Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Training-motivasi GRATIS “Mendapatkan Umroh Maqbul dan Haji Mabrur” Kamis 12 Februari 2015



UMROH DAN HAJI adalah ibadah yang memiliki nilai dan pahala tinggi di hadapan Allah SWT. Pastikan anda mendapatkan tempat dan bimbingan yang tepat, agar perjalanan ibadah haji/Umroh sesuai syari'at mulai dari proses pra perjalanan hingga usainya ibadah.
Setelah sukses menjalankan training motivasi angkatan pertama bulan Januari 2015, Koperasi Syariah "Amanah Gallus Sehati" (AGS) bersama ASOHI (Asosiasi Obat Hewan Indonesia) dan PT Bayariq Khalifatama kembali akan menggelar training motivasi dengan tema “Mendapatkan Umroh Maqbul dan Haji Mabrur” pada:

Hari/Tgl          : Kamis, 12 Februari 2015. Pkl 14.00-16.00 WIB
Tempat            :  Auditorium Gedung ASOHI lantai 3, Grand Pasar Minggu
                        Jl Raya Rawa Bambu 88A Pasar Minggu - Jakarta
Biaya               : GRATIS , terbatas 20 orang.
Narasumber :  
      Ust M. Asrori Muzakki, Lc, Trainer-motivator Islami, Direktur Bayariq Khalifatama

Pendaftaran, hubungi Koperasi AGS atau sekretariat ASOHI:
Telp. 081-11642812; 7829689; 78841279: Email: koperasi12amanahgallus@gmail.com
Eka Safitri 0815-74756947 atau Nur Aidah 0818-06597525

Mengenang Bob Sadino; Salah Satu Perintis Bisnis Ayam Ras

Bambang Suharno (kanan) bersama Bob Sadino dan Wan Hasim
Akhir tahun 1980an, ketika masih menempuh kuliah di Fakultas Peternakan Unsoed Purwokerto, saya selaku ketua Senat Mahasiswa, menghadiri seminar nasional agribisnis dan agroindustri di UGM. Salah satu pembicara paling menarik adalah Bob Sadino. Waktu itu nama Bob baru mulai populer, sebagai pengusaha nyentrik yang kemanapun pergi pakai celana pendek.

Tentu saja, peserta seminar dari berbagai perguruan tinggi terkejut dan sekaligus tertarik dengan pengusaha yang hadir di forum resmi dengan celana pendek. Topik bahasan pada sesi itu adalah deregulasi dan debirokratisasi pertanian. Ketika ditanya dampak deregulasi pada bisnisnya, Bob dengan gaya bicaranya yang tajam dan tanpa basa basi berkata,” saya tidak tahu binatang apa itu deregulasi. Bagi saya yang penting adalah bagaimana bisnis ini harus berkembang”.

Sejak itulah saya menjadi tertarik dengan sosok Bob yang cara berpikirnya unik, di luar kebiasaan. Belakangan di berbagai forum ia sering mengkritik sistem pendidikan Indonesia yang banyak memasukkan sampah ke otak mahasiswa. Sebenarnya saya pun merasakan betapa banyak pola pendidikan yang tidak efektif. Bayangkan, orang Indonesia harus belajar Bahasa Inggris dari SMP sampai perguruan tinggi, tapi nyatanya hanya sedikit yang benar-benar bisa Bahasa Inggris . Jadi seberapa efektifkah belajar Bahasa Inggris di pendidikan formal?

Ketika saya lulus kuliah dan pergi ke Jakarta, saya bertemu dengan sahabat dekat Bob yang bernama H Abdul Karim Mahanan, seorang pengusaha obat hewan dan pendiri Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI). Karena kedekatan ini, saya menjadi punya kesempatan beberapa kali ketemu Bob. Suatu hari saya ke rumah Bob di Lebak Bulus. Dalam perbincangan itu ia berkata, “Karim Mahanan itu sama dengan saya. Suka ngerjain orang hehehe ”. Ya, saya pikir ada benarnya juga. Hampir setiap ketemu orang, apalagi mahasiswa, Karim maupun Bob langsung menggertak dengan kritik tajam. Tapi habis itu ia menjadi sangat akrab. Bedanya, bob suka bicara “kalian goblok”, Karim berkata “You nggak ada gunanya kalau cuman gitu”.

Suatu hari, ketika krisis tahun 1998, saya silaturahmi ke rumah Bob di Lebak Bulus untuk wawancara bagaimana menghadapi krisis ekonomi. Bob waktu itu menjawab,”orang lain menghadapi krisis, saya menerima krisis!”.

“Dari cara berpikir saja saya sudah beda kan. Dan saya lebih santai,” ujarnya dengan nada khas, santai , tegas dan sekali-kali diselingi canda. Belakangan saya sadar, jelas saja ia menerima krisis, karena nilai rupiah melemah, sementara Bob mengekspor sayuran dengan nilai dollar. Tak terbayang betapa berlipat untung yang ia terima dari krisis ekonomi yang mengubah US dollar dari Rp 2500 menjadi  di atas Rp. 10.000. Benar-benar ia menerima krisis hehehe.


Suatu kali di tahun 2000an saya ikut sebagai panitia seminar bisnis unggas dan saya mengundang Bob sebagai pembicara. Di situlah dua sahabat, Bob dan Karim bertemu begitu akrab. Mungkin itulah pertemuan terakhir dua sahabat yang sama-sama sebagai perintis bisnis perunggasan modern Indonesia. Bob dikenal sebagai salah satu perintis yang mengenalkan telur ayam ras. Karim aktif di organisasi perunggasan yang memperkenalkan cara-cara budidaya ayam yang modern. Karim yang usianya 2 tahun lebih tua dari Bob Sadino, berpulang tahun 2004  di usia 74 tahun.

Beberapa tahun lalu saya menghadiri seminar Andrie Wongso, dimana Bob hadir sebagai peserta. Saya mengira ia menjadi pembicara tamu yang diundang Andrie Wongso, ternyata tidak sama sekali. Andrie Wongso sendiri heran. “Bob kok mau-maunya ikut seminar saya,” katanya. Jadinya seminar ini bertambah heboh, karena Andrie Wongso mengajak Bob ke podium di akhir sesi seminar, dan seperti biasanya, ia menggoblok-goblokan orang kuliah.

Andrie Wongso sebagai motivator yang getol menanamkan pentingnya pendidikan menanggapi omongan Bob dengan berbicara,” kita perlu hati-hati mencerna saran om Bob. Beliau kan dari kecil sudah kaya, nggak seperti saya yang dari keluarga miskin. Kalau sekolah nggak penting, trus gimana kalau mau jadi dokter, mau jadi pilot, mau jadi ahli teknik. Itu semua didapat dengan sekolah.”
Saya pikir, betul juga kata Andrie,”jangan menelan mentah-mentah petuah om Bob”. Itulah terakhir kali saya bertemu dan berkomunikasi Bob Sadino. Saat itu ia masih sempat mengenang Karim Mahanan sebagai sahabat yang sama-sama merintis usaha perunggasan. Ia juga menyampaikan maaf tidak hadir saat pemakaman alm Karim Mahanan, karena mendengar kabar duka belakangan.

Sekilas Riwayat Bob Sadino

Bob Sadino lahir di Lampung, 9 Maret 1933. Pemilik jaringan usaha Kemfood dan Kemchick ini lahir dari sebuah keluarga yang hidup berkecukupan. Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Sewaktu orang tuanya meninggal, Bob yang ketika itu berumur 19 tahun mewarisi seluruh harta kekayaan keluarganya karena saudara kandungnya yang lain sudah dianggap hidup mapan.
Bob kemudian menghabiskan sebagian hartanya untuk berkeliling dunia. Dalam perjalanannya itu, ia singgah di Belanda dan menetap selama kurang lebih 9 tahun. Di sana, ia bekerja di Djakarta Lylod di kota Amsterdam dan juga di Hamburg, Jerman. Ketika tinggal di Belanda itu, Bob bertemu dengan pasangan hidupnya, Soelami Soejoed.

Pada tahun 1967, Bob dan keluarga kembali ke Indonesia. Ia membawa serta 2 Mercedes miliknya, buatan tahun 1960-an. Salah satunya ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan sementara yang lain tetap ia simpan. Setelah beberapa lama tinggal dan hidup di Indonesia, Bob memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya karena ia memiliki tekad untuk bekerja secara mandiri.

Pekerjaan pertama yang dilakoninya setelah keluar dari perusahaan adalah menyewakan mobil Mercedes yang ia miliki, ia sendiri yang menjadi sopirnya. Namun sayang, suatu ketika ia mendapatkan kecelakaan yang mengakibatkan mobilnya rusak parah. Karena tak punya uang untuk memperbaikinya, Bob beralih pekerjaan menjadi tukang batu. Gajinya ketika itu hanya Rp.100. Ia pun sempat mengalami depresi akibat tekanan hidup yang dialaminya.

Suatu hari, temannya menyarankan Bob memelihara ayam ras atau ayam negeri untuk melawan depresi yang dialaminya. Teman yang dimaksud adalah Sri Mulyono Herlambang, seorang pensiunan jenderal angkatan udara yang menjadi salah satu perintis usaha ayam ras dan dikenal sebagai pendiri dan pimpinan Perhimpunan Peternak Unggas Indonesia (PPUI). Waktu itu ayam ras belum begitu populer dan Bob langsung tertarik. Ketika beternak ayam itulah muncul inspirasi berwirausaha. Bob memperhatikan kehidupan ayam-ayam ternaknya. Ia mendapat ilham, ayam saja bisa berjuang untuk hidup, tentu manusia pun juga bisa.

Sebagai peternak ayam, Bob dan istrinya, setiap hari menjual beberapa kilogram telor. Dalam tempo satu setengah tahun, ia dan istrinya memiliki banyak langganan, terutama orang asing, karena mereka fasih berbahasa Inggris. Bob dan istrinya tinggal di kawasan Kemang, Jakarta, di mana terdapat banyak menetap orang asing.

Tidak jarang pasangan tersebut dimaki pelanggan, pembantu orang asing sekalipun. Namun Bob dan istri cukup bersabar dan justru berkaca pada diri sendiri, untuk memperbaiki pelayanan. Perubahan drastis pun terjadi pada diri Bob, dari pribadi feodal menjadi pelayan. Setelah itu, lama kelamaan Bob yang berambut perak, menjadi pemilik tunggal super market (pasar swalayan) Kem Chicks. Ia selalu tampil sederhana dengan kemeja lengan pendek dan celana pendek.

Bisnis pasar swalayan Bob berkembang pesat, merambah ke agribisnis, khususnya holtikutura, mengelola kebun-kebun sayur mayur untuk konsumsi orang asing di Indonesia. Karena itu ia juga menjalin kerjasama dengan para petani di beberapa daerah.

Bob percaya bahwa setiap langkah sukses selalu diawali kegagalan demi kegagalan. Perjalanan wirausaha tidak semulus yang dikira. Ia dan istrinya sering jungkir balik. Baginya uang bukan yang nomor satu. Yang penting kemauan, komitmen, berani mencari dan menangkap peluang.

Di saat melakukan sesuatu pikiran seseorang berkembang, rencana tidak harus selalu baku dan kaku, yang ada pada diri seseorang adalah pengembangan dari apa yang telah ia lakukan. Kelemahan banyak orang, terlalu banyak mikir untuk membuat rencana sehingga ia tidak segera melangkah. “Yang paling penting tindakan,” kata Bob.

Keberhasilan Bob tidak terlepas dari ketidaktahuannya sehingga ia langsung terjun ke lapangan. Setelah jatuh bangun, Bob terampil dan menguasai bidangnya. Proses keberhasilan Bob berbeda dengan kelaziman, mestinya dimulai dari ilmu, kemudian praktik, lalu menjadi trampil dan profesional.

Menurut Bob, banyak orang yang memulai dari ilmu, berpikir dan bertindak serba canggih, arogan, karena merasa memiliki ilmu yang melebihi orang lain.

Sedangkan Bob selalu luwes terhadap pelanggan, mau mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. Dengan sikap seperti itu Bob meraih simpati pelanggan dan mampu menciptakan pasar. Menurut Bob, kepuasan pelanggan akan menciptakan kepuasan diri sendiri. Karena itu ia selalu berusaha melayani pelanggan sebaik-baiknya.

Bob Sadino meninggal dunia di Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI), Jakarta Selatan. Senin 19 Januari 2015 pukul 17.30 WIB, pada usia 82 tahun. Masyarakat Indonesia kehilangan seorang tokoh yang menjadi teladan dalam dunia bisnis dan kewirausahaan.

Selamat jalan Om Bob. Semoga Allah SWT menempatkanmu di tempat terbaik dan menerima semua amal ibadahmu. Aamiin ***
Dari berbagai sumber, disusun oleh Bambang Suharno, Pemred Majalah Infovet,

DDSN Sangsikan Surplus Daging Kementan

Ketua Dewan Daging Sapi Nasional (DDSN), Soehadji, sangsikan pernyataan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, Syukur Iwantoro mengenai surplus 140.000 ton pasokan daging sapi hingga Oktober 2014. Sejumlah pelaku usaha yang tergabung dalam DDSN pun meragukan keakuratan data yang disampaikan oleh Dirjen tersebut.

Soehadji pada jumpa pers di Jakarta, Rabu (12/11) menyatakan, jika memang benar terjadi surplus daging sapi seharusnya harga di dalam negeri sudah turun.

"Meski pasokan daging surplus, harga daging sapi saat ini masih tinggi," kata mantan Dirjen Peternakan itu. "Kami terkejut dengan pernyataan Dirjen, karena bersifat subyektif. Hingga saat ini kami masih menunggu kepastian resmi terhadap program swasembada daging yang dilakukan saat Pemerintahan Indonesia Bersatu Jilid II,” paparnya.

"DDSN menghadapi situasi yang membingungkan dengan adanya pernyataan petinggi kementerian pertanian yang mengakui secara terbuka telah salah hitung program swasembada daging. Padahal data yang digunakan adalah hitungan sensus Badan Pusat Statistik (BPS) 2011," kata Soehadji.

Sementara Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (ASPIDI), Thomas Sembiring mengatakan persediaan daging sapi dalam negeri diyakini belum berlebih jumlahnya. Hal ini berdasarkan pada perhitungan-perhitungan yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

"Ada pejabat berwenang yang mengatakan daging sapi over supply. dari mana menghitungnya. Menurut saya tidak ada itu persediaan berlebih," katanya.

Menurutnya, persediaan daging yang ada di dalam negeri berasal dari sapi lokal maupun impor dan daging beku dari luar negeri. Populasi sapi hidup di dalam negeri saja,  belum berada pada angka yang memadai.

"Kalau daging impor itu per 3 bulan, dan itu sudah habis dalam waktu berjalan. Sekarang yang masih tersisa itu untuk pemasukan Oktober-Desember. Untuk periode yang terakhir ini sisanya paling tinggal 10 ribu ton," kata Thomas Sembiring.

Data dari BPS sendiri memperlihatkan jika masyarakat Indonesia rata-rata mengonsumsi daging 2 kg/tahun. "Data BPS menyebutkan bahwa masyarakat bawah kita baru konsumsi daging 2 kg/tahun. Bagaimana bisa  over supply jika Malaysia saja sudah 7 kg/tahunnya," imbuhnya.

"Statement tersebut bisa saja ada unsur politis di dalamnya, karena baru pergantian menteri. Jadi terdapat pihak yang sedang mencari simpati kepada menteri yang sekarang, supaya tidak kehilangan jabatan," ungkapnya. (nung)

Seminar Nasional Bisnis Peternakan, 26 Nopember 2014

Sejak tahun 2005, ASOHI secara rutin menyelenggarakan Seminar Nasional Bisnis Perunggasan setiap akhir tahun. Tahun ini materi seminar akan diperluas, meliputi perunggasan dan bisnis peternakan lainnya. Seminar Nasional Bisnis Peternakan akan membahas Tema : ”Bisnis Peternakan di Era Pemerintahan Jokowi”

Seminar akan dilaksanakan pada Rabu, 26 Nopember 2014 jam 08.00-15.00 di Menara 165, Jl. TB Simatupang Kav. 1, Cilandak, Jakarta Selatan.

Akan hadir para pimpinan organisasi perunggasan dan peternakan yang akan menampilkan topik sesuai bidangnya, yaitu :
  1. Drs. Krissantono (Ketua Umum GPPU/Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas)
  2. Drh. Sudirman (Ketua Umum GPMT/Asosiasi Produsen Pakan Indonesia)
  3. Singgih Januratmoko SKH (Ketua Umum PINSAR Indonesia/Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia)
  4. Drh. Rakhmat Nuriyanto MBA (Ketua Umum ASOHI/Asosiasi Obat Hewan Indonesia.
  5. Ir. Teguh Boediyana (Ketua Umum  PPSKI/Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia)
  6. Dr. Ir. Suland Sinaga (Ketua Umum AMI/Asosiasi Monogastrik Indonesia).

Akan hadir juga pembicara tamu, Prof. Bustanul Arifin (Pakar Ekonomi Pertanian), untuk memberikan tentang Prediksi Pengembangan Pertanian di Era Pemerintahan Jokowi.

Biaya seminar Rp. 600.000,-/orang. Informasi selanjutnya hubungi ASOHI telp 021-70642812, 7829689, 78841279, atau SMS dengan Eka Hp. 081574756947, Aidah Hp. 081806597525. Konfirmasi Pendaftaran paling lambat hari Jum’at tanggal 24 Nopember 2014.

HARUSKAH PEMBATASAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI PAKAN?

Oleh :  Prof. Dr. Ir. Budi Tangendjaja MSc. MAppl.

Di Eropa setelah pelarangan penggunaan AGP dilakukan, malah terjadi peningkatan penggunaan antiobitika untuk pengobatan dan juga dilaporkan ada tendensi bahwa penampilan produksi menurun jika dibandingkan dengan waktu AGP masih digunakan secara bebas. Bagaimana dengan Indonesia? 

Akhir-akhir ini isu mengenai penggunaan antibiotika pada ternak menjadi topik yang hangat dibicarakan saat peraturan mengenai penggunaan antibiotika akan diubah. Isu ini menjadi penting karena tidak hanya menyangkut kepentingan pengambil kebijakan tetapi juga memberikan implikasi tidak hanya dari sisi kebijakan tetapi dari sisi produksi ternak itu sendiri, dari sisi konsumen hasil ternak dan juga berpengaruh terhadap ekonomi secara keseluruhan baik dalam importasi maupun perdagangan. Oleh karena itu, ada baiknya kita melihat secara keseluruhan mengenai isu ini agar terlepas dari kepentingan tertentu dan permasalahan yang ada di Indonesia.

Hampir semua pabrik pakan mencampurkan antibiotika ke dalam pakan yang diproduksinya agar ternak dapat tumbuh dengan optimal. Keuntungan yang diperoleh dari penampilan produksi dapat jauh lebih tinggi (bisa > 5 kali lipat) bila dibandingkan dengan biaya penggunaan antibiotika tersebut. Meskipun AGP dimasukkan ke dalam pakan, masih banyak ditemui ternak-ternak yang dipelihara mengalami sakit dan peternak mencoba mengobatinya sendiri dengan antibiotika yang dijual bebas di pasaran tanpa mendapatkan resep atau bahkan advis dari dokter hewan. Banyak peternak yang mungkin menggunakan jenis antibiotika yang tidak tepat, jumlah dan pemakaiannya yang tidak mengikuti petunjuk yang ada.
Beberapa antibiotika yang digunakan untuk pengobatan seringkali sama dengan antibiotika dan dipakai pada manusia. Yang lebih fatal lagi adalah ketika peternak mengobati ternaknya tetapi tidak sembuh kemudian peternak meningkatkan dosis pengobatannya dan ketika ternak tidak sembuh, ternak yang sakit tersebut
dijual untuk dipotong karena peternak tidak ingin mengalami kerugian.
Hal yang disebutkan diatas dapat mengakibatkan timbulnya residu obat antibiotika bagi konsumen yang memakan produk ternak tersebut sehingga secara tidak langsung, konsumen ikut mengkonsumsi antibiotika yang tidak diketahuinya. Permasalahan penggunaan antibiotika yang tidak terkontrol di lapangan dapat menjadi hal serius dibandingkan dengan penggunaan AGP dilakukan oleh pabrik pakan yang terdaftar.
Dalam hal ini pengawasan jauh lebih penting untuk dilakukan dalam melindungi konsumen dari residu antibiotika yang terdapat dalam produk ternaknya.

Paparan beliau mengenai Antibiotik pemacu pertumbuhan (AGP-Antibiotic Growth Promoter), Isu pemakaian AGP (residu, resistensi terhadap obat, lingkungan), Perkembangan penggunaan AGP di negara lain dan bagaimana dengan Kondisi peternakan di Indonesia di sajikan secara lengkap oleh Prof. Dr. Ir. Budi Tangendjaja MSc. MAppl. di Majalah Infovet edisi September 2014.

Untuk selengkapnya silahkan baca infovet edisi September 2014 dan untuk pemesanan silahkan sms ke no Hp. 0856 90 000 52 





MERS-CoV Mungkinkah Mendunia?

Waspadai virus mars VoC
Dunia dikagetkan dengan kemunculan virus flu unta atau Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV). Berbagai hasil penelitian menaruh kecurigaan bahwa unta merupakan sumber penularan MERS-CoV. Adakah kemungkinan virus ini akan dapat menjadi pandemi, suatu wabah mendunia? Inilah ulasan Infovet.

Coronavirus dikenal sebagai infeksi saluran pernapasan ringan pada manusia, yang telah diidentifikasi sejak tahun 1960. Virus ini varian dari Coronavirus yang baru sehingga diberi nama Novel Coronavirus (MERS-Co V). Hal tersebut dipaparkan oleh Dr drh NLP Indi Dharmayanti MSi, Peneliti Bidang Virologi, Biologi Molekuler dan Penyakit Eksotis, Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor.

Kita putar kembali waktu, tepatnya di Juni tahun 2012, novel betacoronavirus yang kemudian diberi nama Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV) diisolasi dari penderita dengan demam dan gejala pernapasan berat yang kemudian dirawat di rumah sakit di Jedah, Arab Saudi. Spesimen pasien tersebut kemudian dibawa ke Neterherland untuk membantu dalam mengidentifikasi kasus. DNA Sekuen virus penyebab kemudian di upload di GenBank pada bulan September 2012. Sampai 22 April 2014, tercatat jumlah kasus laboratory-confirmed MERS-CoV di dunia berjumlah 333 orang dan 107 meninggal dunia.

 “Sejumlah besar virus RNA sebenarnya telah banyak menginfeksi di hewan termasuk kelelawar. Data surveilans yang terbatas menyebutkan bahwa sejumlah besar Coronavirus dengan berbagai diversitas dapat ditemukan pada kelelawar  berbagai spesies di beberapa daerah,” ungkap Drh Indi.

“Oleh karena itu, mengapa kelelawar diduga sebagai natural reservoir. Beberapa penelitian juga menemukan materi genetik MERS-CoV pada kelelawar di Saudi Arab mirip dengan MERS CoV manusia,” sambungnya.Lanjut dia, jalur penularan MERS-CoV pada manusia sementara ini adalah dengan  close contact, jadi belum ke airborne sebenarnya.

Prof dr Tjandra Yoga Aditama SpP(K), Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan, menguraikan bahwa hasil penelitian menunjukkan virus Corona yang  ditemukan pada unta (dromedary camel) 99,9% sesuai dengan genom pada manusia clade B MERS-CoV. Penelitian lain pada unta menunjukkan bahwa unta dewasa‎ sudah mempunyai antibodi terhadap MERS-CoV, angkanya bisa mencapai lebih dari 70% pada satu penelitian. Sedangkan anak-anak unta memiliki virus yang aktif, penelitian menunjukkan sampai 35% pada swab hidung unta muda.

“Ini merupakan satu dari tiga penelitian terbaru di 2014 tentang hubungan unta dengan MERS-CoV. ‎ Peneliti dari Amerika Serikat dan King Saud University berhasil mengisolasi virus MERS CoV pada usap (swab) hidung pada unta berpunuk satu, dan membuktikan bahwa sekuen genom di unta dan manusia adalah tidak berbeda,” ungkap Prof Tjandra kepada Infovet, Kamis (22/5) melalui surat elektronik.

Masih dibutuhkan penelitian lebih mendalam untuk memastikan, termasuk penelitian untuk mengetahui jalur penularan, penelitian kemungkinan pajanan dari binatang dan atau lingkungan dan kemungkinan rantai penularannya. Data-data hingga saat ini belum dapat membuktikan adanya penularan dari unta ke manusia secara jelas, karena hubungan langsung kausal belum ditemukan.

”Untuk sementara ini memang ada baiknya warga kita yang bepergian ke jazirah Arab untuk tidak kontak langsung dengan unta. Saya menganjurkan jangan ada paket kunjungan ke peternakan unta dalam paket perjalanan umroh jamaah kita,” tegas Prof Tjandra.  Selain itu, ada juga Anjuran WHO  lain yang menyebutkan agar jangan mengonsumsi susu mentah maupun makanan yang mungkin tercemar oleh kotoran binatang./nung.    

Selengkapnya bisa baca di edisi JUNI 2014

In memoriam: Fajar Adi Purnama

Kembali kami ucapkan Innalillahi wa inna illaihi rojiun. Semoga almarhum sahabat, saudara kami khusnul khotimah, diampuni segala kekhilafannya, diterima seluruh amal ibadahnya, dan keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan iman ya robbal alamin..

Sabtu pagi, 17 Mei 2014, telepon seluler kami berdering. Suara anak muda di ujung sana berbicara dengan terbata-bata. “Selamat pagi om. Saya Aras. Innalilahi wa innaillahi rojiun, papa sudah meninggal.”

Kabar duka dari Aras, Putra Sulung dari Manager Gita Organizer Fajar Adi Purnama, sungguh mengejutkan kami. Seminggu sebelumnya, Fajar menelpon Pimpinan Infovet Bambang Suharno dengan suara lantang, tanpa ada kesan sebagai orang yang menderita sakit. Ia mengatakan, sudah bosan di rumah, ingin segera ke kantor.

“Saya akan minta Aras anak saya untuk mengantar ke kantor. Setidaknya untuk mengurangi rasa jenuh di rumah Pak,” ujarnya dengan penuh semangat.

Tuhan rupanya berhendak lain. Mulai hari Jumat 16 Mei, kondisi kesehatannya menurun. Dan  Sabtu 17 Mei 2014, tepatnya jam 7.50 Tuhan memanggilnya, dalam usia 46 tahun. Kematian adalah kehendak Tuhan.  Tidak ada yang bisa menolaknya.

Fajar Adi Purnama, lahir di Jakarta, 18 Agustus 1968. Ayahnya Keswadi lulusan IKIP yang tidak mau berkarir di bidang pendidikan. Ia meniti karir di harian Berita Buana.

Menurut ayahnya, Fajar sejak muda ingin mandiri. Ketika lulus perguruan tinggi, salah satu relasi ayahnya menawari Fajar pekerjaan di bank. Fajar menolaknya. Demikian pula ketika ada yang menawari untuk berkarir di militer melalui pendidikan di AKABRI. Juga ditolaknya. “Saya ingin cari kerjaan sendiri,” begitu prinsipnya.

Dan sejak tahun 1990n ia berpindah-pindah pekerjaan, hingga akhirnya bertemu dengan majalah Infovet tahun 1995.

“Saya heran setelah masuk ke Infovet kok betah ya dia,” ujar ayahnya, mengenang anak pertamanya.

Tahun 1995 Infovet baru mulai terbit bulanan. Fajar mendapat peran sebagai marketing iklan. Tahun 1999 mendapat tugas baru, menjadi penanggungjawab training/seminar. Waktu itu ditengah-tengah krisis moneter yang menerpa dunia bisnis, Fajar berhasil merintis kegiatan training budidaya ayam kampung, ikan hias, cacing tanah, dan lain-lain. Selanjutnya tahun 2004, ketika terjadi pengembangan organisasi PT Gallus Indonesia Utama,  Fajar dipercaya sebagai Manager Gita Organizer, divisi baru yang mengembangkan kegiatan training dan seminar.

Hingga akhir hayatnya, Fajar berperan mengembangkan bermacam kegiatan seminar dan training beserta event lainnya di Gita EO, antara lain mengembangkan berbagai seminar dan training ASOHI, bekerjasama dengan Asosiasi Monogastrik Indonesia (AMI) menyelengarakan seminar nasional monogastrik, training marketing, launching produk perusahaan obat hewan, bersama RSHJ menyelenggarakan training dengan pembicara internasional, serta sebagai  co-organizer Indolivestock Expo yang diselenggarakan Napindo Media Ashatama dan berbagai kegiatan lainnya.

Fajar dikenang sebagai sahabat yang ramah, penuh humor dan selalu ceria. Ia rajin menjaga kesehatan, antara lain dengan makan dan olah raga yang teratur yaitu futsal seminggu sekali. Selamat jalan saudaraku. Kami senantiasa mengenangmu. Semoga Allah SWT memberikan tempat terbaik di sisiNya. Amiin.

Selang seminggu berpulangnya saudara kami Fajar Adi Purnama, kami kembali mendapat kabar duka bahwasanya ayahanda Fajar Adi Purnama, Bapak Keswadi menyusul putra sulungnya berpulang ke Rahmatullah. Kami turut berduka sedalam-dalamnya.





STOP! Penyakit Surra Masuk Ke Sumatera

Akhir akhir ini kasus Surra muncul lagi di negara kita, seperti yang dimuat pada majalah Infovet bulan Mei 2014. Kejadian penyakit ini terjadi pada kerbau lokal tepatnya Mei 2013 di Kabupaten Pandeglang dan Lebak, Banten, dilanjutkan kejadian penyakit pada November 2013 dan terakhir terjadi Maret -  April 2014 di Kabupaten Pandeglang. Kejadian penyakit ini mempunyai pengaruh besar karena memberi dampak ekonomi pada peternak akibat kematian, serta dipastikan tidak diijinkanya kerbau dari daerah tersebut dijual keluar daerah lain. Beberapa daerah yang membuat program pengadaan kerbau untuk pengembang biakan kerbau, tidak bisa mendapatkannya dari Provinsi Banten.

Kejadian Surra di Banten menjadi catatan tersendiri di pintu gerbang masuknya pulau Sumatera yaitu Provinsi Lampung. Lalu lintas sapi atau kerbau lokal dari pulau jawa ke pulau Sumatera mempunyai frekuensi yang cukup besar terutama pada 2013. Sehingga kejadian di Banten tersebut harus diwaspadai dan dicegah agar tidak menular ke Sumatera. Jika Surra dari Banten masuk ke Sumatera maka kejadiannya akan tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di Sumba. Pemeliharaan ternak dengan digembalakan di padang rumput, integrasi dengan kebun sawit, ataupun populasi kerbau yang hidup di rawa rawa atau sepanjang aliran sungai sangat mudah terjadi penularan dari individu ke individu ataupun ke kawanan sapi / kerbau.
PEMERIKSAAN SURRA
Surveilans untuk penyakit Surra dilakukan dengan melakukan anamnesa, observasi pada ternak, kandang, keberadaan vektor. Pemeriksaan Ulas Darah/PUD (  Direct Microscop Examination/DME ) biasa dilakukan di lapangan. Pemeriksaan lainya meliputi pewarnaan Giemsa ( Giemsa Stain Smear/GSS ), Micro Haematocrit Centrifugation Technique/MHCT, Miniature-Anion Exchange Centrifugation Technique/MAECT. Jika dalam pemeriksaan tersebut ditemukan Trypanosoma evansi maka segera diinjeksikan ke hewan percobaan (mencit). Pemeriksaan serologis juga dapat dilakukan dengan card agglutination test for trypanosomosis (CATT/T. evansi), Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), Indirect immunofluorescence antibody test (IFAT), Latex agglutination test (LAT), Field ELISA (FELISA). Pendekatan secara molekuler dapat dikerjakan dengan polymerase chain reaction (PCR).

Pemeriksaan dengan histopatologi pada organ organ ternak yang telah mati dengan menemukan Trypanosoma evansi pada jaringan, di luar sel atau pada pembuluh darah. Bebarapa kasus Trypanosoma evansi dapat ditemukan pada orhan hati, jantung dan otak. Pada ternak yang mati dengan gejala kepala berputar putar, hasil pemeriksaan histopatologi menemukan Trypanosoma evansi pada otak dan terdapar perivascular cuffing ( infiltrasi / akumulasi sel radang di sekitar pembuluh darah ) di Otak.

Trypanosoma evansi adalah protozoa darah homoflagella tersirkulasi di dalam darah secara ekstraseluler sebagai agen penyakit Surra. Beberapa laporan sapi / kerbau dengan gejala klinik: demam, anemis konjungtiva, lemah, ambruk, kurus, terdapat oedema bawah dada, perut, kaki belakang, testis dan terjadi abortus. Beberapa kasus kematian diawali dengan kepala berputar putar, sapi menjadi lebih beringas, dan berujung kematian disertai kembung dan mulut berbusa ( seperti keracunan ).

Trypanosoma evansi dapat ditularkan melalui vektor mekanik : Lalat penghisap darah (Tabanid & Haematopaghus), lalat Tabanid ( hanya betina yang menghisap darah ), lalat Muscid ( Jantan dan betina menghisap darah ). Lalat Tabanid sangat efektif sebagai vektor karena mampu terus menghisap darah meskipun hewannya berontak, mampu mentransfer Trypanosoma evansi ke inang yang baru kurang dari 5 (lima) detik dan mampu menghisap darah dalam jumlah besar/ Nung.

Artikel selengkapnya baca di EDISI JUNI 2014/ Order ke- (021) 78841279

Teknologi Pakan untuk Sapi Perah

Penulis:
Andang S Indartono | twitter: @andangindartono
Pengurus Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI)
   
Pakan merupakan komponen terbesar pada usaha peternakan. Biaya pakan yang dipengaruhi oleh inflasi dan kenaikan harga menjadi perhatian utama para pelaku usaha peternakan. Harga pakan konsentrat pada tahun 2010 rata-rata Rp. 1.800/Kg saat ini sudah lebih dari Rp. 2.500/Kg.

Tingginya harga bahan baku pakan mendorong perlunya strategi yang tepat untuk mencapai efisiensi dan efektivitas produksi ternak. Orientasi efisiensi dalam penggunaan pakan sangat terkait dengan kualitas dan kuantitas serta dampak terhadap performa ternak.

Kondisi ini mengarahkan para peternak dan industri peternakan untuk mencari dan menggunakan sumber-sumber bahan pakan yang murah serta penerapan inovasi teknologi tepat guna. Bentuk-bentuk praktis penerapan teknologi dalam industri pakan salah satunya adalah pengembangan additive dan supplement untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam menghasilkan pakan yang berkualitas yang mampu mendongkrak peningkatan produktivitas ternak.

Hal itu dibahas secara mendalam dalam Workshop AINI: Ruminant Feed Technology yang diselenggarakan Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan (AINI) di Bandung pada 22 Mei 2014 lalu. Narasumber yang hadir dalam acara itu yakni Sekjen AINI Prof Nahrowi, Pengajar Fakultas Peternakan IPB Prof Toto Toharmat, Pengajar dari Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran Dr. Ir. Didin S Tasripin, Nutritionis Trouw Nutrition Wira Wisnu Wardani, District Manager Elanco Animal Health Eka Rhamdani, dan perwakilan dari Direktorat Pakan, Ditjen Peternakan Dr Maradoli Hutasuhut.

Dalam workshop yang membahas secara khusus tentang nutrisi bagi ternak sapi perah tersebut, terungkap bahwa sapi perah baik yang berskala industri maupun usaha tani, kualitas pakan yang digunakan dalam kegiatan on farm sangat menentukan produktivitas dan kualitas susu yang dihasilkan.

Penyediaan pakan yang berkualitas pada kegiatan usaha peternakan sapi perah tidak saja pada aspek pemenuhan nutrisi dan pencapaian produktivitas yang efisien, tetapi juga harus memperhatikan kualitas produk susu, kesejahteraan ternak serta faktor residu yang mungkin timbul akibat penggunaan bahan-bahan pakan.

Problem laktasi sapi perah
Kecukupan bahan kering hijauan dan tingkat serat yang cukup, sangat diperlukan untuk mempertahankan kondisi rumen  sapi perah, sehingga produksi susunya berjalan normal. Oleh karena itu, sapi perah sebaiknya mendapatkan bahan kering hijauan 1.4% dari bobot hidup. Jumlah hijauan pada ransum sapi perah pun jangan kurang dari 0.80% dari bobot hidup.

Pemberian konsentrat yang berlebihan atau pemberian lemak, pati dan non struktural karbohidrat yang berlebih dalam ransum juga dapat menyebabkan gangguan fungsi rumen dan metabolisme sapi perah. Yang perlu diingat, pemberian konsentrat (termasuk sereal) tidak boleh diberikan lebih dari 2.5% dari bobot hidup. Bahan kering konsentrat hendaknya tidak melebihi 55-60% dari bahan kering ransum selama puncak produksi dan 40-50 % pada produksi susu rata-rata.

Waspadai juga akan terjadinya penurunan produksi susu yang bisa terjadi secara mendadak jika pemberian pakan kurang memadai pada periode kering atau setelah puncak laktasi. Penurunan produksi dapat terjadi akibat variasi tingkat pemberian konsentrat  dalam ransum melebihi 10-15%./

Lanjutkan artikelnya silahkan baca di artikel edisi Juni 2014

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer