Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Begini Hasil Sidang Lanjutan Uji Materi UU No. 41 Tahun 2014 di MK

Di hadapan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang dipimpin Wakil Ketua MK Anwar Usman, Sekretaris Jenderal PPSKI (Perhimpunan Peternak Sapi Dan Kerbau Indonesia) yang juga Dosen Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Bandung, Rochadi Tawaf, menyampaikan bahaya dari masuknya ternak hidup dari negara yang statusnya belum bebas penyakit hewan menular utama, yaitu potensi tertular penyakit mulut dan kuku (PMK). Epidemi PMK akan mengakibatkan terjadi kerugian sosial ekonomi yang sangat besar.
Rochadi Tawaf (tengah) diapit para mantan Dirjen Peternakan yaitu
Sofjan Sudardjat dan Soehadji saat sidang lanjutan di MK.  
Berdasarkan sensus pertanian oleh Biro Pusat Statistik (BPS) 2013, sebanyak 98% ternak sapi dikuasai oleh usaha peternakan rakyat. Usaha tersebut berada di pedesaan sebagai usaha ternak yang bersifat tradisional, terkendala teknologi, skala kecil, dan cenderung digunakan sebagai keperluan adat budaya dan keagamaan. Penyerapan tenaga kerja di sektor ini, juga cukup besar. Tahun 2015 sebanyak 4,2 juta orang terserap atau sekitar 11% dari total tenaga kerja sektor pertanian. Dengan tingkat pendidikan sangat rendah yaitu 37,4 %  berpendidikan SD.
Berdasarkan hal tersebut, kondisi peternakan rakyat Indonesia sangat rentan terhadap berbagai intervensi, khususnya penyakit. Oleh sebab itu, peternakan Indonesia perlu diproteksi. Hal demikian sejalan dengan konsideran Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan butir b, yaitu “bahwa dalam penyelenggaraan peternakan dan kesehatan hewan, upaya pengamanan maksimal terhadap pemasukan dan pengeluaran ternak hewan, dan produk hewan, pencegahan penyakit hewan …”. Konsideran ini mengisyaratkan bahwa tiada pilihan lain bagi Pemerintah, selain harus bertindak melakukan pengamanan maksimal atau maximum security terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan peternakan.
Sementara itu, Tri Satya Putri Naipospos, pakar dari Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies, selaku ahli yang dihadirkan Pemerintah mengungkapkan kemampuan produksi daging dalam negeri masih sekitar 439.053 ton dibandingkan dengan kebutuhan nasional sebanyak 674.059 ton.
Artinya, ada kekurangan pasokan. Sedangkan tingkat konsumsi daging sapi kita sekarang berkisar 2,61 kg per kapita, dengan demikian Indonesia adalah yang terendah di Asia Tenggara. Oleh karena itu, Pemerintah tengah mencari alternatif sumber penyediaan pasokan ternak dan produk hewan dari negara-negara yang biasa memasok atau biasa berdagang dengan Indonesia. Peluang itu harus diambil guna mencegah penularan dari negara lain yang mungkin saja belum bebas PMK.
Saat ini ada banyak negara yang sekarang belum bebas tetapi ada kemajuan dalam hal menciptakan zona-zona bebas. Pertanyaannya adalah sekarang, apakah zona bebas penyakit yang diinginkan pemerintah itu bisa kita katakan aman atau tidak? Apakah mendukung dalil Pemohon bahwa dengan memasok produk dari zona bebas dalam negara tertular akan memudahkan masuknya virus PMK ke Indonesia ?
Pemerintah juga menghadirkan Ishana Mahisa selaku Ketua Umum Asosiasi Industri Pengolahan Daging Indonesia. Sebagai saksi, ia menjelaskan pemasukan bahan baku daging keperluan industri hanya didapatkan dari negara bebas PMK. Pada saat ini, industri pengolahan daging dalam kondisi kebimbangan setelah pihaknya mendapatkan data dari BPS yang menunjukkan peningkatan impor daging olahan melonjak tajam sejak 2012 sampai dengan 2015.
Dalam lima tahun terakhir terjadi kenaikan harga daging sapi beku impor untuk keperluan industri. Akibatnya, perusahaan yang kebanyakan berbasis daging sapi mulai bergeser ke produk yang berbasis ayam. Dan para pebisnis berbasis ayam itu memiliki pabrik lebih dari satu, karena ketersediaan bahan baku ayam lebih banyak ketimbang daging sapi atau daging merah
Sebelumnya, sejumlah dokter hewan, peternak, dan pedagang hasil ternak, yaitu Teguh Boediyana (Ketua PPSKI), Mangku Sitepu, Gun Gun Muhamad Lutfi Nugraha, Rachmat Pambudy, Mutowif, dan Dedi Setiadi merasa dirugikan dan/atau potensial dirugikan hak-hak konstitusionalnya akibat pemberlakuan zona base di Indonesia berdasarkan ketentuan dalam Pasal 36C ayat (1), Pasal 36C ayat (3), Pasal 36D ayat (1), dan Pasal 36E ayat (1) UU Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Kerugian tersebut lantaran adanya prinsip minimum security dengan pemberlakuan zona. Hal tersebut dinilai Pemohon mengancam kesehatan ternak dan menjadikan sangat bebasnya importasi daging segar yang akan mendesak usaha peternakan sapi lokal, serta tidak tersedianya daging dan susu segar sehat yang selama ini telah dinikmati. UU Peternakan dan Kesehatan Hewan dinilai semakin memperluas kebijakan importasi ternak di tengah ketergantungan yang tinggi pada impor ternak dan produk ternak. (wan)


Sumber : mahkamahkonstitusi.go.id

Manajemen Reproduksi Kunci Dongkrak Produktivitas Sapi

Dalam rangka peningkatan produktifitas ternak sapi di tahun 2016, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) bertanggung jawab untuk melaksanakan program optimalisasi dan penanganan gangguan reproduksi. Hal itu terangkum dalam pelaksanaan Workshop Manajemen Reproduksi yang diselenggarakan di Bandung 25-26 April 2016.
Foto bersama peserta Workshop Manajemen Reproduksi
di Balai Inseminasi Buatan Lembang, Senin 25 April 2016.    
Direktur Jenderal PKH, Dr. Ir. Muladno, MSA dalam sambutannya pada acara Workshop ini berharap agar dapat diperoleh persamaan persepsi dan pemahaman terhadap kegiatan oleh tim-tim pelaksana kegiatan baik Unit Pelaksana Teknis (UPT) lingkup Ditjen PKH, Dinas Provinsi dan Kabupaten. 
"Diharapkan peserta setelah mengikuti kegiatan workshop manajemen reproduksi ini mempunyai bekal untuk menyusun rancangan pelaksanaan kegiatan di lapangan sebagai tindaklanjutnya, serta mempunyai bahan untuk pembinaan ke peternak kedepannya," ungkap Dirjen PKH.
Para pakar dari Universitas Padjajaran dan Institut Pertanian Bogor sengaja dihadirkan pada acara wokshop ini untuk menyampaikan materi mengenai manajemen pemeliharaan ternak ruminansia besar dan manajemen kesehatan hewan. Hadir pada acara dimaksud perwakilan dari Dinas yang membidangi fungsi peternakan, kelompok ternak binaan, koperasi peternakan dan Sentra Peternakan Rakyat (SPR) di wilayah kerja Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang.
Dirjen PKH menjelaskan bahwa percepatan peningkatan populasi melalui gertak birahi dan optimalisasi Inseminasi Buatan (IB) serta penanganan gangguan reproduksi (Gangrep) pada ternak sapi dan kerbau tahun 2015 telah dilaksanakan di 30 provinsi yang pelaksanaannya didelegasikan kepada 10 Unit Pelaksana Teknis (UPT) lingkup Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan yang menangani benih, bibit dan pakan ternak serta 8 UPT Balai Besar Veteriner/Balai Veteriner untuk koordinator penanganan gangguan reproduksi.
"Berdasarkan hasil evaluasi kegiatan Gertak Birahi Inseminasi Buatan (GBIB) dan Gangrep akhir tahun 2015, pencapaian yang diperoleh dari kegiatan sinkronisasi pada ternak sapi dan kerbau sebanyak 422.860 ekor atau 68,43% dari target yang ditetapkan sejumlah 691.000 ekor" ungkap Dirjen PKH.
"Sedangkan IB reguler dari target 2.485.812 ekor terealisasi 1.771.510 ekor (71,26%) yang di IB", tambahnya. Beliau juga menjelaskan bahwa kegiatan penanganan Gangrep realisasinya sebanyak 250.000 ekor atau 83,54% dari target yang ditetapkan sebanyak 300.000 ekor. Dari jumlah ternak yang sembuh, diperoleh jumlah ternak yang di IB atau kawin alam sebanyak 107.180 ekor (62,76%).
Workshop diikuti oleh perwakilan Unit Pelaksana Teknis (UPT)
lingkup Ditjen PKH, Dinas Provinsi dan Kabupaten.
Muladno menambahkan, kegiatan GBIB dan Gangrep tahu 2015 sangat dirasakan manfaatnya oleh berbagai pihak, serta memberikan dampak yang luar biasa bagi kegiatan reproduksi ternak sapi dan kerbau. "Oleh karena itu, pada tahun 2016 kegiatan GBIB dan gangrep dilanjutkan dengan kegiatan optimalisasi reproduksi dan penanganan gangguan reproduksi yang pada prinsipnya merupakan kegiatan pengawalan pencapaian output dan outcome GBIB dan Gangrep 2015," ungkapnya.
Kepala BIB Lembang Oloan Parlindungan menyampaikan bahwa tahun 2016 merupakan tahun keempat BIB Lembang melaksanakan kegiatan singkronisasi birahi. "Pada tahun 2013 BIB Lembang telah melaksanakan singkronisasi terhadap 6.122 ekor dengan tingkat kebuntingan sebesar 49,70%, tahun 2014 realisasi sebanyak 4.041 ekor dengan tingkat kebuntingan sebesar 60,23% dan tahun 2015 realisasi sebanyak 7.507 ekor dengan tingkat kebuntingan sebesar 68,95%" ungkapnya.  "Angka tersebut menunjukkan adanya persentasi peningkatan angka kebuntingan dari kegiatan singkronisasi birahi yang dilakukan dari tahun ke tahunnya," ungkap Oloan.
Oloan Parlindungan juga menyampaikan bahwa harapan akan kemandirian pangan dapat segera terwujud dengan semakin banyak sapi yang diinseminasi dan menjadi bunting. “Kemandirian pangan yang kita inginkan selama ini, diharapkan dapat segera terwujud dengan banyaknya sapi yang diinseminasi dan bunting,” tutupnya.


(Sumber : Humas Ditjen PKH, Kementan - Ismatullah Salim, S.Pt., Asih Sasomo, S.AP., Yuliana Susanti, S.Pt., M.Si)

Kementerian Pertanian Jamin Ketersediaan Daging Sapi

Masyarakat tidak perlu khawatir terhadap ketersediaan (pasokan) dan stabilitas harga daging sapi, terutama menjelang momen-momen besar seperti bulan ramadhan dan lebaran yang sebentar lagi akan tiba. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian menjamin bahwa ketersediaan daging sapi yang berkualitas akan cukup dan terjangkau bagi masyarakat. Selain tetap konsisten memprioritaskan keberadaan ternak lokal untuk pemenuhan daging sapi dalam negeri, Pemerintah akan memperluas akses dari negara maupun zona tertentu yang memenuhi syarat kesehatan hewan “yang ditetapkan Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE)” untuk menambah alternatif sumber penyediaan hewan dan produk hewan.
Dirjen PKH Muladno saat meninjau langsung
ketersediaan sapi potong di sentra produksi sapi nasional.
“Kebijakan ini merupakan implementasi dari paket kebijakan ekonomi jilid IX untuk stabilisasi harga daging sapi,” ungkap Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Dr. Ir. Muladno, MSA. Sebagaimana diketahui bahwa memasuki kuartal pertama tahun 2016, sub sektor peternakan mengalami turbulensi yang cukup menekan, kenaikan harga daging sapi di beberapa wilayah menjadi permasalahan di masyarakat.
Mengenai stabilisasi harga daging, diasumsikan bahwa untuk pemenuhan kebutuhan daging sapi dalam negeri masih kekurangan pasokan, dan untuk menutup kekurangannya masih harus dipasok dari impor. Selama ini negara asal impor daging sapi ke Indonesia adalah Australia, USA, New Zealand, Canada dan Jepang.
Salah satu implikasi yang dilakukan pemerintah untuk mewujudkan ketersediaan dan stabilitas harga daging sapi yaitu pemerintah akan memperluas negara asal pemasok dengan prinsip yang awalnya country based menjadi zona based sesuai yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, dimana pada pasal 36 E berbunyi:
1.       Dalam hal tertentu, dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional dapat dilakukan pemasukan ternak dan/atau produk hewan dari suatu negara atau zona dalam suatu negara yang telah memenuhi persyaratan dan tata cara pemasukan ternak dan/atau produk hewan.
2.       Ketentuan lebih lanjut mengenai dalam hal tertentu dan tata cara pemasukannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah

Kebijakan tersebut juga merupakan salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap negara asal pemasok daging sapi yang masih terbatas sebagaimana tersebut di atas. Regulasi yang ada di Indonesia sebelumnya hanya memperbolehkan impor sapi dari suatu negara yang bebas penyakit hewan menular strategis seperti Penyakit Mulut dan Kuku. Melalui penerbitan beleid tersebut, maka izin impor sapi akan dilihat per zona/wilayah. Dengan adanya kebijakan ini diharapkan harga daging di tingkat konsumen akan stabil, sehingga masyarakat akan memperoleh harga daging yang terjangkau.
Beberapa alternatif negara pemasok daging ke Indonesia yaitu Brazil, India dan Meksiko karena memiliki populasi ternak terbesar di Dunia. Sebagai tindaklanjutnya, maka pada tanggal 10 Maret 2016 pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pemasukan Ternak dan/atau Produk Hewan dalam Hal Tertentu yang Berasal dari Negara atau Zona dalam Suatu Negara Asal Pemasukan yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Kebijakan pemerintah ini ditujukan untuk mewujudkan ketersediaan dan stabilitas harga yaitu dengan menetapkan negara atau zona dalam suatu negara, unit usaha atau farm untuk pemasukan ternak dan/atau produk hewan berdasarkan analisis resiko dan sejalan dengan perdagangan hewan dan produk hewan sebagaimana yang diatur oleh Badan Kesehatan Hewan dunia (OIE).
Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Drh. Sri Mukartini, MApp.Sc menyampaikan bahwa untuk mengevaluasi dan verifikasi sistem kesehatan hewan, sistem surveillans dan zoning, serta Rumah Potong Hewan (RPH) di negara asal pemasok, maka Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan akan membentuk  suatu Tim Audit untuk melakukan on site review ke negara tersebut. “Pembentukan Tim Audit Negara Dan Unit Usaha Pemasukan Daging Ruminansia Besar Dari Negara Asal Pemasok Ke Dalam Wilayah NKRI ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian,” ungkapnya.
“Selanjutnya berdasarkan analisa resiko impor kualitatif yang dilakukan oleh Tim Audit yang beranggotakan Komisi Ahli Kesehatan Hewan, Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Karantina Hewan akan disimpulkan estimasi resiko (Risk Estimation) masuknya daging dari negara asal pemasok ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia” tambah Sri Mukartini.
Sebagai tindak lanjut dari PP tersebut, Kementerian Pertanian saat ini sedang menyusun Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) untuk operasional PP tersebut. Pemerintah akan terus berupaya mencari jalan untuk memenuhi kebutuhan daging di Indonesia dengan tidak mengabaikan aspek-aspek keamanan pangannya. Food security tetap menjadi prioritas dalam setiap kebijakan yang diambil oleh Pemerintah disamping juga memperhatikan dampak sosial ekonomi yang mungkin akan terjadi.
Oleh karena itu, seperti diungkapkan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan bahwa Pemerintah akan melakukan importasi dari  negara berdasarkan zona untuk memenuhi kekurangan pasokan dari dalam negeri dan Pemerintah akan tetap konsisten memprioritaskan keberadaan ternak lokal untuk pemenuhan daging sapi dalam negeri, sehingga hasil peternakan rakyat dapat terserap oleh pasar. Hal ini mengingat produksi daging sapi dalam negeri saat ini ditunjang oleh dukungan usaha peternakan domestik yang sebagian besar adalah usaha peternakan rakyat.
Sementara itu, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Ir. Fini Murfiani, MSi menyatakan bahwa daging sapi lokal mempunyai beberapa kelebihan yaitu: (1) strukturnya yang kenyal dan “firm” sangat cocok dengan masakan kuliner nusantara dengan metode pengolahan basah atau perebusan (seperti rendang, sop, soto, gulai dan lain-lain), serta produk giling seperti bakso. Bila dianalogikan seperti daging ayam kampung; (2) khusus untuk sapi Bali yang termasuk dalam Bos Javanicus merupakan Sumber Daya Genetik (SDG) sapi asli Indonesia dengan kerangka tubuh relatif kecil dan masak dini (early mature) dagingnya memiliki karakter yang khas, teksturnya halus dan pembentukan perlemakan di dalam daging (marbling) yang potensial sehingga daging sapi Bali lebih “juicy”.
Bila sejak usia lepas sapih, pedet jantan sapi Bali diberi pakan yang baik dan digemukkan secara khusus seperti sapi wagyu, sapi Bali cocok untuk berbagai masakan kuliner nusantara maupun untuk dibuat streak yang proses memasaknya disebut “dry cooking”; (3) dengan pola pemeliharaan sapi yang dilakukan secara ekstensif atau di padang rumput (terutama di daerah produsen sapi di Indonesia Timur) yang sepenuhnya mengandalkan pakan sapi dari hijauan tanpa ada treatmen hormonal yang diberikan, sapi lokal menghasilkan daging sapi yang dapat disetarakan dengan daging organik.
“Agar daging sapi lokal dapat lebih dinikmati oleh masyarakat, Pemerintah akan terus memperbaiki tata niaga sapi lokal dari daerah produsen ke daerah konsumen, sehingga diharapkan dapat memperbaiki harga sapi di tingkat peternak dan harga daging sapi juga bisa lebih terjangkau di tingkat konsumen,” ungkap Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan.
Menurut Muladno, Ditjen PKH akan mengkoordinir semua institusi pemerintah maupun non-pemerintah untuk mengkonsolidasikan kekuatan peternak berskala kecil tersebut dalam kegiatan pra produksi, produksi, dan pasca produksi, serta kegiatan penunjang yang saling bersinergi dan berkelanjutan. Model pengembangan peternakan melalui pendekatan Sentra Peternakan Rakyat (SPR) merupakan bentuk konkrit dari implementasi visi pemerintah, yaitu “terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian berlandaskan semangat gotong royong”.
SPR merupakan suatu model pemberdayaan masyarakat dalam hal ini para peternak, dalam mengelola usaha peternakannya yang berorientasi bisnis kolektif sehingga dapat berperan sebagai media pembangunan peternakan secara terintegrasi bagi pembangunan peternakan, sedangkan Sekolah Peternakan Rakyat merupakan media transfer ilmu pengetahuan dan teknologi untuk membangun kesadaran masyarakat dan mendorong tindakan kolektif. 
“Oleh karena itu, kehadiran SPR diharapkan akan dapat melahirkan peternak-peternak yang mampu memproduksi dan mensuplai daging ke daerah lain tanpa harus impor” jelas Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.  “Pada tahun 2016 telah ditetapkan 50 SPR sebagai pilot project (atau SPR Perintis), dan diharapkan pada tahun berikutnya SPR akan terus bertambah keberadaannya,” kata Muladno.
Lebih lanjut Muladno menjelaskan, sebagai upaya untuk menangani permasalahan yang terjadi pada harga daging sapi, pemerintah juga terus berusaha untuk memperbaiki sistem distribusi dan tata niaga yang belum efisien, salah satunya dengan fasilitasi kapal khusus ternak. Selain perbaikan aspek tata niaga, pemerintah juga berusaha untuk meningkatkan populasi dan produktivitas ternak dengan beberapa kegiatan diantaranya yaitu: Gertak Birahi Inseminasi Buatan (GBIB) dan Pengadaan Sapi Indukan, dimana pada tahun 2016 ini pemerintah berencana akan mengimpor 50.000 sapi indukan, serta penyelamatan sapi betina produktif.

Sedangkan peran pemerintah daerah adalah menjaga keseimbangan struktur populasi ternaknya dan menginisiasi pembentukan wilayah sumber bibit pada daerah padat ternak. Diharapkan dengan adanya peningkatan populasi dan produktivitas ternak, secara signifikan dapat memberikan dampak positif untuk peningkatan ketersediaan daging sapi di Indonesia dan tercapainya harga daging sapi yang terjangkau di tingkat konsumen. (wan, Sumber: Humas Ditjen PKH)

Deklarasi SPR di Kabupaten Lombok Timur

Lombok Timur - Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dr. Ir. Muladno, MSA menghadiri acara Deklarasi Sentra Peternakan Rakyat (SPR) Ridho Ilahi di Tanak Mira Daya Desa Wanasaba Lauq Kecamatan Wanasaba Lombok Timur pada Sabtu, 23 April 2016. SPR tersebut merupakan salah satu dari 50 SPR yang ditetapkan sebagai pilot project (atau SPR Perintis) pada tahun 2016.
Dirjen PKH Muladno berfoto bersama 9 SPR yang ditunjuk sebagai
SPR Perintis Rodho Illahi di Kabupaten Lombok Timur 
Dirjen PKH menyambut baik deklarasi SPR Ridho Ilahi di Kabupaten Lombok Timur. Dirjen PKH juga berharap Gugus Perwakilan Pemilik Ternak (GPPT) yang terdiri dari 9 orang yang telah ditunjuk dalam SPR ini dapat memanfaatkan kerjasama dengan Perguruan Tinggi untuk menimba ilmu dalam meningkatkan populasi dan pertambahan bobot badan ternaknya. GPPT juga harus membuat rencana aksi/program kerja kedepannya sebagai syarat mendapatkan bantuan pendanaan dari pemerintah.
“Puji Syukur saya bisa hadir disini membentuk keluarga baru, peternak baru dalam wadah SPR. Syarat SPR harus berjamaah. Semangat kebersamaan mari kita bangun, dan saya berharap jika ada kesempatan datang kembali kesini, untuk mengetahui apakah ada peningkatan jumlah populasi dan peningkatan kesejahteraan,” ungkap Muladno disambut tepuk tangan meriah para peternak yang hadir.
Nusa Tenggara Barat secara umum menjadi harapan keberhasilan pendekatan program SPR secara nasional. Pada tahun 2016, NTB memperoleh 3 SPR sebagai pilot project dengan 2 komoditi ternak sapi potong dan 1 komoditi ternak kerbau. Adapun lokasi SPR tersebut 1 di Kabupaten Dompu dengan Komiditi ternak kerbau, dan untuk komoditi ternak sapi potong di Kabupaten Lombok Timur serta Kabupaten Sumbawa.
Pemerintah saat ini terus berupaya  untuk meningkatkan populasi dan produktivitas ternak dengan beberapa kegiatan diantaranya yaitu : Gertak Birahi Inseminasi Buatan (GBIB), Pengadaan Sapi Indukan, serta penyelamatan sapi betina produktif. Peran pemerintah daerah adalah menjaga keseimbangan struktur populasi ternaknya dan menginisiasi pembentukan wilayah sumber bibit pada daerah padat ternak.
Wakil Bupati Lombok Timur, H. Haerul Warisin pada sambutannya menyampaikan bahwa populasi ternak sapi di Kabupaten Lombok Timur dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, akan tetapi permasalahan yang dihadapi adalah dalam pertambahan bobot badan dan  perbaikan manajemen. Untuk itu, perlu adanya kandang kolektif sehingga pemberian pakan mudah terkontrol dan dapat dilakukan secara seragam.
“Sapi berkembang terus, permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana cara meningkatkan berat badan sapi, tentunya hal ini perlu perbaikan manajemen, sehingga diharapkan sapi eksotik setidaknya dapat meningkat 1,4 kg/hari,” ungkap Haerul Warisin.
Pembangunan  Peternakan dan Kesehatan Hewan di Kabupaten Lombok Timur memiliki populasi sapi potong sebanyak 123.000 ekor pada tahun 2015 dengan tingkat konsumsi daging 7,23 kg/kapita/tahun.
Foto bersama peternak dan keluarganya penerima bimbingan teknis SPR.
Pada tahun 2013, Direktur Kesehatan Hewan telah me-launching program iSIKHNAS yaitu sistem informasi kesehatan hewan yang mutakhir ada saat ini. Pada Mei 2016, juga telah di terapkan inovasi teknologi Embrio Transfer oleh Balai Embrio Transfer Cipelang yang merupakan Unit Pelaksana Teknis dibawah lingkup Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan.
SPR Ridho Ilahi terdiri dari 7 desa dan 22 kelompok peternak. Jumlah keanggotaan SPR Ridho Ilahi sebanyak 752 orang dengan jumlah ternak sebanyak 1830 ekor. Jumlah tersebut melebihi dari syarat berdirinya SPR yaitu 1000 indukan dengan 500 orang peternak.
Diharapkan dengan terbentuknya SPR ini dapat mendukung peningkatan populasi dan produktivitas ternak, dimana usaha peternakan dilakukan secara berjamaah atau bisnis kolektif, serta perbaikan manajemen pemeliharaan. Peningkatan populasi dan produksi tersebut diharapkan secara signifikan dapat memberikan dampak positif dalam peningkatan ketersediaan daging sapi di Indonesia dan tercapainya harga daging sapi yang terjangkau di tingkat konsumen.

(Sumber : Humas Ditjen PKH, Kementan - Ismatullah Salim, S.Pt., Asih Sasomo, S.AP., Yuliana Susanti, S.Pt., M.Si)

Gita Organizer Akan Selenggarakan Workshop Creative Thinking Technique

Di era persaingan global sekarang ini, kreativitas adalah kunci utama keberhasilan. Gagasan kreatiflah yang membuat perusahaan memiliki daya saing dan dapat berkembang begitu cepat. Sebaliknya bisnis yang tidak kreatif akan tertinggal jauh terlindas di era persaingan bebas.

Lahirnya gojek, Grabcar, OLX, Tokopedia, kaskus, berbagai social media adalah buah keberhasilan dari berpikir kreatif.

Para ahli mengatakan, keahlian berfikir adalah dasar dari semua fungsi pekerjaan.  Dan kreativitas adalah soal cara berpikir. Kabar baiknya adalah, semua orang sejatinya bisa kreatif, asal tahu caranya. Begitu Anda bisa berpikir kreatif, akan terbukalah berbagai macam peluang untuk berkembang lebih cepat.


Jadi tidak ada gunanya lagi mengeluh! Jika Anda kreatif, semua masalah ada solusinya.
Petuah pijak mengatakan “ubahlah cara berpikir Anda, maka nasib Anda akan berubah”.
Jadi , mengapa ada orang yang begitu mudah menemukan gagasan untuk memecahkan masalah, sementara orang lain sulit sekali menemukan gagasan? Jawabnya adalah karena tahu cara berpikir kreatif.
Saatnya Sekarang Anda mendaftar workshop Creative Thinking Technique (Cara Mudah Menggali dan Menelurkan Gagasan Brilian ) yang diselenggarakan oleh Gita Organizer, event organizer dari Group Infovet yang telah berpengalaman menyelenggarakan berbagai macam seminar, training tingkat nasional dan internasional, di bidang peternakan maupun lainnya.
Melalui workshop ini Anda bisa memperoleh gagasan lebih cepat, lebih banyak, lebih mudah, tidak peduli umur, tidak peduli skill, dan tidak peduli pekerjaan anda. Diperuntukan untuk semua tingkatan pimpinan juga karyawan.
Garis Besar Program
Teori Befikir
• Konsep berfikir kreatif
• Teknik-teknik berfikir kreatif
• Implementasi berfikir kreatif dalam pekerjaan
• Menciptakan budaya kreatif di kantor
Benefit  untuk Peserta:
• Menguasai prinsip-prinsip kreativitas  untuk meningkatkan produktivitas dan efektivitas kerja.
• Menguasai langkah demi langkah proses kreativitas dan  menggunakannya.
• Mampu menemukan gagasan  baru dengan lebih cepat, lebih mudah, dan lebih banyak.
• Peserta mampu mampu menjadi lokomotif perubahan dengan gagasan-gagasan segar dan  orisinal
• Mampu menjadi bagian dari budaya kreatif di perusahaan.
Waktu dan Tempat
Hari, tanggal     : Rabu, 18 Mei 2016
Pukul                : 08.00-17.00 wib
Tempat             : Menara 165 Jl. TB Simatupang Kav. 1 Cilandak Timur, Jakarta Selatan 12560
Investasi            : Rp. 1.200.000/orang (termasuk lunch, break, dan sertifikat).

Special Price untuk Anda:
Hanya Rp 2.000.000/2 orang ( dari 1 perusahaan yang sama)
Hanya Rp 2.400.000/3 orang (dari 1 perusahaan yang sama)
Workshop Facilitator :
Agus PurwantoIr. Agus E. Purwanto, MM.
Certified Associate  Emergenetics International – Asia, NLP Practicioners bersertifikat.
Facilitator program pelatihan dan praktisi di bidang Sales, Marketing, Product Development, Bisnis Development, UMKM, dan staf pengajar disebuah Perguruan Tinggi di Bogor. Mengikuti banyak program pelatihan di dalam negeri maupun di luar negeri terutama dalam bidang penjualan, kreativitas, dan psikometri.

Informasi dan Pendaftaran

Gita Organizer/ASOHI
Telp (021) 782  9689, 08777 829 6375 (Mariyam)
Fax (021) 782 0408
Email: gallus.marketingeo@gmail.com, gallusindonesiautama@gmail.com
www.gita-asohi.com

Satu Dekade CIVAS di Dunia Veteriner

Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies (CIVAS), kembali menyelenggarakan seminar nasional tahunan dan sekaligus merayakan hari jadi CIVAS yang ke-10, pada 27 Februari 2016, Infovet yang berkesempatan menjadi media partner turut hadir di Gedung Kusnoto, Bogor, Jawa Barat. Kali ini tema yang diangkat adalah “Penguatan Peran Masyarakat dan Swasta Sebagai Mitra Menuju Indonesia Bebas Rabies”.
Drh. Tri Satya Naipospos (tengah) dan pengurus CIVAS lainnya
bersama dua pembicara seminar Drh. I Ketut Diarmita (ketiga kiri)
dan Dr. Luuk Schoonman (kedua kanan).
Mengawali acara seminar, selaku Ketua Badan Pengurus CIVAS, Drh. Tri Satya Naipospos, mengatakan, selama satu dekade CIVAS berdiri, merupakan momentum yang baik karena tidak mudah mencapainya. Menurutnya, CIVAS yang merupakan sebuah organisasi mitra di bidang pengembangan kajian dan studi kesehatan hewan, selalu berkontibusi dalam mengembangkan dan melakukan kajian dan studi di bidang kesehatan hewan, kesehatan masyarakat veteriner, kesejahteraan hewan dan lingkungan.
Selama berdiri dari tahun 2005, dijelaskan olehnya, CIVAS selalu memberikan dukungan dan mendorong tindakan dan pelaksanaan ‘good veterinary govermance’ melalui kemitraan pemerintah dan swasta (KPS), dengan kajian lapang, publikasi, seminar lokakarya, public awareness dan pelatihan. “Kita bangun jaringan dan kemitraan dengan pemerintah lewat jejaring apa saja yang bisa kami dekati. Dan kita banyak menemukan permasalahan-permasalahan yang sangat kompleks baik teknis maupun non-teknis,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, banyak program yang sudah dilakukan CIVAS, diantaranya studi-studi kasus penyakit Avian Influenza (2006-2010) bersama FAO, Colorado State Uni, USDA APHIS dan Wageningen UR, yang dilanjutkan dengan studi mengenai Ecohealth Rabies di Bali (2011-2014) bersama IDRC/ILRI, kemudian studi Resistensi Antimikrobial (2013-2016) bersama IDRC.
Terkait penyakit rabies yang masih marak, ia menyatakan, perlu adanya upaya khusus yang ekstraordinari untuk menanganinya. “Tidak selalu hanya dengan vaksin, perlu ada perhatian khusus seperti sumber daya manusianya, dan bagaimana menggalang banyak dokter hewan untuk ikut serta mengatasi rabies. Harus kita rubah polanya, dengan strategi yang tepat untuk mencapai bebas rabies,” pungkasnya.
Sebagai informasi, pada acara seminar nasional CIVAS turut hadir sebagai pembicara Direktur Kesehtan Hewan Kementerian Pertanian Drh. I Ketut Diarmita, FAO-ECTAD Chief Technical Adviser Dr. Luuk Schoonman, dan Ketua Yayasan Yudistira Swarga Drh. Ni Made Restiati, serta Ketua Badan Pengurus CIVAS Drh. Tri Satya Naipospos. (rbs)

Peternak dan Feedloter Tolak Kebijakan Impor Daging

Populasi sapi di Lampung memang relatif besar. Provinsi paling selatan dari Sumatera ini adalah sentra sapi potong Indonesia di samping Jawa Barat, Jawa Timur dan NTT. Di Lampung, selain peternak lokal juga banyak perusahaan besar sapi potong yang melakukan penggemukan sapi dengan metode feedlot (karena itu perusahaannya biasa disebut feedloter).
Didiek Purwanto, Direktur Feedloter PT KASA
PT Great Giant Livestock Co (GGLC), salah satu feedlot besar di Lampung bisa memelihara sampai 30.000 ekor sapi potong dalam satu periode. Perusahaan lainnya –ada belasan feedloters di Lampung—berkisar antara 2.500  sampai belasan ribu ekor. Antara lain Santori (10.000), Juang Jaya (20.000), Elders Indonesia (8.000), Andini (4.000) Indo Prima Beef (2.500), dan PT KASA (3.000).
Diperkirakan populasi sapi di Lampung tidak kurang dari 400 ribu ekor. Jika dikonversi menjadi daging, bisa menghasilkan sekitar 150 ribu ton daging. Sekitar 25 persen dari kebutuhan daging nasional yang mencapai 675 ribu ton daging sapi per tahun.
Lampung potensial menjadi sentra sapi potong karena berbagai kelebihan. Mulai dari keberadaan lahan yang masih luas, ketersediaan pakan (limbah industri kelapa sawit dan singkong yang banyak di Lampung), hingga lokasi strategis yang relatif dekat dengan Jabodetabek. Seperti diketahui 60 persen konsumsi daging nasional ada di Jabodetabek.
Itulah alasan mengapa banyak feedlot di Lampung. Itu juga alasannya, mengapa banyak warga setempat beternak sapi potong pula. Di pihak lain, para pengusaha di bidang ternak sapi juga tetap memiliki semangat untuk mengembangkan usahanya. Meski para feedloter itu sempat disorot karena dianggap melakukan “penimbunan” sapi serta dibingungkan dengan kebijakan pemerintah soal sapi potong dan juga daging sapi, mereka siap maju terus, dengan segala kendala yang ada. 
“Kalau mau enak ya memang main impor daging. Risiko lebih kecil dan margin bisa lebih besar. Tapi, bagi saya pribadi berat rasanya. Tidak ada nilai tambah. Dengan  feedlot, meski sapinya juga impor tapi kita bisa ikut memberi nilai tambah,” kata Didiek Purwanto, Direktur PT KASA saat ditemui Infovet pertengahan Februari lalu.
Nilai tambah yang dimaksud adalah bisa membuka lapangan pekerjaan di feedlot. Juga menggerakkan usaha lain mulai dari sektor angkutan sapi hidup, usaha penyediaan pakan, hingga ke rumah pemotongan hewan. “Lagi pula, dengan ketersediaan lahan dan pakan berlimpah seperti ini masak kita milih cuma impor daging,” kata Didiek lagi.
Ditempat terpisah Haji Mat Aji perwakilan peternak sapi potong lokal juga ikut gagal paham dengan pilihan kebijakan impor daging yang terus diutamakan. Kebijakan yang malah membuat peternak lokal “menangis” karena daging produksi mereka dikalahkan daging impor.
Kebijakan itu juga memunculkan pertanyaan: daripada impor daging dari Australia, India dan rencananya Meksiko, mengapa negara tidak hadir untuk mendukung para peternak lokal? Daripada mencurigai para feedloter, mengapa negara malah tidak memberi insentif agar mereka meningkatkan kapasitas produksinya?
Semoga, impor daging jadi pilihan yang terakhir. Benar-benar terakhir untuk segera diakhiri. Sehingga tidak lagi menimbulkan kekecewaan dari para pengusaha sapi nasional maupun peternak lokal. (wan)  

Medi Eggducation Tingkatkan Konsumsi Telur Generasi Muda

Medion sangat peduli terhadap pendidikan dan juga kesehatan masyarakat Indonesia. Selain secara rutin mengedukasi peternak, ternyata Medion juga memiliki program edukasi yang bertujuan untuk meningkatkan konsumsi telur di Indonesia. Program tersebut adalah Medi Eggducation atau Kampanye Makan Telur, yang merupakan salah satu bentuk Corporate Social Responsibility (CSR).
Antusias anak-anak SD saat mengikuti Medi Eggducation di SDN Bira 2 Makassar belum lama ini.
Kegiatan yang telah dimulai sejak tahun 2012 lalu ini rutin dilaksanakan setiap minggu di berbagai sekolah dasar (SD) hingga sekarang. “Awalnya Medi Eggducation hanya dilaksanakan di beberapa SD sekitar kantor pusat Medion Bandung, namun sejak tahun 2014 kegiatan ini terus meluas, yakni ke SD yang berada satu kelurahan dengan titik distribusi Medion di berbagai wilayah di Indonesia,” ujar Corporate Communication Associate Director PT Medion, Henry Jahja.
Kegiatan tersebut diawali dengan pembagian telur ayam siap makan kepada seluruh siswa SD, yang dilanjutkan dengan seminar edukasi tentang gizi dan manfaat mengkonsumsi telur kepada siswa kelas 5 SD. Pihak sekolah pun memberikan respon positif dan sangat mendukung program ini, karena memberikan manfaat yang baik untuk para siswa-siswinya.
Oleh karena itu, Medion akan terus melaksanakan program tersebut secara rutin, dengan harapan memberikan gizi dan edukasi yang baik untuk generasi penerus bangsa Indonesia. (med)

Butuh Kekompakan Benahi Perunggasan

Industri perunggasan masih berkelit dengan polemiknya yang tak kunjung habis. Yang saat ini tengah santer terdengar adalah tudingan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), terkait dugaan kartelisasi yang dilakukan oleh beberapa perusahaan unggas besar terintegrasi. Namun, hal itu pun juga masih mengambang dan perlu investigasi mendalam, sehingga dibutuhkan kerjasama yang kompak baik dari pemerintah maupun pihak terkait.
Diskusi menelisik kartel ayam di acara Economic Challenges Metro TVNews, Selasa (15/3). 
Dalam diskusi yang digelar disalah satu stasiun tv swasta, Direktur Direktorat Penindakan KPPU, Gopprera Panggabean, menyebut, dampak dari pemusnahan Parents Stock (PS) menjadi buntut adanya tindakan kartel.
“Setelah pemotongan harga DOC naik menjadi Rp 6.000, peternak sulit mendapatkan DOC, karena DOC dimasukkan ke kandang kemitraan mereka (integrator). Selain itu, integrator mengusulkan aturan setiap peternak yang akan membeli DOC harus membeli pakan,” katanya.
Ia menambahkan, terkait dugaan kartel yang dituduhkan, bahwa setiap pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengatur produksi atau mengatur harga. “Perusahaan tidak boleh menyepakati pengaturan produksi dan harga,” tambahnya.
Ia pun mengusulkan perlu adanya audit pasokan unggas dan penetapan harga acuan tertinggi dan terendah untuk ayam hidup, agar peternak bisa menikmati harga di atas harga pokok produksi. Selain itu, pengembangan e-commerce yang dianggapnya penting agar jalur distribusi menjadi pendek, sehingga harga antara peternak dan pedagang tidak terlalu jauh
Namun menurut Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Prof. Muladno Basar, karut-marutnya industri perunggasan ini bukan disebabkan oleh adanya kartel. Melainkan, ketidaksempurnaan undang-undang dan pengelolaannya yang amburadul.
“Perunggasan ini ibaratnya kayak jalan tol, semuanya lewat situ, ada mobil, pesawat, sampai sepeda ontel. Karena semuanya banyak yang menjual hasil produksinya ke pasar becek (tradisional),” ucap Dirjen PKH.
Untuk itu, ia menyebut, kondisi ini bisa diperbaiki secara bahu-membahu. Salah satunya dengan mengamandemen UU No. 18 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. “Undang-undang bisa dievaluasi, untuk kekompakan bersama, seperti segmentasi budidaya untuk pasar tradisional dan ekspor,” imbuhnya.
Hal itu juga dibenarkan oleh Sekretaris Perhimpunan Peternak Unggas Indonesia (PPUI), Aswin Pulungan, yang menyatakan akar permasalah yang terjadi adalah berawal dari undang-undangnya sendiri. “UU No. 18 tahun 2009 inilah biang keroknya. Karena disitu pada pasal dua disebut kata integrasi dan penghapusan segmentasi pasar seperti yang diatur di pasal sebelumnya. Sehingga pelaku usaha banyak yang tabrak-tabrakan,” jelas Aswin.
Sementara, senada pula dengan Dirjen PKH, Ketua Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU), Krissantono, kisruh yang terjadi bukanlah merupakan kartel. Sebab ia mengatakan, para perusaaahan yang melakukan pemotongan bukan untuk mencari keuntungan. “Ini kan pemotongan ayam bibit kita rugi sekitar 300 miliar. Cutting itu baik karena ingin menyelamatkan peternak rakyat. Ini kita nggak kompak aja disebut kartel, apalagi kompak,” katanya.
Ia pun bertanya-tanya akan dibawa kemana industri perunggasan ini ke depannya. “Ke depan mau seperti apa, apakah masih perlu adanya integrasi atau hanya peternak mandiri saja, atau bagaimana,” tanyanya. “Saya rasa ini bisa diatasi, asal kita semua mau duduk bareng seperti Kementan, Kemendag, Kemenperin, peternak sendiri, Polri sampai KPPU, untuk ikut menyelesaikan permasalahan yang terjadi,” (rbs)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer