Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

MENELISIK BISNIS PETERNAKAN INDONESIA 2010

Indonesia, negara kaya raya di jagad khatulistiwa terbentang dengan pongah di antara dua benua dan dua samudera. Memiliki ribuan pulau besar dan kecil, yang mengandung berbagai kekayaan alam baik yang tidak dapat maupun yang dapat diperbaharui.

Seba
gai negara kaya raya, Indonesia masih menyimpan banyak permasalahan-permasalahan yang menggelayut di pilar-pilar penyangga negeri ini? Sebut saja perihal korupsi yang sampai saat ini masih saja santer dibicarakan. Masalah lain yang tak kalah pentingnya adalah perihal kecukupan pangan untuk bangsa besar ini. Namun pangan yang dimaksud bukanlah pangan yang hanya terpenuhi secara kuantitasnya saja, sisi kualitas harus menjadi prioritas utama demi terwujudnya generasi bangsa yang sehat, dengan tingkat inteligensi yang tinggi.

Kenyataannya, harapan itu masih jauh. Bagai mengejar fatamorgana, bangsa yang hidup dengan kemewahan wilayahnya ini masih saja didera dengan kondisi pangan yang tidak mencukupi persyaratan hidup. Hal ini dibuktikan dengan capaian per kapita konsumsi protein hewani masih jauh dari cukup. Tercatat sampai saat ini konsumsi daging per kapita per tahun, baru mencapai 8,5 Kg (data USDA-GAIN Report Oktober 2007), dari angka tersebut konsumsi daging ayam hanya 4,5 kg/kapita/tahun. Konsumsi telur pun hanya 67 butir/kapita/tahun. Angka konsumsi tersebut merupakan yang terendah di antara negara-negara ASEAN. Di samping itu, program swasembada daging 2010 sampai hari ini belum terlihat titik terangnya. Dapatkah bangsa ini tumbuh sempurna dengan IQ tinggi bila mereka hanya disuguhi pangan yang mencukupi dari segi kuantitasnya saja?

“Jelas tidak,” jawab Prof Dr Ir HM Hafil Abbas MS Pakar dan Pengamat Perunggasan Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang, Sumatera Barat. Menurutnya, proses tumbuh kembang anak harus didukung oleh asupan makanan bergizi, baik berupa makanan dengan kandungan protein nabati maupun makanan yang kaya dengan kandungan protein hewani.

“Kedua jenis makanan ini harus tersedia dalam jumlah yang cukup dengan kualitas yang dapat menunjang pertumbuhan bagi anak,” tegas Prof Abbas. Untuk menghasilkan produk unggas dengan kualitas yang baik, diperlukan sinergisme dari semua aspek pendukungnya. Aspek-aspek tersebut menurutnya adalah aspek bibit, pakan, obat-obatan dan vaksin, peralatan dan aspek pasar. “Pasar perunggasan Indonesia tetap membaik dari tahun ke tahun,” ujarnya.

Lantas seberapa cerahkah prospek perunggasan Indonesia di tahun 2010 nanti? “Prospek perunggasan kita jelas tetap cerah dan itu dipastikan apalagi bila kondisi perekonomian global kembali kemasa sedia kala. Hal yang perlu diperhatikan oleh semua penggerak usaha ini adalah menyangkut sesuatu yang tidak berhubungan dengan masalah teknis peternakan itu sendiri, tetapi faktor-faktor lingkungan non teknis lainnya yang akan berpengaruh terhadap kelancaran usaha ini,” papar Guru Besar Ilmu Unggas Fakultas Peternakan Universitas Andalas ini.

Dikatakannya, aspek non teknis tersebut dapat berupa aspek kualitatif, diantaranya aspek ekonomis dan juga aspek politik dan keamanan (polkam). Kedua aspek ini jelas dapat mempengaruhi iklim berusaha di sektor industri manapun termasuk industri perunggasan itu sendiri. Misalkan saja lingkungan strategis global negara-negara produsen unggas yang potensial seperti Brazil dan China, serta beberapa negara lainnya di Eropa. Contohnya akibat penyakit Avian Influenza, produk-produk unggas dari negara-negara tersebut tidak boleh masuk ke Indonesia. Hal ini merupakan pukulan berat bagi Negara-negara tersebut, sehingga dari industri peternakan sendiri mengalami kerugian yang besar. Selain itu masalah kehalalan masih tetap menjadi isu utama yang membantu menghambat masuknya produk unggas ke Indonesia, termasuk dari USA.

“Cerita singkat ini bak setali tiga uang dengan kondisi dunia perunggasan kita bila saja pemerintah, swasta dan pihak terkait lainnya tidak menata sistem berusaha yang baik,” ujar Prof Abbas. Lantas apa saja sistem dimaksud? “Yang terpenting adalah sistem regulasi dan distribusi dari produk perunggasan itu sendiri,” tegasnya. Sejauh ini kondisi pasar unggas hanya menjadi milik perorangan dan kelompok, bukan menjadi milik peternak yang sudah mati-matian untuk menghasilkan produk unggas dengan jumlah dan mutu yang sesuai dengan permintaan pasar. Hal yang menjadi sorotan umum menurut Prof Abbas kondisi harga bibit dan pakan yang terus saja tidak stabil. Artinya manakala harga bibit murah selalu diikuti dengan harga pakan naik atau nilai jual produk unggas tersebut mengalami penurunan yang sangat drastis. Bagi peternak yang berusaha dengan menggunakan modal sendiri, hal ini jelas jadi masalah, namun bagi peternak yang menggunakan jasa kemitraan, mereka tetap menikmati hasil sesuai dengan kontrak yang disepakati diawal kegiatan. Sebaliknya, harga yang baik hanya dapat dinikmati oleh peternak dengan modal sendiri dan para pemegang modal di bidang usaha ini.

Disisi lain, produk pertanian yang menunjang industri perunggasan di Indonesia, yaitu bahan baku pakan seperti jagung dan bungkil kedele dari negara-negara pemasok seperti USA, Argentina, Brazil, Peru, Chili, dan negara lainnya, masih tetap cukup dan aman untuk diimpor ke Indonesia. Demikian pula halnya dengan Grand Parent Stock (GPS) dan Parent Stock (PS). Diharapkan pada tahun 2010 nanti, negara-negara bersangkutan tetap stabil dari segi politik dan keamanan, sehingga tidak mengganggu kegiatan impor dan ekspor bahan baku pakan dan bibit.

Namun, satu hal yang perlu diingat adalah bahwa peningkatan produksi tetap tidak dapat berjalan mulus. Banyak hal yang perlu diwaspadai di samping peran aspek ekonomi, politik dan keamanan tadi, salah satunya keberadaan mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit pada ternak. Indonesia merupakan Negara tropis dengan suhu dan kelembaban yang diduga dapat mendukung pertumbuhan berbagai macam mikroorganisme, apakah yang bersifat patogen ataupun yang non patogen. Kehadiran mikroorganisme ini jelas dapat mengganggu pertumbuhan ternak yang dipelihara, bahkan kehadirannya dapat menimbulkan kematian bila tak tertangani dengan baik.

Menurut Prof drh Charles Rangga Tabbu MSc PhD, mikroorganisme dapat tumbuh di bagian manapun di lokasi peternakan. Mulai dari lantai kandang, celah-celah lantai kandang, di permukaan tempat makan dan tempat minum, bagian parsial atau permukaan bahan-bahan bangunan kandang ataupun dari anak kandang yang menangani atau yang menjadi operator kandang selama proses produksi.

Mikroorganisme masuk dan keluar dari lokasi peternakan tanpa dapat diketahui oleh peternak. Indikasi awal yang dapat dijadikan dasar bahwa kandang telah terpapar mikroorganisme adalah munculnya tanda-tanda penyakit, baik gejala umum maupun tanda-tanda khusus yang mencirikan kepada jenis peyakit tertentu. Menurut Gubes Patologi FKH UGM ini, penyakit yang sering muncul di usaha peternakan adalah dari kelompok penyakit viral seperti ND, Gumboro dan penyakit viral lainnya.

Namun penyakit lain misalnya penyakit bakteri, parasit dan jamur juga tetap menjadi perhatian utama. Hal ini mengingat kondisi wilayah Indonesia dengan dua musimnya, yakni musim hujan dan musim kemarau atau pada saat peralihan kedua musim tersebut. Sejauh ini, peran penyakit bakteri, parasit dan jamur masih dipandang strategis dalam mengurangi nilai akhir berupa laba atau untung dari usaha peternakan. Untuk menekan kerugian yang disebabkan oleh mikroorganisme tersebut maka diperlukan kewaspadaan peternak terkait masuknya bibit penyakit ke lokasi usaha peternakannya.

Bila dipelajari rentetan kasus penyakit ayam per Januari 2009 sampai medio November 2009, kasus terbesar pada ayam petelur masih seputar penyakit korisa, ND, dan kolera. Ketiga penyakit ini menurut Prof Charles menduduki posisi tiga besar dalam menimbulkan kerugian pada peternak ayam petelur. Pada ayam padaging, penyakit CRD kompleks, CRD dan kolibasilosis kembali menduduki posisi tiga besar setelah berjaya menggerogoti ayam pedaging selama kurun waktu 2008 lalu.

“Penyakit-penyakit ini umumnya menyerang ayam petelur dan pedaging secara berulang, artinya kesempatan booming di tahun depan juga perlu diwaspadai,” tegas mantan Dekan FKH UGM ini.

Sementara itu, untuk penyakit AI, peternak tetap diminta waspada melalui penerapan tatalaksana pemeliharaan maupun pelaksanaan vaksinasi secara tepat, baik tepat waktunya maupun tepat dosisnya. Selain itu, peternak jangan sampai mengesampingkan pelaksanaan program biosekuriti secara ketat dan menyeluruh di lokasi usaha peternakannya. “Perhatian peternak seyogianya bukan tertuju semata pada kasus penyakit AI, namun untuk kasus penyakit lainnya, penanganan yang komprehensif hendaknya juga diterapkan,” ajak Prof Charles.

Evaluasi Penyakit Di Tahun 2009
Berdasarkan jenis kasus serangan penyakit pada ayam petelur maupun ayam pedaging, dapat ditarik satu kesimpulan bahwa pada dasarnya tantangan penyakit di usaha peternakan belumlah banyak berubah. Perjalanan penyakit unggas masih seputar penyakit viral, bakteri, parasit dan jamur. Meskipun demikian, peternak tidak dapat memungkirinya bahwa penyakit yang menyerang usaha peternakannya relatif kompleks, dimana sering ditemui kasus-kasus penyakit komplikasi sehingga menyulitkan dalam penanganannya.

Hal ini mungkin menjadi sebuah peringatan bahwa kondisi lingkungan peternakan mulai jenuh, artinya konsentrasi bibit penyakit lebih tinggi dari periode sebelumnya. Diperparah dengan kondisi peternak yang belum menyadari sepenuhnya arti tentang upaya penerapan biosekuriti secara tepat dan menyeluruh di lokasi usaha peternakannya.

Penerapan biosekuriti secara tepat dan menyeluruh tersebut adalah pertama pelaksanaan masa istirahat kandang yang seharusnya minimal 14 hari tidak dilaksanakan. Beberapa kasus di lapangan, masa istirahat kandang lebih cepat, hanya 7 hari atau kurang dari 14 hari. Padahal kondisi ini tidak baik karena akan menyebabkan bibit penyakit selalu berada di lingkungan peternakan tersebut, akibatnya serangan penyakit akan selalu berulang. Pengalaman Kaliman peternak ayam broiler Desa Baleharjo, Wonosari, Gunung Kidul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukan kebenaran dari apa yang menjadi patokan khusus perihal masa istirahat kandang ini.

Menurut Kaliman, kandang memang harus diistirahatkan dengan rentang waktu minimal 14 hari atau lebih. Hal ini bertujuan agar siklus bibit penyakit dapat tuntas dienyahkan dari lokasi peternakan. Sejauh ini, sejak 11 tahun berkiprah di usaha peternakan ayam pedaging, Kaliman masih tetap mempertahankan kaedah ini, alhasil Kaliman selalu sukses menuai keuntungan dari usahanya.

Kedua, sanitasi kandang tidak dilakukan secara sempurna, misalnya masih ada sisa-sisa feses di sela-sela lantai kandang. Menurut Prof Charles, sisa-sisa feses di sela-sela lantai kandang merupakan tempat yang nyaman bagi bibit penyakit untuk bertahan hidup. Sebaiknya peternak menggunakan air bertekanan tinggi untuk melenyapkan sisa-sisa feses tersebut.

Ketiga, sistem pemeliharaan tidak diterapkan secara all in all out juga akan membawa dampak serangan penyakit yang selalu berulang. Di samping itu, program pemberian obat yang dilakukan secara tidak tepat juga turut ikut bagian dalam menyebabkan bandelnya kasus penyakit. Pemberian obat yang secara terus menerus dengan dosis yang kurang tepat dapat mempercepat terjadinya kasus resistensi.

Hal ini dibenarkan oleh Akademisi dari Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya drh Iwan Syahrial MSi. Menurutnya, resistensi obat pada ternak berdampak pada sulitnya penanganan penyakit, sehingga penyakit tersebut bisa saja bersifat endemis. Oleh sebab itu, pemberian obat sudah saatnya dilakukan secara tepat sesuai dengan diagnosis penyakit dan lebih bijak.

Bekal Untuk Tahun 2010
Mengingat peran daging ayam sebagai subtitusi daging ruminansia terutama daging sapi akan terus berlanjut, bahkan peluangnya akan semakin besar. Hal tersebut didasarkan pada pasokan daging sapi yang semakin berkurang, untuk imporpun selain jumlahnya terbatas karena negara pemasok yang terbatas akibat faktor penyakit, juga harganya relatif tinggi.

Selama 5 tahun terakhir ini, tren perkembangan perunggasan terbukti terus meningkat meskipun besaran setiap tahunnya masih fluktuatif. Isu flu burung masih ada namun tidak dikaitkan dengan isu pemusnahan unggas sehingga konsumen tidak lagi dibayang-bayangi oleh kasus Flu Burung.
Sebelum memasuki jendela baru tahun 2010, beberapa hal yang perlu menjadi catatan penting adalah (1) kenali dan pahami lebih seksama tentang sifat dan potensi ayam komersial modern, (2) aplikasi vaksinasi dan pengobatan perlu dilakukan secara tepat.

Untuk program pengobatan misalnya, drh Iwan Syahrial MSi Kandidat Doktor pada Program Studi Sains Veteriner FKH UGM Yogyakarta menegaskan harus memenuhi 4 persyaratan, yakni jenis obatnya, kemampuan obat mencapai organ yang sakit, obat tersedia dalam kadar yang cukup dan obat harus berada dalam tubuh ayam dalam waktu yang cukup pula, (3) tingkatkan keramahan terhadap lingkungan, dan (4) semua usaha tersebut harus didukung dengan penerapan biosekuriti yang tepat dan menyeluruh agar tatalaksana pemeliharaan yang baik dapat memberikan hasil yang baik pula untuk kesejahteraan peternak.

Prospek Untuk Pengembangan Ternak Besar
Departemen Pertanian menargetkan swasembada daging sapi secara bertahap pada tahun 2014. Melalui sejumlah program, penyediaan daging sapi dari dalam negeri diproyeksikan meningkat dari 67 persen pada tahun 2010 menjadi 90 persen pada tahun 2014. Hal ini disampaikan Menteri Pertanian Suswono dalam Seminar Nasional Pengembangan Ternak Potong untuk Mewujudkan Program Kecukupan atau Swasembada Daging di Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Sabtu (7/11), upaya swasembada daging sapi akan ditempuh melalui sejumlah program, di antaranya memperbanyak jumlah populasi sapi induk melalui program kredit usaha pembibitan sapi. Selain itu, juga memanfaatkan lahan-lahan yang masih potensial digunakan untuk usaha peternakan dan meningkatkan jumlah kelahiran anak sapi menjadi 100.000 ekor dalam lima tahun ke depan.

”Dengan berbagai upaya ini, populasi sapi potong ditargetkan meningkat dari 12 juta ekor pada tahun 2009 menjadi 14,6 juta ekor pada tahun 2014,” kata Suswono. Program swasembada daging sapi telah ditargetkan sebelumnya, yaitu pada tahun 2005, kemudian direvisi menjadi tahun 2010. Selama periode ini, Indonesia masih mengimpor 40 persen dari total kebutuhan daging sapi yang ada pada tahun 2009 mencapai 322,1 ribu ton. Meskipun populasi sapi potong dari tahun 2005 hingga tahun 2009 meningkat sebanyak 4,4 persen per tahun, populasi sapi potong dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan daging sapi. Dari berbagai kerja sama, baik dalam maupun luar negeri, Departemen Pertanian menargetkan hasil sebanyak 50.000 ekor sapi dalam lima tahun mendatang. Di bidang pemanfaatan lahan potensial, integrasi perkebunan sawit dengan peternakan sapi diproyeksikan dapat menghasilkan 50.000 sapi dalam lima tahun.

Suswono juga menyebutkan rencana pemanfaatan lahan telantar untuk pengembangan peternakan dan pertanian. Saat ini lahan telantar di Indonesia mencapai 7,13 juta hektar. Salah satu masalah dalam peternakan adalah terbatasnya pemanfaatan lahan potensial sebagai basis budidaya sapi. Selain itu, kegiatan pembibitan sapi pun belum berkembang karena keterbatasan permodalan di kalangan peternak. Pada tahun 2007 usaha pembibitan sapi hanya berjumlah tiga unit dan pada tahun 2008 meningkat menjadi enam unit. Akibatnya, saat ini Indonesia masih kekurangan sekitar satu juta ekor sapi induk.

Guru besar Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Prof Endang Baliarti, mengatakan, pendampingan pada peternak rakyat sangat penting untuk mencapai swasembada daging sapi. Hal ini mengingat lebih dari 90 persen ternak sapi dipelihara oleh sekitar 6,5 juta rumah tangga di pedesaan dengan pengetahuan peternakan yang sangat minim. “Banyak dari peternak sapi potong itu juga telah berusia tua, dengan tingkat pendidikan lulusan sekolah dasar sehingga pengetahuan mereka pun terbatas,” papar Prof Endang. Endang juga menekankan pentingnya penyediaan pakan lokal. Areal perkebunan serta hutan bisa menjadi sumber pakan sapi yang sangat potensial.

Permasalahan yang akan timbul terkait budidaya sapi ini menurut drh Agung Budiyanto MP PhD adalah kasus-kasus reproduksi. Kasus tersebut seperti repeat breeding yang masih tinggi, dan Services per Conception yang cenderung meningkat. Menurutnya, kemungkinan repeat breeding disebabkan akibat lemahnya recording, dan silent heat. Perubahan performans reproduksi karena cross breeding juga perlu dikaji secara komprehensif untuk diperoleh solusi yang tepat.

Penyakit yang perlu diwaspadai menurut alumnus program doktoral United Graduated School of Veterinary Science Yamaguchi University Japan 2007 ini adalah kemungkinan bisa timbul Brucellosis, IBR, John Disease apabila manajemen kesehatan dan manajemen reproduksi tidak dilakukan dengan baik. Penyakit lain yang juga perlu diwaspadai adalah endometritis, klinis maupun subklinis, vaginitis, metritis dan kasus-kasus reproduksi lainnya. Untuk peternak, karena musim pancaroba, dimana resistensi dari ternak biasanya menurun perlu dilakukan langkah-langkah antara lain yang penting adalah perbaikan nutrisi, pemeriksaan kesehatan secara rutin, penanganan secepatnya apabila ada perubahan yang abnormal dari hewan peliharaannya.

Konsultasi dengan dokter hewan lebih intensif akan lebih baik dalam mencegah ternak terpapar berbagai macam bibit penyakit. Pada akhirnya, mengutip satu catatan penting dari Champbell dan Lashley tahun 1985 menyatakan bahwa Negara yang kaya ternak tidak akan pernah miskin, sedangkan Negara yang miskin ternak tidak akan pernah kaya, maka jayalah negeri ini dengan segudang ternak yang dimilikinya. (sadarman)

Evaluasi dan Prediksi Penyakit Hewan 2009-2010

Meninggalkan tahun 2009 dan menjelang memasuki tahun 2010, dunia peternakan pada umumnya dan perunggasan pada khususnya mencatat aneka peristiwa yang menarik. Setidaknya menjelang akhir tahun peternak ayam petelur babak belur, karena harga jual telur hancur. Sedangkan ayam potong meskipun tidak bernasib setragis itu, namun tetap saja harga jual selama beberapa hari tertekan di bawah titik impas (BEP).

Lalu bagaimana dengan situasi penyakit selama kurun waktu tahun 2009 dan prediksi gangguan penyakit yang potensial di tahun 2010? Berikut ini rangkuman pendapat dan gagasan dari para peneliti dan praktisi yang dihimpun Tim Pemantau Lapangan Infovet yang diharapkan sangat bermanfaat bagi para peternak untuk langkah antisipatif dan preventif

Drh Rama Dharmawan, peneliti pada Balai Besar Veteriner Wates Yogyakarta mengungkapkan, bahwa secara teoritis di tahun 2010 tidak akan jauh berbeda dengan tahun 2009. Argumen untuk menjelaskan ini terkait dengan situasi musim dan situasi nyata lapangan tahun 2009 yang masih secara umum terus didominasi penyakit klasik.

Gegap gempita wabah Flu H1N1 tidak akan nyata berpengaruh pada komoditi ternak unggas, meskipun jika tidak dikelola dengan benar dapat berimbas. Memang, secara klinis tidak akan berpengaruh ke komoditi ternak unggas, namun jika saja berita wabah penyakit itu kembali di blow up oleh media, maka sudah pasti akan berdampak serius.

Berkaitan dengan pengamatan Rama, yang baru saja kembali dari Australia, situasi penyakit unggas di tahun 2009 masih didominasi oleh penyakit viral dan bakterial yang menyergap sistem kekebalan tubuh, pernafasan dan juga sistema pencernaan. Surveilence dan pengamatan lapangan selama tahun 2009, hampir seragam keluhan dan fakta lapangan yaitu, ”kegagalan vaksinasi” bisa jadi menjadi tertuduh utama. Mengapa demikian?

Petelur banyak yang terlambat berproduksi dan produksi tidak mampu mencapai titik optimal serta beberapa penyakit viral bergantian menyerang. Relatif seragam rekaman dari keluhan para peternak, bahwa ayamnya meski sudah berumur 22 minggu belum juga serentak berproduksi. Hanya sekitar 30% saja yang berproduksi. Sedangkan ayam yang sudah berusia produksi, titik puncak produksi sulit tercapai.

Kalaupun bisa tercapai, masih menurut Rama, sangat pendek sekali masa puncak produksi itu. Selain itu yang lebih memprihatinkan lagi adalah silih berganti datang sergapan penyakit. Dan umumnya adalah dari agen penyebab berupa viral. Padahal program vaksinasi, menurut penuturan para peternak sudah terprogram jauh lebih ketat, jika dibandingkan 5 tahun yang lalu. Kesimpulan sementara dari para peternak, seperti diungkapkan oleh Rama, mereka menduga ada kegagalan vaksinasi atau vaksinasi tidak berhasil mencapai hasil yang optimal.

Rama memperkirakan penyakit unggas di tahun 2010 akan tidak jauh berbeda dengan tahun 2009. Argumennya yang mendasari untuk prediksi itu adalah, kondisi musim yang masih labil untuk mencapai keseimbangan baru. Keseimbangan baru dari musim ini oleh karena adanya perubahan iklim dalam abad ini. Sehingga jika sudah tercapai keseimbangan baru musim di planet bumi ini maka, prediksi akan lebih mudah dan mendekati kebenaran.

Drh Mardiatmi Soewito MVSc peneliti pada Balai Veteriner Bandar Lampung berpendapat bahwa memang perihal perubahan iklim global telah membawa konsekuensi terjadinya aneka perubahan di dunia ini. Rentang musim panas yang lebih panjang atau pendek begitu juga musim dinginnya, maka belum terjadi situasi yang konstan. Implikasi terjadinya pergerakan dan perubahan musim pada dekade (10 tahun) terkahir ini, banyak diperkirakan membawa aneka masalah kesehatan termasuk pada peternakan.

Menyadari hal itu, memang hanya langkah antisipatif dan langkah suportif untuk ternak sebagai jawaban atau solusinya. Biosecurity, perbaikan manajemen, dan perbaikan kualitas genetik menjadi sebuah keharusan agar tercipta efisiensi dan kekuatan daya tahan tubuh ternak.

Berkaitan dengan evaluasi penyakit di tahun 2009, menurutnya memang masih memprihatinkan dan memberi beban berat para peternak. Tidak tercapainya hasil vaksinasi yang optimal ataupun sedemikian rentannya ayam terhadap aneka serangan penyakit merupakan indikator nyata akan adanya perubahan di segala lini kesehatan ternak. Mestinya hal ini disikapi oleh para praktisi dan pelaku lain yang tidak langsung terkait untuk juga melakukan perubahan dalam segala aspek manajemen.

Stake holder perunggasan harus melihat hal ini sebagai masalah serius. Pihak pembibit harus mampu menghasilkan bibit yang berpenampilan lebih baik. Tidak saja dalam aspek produktifitas akan tetapi juga daya tahan dan responsibilitas terhadap program vaksinasi lapangan (farm komersial).
Sedangkan pihak feedmil sebagai pendukung utama proses produksi (budidaya) dituntut untuk kembali meninjau ulang formulasi pakan yang lebih sesuai dengan perubahan nyata ayam modern dan tuntutan perubahan yang terkait. Demikian juga pihak produsen vaksin dan obat untuk lebih intensif melakukan monitoring akan produknya. Apakah respons vaksinasi terhadap suatu penyakit, benar-benar mampu secara maksimal meng’cover’ penyakit yang dimaksud. Jika hal ini dilakukan, maka, setidaknya akan mampu memenuhi tuntutan adanya perubahan baru itu.

Dan yang tidak kalah pentingnya adalah adanya revolusi baru budidaya para peternak. Hal ini menjadi perlu disadarkan secara massive oleh karena, aneka permasalahan bisa saja muncul dengan tidak terkendali, meski dari hal terkecil. Peternak menjadi kunci utama untuk berhasilnya perubahan ini yang sudah jelas di depan mata kita.

Berkaitan dengan prediksi penyakit di tahun 2010, menurut Mardiatmi beberapa penyakit pernafasan yang bersifat kompleks yang umumnya mempengaruhi produktifitas akan masih dominan. Seperti CRD kompleks , ND pada petelur maupun ayam potong. Sedangkan yang mungkin muncul di awal tahun 2010 adalah kolibasilosis pada level sedang sampai berat perlu diperhatikan. Kemudian untuk AI memang masih menjadi masalah besar, meski di pemberitaan sudah berkurang.

Drh Suhartono, praktisi perunggasan di Kalimantan Barat ini, mengungkapkan bahwa selama tahun 2009, problema sangat serius yang sangat sulit untuk dituntaskan adalah penyakit endemis yang sangat merugikan peternak ayam petelur dan ayam potong. Adapun, menurutnya ada satu penyakit endemis potensial yang terus mengganggu para peternak yaitu kolibasilosis.
Penyakit ini di Kalbar memang seperti penyakit turun temurun yang sangat sulit untuk diberantas secara tuntas. Hal ini terkait dengan kualitas sumber air yang jauh dari memenuhi syarat. Warna air yang cokelat memang membutuhkan tretment khusus sebelum diberikan ke ayam. Meskipun umumnya sudah juga dilakukan perlakuan terhadap air itu sebelum diberikan ke ayam, namun tetap saja menimbulkan penyakit kolibasilosis itu.

Lebih lanjut menurut Supervisor PT SANBE Kalbar ini, bahwa kualitas air yang demikian buruk itu tidak terlepas dengan kondisi wilayah itu yang sangat tinggi lapisan gambutnya.. Beberapa penyakit lain yang akhirnya ikut nimbrung adalah seperti ND, Coryza dan Salmonelosis. Solusi untuk mengatasi gangguan kesehatan yang terkait dengan penyakit pencernaan itu adalah dengan adanya treatmen yang ketat atas kualitas air.

Umumnya pemberian kapur atau klorinasi menjadi solusi utama. Namun demikian, belum juga mampu memberikan hasil yang maksimal. Beberapa farm komersial memang sudah mengambil jalan mengolah air itu sebelum diberikan sebagai air minum ayam, namun langkah itu tidak semua bisa dilakukan oleh peternak karena peralatan untuk itu relatif mahal.
Berkaitan dengan prediksi penyakit di tahun 2010 menurut Hartono, masih saja penyakit Kolisbasilosis menjadi ancaman serius, disamping AI, ND, CRD dan Gumboro.

Beberapa pendapat dari beberapa praktisi seperti dari: Drh Taufiq Junaedi MMA praktisi lapangan yang juga seorang konsultan peternakan di Yogyakarta, Drh Marjuan Ismail praktisi perunggasan , Drh Ansyar Jallaludin, praktisi lapangan dan pemasar bibit ayam (DOC) di Medan Sumut, Drh Enuh Rahardjo Djusa PhD Kepala Balai Besar Veteriner Denpasar serta dari Drh Nurvidia Machdum, Technical Department Manager PT Romindo Primavetcom dapat di baca di majalah Infovet edisi 185/ Desember 2009...atau informasi pemesanan maupun berlangganan selengkapnya... klik disini

Evaluasi dan Prediksi


Oleh: Pemimpin Umum/Redaksi:
Drh H Tjiptardjo Pronohartono, SE

P
ada penghujung tahun 2009 ini kita perlu melihat kilas balik peristiwa yang terjadi, dalam tingkat global perkembangan krisis ekonomi cenderung membaik dan di tingkat nasional kita telah melewati tahapan pemilihan Anggota Legislatif dan Presiden dengan damai. Namun demikian pada bulan-bulan terakhir ini kita menghadapi gejolak dalam ranah penegakan hukum yang ditengarai telah menciderai rasa keadilan.

Di bidang peternakan dalam tahun ini telah diterbitkan Undang-Undang tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang diharapkan dapat lebih menjamin adanya kepastian hukum serta mampu memacu investasi yang dapat mewujudkan kemandirian dalam penyediaan bahan pangan. Berdasarkan perkembangan sampai sat ini dan asumsi yang kita gunakan akan dapat dilakukan prediksi keadaan pada tahun mendatang.

Mengacu pada hasil Seminar Nasional Perunggasan bahwa sebagai dampak membaiknya ekonomi global dan perkembangan didalam negeri, kondisi tahun 2010 diharapkan lebih prospektif dan tentu saja harus disertai upaya serta kerja keras seluruh pihak terkait. (Red)

Siap-Siap Menyambut Tahun 2010

Secepat pertumbuhan ayam broiler, begitulah rasanya kami melewati tahun 2009. Tanpa terasa, tiba-tiba kami sudah berada di penghujung tahun 2009. Ya, sejak Oktober, tim Infovet maupun keluarga besar PT Gallus Indonesia Utama, mulai melakukan evaluasi kinerja 2009 dan rencana tahun 2010.

Di akhir tahun ini mulai terasa suasana kerja menyambut pergantian tahun. Suasana ini bukan suasana peringatan tahun baru yang berupa hajatan meniup terompet, melainkan kesibukan memikirkan bagaimana target tahun 2010, bagaimana topik-topik yang akan disajikan tahun 2010 dan bagaimana agenda aksi untuk menyukseskan 2010.

Dalam jajaran redaksi sudah dilakukan review topik Fokus 2009 dan bagaimana rancangan tahun 2010. Pembahasan ini dilakukan di annual meeting Infovet yang berlangsung 25 Oktober 2009 berbarengan dengan acara peringatan Ulang Tahun ASOHI ke-30 dimana wartawan Infovet dari daerah ikut serta, yaitu Drh Untung Satriyo, Drh Masdjoko Rudyanto, Drh Yonathan Rahardjo dan Sadarman Spt.

Selanjutnya pada bagian marketing iklan maupun distribusi majalah melakukan serangkaian inovasi agar tahun 2010 prestasi kami lebih meningkat lagi. Tak ketinggalan pula divisi divisi lain dalam PT Gallus Indonesia Utama yang merupakan saudara dari Infovet. Gita Pustaka (penerbitan buku), Gita Organzier (event organizer) Majalah satwa, G-Multimedia dan Gita Consultant masing-masing menyusun agenda 2010.

Pada akhir tahun ini pula, tim marketing dan redaksi Infovet melakukan silaturahmi dengan beberapa mitra Infovet untuk mendapatkan bermacam masukan menyongsong tahun 2010. Sudah barang tentu Infovet juga diminta sejumlah perusahaan untuk memberi masukan dan informasi mengenai perkembangan 2009 dan prediksi 2010.

Di luar kegiatan tersebut, agenda rutin bulanan tetap berjalan, wawancara dengan narasumber untuk mendapatkan informasi yang sesuai topik Fokus edisi Desember ini berjalan dengan lancar, meskipun banyak narasumber yang tengah sibuk dengan kegiatan akhir tahun.

Selamat Tahun Baru 2010, Sukses Beserta Kita. Amien

MEMPERTAHANKAN KONDISI OPTIMUM KINERJA SALURAN PENCERNAAN AYAM

Oleh :
Drh. Wayan Wiryawan
Technical Advisor
Malindo Group
wayan.wiryawan@malindofeedmill.co.id

Manajemen dan formulasi pakan dapat mempengaruhi efek kerja dari pada saluran pencernaan. Kesehatan dari pada saluran pencernaan (usus) sangat mempengaruhi pemanfaatan nutrisi yang terkandung dalam sediaan pakan dan juga pertumbuhan ayam. Problem gangguan kesehatan pada saluran pencernaan (usus) muncul karena status nutrisi yang tidak baik dan juga karena kondisi lingkungan yang tidak higienis terutama selama tahap awal pemeliharaan anak ayam.

Untuk mendapatkan efektifitas biaya dan optimalisasi pertumbuhan dari ayam yang dipelihara, berkenaan dengan fungsi saluran pencernaan, maka sangat perlu untuk dilakukan:
  1. Pelihara kesehatan saluran pencernaan (usus) melalui penyediaan dan pemberian pakan dengan nilai nutrisi/gizi yang tepat dan kondisi lingkungan yang bersih.
  2. Perawatan yang efektif terhadap adanya kelainan pada saluran pencernaan (usus).

Fungsi dan Struktur Saluran Pencernaan Ayam
Untuk menjaga integritas dan kondisi sehat dari saluran pencernaan pada ayam, pemahaman yang sangat jelas dari struktur dan fungsi saluran pencernaan adalah sangat penting. Sistem kerja saluran pencernaan pada unggas dalam memecah pakan yang dikonsumsinya menjadi komponen yang paling mendasar (basic components) secara mekanikal dan kimiawi. Komponen yang paling mendasar (basic components) dari pakan selanjutnya diserap (absorption) oleh sel-sel (vili-vili) pada dinding usus.

Sistem saluran pencernaan dari ayam dimulai dari paruh dan berakhir pada anus (cloaca). Organ yang terkait dengan sistem pencernaan meliputi; oesophagus, tembolok (crop), proventriculus, gizzard, duodenum, usus kecil (small intestine), sepasang caecum dan usus besar. Organ vital lain yang terkait dengan fungsi sistem pencernaan adalah hati dan pankreas.

Dengan beberapa pengecualian (keberadaan dari tembolok, gizzard, proventrikulus, usus pendek dan kloaka), anatomi saluran pencernaan dan fisiologi dari unggas adalah serupa dengan hewan mamalia. Oleh karena adaptasi untuk bisa terbang pada bangsa unggas, maka ukuran saluran pencernaannya relative kecil, karena berhubungan dengan berat tubuhnya. Namun demikian kondisi ini dikompensasi oleh vascularisasi yang lebih tinggi (kaya pembuluh darah), tingkat ekskresi lambung yang lebih tinggi, waktu henti pakan dalam usus yang ditingkatkan, dan kadar keasaman yang lebih rendah pada saluran pencernaannya dibandingkan dengan hewan mamalia.

Bangsa unggas juga memiliki jumlah villi usus yang lebih banyak dengan kemampuan regenerasi sel epithel yang tinggi (48 sampai 96 jam), dan respon yang sangat cepat terhadap adanya radang (kurang dari 12 jam, dibandingkan dengan 3-4 hari pada jenis mamalia), yang membuat bangsa unggas lebih peka terhadap gangguan fungsi saluran pencernaan dalam kapasitas menyerap nutrisi pakan dibanding dengan mamalia.

Integritas Saluran Pencernaan
Kondisi optimum dari saluran pencernaan dapat digambarkan sebagai keadaan utuh dari struktur dan fungsinya atau sederhananya kondisi maksimal dari fungsi saluran pencernaan dalam mencerna dan menyerap nutrisi pakan.

Memelihara kondisi GIT (Gastro intestinal tract)
Beberapa paramater yang dapat digunakan untuk menilai saluran pencernaan ayam berfungsi baik:
  1. Kecernaan dan penyerapan nutrisi pakan yang baik.
  2. Sangat rendahnya nilai nutrisi pakan yang terbuang menjadi kotoran
  3. Bau sangat minim dari kotoran yang dihasilkan
  4. Sangat rendah bahkan hampir tidak ada ayam yang nampak sakit atau mati
  5. Feed Convertion Ratio sangat baik (sesuai standar)

Pembahasan lebih lanjut mengenai Sistem pertahanan alami membantu integritas saluran pencernaan, Faktor yang dapat mempengaruhi integritas saluran pencernaan, Pemberian pakan seawal mungkin pada anak ayam dan hubungannya dengan kesehatan saluran pencernaan. Peranan faktor-faktor yang berkenaan dengan pakan dalam meningkatkan integritas saluran pencernaan, serta kesimpulan dari artikel ini dapat di baca di majalah Infovet edisi 184/ November 2009...atau informasi pemesanan atau berlangganan selengkapnya...klik disini

Ayam Arab Punya Telur, Ayam Kampung Punya Nama

Sejak merebaknya wabah Flu Burung di Indonesia sekitar 5 tahun yang lalu, berakibat signifikan terhadap populasi ayam kampung. Meski sampai kini belum ada data resmi tentang populasi tersisa, yang dirilis oleh instansi kompeten. Namun dapat dipastikan bahwa tergerusnya populasi ayam yang banyak dipelihara secara turun temurun oleh sebagian besar penduduk Indonesia itu, bisa mencapai lebih dari 60-70%.

Meski ayam kampung dari segi populasi sudah anjlog ke titik yang paling memprihatinkan itu, namun tetap saja harga jual daging ayam kampung tidak dapat naik berlipat-lipat. Hukum ekonomi tidak berlaku disini.

Benar adanya, bahwa harga daging ayam kampung tetap saja masih paling tinggi dibandingkan dengan daging ayam ras potong ataupun ayam petelur afkir. Masih menjadi beruntung, karena belum ada unggas lain yang mampu mengganti dan menggeser posisi daging ayam kampung.

Berbeda sekali dengan komoditi telur ayam kampung, justru posisinya telah lama digeser sekitar 10tahun yang lalu oleh ”Ayam Arab”. Sehingga tepat sekali jika ada peribahasa baru ”Ayam Arab punya telur, dan Ayam Kampung Punya Nama”.

Sebuah peribahasa adaptasi dari ”Kerbau punya Susu dan Sapi Punya Nama”. Yang kurang lebih maknanya adalah, ayam arab yang bertelur, akan tetapi di pasar dijual dengan ”brand” atau nama dagang ”telur ayam kampung”.

Seperti diketahui bahwa sudah lebih dari 10 tahun terakhir ini, komoditi telur ayam arab beredar di pasar dengan daya serap konsumen yang cukup lumayan menjanjikan keuntungan para pedagang telur dan juga para peternaknya. Entah siapa yang mengawali dan memulai klaim telur ayam arab itu sebagai ayam kampung. Kala itu, memang ada resistensi atau penolakan dari konsumen untuk mengkonsumsi telur putih kecil-kecil itu, namun toh akhirnya dapat diterima dengan baik oleh konsumen, bahkan sampai saat ini, laju konsumsi terus bergerak naik.

Bahkan kini, meski sebagian besar konsumen sudah tahu dengan benar bahwa itu tiada lain adalah telur ayam arab, tetap saja dibeli. Asumsi konsumen, telur ayam arab sama saja dengan telur ayam kampung.

Punahnya Ayam Kampung?
Lalu apa implikasi dan dampak buruk dengan populasi ayam kampung yang dari tahun ke tahun terus semakin menyusut jumlahnya itu dan mendekati kepunahan?
Sebuah kekhawatiran yang pantas untuk dicermati dan menjadi perhatian semua pihak jika tidak ingin plasma nuftah ayam Indonesia itu hilang dan tinggal sebuah nama saja.

Laju konsumsi telur ayam arab yang secara signifikan terus meningkat, adalah berkorelasi nyata dengan tergerusnya populasi ayam kampung. Para peternak tentu saja akan lebih memilih beternak ayam arab jika saja potensi keuntungan nyata di depan mata. Sedangkan budidaya ayam kampung harus diakui, kurang menjanjikan keuntungan ekonomis, terutama jika hanya untuk produksi telur.

Terlebih lagi dengan kesulitan yang dialami para peternak (dalam hal ini penduduk di pedesaan) untuk memperoleh bibit ayam kampung yang berkualitas baik. Sebab untuk mendapatkan bibit yang tahan terhadap sergapan aneka penyakit saja, pada saat ini sudah semakin sulit.
Hampir tidak ada usaha yang benar-benar intensif untuk memproduksi bibit anak ayam kualitas baik. Umumnya yang diperjualbelikan saat ini adalah peliharaan yang tersisa dari terjangan wabah Flu Burung 5 tahun yang lalu. Artinya tiada ada upaya ’up grade’ genetik dari pihak manapun.

Sangat disayangkan jika sampai saat ini tidak ada campur tangan dan peran serta yang serius dari institusi penelitian pemerintah atau instansi pemerintah maupun pakar perguruan tinggi. Sehingga sangat mungkin jika ada yang memprediksi dalam 20 tahun mendatang, ayam kampung Indonesia akan tinggal nama saja.

Realita di lapangan saat ini kalaupun ada budidaya ayam kampung secara semi intensif, umumnya tetap saja mengarah kepada penggemukan atau menjadi ayam potong dengan kisaran pemeliharaan 70-80 hari saja. Sama sekali tidak ada pemeliharaan yang mengarah untuk produksi bibit apalagi menghasil telur. Yang lebih memprihatinkan lagi, pada saat ini setelah wabah FB, sudah jarang ditemui penduduk di pedesaan maupun pinggiran perkotaan yang memelihara secara ekstensif atau dilepas bebas.

Sedikitnya populasi ayam yang dipelihara secara ekstensif atau dilepas, oleh karena berbagai faktor pendukung. Pertama, adanya himbauan dan larangan dari pihak pemerintah daerah, kepada penduduk dalam memelihara ayam kampung, hal itu dalam rangka mencegah wabah FB.
Kedua, dari aspek keamanan ayam, jika dipelihara bebas sering terjadi pencurian ataupun dimakan binatang liar. Ketiga, jika diperkotaan lahan untuk melepas ayam sudah semakin sempit. Sedangkan jika di pedesaan ayam kalu dilepas akan menuai protes dari penduduk lain, terkait dengan ketakutan FB.

Informasi bias yang diterima oleh masyarakat tentang penyakit FB sangat terasa sekali dengan protes dan keberatan warga jika ada yang memelihara ayam, baik di kurung maupun dilepas. Kondisi seperti riil terjadi di sebagian besar wilyah Indonesia, sehingga menjadi faktor terberat dan potensial pemusnah ayam kampung paling sistematis.

Jika tidak ada perubahan paradigma penyampaian informasi tentang penyakit FB yang benar, maka akan terjadi sebuah kondisi yang paling tragis. Ayam kampung akan hilang dari bumi Indonesia. Dan peribahasa di atas yaitu ”Ayam Arab punya Telur, Ayam Kampung punya Nama” bukan hanya peribahasa semata akan tetapi sudah pasti akan menjadi realita. (iyo)

Kampanye Makan Telur Pinsar

Pusat Informasi Pasar Unggas Nasional (Pinsar UN) kembali menggelar kampanye sadar gizi. Kali ini giliran anak-anak yang tergabung dalam program kursus menggambar Global Art yang sedang berkompetisi di Pluit Village, Jakarta, Minggu (18/10) .

Sementara dr Asrina Veranita memberikan informasi seputar pentingnya makan makanan yang bergizi dari daging dan telur ayam. Antusiasme anak-anak terlihat saat mendapat paket makanan yang berisi nugget dan telur rebus, mereka langsung melahap tanpa harus dikomando pembawa acara.

Acara tersebut dimeriahkan oleh penampilan Albert Fakdawer yang merupakan penyanyi dan aktor Indonesia yang melejit setelah menjadi pemeran utama dalam film layar lebar berjudul Denias dan Senandung di Atas Awan. (wan)

Visi ASEAN 2020: Saling Peduli dan Berbagi Untuk Dunia Peternakan

Latar belakang pendirian ASEAN tahun 1967 adalah untuk mewujudkan cita-cita luhur, yakni membentuk kawasan Asia Tenggara menjadi kawasan yang aman. Namun sejak tahun 1997, para pemimpin ASEAN mulai berpikir tentang pembangunan identitas kolektif di antara warga bangsa ASEAN melalui pencanangan ASEAN VISION 2020 sebagai komunitas Asia Tenggara yang saling peduli dan berbagi. Demikian disampaikan Dr Ir Ali Agus DAA DEA di depan peserta seminar internasional dan workshop yang diselenggarakan oleh Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Mengingat kebutuhan yang mendesak, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-12 di Cebu Filipina pun memutuskan untuk mempercepat pembentukan komunitas ASEAN, dari rencana semula tahun 2020 menjadi 2015. “Itu sebagai batas akhir pembentukan pasar barang, jasa, dan tenaga kerja global yang bebas di ASEAN,” ujar Dr Ir Ali Agus DAA DEA pada Rabu (14/10) saat berlangsung Seminar dan Workshop Internasional “ASEAN Vision 2020 in Higher Education of Animal Science.”

Oleh karena itu, seminar dan workshop yang berlangsung selama dua hari, 14-15 Oktober 2009, diharapkan mampu membentuk sebuah forum/network pendidikan tinggi peternakan di negara-negara Asia Tenggara, sebuah forum bernama South East Asia Network for Animal Science (SEANAS).

Enam pembicara yang hadir dalam acara ini adalah Prof Dr Ir Tri Yuwanta SU DEA (Dekan Fakultas Peternakan UGM), Prof Dr Suthut Siri (Head of Departement of Animal Technology, Faculty of Agricultural Product, Maijo University, Chiang Mai, Thailand), Prof Dr Halimatun Yaakub (Head of Departement of Animal Science, Faculty of Agriculture, University Putra Malaysia, Selangor, Malaysia). Selanjutnya, Dr Cesar C Sevilla (Director of Institute of Animal Science, Faculty of Agriculture, UPLB at Los Banos, Phillipines), Prof Dr Nguyen Xuan Trach (Dean of Faculty of Animal and Aquaculture Sciences, Hanoi University of Agriculture, Hanoi, Vietnam), dan Prof Dr Zaelan Jelan (President Malaysian Association of Animal Production).

Seminar dan workshop yang diikuti pimpinan perguruan tinggi di Indonesia dan ASEAN, serta mahasiswa S1, S2, dan S3 ini diharapkan pula mampu meningkatkan kepedulian akan kesepakatan komunitas ASEAN di tahun 2015. “Juga bisa meningkatkan jejaring sesama pengelola institusi pendidikan tinggi peternakan di kawasan ASEAN, serta membangun forum komunikasi di antara mereka,” pungkas Ali Agus berharap. (Sadarman)

Pahlawan Devisa Itupun Tergantikan oleh Peternakan

Oleh : Danang Herry Mantoro

Satu nusa satu bangsa satu bahasa kita
Tanah air pasti jaya
Untuk selama lamanya
Indonesia merdeka
Indonesia pusaka
Nusa bangsa dan bahasa
Kita bela bersama….

Sepenggal lagu kebangsaan tersebut diatas terasa sangat tersentuh apabila kita melihat pemberitaan di media cetak maupun elektronik akhir-akhir ini, dimana pekerja-pekerja asal Indonesia yang berada di luar negeri terutama di negeri tetangga banyak diusir secara paksa terkadang mendapat siksaan fisik. Pengusiran dilakukan terutama dengan alasan paling sering yaitu masuk ke negeri tetangga dengan illegal. Sungguh keadaan yang seharusnya tidak boleh terjadi mempertaruhkan harga diri dengan mengorbankan rasa kebangsaan dan kita tidak bisa berbuat apa-apa utnuk membantu saudara kita yang sering dibanggakan sebagai pahlawan devisa karena melalui mereka keluarganya bisa mendapatkan uang yang nilainya mencapai 1.7 triyun pada saat periode lebaran tahun 2009 atau 1430 Hijriyah lalu.

Angka yang mungkin terlihat besar kalau kita hanya melihat sesaat, tetapi menjadi tidak ada artinya karena sesungguhnya kita akan mendapakan penghasilan berlipat dari nilai diatas jika kita mau menggerakkan roda perekonomian bangsa. Salah satunya dari sektor pertanian, tanpa kita harus mengorbankan harga diri kita, tanpa kita harus men-sweeping warga negara yang telah mengusir saudara kita. Tapi mari kita ciptakan negeri ini sebagai magnet bagi warga negara lain untuk mengabdikan diri mereka kepada warga Negara Indonesia yang terkenal sangat ramah dan penuh penghormatan kepada para tamunya dengan menggiatkan kemampuan roda perekonomian. Sepatutnya kita bisa gali kembali potensi yang tertutupi oleh kemilau angin surga akan mimpi sebagai negara industri yang terlalu dini tanpa berpijak pada kemampuan dasar bangsa ini sebagai negara agraris.

Mari kita mencoba memikirkan kenapa mereka rela meninggalkan keluarga mengurangi hak sebagai orangtua untuk menyaksikan kebebasan dan kebahagian anak-anaknya berkembang bersamanya dan rela mengabdi kepada bangsa lain demi rupiah. Sebaliknya pemerintah mendukungnya dengan memberi gelar kehormatan sebagai pahlawan devisa sebuah gelar yang sangat tinggi sebagai PAHLAWAN yang bisa jadi pemberian gelar tersebut hanya untuk menutupi ketidakmampuan pemerintah membuka peluang lapangan kerja di negeri sendiri.

Sontak pemberian gelar tersebut secara tidak langsung memacu jumlah tenaga kerja yang dikirim keluar negeri dan semakin membuat insan Indonesia lupa untuk mengolah dan menggali potensi anugerah Illahi. Jika mereka harus di usir di hina dan disiksa maka hal tersebut akan dipermaklumkan sebagai salah satu wujud perjuangan sebagai pelengkap gelar Pahlawan devisa yang mengorbankan harga diri demi ringgit, dollar ataupun real…… Dimanakah hati nurani kita sebagai bangsa yang dikaruniai oleh Sang Khalik kekayaan alam yang sungguh luar biasa dan sampai detik ini masih menyia-nyiakan anugerah-Nya dengan menelantarkan sumber daya alam yang kita miliki.

Mari kita balas perlakuan mereka dengan menunjukkan bahwa kita bisa menjadikan negeri ini sebagai magnet bagi mereka dibawah kendali bangsa ini kita menjadi tuan rumah dinegeri sendiri, biarkan insan-insan Indonesia yang cerdas menjadi pemimpin di negerinya karena mampu mengelola sumber daya alam sebagai senjata paling tajam melebihi runcingnya bayonet ataupun tajamnya pisau belati.

Seandainya kita berhitung dari sub sektor peternakan sebagai bagian dari sektor pertanian untuk menyumbang tenaga kerja sebagai langkah mengurangi pergerakan tenaga kerja ke luar negeri dengan pemanfaat maksimal dengan kemampuan menyediakan harga ekonomis dan terjangkau bagi masyarakat dan akan meningkatkan konsumsi daging dan telur hingga mampu menyamai Malaysia maka kita akan dapat meningkatkan jumlah kesempatan memperoleh pekerjaan di peternakan 8 kali lipat dari sekarang.

Dengan perhitungan sederhana,jika saat ini sektor peternakan dan pendukungnya mampu mempekerjakan 2,5 juta rumah tangga petani peternak, maka akan ada tambahan 7 kali dari sekarang atau ada tambahan 7 kali 2,5 juta setara dengan 17,5 juta tenaga kerja tambahan terserap di bidang peternakan.
Jika kita menilik berapa nilai yang akan didapatkan dengan penambahan konsumsi per kapita setara dengan Malaysia dalam bentuk rupiah akan terkumpul nilai seperti perhitungan di bawah ini.
  • I. Produksi DOC 25.000.000 per minggu
  1. Anak kandang = 25.000.000/500*8 periode = 400.000 orang
  2. Penjual ayam = 25.000.000/7 hari/25 ekor = 150.000 orang
  3. Penangkap = 25.000.000/7 hari/1000 ekor*7 orang = 25.000 orang
  4. Breeder dan Hatchery = 15.000 orang
  5. Pakan = 15.000 orang
  6. Petani jagung = (25.000.000*2kg*52mg*4) / (2 periode*7 ton/ha*2) = 312.000 orang
  7. Petani kedelai dan bahan baku lain = 312.000 orang
TOTAL = 1.229.000 orang

  • II. Dengan perhitungan yang hampir sama dengan konsumsi perkapita telur yang sekitar 80 butir pertahun akan didapatkan pula jumlah tenaga kerja pada bidang peternakan ayam petelur berkisar 1.250.000 orang yang berarti jumlah total perkiraan tenaga kerja di bidang peternakan ayam bukan ras baik pedaging dan petelur berkisar 2.500.000 orang.

Berdasarkan asumsi di atas, jika kita berhasil mengejar ketertinggalan konsumsi perkapita baik telur maupun daging asal unggas setara dengan Negeri Malaysia, maka kita harus memacu produksi kita delapan kali lipat dari sekarang yang tentunya akan mempeluas kesempatan kerja melonjak menjadi 2.500.000 kali 8 (delapan) atau 20.000.000 juta orang akan terkait secara langsung sebagai tenaga kerja pendukung sub sektor peternakan dengan kata lain akan tersedia tambahan lapangan pekerjaan sebesar 17.500.000 orang.

Sungguh jumlah yang sangat tidak sedikit dan akan sangat berarti bagi bangsa ini, kita tidakperlu lagi mengirimkan tenaga kerja keluar negeri yang berarti mengurangi kebersamaan keluarga, dan kita akan kembali mengingatkan sistem pertanian nenek moyang kita dimana keluarga petani hidup dan mencari kehidupan disekitar rumah mereka sebagai petani yang tangguh yang mampu menciptakan kreatifitasnya untuk kemajuan diri, keluarga, bangsa dan Negara.

Dengan kata lain maka aborsi DOC yang tidak lebih hanya merupakan legalitas atas penjunjungan kepentingan konglomerasi sebagian pelaku perunggasan sudah selayaknya untuk tidak dilakukan karena hal tersebut merupakan pembodohan publik yang terencana berkedok penyelamatan perunggasan bangsa. Biarkan bangsa ini mencari jati diri dengan membanggakan apa yang pantas untuk dibanggakan sebagai bangsa yang bermartabat. Satu sisi untuk penyelamatan kepentingan sepihak, malah sektor peternakan petelur dibuat babak belur karenanya. Saatnya untuk menciptakan produk berdaya saing tinggi dengan biaya ekonomis tetapi menguntungkan bukan dengan biaya tinggi tetapi menguntungkan dengan mengorbankan kesempatan warga Negara membeli produk asal unggas.

Seandainya kita berhitung berapakah nilai uang yang akan didapatkan seandainya kita benar-benar menggali potensi peternkan kita maka akan didapatkan nilai yang sungguh luar biasa dan kita akan dibuat berdecak kagum karenanya. Mari kita coba buktikan dengan asumsi yang akan dilukiskan sebagai berikut, jika keuntungan dari jumlah produksi DOC 25.000.000 ekor per minggu adalah Rp 1.000/ekor maka akan didapatkan nilai 25 milyar per minggu atau 200 Milyar per 8 minggu produksi.

Jika kita bisa melipatgandakan konsumsi perkapita dengan menyediakan produk asal unggas yang murah menjadi 8 kali dari sekarang maka akan terkumpul satu periode adalah tidak kurang dari 1,6 Trilyun setara dengan jumlah uang TKI yang dikirimkan selama periode lebaran tahun 2009. Sungguh pahlawan devisa tersebut bisa tergantikan oleh bidang peternakan tanpa harus mengorbankan harga dan martabat sebagai bangsa Indonesia dan penulis yakin Indonesia mampu menjadi magnet yang akan menggaet perhatian dunia.

Dan akhirnya sempalan lirik lagu …… NUSA BANGSA DAN BAHASA KITA BELA BERSAMA …. Akan semakin terasa merdu dan membanggakan setiap warga Negara INDONESIA meresap keseluruh relung sebagai pengejawantahan dan perwujudan SUMPAH PEMUDA 28 OKTOBER 1928. Salam Peternak! (Red)

Ketika Dokter Hewan Pedesaan Peduli

Dengan tajuk Dokter Hewan Pedesaan Peduli, pada 4 Oktober 2009 sebuah organisasi yang bernama Forum Komunikasi Praktisi Dokter Hewan se-Kabupaten Bantul Yogyakarta (FORKOM PDH) menggelar Bhakti Profesi sekaligus menggalang Dana untuk Korban Bencana alam di Padang Sumatera Barat.

Lebih dari 100 ekor sapi potong milik peternak rakyat di sebuah kawasan pedesaan Bantul Yogyakarta diperiksa kesehatan umum dan reproduksi oleh sekitar 20 orang dokter hewan. Antusiasme peternak nampak jelas tergambar ketika mereka sebelumnya menerima informasi ilmu pengetahuan praktis dan tepat guna dari salah seorang peserta bhakti profesi.

Lalu lintas tanya-jawab antara para praktisi dan peternak berjalan cair, santai dan sangat interaktif. Menurut Drh Aida Zumaroh yang menjadi pengisi sekaligus pemandu tukar-bagi ilmu itu, bahwa problema serius pada sapi potong adalah bagaimana mengelola sapi betina.

”Peternak sapi potong skala rakyat, umumnya lebih cenderung menggantungkan keuntungan usahanya dari kelahiran pedet (anak sapi). Sangat berbeda sekali dengan perusahaan penggemukan sapi potong (feedlotter) yang justru orientasi profit atas dasar penambahan bobot badan sapi itu.

Oleh karena itu, jika manajemen sapi betina oleh para peternak skala rakyat tidak dijalankan dengan benar, maka perolehan keuntungan itu tidak akan dapat diraih. Bahkan menurut Aida, peternak malah jatuh dalam kerugian, jika benar-benar usaha itu dihitung secara ekonomi modern.

Point penting pemeliharaan sapi betina adalah menjaga dan mencermati siklus reproduksinya. Dengan dasar itu, maka peternak akan meraih banyak keuntungan yaitu berupa masa kosong fungsi organ sistema reproduksi yang pendek. Artinya begitu birahi segera dikawinkan sehingga akan diperoleh calon anak baru. Setelah melahirkan pun dicermati kapan muncul birahi lagi agar segera dapat dikawinkan secara cepat dan tepat waktu. Jika hal ini lalai dan tidak dicermati, maka sudah pasti akan merugikan peternak.

Untuk mencapai kondisi sapi bisa birahi memang banyak faktor yang berpengaruh. Secara normal memang siklus birahi sapi betina di daerah tropis seperti Indonesia ini, adalah tiap 18-23 hari sekali. Artinya jika sapi itu sistem organ reproduksinya normal, maka siklus birahi itu akan terus ada, kecuali sapi sedang dalam masa bunting.

Namun demikian, ujar Aida meskipun sapi dengan sistem organ reproduksinya normal, jika pemberian pakan kurang mencukupi jumlah dan nilai gizi yang diperlukan seekor ternak sapi, maka tentu saja siklus birahi itu tidak akan muncul. Kalaupun memang birahi, akan tidak terlihat oleh peternak.

Setelah acara berbagi ilmu pengetahuan dan ketrampilan, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan kesehatan umum dan reproduksi. Selain itu juga diberikan pengobatan bagi sapi yang sakit dan diberikan aneka vitamin. Kegiatan yang mendapat restu dari Kepala Dinas Perikanan, Kelautan dan Peternakan Kabupaten Bantul itu, berlangsung cukup sukses dan mengesankan bagi kedua belah pihak. Selamat dan terus berkiprah FORKOM PDH....Bravo FORKOM. (iyo)

BEHN MEYER Bantu Korban Gempa Sumatera Barat

Dalam rangka turut meringankan beban saudara-saudara kita yang tertimpa bencana gempa bumi di Sumatera Barat, pada tanggal 28 Oktober 2009, Behn Meyer Group memberikan sumbangan sebesar USD 26.000. Penyerahan sumbangan ini dilakukan secara simbolis oleh Bapak Adhita Susilardjo, President Direktur PT. Behn Meyer Kimia kepada Bapak Trias Kuncahyono, Deputy Chief Editor Kompas.

Behn Meyer & Co. didirikan di Singapura pada tahun 1840 sebagai sebuah perusahaan perdagangan oleh dua pelaut muda dari Hamburg - Theodor August Behn and Valentin Lorenz Meyer.

Awalnya perusahaan ini memperdagangkan hasil bumi dari wilayah tropis seperti minyak kelapa, kopra, lada, kamper, rotan, dll; hingga kemudian memperluas usaha ke bidang pengiriman dan asuransi.

Saat pecahnya Perang Dunia Pertama, Behn Meyer memiliki kantor dan cabang di Singapura, Malaysia, Thailand, Indonesia dan Filipina. Saat itulah Behn Meyer menjadi perusahaan perdagangan dan pelayaran terbesar di kawasan ini. Namun Behn Meyer sempat kehilangan semua aset dan kantornya di Asia Tenggara selama Perang Dunia Kedua. Akan tetapi, hubungan perdagangan kembali berlanjut setelah 1945.

Behn Meyer sekarang memiliki kelompok perusahaan yang beroperasi di Jerman, Singapura, Malaysia, Thailand, Indonesia, Vietnam, Myanmar, Kamboja dan Jamaika. Perusahaan induk Behn Meyer (D) Holding AG & Co (sebelumnya dikenal sebagai Arnold Otto Meyer) berbasis di Hamburg.

Behn Meyer Group bergerak dalam bidang perdagangan yang memiliki beberapa divisi seperti divisi food & personal care, nutrisi ternak, bahan kimia industri karet, bahan kimia industri kulit, industri plastik dan water treatment.(Red)

ASOHI Setelah Melewati 3 Dekade

Saat tulisan ini disusun, saya bersama tim penulis baru saja menyelesaikan proses penulisan buku yang berjudul “30 Tahun ASOHI Mengabdi, Maju Bersama Meningkatkan Kesehatan Hewan” Buku ini berisi rangkaian perjalanan ASOHI selama 30 Tahun, yaitu sejak berdiri tanggal 25 Oktober 1979 hingga tahun 2009. Proses penyusunan kurang lebih berjalan satu tahun, melalui proses wawancara dan dialog dengan lebih dari 20 narasumber, penelusuran dokumen organisasi serta pengamatan saya selaku penyusun buku.

Semula saya merancang buku ini disusun berdasarkan catatan hasil Musyawarah Nasional (Munas) ASOHI, yang telah berlangsung 5 kali. Dalam organisasi ASOHI, Munas adalah forum tertinggi organisasi yang berlangsung lima tahun sekali dan mengagendakan penyempurnaan AD/ART Organisasi dan Kode Etik Organisasi, Penyusunan Program Kerja, dan pemilihan pengurus. Namun setelah menelusuri dokumen-dokumen Munas, dokumen rapat, surat-surat penting, catatan kegiatan, serta hasil wawancara narasumber, saya menyimpulkan ada 3 tahapan penting yang dialami ASOHI selama 30 tahun, yang masing-masing tahap berlangsung 10 tahun (satu dekade)

Dekade pertama (1979-1989) saya sebut sebagai Tahap Pemantapan Wadah Tunggal. Tahap ini eksistensi ASOHI mendapat pengakuan penuh dari pemerintah sebagai satu-satunya organisasi di bidang usaha obat hewan. Dengan pengakuan pemerintah bahwa ASOHI adalah”wadah tunggal”, pengurus ASOHI memperkuat jalinan kerjasama dengan pemerintah. ASOHI menjadi jembatan komunikasi antara pemerintah dengan perusahaan obat hewan. Pada tahap ini pula ASOHI mengusulkan ke pemerintah agar ASOHI ikut berperan sebagai filter pertama perusahaan baru melalui bentuk rekomendasi perijinan usaha.

Dekade kedua (1989-1999) saya sebut sebagai Tahap Penguatan Pilar Organisasi. ASOHI sudah memiliki fondasi yang kuat untuk berkembang sehingga yang dibangun di era ini adalah pilar-pilar organisasi yang kuat. Pilar-pilar ini terdiri dari manajemen kantor sekretariat yang makin tertata, penerbitan majalah Infovet sebagai cikal-bakal badan usaha ASOHI, pembentukan dan pengembangan ASOHI daerah, pengurus pusat dan daerah yang makin mantap dan terkordinasi, serta kegiatan seminar dan pelatihan untuk anggota mulai diselenggarakan rutin. Pada dekade ini pengurus ASOHI tidak lagi harus direpotkan kegiatan harian administrasi sekretariat organisasi seperti penyusunan naskah pidato, nutulen rapat, surat menyurat dan urusan administrasi lainnya, karena sudah ada staf khusus di sekretariat yang bertanggung jawab pada urusan teknis pengelolaan harian organisasi.

Dekade ketiga (1999-2009) merupakan tahap profesionalisme organisasi. Tahap ini ASOHI melakukan kaderisasi kepemimpinan, memperkuat peran ASOHI Daerah, meningkatkan partisipasi anggota dan sistem kerja organisasi dikelola sebagaimana layaknya manajemen modern. Dalam periode ini struktur organisasi ASOHI makin diperkuat, terjadi peralihan kepemimpinan organisasi yang berlangsung demokratis serta pelaksanaan visi dan misi yang lebih terorganisir.

Pada periode ini ASOHI mulai berkiprah di forum Internasional, dimana melalui ASOHI, Indonesia merupakan negara ketiga ASIA setelah Jepang dan Korea Selatan yang diterima sebagai Anggota International Federation For Animal Health (IFAH). ASOHI juga ikut memprakarsai berdirinya ASEAN Federation of Animal Health Industry (AFAH). Periode ini merupakan dimulainya seminar nasional perunggasan secara rutin, sejumlah pelatihan anggota dan Program Temu Anggota ASOHI (Protas).

Berdirinya organisasi ASOHI tidak lepas dari pertumbuhan usaha ayam ras yang mulai populer di Indonesia tahun 1970an. Pada saat yang bersamaan, Indonesia pimpinan Presiden Soeharto saat itu sedang melaksanakan program pembangunan lima-tahunan yang dikenal dengan nama Pelita. Dan tahun 1979 adalah awal Indonesia memasuki Pelita III.

Lima orang tokoh pendiri ASOHI adalah Prof. JH Hutasoit (waktu itu Dirjen Peternakan), Haji Abdul Karim Mahanan (pengusaha obat hewan), Dr drh Soehadji (saat itu Direktur Bina Program), Drh IGN Teken Temadja (saat itu Direktur Kesehatan Hewan), Dr Sofjan Sudardjat MS (saat itu Kepala Seksi Informasi Wabah Dan Pelaksana Harian Kasubdit Wabah di Direktorat Kesehatan Hewan). Dalam proses pendirian ini Abdul Karim Mahanan merupakan wakil dari perusahaan obat hewan dan merupakan tokoh senior obat hewan kemudian dipercaya menjadi Ketua Umum ASOHI hingga akhir hayatnya di tahun 2004. Selanjutnya Gani Haryanto dikukuhkan dalam Munas V tahun 2005 sebagai Ketua Umum menggantikan A. Karim Mahanan.

Hampir semua narasumber, baik itu pendiri, Pengurus Harian, Dewan Pakar, Dewan Kode Etik, semuanya mengaku bahwa kekuatan ASOHI sejak berdiri hingga sekarang adalah kemitraannya dengan pemerintah benar-benar berjalan, bukan sekedar program di atas kertas saja. Kemitraan ini meliputi diskusi mengenai sistem perijinan obat hewan dan masalah obat hewan lainnya, bersama-sama menyusun rancangan peraturan, bersama-sama melakukan sosialisasi peraturan, bekerjasama menerbitkan buku, menyelenggarakan seminar, training, saling tukar informasi perkembangan iptek dunia dan sebagainya.

Tapi bukan berarti semua proses kerjasama dengan pemerintah berjalan mulus. Pergantian pejabat yang akhir-akhir ini berlangsung lebih sering, menjadi tantangan tersendiri bagi ASOHI. Padahal, sangat dimungkinkan dinamika birokrasi semacam itu akan terus berlangsung di masa mendatang. Itu sebabnya dalam buku ini juga disinggung tantangan utama yang akan dihadapi ASOHI pada dekade berikutnya.

ASOHI merumuskan 3 tantangan utama. Pertama, dinamika birokrasi pemerintah dimana pergantian pejabat yang lebih dinamis. Hal ini menuntut komunikasi yang lebih intens antara ASOHI dengan pemerintah, dengan harapan semua program yang telah dirancang dan disepakati dapat berjalan dengan lancar.

Kedua, adanya otonomi daerah dimana terjadi perubahan struktur organisasi pemerintah daerah dan perubahan pola kerja pemerintah pusat dan daerah. Hal ini menuntut pengurus ASOHI Daerah lebih proaktif menjalin hubungan dengan pemerintah daerah setempat.
Ketiga adalah dampak globalisasi, dimana penyebaran penyakit hewan lebih cepat, menuntut kesiapan ASOHI dalam berperan menanggulangi masalah penyakit hewan dan meningkatkan kesehatan hewan.

Adanya buku ini, setidaknya generasi muda ASOHI dapat melihat perjalanan ASOHI selama 30 tahun dan dapat memetik manfaat untuk mengembangkan ASOHI di masa yang akan datang.
Buku ini diterbitkan oleh Gita Pustaka, salah satu divisi dari PT gallus Indonesia utama (penerbit majalah Infovet). Selain buku 30 tahun ASOHI, Gita Pustaka tahun ini menerbitkan buku Indeks Obat Ikan Indonesia (INOI), buku Memilih Anjing Ras Mini, dan sebentar lagi akan menerbitkan buku Indeks Obat Hewan Indonesia (IOHI).

Selamat Ulang Tahun ASOHI.
Bambang Suharno,
penulis buku “30 Tahun ASOHI”

UU Peternakan dan Kesehatan Hewan Digugat

Pemerintah dan DPR harus menghadapi uji materi UU yang baru saja mereka sahkan. Pasalnya, UU No 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan dimohonkan uji materinya di Mahkamah Konstitusi. Pengajuan ini dilakukan oleh Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI), Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), Serikat Petani Indonesia (SPI), Wahana Masyarakat Tani Nelayan Indonesia (Wamti), Gabungan Kopersai Susu Indonesia (GKSI), dan Institute for Global Justice (IGJ).

Kuasa Hukum pemohon, Hermawanto SH, menyatakan bahwa permohonan mereka diajukan pada Pasal 44 ayat (3), Pasal 59 ayat (2) dan (4), serta Pasal 68 ayat (4) UU No 18 Tahun 2009. Ia menyatakan pasal-pasal tersebut telah melalaikan aspek keamanan konsumsi daging impor. “Semangat pasal-pasal ini adalah membuka impor daging sebesar-besarnya dengan mengabaikan keselamatan,” ujarnya ketika ditemui Infovet di gedung Mahkamah Konstitusi, Jumat (16/10).

Ia menyatakan pasal-pasal ini telah menunjukkan cuci tangan pemerintah pada risiko-risiko penyakit hewan di dalam negeri atau daging hewan impor. Pada Pasal 44 ayat (3) disebutkan bahwa pemerintah tidak memberikan kompensasi atas depopulasi terhadap hewan yang terjangkit penyakit. “Ini jelas merugikan peternak hewan,” ujarnya.

Padahal dalam Pasal 59 ayat (2) dan (4) menyatakan bahwa pemerintah membuka impor daging dari luar negeri berdasarkan basis zona. Dengan pola ini, berarti jika sebuah negara yang memiliki jejak rekam penyakit hewan tidak serta merta diblokir dalam perdagangan. “Namun hanya zona tertentu. Ini tetap saja berbahaya, kaitannya karena penyakit hewan itu sifatnya endemik dan bisa berkembang,” ungkapnya.

Sementara itu, dalam Pasal 68 ayat (4) disebutkan bahwa menteri dapat mengambil alih kewenangan profesi dokter hewan. Hermawanto menyatakan bahwa pasal-pasal ini bertentangan dengan UUD 1945. “Khususnya pasal Pasal 28 A dan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945,” tegasnya.

Perwakilan PPSKI, Teguh Boediyana, menyatakan bahwa aturan ini telah menjelaskan keberpihakan terhadap pengusaha tanpa memperhatikan peternak dan petani. Pasalnya mereka memilih risiko penyakit dibandingkan peningkatan produk ternak dalam negeri. “Ini jelas tidak adil,” ujarnya. Hadir pula mengawal proses penyerahan berkas gugatan diantaranya Indah Suksmaningsih (IGJ/YLKI), Drh Wiwik Bagja (PDHI), Hendri Saragih (SPI), dr Drh Mangku Sitepoe, dll.

Belajar dari pengalaman sejarah, Indonesia menerapkan kebijakan maximum security dalam melakukan impor daging ternak. Indonesia pernah mengalami kerugian ekonomi yang sangat besar di masa silam sebagai akibat serangan penyakit PMK dari untuk mengatasinya membutuhkan waktu hingga 100 tahun untuk bebas dari penyakit ini.

Selain itu, belajar dari pengalaman negara lain, ketika PMK melanda Inggris tahun 2001 yang menyebabkan negara tersebut mengalami kerugian sekitar 70 miliar poundsterling. Kerugian tersebut dialami akibat diterapkannya stamping out di mana puluhan ribu ternak produktif terpaksa dimusnahkan.

Atas dasar itulah Indonesia menerapkan payung hukum kesehatan hewan yang ketat terutama yang berkitan dengan impor hewan ternak dari negara yang berpenyakit PMK. Hal tersebut diatur melalui Undang-Undang No. 6 Tahun 1967 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Undang-undang ini tidak mencabut Staatsblat 1912 No. 432 tentang Campur Tangan Pemerintah dalam Bidang Kehewanan. Pada Bab 3 butir 1 jelas dinyatakan dilarang mengimpor daging dari negara yang tertular penyakit hewan menular.

Selain mengajukan gugatan, Institute for Global Justice yang dikoordinator oleh Revitriyoso Husodo bersama sejumlah peternak dan elemen mahasiswa menggelar aksi damai di depan halaman Mahkamah Konstitusi Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat dengan pengawalan sejumlah polisi.(wan)

MIPI Gelar Seminar Perunggasan Hadapi Krisis Global

Masyarakat Ilmu Perunggasan Indonesia (MIPI) menggelar seminar bertajuk “Strategi Usaha Perunggasan dalam Menghadapi Krisis Global” pada Senin, 26 Oktober 2009 di Bogor. Acara yang dihadiri lebih dari 100 orang dari kalangan mahasiswa pasca sarjana, Dinas Peternakan, peneliti, perusahaan dan ketua-ketua asosiasi bidang peternakan.

Seminar menghadirkan pembicara Prof Dr Peni S Hardjosworo (Guru Besar Fapet IPB) yang mengulas tentang Unggas dan Perunggasan di Indonesia. Kemudian dilanjutkan pemaparan Anwar Sunari Kasubdit Peternakan, Direktorat Pangan dan Pertanian BAPPENAS yang menjelaskan tentang Perunggasan dalam Konteks Perencanaan Pembangunan Nasional.

Tak kalah menarik pemaparan dari Dr Ir Arief Daryanto MEc (Direktur MB-IPB) yang mempresentasikan Poultry Industry Outlook 5 Tahun ke Depan. Dari pihak peternak juga ikut ambil bagian yang diwakili oleh Ir Tri Hardiyanto (GOPAN) dengan makalahnya berjudul Kiat Menghadapi Krisis dan Seluk Beluk Usaha Perunggasan. Pembicara terakhir dari pemerintah DKI yaitu Drh Edy Setiarto MS Kepala Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta yang menjelaskan Kebijakan Perunggasan DKI Mulai 2010 dan Dampak Penerapannya.

Seminar yang dimoderatori Dr Desianto B Utomo (Ketua MIPI) berlangsung penuh dinamis dilihat dari banyaknya pertanyaan diskusi yang disampaikan peserta. Sementara berturut-turut Dr Drh I Wayan T Wibawan MS (Dekan FKH IPB), Dr Ir Luki Abdullah MSc Agr (Dekan Fapet IPB), dan Ir Sucipto MM (Agrobased Group Corporate Bank Mandiri) hadir sebagai pembahas.
Seminar ini terselenggara atas kerjasama MIPI, Poultry Promo dan perusahaan sponsor. Hasil dari seminar ini akan menjadi masukan bagi pemerintah untuk menentukan arah kebijakan perunggasan ke depan ditengah himpitan krisis global. (wan)

Swasembada Daging Nasional Diundur Jadi 2014

Permintaan produksi daging sapi domestik terus meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk, meningkatnya pendapatan masyarakat dan kesadaran pemenuhan gizi. Sebaliknya, produksi ternak sapi domestik (dalam negeri) masih rendah yang ditunjukkan dengan masih berlanjutnya impor daging.

Sementara itu, target swasembada daging sapi yang dicanangkan pemerintah pada 2010 sejak 2004 mundur hingga 2014. Indonesia bisa mencapai swasembada daging sapi pada 2014 dengan target tingkat produksi pertahun mencapai 200 ribu ekor selama lima tahun yaitu dari 2009 hingga 2014.

Kondisi tersebut menjadi topik utama dalam seminar nasional Percepatan Peningkatan Populasi Ternak Sapi di Indonesia yang digelar Pusat Studi Hewan Tropika Centras LPPM-IPB di IICC Botani Square, Kamis (15/10). Hadir dalam acara tersebut Dirjen Peternakan Deptan RI Prof. Tjeppy D. Soedjana dan Bupati Sukabumi H. Sukmawijaya sebagai salah satu pembicara.

Menurut Dirjen Tjeppy, saat ini kemampuan suplai daging sapi dalam negeri baru dua pertiga dari total kebutuhan konsumsi yang mencapai 1,7 juta ekor pertahun. Oleh karena itu, untuk memenuhi sisa yang sepertiga tersebut harus dipenuhi dari impor sapi bakalan. “Berkisar 500.000 ekor dan impor daging sapi berkisar 70.000 ton per tahun,” tandasnya.

Sedangkan dalam kemampuan penyedian susu konsumsi dalam negeri baru mencapai seperempat dari kebutuhan, oleh karenanya sebagian besar juga harus diimpor dalam bentuk bahan baku susu.

Hal tersebut dibenarkan Dr Ir Suryahadi Kepala Centras LPPM-IPB yang menyebutkan kebutuhan susu dalam negeri masih dipasok impor 80 persen. Sementara 20 persen dipasok produksi dalam negeri, dan hanya 5 persen yang dikonsumsi langsung oleh masyarakat selebihnya diolah oleh industri persusuan.

Sementara itu, dalam upaya untuk meningkatkan produksi ternak dan konsumsi daging sapi berikut pemanfaatan susu sapi, Bupati Sukabumi H. Sukmawijaya telah menerapkan program Gerimis Bagus atau gerakan intensif minum susu bagi usia sekolah.

“Kami mengharuskan penduduk Sukabumi minum susu. Tapi untuk tahap awal kami terapkan pada siswa SD dan MI sebanyak 320 ribu anak, atau butuh 20 ton produksi susu,” katanya.
Sukmawijaya menjelaskan, peternakan sapi di Sukabumi adalah salah satu potensi andalan, akan tetapi masyarakat yang berternak sapi masih sedikit dan masih disuplai dari luar. “Meski permintaan ternak sapi tinggi tapi harga produk sapi peternak masih murah,” imbuhnya. (wan)

PROSEDUR CUCI DAN SANITASI KANDANG PASCA OUTBREAK AI


oleh: Drs. Tony Unandar

Hingga saat ini penyakit pada unggas yang disebabkan oleh virus Avian Influenza disetiap daerah dengan tingkat kematian yang rendah sampai tinggi masih kerap terjadi secara sporadis. Penyakit ini memiliki peran sangat penting karena dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi, sosial, kesehatan, lingkungan dan psikologi masyarakat.

Dampak ekonomi secara mikro yaitu hilangnya peluang bisnis yang berhubungan dengan unggas, seperti peternak skala besar dan kecil, pedagang unggas dan pedagang produk-produk berbahan unggas. Selain itu juga menimbulkan efek berantai (multiplier effect), baik backward maupun foreward bisnis yang berhubungan dengan bisnis unggas, seperti industri makanan ternak unggas, pemasok bahan baku industri makanan unggas, dan transportasi unggas.

Oleh karenanya diperlukan langkah strategis guna mencegah dan menangani wabah penyakit ini. Namun untuk kali ini yang akan diulas adalah bagaimana cara atau prosedur cuci dan sanitasi kandang pasca outbreak AI.

Tahap I (tahap pencegahan penyebaran kontaminasi lanjut):

  • Setelah semua ayam mati atau yang di “stamping out” dikeluarkan dari dalam kandang, seluruh permukaan dalam kandang disemprot dengan desinfektan, lalu dilakukan tindakan lanjut sbb.: 1) Semprot dengan insektisida yang berspektrum luas (misalnya kelompok biochlormetyl) seluruh bagian dalam & bagian luar sekitar kandang yang bersangkutan secara merata. 2) Pasang racun tikus di beberapa tempat strategis (yang selalu dilalui tikus) dengan racun yang bersifat rodensidal akut (racun akut dengan efek tikus mati seketika).
  • Biarkan selama paling sedikit satu hari satu malam (sangat dianjurkan dibiarkan selama 3 hari berturut-turut).
  • Karungi pupuk (bahan litter yang bercampur dengan kotoran ayam) secepatnya dan sebelum dikeluarkan dari dalam kandang, seluruh permukaan luar karung pupuk disemprot dengan desinfektan. Sangat dianjurkan selesai dalam tempo satu hari.
  • Semprot sekali lagi dengan insektisida yang berspektrum luas di seluruh bagian dalam & bagian luar kandang yang bersangkutan.
  • Biarkan selama satu hari satu malam penuh.

Tahap II (tahap pencucian kandang):
  • Semprot seluruh bagian dalam kandang secara merata (terutama lantai, termasuk dinding/layar & bagian atas kandang) dengan larutan deterjen 1-2%. Bisa diulangi sekali lagi apabila masih ditemukan cukup banyak bahan organik, terutama material feses yang lengket pada permukaan lantai atau dinding kandang.
  • Biarkan selama 3-6 jam, kemudian bilas dengan air yang mengandung kaporit dengan dosis 50-100 ppm (boleh juga dengan desinfektan yang mempunyai efek residual yang lama). Atau dengan soda api 1% & bilas dengan air bersih. Biarkan sampai kering.
  • Semua dinding layar dipasang, sehingga kandang dalam keadaan tertutup dari semua sisi.
  • Semprot seluruh bagian bagian dalam kandang (lantai & tiang-tiang kandang) dan bagian luar kandang (lantai & didinding setinggi 30 cm dari lantai) dengan larutan kapur aktif 1-2%. Biarkan sampai kering.
  • Semprot dengan desinfektan sekali lagi, terutama dari kelompok formalin, glutaraldehida ataupun formaldehida. Istirahat kandang sesungguhnya dimulai dari saat ini.

Tahap III (tahap istirahat kandang):
  • Kandang diistirahatkan paling sedikit selama 3 bulan dalam keadaan bersih. Tidak dianjurkan kurang dari 3 bulan.
  • Selama istirahat kandang dipasang racun tikus pada beberapa tempat strategis (sesuai dengan jalan tikus) dengan racun yang bersifat antikoagulan (tikus akan mati secara perlahan-lahan).

Tahap IV (tahap persiapan chick-in):
  • Pada saat minus 10 hari sebelum waktu chick-in, semprot dengan insektisida yang berspektrum sempit diseluruh bagian dalam kandang secara merata, termasuk bagian luar kandang, terutama lantai.
  • Pada saat minus 7 hari sebelum waktu chick-in, semprot sekali lagi dengan desinfektan dari kelompok halogen ataupun fenol seluruh bagian dalam & bagian luar kandang secara merata. Bisa juga menggunakan formalin dengan konsentrasi 1-2%.
  • Pada saat minus 5-6 hari dilakukan persiapan kandang, misalnya: penebaran litter, pemasangan feeder, chick-guard, pemanas, dsb). Pada saat ini juga dilakukan pengujian terhadap semua peralatan, apakah dapat bekerja secara normal atau tidak.
  • Pada saat minus 3-4 hari dilakukan fumigasi kandang dengan formalin ”double dosis” (2 gram PK untuk 3 cc formalin 35%) untuk setiap meter kubik volume kandang.
Dengan langkah-langkah tersebut diharapkan peternak mendapat pencerahan seputar desinfeksi dan sanitasi pasca outbreak Avian Influenza di farmnya, sehingga kasus kejadian AI di farmnya tidak kembali terulang. (*)

KIAT MENGASAH KETAJAMAN “TRISULA” BIOSEKURITI


Biosekuriti adalah idiom yang disusun oleh dua kata yaitu: bio (hidup) dan secure (aman), atau secara harfiah bisa bermakna upaya pengamanan mahluk hidup (baca: ternak). Tentu saja dalam tulisan ini, pengamanan yang dimaksud adalah pengamanan ternak ayam dari gangguan penyakit. Dengan pengertian seperti itu, maka pengertian biosekuriti menjadi sangat luas dan cenderung bias.

Untuk itu penyeragaman definisi harus dilakukan, sehingga implementasi dilapangan bisa diukur dengan parameter yang jelas. Secara umum biosekuriti bisa didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari rangkaian program yang mencakup kebijakan dan praktek yang dirancang untuk mencegah masuk dan menyebarnya patogen pada ayam. Patogen bisa berupa virus, bakteri, parasit (termasuk protozoa), jamur, dll.
Rangkaian program diatas, harus mencakup tiga aspek atau tiga ujung tombak seperti senjata trisula yang dirancang saling terkait dan saling mendukung. Tiga aspek yang dimaksud adalah Isolasi, Pengendalian lalu lintas dan Sanitasi.

Isolasi
Isolasi adalah berbagai upaya yang dilakukan untuk memberi barrier bagi ayam dari serangan kuman patogen penyebab penyakit. Penjabaran lebih lanjut, isolasi berarti menjauhkan ayam (flock) dari orang, kendaraan, dan benda yang dapat membawa patogen. Menciptakan lingkungan tempat ayam terlindung dari pembawa patogen (orang, hewan lain, udara, air, dll).
Langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk menerapkan isolasi bisa berupa; menyimpan ayam di kandang tertutup yang sudah di screening di farm. Menerapkan manajemen all in all out. Memisahkan ayam dari hewan lain dan dari spesies unggas lain. Tidak boleh ada tempat dengan air menggenang di wilayah farm.

Pengendalian Lalu Lintas
Pengendalian lalu lintas adalah berbagai upaya untuk men-screening orang, alat, barang dan hewan lain, agar kegiatan lalu lintas yang dilakukannya tidak menyebabkan masuknya patogen ke dalam farm.
Penjabaran lebih lanjut, pengendalian lalu lintas berarti kita tidak boleh mengijinkan siapapun masuk ke kandang, apalagi mendekati ayam-ayam kita. Jika memang mereka harus masuk, maka harus dipastikan bahwa mereka harus mengikuti tindakan biosekuriti khusus (screening). Membatasi jumlah orang, kendaraan dan alat-alat yang berada di wilayah isolasi dan yang keluar dari wilayah isolasi ke daerah lain.

Sanitasi
Sanitasi adalah berbagai upaya yang ditujukan untuk membunuh patogen. Lebih lanjut, sanitasi bisa dijabarkan sebagai tindakan pembersihan (cleaning) dan desinfeksi untuk membunuh kuman (baca lebih lengkap di artikel berjudul Cleaning dan Desinfeksi).
Sanitasi juga berarti upaya pengendalian hama yang bertujuan untuk mencegah hama (burung liar, hewan pengerat & serangga) membawa patogen. Dan pembuangan bangkai atau karkas yang ditujukan untuk menjauhkan kontaminasi dari flok.
Implementasi sanitasi harus dilaksanakan secara tertata baik untuk kandang, alat, kendaraan maupun orang. Wujud nyata dari implementasi ini misalnya: pekerja mencuci tangan dan kaki, berganti pakaian dan sepatu sebelum bekerja dengan ayam. Membersihkan dan mendesinfeksi alat-alat secara teratur. Membersihkan dan mendesinfeksi kandang-kandang dalam masa peralihan antara satu periode ke periode berikutnya, dan memiliki program pengendalian hama.

Kaitan Biosekuriti dan Manajemen
Setelah membahas “trisula” biosekuriti, penulis ingin mengajak pembaca untuk sedikit menengok “trisula” epidemiologi. Trisula epidemiologi yang dimaksud adalah Agen, Host dan Lingkungan. Bila dikaitkan dengan trisula epidemiologi, ternyata biosekuriti baru menyentuh pada aspek agen dan lingkungan saja. Sementara aspek host (ayamnya) sama sekali tidak disentuh.
Padahal, biosekuriti sebaik apapun tidak akan membuat patogen sama sekali nol. Artinya sebaik apapun biosekuriti yang kita jalankan, ayam kita tetap berpotensi diserang patogen. Agar ayam kita aman dari serangan patogen, maka kondisi kesehatan dan status kekebalan ayam harus dalam kondisi baik. Inilah kaitan biosekuriti dan manajemen. Biosekuriti yang baik, harus pula didukung dengan manajemen yang baik.
Dalam hal ini manajemen harus dilaksanakan dengan cara menjamin pakan dan air harus selalu tersedia dalam jumlah cukup. Mengeluarkan karkas/bangkai setidaknya dua kali sehari. Melakukan culling terhadap ayam sakit atau karena sebab lain secara teratur. Memantau dan mencatat kesehatan flok.
Tidak menambah ayam baru ke dalam flock. Tidak menyimpan unggas dengan spesies berbeda-beda dalam satu lokasi farm. Menjaga farm tetap bersih, serta selalu membersihkan dan mendesinfeksi peralatan di akhir siklus produksi.
Menjauhkan pakan dari hama seperti hewan pengerat, burung liar dan serangga. membersihkan tumpahan pakan dengan segera. Bersihkan tempat pakan jika perlu. Tidak menggunakan ulang kantong pakan.
Untuk air minum, jauhkan air minum dari hama seperti hewan pengerat, burung liar dan serangga. Bersihkan tempat air minum minimal dua kali sehari. Untuk meminimalisir litter basah akibat tumpahan air minum, lakukan rolling tempat antara tempat minum dan pakan.

Manajemen Brooding dan Ventilasi
Manajemen brooding terkait langsung dengan penguatan sistem immun pada ayam. Manajemen brooding harus benar-benar diperhatikan pada minggu pertama. Karena pada minggu pertama, berlangsung proses penyerapan kuning telur. Dimana penyerapan kuning telur akan berlangsung optimal bila manajemen suhu brooding optimal.
Pada minggu pertama, akan berkembang sistem immun, sistem pencernaan, sistem kardiovaskuler, sistem rangka, dan bulu. Nah perkembangan berbagai sistem ini, akan tergantung dari optimal atau tidaknya kuning telur yang terserap. Bila kuning telur tidak terserap optimal, maka berbagai sistem diatas akan terganggu dan sisa kuning telur yang tidak terserap, akan memudahkan masuknya infeksi.
Akibatnya, angka kematian dan culling membengkak, ukuran ayam tidak seragam, target berat badan tidak tercapai, dan konversi pakan membengkak.

Cara Sederhana Mengontrol Suhu Brooding
Sering kali manajemen brooding dipahami dengan rumit. Padahal ada cara sederhana untuk mengontrol suhu brooding. Gunakan termometer infra merah untuk memantau suhu litter. Metode lain, tempelkan telapak kaki anak ayam ke pipi untuk mengetahui litter dingin atau hangat. Bila telapak kaki anak ayam terasa dingin, berarti suhu brooding tidak tercapai. Bila terasa hangat, berarti suhu brooding sudah cukup nyaman.
Cara ini juga harus didukung dengan pengamatan perilaku anak ayam (sebaran dan suara). Bila tidak nyaman, anak ayam akan bergerombol mencari kehangatan atau ribut. Bila nyaman, anak ayam akan menyebar dan suaranya tenang.
Bila suhu brooding sudah dirasa cukup sedangkan ayam masih ribut, maka parameter lain harus diperiksa, misalnya kelembaban relatif. Kelembaban relatif untuk minggu pertama harus lebih dari 50% (sebaiknya minimal 55%). Jika di bawah 50%, anak ayam akan mengalami dehidrasi. Untuk diatas minggu pertama diusahakan berkisar di angka 60% (lihat Tabel 1).
Cara lain yang bisa digunakan adalah, bila kita sebagai pemeriksa ayam merasa gerah atau tidak nyaman, maka kemungkinannya adalah suhu yang terlalu tinggi (diatas 35 oC) atau kelembaban yang terlalu rendah/tinggi (<> 70%). Untuk permasalahan ini, bukalah tirai sebelah atas untuk mengontrol kelembaban atau suhu.

Manajemen Pakan dan Target Pertambahan Berat Badan
Karena ayam broiler dirancang untuk tumbuh sebagai ayam pedaging, maka manajemen pemberian pakannya pada prinsipnya tidak ada pembatasan. Untuk memantau anak ayam makan cukup atau tidak, bisa dilihat dengan meraba temboloknya. Tembolok harus sudah penuh dalam jangka waktu 3 hari. Imbangi manajemen pemberian pakan dengan penyediaan air yang berkualitas dalam jumlah cukup bisa juga ditambahkan pemberian multivitamin.
Lakukan penimbangan setiap minimal 7 hari (lihat Tabel 2). Bila target berat badan atau feed intake tidak tercapai, maka lakukanlah evaluasi dan tindakan yang tepat (konsultasikan perihal ini dengan konsultan anda).

Manajemen Kualitas Air
Selain harus tersedia dalam jumlah yang cukup, kualitas air juga harus diperhatikan. Tujuan memperhatikan adalah mengurangi jumlah patogen dan mengontrol deposit mineral. Air adalah salah satu media penularan penyakit. Air yang tidak terkontrol jumlah patogennya, akan sangat merugikan. Demikian pula dengan deposit mineral. Deposit mineral yang tidak terkontrol bisa menurunkan efikasi obat-obatan yang diberikan.
Disarankan untuk secara berkala memeriksakan kualitas air ke laboratorium. Peternak bisa memanfaatkan fasilitas yang dimiliki oleh perusahaan penyedia sapronak.

Biosekuriti Sebagai Perilaku Sehari-Hari
Sebagaimana dijabarkan diatas ada 2 aspek epidemiologi yang terkait dengan biosekuriti yaitu agen dan lingkungan. Aspek lingkungan memiliki cakupan yang sangat luas. Aspek lingkungan tidak hanya terikat pada lingkungan sekitar kandang, tetapi juga lingkungan orang-orang yang bekerja di dalam kandang (selengkapnya baca artikel berjudul Contoh Sederhana Menjalankan Sistem Biosekuriti).
Oleh karena itu, biosekuriti hendaknya menjadi perilaku sehari-hari, atau gaya hidup semua orang yang terkait dengan budidaya ayam. (saptono, gopanindonesia.com)

Profesionalisme di Kantor Baru


Fokus Edisi Maret 2009

Di kantor baru yang sudah ditempati selama 3 bulan sejak 1 Desember 2008, Infovet bersama seluruh divisi dan pimpinan serta komisaris PT Gallus Indonesia Utama menyelenggarakan Pertemuan Tahunan, awal 2009. Pertemuan ini merupakan rangkaian Temu Tahunan yang diawali dengan rekreasi bersama keluarga besar PT Gallus bersama suami/istri, anak-anak dan keluarga lain di Sea World Taman Impian Jaya Ancol, seminggu sebelumnya, juga awal 2009, yang diberitakan Infovet edisi lalu.

Temu Tahunan di awal tahun baru di gedung kantor baru yang merupakan milik Infovet-PT Gallus sendiri diterangi sinar matahari baru menjadi kekuatan baru dengan semangat cerah menepis kabut krisis finansial yang mengepung.

Diawali dengan sambutan Direktur PT Gallus Drh Tjiptardjo SE, lalu paparan Direktur Pemasaran Ir Bambang Suharno, Manajer Divisi Infovet Drh Yonathan Rahardjo pun memaparkan prestasi dan capaian kerja tahun 2008 dan rencana kerja dan optimisasi kerja 2009.

Keyakinan pada kerja terbaik yang menghimpun kekuatan profesional setiap staf Infovet baik Departemen Redaksi (Wawan Kurniawan SPt), Departemen Iklan (Fuji Kumala Dewi SPt), Departemen Distribusi (Aliyus Maika Putra), Departemen Produksi (Indra Setiawan) menjadi kekuatan utama untuk melayani para mitra kerja Infovet secara terbaik, berpengaruh pada capaian-capaian dan prestasi yang terukur dan akan terus berkembang.

Divisi-divisi Satwa Kesayangan, Gita Pustaka, Event Organizer, Supprting Team, Gita Konsultan, dan pelayanan ASOHI menyusul pemaparan itu, ditutup dengan uraian puncak oleh Komisaris PT Gallus Indonesia Utama Gani Haryanto.

Makin terasa, bagaimana semua kerja di PT Gallus merupakan langkah simultan yang terus dipupuk dan berkembang, kuat dan kokoh sejak berdirinya Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) pada 1979, disusul kelahiran Majalah Infovet pada 1992 dan dibentuknya PT Gallus Indonesia Utama pada 2003 sebagai badan usaha profit ASOHI dengan berbagai divisi tersebut.

Komisaris PT Gallus Gani Haryanto memberikan semangat yang makin memperkuat segenap jajaran karyawan dan pimpinan PT Gallus dalam menghadapi dunia usaha yang pada 2009 terimbas krisis finansial Amerika Serikat.

Menurut Gani Haryanto, semula prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2008 adalah naik 6,8 persen, namun kenyataannya pertumbuhan ekonomi 6,3 persen. Angka inflansi yang semula diperkirakan 6 persen ternyata mencapai 11,06 persen.

Sementara, kurs Dolar dan Rupiah semula diprediksi Rp 9.100 per Dolar AS ternyata mencapai 9.757, atau 10.950 bahkan nyaris menembus Rp 12.000 per Dolar AS.
Adapun bunga Bank yang diperkirakan 7,5 persen ternyata tembus angka 9,25 persen. Sedangkan pasar obat hewan yang diperkirakan naik 7 persen cuma naik 6 persen.

Situasi 2008 itu, menurut Gani, harga BBM naik disusul inflansi pun naik. Terjadi kenaikan harga sarana produksi peternakan (sapronak), bahan baku pakan, pakan obat dan DOC. Sementara, harga produksi peternakan, telur, daging, rata-rata cukup baik.

Dengan sasaran-sasaran khusus bagi PT Gallus dalam menghadapi situasi krisis 2009, maka Komisaris PT Gallus Indonesia Utama Gani Haryanto menetapkan tahun 2009 adalah tahun peningkatan profesionalitas bagi PT Gallus Indonesia Utama. (Yonathan Rahardjo)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer