Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Ajang Silaturahmi di INDOLIVESTOCK 2010

Indolivestock Expo & Forum bisa dikatakan telah menjadi ajang silaturahmi masyarakat peternakan terbesar di Indonesia. Hal ini sangat terasa dari perbincangan antar pengunjung baik di stand pameran, di area seminar maupun area lainnya. Banyak pengunjung yang sudah lama tidak bertemu dengan koleganya, dapat menjalin kembali silaturahmi dalam momen akbar ini.

Demikian halnya dengan Infovet. Sebagaimana Indolivestock Expo yang lalu dalam Indolivestock kali ini kami mengundang wartawan Infovet daerah yaitu Drh Untung Satriyo (Yogya), Drh Yonathan Rahardjo (Surabaya), Drh Masdjoko Rudiyanto MS (Bali), Sadarman, Spt, MSi. (Pekanbaru).

Dengan mengundang mereka ke arena Indolivestock, para wartawan daerah berkesempatan untuk melihat perkembangan dunia peternakan dan kesehatan hewan, sekaligus dapat bersilaturahmi dengan tim Infovet di Pusat. Kesempatan ini juga dimanfaatkan untuk melakukan kegiatan peliputan khusus dari stand ke stand.

Kami pun berbagi tugas kegiatan. Ada yang melakukan liputan ke stand, liputan seminar, dan menjadi pemandu stand. Tak lupa setiap malam melakukan koordinasi sejauh mana rencana kegiatan yang telah disusun terealisasi. Hasil dari semua itu adalah artikel liputan khusus yang dapat anda simak dalam edisi ini.

Dalam pameran kali ini stand Infovet dan ASOHI digabung dalam satu unit stand. Dengan penggabungan ini stand menjadi lebih luas dan relatif lebih megah dibanding pameran sebelumnya. Selain itu para pengunjung juga dapat menikmati ”sajian” stand yang antara lain menampilkan tampilan data bisnis peternakan dan obat hewan, buku-buku terbitan Gita Pustaka, informasi kegiatan seminar dan training, serta informasi berlangganan majalah Infovet.

Informasi data bisnis peternakan dan obat hewan tampak sangat diminati para pengunjung dari kalangan pemerintah dan pebisnis. Beberapa pengunjung dari luar negeri sengaja memotret tampilan data tersebut untuk oleh-oleh ke negaranya. Bahkan Menteri Pertanian Ir Suswono seusai membuka acara Indolivestock Expo berkunjung cukup lama di stand kami ketika ditunjukkan data ekspor obat hewan yang terus menerus meningkat dari tahun ke tahun.

Dalam kunjungan ke stand tersebut Menteri Pertanian memberikan apresiasi khusus kepada ASOHI khususnya ke eksportir obat hewan melalui Ketua Umum ASOHI Drh Rakhmat Nuriyanto yang menyambut hangat kehadiran Mentan di stand kami.

Tampaknya, Indolivestock Expo bukan saja meningkatkan silaturahmi di antara kami, melainkan juga silaturahmi antara kami dengan Menteri Pertanian serta tokoh-tokoh peternakan dan kesehatan hewan lainnya. (*)

Mahasiswa FKH UGM Ingatkan Bahaya Global Warming

Masalah lingkungan sudah selayaknya menjadi sorotan berbagai macam pihak, bukan hanya beberapa kalangan atau lembaga yang bergerak dalam konservasi tetapi juga untuk semua lapisan masyarakat termasuk calon dokter hewan, hal itu mencuat dalam Seminar Nasional Global Warming yang diselenggarakan oleh BEM FKH UGM Yogyakarta pada Minggu 18 April 2010. Tema yang diangkat adalah dampak perubahan iklim terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat.

Seperti yang diketahui bersama perubahan iklim merupakan salah satu masalah lingkungan yang dihadapi pada saat ini dan perubahan lingkungan ini tentunya juga berimbas pada kesehatan masyarakat baik dalam segi kedokteran maupun kedokteran hewan.

Kita bisa ambil beberapa kasus yang telah terjadi pada masyarakat pada saat ini, di DKI Jakarta hampir setiap tahun mengalami banjir, dan dikarenakan adanya perubahan iklim hal ini berdampak signifikan terhadap frekuensi volume air bah yang semakin lama terus meningkat. Selain itu dampak kesehatan yang lain juga timbul akibat bencana banjir, misalnya munculnya kasus leptospirosis yang merupakan salah satu penyakit zoonosis (dapat menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya) dan berakibat buruk pada kesehatan masyarakat.

Ketua panitia seminar Muhamad Atma Setyadi mengatakan, “Kami mengadakan acara ini untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat dan mahasiswa tentang masalah lingkungan yang juga berefek pada masalah kesehatan masyarakat dan juga berpengaruh pada kesehatan hewan dan patut menjadi perhatian bersama.”

Pada sesi awal acara ditayangkan video dari Green Peace Indonesia tentang dampak global warming terhadap lingkungan yang dilanjutkan dengan pemberian materi dari Kementrian Lingkungan Hidup Ir. Sri Hudyastuti.
Sementara dr.Abidinsyah Siregar mewakili Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memberikan materi tentang aspek kesehatan masyarakat dan disambung penyampaian oleh DR.Drh. Widagdo SN, M.P yang merupakan dosen dari Bagian kesmavet tanteng aspek kesehatan masyarakat veteriner.

Seminar juga diramaikan dengan aksi teatrikal yang persembahkan oleh VENA FKH UGM. Aksi ini membawa pesan bahwa semua lapisan masyarakat selayaknya juga turut menjaga lingkungan dengan baik dan dilanjutkan dengan diskusi interaktif. Acara diakhiri dengan penanaman pohon di lingkungan FKH UGM secara simbolis oleh Ir. Sri Hudyastuti dan pembagian bibit pohon kepada peserta. Acara ini juga dihadiri oleh berbagai elemen mahasiswa dari beberapa universitas diantaranya adalah UII, UPN dan UNY.

Menurut beberapa peserta, seminar ini merupakan acara yang baik untuk mahasiswa dan secara keseluruhan esensi yang ditampilkan dapat diterima dengan baik. Eka Yanuarti dan Annisa Ullyanni perwakilan peserta mengatakan, “Menurut kami seminar global warming merupakan ajang yang bagus untuk mahasiswa, karena dengan adanya kegiatan semacam ini kita lebih bisa mengerti tentang masalah peubahan iklim dan dampaknya terhadap masyarakat, secara global acara ini sangat bagus karena banyak dihadiri oleh peserta yang berasal dari luar FKH UGM.”

Harapannya kegiatan ini dapat berlanjut pada tahun-tahun berikutnya dan dapat lebih banyak menggugah kesadaran masyarakat untuk menjaga bumi ini dari pemanasan global. (red)

ALAT PEMANAS,BERMACAM-MACAM TAPI SATU TUJUAN

Kondisi ayam pun selalu segar. Tentu saja mesti dilengkapi dengan semua kebutuhan yang lain, tak terkecuali dan teristimewa dalam konteks ini: pemanas yang meski berbeda-beda wujudnya tetap bertujuan sama dalam sistem brooding alias sistem pengindukan.

Pemakaian minyak tanah sebagai bahan bakar pemanas untuk sistem pengindukan alias brooding pernah mendominasi kurang lebih 75 persen peternak di Indonesia. Sangat masuk akal, lantaran harga minyak saat disubsidi sangat murah dan mudah didapat. Investasi peralatannya pun relatif murah, oleh sebab pemakaiannya cukup banyak.

Pada saat itu pun banyak usaha skala industri rumah tangga yang memproduksi alat pemanas berbahan bakar minyak tanah sebagai sarana penunjang produksi peternakan. Namun saat ini, keberadaan minyak tanah susah didapat oleh para peternak yang sangat membutuhkan bahan bakar untuk pemanas dan pengindukan anak ayamnya.

Maka untuk lebih praktisnya, saat ini, “Banyak peternak menggunakan gas elpiji (LPG),” kata Drh Setyono Al Yoyok pemilik Pakarvet Citra Agrindo Malang perusahaan yang bergerak di bidang peternakan, obat-obatan dan bisnis alat-alat umum untuk peternakan.

Selain lebih praktis, papar Drh Yoyok (nama akrabnya), “Elpiji juga mempunyai keunggulan-keunggulan umum. Keunggulan itu antara lain dengan elpiji suhu lebih terkontrol, selain itu elpiji juga mudah diperoleh. Dibanding minyak tanah, elpiji lebih bagus, lantaran elpiji tidak banyak menyebabkan polusi udara dibanding minyak tanah.”

Saat ini, hampir semua breeding farm menggunakan bahan bakar gas sebagai pemanas untuk brooding. Paling mudah digunakan, sebagian besar peternak ayam petelur skala menengah dan besar meyakini bahwa gas paling aman digunakan sebagai pemanas brooding. Pemakaian gas untuk brooding memudahkan pengoperasian, pengaturan suhu, penyalaan dan pematiannya.

Itulah sumber bahan bakar untuk brooding. Sementara untuk alat pemanasnya sendiri, dari bermacam-macam brooder, yang paling disukai dan dianggap terbaik oleh peternak adalah Gasolec yang di antaranya dipasarkan oleh Medion, Agrinusa Jaya Sentosa, dan Mensana Aneka Satwa, selain dari yang terbanyak selama ini didatangkan secara impor.

Beredar secara umum di kalangan peternak, bahwa gasolec adalah alat penghangat DOC dengan bahan bakar gas elpiji. Ada yang bisa menghangatkan 800- 1000 ekor DOC.

Menurut banyak peternak, gasolec merupakan brooder yang paling mudah digunakan. Menjadi rahasia umum, hampir semua breeding farm menggunakan gasolec yang berbahan bakar gas sebagai pemanas untuk brooding. Adapun, gasolec juga diyakini oleh peternak skala menengah dan besar sebagai pemanas gas paling aman dibanding dengan pemanas dengan bahan bakar lainnya.

“Pemakaian gasolec memudahkan dalam pengoperasian, pengaturan suhu, penyalaan dan mematikannya,” kata peternak. Selain itu juga dikenal adanya kanopi yang terbuat dari seng dengan diameter 120 cm digunakan untuk lebih mengoptimalkan kerja dari gasolec.

Ada pula taktik peternak di lapangan peternakan untuk menghasilkan pemanasan yang terbaik dengan modifikasi. Yang ini, “Untuk efisiensi dan lebih irit,” kata Drh Setyono Al Yoyok. Modifikasi ini wujudnya adalah kombinasi menggunakan elpiji dan juga memakai kanopi sebagai alat pemanasnya. Bagusnya alat semacam ini, menurut Drh Yoyok adalah ada regulatornya.

Penghangat DOC berbahan bakar gas elpiji ini, di antaranya sudah dilengkapi kanopi berdiameter 100 cm, 2 meter slang, 1 buah regulator dan 2 buah klem slang yang bisa dipakai.

Selain itu ada pula penghangat DOC dengan bahan bakar batu bara, dilengkapi dengan kanopi salah satunya berberdiameter 100 cm. Penghangat DOC ini di antaranya bisa menghangatkan 500 ekor DOC.

Briket batubara sendiri merupakan bahan bakar padat berbentuk dan berukuran tertentu yang tersusun dari partikel batubara yang kokas maupun semikokas halus yang telah diproses dan diolah dengan daya tekan tertentu agar lebih mudah dimanfaatkan. Banyak pula peternak skala menengah dan besar menggunakan briket batubara sebagai pengganti minyak tanah dan gas.

Penghangat DOC dengan menggunakan bahan bakar minyak tanah tak ketinggalan. Yang unik, penghangat ini di antaranya sudah dilengkapi dengan kanopi berdiameter 100 cm dan bisa dipakai untuk 500 DOC.

Diakui oleh alumnus FKH Unair ini, alat pemanas untuk brooder memang bervariasi. Begitulah variasinya, ada yang berupa kompor biasa, ada yang berbahan bakar gas elpiji, ada yang memakai bahan bakar arang, batubara, dan lain-lain. Semua ini lantaran, “Tingkatan peternak juga bermacam-macam,” kata Drh Yoyok.

Menurutnya, bagi peternak besar dan peternak sedang, brooding yang digunakan biasanya adalah gasolec. Adapun, peternak kecil yang kebanyakan merupakan peternak ayam pedaging, biasanya memanfaatkan sumber panas apapun yang ada termasuk kompor, arang, maupun kayu bakar.

Selain Alat Pemanas Juga
Harus Bagus

Selanjutnya dengan terpenuhinya sumber bahan bakar pemanas itu maka faktor-faktor yang lain di dalam masa brooding alias pemanasan pengindukan itu juga harus bagus. Faktor-faktor itu antara lain masalah layar, litter, dan air minum.

Adapun masalah-masalah dalam brooding menurut Setyono Al Yoyok juga dapat terjadi. Menurutnya, kegagalan brooding dapat menyebabkan timbulnya penyakit Kolibasilosis yang biasanya muncul pada, “Ayam usia mau panen,” katanya.

Kegagalan sistem pengindukan dan pemanasan ini jelas merugikan secara ekonomi. Bahkan akibat serangan kuman itu dapat pula memunculkan penyakit dengan gejala utama ayam ngorok. Penyakit itu, apalagi kalau bukan CRD (Chronic Respiratory Disease).

Dari banyak kasus penyakit yang muncul akibat kegagalan brooding itu, Drh Yoyok mengungkap bahwa yang paling dominan adalah Kolibasilosis. Secara berurut sebab akibatnya, ayam yang terserang penyakit ini dimulai dengan serangan-serangan fisik ayam kembung lantaran suhu dan tubuh terlalu dingin, temperatur brooding tidak sesuai dengan kebutuhan DOC.

Kondisi ayam yang demikian dapat berlanjut ayam mengalami asites. Kondisi buruk ini diperparah lagi dengan penyebaran kuman Koli di dalam air minum. Bilamana Escherechia coli ini masuk dan terus berkembang biak, sedangkan kondisi ayam buruk, tingginya kasus serangan Kolibasilosis pun tak terbendung.

Sebaliknya, kata Drh Setyono Al Yoyok, “Kalau brooding bagus, kasus Kolibasilosis minim.” Dan, lanjutnya, “Supaya pemanas pengindukan ini bagus, maka ada kondisi yang harus kita persiapkan.”

Dokter hewan yang berpengalaman di banyak tempat peternakan baik di sektor produksi maupun sarana produksi ini pun mengungkap persiapan yang diperlukan itu antara lain manajemen pemilihan waktu DOC. “Layar kandang harus diperhatikan,” ujarnya.

Ia mengungkapkan di daerah Malang, sistem brooding yang diterapkan ada yang memakai sistem brooding termos. Dengan sistem ini tempat brooding bisa di bawah juga bisa di atas. Kandang dengan sistem ini, layar tertutup atau terbuka bisa separuhnya. Sementara yang separuh lagi juga bisa dibuka atau ditutup. Jadi, “Ada dobel layar,” ucap Yoyok.

Setelah pengaturan layar itu, brooding bisa disekat sesuai dengan kebutuhan. Adapun jumlah tempat makan atau tempat minum pun mesti diatur, supaya, “Saat DOC makan dan minum, tidak berebut,” kata Drh Yoyok. Ia pun menambahkan untuk pakan pemberiannya sedikit demi sedikit, dengan tujuan pakan tidak tumpah.

Dengan tidak tumpahnya pakan, dan ayam memakan secara bertahap akan memberi rangsangan nafsu makan, sehingga konversi pakan (FCR) pun akan menjadi yang terbaik. Kondisi ayam pun selalu segar. Tentu saja mesti dilengkapi dengan semua kebutuhan yang lain tersebut, tak terkecuali dan teristimewa dalam konteks ini: pemanas yang meski berbeda-beda wujudnya tetap bertujuan sama dalam sistem brooding alias sistem pengindukan. (red)

Wabah Rabies Mengilhami Ogoh-Ogoh

Bali sebagai daerah tujuan wisata sangat sarat akan budayanya. Tiada hari tanpa upacara, bahkan Bali itu sendiri diakronimkan sebagai propinsi banyak libur. Ini tidak bisa dipungkiri lagi, karena di dalam penanggalan yang khusus diterbitkan di Bali banyak ditemukan hari libur yang dikaitkan dengan keagamaan dan budaya, misal Hari Raya Galungan dan Kuningan, Hari Raya Saraswati, Tumpek kandang, Tumpek landep, Tumpek uduh, Pagerwesi, Sugihan Jawa, Sugihan Bali, dan lain-lain. Walaupun banyak libur masyarakat Bali tidak pernah kekurangan materi dan rejeki senantiasa ada, disukai wisatawan asing dan domestik, hidup rukun dan guyub sesama umat beragama.

Salah satu hari penting di Bali dan tidak ada duanya di dunia adalah peringatan Hari Raya Nyepi atau Tahun Baru Çaka 1932. Umat Hindu diharapkan tidak makan dan minum (amati geni), tidak bepergian (amati lelungan) dan tidak melakukan kegiatan bekerja (amati karya) selama 24 jam.

Pada saat Hari Raya Nyepi tersebut, Bali bagaikan kota mati, gelap-gulita tanpa penerangan, tidak boleh ada orang bepergian, tanpa listrik bahkan siaran TV dimatikan. Walaupun begitu, saat malam menjelang Nyepi, jalanan di Bali sangat ramai dipadati orang, karena ada pawai ogoh-ogoh atau sering disebut sebagai malam pengrupukan.

Makna ogoh-ogoh bagi masyarakat Hindu merupakan simbolis dari peperangan antara nafsu baik (dharma) melawan nafsu buruk (adharma) yang akhirnya dimenangkan oleh nafsu baik dengan diakhiri pembakaran ogoh-ogoh pasca diarak keliling kota atau kampung.

Pembuatan ogoh-ogoh butuh kocek cukup banyak bahkan sampai puluhan juta rupiah. Salah satu ogoh-ogoh yang disajikan masyarakat Hindu mengambil tema rabies yang penampilannya sangat menggelitik. Sungguh ironis Bali-ku, masuknya wabah rabies akibat ulah segelintir orang yang tidak bertanggung jawab. Belum ada kepastian dari mana sumber rabies tersebut, apakah dibawa dari anjing ras pengidap yang berasal dari daerah rabies (NTT dan Jawa Barat) atau anjing yang dibawa oleh para nelayan Sulawesi berfungsi sebagai alarm dog. (mas djoko)

Meeting Nasional 2010 PT Medion

Pada tanggal 25 – 27 Februari 2010, PT Medion mengadakan Meeting Nasional 2010 yang bertempat di Hotel Amalia dan Hotel Grande, Bandar Lampung.
Meeting Nasional rutin diadakan tiap tahun dan diikuti oleh seluruh team marketing dari seluruh cabang di Indonesia. Presiden Direktur PT Medion, Jonas Jahja beserta istri, Amalia Jonas, juga hadir dalam pelaksanaan Meeting Nasional.

Meeting yang bertemakan Perusahaan Indonesia yang Inovatif dan Berkualitas ini, memiliki tujuan utama yaitu evaluasi pencapaian target penjualan tahun 2009 dan penetapan target penjualan di tahun 2010.

Dalam acara meeting tersebut perusahaan juga meningkatkan kompetensi team marketing dengan berbagai pelatihan. Drh. I Wayan Teguh Wibawan – dekan Fakultas Kedokteran Hewan IPB menjadi salah satu pembicara dalam acara pelatihan tersebut. Beliau menyampaikan topik differential diagnosa ND, IB dan AI.

Dalam kelas yang berbeda Bpk. Tony Unandar – Konsultan Teknis Peternakan menyampaikan topik yang sama dilengkapi dengan training management farm layer. Pelatihan lainnya yang tak kalah menariknya adalah pelatihan uji serologis dan biosekuriti yang disampaikan oleh Ibu Melina Jonas dan Drh. Budi Purwanto, Team Management PT Medion.

Pada malam kedua, Acara Penghargaan Prestasi dan Anugerah Bakti turut mewarnai rangkaian acara Meeting Nasional ini. Dimeriahkan oleh penampilan para peserta meeting dengan berbagai kesenian membuat suasana malam itu bertambah meriah. Sebelum kembali ke wilayah kerja masing-masing, panitia mengajak peserta berwisata ke Pantai Mutun untuk relaksasi bersama.

Setelah mengikuti acara ini, diharapkan team marketing akan lebih kompeten dan bersemangat dalam menjalankan tugasnya. Sukses Medion!. (Inf)

Unjuk Rasa Pedagang Ayam Menolak Berlakunya Perda No. Tahun 2007

Siang itu sekitar 2.000 pedagang ayam dan mahasiswa memblokir Jalan Kebon Sirih dan Jalan Medan Merdeka Selatan. Mereka menuntut pembatalan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 mengenai peredaran unggas di Jakarta serta melempari Kantor DPRD dengan bangkai ayam.

Para pedagang ayam dari berbagai wilayah berkumpul di depan Kantor DPRD di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (23/3), untuk menuntut DPRD agar serius dalam meminta penundaan relokasi tempat pemotongan ayam yang tersebar di berbagai lokasi. Sebelumnya, DPRD mengirimkan surat penundaan relokasi, tetapi diabaikan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Karena tak ada anggota DPRD yang menemui para pengunjuk rasa, massa mulai marah dan memblokir jalan. Mereka juga memotong ayam dan melemparkan beberapa bangkai ayam ke dalam halaman kantor itu. Alhasil kemacetan parah terjadi di Jalan Kebon Sirih karena pemblokiran jalan. Lalu lintas dialihkan melalui Jalan Sabang.

Massa akhirnya pindah ke depan Balaikota DKI dan memblokir Jalan Medan Merdeka Selatan. Mereka kembali menuntut pembatalan revisi atau pembatalan Perda No 4/2007. Perda itu mewajibkan semua penampung dan pemotong ayam masuk ke lima rumah potong ayam (RPA) yang disiapkan pemerintah.

Wuryono, salah satu pedagang ayam, mengatakan, relokasi itu akan mematikan banyak usaha pemotongan ayam tradisional. Pedagang ayam Kalideres khawatir pemusatan RPA akan meningkatkan biaya dan berdampak pada mahalnya harga jual.

“Perlu tambahan biaya untuk membayar angkutan ayam dari RPA ke pasar tempat saya berjualan. Modal yang keluar juga lebih besar karena saya harus beli es batu dan tempat khusus untuk mewadahi ayam. Tambahan biaya itu akan membuat harga jual ayam lebih mahal sampai Rp 2.000 per ekor,” kata Wuryono.

Di Balaikota DKI Jakarta, perwakilan pengunjuk rasa diterima Asisten Sekretaris Daerah Bidang Perekonomian Mara Oloan Siregar serta Kepala Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta Edy Setiarto.

Kepada kedua pejabat itu, Ketua Perhimpunan Pedagang Unggas Jakarta Siti Maryam meminta perda peredaran unggas direvisi dan jaminan tidak ada razia penampungan dan pemotongan ayam tradisional. Para pedagang juga akan mogok berjualan pada 23-25 Maret.

Mara Oloan mengatakan, selain mencegah penyebaran virus flu burung, pemusatan RPA juga dapat untuk mengatasi isu penggunaan formalin dan penjualan ayam bangkai atau mati kemarin (tiren). Semua penampung dan pemotong ayam juga akan diberi tempat di RPA. Dengan demikian, tidak ada pedagang ayam yang kehilangan pekerjaan.

Kepada massa pengunjuk rasa, Edy Setiarto mengatakan, pemerintah menjamin tidak akan ada razia besar-besaran terhadap pemotongan ayam tradisional pada 24 April. Pihaknya akan memperluas dan memperbaiki sosialisasi mengenai relokasi tempat pemotongan ayam tradisional.

“Kita datang ke sini untuk menolak Perda Nomor 4 tahun 2007 dan rencana relokasi rumah pemotongan ayam oleh Pemprov DKI,” kata perwakilan Asosiasi Pedagang Unggas asal Jakarta Barat Yadianto saat berorasi di depan gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu.

Salah seorang pedagang ayam dari Cempaka Putih Sofyan Sofwan mengatakan bahwa aturan relokasi RPA ke lima tempat resmi yang ditunjuk Pemprov DKI itu akan mematikan banyak pedagang ayam kecil yang ada di Jakarta. Salah satu alasannya adalah bahwa untuk melakukan pemotongan di RPA resmi misalnya di Rawakepiting, dibutuhkan jumlah ayam minimal 500 ekor untuk bisa “booking” (memesan tempat) pemotongan.

“Setiap potong dipungut 75 perak. Kalau jumlahnya kurang harus berkelompok, padahal kami adalah pedagang kecil,” ujarnya.

Selain itu, para pedagang disebutnya hidup dari pesanan ayam potong yang unik atau khusus dari para pelanggannya. Sofyan mencontohkan ada perbedaan dari pemesanan ayam potong, sesuai dengan kebutuhan.

“Kalau orang Medan, mereka minta darahnya juga. Setelah dipotong kemudian dikasih jeruk untuk melihat kualitas ayam. Sedangkan pelanggan dari etnis China minta darah untuk sesaji,” ujarnya.

Dengan pemesanan yang unik itu maka jika pemotongan dilakukan di RPA resmi dikhawatirkan para pedagang itu akan kehilangan pelanggan mereka. Selain itu, penerapan Perda itu juga dikhawatirkan akan menimbulkan dampak yang lebih luas kepada pemasok ayam dari daerah-daerah luas Jakarta seperti Cilacap, Yogyakarta, Indramayu dan daerah pinggiran Jakarta.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengatakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan antisipasi terhadap ancaman virus H5NI (flu burung) di wilayahnya dengan menerapkan Perda Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pengendalian Pemeliharaan dan Peredaran Unggas di Ibukota Jakarta.

Dalam Perda tersebut, pada April 2010 mendatang seluruh pemotongan ayam yang ada di Jakarta akan direlokasi ke lima RPA resmi di Jakarta Timur, Jakarta Selatan, dan Jakarta Barat. Hal itu dimaksudkan agar tidak ada lagi tempat pemotongan dan penampungan ayam di pemukiman penduduk.

Kelima RPA resmi itu masing-masing adalah RPA Rawakepiting di Kawasan Industri Pulogadung, RPA Pulogadung di Jl Palad, RPA Cakung di Jl Penggilingan (Jakarta Timur), RPA Kebun Bibit, di Petukanganutara, Jakarta Selatan dan RPA Ekadharma di Jl Ekadharma, Srengseng, Jakarta Barat.

Relokasi Pedagang Ayam Ditunda
Sebelumnya perjuangan para pedagang dan pengusaha ayam yang beberapa kali menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta menuntut penolakan relokasi sempat mendapat angin segar. Ya, setidaknya hal tersebut tercermin dari sikap DPRD DKI Jakarta yang merekomendasikan untuk menunda pelaksanaan relokasi hingga September mendatang.

Padahal, pelaksanaan relokasi pedagang ayam di pasar-pasar tradisional dan pemukiman seyogyanya akan dilakukan pada April. Penundaan relokasi bertujuan memberikan waktu kepada DPRD bersama eksekutif dan perhimpunan pedagang ayam serta pakar perunggasan untuk bertemu menelaah dan mengkaji pasal-pasal dalam Perda No 4 Tahun 2007 tentang Pengendalian Pemeliharaan dan Peredaran Unggas serta Pergub No 1909 Tahun 2009 tentang Lokasi Penampungan dan Pemotongan Unggas.

Rekomendasi tersebut muncul saat pertemuan antara Komisi B DPRD DKI Jakarta dengan Himpunan Pedagang Unggas Jakarta bersama Kepala Dinas kelautan Perikanan dan Ketahanan Pangan DKI Jakarta, Edy Setiarso, di ruang rapat Komisi B DPRD DKI Jakarta, Senin (15/3).

Hampir terjadi kericuhan saat pertemuan tersebut berlangsung lantaran pedagang ayam merasa tidak puas dengan keputusan Komisi B untuk memberikan surat jaminan keamanan bagi para pedagang agar tidak mengalami intimidasi dari berbagai pihak. Beberapa pedagang berebutan menginterupsi Ketua Komisi B, Selamat Nurdin, yang akan menutup jalannya pertemuan. Namun, suasana tegang mencair setelah Selamat Nurdin memberikan kesempatan lima pedagang berbicara menyampaikan aspirasinya.

Selamat Nurdin menegaskan, Komisi B telah melayangkan surat rekomendasi tentang penundaan pelaksanaan relokasi pedagang ayam pada April mendatang serta akan melakukan telaah dan kajian terhadap isi Perda No 4/2007 dan Pergub No 1909 tahun 2009 kepada Ketua DPRD DKI Jakarta Ferial Sofyan. Alasan penundaan relokasi dikarenakan aspirasi dari pedagang. Selain itu dari hasil pantauan persiapan di lapangan, lima rumah pemotongan ayam resmi belum maksimal atau belum siap seratus persen.

“Jadi kita surati Ketua DPRD agar segera menyurati Gubernur untuk menunda enam bulan sampai menunggu analisa konten Perda dan Pergub bersama denga para pakar perunggasan dan perwakilan pedagang ayam,” ujar Selamat Nurdin, di ruang rapat Komisi B DPRD DKI Jakarta, Senin (15/3).

Analisa konten Perda dan Pergub ini dilakukan karena kedua peraturan tersebut tidak bisa dibatalkan dengan tiba-tiba, melainkan harus ada mekanisme yang harus dilalui terlebih dahulu. Misalnya melalui penelahaan dan pengkajian secara objektif dari sisi sosial dan ekonomi. Jika ternyata tidak signifikan pelaksanaan relokasi, maka Perda harus diubah dan Pergub No 1909 tahun 2009 bisa batal.

Selamat menegaskan Perda No 4 tahun 2007 merupakan produk hasil kerja sama antara dewan dan pemprov, sehingga penyelesaian permasalahan ini tidak hanya dapat diselesaikan ditangan Pemprov DKI saja.

Kepala Dinas Kelautan, Perikanan dan Ketahanan Pangan DKI Jakarta, Edy Setiarto mengajak kepada seluruh pedagang ayam untuk bertemu dan membahas pelaksanaan Perda dan Pergub tersebut. Menurutnya, relokasi menguntungkan baik dari faktor unggas, pengusaha atau pemotong ayam, konsumen, dan lingkugan sekitarnya.

“Rencana ini sudah dipertimbangkan dengan matang supaya tidak saling membunuh. Makanya pedagang ayam akan disatukan dan dibina. Relokasi justru mengangkat pengusaha dan lingkungan sekitar begitu juga dengan kualitas ayam,” kata Edy.

Sedangkan Ketua Himpunan Pedagang Unggas Jakarta, Siti Maryam, mengatakan, relokasi pedagang ayam akan menambah biaya usaha, karena harus membeli tambahan alat pendingin, tenaga ekspedisi, dan tenaga packing (kemas). Dikhawatirkan dengan adanya relokasi, puluhan ribu pedagang ayam beserta dengan karyawannya akan mengalami penutupan usaha, akibatnya menambah jumlah pengangguran di Jakarta.

Karena itu, dia mengajukan pasal-pasal yang harus direvisi dalam Perda No 4 Tahun 2007 yakni pasal 2 tentang kondisi kandang harus berjarak 25 meter dari pemukiman. “Peraturan itu hanya berfungsi kepada peternakan ayam bukan untuk pedagang ayam. Karena biasanya ayam di pasar akan habis dalam dua hari,” ungkap Siti. Selain itu, pasal 3 tentang tindakan penutupan dan penyitaan unggas pangan, kemudian pasal 6 dan 7 serta pasal 13 dan 14 tentang sanksi berupa denda dan kurungan juga dinilai terlalu berat oleh para pedagang dan perlu dilakukan revisi.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sendiri kembali menegaskan rencana penundaan penertiban tempat penampungan dan pemotongan unggas di luar ketentuan pemerintah. Razia ini tadinya akan dilaksanakan pada 24 April 2010 sebagai aplikasi Perda Nomor 4 Tahun 2007 tentang pengendalian pemeliharaan dan peredaran unggas dan Keputusan Gubernur Nomor 1909 Tahun 2009 tentang lokasi penampungan dan pemotongan unggas.

“Sebelum tercipta win-win solution (dengan pedagang), pada 24 April tidak akan dipaksa dan dijamin tidak ada eksekusi pedagang ayam,” kata Asisten Perekonomian dan Administrasi DKI Jakarta Mara Oloan Siregar.

Edy Setiarto menambahkan pada 24 April para pedagang diminta tetap melakukan aktivitas seperti biasa sambil menunggu tuntasnya diskusi mengenai perunggasan antara DPRD, Pemprov, dan perwakilan pedagang.

Sebelumnya, Komisi B DPRD DKI Jakarta merekomendasikan kepada Pemprov DKI untuk menunda pemberlakuan Perda Nomor 4 Tahun 2007 dan Keputusan Gubernur Nomor 1909.

Selama penundaan, pemerintah diminta menelaah kembali semua dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan oleh perda terhadap para pedagang dan pemotong unggas. “Kami minta waktu enam bulan, dari April hingga September untuk mengkaji perda, yang salah satunya mendatangkan ahli untuk melakukan analisis obyektif,” kata Ketua Komisi B Selamat Nurdin.

Mogok berjualan
Aksi mogok berjualan yang diterapkan pedagang ayam juga terlihat dampaknya. Puluhan los pedagang ayam di Pasar Grogol dan Cengkareng, Jakarta Barat, serta Pasar Palmerah, Jakarta Pusat, kosong. Di Pasar Grogol, dari 50 pedagang ayam, hanya satu pedagang yang tetap berjualan. Di Pasar Cengkareng, semua los pedagang ayam dan pedagang ayam goreng tutup.

Mamun, pedagang ayam di Pasar Cengkareng, mengatakan, mereka mogok berjualan sebagai bentuk protes dengan rencana pemusatan RPA. Pemogokan itu membuat para konsumen ayam kebingungan mencari daging ayam. Eko (36), pedagang kaki lima di Grogol, mengaku mendatangi Pasar Grogol dan Cengkareng, tetapi sama sekali tidak mendapatkan ayam.

Di Pasar Jatinegara, para pedagang ayam meminta pemerintah mengajari mereka untuk menciptakan RPA kecil yang sesuai standar kesehatan. Fahrur Rozi, pedagang ayam, mengatakan, mereka akan patuh jika pemerintah membina dan memberi standar RPA yang steril. Mereka juga mau membayar retribusi yang masuk akal asalkan diizinkan mempunyai RPA yang dekat dengan pasar tempat mereka berjualan.

Menurut Ihsan, pedagang ayam di Petak Sembilan, Jakarta Barat, jarak RPA yang dekat dengan pasar dibutuhkan untuk mengurangi biaya angkut. Selain itu, kedekatan RPA dan pasar juga dibutuhkan agar tidak banyak waktu terbuang untuk pengangkutan sehingga daging ayam tetap segar saat dijual. (wan)

Swasembada Daging: Obsesi Atau Kebutuhan?

Ada 15 komoditi yang menjadi katalis bagi pengembangan dunia agribisnis di Indonesia diantaranya beras, kedelai, jagung, gula, kopi, kakao, sapi, ayam, tuna, udang, mangga.

“Perlu harmonisasi dan sinkronisasi kebijakan. Roadmap perlu terintegrasi dari hulu hingga hilir hingga produk-produk pertanian kita memiliki nilai tambah. Terkait sapi dan daging, Indonesia pernah mencapai prestasi mengekspor daging ke Hongkong. Strategi ke depan bagaimana swasembada daging dengan peningkatan populasi sapi potong dan sapi perah. Penting pula bagi kita bagaimana cara meningkatkan kemampuan meningkatkan populasi. Untuk itu butuh kebijakan yang efektif agar kendala-kendala seperti industri pembibitan, industri pemotongan dan industri pengolahan daging serta berbagai industri sampingannya,” demikian dikatakan Juan Permata Adoe (KIBIF) saat talkshow Swasembada Daging: Obsesi atau Kebutuhan? yang digelar dalam rangkaian Agrinex 2010 di Jakarta Convention Center.

irjen Peternakan, Tjepy D Sudjana yang berkesempatan hadir pada saat itu menegaskan sebenarnya kita optimis swasembada daging. Potensi kita cukup besar untuk itu. Dicontohkannya, lahan-lahan kita untuk mendukung budidaya sapi sangat besar. Pemerintah terus melakukan berbagai upaya untuk menciptakan situasi kondusif bagi peternak sapi di Indonesia untuk maju dan berkembang.

Yudi Guntoro Noor (Ketua Umum Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia/ISPI) mengatakan dibanding ternak ruminansianya lainnya, sapi merupakan ternak yang siklusnya panjang. “Jika hari ini kita makan sop buntut, maka tiga tahun setelahnya baru bisa dihasilkan sapi penggantinya,” tandasnya. Menurutnya, selain peternak, bibit ternak dan teknologi pakan merupakan hal-hal penting dalam pewujudan swasembada sapi.

Seorang peserta talkshow asal Banyumas, Sukirno menyoroti tentang limbah/kotoran sapi yang selama ini belum banyak dimanfaatkan untuk pupuk. Ia mengisahkan pengalamannya dalam mengolah limbah sapi dengan menggunakan mikroba menghasilkan produk yang dibranded-nya sebagai “Pusaka Alam” sebagai cairan nutrisi untuk tanaman.

Forum Peternak Sapi Indonesia pun turut memberikan masukan-masukan berharga dalam pengembangan sapi di Indonesia, serta mengharapkan dukungan pemerintah bagi peternak-peternak sapi di Tanah Air.

Dipandu oleh Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Dr. Luki Abdullah, talkshow ini berjalan sangat menarik. Hal ini dibuktikan dengan antusiasme peserta untuk berdiskusi tentang topik peternakan ini. (wan/ipb)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer