Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

MENGELOLA CCRD SECARA BENAR AGAR TAK MERAJALELA

Salah satu gangguan kesehatan pada broiler maupun layer yang masih menjadi persoalan serius adalah Complex Chronic Respiratory Diseases (CCRD). Penyakit yang lebih mahfum di kalangan peternak sebagai “penyakit ngorok” itu, bukan saja derajat morbiditas dan mortalitasnya tinggi, namun karena tingkat kerugian yang ditimbulkan sangat besar. Meskipun termasuk kategori penyakit konvensional dan nyaris menjadi langganan, namun toh tingkat kesulitan untuk menuntaskannya tak demikian mudah.
Menurut Drh Arief Mudjahid Dimyatie, seperti penyakit lainnya yang berkatagori strategis ekonomis, langkah dan tindakan suportif adalah solusi paling rasional dan handal. Selain bila dilihat dari aspek populasi pengelompokan ayam modern yakni mengelola gangguan kesehatan secara cermat, hati-hati agar tak membuahkan masalah baru yang semakin merajalela.
Narasumber: Sunardi AS
Hal berbeda diungkap oleh praktisi perunggasan asal Jawa Timur, Sunardi. Menurutnya, problem di lapangan selalu memberi gambaran serta informasi tentang begitu dahsyatnya akibat yang muncul.

Arief Dimyatie, Senior Health Control pada sebuah perusahaan pembibtian Infovet temui di Purwokerto pertengahan Mei 2014 lalu, menyatakan bahwa CCRD adalah penyakit strategis ekonomis yang cukup memrepotkan jika sudah menerjang dalam sebuah populasi. Di level pembibitan saja penyakit itu masih jadi persoalan serius, maka sudah pasti di level peternakan komersial, sangat-sangat strategis dan membawa persoalan pelik.

Pada broiler, umumnya terjadi pada usia muda dan menjelang usia panen, sudah pasti akan membuat tingkat kematian, mortalitas yang cukup tinggi. Serupa dengan ayam petelur apalagi jika tidak di antisipasi dan tindakan pengobatan terlambat atau kurang tepat. Sedangkan pada layer komersial, jika sudah memasuki fase produksi, maka tak hanya akan mampu merosotkan produktifitasnya, namun juga membawa potensi terjadinya afkir dini.

Oleh karena itu menurut Arief, jika suatu peternakan sudah memperlihatkan serbuan penyakit ini, meskipun dalam jumlah yang terkena masih terbatas, maka harus segera ditempuh tindakan yang bersifat menyeluruh. Dalam tataran peternakan ayam komersial, umumnya pangkal dan awalnya adalah terjadinya pada perubahan musim dengan klasifikasi ekstrim. Meski perubahan musim itu selalu berjalan rutin dan alamiah, namun untuk menentukan kapan sebaiknya langkah antisipatif dilakukan memang tak mudah.

Ditambah jika sebuah farm komersial berada di kawasan yang juga padat populasinya, maka potensi untuk terpapar dan kemudian menjadi wabah adalah sangat tinggi. Untuk itu mengelola secara benar dan disiplin sesuai prosedural merupakan sebuah tindakan yang paling tepat.

“Patuhi SOP yang ada dan selalu utamakan langkah itu bersifat antisipatif, terutama jika berkaitan dengan pergantian musim. Sebab jika salah dalam mengambil langkah, dikhawatirkan wabah penyakit ngorok itu akan merajalela,” ujar Arief.

Sedangkan Sunardi, praktisi yang banyak terjun melakukan pendampingan di peternakan ayam potong di Jawa Timur, mengungkapkan bahwa meskipun CCRD nyaris menjadi penyakit yang setiap periode selalu ia hadapi, meskipun di lokasi yang berbeda, namun hal itu telah memberikan gambaran dan informasi yang menarik.

Informasi itu berupa tipologi dan karakter peternak terkait dengan tingkat keparahan penyakit itu. Jenis peternak yang cerdas dan telaten menekuninya sebagai profesi, maka morbiditas dan mortalitasnya relatif rendah. Meskipun demikian untuk membebaskan sama sekali dari gangguan penyakit itu tidaklah mudah. Namun setidaknya, dari hasil pengamatannya tingkat kerugiannya pada peternak telaten dapat ditekan sangat kecil sekali. Sedangkan untuk tipologi dan karakter peternak yang kurang begitu menjiwai profesi sebagai peternak, umumnya nilai kerugian yang ditimbulkan nyaris diatas 50%.

Sunardi sepaham dengan yang diungkapkan Arief, bahwa jika dikelola sejak awal saat penyakit itu datang, maka potensi kerugian rendah sekali. Bahkan saat ayam usia muda, kasus gangguan lambat tumbuh setelah sembuh pulih dari CCRD, relatif dapat ditekan. Begitu juga saat mendekati usia panen, tingkat kematian dapat ditekan.

Menurut Arif  kasus penyakit ngorok itu, adalah salah satu penyakit ayam modern yang cukup meresahkan peternak di daerah tropis. Tingkat kelembaban yang tinggi dan perubahan temperatur lingkungan antara malam dan siang yang selalu ekstrim, harus dihadapi dengan suatu tindakan pemberian ventilasi yang memadai.
 
Buruknya ventilasi, menjadi pintu masuk lemahnya status kesehatan ayam.  Jika hal ini diatasi dengan pemberian multivitamin yang cukup, maka salah satu pintu masuk agen penyakit itu dapat dikurangi. Selain, penegakan standar baku sesuai SOP adalah tindakan yang selalu direkomendasikan agar mampu menutup pintu masuknya  yang lain bagi agen penyakit.
“Utamakan selalu mengelola secara benar sesuai SOP, maka potensi untuk menjadi masalah akan dapat ditekan,” ujar Arief.-/(iyo)

Faktor kompleks dilapangan seputar CRD dan CRD kompleks

Langsung dari peliputan lapangan di peternakan yang bermasalah dengan penyakit CRD dan CRD Kompleks serta faktor pendukungnya, Infovet melaporkan bahwa keberadaan penyakit ini cukup kompleks untuk mempengaruhi panen akhir peternak.
Peternakan ayam pedaging di Gresik ini dikepung tambak
Peternakan kemitraan Subur di Desa Kampung Baru Kecamatan Duduk Sampean Kabupaten Gresik Jawa Timur menjadi saksi perjalanan Infovet melacak keberadaan penyakit CRD. Adalah Wahib penanggungjawab peternakan ayam pedaging berpopulasi 16.000 ekor yang dikepung tambak ikan, yang menerima Infovet dan berbicara panjang lebar tentang penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycoplasma gallisepticum.

Kepada Infovet, ia menuturkan gejala penyakit ini sangat jelas, yaitu ngorok. Untuk membedakan ngorok karena CRD dengan ngorok karena Coryza, keterangan Wahib dilengkapi oleh keterangan Drh Yuan Listyo Technical Service Representative PT Caprifarmindo Laboratoris Wilayah Surabaya yang ditemui Infovet di tempat terpisah di Surabaya.

Menurut Drh Yuan, kalau positif CRD ngoroknya pada malam hari. ND ngoroknya jarang-jarang dan kecekik panjang. Kolibasilosis ada ngorok beda dengan Koriza. Ngoroknya Koriza siang lebih ramai dan lebih banyak. Jadi, “Secara patologis ngoroknya beda dengan Koriza dan seterusnya,” ungkapnya.

Wahib yang berpengalaman selama dua (2) tahun menangani peternakan-peternakan AS, Maria secara berpindah-pindah, mengaku begitu mendengar ayam bersuara “Crik Crik” (cekrek) alias ngorok, dia tahu bahwa ada serangan CRD. Selain itu ayam juga pilek. Sedangkan kalau sudah terserang Kolibasilosis kepala ayam bengkak dan tidurnya berdiri! Dan itulah penyakit yang paling banyak dijumpai di peternakan yang di dikepung tambak ini: CRD dan Koli. Berarti juga ada CRD Kompleks.

Infovet pun melihat-lihat kondisi peternakan. Apakah benar hanya karena dikepung tambak? Pengaruhnya memang karena air tambak. Sebab dalam pengakuan Wahib dengan air tambak inilah ayam diberi minum. Dan air jelas merupakan faktor penting yang berpengaruh pada sakit atau tidaknya ayam. Air yang kandungan kuman Kolinya tinggi jelas akan berdampak munculnya serangan Kolibasilosis bila kondisi ayam lemah. Tentu saja dengan berbagai faktor pendukung atau faktor pemicu.

Faktor pemicu juga terkait dengan udara dan pakan. Sangat jelas pada ingatan Infovet penekanan berulang kali oleh pakar penyakit unggas Prof Drh Charles Ranggatabbu Msc PhD, bahwa UAP (Udara, Air dan Pakan) merupakan tiga faktor utama untuk kesehatan ayam. Bagaimana dengan Udara?

Infovet pun mengamati dengan seksama kondisi kandang. Ternyata ada yang menarik perhatian, yaitu sawang atau rumah laba-laba yang bergelantungan di langit-langit kandang. Tampaknya luput dari perhatian peternak dan menjadi tempat menumpuknya debu. Dalam udara yang bersih ketika angin bertiup tampak jelas debu beterbangan. Maka jelas, itulah alasan mengapa muncul penyakit pernapasan CRD. Karena faktor udara ditambah faktor air tadi yang mengundang colibasilosis.

Bagaimana dengan pakan? Dalam kehadiran Infovet siang hari itu belum termonitor masalahnya. Tampaknya baik-baik saja. Siang itu saat Wahib ditemani istrinya Ani asal Kediri dan anak mereka menjaga kandang, kiriman pakan dari Malindo Feedmill datang. Dan pakan pun menempati gudang penyimpanan di sisi kandang, juga dekat tambak. Adakah kedekatan dengan air tambak tidak berpengaruh pada kelembaban yang dapat mengganggu kondisi pakan dengan hadirnya jamur? Mungkin saja. Perlu pengamatan intensif.

Dan tampaknya menurut pengakuan Wahib lelaki asal Desa Sepat Kecamatan Sugiyo Kabupaten Lamongan ini petugas penyuluh lapangan (PPL) dari PT Subur menjalankan tugasnya dengan ketat. Setiap seminggu sekali Drh Riko datang di peternakan ini. Kecuali pada minggu sekitar umur 15 hari saat Infovet berkunjung, Drh Riko diganti PPL lain. Dengan bimbingan PPL ini Wahib mengaku dengan mudah mengetahui bilamana ayamnya terserang CRD. Dari pilek dan suara ngorok crik-crik cekrek-cekrek itu. Tindakannya sangat praktis, tahu bahwa itu tanda awal serangan. Tanpa pilih-pilih ayam, semua ayam dalam kandang yang ber-letter L diobati dengan “Ciprofloksasin dan Sulfamono,” aku Wahib.

Mengapa tidak dipilih-pilih ayamnya, menurutnya karena memilihnya sulit sebegitu banyak ayam. Lagipula kondisi ngorok itu merupakan tanda serangan awal, sehingga menurutnya pengobatan yang diberikan masih merupakan pengobatan pencegahan. Infovet menggaris bawahi, merupakan tindakan pencegahan penyakit menjadi parah.

Inilah sebuah terminologi yang salah kaprah dan tidak sesuai kaidah akademis menurut Drh Joko Legowo MKes dari Laboratorium Patologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Pemberian antibiotik berarti sudah pengobatan dan tidak ada yang namanya pencegahan dengan antibiotika. Berarti ayam sudah sakit dan diobati.

Selengkapnya bisa baca di Infovet edisi JUNI 2014.

Obat dan Vaksin untuk Hantam CRD dan Kompleksnya.

Penanganan CRD nyaris tak bisa dilepaskan dari obat. Meski vaksin telah ada. Program menyeluruh menepis keraguan orang tentang obat dan cara pemberian serta khasiatnya. Hantaman balik terhadap CRD dan CRD Kompleks merupakan suatu keniscayaan
Gudang obat PT Romindo Primavetcom Cabang Surabaya
CRD tak bisa lepas dari obat. Itulah yang dapat Infovet simpulkan dari beberapa peliputan. Dan obat itu adalah antibiotika. Untuk itu Infovet langsung meng-cross-check- dengan pebisnis obat yang memasok obat-obat anti CRD untuk peternakan itu. Ternyata bukan hanya obat yang dibutuhkan, tapi juga vaksin.

Peternakan kemitraan Subur di Desa Kampung Baru Kecamatan Duduk Sampean Kabupaten Gresik Jawa Timur melalui penanggungjawabnya Wahib mengungkap bahwa begitu ada tanda CRD pilek dan suara ngorok “crik-crik cekrek-cekrek”, semua ayam dalam kandang langsung diobati dengan antibiotika Ciprofloksasin dan Sulfamono tanpa pilih-pilih.

Lalu simak kata-kata Hari Widodo kepada Infovet di peternakan ayam pedagingnya di Desa Wonosari Kecamatan Pagu Kabupaten Kediri. “Antibiotik untuk pencegahan (cleaning antibiotic) lebih ketat diberlakukan,” ujarnya setelah tahu perwujudan kehadiran CRD dengan adanya ngorok ayam disusul CRD Kompleks. Ya, dia tahu tanda gawat ini dengan bedah bangkai pada organ dalam ayam terdapat lendir selaput hati bahkan gangguan pernapasan dan usus berupa perdarahan, hidung keluar eksudat dan pembekakan sekitar mata.

Dari dua sampel peternak di wilayah Jawa Timur bagian utara dan wilayah selatan itu jelas tentang peranan antibiotika. Pihak perusahaan obat hewan pun memaparkan secara lebih gamblang tentang prinsip obat dan pengobatan CRD tersebut.

Dua Kelompok Obat
Kepada Infovet di kantor cabang Surabaya PT Romindo Primavetcom, Area Sales Manager Surabaya perusahaan ini, Drh Setya Bakti, mengatakan bahwa di pasar dikenal dua kelompok obat CRD yaitu yang khusus untuk kuman mikoplasma penyebab CRD-nya dan antibiotik spektrum luas alias broad spectrum.

Salah satu obat khusus (antibiotika) untuk mengatasi mikoplasma adalah berkandungan dpiramisin. Nama patennya Suanofil. Ini, “Spektrum khusus mikoplasma,” kata Drh Setya Bakti. Sedangkan salah satu antibiotika broad spectrum adalah berkandungan Enrofloksasin, bernama paten Enoquil.
Masing-masing ada kelebihannya. Dari segi harga, menurut alumnus FKH Unair ini obat yang khusus berharga lebih mahal. Sedangkan obat yang spektrum luas lebih murah. Dari segi penggunaan, yang spektrum luas banyak dipakai untuk flushing program rutin. Sedangkan untuk kasus yang butuh segera ditangani, obatnya harus lebih kuat. Maka dipakailah spektrum khusus.

Menurutnya, meski ada orang bilang yang dibutuhkan adalah pengobatan cepat tuntas, “Mau tidak mau harus dilakukan flushing.” Jelas, program rutin merupakan kewajiban. Tapi ya itu, pertimbangan dengan spektrum luas ini karena harganya murah.

Dua Jenis Vaksin
Soal murah, kalau mau lebih murah, “Pakai vaksin,” katanya. Dari sediaan vaksin Ms (Mycoplasma sinoviae) dan Mg (Mycoplasma gallisepticum), sesuai kondisi lapangan menurut Drh Setya Bakti cukup dibutuhkan vaksin Mg saja pada ayam petelur. Maka mengalirlah informasi tentang vaksin CRD. Drh Setya menyinggung nama Prof (Riset) Dr Drh Soeripto MVS tentang vaksin CRD ini. Maka Infovet pun mencari data tentang Prof Soeripto dan vaksin CRD.

Menurut Australian Awards Indonesia, pada tahun 2010 yang memberikan penghargaan kepada Prof Dr Soeripto lantaran jasanya menjamin ketahanan pangan melalui terobosan di bidang vaksin hewan. Terkait penghargaan itu dikatakan, salah satu buah hasil utama usaha miliknya adalah vaksin–unggas hidup pencegah CRD pada ayam yang dikembangkannya.

Secara intensif, Profesor Bakteriologi di Balai Besar Penelitian Veteriner Indonesia ini meneliti masalah penyakit pernafasan kronis CRD pada ayam yang mempengaruhi produksi ayam di Indonesia dan seluruh dunia. Masalah ini telah lama memacu penggunaan luas antibiotika pada unggas. Dia pun berhasil mengembangkan vaksin mutasi MGT–11, yang kini dikenal sebagai vaksin Vaxsafe® TS–11 dan diproduksi secara komersial oleh Bioproperties dari Australia dan berada di bawah sublisensi Merial dari Amerika Serikat. Lebih dari 100 juta dosis vaksin tersebut digunakan di seluruh dunia setiap tahunnya.

Atas prestasi ini pada 2001, Prof Dr Soeripto memperoleh royalti internasional dari University of Melbourne, Australia. Dia merupakan satu dari hanya 65 profesor peneliti yang dilantik oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Pemerintah Indonesia (LIPI). Pada Desember 2009, dia dianugerahi penghargaan oleh Wakil Presiden Indonesia terkait sumbangsihnya bagi Ketahanan Pangan Nasional di Indonesia dan pada Juli 2010 dengan penghargaan IndoLivestock V oleh Menteri Pertanian Indonesia.

Program Menyeluruh
Program untuk mengatasi CRD secara menyeluruh, menurut Drh Setya Bakti mesti dilakukan flushing sebagai pengobatan rutin yang dilakukan setiap bulan. Lalu vaksinasi hanya sakali saat ayam berumur satu bulan. Otomatis kondisi harus dibersihkan dulu, “Dicegah dulu,” katanya. Jadi mau tidak mau harus secara ketat dilakukan ventilasi dan sanitasi. Yang lain-lain efek sekunder dari berbagai macam gangguan. Gangguan itu berupa penyakit, musim, jamur, amoniak, pakan yang mungkin komposisinya kurang baik. Kadang formulasi baik, jagung proteinnya tidak 8 persen tapi 6 persen sehingga hitungan salah.
Apabila sudah ke CRD Kompleks pengobatan harus plus Kolibasilosis. Menurut Drh Setya Bakti pengobatan CRD Kompleks dengan Flumequin paling bagus. “Paling jos,” katanya. Nama dagangnya adalah Imequil. Menurutnya perusahaan lain juga punya. Apapun perbedaannya, guna ketepatan pengobatan semua secara praktis dibantu dengan cara mendiagnosa dan lain-lain./yonathan

Selengkapnya baca di Infovet edisi JUNI 2014.
#artikel terkait 

Penelusuran Lanjutan Pengobatan CRD

Penelusuran lanjutan tentang obat CRD menghasilkan kenyataan, ada obat baru untuk mengurangi resistensi, prakteknya untuk rolling antibiotik. Telusuri terus kompleksitasnya, ternyata umumnya peternak tidak melakukan pembersihan instalasi air dan pencatatan.  

Narasumber: Drh.Primaditya
Dalam artikel  “Obat dan Vaksin untuk Hantam CRD dan Kompleksnya” Area Sales Manager Surabaya PT Romindo Primavetcom Cabang Surabaya, Drh Setya Bakti, memaparkan tentang dua jenis obat CRD (khusus Mikoplasma dan spektrum luas), dua jenis vaksin (Mycoplasma gallisepticum dan M sinoviae) serta progarm menyeluruh untuk hadapi penyakit pintu segala penyakit ini.

Lebih lanjut, Infovet menelusuri obat-obatan CRD ke perusahaan obat hewan yang lain, PT Medion Cabang Surabaya. Bertemu langsung dengan Drh Primaditya, District Assistant Manager Medion Surabaya. Menurutnya, obat CRD yang paling sering digunakan adalah golongan Enrofloksasin. Nama patennya Neonedine. Kecuali, ada komplikasi. Maka digunakanlah Trimesin.

Selain itu, “Ada produk baru,” katanya, “Yaitu Eritromisin Doksisiklin. Ini gencar dipromosikan karena punya keunggulan untuk mengurangi resistensi.” Prakteknya dengan rolling antibiotik juga menggunakan obat ini, antibiotik ini merupakan obat berspektrum luas untuk mengatasi bakteri gtram negatif dan Mycoplasma biang CRD. Nama paten obat ini adalah Erydoxy.

Narasumber: Drh. Setya Bakti
Nyatanya bila sudah sampai tahap CRD Kompleks dimana ada kolibasilosis dalam penyakit itu, menurutnya dapat digunakan kombinasi Amoksisilin trihidrate dan Colistin sulfat. Nama dagangnya Amoxitin. Satu kemasan obat kombinasi ini mempunyai spektrum luas dan efektif membunuh kuman Escherecia coli dan Haemophillus paragalinarum penyebab Koriza yang sering muncul bersamaan pada CRD.

Koli yang numpang CRD sendiri ini tidak pernah berdiri tunggal. Selain itu juga ada Korisa. Obat kombinasi untuk melawannya sangat dianjurkan. Dengan adanya obat baru untuk rolling yang bertujuan mengurangi resistensi, menurutnya kelebihan dan kekurangan masing-masing pengobatan beda-beda tipis.

Pemikiran obat baru untuk rolling ini berawal dari kenyataan, “Sayangnya peternak biasanya itu-itu saja obatnya,” ujar Drh Primaditya, padahal penggunaan obat yang sama terus-menerus membuat khasiat obat dapat berkurang karena kumannya menjadi tahan alias resisten. Kebiasaan peternak itu tidak jauh-jauh disebabkan faktor harga tinggi. Dengan biaya mahal namun performa jelek karena obatnya sama terus- maka harus ada tindakan pilihan obat dengan rolling antibiotik, yang lebih masuk akal.

Terus Telusuri Kompleksitasnya
Begitulah, Drh Primaditya mengungkap; CRD Kompleks merupakan keniscayaan. Mengapa? Karena jarang CRD merupakan penyakit murni. Bila ditemukan CRD biasanya sudah bercampur dengan Kolibasilosis dan juga Koriza.

Selain menggunakan obat, menghadapi problematika di lapangan, Ia menyarankan awalnya peternak sendiri harus memperhatikan manajemen. “Masa suhu panas atau dingin harus diperhatikan, manajemen litter, bau amoniak, pemanasan pengindukan buatan (brroder), semua harus diperhatikan,” paparnya.

Yang terjadi di lapangan umumnya sampai ayam umur 16-17 hari, kuning telur masih ada dalam tubuh ayam karena tidak terserap sempurna. Daya tahan ayam menjadi jelek. Kuman-kuman CRD muncul bersamaan kuman lain lantaran stres dan lingkungan alami yang tidak mendukung. Penyakitnya pun menjadi parah.

“Secara teori CRD dapat diturunkan induk ayam ke anak ayam secara trans ovarial, katanya seraya menambahkan apa di sini kuman CRD ada atau tidak pada bibit, padanya belum ada data. Stres yang memicu CRD menjadi tanggungjawab semua yang terkait. Hendaknya penyakit yang ada secara ringan tidak menjadi ganas. Kasus ringan maksudnya tidak sampai timbul gejala klinis. Kalau ayam sudah ngorok sudah pasti kasusnya lebih berat. Apalagi bila sudah komplikasi./ yonathan

Selanjutnya simak Infovet edisi Juni 2014

Menilik Sebab dan Mengurai Cara Atasi Syndroma Kerdil

Populasi padat menjadi trigger syndrome kekerdilan
Kasus lambat tumbuh alias kerdil alias”ngunyil” di Indonesia, sejatinya sudah terjadi sekitar 15 tahun yang lalu. Namun memang dalam 5 tahun terakhir ini prevalensi semakin meningkat dan membuat persoalan yang semakin pelik. Bukan saja hingga saat ini belum juga ditemukan apakah sebenarnya yang menjadi “agen penyakit” dalang penyebab utamanya. Namun juga oleh karena vaksin untuk level peternakan komersial, dinilai belum ada yang “fixed”.

Infovet sangat ingat benar akan masalah sindrom kekerdilan pada ayam itu, sebab kala itu, yaitu 15 tahun yang lalu, Infovet Yogyakarta menggali dari pakar penyakit dan kesehatan unggass Prof Dr Charles Rangga Tabbu MSc ketika itu Guru Besar ini ditemui masih di kampus lama FKH UGM Yogyakarta.

Prof Charles memprediksi bahwa sindrom ini akan menjadi persoalan serius pada industri peternakan ayam Indonesia di masa depan. Jika saat itu masih terbatas hanya menyergap farm pembibitan, maka diperkirakan akan segera merecoki juga farm ayam komersial. Dan ternyata tidak lebih dari 10 tahun, ramalan itu kini menjadi sebuah kenyataan yang sungguh memprihatinkan.

Menurut Ir Wahyu Pratomo, seorang peternak closed house di Magelang menuturkan bahwa kasus ayam lambat tumbuh adalah salah satu gangguan kesehatan pada ayamnya yang benar-benar merugikan. Nilai kerugian itu menjadi sangat besar oleh karena bisa terjadi secara merata menyerang ayam muda dalam sebuah populasi. Jika peristiwa itu terjadi pada kisaran umur 5-15 hari, maka tentu saja peternak dalam mengambil keputusan bentuk apapun yang akan ditempuh menjadi sangat membingungkan.

Mengapa demikian…?
Menurut Wahyu hal itu erat terkait dengan kepastian diagnosa tentang apakah penyebab utama sebenarnya. Sehingga muaranya adalah jenis dan bentuk terapi yang akan diambil. Selain itu juga ada pertimbangan ekonomis, tentang masih adakah peluang untuk bisa mengejar dan sekaligus menutup kompensasi dari jangka waktu umur 5-15 hari saat ayam mengalami lambat pertumbuhan itu.

Sebab dari pengalamannya, lanjut Wahyu, jika kejadian pertumbuhan yang lambat oleh karena agen penyakit sejenis ND, CRD ataupun Kolibasilosis, rentang waktu saat pertumbuhan yang lambat itu dapat dikompensasi dan dikejar berat badan ayam di hari kemudian sampai saat ayam dipanen. Meskipun memang pada kenyataannya nilai kompensasi atas hilangnya bobot ayam itu tidak juga mampu mencapai tingkat optimal. Namun toh nilai kerugiannya masih dapat ditekan.

Sangat berbeda jika peristiwa lambat tumbuh oleh karena “agen penyakit” yang belum diketahui secara pasti itu, ternyata nilai kompensasinya sangat kecil bahkan nyaris tak ada pertumbuhan yang signifikan meskipun sudah ditempuh berbagai terapi antibiotika maupun gelontoran multivitamin.

Kembali ke kisah di 15 tahun yang lalu, maka bisa dibayangkan jika kala itu, saat kasus lambat tumbuh pertama merebak, langkah terapi apapun tak memberikan hasil yang memuaskan. Namun kini setidaknya peternak sudah mampu mengambil keputusan dan sikap yang lebih jelas jika menghadapi kasus ayam lambat tumbuh.

Para peternak kini jika menemui kasus gangguan kesehatan yang sangat akrab disebut “ngunyil” itu, dengan sigap akan segera mengambil tindakan pengafkiran atas ayam-ayam yang lambat tumbuh. Sedangkan ayam-ayam yang pertumbuhannya masih normal akan terus dipelihara sampai memasuki umur panen.

Artinya dengan berbekal gejala klinis dan juga tanda-tanda yang muncul, para peternak ayam komersial akan secara tegas segera mengafkir. Namun jika gejala klinis tak mengarah ke jenis gangguan kesehatan seperti itu, maka pilihannya akan meneruskan dan melakukan tindakan perbaikan kualitas asupan nutrisi serta vitamin maupun langkah pemberian terapi antibiotika.

Saat itu Prof Charles menyebut bahwa gangguan pertumbuhan pada ayam muda pada level pembibitan ayam itu sering dinamai sesuai gejala klinis yang muncul. Seperti sebagai “Malabsorption Syndrome” oleh karena adanya gangguan penyerapan nutrisi di dalam sistem pencernaan. Sedangkan sebutan “Runting and Stunting Syndrome” oleh karena ayam lambat sekali pertumbuhannya meskipun jumlah pakan yang tersedia sudah relatif mencukupi. Kedua penamaan itu jelas merujuk terhadap performa dan progres pertumbuhan ayam muda.

Semestinya menurut Prof Charles secara ideal performa ayam muda akan mengalami pertumbuhan yang relatif cepat, dan kemudian akan melambat menjelang usia panen. Nah, pada kasus gangguan performa pertumbuhan yang belum diketahui secara pasti “agen utama penyebabnya” itu, laju pertumbuhan sudah terseok-seok sejak awal. Makanya kemudian penamaan gangguan kesehatan itu lebih pas disebut sebagai sindrom.

“Penyebutan kata ‘sindrom’ itu sendiri, oleh karena agen penyakitnya belum diketahui secara pasti. Dan jenis agen penyakit yang menjadi penyebabnya ternyata tidak hanya 1 (satu) atau 2 (dua) buah saja. Namun ada banyak sekali dan juga banyak faktor yang berperanan menjadi penyebabnyam,” ujar Prof Charles.

Oleh karena itu, Prof Charles, menyebutnya sebagai gangguan kondisi kesehatan pada ayam muda yang disebabkan oleh “aspek yang multifaktorial”. Penyebutan kata “aspek multifaktorial” akhirnya menjadi sangat tenar dan dikenal kala itu hingga saat ini, dimana yang pertama kali mengucapkan dan mempopulerkan adalah Prof Charles kepada Infovet.

Sedangkan menurut pengalaman lapangan Wahyu Pratomo, jika ayam sudah mengalami sindrom lambat tumbuh, maka langkah utama dan secara simultan adalah dengan memberikan asupan multivitamin secara lebih dari cukup dan melakukan terapi antibiotika serta mengafkir ayam yang sudah jelas lambat tumbuh./ Iyo. 

Selengkapnya baca di edisi MEI 2014

Pengalaman Praktis Peternak dan Konsep Akademis Ayam Kerdil

Ketiga kelompok ayam milik peternak Asan dan Ny Mujianto ini berumur sama tapi beda besarnya. Kelompok kanan adalah ayam kerdil
Tak cukup meliput pengalaman praktis lapangan peternak, Infovet juga berburu justifikasi akademis ke perguruan tinggi. Yang terakhir ini aku menemui akademisi yaitu Drh Djoko Legowo MKes dosen dan peneliti Laboratorium Patologi FKH Unair.

Manifestasi ayam kerdil secara infeksius memang disebabkan oleh virus Reo. Drh Joko menjelaskan adanya manifestasi yang tidak patognomonis alias tidak khas dari sekian penyakit. Ada pula infeksi sekunder penyakit bakteri/ virus mengikuti infeksi primer. Muncullah berbagai macam penyakit baik yang imunosupresif, baik yang patognomonis maupun non patognomonis. Meskipun tidak patognomonis, kita bisa mengarahkan kajian patologis berdasar manifestasi klinis.

Menurut Drh Joko umumnya suatu penyakit baru menjadi perhatian banyak orang ketika strain baru merebak, atau terjadi wabah penyakit tertentu. Baru saat itu kita berpikir, seluruh stake holder menghitung ulang. Pada saat itu perhatian baru kembali diarahkan ke biosecurity yang sesungguhnya cakupannya luas dengan industri perunggasan Indonesia.

Drh Joko mengingatkan perlunya teman-teman industri persoalan berhadapan dengan penyakit macam ini. Penyakit-penyakit baru, apalagi. Kalau bisa menangani penyakit klasik dengan baik bisa mengelimir secara relatif. Kenyataan ayam kerdil timbul sebagai manifestasi juga karena faktor-faktor lain seperti genetik, nutrisi dan pengelolaan pemanasan dan peternakan secara umum.

Yang terakhir ini juga terkait dengan cekaman lingkungan. “Industri perunggasan sangat sadar betul adanya faktor pemicu penyakit dari cekaman lingkungan, environmental stressor, suhu dan kelembaban, global warning atau tataran iklim lebih modern,” ujar Drh Joko.

Secara kausatif, pada predileksi penyakit non infeksius ada stressor muncul dari kelembaban. Suhu berubah mendadak, heat stress, penurunan stres imun, menyebabkan penyakit, kelembaban dan suhu. “Berdasar kajian cukup lama, pikiran teman-teman selalu infeksius. Padahal penyebab penyakit yang non infeksius sangat besar pengaruhnya,” katanya.

Aflatoksin, metabolisme sekunder aspergilus muncul karena lingkungan yang buruk, mencemari pakan, stres oksidatif, imunosupresan. Salah satu dampaknya muncul penyakit ayam kerdil, yang penyebabnya saling berkelindan. Di sini pun berperan faktor maternal antibody, DOC rentan kena.

Sudah menjadi rahasia umum, dibutuhkan solusi sejak di pembibitan yang berpengaruh pada status imun bibit. Selanjutnya tetap dikelola secara maksimal dan optimal pada sektor produksi. Dengan catatan memperhatikan, kelola, atasi, semua faktor non infeksius tadi.

Praktis dan Akademis
Untuk pembanding konsep akademis, Infovet juga menemui Drh Berny Julianto MVet dari Laboratorium Anatomi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Untuk S2, Drh Berny sendiri mendalami vaksinologi dan imunoterapeutik. Menurutnya penyakit oportunistik karena virus dapat mengikuti keberadaan suatu penyakit.

Menurutnya kejadian suatu penyakit pada ayam dicegah. Mencegah masuknya penyakit pada ayam ini utamanya dengan memperhatikan masuknya bibit penyakit ke kandang dari sumber yang aman. Kalau terpaksa memasukkan air dari sungai di luar, misalnya, harus dengan treatment air memakai Klorin.

Berdasar pengalamannya dulu di peternakan besar di Pasuruan Jawa Timur, pernah dalam perlakuan air kandang, air diberi tablet besar kaporit yang dialiri air dengan pipa. Harus dicek sejauh mana air bisa mencapai seluruh kandang. Bukan dengan permukaan saluran air yang tinggi sebelah, atur pipa air jangan dari ujung ke ujung tapi gunakan sarang laba-laba. Kaporit tablet dilerakkan di tengah sarang laba-laba. Dengan model sarang laba-laba ini maka air dari pinggir-pinggir akan mengalir secara merata ke tengah. Air yangsudah di-treatment kaporit tabley dengan sendirinya akan jatuh dan merata perlakuannya. Kadar kaporit akan merata dan efisien dari penggunaan kaporit untuk air yang sehat./ Yonathan.

Simak selengkapnya di edisi MEI 2014.

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer