Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

TRAINING JURNALISTIK PETERNAKAN 10 OKTOBER 2015 DI PAMERAN ILDEX KEMAYORAN

GRATIS UNTUK 20 PENDAFTAR PERTAMA

Setelah sukses menyelenggarakan Training Jurnalistik di Indolivestock Expo Surabaya, Julu 2015, dalam rangka pameran Pameran International Livestock and Dairy Expo (ILDEX) 2015, Forum Media Peternakan (Format) menyelenggarakan Training

Jurnalistik Peternakan angkatan ke-2 untuk Anda yang berminat/bertugas di bidang penulisan artikel,
jurnalistik dan Public Relation perusahaan.

Acara berlangsung pada:
Hari & Tanggal : Sabtu, 10 Oktober 2015
Waktu                : 10.30 -12.30 WIB
Tempat              : Theater 1, Bintan Room, ILDEX, Jakarta International Expo Kemayoran Jakarta.

Training Jurnalistik yang perlu diikuti oleh praktisi humas, pengelola buletin internal perusahaan/pemerintah, penulis lepas, calon wartawan dan siapa saja yang berminat pada dunia tulis menulis bidang peternakan.
 
Materi :
1. Teknik Menulis Artikel Populer Untuk Media Peternakan
2. Teknik Menulis Berita untuk bulletin/majalah internal
3. Teknik Menyusun Press Release perusahaan/lembaga pemerintah
Narasumber :
1. Aulia Rahmat Hatta (Pimpinan Redaksi Poultry Indonesia)
2. Ika Rahayu (Wakil Sekretaris Format, Wartawan Senior Sinar Tani)
Peserta :
Penulis freelance dan penulis tetap media cetak dan online.
Pengelola media kampus, media perusahaan, media pemerintah pusat dan daerah.
Siapa saja yang berminat di bidang penulisan artikel dan jurnalistik.


Pendaftaran : 0856 8800 752 (Wawan), 0856 9876 370 (Meliyana).
Format pendaftaran sms,
Ketik : Nama#Perusahaan#TrainingJurnalistik#10 Oktober , kirim ke 0856 9876 370, 0856 8800 752 (Wawan)

Melalui Musyawarah Mufakat, Herry Dermawan Ketua Umum GOPAN 2015-2020


Mengedepankan azas musyawarah mufakat, Herry Dermawan terpilih sebagai Ketua Umum GOPAN 2015-2020 menggantikan Tri Hardiyanto yang memimpin sejak GOPAN berdiri.

Herry Dermawan, Alimudin Sidi, Kadma Wijaya, Setya Winarno, Mukhlis, Sigit Prabowo, Sugeng Wahyudi
Tujuh Bakal Calon Ketua Umum GOPAN
Rabu, 30 September 2015 menjelang waktu maghrib, teka teki siapa yang akan memimpin GOPAN periode 2015 -2020 terjawab. Herry Dermawan  yang saat ini masih menjabat ketua PPAN (Perhimpunan Peternak Ayam  Nasional ) disepakati peserta Munas sebagai pemimpin GOPAN, menggantikan Tri Hardiyanto.

GOPAN merupakan organisasi berbentuk federasi yang anggotanya adalah organisasi perunggasan dari berbagai daerah di Indonesia. Berdiri Agustus tahun 2004 dimana pada saat itu banyak bermunculan organisasi perunggasan lokal akibat Perhimpunan Peternak Unggas Indonesia (PPUI) dinilai kurang aktif mengakomodir aspirasi peternak. Organisasi yang lahir sejak pasca reformasi itu antara lain PPUN (Perhimpunan Peternak Unggas Nusantara) di Bogor, PPAN (Perhimpunan Peternak Ayam Nasional) di Priangan Timur, PPUB (Perhimpunan Peternak Unggas Bersatu) Bekasi,  APAYO (asosiasi Peternak Ayam Yogyakarta) dan sebagainya. Sejak berdiri hingga tahun 2015 kepemimpinan GOPAN berada di tangan Tri Hardiyanto. Pengusaha peternakan ayam broiler di Bogor ini telah mengabdi untuk mengembangkan GOPAN sejak dirintis hingga sekarang dimana GOPAN telah memiliki reputasi sebagai salah satu organisasi yang berpengaruh dalam dunia perunggasan.

Munas III yang berlangsung 30 September -1 Oktober 2015 ini berlangsung di Botani Square Bogor, dipimpin oleh Ketua Panitia Pelaksana Setya Winarno, Ketua Panitia Pengarah Sugeng Wahyudi dan dikelola oleh Gita Event Organizer dan Tim Majalah Infovet. Panitia Munas menetapkan tema "Revitalisasi perunggasan, Membangun Perunggasan Yang Berkeadilan yang Menyejahterakan Peternakan Rakyat".

Munas dihadiri oleh perwakilan 18 organisasi dari berbagai daerah, termasuk pengurus GOPAN. Sesuai agenda, Munas telah berhasil menetapkan keputusan penting antara lain penyempurnaan AD/ART, penyusunan program kerja, penyusunan rekomendasi Munas, pengesahan laporan pertanggungjawaban Munas serta pemilihan Ketua Umum.

Pemilihan Ketua Umum yang Hangat

Proses pemilihan ketua umum adalah agenda yang paling ditunggu-tunggu peserta Munas maupun publik. Pada saat menjelang pemilihan, Tri Hardiyanto secara tegas telah menyatakan ketidaksediaannya untuk dipilih kembali. “Karena sudah banyak kader GOPAN yang layak untuk memimpin,” kata Tri.

Sidang yang dipimpin oleh Ketua Presidium Sugeng Wahyudi melakukan penjaringan calon ketua umum. Pada saat itu terjadi perdebatan apakah yang berhak mngajukan calon peserta atau anggota. Kalau anggota maka calon harus  diusulkan oleh anggota, dimana anggota GOPAN adalah  organisasi perunggasan yang jumlahnya 18 yang hadir pada saat munas, bukan perorangan. Namun ada peserta yang mengajukan keberatan karena berdasarkan tata tertib yang punya hak suara adalah peserta, yang jumlahnya tiap utusan anggota 1-3 orang.

Herry Dermawan (kiri) didampingi Setya Winarno(tengah)
Akhirnya disepakati yang mengajukan adalah anggota GOPAN dengan catatan satu anggota GOPAN bisa mengajukan lebih dari 1 calon ketua umum. Tahap penjaringan bakal calon Ketua Umum GOPAN menghasilkan 7 kandidat yaitu Sigit Prabowo, Herry Dermawan, Setya Winarno, Sugeng Wahyudi, Muhklis, Kadma Wijaya, Alimudin Sidi. 

Ketika pimpinan sidang menanyakan kesediaan para bakal calon untuk maju jadi  calon Ketua Umum, ada 4 orang menyatakan tidak bersedia alias mengundurkan diri karena merasa belum saatnya memimpin GOPAN, yaitu Setya Winarno, Sugeng Wahyudi, Kadma Wijaya dan Mukhlis. Sementara itu 3 nama lainnya sanggup memimpin GOPAN jika Munas memberi kepercayaan.

Pada tahap ini pimpinan sidang tidak langsung mengarahkan untuk pemungutan suara melainkan diupayakan agar pemilihan berdasarkan musyawarah mufakat sebagaimana tata tertib Munas. Musyawarah inilah yang berjalan cukup dinamis. Awalnya ketiga calon Ketua Umum menyepakati Herry Dermawan sebagai Ketua Umum, dan Sigit Prabowo Ketua Harian, namun setelah disampaikan di forum, peserta tidak dapat menyepakati mengingat AD/ART organisasi GOPAN tidak mengenal istilah Ketua Harian.

Selanjutnya melalui musyawarah tahap kedua yang cukup hangat, akhirnya diputuskan Ketua Umum Herry Dermawan dan 2 calon lain mengundurkan diri dan akan mendukung kepemimpinan Herry Dermawan.  Peserta sidang menyetujui dan pimpinan sidang mengetuk palu di akhir sidang sebagai tanda dimulainya kepemimpian Herry Dermawan. Seluruh peserta bertepuk tangan meriah dan saling bersalaman.

Aktivis Organisasi

Herry Dermawan lahir di Sidoarjo, Jatim, 30 September 1960. Setelah lulus dari SMA 2 Surabaya, ia melanjutkan ke Fakultas Peternakan Universitas Mataram (Unram). Meraih gelar sarjana peternakan tahun 1985 ia lantas berkarir di Perusahaan pakan PT Bamaindo dan kemudian tahun 1993 memutuskan menjadi wirausaha dengan membangun usaha peternakan ayam broiler yang terus berkembang hingga sekarang di wilayah Priangan Timur dan sekitarnya.

Aktif di berbagai organisasi antara lain Ketua PPAN (Persatuan Peternak Ayam Nasional), Sekretaris Jenderal GOPAN, pengurus Pinsar Unggas Nasional, Litbang ISPI (Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia), Ketua IPSI (Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia) Kabupaten Ciamis, Wakil Ketua APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia) Kabupaten Ciamis dan sebagainya.

Ia juga aktif di partai politik melalui PAN (Partai Amanat Nasional) dimana sekarang dipercaya sebagai ketua DPD PAN Kabupaten Ciamis dan anggota DPRD Jabar  dari PAN

Pada saat menyampaikan sambutan usai terpilih sebagai Ketua Umum GOPAN, Herry menyampaikan rasa bangganya kepada seluruh keluarga besar GOPAN khususnya peserta Munas yang telah melakukan sidang-sidang Munas dengan sangat baik. “Kualitas diskusi kita sangat luar biasa, sudah jauh lebih baik dibanding lima atau 10 tahun lalu. Ini menunjukkan GOPAN semakin maju dan berbobot,” kata Herry.

Ia mengucapkan terima kasih kepada Tri Hardiyanto sebagai peletak dasar organisasi GOPAN yang telah mengembangkan GOPAN hingga dikenal bukan hanya di Indonesia tapi juga di forum internasional. Herry mengajak semua pihak untuk bersama-sama menjalankan amanat Munas sebaik-baiknya.

Sementara itu Panitia Pelaksana Setya Winarno dan Ketua Panitia Pengarah Sugeng Wahyudi menyampaikan rasa syukur atas lancarnya Munas yang dilanjutkan Diskusi Nasional Revitalisasi Perunggasan pada 1 Oktober 2015. Sugeng menyampaikan Munas ini bukan hanya menghasilkan Ketua Umum tapi juga telah berhasil menyempurnakan AD ART menyusun program kerja dan tak kalah pentingnya ada rekomendasi Munas. "Rekomendasi Munas inilah yang akan ditindaklanjuti pengurus baru," kata Sugeng. Setya menambahkan, Munas kali ini lebih dari 75% dananya berasal dari anggota GOPAN sendiri. "Kami berterima kasih kepada semua pihak baik panitia, sponsor, Gita event organizer/majalah Infovet  dan rekan-rekan media yang telah mendukung lancarnya acara Munas,"kata Setya .


Selamat berkarya untuk Herry Dermawan, semoga dapat mengemban amanah Munas sebaik-baiknya . Terima kasih kepada Tri Hardiyanto yang telah membangun GOPAN sejak berdiri hingga terus berkembang dan diakui eksistensinya dalam percaturan bisnis perunggasan hingga sekarang. ***

Berhenti Mengajar Demi Berjuang (Refleksi Bambang Suharno)

Alkisah, dua lelaki tegap memasuki sebuah kelas di Sekolah Rakyat Kepatihan, Cilacap, Jawa Tengah. Pelajaran Aljabar di dalam kelas langsung berhenti. Kalender saat itu menunjuk akhir 1943. Bersama wali kelas Sukarno, keduanya berdiri di depan 30-an murid kelas lima.

Seorang di antaranya maju mendekati meja paling depan. Sosok itu kemudian mengedarkan pandangannya ke segala penjuru kelas, mengucap salam.

 “Saya mau pamit akan berjuang bersama Dai Nipon,” ujar pria itu di depan kelas. Pria berpeci hitam, berkemeja putih kusam, dan celana krem panjang sedikit di bawah lutut itu bernama Soedirman, yang selama ini dikenal sebagai guru kelas yang ramah dan pintar mengajar, sedangkan di sampingnya adalah Isdiman. Soedirman melanjutkan kalimatnya. “Saya minta pangestu (restu),  mudah-mudahan berhasil. Anak-anak kalau sudah besar nanti juga harus berjuang. Membela negara.”

Serentak murid-murid menjawab, “Nggih, Pak!”. Sejenak kemudian kelas menjadi gaduh, anak-anak berteriak-teriak. “Selamat berjuang, Pak! Selamat berjuang, Pak! Semoga berhasil!”. Anak-anak itu merasa sedang kehilangan seorang guru kesayangannya. Soedirman menyalami para murid sebelum meninggalkan ruangan sambil melambaikan tangan. Isdiman, yang tak berujar sepatah kata pun, mengikuti di belakangnya.

Beberapa tahun setelah kejadian itu, nama kedua pria yang berpamitan tadi muncul sebagai tokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia, yang dikenal di berbagai negara. Soedirman menjadi seorang Jenderal, Panglima Besar TNI, diangkat pada Juni 1947. Adapun Letnan Kolonel Isdiman gugur sebagai Komandan Resimen 16/II Purwokerto, dua tahun sebelumnya, dalam pertempuran melawan tentara sekutu di Ambarawa, Jawa Tengah.

Soedirman mendapatkan pendidikan militer pertamanya dari Jepang. Ia direkrut pemerintah negeri matahari terbit itu pada usia 25 tahun.  Soedirman kemudian masuk Peta angkatan kedua sebagai calon daidancho yang dimulai pada April 1944.  (diolah dari majalah Tempo

Ketika Indonesia menyatakan kemerdekaan 17 Agustus 1945, Pemerintah Belanda tidak terima. Mereka kembali menyerang Indonesia dengan  dukungan tentara sekutu. Namun kekuatan dan kecerdasan sekutu mampu dikalahkan oleh gerilya tentara rakyat indonesia di bawah pimpinan Jenderal Soedirman. Soedirman tidak mengeluh soal minimnya persenjataan TNI.  Seandainya ia mengeluh, mungkin riwayat Negara  Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah tamat.

Dalam perundingan pemerintah Belanda dengan para diplomat Indonesia, Belanda menawarkan negara serikat di bawah kordinasi kerajaan Belanda. Untunglah Soedirman menyatakan dengan tegas; kemerdekaan haruslah 100 %, tidak setengah-setengah.

Singkat cerita, perang gerilya sanggup mengalahkan Belanda, dengan moto “maju terus, pantang mundur”.  Tentara Indonesia berhasil menduduki Jogjakarta selama  6 jam , yang membuat dunia terperangah dan percaya bahwa negara Indonesia itu nyata, dan kuat. Maka pada tahun 1949 Kerajaan Belanda mengakui  kedaulatan NKRI.  Inilah sejarah perang kemerdekaan yang menginspirasi banyak negara Asia dan Afrika menjadi berani memerdekakan diri .

Mumpung bulan Agustus, yang merupakan bulan Kemerdekaan, saya coba menyelami kisah  seorang Jenderal Soedirman ini .  Pelajaran dari kisah ini adalah, jika indonesia sanggup mengalahkan sekutu dengan gerilya, kenapa kini mental kita kerap merasa sudah kalah oleh dominasi ekonomi negara maju? Bisa jadi kekuatan Indonesia bukan pada korporasi melainkan pada ekonomi skala UKM yang dikelola secara baik dan tak perlu banyak bicara, seperti kekuatan perang gerilya. Di Eropa saja, koperasi peternak sapi perah dapat berkembang hingga memiliki industri es krim Campina yg sangat mendunia. Kenapa kita selalu berpikir, kalah karena skalanya kecil, modalnya terbatas?  Bukankah Soedirman bergerilnya tanpa mengeluh kekurangan senjata?

Soedirman telah membuktikan perubahan besar pada dirinya, dari seorang guru menjadi prajurit. Keputusan besar telah diambil di usianya yang muda. Dan dipilih melalui pemungutan suara menjadi Panglima Perang sebelum usia 30 tahun dan bisa diangkat menjadi Jenderal TNI di usia 30 tahun. “Jika mau perubahan besar, perlu mengambil keputusan besar”.

Keunggulan Soerdirman adalah jujur, soleh, dan teguh pada prinsip. Ketika para rakyat terombang-ambing oleh perang mempertahankan kemerdekaan, mental para pemimpin diuji. Soedirman menegaskan, maju terus pantang mundur. “Merdeka harusnya tidak setengah-setengah,” begitu pesannya.

Kita, di bulan Agustus ini kita sedang merayakan Proklamasi Kemerdekaan ke-70. Sayangnya saat ini peringatan HUT RI ini semakin hambar dan jauh dari pesan-pesan  semangat proklamasi, yang sejatinya sangat penting untuk motivasi meraih sukses di dunia nyata. Seandainya Soedirman masih hidup, mungkin ia berbicara keras kepada  orang-orang yang mengeluh karena persaingan yang makin keras, pertumbuhan ekonomi melambat, usaha merugi, piutang tidak tertagih atau mungkin mengeluh karena merasa sial.

“Maju terus pantang mundur, jangan setengah-setengah !” pesan Soedirman, guru SD yang menjadi panglima perang. ***

(dimuat di rubrik refleksi majalah Infovet edisi Agustus 2015)

TRAINING JURNALISTIK PETERNAKAN FORUM MEDIA PETERNAKAN (FORMAT) 30 Juli 2015

Dalam rangka pameran Indo Livestock 2015 Expo & Forum, Forum Media Peternakan
(Format) bekerjasama dengan PT. Napindo Media Ashatama menyelenggarakan Training
Jurnalistik Peternakan untuk Anda yang berminat/bertugas di bidang penulisan artikel,
jurnalistik dan Public Relation perusahaan.

Acara berlangsung pada:
Hari & Tanggal : Kamis, 30 Juli 2015
Waktu                : 14.00 -17.00 WIB
Tempat              : Theater 5, Convention Hall, Grand City Convex Surabaya

Training Jurnalistik yang perlu diikuti oleh praktisi humas, pengelola buletin internal perusahaan/pemerintah, penulis lepas, calon wartawan dan siapa saja yang berminat pada dunia tulis menulis bidang peternakan.
 
Materi :
1. Teknik Menulis Artikel Populer Untuk Media Peternakan
2. Teknik Menulis Berita untuk bulletin/majalah internal
3. Teknik Menyusun Press Release perusahaan/lembaga pemerintah
Narasumber :
1. Bambang Suharno (Ketua FORMAT, Pimpinan Redaksi Majalah Infovet)
2. Ika Rahayu (Wakil Sekretaris Format, Wartawan Senior Sinar Tani)
Peserta :
Penulis freelance dan penulis tetap media cetak dan online.
Pengelola media kampus, media perusahaan, media pemerintah pusat dan daerah.
Siapa saja yang berminat di bidang penulisan artikel dan jurnalistik.


Pendaftaran : 0856 8800 752 (Wawan), 0856 9876 370 (Meliyana).
Format pendaftaran sms,
Ketik : Nama#Perusahaan#TrainingJurnalistik#30Juli , kirim ke 0856 9876 370

Di Balik Peluang Ada Peluang

Oleh : Ir. Bambang Suharno

Di balik kesulitan ada kemudahan. Di balik kemudahan, mungkin saja ada kesulitan, dan bisa juga ada kemudahan yang lain. Jika bisnis  Anda terasa berat untuk melakukan pertumbuhan, mungkin saja anda tengah mendaki menuju puncak kesuksesan. Sebaliknya jika terasa berjalan ringan, hati-hatilah , siapa tahu di depan ada jurang.

Cerita tentang krisis melahirkan peluang baru, sudah sering kita dengar. Mereka yang  sukses di tengah krisis adalah yang percaya bahwa dalam situasi yang sulit mereka dapat melakukan langkah lompatan yang orang lain tidak bisa lakukan. Mereka punya cara berpikir sendiri; di balik kesulitan ada kemudahan.

Ada pula orang yang melihat di balik kemudahan ada kemudahan baru. Tatkala ada trend bisnis tertentu, yang hanya dinikmati masyarakat kelas tertentu, akan muncul orang mampu mengikuti perubahan dan memanfaatkannya meskipun bukan termasuk kelas tertentu tersebut.

Tahun 1800an, di California Amerika Serikat banyak orang ingin  masuk ke bisnis tambang emas karena potensinya sangat menjanjikan. Waktu itu banyak konglomerat, orang-orang pintar, dan pejabat menginvestasikan uangnya di bisnis tambang emas. Benar, bisnis tambang  emas saat itu sangat booming, dimana-mana orang memilih berbisnis tambang emas kalau ingin meraih potensi besar. Hanya saja yang bisa berbisnis tambang emas adalah mereka yang punya keahlian, dan sudah punya modal, atau mereka yang punya kenalan yang punya modal.

Namun sebagaimana bisnis pada umumnya, tidak  semua orang dapat meraih sukses di bisnis tambang emas. Sekitar 90% pebisnis gagal di 5 tahun pertama, dan 5 tahun berikutnya ada 90% lagi yang gagal. Yang tak terduga-duga adalah ada seorang bernama Sam Brannan yang menjadi milioner pertama di California saat itu tanpa menjadi penambang emas.

Dia adalah orang biasa (bukan orang kaya) yang menjual sekop dan alat-alat pertambangan emas. Usaha itu laku keras. Di era yang hampir bersamaan, ada orang lain yang bernama Levi Strauss, yang mencoba peruntungan dengan menjual tenda ke para penambang emas. Sayangnya ia kurang berhasil, karena ternyata sudah banyak yang jual tenda.

Levi Strauss tidak kehilangan akal. Ia percaya pasti ada peluang lain di tengah “kerumunan” penambang emas. Karena punya keahlian menjahit, maka ia mencoba membuat celana yang nyaman dan tahan lama untuk dipakai oleh para penambang emas. Rupanya dari sinilah aliran rejeki Levi Strauss mulai mengalir deras.

Ia akhirnya menjadi milioner juga dalam era pertambangan emas, karena menjual banyak sekali celana jeans ke para penambang emas saat itu. Bukan hanya itu, celana jeans dengan merk Levis itu kemudian berkembang menjadi celana untuk semua orang di manapun di dunia. Bisnisnya berkilau melebihi kilau bisnis tambang emas.

Pertanyaan yang kerap muncul, bagaimana mereka bisa sukses menangkap peluang, sementara yang lain hanya sebagai penonton saja? Mengapa yang lain bisa terus optimis di masa apapun, sebaliknya ada yang tetap mengeluh meski situasi ekonomi negara makin baik.

Jennie S. Bev seorang penulis Indonesia yang tinggal di AS mengatakan, yang penting bagi kita yang mau sukses dalam situasi apapun adalah mindset sukses. “Success is a mindset. It is not a journey, nor a destination. It is already within you,” katanya. Jadi sukses itu mindset, bukan perjalanan, bukan tujuan. Sukses itu sudah ada di dalam diri  kita, tinggal dibangunkan saja dari tidurnya.

Menurut American Heritage Dictionary, mindset adalah keyakinan teguh yang menjadi dasar bagi respons-respons dan interpretasi yang dimiliki oleh seseorang terhadap sesuatu kejadian. Terhadap kejadian yang sama, seseorang bermindset sukses mempunyai respons dan interpretasi yang berbeda dengan seseorang yang bermindset pecundang. Contoh mudahnya, apabila seseorang mengalami kesusahan hidup, seorang sukses selalu melihat kesulitan sebagai guru yang baik, karena ia bisa belajar bagaimana mengatasi kesusahan di masa depan. Sebaliknya seorang pecundang, menjadikan kesulitan hidup sebagai alasan mengapa ia sekarang bernasib seperti sekarang, yaitu “malang.” Ia mencari kambing hitam untuk menjelaskan mengapa ia mengalami kegagalan hidup dan hidup penuh kemalangan seperti sekarang ini.

Levi Strauss  tidak mampu ikut menjadi investor tambang emas karena tidak punya modal, namun ia terus mencari cara agar bisa ikut bergerak meraih pendapatan besar seiring booming tambang emas. Ia memiliki mindset sukses, sehingga tidak mencari-cari alasan bahwa rakyat biasa tak mungkin bisa menikmati dampak booming-nya tambang emas.***

Abstract Infovet Juni 2015

Industry Leaders Sign Agreement to Create Pig Farm of The Future In China

Global animal health leader Alltech has signed a memorandum of understanding with Jiangsu Guo Ming Agricultural Development Company at the China Animal Husbandry Expo in Chongqing, confirming the companies’ commitment to work together to open a new pig farm in Shuyang, Jiangsu Province, China.
 Five companies have come together to support Jiangsu Guo Ming in the development of the farm in their respective areas of expertise. Alltech will provide animal nutrition solutions, Big Dutchman and Betco will work together on the equipment, facility and house design, PIC will provide genetics and Pipestone will offer management support.
The farm, which will take approximately two years to complete, will rely on the expertise of industry leaders to develop a farm that will model to farmers and processors how using the latest technologies, including nutrigenomics, can maximise productivity.  The farm will house 5,000 sows and in a second phase expand to include grower-finisher barns.  The end goal is to produce antibiotic free, natural pork products in a highly efficient manner with far less environmental impact than today’s farming practices.
 “The pig industry in China is transforming from scattered small farms to large-scale farming, and there are lots of opportunities for growth. This new farm will need comprehensive technology, thus we are partnering with industry leaders to maximise productivity,” said Guoming Pan, president of Jiangsu Guo Ming.
Jiangsu Guo Ming aims to create a farm that is environmentally sustainable with high standards for animal welfare.  In addition to ensuring traceability from seed to feed, a key objective is to produce a model for manure management that can be replicated on farms in China.
“Alltech is guided by our ACE principle, which stands for benefit and safety to the Animal, Consumer and Environment, and the base of our products has always been natural. We are proud to work with Jiangsu Guo Ming and other industry leaders to develop a farm that follows this principle and uses the latest technologies to maximise productivity,” said Dr. Mark Lyons, Alltech vice president and director of China business operations. “I am confident that Alltech’s contribution, backed by 35 years of experience, will be significant in helping pigs achieve their genetic potential through nutrition.”
The agreement was signed by representatives from six companies: Guoming Pan, president of Jiangsu Guoming; Fred Barnard, COO of Betco Asia; Nigel Goode, president of Pig Business Unit, Big Dutchman; Martin Butler, China director, Pipestone; Sean Teng, key account director, PIC China and Michael Woolsey, senior regulatory strategic manager, Alltech China.

(Bukan) Swasembada Daging Sapi

Oleh : Rochadi Tawaf
(Dosen Fakultas Peternakan Unpad)

Program swasembada daging sapi ternyata telah gagal untuk keempat kalinya, sejak dicanangkan di tahun 1995 lalu. Selanjutnya, dipenghujung  berakhirnya program swasembada daging sapi bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan di kabinet Indonesia bersatu, pernyataan Menteri Pertanian Suswono  sangat menarik untuk disimak. Beliau menyatakan bahwa, kegagalan swasembada daging sapi karena kesalahan hitung.

Farming System (?)
Menurut hemat penulis, ‘kesalahan hitung’ yang dimaksud Suswono merupakan manivestasi dari kontroversi yang terjadi antara ‘farming system versus sistem agribisnis’ yang sejak lama menjadi perdebatan dalam implementasinya di negeri ini. Pasalnya, apakah kita akan mengembangkan farming system yang lebih dikenal dengan istilah usaha ternak rakyat/peternakan rakyat, ataukah perusahaan peternakan  yang menganut konsep sistem agribisnis dalam membangun pertanian/peternakan?

Seperti diketahui bahwa, kondisi pertanian di negeri ini khususnya peternakan sapi dan kerbau yang sebagian besar atau lebih dari 90% merupakan usaha petani rakyat yang dikelola secara tradisional dan sudah turun temurun.

Para peternak, beranggapan bahwa ternak merupakan asset hidup atau livestock yang akan dimanfaatkan manakala mereka membutuhkannya. Artinya, asset tersebut lebih merupakan sosial asset ketimbang asset dalam arti ekonomi. Pernyataan ini mempertegas, bahwa kondisi peternakan rakyat dalam keadaan ‘tidak mengikuti hukum ekonomi’. Usaha mereka, lebih bersifat memanfaatkan limbah pertanian untuk pakan karena ketiadaan lahan usaha, dan tenaga kerja yang digunakanpun tidak dihitung bahkan investasi kandang diperoleh dari yang ada disekitar rumah mereka.

Sedangkan menurut Soehadji (1995), peternakan rakyat dicirikan oleh skala usahanya yang kecil, cara usahanya menggunakan teknologi sederhana (tradisional), dengan corak usaha masih bersifat sambilan  dan  produknya berkualitas rendah. Dari realita tersebut, pendekatan yang dapat dilakukan dalam  membangun peternak rakyat, tentunya adalah pendekatan farming system. Dalam kondisi yang demikian, ternyat semua alat analisis yang digunakan dalam cetak biru menggunakan konsep dan teori sistem agribisnis, yang notabene-nya adalah perusahaan peternakan. Tentunya, alat analisis tersebut tidak lagi setajam untuk membedah perusahaan ketimbang membedah kondisi usaha peternakan rakyat.

Kondisi Permintaan Daging
Selain kondisi farming system, perhitungan atas permintaan daging sapi selalu menjadi polemik. Pada akhir-akhir ini, analisis Soedjana (2014), mengenai pola konsumsi daging sapi dapat dihitung melalui pendekatan angka partisipasi konsumsi daging sapi berdasarkan hasil Susenas BPS.  Sebelumnya banyak para ahli melakukan pendekatan analisis permintaan kepada besaran patokan konsumsi protein hewani, pangsa belanja keluarga terhadap daging sapi dan permintaan akan daging sapi yang dihitung dari angka pemotongan ternak sapi.

Hasil analisis Soedjana (2014), ternyata menunjukkan bahwa sejauh ini konsumen daging sapi hanya diwakili oleh 26,15% (2002), 21,93% (2005), 16,18% (2008), 16,16% (2011), dan 15,25% (2014) yang menurun sejak tahun 2002-2014 dari 26% Rumah Tangga Konsumen (RTK) menjadi 15% RTK. Namun demikian, sebenarnya telah terjadi peningkatan konsumsi pada kluster RTK tersebut menjadi sekitar 15.5 kg/kapita/tahun (2014) atau meningkat dibanding 6,71 kg (2002), 10,47 kg (2005), 10,82 kg (2008) dan 13,11 kg (2011).

Sehingga, peningkatan konsumsi daging sapi perkapita pertahun terus meningkat pada kluster pengonsumsinya. Apabila dihitung, jumlah konsumsi daging nasional setahun tidak kurang dari 650 ribu ton, berbeda dengan analisis yang dilakukan pemerintah dengan menggunakan cara konvensional selama ini hanya 550 ribu ton/tahun.

Beban Peternak Rakyat

Selama ini peternakan rakyat telah diberikan beban berat oleh pemerintah sebagai tulang punggung bagi suksesnya swasembada daging nasional. Tugas tersebut, mulai dari pengadaan bibit bakalan sampai dengan pengadaan sapi siap potong. Di sisi lain, program swasembada daging sapi dan kerbau di-desain dengan pendekatan sistem agribisnis. Hal ini dicirikan, dengan cara berpikirnya linier  dan   perencanaannya layak digunakan oleh suatu perusahaan, bukan untuk peternakan rakyat. Karena, analisisnya tidak memperhitungkan berbagai aspek ‘sosio budaya’ yang sangat kental dalam kehidupan peternak rakyat diperdesaan.

Sedangkan kita ketahui pula, bahwa sistem agribisnis sejak kelahirannya di tahun 1950an di Amerika Serikat, ditujukan bagi pengembangan perusahaan pertanian. Sistem ini akan berjalan dengan baik, jika berbagai kelembagaan yang terlibat telah berorientasi ekonomi. Tanpa hal tersebut, sistem agribisnis tidak akan berjalan dengan baik. Disinilah sebenarnya inti masalahnya berkaitan dengan pembangunan peternakan di negeri ini yang berbasis sistem agribisnis.

Pasalnya, jika saja konsep ini diterapkan di tengah-tengah usaha peternakan rakyat yang belum berorientasi ekonomi, niscaya hasilnya menjadi tidak optimal. Hal tersebut dibuktikan bahwa program swasembada daging sapi yang dicanangkan sejak tahun 1995, ternyata hingga kini tidak dapat terealisir.
Sesungguhnya jika peternakan rakyat diberikan inovasi yang intensif, dengan kata lain usahanya diarahkan agar berorientasi ekonomi, tentu hasilnya tiada satupun peternakan rakyat yang usahanya menguntungkan. Artinya kegiatan usaha pada peternakan rakyat akan terjadi perubahan, yaitu skala usahanya akan meningkat menjadi skala usaha yang ekonomis.

Sedangkan bagi usaha peternakan yang tidak ekonomis atau tidak mampu melakukan perubahan, mereka akan bangkrut atau menutup kegiatan usaha pertaniannya. Banyak contoh perubahan seperti ini terjadi di pelbagai negara, dimana populasi ternak meningkat sementara jumlah peternaknya semakin menurun secara signifikan. Kongkritnya, apakah pembangunan di negeri ini, akan meninggalkan peternakan rakyat karena tumbuh lambat? atau membangun industri (perusahaan) peternakan? Untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang tumbuh sangat cepat.

(Bukan) Swasembada
Jika saja pemerintah Jokowi masih menghendaki bahwa swasembada daging sapi akan direalisasikan juga di tahun 2019, maka yang harus diubah adalah paradigmanya, yaitu upaya peningkatan produksi dan produktivitas sapi potong yang masih relevan dijadikan sebagai program pemenuhan kebutuhan protein hewani pada pembangunan peternakan nasional. Bukan program swasembada daging sapi seperti yang dilakukan pada masa lalu.

Langkah-langkah operasional yang dapat dilakukan yaitu sesuai dengan perudangan yang ada sebagai berikut, yang semula perbibitan mengandalkan hasil produksi dari peternakan rakyat, sebaiknya direorientasi menjadi menggunakan perusahaan peternakan sebagai tulang punggung bagi suksesnya program tersebut.

Hal ini sesuai dengan amanat UU No. 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, bahwa pemerintah berkewajiban menyediakan bibit sapi. sehubungan dengan hal tersebut, maka peran kegiatan perbibitan harus diambil alih oleh BUMN/D, yang dimaksud BUMN/D adalah perseroan pemerintah yang bergerak di sektor pertanian/peternakan. Dalam kasus ini, peternakan rakyat beralih fungsinya melakukan kegiatan usaha penggemukan bukan perbibitan. Sehingga nilai tambah dari bisnis penggemukan bisa dinikmati lebih baik daripada usaha perbibitan. Jadi penyediaan bibit tidak lagi diserahkan kepada peternak rakyat yang sangat lemah dalam permodalan, teknologi, skala usaha dan sistem logistik dalam transportasi.

Namun, jika kita masih mengharapkan peternakan rakyat untuk berkontribusi dalam penyediaan bibit, maka sebagai konsekuensinya akan menjadi kewajiban pemerintah untuk mengambil alih sebagian beban biaya produksinya. Misalnya, bunga bank, infrastruktur perbibitan seperti sarana Inseminasi Buatan (IB), infrastruktur logistik dan transportasi. Tanpa itu, harga produk sapi bakalan yang tercipta dari hasil budidaya perbibitan tidak akan memiliki daya saing.

Membangun peternakan sesungguhnya merupakan kewajiban pemerintah dalam menciptakan ‘kedaulatan pangan’ seperti slogannya pemerintahan Jokowi saat ini. Untuk ini, kata kuncinya adalah setiap proses produksi harus mampu menciptakan produk yang berdaya saing. Di negeri ini masih banyak ‘keunggulan komparatif’ yang mampu diciptakan untuk meningkatkan daya saing. Katakanlah pola integrasi perkebunan dan ternak, pola ini tidak sebatas sapi-sawit yang sudah banyak di introduksi, juga bisa sapi-kelapa (coco-beef), sapi-nanas, sapi-karet, sapi-coklat dan lainnya.

Namun, sepertinya kesemua hal tersebut masih sangat sulit  untuk direalisasi, mengingat bisnis integrasi ini memerlukan terobosan pola pikir, teknologi, infrastruktur dan permodalan.***

Satu Persatu Impiannya Terwujud

Drh. Meiti Ifianti
Tidak disangka ternyata kuliah atau pekerjaan yang Anda jalani sekarang, bisa saja menjadi sebuah perjalanan yang manis untuk hidup Anda. Hal ini dibuktikan oleh Meiti Ifianti, mahasiswi lulusan Fakultas Kedokteran Hewan dari Institut Pertanian Bogor (IPB).

Perjalanannya dimulai saat dia hijrah dari Banten untuk kuliah di IPB tahun 1997, ia masuk IPB dengan menempuh jalur PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan) dan memilih sendiri masuk di jurusan Dokter Hewan. Ia mengaku tertarik dengan dunia kedokteran hewan sebab awalnya ia menyukai hewan peliharaan dan mempunyai mimpi untuk membuka praktek sebagai dokter hewan, dan tak pernah terbayang oleh dirinya akan bekerja di perusahaan swasta. Pada saat kuliah, ia mengambil SKH selama empat tahun dan profesi dokter hewan selama dua tahun.

Kemudian dia lulus pada 2003 dan langsung bekerja di PT Indovetraco Makmur Abadi (IMA), Charoen Pokphand Group selama kurang lebih tiga tahun. Awal masuk, ia menjadi Technical dan Marketing Officer di PT IMA. PT IMA merupakan salah satu distributor obat hewan yang mendistribusikan produk-produk dari beberapa supplier seperti Lohman Animal Health (LAH), CEVA, Phibro dan Novartis serta beberapa perusahaan multinasional lainnya pada saat itu. Setelah satu tahun bekerja, ia diminta menjabat menjadi Produk Manager untuk Vaksin dan satu tahun berikutnya ia juga menjabat sebagai Produk Manager untuk Feed Additive, itu menjadi posisi terakhirnya di IMA.

Pada Agustus 2006, ia bekerja di Schering Plough Animal Health sebagai Key Account Manager, dan kemudian terjadi proses akuisisi menjadi Intervet/Schering Plough dan kemudian berubah lagi menjadi MSD Animal Health, posisi terakhir dia di MSD adalah sebagai Associate Director Business Unit sampai April 2014. Dan pada Mei 2014 sampai sekarang ia bergabung bersama Adisseo Asia Pacific Pte Ltd sebagai Country Manager Indonesia.

Tepat di 2015 ini, dia juga berhasil merampungkan cita-citanya menempuh pendidikan S2. Dimana ia mengambil double degree secara sekaligus di Swiss German University (SGU) sebagai Magister Management (MM) dan di University of Applied Sciences Jena sebagai Master of Business Administration (MBA).

Semua hal yang telah ditempuhnya tentu tak luput dari dukungan orang-orang terdekatnya. Berkat dukungan dari keluarga dan suami, kini wanita berambut pendek tersebut bisa menggapai satu persatu keinginannya. “Awalnya saya terinspirasi dari film-film jepang, dimana saya melihat wanita karir disana bisa survive dan itu yang memotivasi saya, namun setelah saya masuk kerja, hal yang memotivasi adalah saya ingin memberikan yang terbaik untuk keluarga dan anak, tentunya berharap anak saya bisa lebih baik dari saya, mulai dari pendidikan dan pekerjaan , saya bisa membantu membangun masa depannya dengan cara memberikan wawasan yang saya ketahui,” ujar ibu satu anak itu.

Walau ia jauh dari orang tuanya yang tinggal di Banten, tetapi ungkap dia, kedua orang tuanya mengerti bahwa ia memang benar-benar serius untuk mengejar cita-cita dan mau belajar. Meskipun begitu, tentunya dia juga tahu tanggung jawabnya sebagai anak. Sang suami, Sonny Cokro juga sangat mendukung apapun yang ia lakukan. “Tentunya saya tidak bisa berada di posisi ini tanpa dukungan dari suami dan keluarga. Suami juga ga jauh beda dengan saya, tetapi dia di bidang Aquaculture,” tutur wanita yang hobi traveling dan reading ini.

Hal terpenting dalam menjalani pekerjaan yang ia pegang teguh sampai saat ini adalah fokus. Fokus terhadap apa yang diinginkan dan fokus berusaha memberikan yang terbaik untuk perusahaan, serta fokus dalam menjaga keseimbangan dalam bekerja dan keharmonisan dalam rumah tangga.

Menurutnya, bidang kesehatan hewan atau kedokteran hewan mempunyai prospek yang sangat baik ke depannya. Tentunya tidak hanya dengan belajar pada saat kuliah, tetapi juga dibarengi dengan pelajaran lain seperti bahasa inggris dan kemampuan berkomunikasi diluar dari bidang kesehatan itu sendiri. Sebab di jaman sekarang, teknologi yang semakin maju dapat dengan mudah dipergunakan untuk mencari ilmu, karena hal itu penting untuk bekal nanti di dunia kerja.

Wanita kelahiran Pandeglang 1979 itu mengaku sangat beruntung, dari bekerja, hobi traveling-nya bisa sekaligus terealisasi dengan sendirinya. Sebab pekerjaannya kerap dilakukan di luar Jakarta, tidak hanya domestik tetapi juga mancanegara. Hampir seluruh negara pernah ia kunjungi, mulai dari Malaysia, Singapura, China, Korea, Taiwan, Philipina, Thailand, Australia, Amerika, Perancis, Jerman, dan Belanda. Katanya, Itu juga mungkin bisa menjadi motivasi, bahwa sebenarnya dengan bekerja di dunia kesehatan hewan  bisa membawa kita untuk melihat dunia internasional.

Wanita yang juga penyayang kucing ini, masih menginginkan bisa membuka praktek sendiri. Apabila diberi kesempatan oleh yang Maha Kuasa, tentunya ia ingin menambah skill untuk bisa praktek. Ia sudah dapat membayangkan kliniknya nanti bisa memberikan tempat untuk tim dokter hewan bisa bekerja disana. Sebab, untuk karir saat ini ia sudah bisa mendapatkan apa yang ia inginkan. “Sebab, untuk karir saat ini saya sudah merasa bersyukur atas apa yang sudah dan sedang di jalani. Saat ini prioritas saya mungkin akan tetap fokus terhadap pekerjaan, mencoba memberikan kontribusi yang berarti bagi perusahaan yang sekarang, karena saya baru setahun dan saya ingin menikmati pekerjaan saya dengan enjoy,” ungkap wanita penyuka warna terang ini.

Langkah demi langkah karir dan pendidikan dipetiknya dengan penuh kerja keras, dan ia ingin terus membangun mimpinya. Jika satu mimpi tercapai, janganlah berhenti. Terus buat mimpimu untuk memotivasi diri sendiri. (rbs)

Biodata
Nama : Drh. Meiti Ifianti, MM, MBA
Tempat, tanggal lahir : Pandeglang, 14 Mei 1979
Jabatan saat ini : Country Manager – Adisseo Asia Pacific Pte Ltd
Email : meiti.ifianti@adisseo.com
Nama Suami : Sonny Cokro, SE, MM
Nama Anak : Ravalea M. Cokro,
Riwayat Pendidikan :
  1. University of Applied Sciences Jena - Master of Business Administration
  (MBA), Business Administration and Management, General (2014 – 2015).
  2. Swiss German University - Magister Management (MM), Business,
  Management, Marketing and Related Support Services (2013 – 2015).
  3. Bogor Agriculture University - Doctor of Veterinary Medicine (DVM),
  Veterinary Medicine (1997 – 2003).
Pengalaman Kerja :
  1. Country Manager Indonesia – Adisseo Asia Pacific Pte Ltd (Mei 2014 –
  Present) Indonesia.
  2. Associate Director Business Unit – Poultry & Companion Animal - MSD
  Animal Health (April 2012 – April 2014) Indonesia.
  3. Business Unit Manager – Poultry - MSD Animal Health (Januari 2010 –
  Maret 2012) Indonesia.
  4. Key Account Manager - Intervet/Schering Plough Animal Health
  (Agustus 2006 – Desember 2009) Indonesia.
  5. Product Manager Vaccine and Feed Additive - PT. Indovetraco Makmur Abadi, Charoen Pokphand Group (September 2003 – Juli 2006) Greater Jakarta
  Area, Indonesia.
Hobi : Traveling dan Reading

PB ISPI Berikan Solusi Atas Masalah Perunggasan Terkini

Foto bersama para pembicara FGD dan pengurus PB ISPI
Bertempat di Aula Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (Puslitbangnak) Bogor, Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Menata Industri Perunggasan Nasional yang membahas tentang daya saing industri unggas nasional dan ancaman produk hasil unggas dari luar negeri.

Pertemuan yang dilakukan pada Selasa, 12 Mei 2015 ini diikuti oleh segenap perwakilan peternak Bogor yang bernaung dibawah PPUN dan GOPAN, Ketua Umum PB PDHI Dr drh Heru Setijanto, Ketua ARPHUIN Ir Ahmad Dawami, Ketua AINI Prof Nachrowi, Ketua Pintar Lampung Ir Agus Wahyudi, dan perwakilan dari PB Ismapeti dan ASOHI. 

Menurut Ketua ISPI Prof Ali Agus, industri perunggasan memiliki peran sangat penting dalam perekonomian. Hal ini dimungkinkan karena industri perunggasan mampu menghasilkan swasembada daging unggas maupun telur. Selain itu, sektor ini ikut berperan dalam meningkatkan kesehatan dan kecerdasan masyarakat. Produk unggas berupa daging ayam dan telur adalah sumber protein yang berkualitas dengan harga terjangkau. Saat ini, 65% daging yang dikonsumsi masyarakat Indonesia berasal dari daging ayam.

Potensi industri perunggasan di Indonesia masih akan terus tumbuh lebih tinggi. Membandingkan dengan negara-negara Asean lainnya, angka konsumsi per kapita daging ayam Indonesia baru mencapai 8 kg/tahun masih di bawah Thailand 16 kg/tahun, dan Filipina 9 kg/tahun. Padahal angka pendapatan per kapita Indonesia tergolong masih lebih tinggi dari Filipina. Untuk meningkatkan konsumsi, sejumlah upaya kampanye gizi dilakukan oleh masyarakat perunggasan.

Dari sisi ekonomi, perunggasan telah menyerap 2,5 juta tenaga kerja langsung dengan total omzet berkisar Rp 120 triliun per tahun. Lapangan kerja di perdesaan dapat berkembang dengan adanya usaha peternakan unggas. Di samping itu, perunggasan juga merupakan faktor penggerak industri terkait lainnya di bidang pertanian, antara lain usaha budidaya jagung, dedak padi dan sebagainya.

Permasalahan dalam industri perunggasan adalah adanya kelebihan pasokan ayam sehingga harga ayam di pasar lokal menjadi tertekan. Pada sisi lain, kenaikan harga pakan dan biaya produksi terus melambung. Kondisi ini menyebabkan peternak rakyat semakin terjepit. Selain itu feedmill di Indoensia mampu menghasilkan 18,5 juta ton, sedangkan kebutuhan hanya 13 juta ton. Masih ada 5 juta yang belum terpakai.

Pertumbuhan DOC mencapai 20%, sedangkan permintaan kurang dari 15%. Artinya ada kelebihan produksi yang menyebabkan harga ayam potong mudah jatuh. Peternakan ayam broiler dan petelur penghasil DOC sebagian besar merupakan perusahaan besar yang sudah menggunakan teknologi modern. Sebagian besar industri peternakan ayam komersial di Indonesia merupakan penanaman modal asing (PMA) yang mendominasi pasar, dengan menguasai sekitar 70%-80% pasar.

Standarisasi kualitas DOC dan pengaturan suplainya untuk menjaga tingkat harga yang lebih stabil dan bisa menguntungkan berbagai pihak. Langkah ini sudah mulai dikerjakan oleh Pemerintah akibat membanjirnya suplai DOC sejak beberapa bulan lalu yang mengakibatkan banjir ayam broiler di pasaran menyebabkan kerugian berkepanangan tidak hanya di kalangan peternak tetapi juga menghampiri usaha pembibitan dan pabrik pakan. Kualitas DOC bisa bervariasi di antaranya tergantung umur induk. DOC yang kualitasnya jelek membutuhkan pemeliharaan ekstra. (wan)


Untuk selengkapnya baca Majalah Infovet Edisi 251 Juni 2015

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer