seperti bakso. Bila dianalogikan seperti daging ayam kampung; (2) khusus untuk sapi Bali yang termasuk dalam Bos Javanicus merupakan Sumber Daya Genetik (SDG) sapi asli Indonesia dengan kerangka tubuh relatif kecil dan masak dini (early mature) dagingnya memiliki karakter yang khas, teksturnya halus dan pembentukan perlemakan di dalam daging (marbling) yang potensial sehingga daging sapi Bali lebih “juicy”.
Bila sejak usia lepas sapih, pedet jantan sapi Bali diberi pakan yang baik dan digemukkan secara khusus seperti sapi wagyu, sapi Bali cocok untuk berbagai masakan kuliner nusantara maupun untuk dibuat streak yang proses memasaknya disebut “dry cooking”; (3) dengan pola pemeliharaan sapi yang dilakukan secara ekstensif atau di padang rumput (terutama di daerah produsen sapi di Indonesia Timur) yang sepenuhnya mengandalkan pakan sapi dari hijauan tanpa ada treatmen hormonal yang diberikan, sapi lokal menghasilkan daging sapi yang dapat disetarakan dengan daging organik.
“Agar daging sapi lokal dapat lebih dinikmati oleh masyarakat, Pemerintah akan terus memperbaiki tata niaga sapi lokal dari daerah produsen ke daerah konsumen, sehingga diharapkan dapat memperbaiki harga sapi di tingkat peternak dan harga daging sapi juga bisa lebih terjangkau di tingkat konsumen,” ungkap Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan.
Menurut Muladno, Ditjen PKH akan mengkoordinir semua institusi pemerintah maupun non-pemerintah untuk mengkonsolidasikan kekuatan peternak berskala kecil tersebut dalam kegiatan pra produksi, produksi, dan pasca produksi, serta kegiatan penunjang yang saling bersinergi dan berkelanjutan. Model pengembangan peternakan melalui pendekatan Sentra Peternakan Rakyat (SPR) merupakan bentuk konkrit dari implementasi visi pemerintah, yaitu “terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian berlandaskan semangat gotong royong”.
SPR merupakan suatu model pemberdayaan masyarakat dalam hal ini para peternak, dalam mengelola usaha peternakannya yang berorientasi bisnis kolektif sehingga dapat berperan sebagai media pembangunan peternakan secara terintegrasi bagi pembangunan peternakan, sedangkan Sekolah Peternakan Rakyat merupakan media transfer ilmu pengetahuan dan teknologi untuk membangun kesadaran masyarakat dan mendorong tindakan kolektif. 
“Oleh karena itu, kehadiran SPR diharapkan akan dapat melahirkan peternak-peternak yang mampu memproduksi dan mensuplai daging ke daerah lain tanpa harus impor” jelas Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.  “Pada tahun 2016 telah ditetapkan 50 SPR sebagai pilot project (atau SPR Perintis), dan diharapkan pada tahun berikutnya SPR akan terus bertambah keberadaannya,” kata Muladno.
Lebih lanjut Muladno menjelaskan, sebagai upaya untuk menangani permasalahan yang terjadi pada harga daging sapi, pemerintah juga terus berusaha untuk memperbaiki sistem distribusi dan tata niaga yang belum efisien, salah satunya dengan fasilitasi kapal khusus ternak. Selain perbaikan aspek tata niaga, pemerintah juga berusaha untuk meningkatkan populasi dan produktivitas ternak dengan beberapa kegiatan diantaranya yaitu: Gertak Birahi Inseminasi Buatan (GBIB) dan Pengadaan Sapi Indukan, dimana pada tahun 2016 ini pemerintah berencana akan mengimpor 50.000 sapi indukan, serta penyelamatan sapi betina produktif.

Sedangkan peran pemerintah daerah adalah menjaga keseimbangan struktur populasi ternaknya dan menginisiasi pembentukan wilayah sumber bibit pada daerah padat ternak. Diharapkan dengan adanya peningkatan populasi dan produktivitas ternak, secara signifikan dapat memberikan dampak positif untuk peningkatan ketersediaan daging sapi di Indonesia dan tercapainya harga daging sapi yang terjangkau di tingkat konsumen. (wan, Sumber: Humas Ditjen PKH)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer