Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

KETIKA ND GENOTIPE 7 MENJADI SOROTAN UTAMA

Penyakit ayam yang sangat terkenal di kalangan peternak ayam, ND (New Castle Disease), yang juga menyerang pernapasan, tetap menjadi sorotan utama dari berbagai penyakit yang lain. Demikianlah kesimpulan Infovet dalam mengamati perkembangan peta penyakit ternak unggas 2012-2013.
 
Belum lama ini pada 2012, dua seminar bertema ”Perkembangan Virus ND di Indonesia: ND G7B” diangkat oleh PT Medion Bandung dengan pembicara Drh Witarso dan Drh Budi Purwanto dari PT Medion. Sedangkan seminar bertema ”Pengendalian Genotipe 7 Newcastle Disease di Indonesia” diangkat oleh PT Romindo Primavetcom dengan pembicara Dr Michael Lee.
 
Belum lama ini juga, Seminar bertema ”Penanganan ND yang masih mendominasi penyakit unggas di Indonesia” diangkat oleh PT Caprifarmindo Laboratories Bandung dengan me­ngetengahkan pembicara Prof DR Drh Fedik Abdul Rantam MPhil dari Universitas Airlangga Surabaya. Seminar bertema ”Newcastle Disease” diang­kat oleh  PT Japfa Comfeed Indonesia dengan mengetengahkan pembicara DR Teguh Prajitno. Adapun Seminar tentang ND bertema ”Reaksi ringan, perlindungan Tinggi, Pendekatan baru dalam ND” diangkat oleh PT Intervet Indonesia dengan menampilkan pembicara Dr Jay F Peria.
 
Dari berbagai liputan terhadap seminar tentang Perkembangan Virus ND di Indonesia tersebut, Infovet melengkapi dengan wawancara khusus dengan pakar penyakit unggas di Indonesia Prof Drh Charles Rangga Tabbu MSc PhD yang Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gajah Mada Yogyakarta dan dengan studi literatur dari berbagai sumber. Dari hasil semua sumber ini Infovet melaporkan kepada pembaca bahwa secara garis besar virus ND dapat diklasifikasikan berdasarkan serotipe, patotipe, dan genotipe (yang muncul sebagai hasil perkembangan teknologi terkini).
 
Klasifikasi virus ND berdasar serotipe adalah mengacu pada protein HN dengan melakukan HA/HI test, di mana ND hanya punya 1 serotipe. Sedangkan klasifikasi virus ND berdasar patotipe adalah mengacu pada virulensi atau tingkat keganasan. Sementara klasifikasi virus ND berdasarkan genotipe adalah mengacu pada tingkat susunan asam amino penyusun gen.
 
Berdasarkan patotipe/tingkat keganasannya, terdapat 3 jenis virus ND. Ketiga patotipe virus tersebut yaitu Velogenik, Mesogenik dan Lentogenik. Karakteristik serangan virus Velogenik ditandai terutama dengan infeksi saluran pencernaan (viserotropik) dan organ syaraf (nerotropik) yang parah, sehingga sering disebut dengan serangan VVND (velogenic viscerotropic Newcastle disease). Sementara karakteristik serangan virus Mesogenik memiliki keganasan menengah dan terutama menyebabkan gangguan pernapasan, bahkan terkadang menunjukkan gangguan syaraf. Sedangkan karakteris­tik virus Lentogenik merupakan penyebab dari penyakit ND tipe ringan, kadang-kadang tidak menampakkan gejala yang spesifik.
 
Perkembangan teknologi terkini memunculkan klasifikasi virus secara genotipe. Identifikasinya dengan melihat materi inti virus. Klasifikasi virus ND secara genotipe sesungguhnya berawal dari analisis secara filogenetik (kekerabatan), di mana virus ND dikelompokkan menjadi 2 divisi; yaitu Klas I (yang menyerang unggas air dan terdiri dari golongan virus bervirulensi rendah) yang minimal terdiri dari 9 genotipe, dan Klas II (yang menyerang unggas darat dan terdiri dari virus bervirulensi rendah tapi mayoritas virulen/ ganas) yang terdiri 10 genotipe.
 
Dengan penggolongan klas ini tentu saja masyarakat peternakan (bakal) lebih familiar dengan 10 genotipe pada virus ND Klas II ini. Baik untuk diketahui bahwasanya dari 10 genotipe (1-10), genotipe “awal” yang ditemukan pada tahun 1930-1960 adalah genotipe 1, 2, 3, 4 dan 9. Sementara genotipe “belakangan” yang ditemukan setelah tahun 1960 adalah genotipe 5, 6, 7, 8, dan 10. Dan, setelah pada tahun 2011 ditemukan isolat NDV dari Madagaskar, diusulkanlah adanya  genotipe 11 yang merujuk pada isolat ini
 
Virus ND Klas II genotipe 2 termasuk virus ND virulensi rendah yang digunakan sebagai galur vaksin, yaitu virus LaSota, B1 dan VG/GA. Kemudian, muncul pendapat bahwa vaksin yang banyak beredar di Indonesia umumnya dibuat dengan isolat virus La Sota dan Hitchner B1 asal Amerika yang tergolong ke dalam genotipe 2 tersebut.
 
Sementara itu, isu yang berkembang menyebutkan bahwa dari kasus ND sepanjang 2009-2011 yang dominan terjadi di Indonesia saat ini disebabkan oleh virus ND genotipe 7. Keyakinan itu didasarkan pula pada hasil isolasi virus dari kejadian ND terkini di lapangan. Di sinilah kemudian ND Genotip 7 menjadi perhatian utama masyarakat peternakan di Indonesia. Tak mengherankan, berbagai seminar diselenggarakan menyoal hal tersebut.

TIGA PANZOOTIK ND
Untuk membahas ND Genotipe 7 yang sedang menjadi sorotan masyarakat, dapat dimulai dari kenyataan bahwa Virus ND mempunyai patogenisitas dan virulensi yang sangat bervariasi, meliputi virus ND apatogenik sampai virus ND sangat patogen, dan Virus ND ini dapat menginfeksi berbagai jenis  unggas dan burung liar.
Infovet mengajak pembaca menelusuri masa lalu tentang penyebaran ND yang padanya dikenal ada 3 panzootik ND (kejadian infeksi ND dari berbagai spesies unggas meliputi area yang luas). Panzootik ND pertama terjadi sebagai akibat serangan virus ND genotipe 2, 3, 4 pada tahun 1926 di Asia Tenggara dan menyebar ke berbagai belahan dunia.
 
Panzootik ND kedua terjadi sebagai akibat serangan virus ND genotipe 5 dan 6 pada tahun 1960-an di Timur Tengah, lalu menyebar ke berbagai negara pada tahun 1973.
 
Panzootik ND ketiga terjadi terjadi akibat serangan ND genotipe 7, 8 pada tahun 1970-an yang berawal dari Timur Tengah, kemudian menyebar ke Eropa pada tahun 1981, dan selanjutnya menyebar secara cepat ke berbagai negara di dunia. Panzootik ND ketiga tersebut disebabkan oleh bentuk velogenik neurotropik, yang dikenal sebagai virus pigeon Paramyxovirus type 1.
 
Akibat Panzootik ketiga tersebut, virus ND genotipe 7, 8 ditemukan di Asia, Afrika Selatan dan beberapa negara Eropa. Genotipe 7 ini terutama bertanggung jawab untuk wabah ND di negara yang bertetangga dengan Taiwan dan China (sekitar 1985); setelah pada 1984 virus ND genotipe 7 ini diisolasi pertama kali di Taiwan. Pada 1995 pun terjadi wabah ND di Taiwan yang disebabkan oleh genotipe 7 ini.
 
Bagaimana dengan Indonesia? Wabah ND akibat virus ND Genotipe 7 telah terjadi di Indonesia pada akhir 1980. Berdasar laporan Lomniczi dan kawan-kawan pada 1998 dalam Arch Virol halaman 143, virus ND genotipe 7 ini telah diisolasi di Indonesia pada tahun 1980.
 
Selanjutnya, sejak 1990-an virus ND genotipe 7 merupakan isolat yang paling dominan di dunia, meliputi Asia Timur dan Eropa barat. Dan, jika wabah virus ND terus berlanjut, maka dapat timbul Panzootik ND keempat.
 
Klasifikasi virus ND Genotipe 7 ini masih dibagi lagi menjadi 2 subgenotipe, yaitu Genotipe 7A mewakili virus ND yang muncul tahun 1990-an di Timur jauh, lalu menyebar ke Eropa, dan Asia. Adapun Genotipe 7B mewakili virus ND yang muncul di Timur jauh dan menyebar ke Afrika Selatan. Kedua subgenotipe tersebut dibagi lagi menjadi genotipe 7C, 7D, 7E yang mewakili isolat dari China, Kazakhstan, dan Afrika Selatan; genotipe 7F, 7G, dan 7H mewakili isolat virus ND Afrika. Dari kesemua sifatnya, virus ND genotipe 7 tersebut merupakan virus Velogenic viscerotropic (VVND).  (Yonathan)

Grand Launching Buku Hari Lahir dan Bulan Bhakti PKH

SELAKU penulis Buku Hari Lahir dan Bulan Bhakti Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dr drh Sofyan Sudardjat MS hadir dalam grand launching bukunya didampingi Dirjen PKH Ir Syukur Iwantoro MS MBA. Acara berlangsung di Gedung C, Kantor Pusat Kementerian Pertanian, Jumat (17/1).
 
Terlihat antusiasme para tamu undangan yang berkesempatan datang dalam acara launching ini. Diantaranya Ketua Umum ASOHI Drh Rakhmat Nuriyanto, Ketua Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN) Tri Hardiyanto, Kepala Pusvetma Drh Endang Pudjiastuti MKes, Ketua ISPI Ir Yudi Guntara Noor, dan masih ba­nyak lagi lainnya.
 
Dalam paparannya, Drh Sofyan Sudardjat MS me­nyampaikan tujuan ditulisnya buku tersebut yaitu sebagai upaya mengingat kembali akan makna hari lahir dan bulan bhakti peternakan dan kesehatan hewan, kepada pemerintah maupun masyarakat. Selain itu, diharapkan dapat memberi ins­pirasi serta motivasi pemerintah di pusat maupun daerah sekaligus pemangku kepentingan untuk turut berpartisipasi dalam peringatan hari lahir dan bulan bhakti peternakan dan kesehatan hewan di tahun-tahun mendatang.
 
Dalam proses penyusunan buku ini, Drh Sofyan dibantu oleh tim penyusun seperti Ir Baroto Suranto, Ir Bambang Suharno, Dr Ir Riwantoro MM, dan Supriyatno SIP MM. Isi buku merupakan hasil penelusuran sejarah peternakan dan kesehatan hewan dari masa ke masa.
 
“Kami kagum dengan kegigihan Bapak Sofyan bersama rekan tim penyusun. Terlebih pada usaha mengumpulkan perca demi perca data yang sudah sangat lama dan mung­kin sulit untuk ditemukan, serta dirangkai hingga terbitnya buku Hari Lahir dan Bulan Bhakti Peternakan dan Kesehatan Hewan ini,” ungkap Drh Rakhmat Nuriyanto.
(nunung)

Diskusi AI pada Itik di ASOHI

INDONESIA beberapa waktu lalu digemparkan dengan merebaknya kasus flu burung pada itik yang penyebabnya diketahui sebagai virus HPAI, H5N1 clade 2.3 subclade 2.3.2. Kasus pada itik ini pertama kalinya ditemukan di Indonesia. Dalam upaya meluruskan ramainya pemberitaan di beberapa media yang sebagian besar menyesatkan masyarakat, ASOHI mengundang seluruh stakeholder perunggasan dalam Seminar “Avian Influenza Pada Itik” pada Jumat 11 Januari 2013.                                  
 
Prof Drh Charles Rangga Tabbu MSc PhD selaku Ketua Dewan Pakar ASOHI hadir sebagai pembicara kali ini. Menurut Prof Charles, laporan awal kematian pada itik diperoleh dari Jawa Tengah sekitar September 2012. “Pemerintah baru mengeluarkan berita resmi Oktober 2012,” kata Prof Charles.
 
“Salah satu kemungkinan penyebab munculnya virus HPAI subclade 2.3.2 yaitu akibat mutasi pada virus AI, setelah itik kontak berulang kali dengan virus tersebut saat mencari makan di lingkungan peternakan ayam yang terserang AI,” terang Prof Charles.
 
Kita ketahui sistem pemeliharaan itik di Indonesia adalah digembalakan secara lepas atau bebas. Sederhana saja penanggulangan dalam menghadapi kasus flu burung pada itik ini. “Biosekuriti yang baik dapat menekan dosis penyebaran virus HPAI,” tegas Prof Charles. Lanjutnya, itik dipelihara dalam kandang yang bersih dan terpisah dari unggas lain, khususnya ayam. Kemudian itik diberi pakan dengan kualitas baik serta air minum bersih.
 
Terkait dengan kegiatan produksi vaksin yang dilakukan pemerintah bersama produsen vaksin swasta, Drh Hasbullah MSc PhD Direktur PT Biotek Indonesia yang turut hadir dalam seminar menyampaikan pendapat. Menurutnya, vaksin AI dengan menggunakan teknologi reverse genetic (RE) lebih bagus hasilnya ketimbang vaksin yang diproduksi secara konvensional.
 
Diketahui China telah mengembangkan vaksin RE dan telah dicoba pada kasus AI pada itik di Vietnam dan hasilnya lumayan bagus. “Negara China dan Vietnam yang menjalankan vaksin dengan master seed virus HPAI subclade 2.3.2, dilaporkan belum memperoleh hasil memuaskan,” ungkap Prof Charles.
Vaksin rekombinan menurut Prof Charles juga pernah digunakan, namun hasilnya belum memuaskan. Sejauh ini vaksin yang direkomendasikan untuk penanggulangan AI pada itik adalah vaksin killed H5N1, subclade 2.1.3.
 
Koordinasi antara kementerian pertanian dan kesehatan sangat diperlukan dalam upaya pengendalian AI untuk mencegah kemungkinan penyebaran virus AI clade baru tersebut pada manusia. Sementara dari pihak industri perunggasan, perlu melakukan monitoring dan kajian epidemiologi molekuler secara terpadu bersama pemerintah dan peneliti untuk mengetahui dinamika virus AI clade baru dan sebaran geografisnya. (nunung)

Medion Apresiasi Prestasi dan Dedikasi

PERUSAHAAN yang besar tentu tidak lepas dari peran sumber daya manusianya yang berkualitas. Medion yang merupakan salah satu pemain utama di industri peternakan Indonesia sangat menyadari hal ini. Karena itulah, pada tanggal 30 Januari 2013 lalu, digelar sebuah acara bertajuk Employees Appreciation Day di lokasi industri Medion Cimareme, Bandung. Acara yang khusus diadakan untuk mengapresiasi para karyawan itu dihadiri oleh 200-an orang karyawan Medion, termasuk seluruh jajaran Tim Manajemen, ditambah lagi keluarga karyawan yang semakin memeriahkan suasana.
 
Malam itu, beberapa agenda telah dipersiapkan oleh panitia, antara lain Penghargaan Anak Berprestasi yang diberikan untuk anak-anak karyawan Medion yang berprestasi dalam pendidikannya. Sebanyak 15 anak mendapatkan penghargaan dan juga tabungan pendidikan untuk memasuki Perguruan Tinggi kelak. Acara pun dilanjutkan dengan pemberian penghargaan yang disebut PI2R (Productivity Improvement Reward and Recognition). Penghargaan ini diberikan untuk karyawan yang menyumbangkan ide terbaik dalam meningkatkan atau memperbaiki produktivitas kerja. Malam itu, 3 karyawan diberikan penghargaan atas ide yang telah disumbangkannya. Medion juga mengapresiasi dedikasi karyawan yang telah mengabdi melalui pemberian Anugerah Bakti. Penghargaan ini diberikan untuk karyawan yang telah bekerja selama 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 tahun.
 
Acara semakin meriah dengan adanya pelantikan promosi jabatan untuk Tim Manajemen yang baru. Dua orang yang telah menunjukkan prestasi luar biasa dalam pekerjaannya, diangkat ke posisi yang lebih tinggi. Suasana haru meliputi seluruh peserta yang hadir ketika Tim Manajemen yang baru dilantik menyampaikan rasa syukur dan terima kasihnya. Seluruh rangkaian acara malam itu ditutup dengan perayaan ulang tahun Jonas Jahja, pendiri Medion dan juga karyawan yang berulang tahun di bulan Januari.  Sebelum meniup lilin, Jonas mengucapkan keinginannya untuk terus bekerja bersama dengan para karyawannya. Sukses terus, Medion! (Inf)

ANNUAL MEETING PT GALLUS INDONESIA UTAMA


GROWING AND DEVELOPING TO BE THE BEST

Mengawali agenda kerja tahun 2013, PT. Gallus Indonesia Utama menggelar acara Annual Meeting untuk tahun 2013 di negeri yang terkenal dengan lambang Merlion-nya, Singapura. Annual Meeting berlang­sung di Quality Hotel Marlow, Balestier Rd. Singapura ini diselenggarakan dari tanggal 19-20 Januari 2013 yang diikuti sebanyak 20 orang, terdiri dari jajaran Komisaris, Direktur, Manajer, staf, kar­yawan, kantor perwakilan Infovet Daerah, dan beberapa Pengurus ASOHI Pusat.
 
Mungkin Annual Meeting yang mengusung tema “GROWING AND DEVELOPING, TO BE THE BEST” ini menjadi satu-satunya kegiatan tahunan perusahaan yang mengikutsertakan seluruh karyawan sebuah perusahaan mulai dari level paling atas hingga office boy ke luar negeri.
 
Acara Annual Meeting ini dibuka oleh Direktur PT. Gallus Indonesia Utama Drh Tjiptardjo P, SE. dan dilanjutkan paparan ASSA (Asumsi, Sasaran, Strategi dan Aksi) dari Direktur Marketing Ir Bambang Suharno. Setelah laporan ASSA tiap divisi, acara dilan­jutkan dengan paparan dari Komisaris PT GITA, Gani Haryanto dan Ketua Umum ASOHI Drh Rakhmat Nuriyanto. Pada kesempatan ini juga dilakukan penandatangan peresmian pendirian Koperasi Syariah Karyawan PT GITA yang diberi nama ”Amanah Gallus Sehati” dengan Ketua Ir Darmanung dan Sekretaris Neneng Nur Aidah.
 
Usai makan siang di Quality Hotel Marlow, rombongan bergegas untuk check in hotel dan selanjutnya menikmati perjalanan keliling kota Singapura dengan konsep City Adventure. Tujuan pertama tentu saja ikon kota Singapura, dan seluruh karyawan Gallus tak menyia-nyiakan kesempatan untuk berfoto dengan Merlion. Seluruh karyawan Gallus sangat terkesan dengan keindahan pemandangan kota yang megah saat berjalan-jalan di Merlion Park dan sepanjang Singapore River, meskipun sore itu diselingi hujan gerimis.
 
Kemudian rombongan kami melanjutkan perjalanan ke Resort World Sentosa dengan naik public bus SBS Transit yang cepat dan nyaman. Disini kami juga berfoto di depan ikon Universal Studios Singapore untuk selan­jutnya bebas berkeliling theme park yang bertema unik-unik.
 
Menjelang malam hari rombongan menyempatkan waktu untuk menonton atraksi Song of the Sea. Sebuah pertunjukan bernilai 30 juta dolar menggabungkan berbagai special efect air mancur, laser, kembang api, dan fire ball menjadi satu. Pulang dari Sentosa Island kami mencoba naik kereta bawah tanah atau subway menuju ke Little India atau yang terkenal dengan pusat perbelanjaan Mustafa Center dan setelahnya kembali ke hotel di Balestier Road.
 
Keesokan paginya kami kembali menyusuri kota Singapura menggunakan public bus. Kali ini tujuannya wisata belanja berburu pernik oleh-oleh di sepanjang Orchard Road yang terkenal. Kami mampir cukup lama dan menhabiskan waktu makan siang di Lucky Plaza. Setelah usai makan siang kami menikmati cemilan Uncle es krim potong seharga 1 Sin dollar. Kemudian bagi rombongan muslim menyempatkan sholat di Mesjid Al Fallah yang terletak di Cairnhill Place tepat di ujung jalan Orchard Road. 
 
Destinasi selanjutnya adalah Bugis Street yang juga merupakan pasar beragam pernak-pernik oleh-oleh seperti kaos, gantungan kunci, hiasan berlambang Merlion, dan semacamnya. Puas berbelanja kami kembali ke hotel untuk mengambil tas yang sebelumnya kami titipkan waktu sekalian check out pagi tadi. Dari sini kami kembali dijemput untuk diantar ke Changi Airport.
 
Meskipun lelah berkeliling kota selama 2 hari, tetapi ada senyum tersimpul dari setiap wajah-wajah karyawan Gallus yang seakan berharap momen-momen ini akan selalu terkenang sepanjang hidup dan bahkan bisa berulang ditahun-tahun berikutnya. Sampai bertemu di Annual Meeting tahun depan. (wan)

Seminar Kesehatan Unggas Ke-3, ASOHI Bahas AI Pada Itik

Mengawali tahun 2013, masyarakat Indonesia kembali dikejutkan de­ngan wabah AI pada itik yang menyebar dengan cepat ke berbagai daerah di Indonesia. Data dari Unit Penanggulangan dan Pengendalian AI (UPPAI) Ditjen PKH Kementan me­nyebut AI pada itik telah menyebar ke-11 Propinsi di Indonesia dengan angka kematian itik mencapai lebih dari 510 ribu ekor. Dalam waktu yang sama dikabarkan kasus AI pada ayam ras juga mengalami peningkatan.
 
Menurut beberapa peneliti dari Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian RI, sebagaimana diberitakan Infovet edisi Januari lalu, virus penyebab AI pada itik ini berbeda dengan AI yang selama ini dikenal di unggas, dan dipastikan virus ini merupakan introduksi dari luar bukan merupakan hasil mutasi virus yang telah ada sebelum­nya. 
 
Bagaimana sebenarnya perkemba­ngan penyakit AI di Indonesia? Bagaimana sebaiknya mengatasi wabah AI versi baru ini? Bagaimana kaitan AI pada itik dan unggas lainnya? Untuk menjawab hal itu semua Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) menggelar seminar dengan menghadirkan pembicara yang kompeten dan berpengalaman. Diantaranya adalah Drh Muhammad Azhar, Koordinator UPPAI Pusat Kementerian Pertanian RI, Prof Drh Widya Asmara SU PhD, pakar penyakit AI dari FKH Universitas Gadjah Mada dan Prof Dr I Gusti Ngurah Mahardika, Kepala Lab. Biomedik dan Biologi Molekuler Hewan FKH Universitas Udayana. 
 
Menurut Ketua Panitia Drh Andi Wijanarko, Seminar Nasional Kesehatan Unggas ke-3 ASOHI ini dihadiri lebih dari 100 peserta stake holder perunggasan baik dari kalangan pelaku budidaya, breeding, perusahaan obat hewan dan juga pemerintah. Selain itu hasil rujukan seminar yang diselenggarakan di Hotel Santika Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta pada Kamis, 31 Januari 2013 diharapkan dapat menjadi rujukan penting oleh pemerintah maupun dunia usaha dalam mengendalikan penyakit AI.
 
Prof Widya Asmara dalam paparannya menjelaskan bahwa wabah AI yang dimulai tahun 2003 oleh virus AI H5N1 clade 2.1.3. Korban utamanya adalah peternakan ayam komersial baik layer maupun broiler, dan unggas lain  seperti burung puyuh dan itik. Di awal wabah VAI juga dapat diisolasi dari itik dengan gejala tortikolis dan diikuti kematian. Termasuk dalam HPAIV H5N1 clade 2.1.3 dan s/d 2002 jarang ada kematian pada itik, tetapi periode 2003-2005 mulai ada kematian itik di Asia oleh virus HPAI. Kemudian periode berikutnya kembali jarang ditemui kematian itik akibat VAI H5N1 clade2.1.3. Namun bagaimana perilaku virus ini pada unggas liar belum teramati.
 
Prof Widya melanjutkan, pada wabah AI 2012/2013 kali ini banyak kematian pada ternak itik. “Dimulai dari Jawa Tengah yang kemudian menyebar kesepuluh propinsi di Indonesia. Sebagian besar itik mati terkonfirmasi akibat VAI H5N1. Dan dari hasil analisis molekuler termasuk HPAIV clade 2.3.2. Artinya virus ini bukan hasil mutasi dari VAI penyebab wabah 2003,” jelas Prof Widya
 
Hal ini juga ditegaskan oleh Drh M Azhar yang berdasarkan hasil investigasi lapangan dan uji laboratoris dari Tim Balai Besar Veteriner Wates Yogyakarta sejak Oktober-November 2012 bahwa telah ditemukan meningkatnya kasus kematian itik yang disebabkan oleh virus AI subtype H5N1.
 
“Selain itu hasil karakterisasi genetik oleh BBPMSOH, PUSVETMA, BPPV Bukittinggi, BBALITVET, BBV Wates, 3 Desember 2012 ditemukan virus AI subtype H5N1 yang memiliki kelompok gen (clade) baru yakni 2.3.2 pada itik yang berbeda dengan clade lama 2.1.3 yang selama ini menyerang unggas di Indonesia,” kata Drh Azhar.
 
Yang jadi pertanyaan apakah virus ini hanya menyerang itik? Karena diketahui, virus baru ini juga dapat diisolasi dari ternak ayam. Bahkan data dari FoBI (Forum Biodiversitas Indonesia), lanjut Prof Widya Asmara, melaporkan banyak kematian pada unggas liar di daerah pesisir Selatan Jawa, sehingga perlu analisis lebih detil apakah disebabkan oleh VAI H5N1 atau bukan. Namun terlepas dari itu semua kita semua mengharapkan kasus AI ini segera mereda dengan mulai terjadinya kekebalan populasi pada ternak itik.

Kebijakan Vaksinasi
Penggunaan vaksin yang tidak 100% homolog sangat dimungkinkan karena adanya kemampuan proteksi silang (cross protection) dari vaksin AI yang digunakan sebagaimana diung­kapkan Swayne et al., Vaccine (18): 1088-1095, 2000. Nguyen HH. Dept. Microbiology & Immunology Vaccine Centre. Univ. Alabama : “Heterosub­type Immunity to Influenza A, mediated by B cell” dan Fazekas et al., Clinical & Vaccine Immunology (16): 437-443, 2009. 
 
Namun hal ini juga sangat tergantung kepada derajat homologi dengan virus lapang dan dosis infeksi virus atau banyaknya virus tantang. Sementara untuk pengembangan vaksin baru yang homolog membutuhkan pendekatan pencegahan seperti misalnya strain seed vaksin yang bagus, kemurnian yang tinggi (contoh, cloned strain), sifat genotip dan fenotipnya stabil, aman, potensi dan efikasi yang tinggi serta ekonomis.
 
Lebih lanjut Prof Widya juga me­ngungkap hasil Rapat KOH Khusus tanggal 10 Januari  2013 yang diantaranya memutuskan bahwa vaksin AI H5N1 clade 2.3.2 diizinkan diproduk­si. Hal diperlukan dalam rangka me­ngantisipasi kemungkinan kegagalan vaksin H5N1 clade 2.1.3 dalam menahan infeksi virus H5N1 clade 2.3.2.
 
Sementara ini vaksin AI H5N1 clade 2.3.2 hanya direkomendasikan penggunaannya pada unggas air dengan cara aplikasi vaksinasi yang baik dan benar meliputi cakupan melebihi 80% dan dilakukan vaksinasi minimum 2 kali (priming dan booster).
 
Apabila hasil kajian vaksin AI H5N1 clade 2.1.3 dinyatakan masih protektif terhadap virus AI H5N1 clade 2.1.3 dan clade 2.3.2 maka vaksin AI H5N1 clade 2.3.2 tidak perlu diproduksi lebih lanjut. Sementara apabila hasil kajian vaksin AI H5N1 clade 2.1.3 dinyatakan tidak protektif terhadap virus AI H5N1 clade 2.3.2 maka vaksin H5N1 clade 2.3.2 diizinkan diproduksi lebih lanjut setelah lulus uji tantang dan vak­sin AI H5N1 clade 2.1.3 masih tetap dapat digunakan untuk vaksinasi.

Tak Harus Satu Jenis Vaksin
Prof Widya Asmara yang saat ini juga menjabat sebagai Ketua Komisi Obat Hewan, Kementerian Pertanian juga menegaskan bahwa saat ini, berkaitan dengan jabatannya di KOH, ia menjamin tidak akan ada masalah yang tidak ada ujung pangkalnya. Seperti­nya misalnya untuk pendaftaran vaksin yang termasuk kedalam golongan PRG (produk rekayasa genetik) yang selama ini dikeluhkan sangat sulit.
 
Menurut Prof Widya vaksin PRG tidak harus dilakukan pengujian terhadap produk PRG di dalam negeri sejauh data yang dibutuhkan sudah lengkap dan mampu memuaskan Tim Penguji. Karena kalau harus diuji lagi di dalam negeri akan muncul masalah baru me­ngenai laboratorium mana yang berkompeten untuk melakukan pengujian dan siapa pengujinya.
 
Hal ini sesuai dengan penjelasan pasal 19 ayat 1 PP No 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik yang berbunyi “Pe­ngujian di laboratorium, fasilitas uji terbatas dan/atau lapangan uji terbatas dilakukan apabila informasi dalam dokumen yang disertakan oleh pemohon belum dapat meyakinkan KKH untuk mengambil kesimpulan bagi pemberian rekomendasi keamanan lingkungan, keamanan pangan dan/atau keamanan pakan PRG.”
 
Sementara itu terkait kebijakan Pemerintah yang saat ini mengharus­kan upaya vaksinasi dilapangan hanya menggunakan strain vaksin AI dari isolat lokal. Prof Widya menilai kebijakan tersebut kurang tepat. Karena untuk Indonesia yang upaya stamping out jika terjadi wabah tidak bisa dilakukan dengan cepat, ditambah lagi tingkat mutasi virus yang cukup tinggi. Ia menyarankan Indonesia tidak harus menggunakan hanya satu jenis vaksin AI saja yang digunakan.
 
“Karena tidak ada negara di dunia yang hanya menggunakan satu jenis vaksin saja untuk AI di perunggasannya. Apalagi di Indonesia ini semuanya ada. Ya mutasinya, ya strainnya, ya subtipenya, ya tingkat biosekuritinya yang sangat beragam. Semakin banyak jenis vaksin yang beredar akan semakin baik karena dari sisi proteksi akan tetap memberikan perlindungan,” ujar prof Widya.
 
Namun ia juga menegaskan bahwa vaksin produksi lokal dari masterseed lokal yang saat ini beredar juga mempunyai kualitas hasil yang berbeda. “Dengan satu masterseed saja bila diproduksi di pabrik yang berbeda hasil­nya akan berbeda karena berkaitan de­ngan preparasi dan pemilihan adjuvant yang digunakan,” jelas Prof Widya.
 
Prof Widya melanjutkan, upaya vaksinasi AI dengan vaksin konvensional ini masih dinilai sebagai langkah terbaik karena mampu menginduksi kekebalan seluler. Namun kedepan juga perlu dipertimbangkan untuk penggunaan vaksin baru yang jauh lebih aman dalam proses produksinya, misalnya vaksin reverse genetik (PRG) dengan mengedepankan kehati-hatian.
 
Sementara itu Prof Mahardika dari paparannya yang merupakan hasil kerjasama riset antara Universitas Udayana dan PT Medion menyimpulkan bahwa saat ini  telah terjadi pemasukan baru virus AI clade 2.3.2. Sementara clade 2.1.3 masih bersirkulasi dan dominan pada peternakan ayam di Indonesia.
 
Prof Mahardika menjelaskan bahwa clade 2.3.2 mempunyai ciri molekuler virus unggas. Oleh karenanya AI pada ayam dan itik bisa disebabkan oleh clade 2.1.3 dan/atau clade 2.3.2. Dimana clade 2.3.2 mempunyai struktur antigenik yang agak berbeda dengan clade 2.1.3. Sementara vaksin clade 2.3.2 belum tersedia peternak disarankan menggunakan vaksin clade 2.1.3.
 
Prof Widya Asmara juga menambahkan untuk bisa memberikan perlindungan terhadap 2 clade virus yang ada ini, ada baiknya dibuat vaksin cocktail yang terdiri dari campuran vaksin clade 2.1.3 dan 2.3.2. “Karena secara protektifitas bisa dibilang cukup baik dan tidak ada masalah,” ujar Prof Widya.
 
Diakhir presentasinya Prof Widya menyimpulkan bahwa vaksinasi yang baik seyogianya memakai vaksin dengan seed virus prevalens di lapangan, atau yang imunogenik protektif terhadap strain prevalens.
 
“Selain itu, sebelum tersedianya vaksin baru, vaksin yang lama masih bisa dipakai, meskipun perlindungan tidak 100%, (lihat prinsip-prinsip vaksinologi). Upaya vaksinasi harus diperkuat dengan langkah Biosekuritas, Surveilens dan perbaikan sistem peternakan,” jelas Prof Widya Asmara.

Upaya Pemerintah
Menurut Drh Azhar upaya Pemerintah yang terus dilakukan saat ini adalah segera mengendalikan penyakit AI yang menyerang itik/unggas air, yakni menurunkan kasusnya mencegah penyebarannya, memulihkan populasi dan produksinya. Selanjutnya mencegah agar tidak menyerang ke peternakan ayam komersial, guna meminimalisir risiko timbulnya dampak kerugian ekonomis yang sangat tinggi bagi industri perunggasan nasional.
 
Drh Azhar melanjutkan gejala klinis pada itik tertular AI yang dilaporkan antara lain tortikolis (leher terputar), kejang-kejang, inkoordinasi, kesulitan berdiri, nafsu makan turun, mata keputihan. Pada itik dewasa terjadi penurunan produksi telur. Sementara pada itik anakan/muda terjadi kematian cukup tinggi : rata-rata 39,3% dari populasi farm atau sekitar 0,5 % dari populasi wilayah. Virus ini diketahui juga me­nyerang Itik manila (entog) dan ayam kampung, yang dipelihara sekandang dengan itik tertular di lokasi kasus AI.
 
Sebelumnya diketahui virus AI clade 2.3.2 ini telah beredar di Butan, Nepal, India, Bangladesh, Myanmar, Laos, Jepang, Hongkong, Mongolia, Korea, Cina, Vietnam dan baru pada tahun 2012 kemarin mulai diketahui muncul di Indonesia, sehingga bisa dipastikan virus ini muncul akibat introduksi dari luar bukan merupakan hasil mutasi seperti yang selama ini diduga.
 
Ia juga melanjutkan bahwa prioritas strategi pengendalian AI pada itik/unggas yang kasusnya tinggi saat ini untuk Jangka Pendek (Januari-April 2013) adalah Depopulasi dan Kompensasi, Pengawasan lalu-lintas, Biosekuriti, dan Vaksinasi. Untuk upaya vaksinasi sesuai dengan SE. Dirkeswan Tgl. 8 Januari 2013 tentang distribusi vaksin AI menggunakan stock APBN sebanyak 360.000 dosis. Sementara untuk jangka menengah (April-Desember 2013) adalah Restrukturisasi Perunggasan, Public Awareness dan regulasi Peraturan Perundangan. 
 
Seminar ini disponsori oleh PT Charoen Pokphand Indonesia, PT Biotek Indonesia, PT Pfizer Animal Health Indonesia, PT Trouw Nutrition Indonesia, PT Sanbe Farma, PT IPB Shigeta, PT Medion, dll. (wan)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer