Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

TRAINING JURNALISTIK PETERNAKAN FORUM MEDIA PETERNAKAN (FORMAT) 30 Juli 2015

Dalam rangka pameran Indo Livestock 2015 Expo & Forum, Forum Media Peternakan
(Format) bekerjasama dengan PT. Napindo Media Ashatama menyelenggarakan Training
Jurnalistik Peternakan untuk Anda yang berminat/bertugas di bidang penulisan artikel,
jurnalistik dan Public Relation perusahaan.

Acara berlangsung pada:
Hari & Tanggal : Kamis, 30 Juli 2015
Waktu                : 14.00 -17.00 WIB
Tempat              : Theater 5, Convention Hall, Grand City Convex Surabaya

Training Jurnalistik yang perlu diikuti oleh praktisi humas, pengelola buletin internal perusahaan/pemerintah, penulis lepas, calon wartawan dan siapa saja yang berminat pada dunia tulis menulis bidang peternakan.
 
Materi :
1. Teknik Menulis Artikel Populer Untuk Media Peternakan
2. Teknik Menulis Berita untuk bulletin/majalah internal
3. Teknik Menyusun Press Release perusahaan/lembaga pemerintah
Narasumber :
1. Bambang Suharno (Ketua FORMAT, Pimpinan Redaksi Majalah Infovet)
2. Ika Rahayu (Wakil Sekretaris Format, Wartawan Senior Sinar Tani)
Peserta :
Penulis freelance dan penulis tetap media cetak dan online.
Pengelola media kampus, media perusahaan, media pemerintah pusat dan daerah.
Siapa saja yang berminat di bidang penulisan artikel dan jurnalistik.


Pendaftaran : 0856 8800 752 (Wawan), 0856 9876 370 (Meliyana).
Format pendaftaran sms,
Ketik : Nama#Perusahaan#TrainingJurnalistik#30Juli , kirim ke 0856 9876 370

Di Balik Peluang Ada Peluang

Oleh : Ir. Bambang Suharno

Di balik kesulitan ada kemudahan. Di balik kemudahan, mungkin saja ada kesulitan, dan bisa juga ada kemudahan yang lain. Jika bisnis  Anda terasa berat untuk melakukan pertumbuhan, mungkin saja anda tengah mendaki menuju puncak kesuksesan. Sebaliknya jika terasa berjalan ringan, hati-hatilah , siapa tahu di depan ada jurang.

Cerita tentang krisis melahirkan peluang baru, sudah sering kita dengar. Mereka yang  sukses di tengah krisis adalah yang percaya bahwa dalam situasi yang sulit mereka dapat melakukan langkah lompatan yang orang lain tidak bisa lakukan. Mereka punya cara berpikir sendiri; di balik kesulitan ada kemudahan.

Ada pula orang yang melihat di balik kemudahan ada kemudahan baru. Tatkala ada trend bisnis tertentu, yang hanya dinikmati masyarakat kelas tertentu, akan muncul orang mampu mengikuti perubahan dan memanfaatkannya meskipun bukan termasuk kelas tertentu tersebut.

Tahun 1800an, di California Amerika Serikat banyak orang ingin  masuk ke bisnis tambang emas karena potensinya sangat menjanjikan. Waktu itu banyak konglomerat, orang-orang pintar, dan pejabat menginvestasikan uangnya di bisnis tambang emas. Benar, bisnis tambang  emas saat itu sangat booming, dimana-mana orang memilih berbisnis tambang emas kalau ingin meraih potensi besar. Hanya saja yang bisa berbisnis tambang emas adalah mereka yang punya keahlian, dan sudah punya modal, atau mereka yang punya kenalan yang punya modal.

Namun sebagaimana bisnis pada umumnya, tidak  semua orang dapat meraih sukses di bisnis tambang emas. Sekitar 90% pebisnis gagal di 5 tahun pertama, dan 5 tahun berikutnya ada 90% lagi yang gagal. Yang tak terduga-duga adalah ada seorang bernama Sam Brannan yang menjadi milioner pertama di California saat itu tanpa menjadi penambang emas.

Dia adalah orang biasa (bukan orang kaya) yang menjual sekop dan alat-alat pertambangan emas. Usaha itu laku keras. Di era yang hampir bersamaan, ada orang lain yang bernama Levi Strauss, yang mencoba peruntungan dengan menjual tenda ke para penambang emas. Sayangnya ia kurang berhasil, karena ternyata sudah banyak yang jual tenda.

Levi Strauss tidak kehilangan akal. Ia percaya pasti ada peluang lain di tengah “kerumunan” penambang emas. Karena punya keahlian menjahit, maka ia mencoba membuat celana yang nyaman dan tahan lama untuk dipakai oleh para penambang emas. Rupanya dari sinilah aliran rejeki Levi Strauss mulai mengalir deras.

Ia akhirnya menjadi milioner juga dalam era pertambangan emas, karena menjual banyak sekali celana jeans ke para penambang emas saat itu. Bukan hanya itu, celana jeans dengan merk Levis itu kemudian berkembang menjadi celana untuk semua orang di manapun di dunia. Bisnisnya berkilau melebihi kilau bisnis tambang emas.

Pertanyaan yang kerap muncul, bagaimana mereka bisa sukses menangkap peluang, sementara yang lain hanya sebagai penonton saja? Mengapa yang lain bisa terus optimis di masa apapun, sebaliknya ada yang tetap mengeluh meski situasi ekonomi negara makin baik.

Jennie S. Bev seorang penulis Indonesia yang tinggal di AS mengatakan, yang penting bagi kita yang mau sukses dalam situasi apapun adalah mindset sukses. “Success is a mindset. It is not a journey, nor a destination. It is already within you,” katanya. Jadi sukses itu mindset, bukan perjalanan, bukan tujuan. Sukses itu sudah ada di dalam diri  kita, tinggal dibangunkan saja dari tidurnya.

Menurut American Heritage Dictionary, mindset adalah keyakinan teguh yang menjadi dasar bagi respons-respons dan interpretasi yang dimiliki oleh seseorang terhadap sesuatu kejadian. Terhadap kejadian yang sama, seseorang bermindset sukses mempunyai respons dan interpretasi yang berbeda dengan seseorang yang bermindset pecundang. Contoh mudahnya, apabila seseorang mengalami kesusahan hidup, seorang sukses selalu melihat kesulitan sebagai guru yang baik, karena ia bisa belajar bagaimana mengatasi kesusahan di masa depan. Sebaliknya seorang pecundang, menjadikan kesulitan hidup sebagai alasan mengapa ia sekarang bernasib seperti sekarang, yaitu “malang.” Ia mencari kambing hitam untuk menjelaskan mengapa ia mengalami kegagalan hidup dan hidup penuh kemalangan seperti sekarang ini.

Levi Strauss  tidak mampu ikut menjadi investor tambang emas karena tidak punya modal, namun ia terus mencari cara agar bisa ikut bergerak meraih pendapatan besar seiring booming tambang emas. Ia memiliki mindset sukses, sehingga tidak mencari-cari alasan bahwa rakyat biasa tak mungkin bisa menikmati dampak booming-nya tambang emas.***

Abstract Infovet Juni 2015

Industry Leaders Sign Agreement to Create Pig Farm of The Future In China

Global animal health leader Alltech has signed a memorandum of understanding with Jiangsu Guo Ming Agricultural Development Company at the China Animal Husbandry Expo in Chongqing, confirming the companies’ commitment to work together to open a new pig farm in Shuyang, Jiangsu Province, China.
 Five companies have come together to support Jiangsu Guo Ming in the development of the farm in their respective areas of expertise. Alltech will provide animal nutrition solutions, Big Dutchman and Betco will work together on the equipment, facility and house design, PIC will provide genetics and Pipestone will offer management support.
The farm, which will take approximately two years to complete, will rely on the expertise of industry leaders to develop a farm that will model to farmers and processors how using the latest technologies, including nutrigenomics, can maximise productivity.  The farm will house 5,000 sows and in a second phase expand to include grower-finisher barns.  The end goal is to produce antibiotic free, natural pork products in a highly efficient manner with far less environmental impact than today’s farming practices.
 “The pig industry in China is transforming from scattered small farms to large-scale farming, and there are lots of opportunities for growth. This new farm will need comprehensive technology, thus we are partnering with industry leaders to maximise productivity,” said Guoming Pan, president of Jiangsu Guo Ming.
Jiangsu Guo Ming aims to create a farm that is environmentally sustainable with high standards for animal welfare.  In addition to ensuring traceability from seed to feed, a key objective is to produce a model for manure management that can be replicated on farms in China.
“Alltech is guided by our ACE principle, which stands for benefit and safety to the Animal, Consumer and Environment, and the base of our products has always been natural. We are proud to work with Jiangsu Guo Ming and other industry leaders to develop a farm that follows this principle and uses the latest technologies to maximise productivity,” said Dr. Mark Lyons, Alltech vice president and director of China business operations. “I am confident that Alltech’s contribution, backed by 35 years of experience, will be significant in helping pigs achieve their genetic potential through nutrition.”
The agreement was signed by representatives from six companies: Guoming Pan, president of Jiangsu Guoming; Fred Barnard, COO of Betco Asia; Nigel Goode, president of Pig Business Unit, Big Dutchman; Martin Butler, China director, Pipestone; Sean Teng, key account director, PIC China and Michael Woolsey, senior regulatory strategic manager, Alltech China.

(Bukan) Swasembada Daging Sapi

Oleh : Rochadi Tawaf
(Dosen Fakultas Peternakan Unpad)

Program swasembada daging sapi ternyata telah gagal untuk keempat kalinya, sejak dicanangkan di tahun 1995 lalu. Selanjutnya, dipenghujung  berakhirnya program swasembada daging sapi bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan di kabinet Indonesia bersatu, pernyataan Menteri Pertanian Suswono  sangat menarik untuk disimak. Beliau menyatakan bahwa, kegagalan swasembada daging sapi karena kesalahan hitung.

Farming System (?)
Menurut hemat penulis, ‘kesalahan hitung’ yang dimaksud Suswono merupakan manivestasi dari kontroversi yang terjadi antara ‘farming system versus sistem agribisnis’ yang sejak lama menjadi perdebatan dalam implementasinya di negeri ini. Pasalnya, apakah kita akan mengembangkan farming system yang lebih dikenal dengan istilah usaha ternak rakyat/peternakan rakyat, ataukah perusahaan peternakan  yang menganut konsep sistem agribisnis dalam membangun pertanian/peternakan?

Seperti diketahui bahwa, kondisi pertanian di negeri ini khususnya peternakan sapi dan kerbau yang sebagian besar atau lebih dari 90% merupakan usaha petani rakyat yang dikelola secara tradisional dan sudah turun temurun.

Para peternak, beranggapan bahwa ternak merupakan asset hidup atau livestock yang akan dimanfaatkan manakala mereka membutuhkannya. Artinya, asset tersebut lebih merupakan sosial asset ketimbang asset dalam arti ekonomi. Pernyataan ini mempertegas, bahwa kondisi peternakan rakyat dalam keadaan ‘tidak mengikuti hukum ekonomi’. Usaha mereka, lebih bersifat memanfaatkan limbah pertanian untuk pakan karena ketiadaan lahan usaha, dan tenaga kerja yang digunakanpun tidak dihitung bahkan investasi kandang diperoleh dari yang ada disekitar rumah mereka.

Sedangkan menurut Soehadji (1995), peternakan rakyat dicirikan oleh skala usahanya yang kecil, cara usahanya menggunakan teknologi sederhana (tradisional), dengan corak usaha masih bersifat sambilan  dan  produknya berkualitas rendah. Dari realita tersebut, pendekatan yang dapat dilakukan dalam  membangun peternak rakyat, tentunya adalah pendekatan farming system. Dalam kondisi yang demikian, ternyat semua alat analisis yang digunakan dalam cetak biru menggunakan konsep dan teori sistem agribisnis, yang notabene-nya adalah perusahaan peternakan. Tentunya, alat analisis tersebut tidak lagi setajam untuk membedah perusahaan ketimbang membedah kondisi usaha peternakan rakyat.

Kondisi Permintaan Daging
Selain kondisi farming system, perhitungan atas permintaan daging sapi selalu menjadi polemik. Pada akhir-akhir ini, analisis Soedjana (2014), mengenai pola konsumsi daging sapi dapat dihitung melalui pendekatan angka partisipasi konsumsi daging sapi berdasarkan hasil Susenas BPS.  Sebelumnya banyak para ahli melakukan pendekatan analisis permintaan kepada besaran patokan konsumsi protein hewani, pangsa belanja keluarga terhadap daging sapi dan permintaan akan daging sapi yang dihitung dari angka pemotongan ternak sapi.

Hasil analisis Soedjana (2014), ternyata menunjukkan bahwa sejauh ini konsumen daging sapi hanya diwakili oleh 26,15% (2002), 21,93% (2005), 16,18% (2008), 16,16% (2011), dan 15,25% (2014) yang menurun sejak tahun 2002-2014 dari 26% Rumah Tangga Konsumen (RTK) menjadi 15% RTK. Namun demikian, sebenarnya telah terjadi peningkatan konsumsi pada kluster RTK tersebut menjadi sekitar 15.5 kg/kapita/tahun (2014) atau meningkat dibanding 6,71 kg (2002), 10,47 kg (2005), 10,82 kg (2008) dan 13,11 kg (2011).

Sehingga, peningkatan konsumsi daging sapi perkapita pertahun terus meningkat pada kluster pengonsumsinya. Apabila dihitung, jumlah konsumsi daging nasional setahun tidak kurang dari 650 ribu ton, berbeda dengan analisis yang dilakukan pemerintah dengan menggunakan cara konvensional selama ini hanya 550 ribu ton/tahun.

Beban Peternak Rakyat

Selama ini peternakan rakyat telah diberikan beban berat oleh pemerintah sebagai tulang punggung bagi suksesnya swasembada daging nasional. Tugas tersebut, mulai dari pengadaan bibit bakalan sampai dengan pengadaan sapi siap potong. Di sisi lain, program swasembada daging sapi dan kerbau di-desain dengan pendekatan sistem agribisnis. Hal ini dicirikan, dengan cara berpikirnya linier  dan   perencanaannya layak digunakan oleh suatu perusahaan, bukan untuk peternakan rakyat. Karena, analisisnya tidak memperhitungkan berbagai aspek ‘sosio budaya’ yang sangat kental dalam kehidupan peternak rakyat diperdesaan.

Sedangkan kita ketahui pula, bahwa sistem agribisnis sejak kelahirannya di tahun 1950an di Amerika Serikat, ditujukan bagi pengembangan perusahaan pertanian. Sistem ini akan berjalan dengan baik, jika berbagai kelembagaan yang terlibat telah berorientasi ekonomi. Tanpa hal tersebut, sistem agribisnis tidak akan berjalan dengan baik. Disinilah sebenarnya inti masalahnya berkaitan dengan pembangunan peternakan di negeri ini yang berbasis sistem agribisnis.

Pasalnya, jika saja konsep ini diterapkan di tengah-tengah usaha peternakan rakyat yang belum berorientasi ekonomi, niscaya hasilnya menjadi tidak optimal. Hal tersebut dibuktikan bahwa program swasembada daging sapi yang dicanangkan sejak tahun 1995, ternyata hingga kini tidak dapat terealisir.
Sesungguhnya jika peternakan rakyat diberikan inovasi yang intensif, dengan kata lain usahanya diarahkan agar berorientasi ekonomi, tentu hasilnya tiada satupun peternakan rakyat yang usahanya menguntungkan. Artinya kegiatan usaha pada peternakan rakyat akan terjadi perubahan, yaitu skala usahanya akan meningkat menjadi skala usaha yang ekonomis.

Sedangkan bagi usaha peternakan yang tidak ekonomis atau tidak mampu melakukan perubahan, mereka akan bangkrut atau menutup kegiatan usaha pertaniannya. Banyak contoh perubahan seperti ini terjadi di pelbagai negara, dimana populasi ternak meningkat sementara jumlah peternaknya semakin menurun secara signifikan. Kongkritnya, apakah pembangunan di negeri ini, akan meninggalkan peternakan rakyat karena tumbuh lambat? atau membangun industri (perusahaan) peternakan? Untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang tumbuh sangat cepat.

(Bukan) Swasembada
Jika saja pemerintah Jokowi masih menghendaki bahwa swasembada daging sapi akan direalisasikan juga di tahun 2019, maka yang harus diubah adalah paradigmanya, yaitu upaya peningkatan produksi dan produktivitas sapi potong yang masih relevan dijadikan sebagai program pemenuhan kebutuhan protein hewani pada pembangunan peternakan nasional. Bukan program swasembada daging sapi seperti yang dilakukan pada masa lalu.

Langkah-langkah operasional yang dapat dilakukan yaitu sesuai dengan perudangan yang ada sebagai berikut, yang semula perbibitan mengandalkan hasil produksi dari peternakan rakyat, sebaiknya direorientasi menjadi menggunakan perusahaan peternakan sebagai tulang punggung bagi suksesnya program tersebut.

Hal ini sesuai dengan amanat UU No. 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, bahwa pemerintah berkewajiban menyediakan bibit sapi. sehubungan dengan hal tersebut, maka peran kegiatan perbibitan harus diambil alih oleh BUMN/D, yang dimaksud BUMN/D adalah perseroan pemerintah yang bergerak di sektor pertanian/peternakan. Dalam kasus ini, peternakan rakyat beralih fungsinya melakukan kegiatan usaha penggemukan bukan perbibitan. Sehingga nilai tambah dari bisnis penggemukan bisa dinikmati lebih baik daripada usaha perbibitan. Jadi penyediaan bibit tidak lagi diserahkan kepada peternak rakyat yang sangat lemah dalam permodalan, teknologi, skala usaha dan sistem logistik dalam transportasi.

Namun, jika kita masih mengharapkan peternakan rakyat untuk berkontribusi dalam penyediaan bibit, maka sebagai konsekuensinya akan menjadi kewajiban pemerintah untuk mengambil alih sebagian beban biaya produksinya. Misalnya, bunga bank, infrastruktur perbibitan seperti sarana Inseminasi Buatan (IB), infrastruktur logistik dan transportasi. Tanpa itu, harga produk sapi bakalan yang tercipta dari hasil budidaya perbibitan tidak akan memiliki daya saing.

Membangun peternakan sesungguhnya merupakan kewajiban pemerintah dalam menciptakan ‘kedaulatan pangan’ seperti slogannya pemerintahan Jokowi saat ini. Untuk ini, kata kuncinya adalah setiap proses produksi harus mampu menciptakan produk yang berdaya saing. Di negeri ini masih banyak ‘keunggulan komparatif’ yang mampu diciptakan untuk meningkatkan daya saing. Katakanlah pola integrasi perkebunan dan ternak, pola ini tidak sebatas sapi-sawit yang sudah banyak di introduksi, juga bisa sapi-kelapa (coco-beef), sapi-nanas, sapi-karet, sapi-coklat dan lainnya.

Namun, sepertinya kesemua hal tersebut masih sangat sulit  untuk direalisasi, mengingat bisnis integrasi ini memerlukan terobosan pola pikir, teknologi, infrastruktur dan permodalan.***

Satu Persatu Impiannya Terwujud

Drh. Meiti Ifianti
Tidak disangka ternyata kuliah atau pekerjaan yang Anda jalani sekarang, bisa saja menjadi sebuah perjalanan yang manis untuk hidup Anda. Hal ini dibuktikan oleh Meiti Ifianti, mahasiswi lulusan Fakultas Kedokteran Hewan dari Institut Pertanian Bogor (IPB).

Perjalanannya dimulai saat dia hijrah dari Banten untuk kuliah di IPB tahun 1997, ia masuk IPB dengan menempuh jalur PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan) dan memilih sendiri masuk di jurusan Dokter Hewan. Ia mengaku tertarik dengan dunia kedokteran hewan sebab awalnya ia menyukai hewan peliharaan dan mempunyai mimpi untuk membuka praktek sebagai dokter hewan, dan tak pernah terbayang oleh dirinya akan bekerja di perusahaan swasta. Pada saat kuliah, ia mengambil SKH selama empat tahun dan profesi dokter hewan selama dua tahun.

Kemudian dia lulus pada 2003 dan langsung bekerja di PT Indovetraco Makmur Abadi (IMA), Charoen Pokphand Group selama kurang lebih tiga tahun. Awal masuk, ia menjadi Technical dan Marketing Officer di PT IMA. PT IMA merupakan salah satu distributor obat hewan yang mendistribusikan produk-produk dari beberapa supplier seperti Lohman Animal Health (LAH), CEVA, Phibro dan Novartis serta beberapa perusahaan multinasional lainnya pada saat itu. Setelah satu tahun bekerja, ia diminta menjabat menjadi Produk Manager untuk Vaksin dan satu tahun berikutnya ia juga menjabat sebagai Produk Manager untuk Feed Additive, itu menjadi posisi terakhirnya di IMA.

Pada Agustus 2006, ia bekerja di Schering Plough Animal Health sebagai Key Account Manager, dan kemudian terjadi proses akuisisi menjadi Intervet/Schering Plough dan kemudian berubah lagi menjadi MSD Animal Health, posisi terakhir dia di MSD adalah sebagai Associate Director Business Unit sampai April 2014. Dan pada Mei 2014 sampai sekarang ia bergabung bersama Adisseo Asia Pacific Pte Ltd sebagai Country Manager Indonesia.

Tepat di 2015 ini, dia juga berhasil merampungkan cita-citanya menempuh pendidikan S2. Dimana ia mengambil double degree secara sekaligus di Swiss German University (SGU) sebagai Magister Management (MM) dan di University of Applied Sciences Jena sebagai Master of Business Administration (MBA).

Semua hal yang telah ditempuhnya tentu tak luput dari dukungan orang-orang terdekatnya. Berkat dukungan dari keluarga dan suami, kini wanita berambut pendek tersebut bisa menggapai satu persatu keinginannya. “Awalnya saya terinspirasi dari film-film jepang, dimana saya melihat wanita karir disana bisa survive dan itu yang memotivasi saya, namun setelah saya masuk kerja, hal yang memotivasi adalah saya ingin memberikan yang terbaik untuk keluarga dan anak, tentunya berharap anak saya bisa lebih baik dari saya, mulai dari pendidikan dan pekerjaan , saya bisa membantu membangun masa depannya dengan cara memberikan wawasan yang saya ketahui,” ujar ibu satu anak itu.

Walau ia jauh dari orang tuanya yang tinggal di Banten, tetapi ungkap dia, kedua orang tuanya mengerti bahwa ia memang benar-benar serius untuk mengejar cita-cita dan mau belajar. Meskipun begitu, tentunya dia juga tahu tanggung jawabnya sebagai anak. Sang suami, Sonny Cokro juga sangat mendukung apapun yang ia lakukan. “Tentunya saya tidak bisa berada di posisi ini tanpa dukungan dari suami dan keluarga. Suami juga ga jauh beda dengan saya, tetapi dia di bidang Aquaculture,” tutur wanita yang hobi traveling dan reading ini.

Hal terpenting dalam menjalani pekerjaan yang ia pegang teguh sampai saat ini adalah fokus. Fokus terhadap apa yang diinginkan dan fokus berusaha memberikan yang terbaik untuk perusahaan, serta fokus dalam menjaga keseimbangan dalam bekerja dan keharmonisan dalam rumah tangga.

Menurutnya, bidang kesehatan hewan atau kedokteran hewan mempunyai prospek yang sangat baik ke depannya. Tentunya tidak hanya dengan belajar pada saat kuliah, tetapi juga dibarengi dengan pelajaran lain seperti bahasa inggris dan kemampuan berkomunikasi diluar dari bidang kesehatan itu sendiri. Sebab di jaman sekarang, teknologi yang semakin maju dapat dengan mudah dipergunakan untuk mencari ilmu, karena hal itu penting untuk bekal nanti di dunia kerja.

Wanita kelahiran Pandeglang 1979 itu mengaku sangat beruntung, dari bekerja, hobi traveling-nya bisa sekaligus terealisasi dengan sendirinya. Sebab pekerjaannya kerap dilakukan di luar Jakarta, tidak hanya domestik tetapi juga mancanegara. Hampir seluruh negara pernah ia kunjungi, mulai dari Malaysia, Singapura, China, Korea, Taiwan, Philipina, Thailand, Australia, Amerika, Perancis, Jerman, dan Belanda. Katanya, Itu juga mungkin bisa menjadi motivasi, bahwa sebenarnya dengan bekerja di dunia kesehatan hewan  bisa membawa kita untuk melihat dunia internasional.

Wanita yang juga penyayang kucing ini, masih menginginkan bisa membuka praktek sendiri. Apabila diberi kesempatan oleh yang Maha Kuasa, tentunya ia ingin menambah skill untuk bisa praktek. Ia sudah dapat membayangkan kliniknya nanti bisa memberikan tempat untuk tim dokter hewan bisa bekerja disana. Sebab, untuk karir saat ini ia sudah bisa mendapatkan apa yang ia inginkan. “Sebab, untuk karir saat ini saya sudah merasa bersyukur atas apa yang sudah dan sedang di jalani. Saat ini prioritas saya mungkin akan tetap fokus terhadap pekerjaan, mencoba memberikan kontribusi yang berarti bagi perusahaan yang sekarang, karena saya baru setahun dan saya ingin menikmati pekerjaan saya dengan enjoy,” ungkap wanita penyuka warna terang ini.

Langkah demi langkah karir dan pendidikan dipetiknya dengan penuh kerja keras, dan ia ingin terus membangun mimpinya. Jika satu mimpi tercapai, janganlah berhenti. Terus buat mimpimu untuk memotivasi diri sendiri. (rbs)

Biodata
Nama : Drh. Meiti Ifianti, MM, MBA
Tempat, tanggal lahir : Pandeglang, 14 Mei 1979
Jabatan saat ini : Country Manager – Adisseo Asia Pacific Pte Ltd
Email : meiti.ifianti@adisseo.com
Nama Suami : Sonny Cokro, SE, MM
Nama Anak : Ravalea M. Cokro,
Riwayat Pendidikan :
  1. University of Applied Sciences Jena - Master of Business Administration
  (MBA), Business Administration and Management, General (2014 – 2015).
  2. Swiss German University - Magister Management (MM), Business,
  Management, Marketing and Related Support Services (2013 – 2015).
  3. Bogor Agriculture University - Doctor of Veterinary Medicine (DVM),
  Veterinary Medicine (1997 – 2003).
Pengalaman Kerja :
  1. Country Manager Indonesia – Adisseo Asia Pacific Pte Ltd (Mei 2014 –
  Present) Indonesia.
  2. Associate Director Business Unit – Poultry & Companion Animal - MSD
  Animal Health (April 2012 – April 2014) Indonesia.
  3. Business Unit Manager – Poultry - MSD Animal Health (Januari 2010 –
  Maret 2012) Indonesia.
  4. Key Account Manager - Intervet/Schering Plough Animal Health
  (Agustus 2006 – Desember 2009) Indonesia.
  5. Product Manager Vaccine and Feed Additive - PT. Indovetraco Makmur Abadi, Charoen Pokphand Group (September 2003 – Juli 2006) Greater Jakarta
  Area, Indonesia.
Hobi : Traveling dan Reading

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer