Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Di Akhir Tahun,Telur Ayam Dirundung Kelam

Akhir tahun 2009 ini, dunia perunggasan Indonesia nampaknya layak untuk di dikatakan sebagai sebuah kondisi yang ”sangat-sangat” tidak menggembirakan. Karena, setidaknya ke 3 (tiga) komoditi perunggasan yang potensial menggerakkan perekonomian riil di tengah masyarakat, yaitu daging ayam negeri, daging ayam kampung dan telur negeri, harganya telah jatuh mendekati titik nadir dalam sejarah perunggasan Indonesia selama ini.


Ketika tulisan ini dibuat (mendekati akhir Nopember 2009), harga ketiga komoditi pangan itu telah menyentuh level psikologis di bawah titik impas (BEP) masing-masing selama hampir lebih dari 6 minggu bahkan ada yang telah mencapai lebih dari 20 minggu.
Peternak benar-benar sedang mengalami ujian berat. Dan bagi yang masih bertahan, tanpa mengurangi populasi secara ekstrim ataupun menunda peremajaan, memang mempunyai pengharapan besar untuk meraih keuntungan lebih besar di tahun depan (2010). Istilah lazim di kalangan peternak BALAS DENDAM KERUGIAN akan diraih di hari kemudian. Namun toh jika ada yang terpaksa untuk menunda peremajaan dan atau yang menghentikan produksi alias tidak ada DOC masuk (chick in), sudah pasti sebuah langkah yang paling sangat realistis, jika tidak ingin tergulung usahanya.

Informasi yang dikumpulkan oleh Tim Pemantau Lapangan INFOVET Jawa Tengah - Yogyakarta, bahwa harga telur berada di bawah titik impas sudah berjalan lebih dari 21 minggu. Sebuah kondisi yang benar-benar sangat menyesakkan dada peternak. Berbagai upaya dan usaha bersama dari para peternak yang tergabung dalam organisasi atau asosiasi peternak, terus dilakukan. Namun ternyata tidak juga berdampak nyata untuk kurun waktu yang lama.
Langkah nyata yang telah dilakukan oleh beberapa peternak di Jawa Tengah antara lain menyumbangkan secara gratis ke yayasan atau panti asuhan. Selain itu, juga ditempuh aksi bagi-bagi telur masak sebanyak 19 ton oleh PINSAR Solo dalam rangka memecahkan rekor MURI, adalah bentuk nyata yang lain untuk mendongkrak harga telur di pasar.
Sekali lagi, langkah itu meski sempat menyeret harga telur sedikit naik, namun tidak dapat berlangsung lama, bahkan 2 hari pun, harga itu tidak kuat bertahan. Alias harga kembali ke titik awal sebelum upaya itu dilakukan.

Harga telur saat ini (mendekati akhir Nopember 2009) berkisar di angka Rp 7.600 – Rp 7.800 dan sudah berlangsung lebih dari 2 minggu. Dengan titik impas sekitar Rp 10.000/kg, maka berarti peternak harus menanggung beban kerugian rata-rata sekitar Rp 2.500/kg. Memang pada kisaran bulan Juli – pertengahan Agustus 2009, harga masih mendekati titik impas yaitu berkisar Rp 10.000 – Rp 10.500/kg, kemudian terus melorot sampai Rp 9.400 – Rp 9.600/kg selama hampir 3 minggu hingga akhirnya menembus dibawah harga Rp 9.000/kg untuk waktu yang panjang.

Harga memang sempat bergerak naik agak siginifikan di pertengahan September mendekati Lebaran, yaitu pada level di atas Rp 12.000/kg, namun sayangnya hanya berlangsung kurang dari seminggu saja. Harga kembali ke level di bawah titik impas lagi.

Sedangkan harga komoditi daging ayam potong, memang tidak mengalami fluktuasi yang ekstrim sebagaimana harga telur. Meski demikian, jika akumulasi dari bulan Juli sampai dengan akhir Nopember 2009 ini, maka harga secara umum, masih berada di bawah titik impas.

Proporsi waktu antara harga ekstrim tinggi dengan harga di bawah titik impas sekitar 35:65. Artinya peternak dalam posisi menanggung beban kerugian yang lebih lama dibanding tingkat keuntungannya. Pada bulan Juli 2009 memang relatif stabil dengan harga di kisaran Rp 12.500/kg s/d Rp14.000/kg. meski hanya berlangsung sekitar 2,5 minggu. Namun demikian harga pun pernah menyentuh di angka Rp 10.000/kg.

Atas hasil catatan TPL, bahwa kisaran harga daging ayam potong, ternyata pada level Rp 11,500 adalah harga yang paling lama bertahan. Dengan lain kata, pada level Rp 11.500/kg dimana titik impas secara umum adalah pada angka Rp 11.750- Rp 12.000 berarti beban kerugian peternak memang tidak terlalu banyak, namun dalam rentang waktu yang sangat panjang/lama, akhirnya kumulatif peternak menderita..

Sedangkan komoditi daging ayam kampung, lebih unik dan menarik lagi. Menarik oleh karena setelah wabah Flu Burung yang menghabiskan populasi ayam kampung milik penduduk, mestinya hukum ekonomi akan berlaku. Tetapi ternyata tidak juga hal itu terjadi. Bahkan harga pernah jatuh pada kisaran Rp 14.500/kg dengan titik impas berkisar Rp 18.000 - Rp19.000.
Konsumen utama daging ayam kampung adalah beberapa rumah makan khas tertentu memang relatif banyak membutuhkan, akan tetapi pasokan yang paling besar adalah berasal dari ayam kampung silangan yang dibudidayakan secara semi intensif oleh peternak profesional. Istilah ini untuk membedakan dengan peternakan rakyat yang dipelihara dan dibudidayakan ekstensif tradisional, alias dilepas bebas.

Posisi pemasok sebelum wabah FB memang dari peternakan ekstensif rakyat, namun akhirnya tergantikan oleh ayam kampung silangan yang sebenarnya populasinya juga belum begitu banyak. Menjadi unik oleh karena pada umumnya ketika menjelang lebaran harga terangkat naik, ternyata lebaran 2009 ini justru harga melorot mendekati titik impas. Lebaran 2009 di Jateng-Yogyakarta, harga hanya mampu menapak di kisaran Rp 17.000 – Rp 18.500. Artinya memang secara matematis ada selisih positif antara ongkos produksi dengan harga penjualan. Namun senyatanya peternak umumnya, tidak mendapatkan apapun justru menderita kerugian oleh karena tingkat kematian (mortalitas) yang relatif masih tinggi 9 – 12 %.
Memang masih menjadi pertanyaan para pelaku usaha ayam kampung mengapa hal itu terjadi. Sebab harga daging sapi yang menjadi kompetitor utama dalam menu lebaran justru relatif stabil dengan kecenderungan bergerak naik sedikit. Tetapi kenaikan harga ayam kampung tidak seperti Lebaran 2008 yang justru menembus angka Rp 24.000 padahal dengan ongkos produksi hanya 12.500 saja..

Berkaitan dengan kondisi harga komoditi perunggasan yang sangat memprihatinkan itu, para peternak mencoba meraba-raba penyebabnya, atas dasar aneka informasi yang diperoleh. Dugaan penurunan daya beli masyarakt yang melemah, tidak nyata sekali menjadi penyebab. Terlebih di tahun 2009 ada kegiatan berskala nasional yang bersifat serentak yaitu kampanye Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden, mestinya justru mampu menggenjot tingkat konsumsi komoditi itu.

Kemudian perkiraan peternak, tentang adanya telur dari negeri jiran Malaysia ataupun tepung telur impor juga mestinya tidak akan berpengaruh signifikan. Karena menurut asumsi peternak, pasokan telur impor itu sudah pasti tidak akan mampu dalam volume yang banyak.

Selanjutnya kecurigaan peternak pada saat bulan September sampai Nopember 2009 dimana harga DOC petelur yang relatif sangat murah, dituduh menjadi biang keladinya. Kambing hitamnya adalah perusahaan pembibitan ayam (breeding farm) yang telah melepas dan menggelontor telur tetas ke pasar konsumsi. Kecurigaan ini memang yang paling dapat diterima akal sehat, namun toh, seharusnya juga tidak akan mampu berlangsung lama, jika hal itu menjadi penyebabnya.

Lalu informasi terakhir tentang populasi ayam petelur dan ayam potong di Kalimantan dan Sulawesi yang sudah berkembang pesat, menurut para peternak menjadi faktor penyebab utamanmya. Produksi telur dan populasi ayam di pulau Jawa yang jelas nyata ada kencenderungan meningkat itu, sangat mungkin tidak tersalurkan hasilnya ke kedua pulau itu yang selama ini menjadi pasar utama. Informasi yang diperoleh Tim Pemantau Lapangan Infovet pada saat Rakernas ASOHI memang menguatkan dugaan yang terakhir ini.

Informasi sumber Infovet yang ditemui saat Rakernas ASOHI di Jakarta akhir Oktober 2009 memang menguatkan kecurigaan para peternak di Jawa bahwa kedua pulau besar itu sudah mampu memenuhi kebutuhan sendiri. Meski demikian, umumnya sangat sulit diperoleh kepastian seberapa besar pertumbuhan populasi dan banyaknya populasi ayam petelur dan ayam pedaging di kedua pulau besar itu.

Umumnya para peternak di Jawa menyikapi kondisi yang menimpa saat ini, masih dengan nada optimistis. Mereka seolah sepakat, bahwa bagaimanapun badai pasti akan berlalu. Namun peternak yang menjadi korban amukan badai harga juga tidak sedikit. Apakah mereka bisa bangkit atau sebaliknya terus terpuruk, tergantung dari keuletan dan kekuatan untuk berkelit .

Tahun 2010 tetap memberikan pengharapan yang luas membentang, bersiaplah menyongsong tetapi dengan selalu penuh kewaspadaan... (iyo)

ulasan artikel selengkapnya baca infovet edisi 185/Desember 2009 atau info pemesanan dan belangganan selengkapnya disini

Keamanan Pangan Asal Hewan

Masalah pangan merupakan masalah yang tidak bisa dilepas begitu saja dari kehidupan manusia. Pangan merupakan kebutuhan yang paling dasar bagi kehidupan manusia. Ironis sekali, Indonesia sebagai negara agraris belum dapat memanfaatkan keunggulan komparatif yang dipunyai untuk membangun ketersediaan pangan bagi penduduknya.

Hal ini dapat dilihat dari kebijakan pemerintah yang masih melakukan impor terhadap sejumlah kebutuhan pangan dasar seperti susu, daging sapi dan kedelai. Satu pertanyaan mendasar, bagaimana mungkin membangun sumber daya manusia yang unggul di tengah kesulitan mendapatkan pangan?

Masalah lain yang tak kalah pentingnya adalah perihal keamanan pangan itu sendiri. Pangan yang dibutuhkan konsumen bukan saja sehat dan bergizi namun lebih dari itu, segi keamanannya lebih utama dan penting bagi konsumen untuk menghilangkan kekhawatiran dalam mengkonsumsi pangan dimaksud.

Hal itu mencuat dalam Seminar Nasional Pangan bertema Keamanan Pangan Dalam Rangka Menyangga Kecukupan Pangan yang Berasal dari Hewan. Seminar ini diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Ternak di gedung LPPU Undip Tembalang (29/10). Seminar digelar dalam rangka memberikan informasi jujur kepada konsumen perihal maraknya produk pangan yang tidak layak makan beredar dipasaran.

Ketua panitia penyelenggara Muhammad Iqbal Lintang Dalu menyatakan, pangan dengan kuantitas dan kualitas yang baik sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Informasi tentang pangan bermutu tersebut jarang yang menyentuh langsung ke kehidupan nyata di lapangan. Maka dari itu, pelaksanaan seminar ini setidaknya mampu memberikan informasi kepada konsumen perihal pangan bermutu tersebut. Pada kesempatan tersebut hadir sebagai pembicara Dra Rustyawati MKes Apt Kepala Bidang Pemeriksanaan dan Penyidikan Balai Besar Pemeriksaan Obat dan Makanan Semarang dan Ir Tri Wibowo S MBA Anggota Majelis BPSK DKI sebagai narasumber, dengan keynote speaker Bibit Waluyo Gubernur Provinsi Jawa Tengah.

Dalam sambutannya yang dibacakan oleh Ir Witono MSi Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah, penanganan pangan sehat, aman dan halal bagi konsumen bukan merupakan pekerjaan yang mudah untuk dilakukan. Berbicara masalah pertanian dalam arti luas, sektor peternakan merupakan salah satu sektor penyangga dalam penyediaan pangan. Sejauh ini menurut Bibit, perihal keamanan pangan masih saja menjadi dilema bangsa ini.

Sementara itu, Ir Tri Wibowo S MBA mengatakan, sangat sulit bagi konsumen produk hewan memonitor secara langsung peredaran makanan yang tidak sehat. Padahal sejauh ini peredaran makanan yang tidak sehat tersebut tetap marak di negeri ini. Sebut saja, peredaran daging sapi glonggongan, ayam mati kemaren (tiren), pemalsuan telur dan berbagai praktek-praktek yang tidak terpuji lainnya yang dilakukan oleh sejumlah penyedia kebutuhan pangan negeri ini.

“Kita patut gelisah, ketika kita ingin mendapatkan protein yang mempunyai nilai gizi tinggi dari produk ternak yang kita konsumsi, ternyata produk ternak tersebut tidak memberikan manfaat seperti yang kita harapkan dan sebaliknya malah mempunyai efek negatif baik itu jangka pendek maupun jangka panjang, karena kandungan gizi yang ada di dalamnya telah rusak,” papar Tri.

Sehubungan dengan hal tersebut, sebenarnya pemerintah telah mempunyai sejumlah regulasi yang mengatur tentang kemanan produk pangan tersebut khususnya yang berasal dari hewan, di antaranya adalah Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 pasal 21 tentang masalah pangan.

Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa pemerintah melarang baik itu bagi produsen atau pengedar bahan pangan yang kiranya dapat membahayakan kesehatan konsumen. Hal yang sama juga dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1996 tentang perlindungan konsumen.

“Meskipun telah ada regulasi yang jelas mengatur perihal pangan, produksi dan distribusinya serta aman atau tidaknya bagi konsumen, namun tetap saja peredaran makanan tidak sehat marak terjadi di negeri ini,” ujar Tri Wibowo.

Permasalahan pangan bukanlah tugas pemerintah semata, namun perihal keamanan pangan merupakan tanggung jawab semua pihak termasuk masyarakat yang juga sebagai konsumen. Menurut Dra Rustyawati MKes Apt, ada tiga pilar sistem pengawasan obat dan makanan yang menjadi prioritas utama pemerintah yaitu yang pertama; Produsen, sistem pengawasan yang dilakukan oleh internal produsen pangan dengan berpegang pada cara produksi yang baik atau good manufacturing practices (GMP) agar setiap penyimpanan dari standar mutu dapat segera diketahui. Kedua; Pemerintah, pemerintah bertanggung terhadap pengaturan, pembinaan, regulasi, standar mutu pangan, evaluasi produk sebelum diedarkan, pengawasan, pengambilan sampel untuk uji laboratorium, penetapan bahan-bahan yang dilarang digunakan pada proses produksi pangan. Ketiga; Konsumen, masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan seluas-luasnya dalam mewujudkan perlindungan bagi orang perseorangan yang mengkonsumsi pangan.

Terkait sektor pangan untuk konsumen, Rustyawati mengatakan bahwa lembaga yang dipimpinnya mempunyai tupoksi dalam pengawasan mulai dari hulu sampai hilir. “Disini badan POM bekerjasama dengan dinas-dinas terkait,” ujarnya.

Lalu, apakah program tersebut sudah menyentuh konsumen level bawah? Menurutnya pengawasan untuk produsen makanan level bawah, tetap diperhatikan. BPOM telah berkerjasama dengan dinas kesehatan. Badan POM hanya memberikan Standar Operasional Prosedur (SOP) nya seperti prosedur GMP dan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Indikasi keberhasilannya tergantung pada sejauh mana di tingkat konsumen tidak ditemukan lagi kasus-kasus keracunan makanan. Pengawasan yang terlalu ketatpun akan berdampak pada kondisi sosial para pedagang makanan tersebut. Dampak sosial tersebut berupa terjadinya penurunan omzet.

Pada kesempatan terpisah, Ir Witono MSi Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah mengemukakan pendapatnya perihal Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta yang melarang masuknya unggas hidup ke pasar-pasar di seluruh wilayah Ibu Kota ini.

Menurutnya, Perda tersebut sama sekali tidak memberikan pengaruh pada pengusaha peternakan ayam potong di Wilayah Jawa Tengah. “Perda tersebut pada dasarnya terobosan baru dalam rangka membatasi masyarakat kontak dengan unggas hidup yang disinyalir sebagai penular beberapa jenis penyakit,” papar Witono. Dampak yang akan terlihat menurutnya adalah terjadinya pergeseran model perdagangan ayam potong. (yudi, sadarman).

IRONI HARI PANGAN SEDUNIA

Milis disebuah komunitas pertanian mengungkapkan bahwa peringatan akbar ”Hari Pangan Sedunia Nasional ke-29, berlangsung melempem (baca: kurang bergairah)” demikian cuplikan dari forum diskusi ranah maya itu. Peserta diskusi menduga ada beberapa penyebabnya. Antara lain karena nyaris bersamaan dengan pergantian kabinet, anggaran untuk pelaksaan cekak alias mepet, atau mungkin petani sedang berduka karena panen raya jagung dan kedelai ”anjlog jlog” jauh lebih dari separo harga sebelumnya.

Liputan Tim Pemantau Infovet (LTPI), yang ikut pembukaan di hari pertama dan dilanjutkan pameran tidak bisa dibantah bahwa peserta pameran cukup banyak, karena hampir semua ruang penuh, namun sepi pengunjung. Ketika LTPI kembali mengunjungi ke lokasi pameran ternyata masih juga belum mampu menarik minat masyarakat untuk sekadar melihat-lihat.

Ada beberapa hal menarik yang perlu dicatat pada kegiatan nasional ini. Pertama, mungkin pilihan momen atau waktu pameran yang kurang tepat karena hampir bersamaan dengan terjadinya pergantian menteri. Kedua, lokasi pameran yang sangat jauh dari pemukiman penduduk, sehingga tentu saja mengurangi minat pengunjung. Ketiga, lokasi pameran yaitu Kawasan Wisata Candi Prambanan-CandiBoko adalah lokasi yang secara pariwisata, memang menarik, tetapi sayang berada di tengah-tengah dua kota Klaten dan Jogja yang relatif sama jauhnya. Dan keempat, mungkin publikasi dari panitia penyelenggara sangat minim, atau mungkin tidak ada sama sekali penyebaran informasi melalui radio atau koran-koran dan juga televisi. Dan yang terakhir atau kelima adalah petani sebagai pelaku budidaya tanaman pangan sedang berduka.

Slot ruang pamer yang berada di tengah lapangan memang relatif luas dan nyaman karena berpengatur udara/AC, namun hampir 95% diisi oleh instansi pemerintah pusat dan propinsi se Indonesia.. Peran serta swasta kebanyakan memilih di luar ruang pameran dan umumnya mendirikan warung makan untuk pengunjung dan peserta pameran, itupun sepi pembeli.
Seorang peserta pameran dari Dinas Pertanian Sumatera Selatan kepada Infovet menyatakan perasaan senangnya tetapi sekaligus prihatin. Senang dan beruntungnya, karena dapat berwisata gratis, namun juga kecewa karena apa yang dipersiapkan instansinya seolah tidak ada artinya sama sekali. ”Yah beruntunglah bisa wisata gratis ke Jawa, meski capek karena menempuh perjalanan darat. Namun saya juga sangat kecewa, karena pengujung tidak seperti yang kami bayangkan...sepi dan sangat sepi sekali,” ujar Muh Nurdin.

Seorang pengunjung yang ditemui Infovet, merasa prihatin dengan minat pengunjung yang demikian sepi. Padahal sangat banyak sekali manfaat yang dapat dipetik jika melihat pameran. Bahkan jika kalangan swasta diundang akan banyak sekali minat para pengusaha untuk berinvestasi baik langsung maupun tidak langsung.

Seperti diketahui Pameran yang digelar di lapangan sisi utara Kompleks candi Prambanan ini, dalam rangka peringatan Hari Pangan Sedunia Tingkat Nasional yang ke-29 menurut rencana dibuka oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, dengan alasan sedang mengurusi bencana alam Gempa di Sumbar, kegiatan itu di buka oleh Menteri Pertanian Anton Apriantono yang didampingi oleh Gubernur Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Gubernur Jawa Tengah.

Dalam sambutannya Anton menyatakan bahwa Indonesia pada tahun 2008 telah mampu mencapai prestasi besar setelah lebih dari 24 tahun prestasi itu dicapai. Tahun 1984 Indonesia pernah meraih negara yang mampu berswasembada beras, kemudian baru 24 tahun berikutnya (2008) prestasi kembali diraih. Langkah berikut adalah untuk menciptakan ketahanan pangan, sehingga jika saja terjadi gejolak harga komoditi pangan, Indonesia tidak mengalami masalah. Untuk itu menjadi perlu penganekaragaman bahan pangan pokok penduduk di Indonesia sesuai dengan ciri spesifik budaya masyarakat masing-masing.

Menurut Badan Pangan Dunia (FAO) sendiri, lebih dari 1,01 milyar penduduk di dunia pada tahun 2009 mengalami kekurangan pangan. Oleh karena itu menjadi penting jika Indonesia mampu melanjutkan swasembada pangan ke tingkat ketahanan pangan untuk kemudian berkontribusi membantu kawasn lain yang kekurangan bahan pangan.

Sangat disayangkan sekali, ketika pameran itu berlangsung, para petani jagung dan kedelai sedang dirundung masalah. Panen raya yang seharusnya membawa kegembiraan, ternyataberbuah duka nestapa, karena harga jual panen kedua komoditi tersebut anjlog hampir 200%. Jagung yang sebelumnya pernah mencapai Rp 3500/kg menjadi hanya Rp 1500/kg, sedangkan kedelai dari semula Rp 8000/kg anjlog hingga mencapai Rp 3500/kg.

Apes dan memprihatinkan sekali kondisi itu. Tidak ada pihak yang bersimpati dan mencarikan jalan keluar. Bahkan dalam acara itu sama sekali tidak disinggung nestapa petani jagung dan kedelai dalam sambutan para pejabat saat pembukaan. Mungkin perlu ditiru upaya positp yang dilakukan Gubernur Gorantolo dan Bupati Bantul. Kedua pejabat itu pasang badan mencari solusi ketika ada masalah dengan rakyat/ petaninya. Fadel Muhammad mengambil pilihan membeli kopi dan coklat panen petani ketika harga jatuh, tetapi membiarkan petani menjual langsung ketika harga sedang baik. Begitu juga Idham Samawi, yang membeli beras dan bawang merah panen petani ketika harga di pasar anjlog. Bahkan Idham menghimbausama sekali tanpa tekanan kepada para pegawainya di kabupaten Bantul untuk membeli beras dan bawang merah dari petani.

Ironis memang negara Indonesia ini, sebuah negara agraris tetapi petaninya terlalu sering dirundung sengsara. Semoga kabinet mendatang mampu mensejahteraan petani pada khususnya dan rakyat besar pada umumnya (iyo)

Usaha Ternak Sapi di Tasikmalaya Belum Optimal

Potensi usaha ternak sapi di Kabupaten Tasikmalaya belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat daerah itu. Hingga kini kebutuhan konsumsi daging sapi masyarakat di Tasikmalaya, baru dipasok oleh peternak lokal pada kisaran 18% saja.

“Padahal kebutuhan daging sapi warga Kabupaten Tasikmalaya mencapai 4.873 ekor setiap tahunnya. Peternak lokal baru bisa memasok sekitar 18% saja. Adapun sisanya, masih mengandalkan daging sapi dari luar daerah,” ungkap Kepala Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan (DPPK), Maman Dali.

Kepala DDPPK menambahkan, sampai sekarang aktifitas produksi daging sapi asal Kab. Tasikmalaya, dihasilkan dari pola usaha peternaknya secara rumahan bahkan tak sedikit yang hanya dijadikan sebagai usaha sambilan. Sementara, dari usaha mereka juga, produksinya masih terserap masyarakat di wil. Kota Tasikmalaya, dengan kebutuhan hingga 12 ribuan ekor setahunnya.

Menurut Maman, dari data angka potong sapi setahunnya, konsumsi warga Kab. Tasikmalaya sekarang sebanyak 4.873 ekor. Namun baru sekitar 18 % terpenuhi produksi sapi lokal, sedangkan sekitar 88% didatangkan dari daerah-daerah di |awa Tengah, Jawa Timur hingga NTB. Kecilnya angka produksi sapi potong, jelas dia, lantaran sampai sekarang belum ada pola usaha ternak besar.

Padahal areal untuk petemakan.di wilayahnya sangat berpeluang. Wilayah Kab. Tasikmalaya memiliki hamparan areal cukup luas mulai tanah pengangonan, areal berstatus tidak produktif atau lahan-lahan milik warga yang belum dimanfaatkan.Maman sempat mencontohkan, untuk lahan pengangongan saja dengan status milik desa itu sedikitnya tercatat ada 8.434 hektar, produksi rumputnya 164.733 ton bahan kering/-tahun. Kapasitas tampung untuk satuan ternaknya bisa mencapai 176.482 ekor.

Terus Dipacu

Adapun usaha mempertahankan angka produksi lokal terus dipacu pemda ini halnya dengan membangun unit pelayanan inseminasi buatan (IB) berikut bangunannya di tiap kecamatan sentra, melakukan tambahan quota ternak lewat kegiatan-kegiatan proyek tiap tahun, serta melatih petugas teknik IB di sejumlah kecamatan.

Daerah penghasil sapi potong dengan sekala rumahan di kabupaten ini masing-masing Kec. Salopa, Cikatomas, Pancatengah, Cibalong, Karangnunggal, Bantarkalong serta Kec. Cikalong. Jumlah kelompok peternaknya sebanyak 100 kelompok, tiap kelompok beranggotakan 20-30 orang. Jumlah pemeliharaan peternak dalam tiap kelompok, berkisar 2 - 3 ekor sapi saja Sementara, dari luas areal lahan yang cukup potensial dijadikan beternak sapi potong, hingga kini baru termanfaatkan sekitar 23,02 %. (sumber: neraca)

Mentan Suswono Audiensi dengan PB ISPI

Bertempat di ruang kerja Menteri Pertanian, Ir H Suswono MMA menerima kehadiran Pengurus Besar Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (PB ISPI), Senin 28 Desember 2009. Rombongan PB ISPI dipimpin langsung oleh Ketua Umum Yudi Guntara Noor, beserta jajaran pengurus diantaranya Rochadi Tawaf, A Purwanto, Robi Agustiar, Bambang Suharno, Tjeppy D Soedjana, dll.

Pada kesempatan tersebut Yudi menyampaikan bahwa ISPI selama telah berupaya terlibat setiap sisi pembangunan peternakan. Diantaranya ikut memberi masukan dalam penyusunan UU Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) yang sudah diresmikan. Saat ini juga tengah memberi masukan dalam penyusunan peraturan pemerintah pendukung UU PKH. Serta ikut mensukseskan program swasembada daging jilid 3 yang dicanangkan Pemerintah.

Menyimak pencanangan program yang telah dilakukan pemerintah sebelumnya yaitu (Ditjen Peternakan Departemen Pertanian) pada 2000-2005, yaitu ”Swasembada Daging on trend” dan pada 2005-2009 tentang P2SDS (Program Percepatan Swasembada Daging Sapi), kedua program tersebut telah dinyatakan ”gagal” yang diakui sendiri oleh pemerintah.

Padahal, sebelumnya berbagai organisasi profesi dan masyarakat peternakan telah banyak memberikan masukan termasuk ISPI. Namun, kini pemerintah masih juga menetapkan program ”swasembada daging jilid III yang bercita-cita swasembada daging sapi akan tercapai pada 2014. Belajar dari dua kali kegagalan program berswasembada daging sapi 2000-2009, kali ini yang dipertaruhkan adalah ”kredibilitas” seorang menteri pertanian yang juga merupakan sarjana peternakan. Untuk itu kini jajaran pengurus ISPI beserta semua sarjana peternakan diseluruh Indonesia menyatakan komitmen kembali untuk mensukseskan program Swasembada Daging Sapi 2014.

Tak lupa pada kesempatan tersebut jajaran pengurus juga meminta kesediaan Mentan Suswono untuk dicalonkan sebagai ketua ISPI periode mendatang. Kongres ISPI dijadwalkan akan digelar di Makassar tahun 2010 ini.

”Karena jabatan tertinggi seorang sarjana peternakan itu menjadi Ketua Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia, bukan sebagai Menteri Pertanian,” gurau Yudi yang disambut senyum Suswono. (wan)

Kisah Siput Tolol

Syahdan, di awal musim semi, seekor siput memulai perjalanannya memanjat pohon ceri. Beberapa ekor burung di sekitar situ memandangnya dengan perasaan geli. ”Dasar siput bego!” kata seekor burung tertawa mengejek.

”Hai siput tolol! Mau ngapain kau memanjat pohon itu?” kata burung lain. Burung yang satu ini bermaksud baik, mengingatkan agar siput tidak usah menghabiskan energi memanjat pohon. ”Di atas sana tidak ada buah ceri!” teriaknya.

Siput tetap memanjat pohon dengan penuh semangat. ”Pada saat saya tiba di atas, pohon ceri ini telah berbuah,”

Cerita ini saya kutip dari buku Recharge Your Life karya Haryo Ardito yang dikenal dengan julukan Die Hard Motivator. Moral dari cerita ini, kata Haryo Ardito adalah bahwa orang yang berpandangan jauh ke depan dapat melihat harapan di balik kekosongan. Sedang mereka yang hanya berpikir ”hari ini” melihat kekosongan sebagai kesia-siaan.

Cerita ini mendapat beberapa tanggapan bagus ketika saya tulis di internet. Seorang pembaca berujar,” jangan sepelekan orang yang kelihatan seperti siput tolol, siapa tahu kelak kita melihat dia sebagai seorang bintang”.

Ya, membaca cerita siput tolol ini, pemahanan saya mengenai ”pandangan jauh ke depan” terasa menjadi lebih dalam. Pada awalnya saya berpendapat, melihat jauh ke depan adalah sekedar menetapkan target berdasarkan trend keadaan saat ini. Ternyata tidak. Pekerjaan membuat trend, ahli statistik pintar sekali, tapi bukan berarti semua ahli statistik memiliki jangkauan padangan jauh ke depan sebagaimana layaknya para pemimpin hebat.

Begitupun para eksekutif yang mendapatkan informasi dan data yang disajikan di media cetak maupun melalui seminar-seminar. Tidak berarti semua peserta seminar langsung mampu melakukan pandangan jauh ke depan dari sebuah seminar mengenai prospek bisnis masa depan. Kejelian menggabungkan beberapa informasi itulah yang membuat seseorang dapat berbeda menyikapi data. Kita boleh sama-sama mengikuti seminar prospek bisnis, tapi cara kita merespon data dan informasi itulah yang membedakan siapa diri kita.

Memandang jauh ke depan juga bukan sekedar mengira-ira. Bukan pula sekedar mengucapkan cita-cita. Anak kecil juga bisa berpikir masa depan ketika ditanya tentang cita-cita. Dengan lancar mereka berkata, “saya kelak mau jadi polisi, mau jadi dokter, mau jadi insinyur, mau jadi pilot dan sabagainya”. Pasti bukan itu yang dimaksud cerita si ”siput tolol” ini.

Pandangan jauh ke depan di sini adalah melihat sesuatu yang tidak dilihat oleh logika umum dan mulai melakukan action untuk meraih masa depan tersebut meskipun banyak orang mengabaikannya atau bahkan mengejeknya. Dalam logika normal, orang yang memandang jauh ke depan bisa terlihat tolol, tapi kelak orang akan melihat dia adalah pemimpin yang cerdas.

Bagi seorang yang berkarir, berpikir jauh ke depan dapat diartikan sebagai orang yang mau bekerja di suatu tempat yang sangat tidak diminati orang lain, dan di kemudian hari orang lain mengakui, karyawan ini layak disebut hebat karena pilihan karirnya sangat tepat. Dr. Drh. Soehadji dapat dijadikan sebagai salah satu contoh. Pada saat baru menyandang gelar dokter hewan, ia mau ditempatkan di daerah terpencil yakni di Kecamatan Sendawar, nun jauh di pedalaman Kalimantan Timur. Di kemudian hari, dengan pengalamannya yang sangat kaya di daerah, ia sukses meniti karirnya hingga di puncak, sebagai Dirjen Peternakan.

Seorang pengusaha atau calon pengusaha yang memiliki pandangan jauh ke depan bukan tipe orang yang berpikir instan. Ia mau membangun pabrik yang hasilnya 5 atau 10 tahun lagi. Orang berpandangan jauh kedepan adalah orang yang tekun dan konsisten dengan tujuannya. Ibarat pelari, mereka adalah pelari maraton.

Tirto Utomo adalah pengusaha yang awalnya diejek banyak orang karena membuat pabrik air putih dalam kemasan botol. Logika yang ada waktu itu adalah, air putih harus gratis, yang pantas dibotolkan adalah air minum yang manis, rasa coklat atau aneka rasa lainnya. ”Mana mau orang Indonesia membeli air putih dalam botol yang harganya (waktu itu-red) lebih mahal dari bensin,” demikian logika yang umum saat itu.

Pastilah banyak orang yang menilai Tirto Utomo seperti si siput tolol.

Tapi Tirto punya pandangan yang berbeda. ”kelak dimanapun anda berada, semua orang akan mencari air minum yang sehat dan higienis,” ujar Tirto menanggapi ejekan para pengamat.

Keyakinan ini bermula pada saat Tirto Utomo yang pernah bekerja di Pertamina. Tugasnya sering mengantar tamu orang asing, dan para tamu sering sakit perut karena minum air yang kurang bersih di warung makan. Ia melihat hal tersebut sebagai sebuah peluang meskipun ia memendam gagasan itu sekian lama. Dan saat peluang itu datang ia segera mewujudkan gagasan terpendamnya.

Tirto Utomo melihat ke depan, bahwa bukan hanya orang asing yang membutuhkan air putih dalam kemasan, tapi juga orang kita yang ada di angkutan umum, mobil pribadi dan dimana saja yang sulit mendapatkan air minum yang higienis.

Kini usaha yang ia rintis yang bermerek Aqua telah menjadi sebuah industri AMDK (Air Minum Dalam Kemasan) terbesar di tanah air.

Mungkin saja, di sekitar saya ada siput tolol. Saya tak boleh lagi mengejek tindakan atau keputusan orang yang kelihatan aneh.

Selamat Tahun Baru 2010.

Email: bambangsuharno@telkom.net


Di Akhir Tahun,Telur Ayam Dirundung Kelam

Akhir tahun 2009 ini, dunia perunggasan Indonesia nampaknya layak untuk di dikatakan sebagai sebuah kondisi yang ”sangat-sangat” tidak menggembirakan. Karena, setidaknya ke 3 (tiga) komoditi perunggasan yang potensial menggerakkan perekonomian riil di tengah masyarakat, yaitu daging ayam negeri, daging ayam kampung dan telur negeri, harganya telah jatuh mendekati titik nadir dalam sejarah perunggasan Indonesia selama ini.


Ketika tulisan ini dibuat (mendekati akhir Nopember 2009), harga ketiga komoditi pangan itu telah menyentuh level psikologis di bawah titik impas (BEP) masing-masing selama hampir lebih dari 6 minggu bahkan ada yang telah mencapai lebih dari 20 minggu. Peternak benar-benar sedang mengalami ujian berat. Dan bagi yang masih bertahan, tanpa mengurangi populasi secara ekstrim ataupun menunda peremajaan, memang mempunyai pengharapan besar untuk meraih keuntungan lebih besar di tahun depan (2010). Istilah lazim di kalangan peternak BALAS DENDAM KERUGIAN akan diraih di hari kemudian. Namun toh jika ada yang terpaksa untuk menunda peremajaan dan atau yang menghentikan produksi alias tidak ada DOC masuk (chick in), sudah pasti sebuah langkah yang paling sangat realistis, jika tidak ingin tergulung usahanya.

Informasi yang dikumpulkan oleh Tim Pemantau Lapangan INFOVET Jawa Tengah - Yogyakarta, bahwa harga telur berada di bawah titik impas sudah berjalan lebih dari 21 minggu. Sebuah kondisi yang benar-benar sangat menyesakkan dada peternak. Berbagai upaya dan usaha bersama dari para peternak yang tergabung dalam organisasi atau asosiasi peternak, terus dilakukan. Namun ternyata tidak juga berdampak nyata untuk kurun waktu yang lama.


Langkah nyata yang telah dilakukan oleh beberapa peternak di Jawa Tengah antara lain menyumbangkan secara gratis ke yayasan atau panti asuhan. Selain itu, juga ditempuh aksi bagi-bagi telur masak sebanyak 19 ton oleh PINSAR Solo dalam rangka memecahkan rekor MURI, adalah bentuk nyata yang lain untuk mendongkrak harga telur di pasar.


Sekali lagi, langkah itu meski sempat menyeret harga telur sedikit naik, namun tidak dapat berlangsung lama, bahkan 2 hari pun, harga itu tidak kuat bertahan. Alias harga kembali ke titik awal sebelum upaya itu dilakukan.


Harga telur saat ini (mendekati akhir Nopember 2009) berkisar di angka Rp 7.600 – Rp 7.800 dan sudah berlangsung lebih dari 2 minggu. Dengan titik impas sekitar Rp 10.000/kg, maka berarti peternak harus menanggung beban kerugian rata-rata sekitar Rp 2.500/kg. Memang pada kisaran bulan Juli – pertengahan Agustus 2009, harga masih mendekati titik impas yaitu berkisar Rp 10.000 – Rp 10.500/kg, kemudian terus melorot sampai Rp 9.400 – Rp 9.600/kg selama hampir 3 minggu hingga akhirnya menembus dibawah harga Rp 9.000/kg untuk waktu yang panjang.


Harga memang sempat bergerak naik agak siginifikan di pertengahan September mendekati Lebaran, yaitu pada level di atas Rp 12.000/kg, namun sayangnya hanya berlangsung kurang dari seminggu saja. Harga kembali ke level di bawah titik impas lagi.


Sedangkan harga komoditi daging ayam potong, memang tidak mengalami fluktuasi yang ekstrim sebagaimana harga telur. Meski demikian, jika akumulasi dari bulan Juli sampai dengan akhir Nopember 2009 ini, maka harga secara umum, masih berada di bawah titik impas.


Proporsi waktu antara harga ekstrim tinggi dengan harga di bawah titik impas sekitar 35:65. Artinya peternak dalam posisi menanggung beban kerugian yang lebih lama dibanding tingkat keuntungannya. Pada bulan Juli 2009 memang relatif stabil dengan harga di kisaran Rp 12.500/kg s/d Rp14.000/kg. meski hanya berlangsung sekitar 2,5 minggu. Namun demikian harga pun pernah menyentuh di angka Rp 10.000/kg.


Atas hasil catatan TPL, bahwa kisaran harga daging ayam potong, ternyata pada level Rp 11,500 adalah harga yang paling lama bertahan. Dengan lain kata, pada level Rp 11.500/kg dimana titik impas secara umum adalah pada angka Rp 11.750- Rp 12.000 berarti beban kerugian peternak memang tidak terlalu banyak, namun dalam rentang waktu yang sangat panjang/lama, akhirnya kumulatif peternak menderita..


Sedangkan komoditi daging ayam kampung, lebih unik dan menarik lagi. Menarik oleh karena setelah wabah Flu Burung yang menghabiskan populasi ayam kampung milik penduduk, mestinya hukum ekonomi akan berlaku. Tetapi ternyata tidak juga hal itu terjadi. Bahkan harga pernah jatuh pada kisaran Rp 14.500/kg dengan titik impas berkisar Rp 18.000 - Rp19.000.


Konsumen utama daging ayam kampung adalah beberapa rumah makan khas tertentu memang relatif banyak membutuhkan, akan tetapi pasokan yang paling besar adalah berasal dari ayam kampung silangan yang dibudidayakan secara semi intensif oleh peternak profesional. Istilah ini untuk membedakan dengan peternakan rakyat yang dipelihara dan dibudidayakan ekstensif tradisional, alias dilepas bebas.


Posisi pemasok sebelum wabah FB memang dari peternakan ekstensif rakyat, namun akhirnya tergantikan oleh ayam kampung silangan yang sebenarnya populasinya juga belum begitu banyak. Menjadi unik oleh karena pada umumnya ketika menjelang lebaran harga terangkat naik, ternyata lebaran 2009 ini justru harga melorot mendekati titik impas. Lebaran 2009 di Jateng-Yogyakarta, harga hanya mampu menapak di kisaran Rp 17.000 – Rp 18.500. Artinya memang secara matematis ada selisih positif antara ongkos produksi dengan harga penjualan. Namun senyatanya peternak umumnya, tidak mendapatkan apapun justru menderita kerugian oleh karena tingkat kematian (mortalitas) yang relatif masih tinggi 9 – 12 %.


Memang masih menjadi pertanyaan para pelaku usaha ayam kampung mengapa hal itu terjadi. Sebab harga daging sapi yang menjadi kompetitor utama dalam menu lebaran justru relatif stabil dengan kecenderungan bergerak naik sedikit. Tetapi kenaikan harga ayam kampung tidak seperti Lebaran 2008 yang justru menembus angka Rp 24.000 padahal dengan ongkos produksi hanya 12.500 saja..


Berkaitan dengan kondisi harga komoditi perunggasan yang sangat memprihatinkan itu, para peternak mencoba meraba-raba penyebabnya, atas dasar aneka informasi yang diperoleh. Dugaan penurunan daya beli masyarakt yang melemah, tidak nyata sekali menjadi penyebab. Terlebih di tahun 2009 ada kegiatan berskala nasional yang bersifat serentak yaitu kampanye
Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden, mestinya justru mampu menggenjot tingkat konsumsi komoditi itu.


Kemudian perkiraan peternak, tentang adanya telur dari negeri jiran Malaysia ataupun tepung telur impor juga mestinya tidak akan berpengaruh signifikan. Karena menurut asumsi peternak, pasokan telur impor itu sudah pasti tidak akan mampu dalam volume yang banyak.


Selanjutnya kecurigaan peternak pada saat bulan September sampai Nopember 2009 dimana harga DOC petelur yang relatif sangat murah, dituduh menjadi biang keladinya. Kambing hitamnya adalah perusahaan pembibitan ayam (breeding farm) yang telah melepas dan menggelontor telur tetas ke pasar konsumsi. Kecurigaan ini memang yang paling dapat diterima akal sehat, namun toh, seharusnya juga tidak akan mampu berlangsung lama, jika hal itu menjadi penyebabnya.

Lalu informasi terakhir tentang populasi ayam petelur dan ayam potong di Kalimantan dan Sulawesi yang sudah berkembang pesat, menurut para peternak menjadi faktor penyebab utamanmya. Produksi telur dan populasi ayam di pulau Jawa yang jelas nyata ada kencenderungan meningkat itu, sangat mungkin tidak tersalurkan hasilnya ke kedua pulau itu yang selama ini menjadi pasar utama. Informasi yang diperoleh Tim Pemantau Lapangan Infovet pada saat Rakernas ASOHI memang menguatkan dugaan yang terakhir ini.

Informasi sumber Infovet yang ditemui saat Rakernas ASOHI di Jakarta akhir Oktober 2009 memang menguatkan kecurigaan para peternak di Jawa bahwa kedua pulau besar itu sudah mampu memenuhi kebutuhan sendiri. Meski demikian, umumnya sangat sulit diperoleh kepastian seberapa besar pertumbuhan populasi dan banyaknya populasi ayam petelur dan ayam pedaging di kedua pulau besar itu.


Umumnya para peternak di Jawa menyikapi kondisi yang menimpa saat ini, masih dengan nada optimistis. Mereka seolah sepakat, bahwa bagaimanapun badai pasti akan berlalu. Namun peternak yang menjadi korban amukan badai harga juga tidak sedikit. Apakah mereka bisa bangkit atau sebaliknya terus terpuruk, tergantung dari keuletan dan kekuatan untuk berkelit .


Tahun 2010 tetap memberikan pengharapan yang luas membentang, bersiaplah menyongsong tetapi dengan selalu penuh kewaspadaan. (iyo)


Alltech Meraih Penghargaan International Irish Company of the Year di Asia Pasifik

Alltech menerima penghargaan sebagai International Irish Company of the Year di Asia Pasifik pada sesi Business & Finance Asia-Pacific Ireland Business Awards pada tanggal 16 Oktober 2009, dalam acara The Third Annual Asia-Pacific Business Forum di Bangkok, Thailand. Penghargaan ini diberikan kepada Alltech atas kesuksesannya membangun bisnis yang berkelanjutan selama satu decade terakhir, juga atas berbagai inovasi-inovasi terbaru, serta atas berbagai kegiatan CSR yang dilakukan di kawasan Asia Pasifik.

Penganugerahan penghargaan ini diselenggarakan oleh Majalah Business & Finance bekerjasama dengan Asia-Pacific Irish Business Forum dan Ireland China Association dan merupakan satu-satunya bentuk penghargaan dari Irlandia bagi para pebisnis di Asia. Mantan T.D. dan Tánaiste Dick Spring mengetuai panel juri yang terdiri atas sejumlah pemimpin bisnis yang memiliki jaringan dengan Irlandia dan kawasan Asia Pasifik. The annual Asia-Pacific Business Forum, dikoordinasikan oleh Irish Thai Chamber of Commerce, yang bergerak sebagai event bagi jaringan bisnis bagi berbagai perwakilan dari sebelas kelompok bisnis di kawasan ini.

Sebagai perwakilan dari Alltech untuk menerima penghargaan ini, Ms. Orla McAleer, Marketing Manager Alltech Asia Pasifik, berkata, “Kami sangat tersanjung dengan adanya penghargaan bergengsi ini. Alltech telah memasuki pasar Asia Pasifik sejak tahun 1986 dan sejak saat itu kawasan ini telah memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap kesuksesan kami di seluruh dunia. Kami terus mengupayakan pengembangan pasar dan pertumbuhan yang lebih baik di kawasan Asia Pasifik dengan terus bekerja sama dengan para pelanggan, rekan kerja, asosiasi serta mempromosikan sains dan pendidikan sekaligus terus menerus mendukung keamanan, kualitas dan traceability di dalam industri pakan dan kesehatan hewan.” Saat ini Alltech memiliki kantor di 16 negara di kawasan Asia Pasifik, termasuk satu Asia-Pacific Bioscience Centre di Bangkok, Thailand.

Alltech adalah title sponsor dari Alltech FEI World Equestrian Games 2010™ yang akan diadakan di Kentucky, AS dari tanggal 25 September hingga10 Oktober 2010. Sejak didirikan 29 tahun yang lalu, Alltech telah mengembangkan jaringan-jaringan regional yang kuat di seluruh dunia, dengan lebih dari 1,900 karyawan dan kantor perwakilan di 119 negara. (inf)

Pemerintah Jangan Ragukan Eksistensi HPDKI

Pemerintah pusat dan daerah diharapkan dapat melibatkan HPDKI dalam kegiatan aplikatif di lapangan maupun program pemberdayaan ternak domba kambing (doka) di Indonesia. Demikian menurut Ketua Umum Himpunan Peternak Domba dan Kambing Indonesia (HPDKI) 2009 - 2014 drh. Abduljabbar Zulkifli dalam pelantikan dan pengukuhan pengurus DPP HPDKI di gedung kampus program pasca sarjana MB IPB Bogor, Jum’at (30/10).

“Perlu dukungan moril maupun spiritual dalam meningkatkan kesejahteraan peternak, karena program kerja yang akan dijalankan oleh HPDKI tidak hanya akan bersentuhan dengan peternak rakyat yang identik dengan sektor produksi, namun diperlukan energi lainnya yang dapat mendorong HPDKI untuk dapat bersentuhan pula dengan sektor-sektor lainnya khususnya pada bidang hilir ternak” jelas Abduljabbar Zulkifli

Hingga saat ini kebutuhan kambing dan domba mencapai 5,6 juta ekor. Namun baru bisa terpenuhi separuhnya. Ini menjadi sebuah tantangan bagi peternak Indonesia, siapkah kita menerima import dari negara Australia dan negara lain yang akan masuk ke Indonesia di era pasar bebas pada 2015 nanti. “Mereka bisa menjual daging dan domba lebih murah dari produk dalam negeri,” tandasnya.

Menurut Jabbar, langkah yang tepat pada saat ini adalah dengan pendekatan ekonomi, karena masyarakat dapat merasakan perbaikan ekonomi dengan beternak doka. Melakukan perubahan gaya pemeliharaan yang high cost di masyarakat dengan mengoptimalkan usaha peternakan doka yang lebih efisien dan tidak high cost sehingga bisa bersaing baik di dalam negeri maupun international.

Disamping itu dengan masuknya beberapa nama generasi muda ke dalam kepengurusan merupakan bagian strategi dari ketua umum agar mobilitas organisasi ini dapat berlari kencang dalam menjalankan program-programnya nanti, sementara para tokoh dan pengurus senior tentunya akan senantiasa berkenan dalam membimbing insan ternak muda dan dipandang akan sangat membantu kinerja HPDKI sebagai organisasi penganyom peternak Indonesia. (all)

DSM Aquaculture Seminar


Hotel Alila yang berlokasi tepat dijantung kota Jakarta menjadi tempat PT DSM Nutritional bersama PT Menjangan Sakti menggelar seminar setengah hari bertajuk DSM Aquaculture Seminar. Seminar yang dihelat Selasa, 17 November 2009 ini menghadirkan pembicara bidang perikanan dari luar negeri seperti Prof Jean-Francois Mittaine ahli fishmeal dari Paris University, Perancis.

Bertindak sebagai moderator adalah Prof Dr Budi Tangendjaja dari Balai Penelitian Ternak, Ciawi yang juga dikenal sebagai ahli pakan ternak. Prof Mittaine berbicara tentang perkembangan harga tepung ikan berkaitan musim melaut di Peru dan beberapa faktor lain yang mempengaruhinya.

Sementara itu Prof Dr Kiron Viswanath dari Faculty of Bioscience and Aquaculture dari Bodo University Norway menjelaskan tentang pendekatan nutrisi untuk manajemen kesehatan ikan. Menurut Dr Viswanath, “Kemajuan dalam ilmu perikanan budidaya selama beberapa dekade terakhir telah memperkenalkan dimensi baru dalam sistem budidaya perikanan.

Biaya pakan mengambil porsi paling besar yaitu lebih dari 60% dari total biaya produksi, untuk itu peternak selalu bertujuan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pakan. Lebih lanjut, hal ini dicapai melalui upaya dari produsen pakan dan peternak dengan hati-hati memilih bahan baku dan formulasi yang cocok dengan ikan spesies ikan yang diternakkan.

“Efisiensi pakan sangat penting karena harus diterjemahkan ke dalam manfaat ekonomi tanpa mengorbankan keberlanjutan masalah kesehatan ikannya,” terang Prof Viswanath.

Ada konsensus umum bahwa pakan yang baik tidak hanya mampu memberikan pertumbuhan yang baik, tetapi juga melindungi ternak dari pengaruh stres dalam peternakan dan penyakit. Konsep kesehatan gizi modulasi telah memacu para peneliti untuk mempelajari interaksi antara nutrisi yang baik dan kesehatan yang lebih baik antara bertani ikan dan udang. Untuk mencegah kerugian akibat penyakit yang mengancam budidaya perikanan, penekanannya adalah pada vaksin dan strategi alternatif lain untuk menjaga hewan sehat.

Jurus dasar dalam manajemen nutrisi kesehatan adalah memberi “pakan yang benar”. Istilah ini menyiratkan bahwa pemberian pakan ternak untuk mendapatkan produksi yang maksimal dengan ditunjang kondisi kesehatan ternak yang terbaik.

Lebih jauh, Prof Dr Delbert M Gatlin III menjelaskan manfaat penambahan nukleotida dalam pakan ternak akuakultur. Dari hasil penelitiannya suplementasi nukleotid pada berbagai spesies ikan mampu meningkatkan pertumbuhan di awal pemeliharaan, meningkatkan kualitas larva, meningkatkan toleransi terhadap stres dan penyakit, seperti memodulasi respon kekebalan maternal dan adaptasi.

Seminar ini dihadiri undangan dari institusi penelitian pemerintah dan universitas serta para pelaku industri bidang akuakultur, khususnya perwakilan perusahaan yang menyediakan pakan ikan dan udang yang berjumlah lebih dari 70 orang. Diantaranya adalah Charoen Pokphand, Cargill, CJ Feed, Gold Coin, Malindo, Matahari Sakti, Mabar, Sinta Prima, Panca Patriot, Wonokoyo, Suri Tani Pemuka, Medion, IPB, DKP, dll. Acara ditutup dengan pembagian door prize berupa telepon seluler dan notebook. (wan)

Menatap Cerahnya Perunggasan 2010

Salah satu agenda besar di penghujung tahun 2009 ini dan yang selalu dinanti pelaku bisnis perunggasan di Indonesia adalah Seminar Nasional Prospek Perunggasan yang rutin digelar Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI). Tak ayal kedatangan seminar ini selalu ditunggu karena sangat bermanfaat guna menyusun strategi pengembangan bagi pelaku bisnis perunggasan di tahun berikutnya.

Seminar yang terselenggara untuk ke-5 kalinya ini mengangkat tema “Bagaimana Prospek Bisnis Perunggasan 2010 di Era Pemerintahan Baru (SBY–Boediono)” dan bertempat di Hotel Santika Jakarta. Seminar perunggasan ini merupakan kesinambungan dari seminar sebelumnya yaitu Seminar Nasional Perunggasan pertama tanggal 8 Maret 2006, kedua tanggal 7 Desember 2006, ketiga tanggal 7 Nopember 2007, dan keempat tanggal 11 Desember 2008.

Secara keseluruhan penyelenggaraan seminar ini berlangsung sukses dan ini tak lepas dari keberhasilan penyelenggara seminar GITA event organizer yang juga masih saudara Infovet. Buktinya seminar ini dipenuhi peserta hingga mencapai lebih 150 orang dari berbagai daerah dan lembaga.

Gambaran Seminar
Tahun 2009 Indonesia baru saja menyelengarakan pesta demokrasi berupa pemilihan umum dan pemilihan presiden. Kedua peristiwa penting telah dilewati dengan lancar. Bulan Oktober 2009 ini secara resmi terbentuk kabinet baru Pemerintahan SBY-Boediono.
Dengan pemerintahan baru ini, timbul banyak harapan dan pertanyaan. Bagaimanakah kebijakan ekonomi pemerintahan baru? Bagaimana target pertumbuhan ekonomi nasional dan dampaknya bagi perunggasan? Apa saja yang harus dilakukan pelaku bisnis perunggasan di tahun 2010?

Sebagaimana seminar sebelumnya, seminar ini menghadirkan pembicara yang kompeten di bidangnya, yaitu Ketua Umum GPPU Krissantono dengan makalah berjudul Potret Bisnis Pembibitan Unggas dan Prospek Bisnis 2010; Ketua Umum GPMT Drh FX Soedirman dengan makalah berjudul Bagaimana Bisnis Perusahaan Pakan 2010; Ketua Umum Pinsar Drh Hartono, diwakili oleh Amin Buchori dengan makalah berjudul Memahami Dinamika Pasar Unggas 2005-2009 dan Mengukur Prospek 2010; Pengurus ASOHI Drh Sugeng Pujiono dengan makalah berjudul Prospek Industri Obat Hewan Indonesia 2009 dan Prospek 2010.

Sementara untuk membahas mengenai bisnis perunggasan kaitannya dengan pemerintahan baru, ASOHI secara khusus mengundang Franciscus Welirang (Direktur PT Indofood Sukses Makmur, Ketua Komisi Ketahanan Pangan KADIN) yang menyampaikan analisanya mengenai trend ekonomi tahun 2010, serta permasalahan bisnis unggas khususnya pada upaya meningkatkan konsumsi hasil unggas. Moderator seminar ini adalah Ir Achmad Dawami dan Drh Ketut Tastra Sukata MBA yang piawai menghidupkan seminar.

Seminar dihadiri oleh stakeholder perunggasan, yaitu dari perusahaan pembibitan, perusahaan pakan, peternak unggas, serta utusan dari pemerintah (Dinas Peternakan). Seminar kali ini juga merupakan rangkaian dari acara ulang tahun ASOHI yang ke-30. Pada kesempatan ini, utusan dari ASOHI Daerah dari 14 propinsi juga hadir sebagai peserta seminar.

Ketua Umum ASOHI Gani Haryanto kepada Infovet menuturkan bahwa tujuan seminar ini adalah untuk mengevaluasi situasi bisnis perunggasan 2009 dengan membandingkan dengan prediksi dalam seminar sebelumnya disertai dengan pembahasan mengapa hal itu terjadi. Selain itu melalui seminar ini diharapkan dapat memprediksi situasi bisnis perunggasan tahun 2010 dari aspek bibit, pakan, obat hewan dan pasar unggas baik petelur maupun broiler. Sekaligus mendiskusikan tantangan bisnis perunggasan yang aktual saat ini dan di masa depan sehingga mendapatkan solusi yang terbaik.

Situasi Perunggasan 2009
Pada seminar nasional bisnis perunggasan tahun 2008, secara umum para pembicara sulit memprediksi situasi bisnis perunggasan 2009, hal ini wajar karena pada saat itu Indonesia sedang mengalami dampak krisis Global yang sulit diprediksi pengaruhnya terhadap ekonomi makro.

Mempertimbangkan bahwa dampak krisis global terhadap bisnis perunggasan tidak terlalu besar, produksi DOC broiler tahun 2009 diproyeksikan sebesar 950 juta ekor, produksi DOC petelur 53 juta ekor dan produksi pakan unggas 6,5 juta ton.

Akan tetapi ternyata pada seminar nasional perunggasan 27 Oktober 2009 ini disebutkan kinerja bisnis perunggasan jauh lebih baik dibanding prediksi tersebut di atas. Produksi DOC broiler tahun 2009 diperkirakan mencapai 1,144 miliar ekor, DOC petelur 78 juta ekor. Konsumsi pakan tahun 2009 sebesar 8,4 juta ton, dimana 83% diantaranya dikonsumsi unggas, dan bisnis obat hewan diperkirakan Rp 1,975 triliun.

Hal ini dapat terjadi karena pada awal tahun 2009 pelaku bisnis perunggasan merasakan bahwa dampak krisis global terhadap perunggasan tidak besar, sehingga para breeder berani meningkatkan produksinya.

Dalam seminar tahun 2009 ini juga terungkap bahwa mulai pertengahan 2009, terjadi perbaikan ekonomi makro dimana Indonesia tidak begitu terpengaruh oleh krisis global, bahkan ekonomi Indonesia diperkirakan tetap mengalami pertumbuhan sebesar 4%.

Prediksi Bisnis Perunggasan 2010 dan Rekomendasi Seminar dapat di baca di majalah Infovet edisi 185/ Desember 2009...atau informasi pemesanan maupun berlangganan selengkapnya... klik disini

Catatan Menyongsong MUNAS VI ASOHI

Munas VI ASOHI 2010 sudah diambang pintu. Rakornas ASOHI (Asosiasi Obat Hewan Indonesia) yang diselenggarakan berurutan dengan peresmian gedung ASOHI, malam gathering perayaan ulang tahun ASOHI ke-30 hingga Seminar Prospek Perunggasan 2010 menyisakan pengharapan dari segenap delegasi pengurus ASOHI yang hadir dan berhasil diwawancara Infovet.

Tak ayal rangkaian acara ini juga menjadi ajang mempererat tali persaudaraan yang telah terjalin sesama anggota selama ini. Di lapangan boleh bertempur mencari pelanggan, tetapi kalau sudah berkumpul di ruangan mereka hidup dalam satu keluarga tidak ada istilah kompetitor.

Peresmian gedung ASOHI yang berdiri megah di kawasan Pasar Minggu Jakarta Selatan ini semakin mengukuhkan ASOHI sebagai organisasi yang paling dinamis dan berkembang pesat diantara sekian banyak organisasi bidang peternakan yang lain. Hal ini juga tak lepas dari peran PT Gallus Indonesia Utama sebagai motor penggerak ASOHI yang notabene merupakan badan usaha milik ASOHI.

Kembali ke harapan delegasi pengurus ASOHI daerah. Apa saja yang menjadi harapan mereka selama ini dan apa saran mereka untuk persiapan menyongsong Munas VI ASOHI tahun depan. Berikut adalah sekelumit hasil wawancara Infovet dengan para delegasi daerah.

Delegasi SUMATERA UTARA
Drh H Effendi Azhar menyampaikan, “Semoga semua delegasi dari daerah-daerah bisa hadir secara keseluruhan. Saat ini, ada beberapa delegasi yang tidak hadir, di Munas nanti diharapkan semua bisa hadir, sehingga pada saat pemilihan Ketua Umum (Ketum) nanti bisa mewakili suara hati dari semua delegasi yang hadir. Ketum ke depan kalau bisa dari orang atau calon yang berkualitas. Pimpinan Pusat (Pimsat) ASOHI hendaknya mulai menententukan berapa suara dari masing-masing daerah yang bisa hadir. Lalu, untuk daerah, jumlah yang hadir sebaiknya lebih banyak dari pengurus pusat.”

Delegasi SUMATERA BARAT
Drh Dodi Mulyadi dari ASOHI Sumatera Barat mengungkapkan, pengurus ASOHI Pusat diharapkan dapat mengakomodir semua pengurus yang ada di daerah. Seperti diketahui bahwa Pengurus Pusat ASOHI mempunyai berbagai produk, supaya dapat memberikan himbauan pada seluruh anggota agar dapat bergabung dengan ASOHI. Kemudian, anggota yang baru juga diharapkan dapat melaporkan diri ke Dinas Peternakan atau Dinas yang menangani Peternakan dan Kesehatan Hewan. Hal ini mencuat manakala ada peringatan dari Dinas Peternakan baik Provinsi maupun daerah, agar anggota-anggota yang baru (TS Obat Hewan) datang dan pergi harus memberitahukan kepada pihak dinas terkait.

Lalu, perihal kegiatan-kegiatan di Pusat agar diberitahukan sebelum kegiatan tersebut dilaksanakan. Selama ini pengurus daerah hanya tahu dengan kegiatan ASOHI Pusat melalui Majalah Infovet. Pada hal, momen-momen seperti ini yang diperlukan oleh Pengurus Daerah. Perihal koordinasi antara Pusat dan Daerah, selama ini masih baik-baik saja, apalagi dengan kepemimpinan periode ini.

Untuk Munas 2010, diharapkan dalam pemilihan calon Ketum tidak hanya tunggal namun ada hendaknya calon-calon Ketum baru yang bisa loyal dan penuh dengan dedikasi untuk kemajuan organisasi ini. Dan yang terpenting adalah, pelaksanaan Munas 2010 ini dapat dilaksanakan di Bandung, karena situasi dan kondisi Bandung sangat cocok, dan dapat memberikan kesejukan dengan kesegaran udara yang dimilikinya. Kemudian, untuk Munas 2010 nanti, hendaknya diisi dengan kegiatan-kegiatan seperti seminar dan training motivasi, hal ini sangat diperlukan oleh pengurus daerah untuk menumbuhkan jiwa mencintai organisasi ini.”

Delegasi RIAU

Drh Musran (Sekretaris Pengda Riau) menuturkan, “Dengan adanya Rakornas ini kembali dapat menggugah anggota yang belum mau peduli akan keberadaan ASOHI di daerah khususnya di Cabang Riau. Selama ini, teman-teman di Riau kurang antusias untuk memberikan apresiasinya pada ASOHI. Hal ini mungkin karena kesibukan dari masing-masing personal yang notabenenya berbeda dalam semua hal, khususnya perusahaan tempat mereka bekerja. Artinya, masing-masing anggota mempunyai kesibukan berbeda sesuai dengan tuntutan perusahaan mereka. Rakornas ASOHI ke 4 ini dapat hendaknya memberikan inspirasi baru bagi anggota ASOHI cabang Riau yang masih belum mau peduli dengan organisasi ini. Saran saya sepertinya sudah terwakili, karena segala sesuatunya sudah baik, dan yang penting dipertahankan saja.”

Delegasi LAMPUNG
Delegasi Lampung diwakili oleh Drh Slamet Rijadi (Ketua), Ir Zulkifli, dan Ir Wahyudiono. Dikatakan oleh Drh Slamet Rijadi bahwa di Lampung ada 21 perwakilan obat hewan, tetapi yang aktif berorganisasi di ASOHI hanya 16 perusahaan, sedangkan sisanya lima perusahaan agak sulit untuk diajak kumpul-kumpul. Dari 16 perusahaan saja sangat mudah mengumpulkan dana dan tidak mengalami kesulitan. Dan yang sisanya agak sulit diajak kumpul-kumpul apalagi disuruh ikut membayar iuran. Saran untuk Munas VI ASOHI tahun 2010, diharapkan ASOHI lebih solid lagi, dan pimpinan perusahaan di kantor pusat supaya ikut mensuport yang di daerah jangan hanya dituntut mencapai target penjualan saja, tetapi juga melaksanakan hak dan kewajiban anggota ASOHI di daerah, contohnya membayar iuran dan ikut mengembangkan organisasi.

Delegasi JAWA BARAT
Delegasi dari Jawa Barat yang kala itu diwakili Drh Gowinda Sibit, Peter Yan, dan Drh Sugeng Pujiono menyampaikan hal senada bahwa harapannya saat Munas ASOHI VI nanti semua pengurus daerah dapat hadir mewakili daerahnya. Sehingga Ketua Umum (Ketum) terpilih nanti benar-benar mewakili aspirasi seluruh anggota ASOHI.
Dan roda kepemimpinan yang nanti berjalan telah memiliki pondasi yang kuat dan diharapkan tidak meninggalkan program-program yang baik yang telah berjalan selama ini. Harapan lain juga agar ASOHI lebih proaktif menggandeng media dan asosiasi lain seperti GPPU, GPMT, GAPPI, GOPAN, Pinsar, MIPI, dll. untuk meneruskan komitmen sadar gizi mengkampanyekan konsumsi daging dan telur produksi dalam negeri.

Delegasi JATENG
Hadi Santosa, Ketua ASOHI Provinsi Jawa Tengah (Jateng) menyampaikan, perlunya kembali menata organisasi di daerah. Jika suatu daerah ada potensi untuk dipisah atau dikembangkan, maka harus segera dilakukan. Begitu juga jika keberadaan ASOHI Daerah tidak mampu berjalan dengan baik, maka merger atau penggabungan menjadi salah satu solusi. Hal ini penting agar efektifitas roda organisasi dapat berfungsi dengan baik.
“Sebab jika wilayahnya luas namun tidak potensial untuk didirikan sebuah kepengurusan ASOHI daerah, maka lebih baik digabungkan saja. Begitu juga jika suatu daerah meski wilayah geografisnya sempit namun ada potensi untuk dikembangkan, maka pemisahan menjadi 2 kepengurusan organisasi mutlak perlu. Sebaliknya jika ASOHI Daerah yang sempit wilayahnya dan organisasinya tidak berjalan, lebih baik dilikuidasi saja,” tutur Hadi.

Delegasi DI YOGYAKARTA
Drh Wachid Nukliranto pengurus ASOHI Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyadari dengan sangat jika masalah utama di wilayahnya adalah kelancaran roda organisasi. Hal itu terkait dengan tidak adanya dana yang dapat dihimpun dari para pelaku bisnis obat hewan di DIY. Kalau melihat ASOHI dari daerah lain yang posisi kas organisasinya sangat memadai, maka memang ada rasa tidak enak alias malu. Namun demikian, sebagi pengurus saya berharap kepada ASOHI Pusat untuk kembali mengingatkan para produsen obat hewan yang membuka pemasaran di DIY untuk berkontribusi. Dengan demikian kami tidak lagi menjadi ”malu” dengan daerah lain.

Delegasi JAWA TIMUR
Delegasi Jawa Timur diwakili oleh Drh Catur Budi Hascaryo (Ketua), Drh Teguh Widodo, Drh Gede Agus Cahya. Dikatakan oleh Drh Catur Budi Hascaryo, secara umum anggota ASOHI di Jawa Timur sangat kompak sekali sehingga tidak ada permasalahan. Saran untuk Munas VI ASOHI 2010, untuk anggota yang tidak terpilih sebagai pengurus pusat supaya legowo atau berbesar hati.
“Kita kan dalam satu wadah organisasi ASOHI dan janganlah organisasi ini dijadikan sebagai ajang politis. Marilah saling kerjasama, sama-sama membesarkan organisasi kita ini. Jadi, di Munas VI ASOHI tahun 2010 mendatang, marilah kita bergabung membesarkan nama besar ASOHI,” ungkap Catur.

Delegasi BALI

Delegasi Bali hanya diwakili oleh Tarya, SE. Bali sebagai salah satu sentra peternakan di Indonesia, populasi ternaknya cukup padat jika dibanding luas wilayahnya. Banyak pemain obat beradu nasib di pulau Dewata ini, tetapi sangat disayangkan untuk ikut bergabung berorganisasi di wadah ASOHI sangat jauh api dari panggangannya, artinya, para pemain obat kerjanya hanya jualan saja, tetapi kalau diminta untuk rapat, menjadi pengurus atau disuruh berangkat ke Jakarta, banyak yang menolak, keluh Tarya, kepada Infovet.
Oleh karenanya, Tarya memohon kepada owner perusahaan obat di pusat supaya memberikan suport kepada para TS di daerah Bali khususnya, janganlah mereka hanya disuruh mencari target penjualan saja, tetapi dirangsang untuk ikut berorganisasi membesarkan ASOHI Bali. Target itu perlu, tetapi kalau sosialisasi dan rasa kekeluargaan sesama anggota ASOHI tidak ada ya percuma saja. Kondisi ini lebih berat lagi jika diminta untuk menjadi pengurus atau diminta untuk berangkat ke Jakarta mereka pada menolak karena berkaitan dengan dana. Saran untuk Munas VI ASOHI, agar pengurus pusat lebih kompak dan lebih baik lagi. Kalau perlu pengurus pusat melakukan kunjungan ke daerah untuk memberikan motivasi para TS agar mau membesarkan ASOHI daerah.

Delegasi KALTIM
Drh H Sumarsongko pengurus ASOHI Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menghimbau dengan sangat agar pengurus Pusat benar-benar tegas dan konsisten menertibkan peredaran obat hewan tidak terdaftar. Jika hanya menyerahkan dan mendelegasikan urusan masalah itu kepada pengurus ASOHI Daerah, maka tentu saja tidak akan mampu membuahkan hasil. Dasar pijakan hukum, bagi pengurus daerah untuk melakukan itu disamping tidak kuat juga kelemahan dana operasional. Terlebih bagi Kaltim yang wilayahnya sangat luas, untuk itu tentu saja kedodoran.

Delegasi KALBAR
Drh Suhartono pengurus ASOHI Provinsi Kalimantan Barat mengusulkan agar semua produsen, importir dan distributor obat hewan yang membuka kantor perwakilan atau cabang di Kalbar, agar memberi bekal kepada karyawan untuk ikut aktif di ASOHI daerah. Sebab jika tidak ada dukungan dan kepedulian dari Kantor Pusat maka, ASOHI daerah tidak ada artinya sama sekali.

Delegasi SULSEL
Drh H Wahyu Suhadji pengurus daerah ASOHI Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) mengusulkan agar dilakukan evaluasi kepada ASOHI Daerah yang kurang produktif dalam peranannya. Selain itu ia juga menghimbau agar ASOHI Pusat untuk meningkatkan frekuensi kunjungan ke daerah sehingga silaturahmi lebih kuat. (masdjoko/yonathan/untung/sadarman/wawan)

30 TAHUN ASOHI Mengabdi (1979-2009)

Usai sudah rangkaian kegiatan dalam rangka Peresmian Gedung ASOHI, Rakornas ASOHI, Malam Gathering ASOHI dan Seminar Prospek Perunggasan 2010 yang diselenggarakan mulai dari kantor ASOHI Pusat yang terletak di bilangan Pasar Minggu hingga acara puncak di Hotel Santika Jakarta 25-27 Oktober 2009.

Acara yang telah dipersiapkan oleh panitia secara matang sejak awal tahun ini berlangsung sukses dan meriah. Bahkan sejak berminggu-minggu sebelumnya kantor ASOHI yang juga menjadi kantor PT Gallus Indonesia Utama tempat Infovet dan divisi lainnya bernaung telah berbenah mempercantik diri supaya tampil lebih fresh.

Alhasil, dengan rahmat Allah SWT, acara Peresmian Gedung ASOHI kantor operasional pusat ASOHI dapat berjalan dengan sukses dan sempurna. Peresmian yang dihelat pada Minggu 25 Oktober 2009 ini dilakukan dengan pemotongan pita secara simbolis oleh Ketua Umum Gani Haryanto disaksikan oleh sesepuh pendiri ASOHI, perwakilan ASOHI Daerah dan rekan-rekan wartawan media peternakan. Berdirinya Gedung ASOHI ini tak lepas dari dukungan para donatur seperti ASOHI Jabar, ASOHI Jateng, ASOHI Jatim, ASOHI Sumut, Behn Meyer Kimia, Fort Dodge Indonesia, Medion Farma Jaya, Novartis Indonesia, Paeco Agung, Pyridam Veteriner, Romindo Primavetcom, Sanbe Farma, SHS International, Sumber Multivita, Vaksindo Satwa Nusantara, Wonderindo Pharmatama, dll.

Usai peresmian gedung, delegasi pengurus daerah dan pusat ASOHI bergegas ke hotel Santika untuk memulai Rakornas. Rakornas dibuka oleh Ketua Umum ASOHI Gani Haryanto. Di sela acara Rakornas ASOHI, awak Infovet juga menghimpun berita berupa masukan dan harapan peserta Rakor untuk ASOHI ke depan (baca: Catatan untuk Munas VI ASOHI). Rakornas ini diikuti oleh seluruh pengurus daerah ASOHI diantaranya adalah Pusat, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Riau, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jogjakarta, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan.

Pada Rakornas yang terakhir menjelang munas ASOHI ke-VI ini menghasilkan rumusan sebagai berikut :

  1. Melanjutkan Komunikasi internal ASOHI yang telah terjalin selama ini, yaitu antara Pengurus ASOHI Tingkat Nasional dan Pengurus ASOHI Tingkat Propinsi, serta antar Pengurus ASOHI Tingkat Propinsi. Untuk itu diperlukan adanya peningkatan respon dari Pengurus ASOHI Tingkat Propinsi terhadap informasi yang disampaikan oleh Pengurus ASOHI Tingkat Nasional dan sebaliknya sehingga proses komunikasi menjadi lebih efektif.
  2. Bagi daerah-daerah yang keberadaan ASOHI Tingkat Propinsi belum dirasakan oleh anggota ASOHI di daerahnya, maka Pengurus ASOHI Tingkat Propinsi harus mengembangkan dan melaksanakan program-program dan pelayanan-pelayanan yang dirasakan manfaatnya oleh anggota. Untuk hal ini, Pengurus ASOHI Tingkat Propinsi dapat menimba pengalaman dari Pengurus ASOHI Tingkat Propinsi dari daerah lain yang sudah berhasil.
  3. Dalam menyusun dan melaksanakan program di tingkat daerah, maka Pengurus ASOHI Tingkat Propinsi dapat meminta bantuan yang diperlukan kepada Pengurus ASOHI Tingkat Nasional. Dan Pengurus ASOHI Tingkat Nasional berupaya memberikan bantuan agar progam yang dilaksanakan berhasil dengan baik dan sukses.
  4. Dengan telah terbitnya UU Peternakan dan Kesehatan Hewan No. 18 Tahun 2009 sebagai payung hukum bagi Penanganan Peredaran Obat Hewan Illegal, maka Bidang Pengawasan dan Peredaran Obat Hewan ASOHI Tingkat Nasional dan Pengurus ASOHI Tingkat Propinsi harus lebih aktif melakukan sosialisasi agar anggota dapat mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku.
  5. Pengurus ASOHI Tingkat Nasional dan Pengurus ASOHI Tingkat Propinsi agar aktif memfasilitasi kebutuhan anggota dalam pengurusan izin usaha obat hewan sesuai Permentan No. 18 tahun 2009 tentang Perizinan Usaha Obat Hewan, dan pengurusan sertifikasi Cara Pembuatan Obat Hewan yang Baik (CPOHB) yang batas waktunya akan berakhir tahun 2010.
  6. Menyelesaikan sebaik-baiknya program kerja yang diamanatkan Munas ASOHI ke V dan mempersiapkan Munas ASOHI ke VI yang akan dilaksanakan pada tanggal 20 Mei 2010, sehingga penyelenggaraan Munas ASOHI ke VI berjalan dengan baik sesuai ketentuan AD/ART.

Malam Gathering ASOHI
Acara puncak adalah Malam Gathering 30 Tahun ASOHI yang ditandai dengan peluncuran Buku 30 Tahun ASOHI Mengabdi, Maju Bersama Meningkatkan Kesehatan Hewan. Acara ini dihadiri oleh para pemimpin perusahaan bidang obat hewan, birokrat, dan tamu undangan lainnya.

Pada acara jamuan formal tersebut seluruh tamu undangan hadir dengan suasana penuh kehangatan dalam format round table. Di sela acara juga disuguhkan tarian modern dance sebagai selingan. Diawali dengan laporan Ketua Panitia Drh Irawati Fari, langsung disambung dengan sambutan Gani Haryanto selaku Ketua ASOHI menyambut dengan hangat para tamu undangan dari kalangan pemimpin perusahaan bidang obat hewan, birokrat, asosiasi bidang peternakan, stake holder dan tamu undangan lainnya.

Dalam sambutannya Gani menyampaikan rasa syukurnya bahwa ASOHI telah berusia 30 tahun, dimana sebagai organisasi usaha obat hewan, ASOHI telah banyak meraih prestasi dalam meningkatkan kesehatan Hewan dan Industri Peternakan di Indonesia. “ASOHI sudah memiliki fondasi yang kuat, pilar organisasi yang kokoh dan sistem kerja yang profesional, sehingga saya yakin ASOHI akan siap menghadapi tantangan masa depan yang makin kompleks,” kata Gani.

“ASOHI telah melewati 3 dekade dengan suatu perkernbangan yang berkesinambungan. Perkembangan ASOHI sejak berdiri tanggal 25 Oktober 1979 hingga usia 30 tahun perlu dicatat sebagai sebuah pengalaman berharga sekaligus sebagai sebuah pelajaran untuk langkah-langkah perbaikan di masa depan,” ujar Gani.

Gani melanjutkan, untuk merekam jejak perjalanan ASOHI selama 30 tahun ini, pengurus ASOHI sepakat untuk menerbitkan buku dengan Judul “30 Tahun ASOHI Mengabdi; Maju Bersama Meningkatkan Kesehatan Hewan”.

Penerbitan buku ini dimaksudkan untuk mendokumentasi perjalanan ASOHI selama 30 tahun dengan berbagai dinamikanya. Diharapkan dengan adanya buku ini, generasi penerus ASOHI dapat memahami dan mengambil pelajaran dari kiprah ASOHI selama 30 tahun dan ke depannya dapat mengambil langkah untuk mempertahankan dan meningkatkan prestasi yang telah diraih.

Pada kesempatan tersebut Gani juga menuturkan bahwa dengan menyimak dan merasakan perjalanan 30 tahun ASOHI, dapat disimpulkan ada tiga tantangan utama yang akan dihadapi ASOHI. Pertama, dinamika birokrasi pemerintah dimana kita melihat pergantian pejabat yang lebih dinamis. Hal ini menuntut komunikasi yang lebih intens antara ASOHI dengan pemerintah, dengan harapan semua program yang telah dirancang dan disepakati dapat berjalan dengan lancar.

Kedua, adanya otonomi daerah dimana terjadi perubahan struktur organisasi pemerintah daerah dan perubahan pola kerja pemerintah pusat dan daerah. Hal ini menuntut pengurus ASOHI Daerah lebih proaktif menjalin hubungan dengan pemerintah daerah setempat.

Ketiga adalah dampak globalisasi, dimana penyebaran penyakit hewan lebih cepat, menuntut kesiapan ASOHI dalam berperan menanggulangi masalah penyakit hewan dan meningkatkan kesehatan hewan.

Acara ini juga dihadiri oleh Dirjen Peternakan yang diwakili Direktur Kesehatan Hewan Drh Agus Wiyono PhD. Acara dilanjutkan dengan testimoni dari para sesepuh pendiri ASOHI yang masih hidup dilanjutkan dengan pemutaran video multimedia Kiprah dan Sejarah ASOHI. Terakhir adalah penyerahan secara simbolis Buku 30 Tahun ASOHI Mengabdi kepada segenap tamu kehormatan dan ditutup dengan jamuan makan malam dan ramah tamah. (wan)

Pergantian Musim, Tingkatkan Kewaspadaan Terhadap Meningkatnya Kasus Avian Influenza

oleh: Drh. Wayan Wiryawan
Technical Advisor Malindo Group
wayan.wiryawan@malindofeedmillco.id

Penyakit Avian Influenza (AI) atau yang lebih dikenal dengan istilah penyakit Flu Burung, sejak pertama kali mewabah di Indonesia pada penghujung tahun 2003 sampai sekarang masih menjadi ancaman tetap bagi industri peruggasan di Indonesia bahkan pada beberapa Negara dikawasan Asia. Sampai saat ini sebagian besar peternak tetap memiliki kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit ini, namun tidak sedikit pula peternak yang menilai dan beranggapan bahwa upaya pencegahan yang telah mereka lakukan sampai saat ini, terutama dengan cara vaksinasi dinilai sudah berhasil mencegah ayamnya dari infeksi virus penyebab Avian Influenza. Tentu saja anggapan dan penilaian sejumlah peternak masih perlu dilakukan pengkajian lebih mendalam, apakah benar hanya dengan vaksinasi saja sudah bisa mengendalikan keganasan virus penyebab Avian Influenza yang pernah mewabah dimasing-masing lokasi atau dilingkungan sekitar peternakannya.

Dari pengalamanan dan pengamatan yang penulis pernah peroleh dan lakukan dilapangan, terlebih lagi memasuki peralihan musim seperti saat ini, dari musim kemarau ke musim hujan dan atau selama musim hujan, ada kecenderungan terjadi peningkatan keganasan berbagai jenis penyakit, termasuk juga Avian Influenza. Bila peternak kurang meningkatkan kewaspadaan, melalui peningkatan biosekuriti dan tentunya dibarengi dengan vaksinasi, dikhawatirkan peternakan ayam yang dikelolanya, akan cukup besar kemungkinannya dapat terserang berbagai jenis penyakit, termasuk juga serangan dari penyakit Avian Influenza.

Kewaspadaan yang tinggi terhadap ancaman penyakit Avian Influenza, tidak saja hanya berlaku terbatas pada industri peternakan ayam, namun yang tidak kalah pentingnya adalah tetap dijalankannya secara konsisten program biosekuriti dan program vaksinasi terhadap Avian Influenza oleh Dinas Peternakan maupun perorangan pada peternakan ayam kampung, unggas air dan burung peliharaan, yang punya potensi sangat besar sebagai sumber penyebaran penyakit Avian Influenza di Indonesia.

Tingkatkan biosekuriti sebagai prioritas pencegahan terhadap penyakit
Tujuan biosekuriti adalah untuk menciptakan penghalang antara ayam yang dipelihara oleh peternak dengan berbagai sumber kontaminasi, sehingga ayam yang dipelihara oleh peternak tersebut dapat terhindar dari serangan berbagai jenis penyakit, baik penyakit yang bersifat endemis maupun sporadis.

Suatu program biosekuriti yang efektif dibuat berdasarkan 2 konsep utama: 1. Pengeluaran (menjaga agar agen dan sumber penularan penyakit jauh di luar ternak) dan 2. Penyertaan (jika telah terjadi, mencegah penyebarannya dalam lokasi peternakan atau ke ternak lain yang tidak terinfeksi). Beberapa komponen kunci, ditujukan untuk program Pengeluaran serta Penyertaan, yang harus selalu dapat disertakan dalam setiap program biosekuriti. Komponen ini meliputi: isolasi, kontrol lalu lintas dan pengawasan terhadap pengunjung serta pembersihan dan disinfeksi.

Masuknya agen penyakit, seperti Avian Influenza dan mewabah pada peternakan ayam dapat melalui berbagai jalan: dibawa oleh manusia, peralatan yang tercemar, unggas liar, tikus, litter, karkas, bulu dan mungkin dengan angin atau penyebaran aerosol. Dengan menerapkan secara sungguh-sunguh program biosekuriti, peternak ayam dapat menempatkan penghalang berlapis yang diperlukan untuk meminimalkan resiko munculnya penyakit pada ternak ayam atau penyebarannya ke ternak ayam lain.

Ancaman terhadap berbagai jenis penyakit pada peternakan ayam tidak bisa dihindari, akan tetapi langkah-langkah yang masuk akal dapat diambil untuk menurunkan resikonya. Berikut beberapa tip yang diistilahkan dengan “Jangan Pernah” mengenai hal-hal yang seharusnya kita tidak biarkan terjadi pada peternakan ayam.

  • Jangan pernah mengunjungi atau berhubungan dengan sistem pasar unggas hidup.
  • Jangan pernah memelihara unggas liar dan domestik, hewan eksotik dan domestik (seperti anjing dan kucing) pada lokasi peternakan ayam.
  • Jangan pernah mengizinkan siapa pun dekat dengan kandang anda tanpa tahu dari mana mereka sebelumnya.
  • Jangan pernah menggunakan peralatan dari kandang lain atau peternakan lain yang tidak dibersihkan dan didisenfeksi sebelumnya.
  • Jangan pernah membiarkan seekor hewan pun membawa atau mengaduk ayam yang mati dari tempat pembuangan atau pemusnahannya.
  • Jangan pernah menggunakan sarana pengambilan unggas mati untuk kandang atau lokasi peternakan ayam yang lainnya.
Untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap meningkatnya ancaman berbagai jenis penyakit termasuk juga penyakit AI, semua pihak yang terlibat dalam peternakan ayam harus tetap mempunyai komitmen berkenaan dengan beberapa hal berikut, sebagai bagian dari upaya menjalankan program biosekuriti secara optimal:
  • Hanya izinkan pengunjung yang berkepentingan masuk kedalam lokasi peternakan atau kedalam kandang.
  • Pengunjung yang berkepentingan harus mematuhi aturan berpakaian dan mengisi serta menandatangani buku catatan pengunjung.
  • Seluruh pekerja di peternakan harus memiliki sepatu, pakaian, dan penutup kepala untuk peternakan.
  • Peternak harus memiliki metode pembuangan ayam yang mati, dimana ditangani dan dikelola secara memadai. Jika mungkin, lakukan pembuangan dan pemusnahan ayam yang mati di dalam lokasi peternakan.
  • Semua peralatan yang ditujukan untuk peternakan harus dibersihkan dan didisinfeksi sebelum memasuki kandang ketika ayam ada di dalamnya.

Pembahasan lebih mendalam mengenai Vaksinasi salah satu cara mencegah wabah penyakit, Kendala vaksinasi AI killed pada ayam pedaging serta Rekomendasi program vaksinasi terhadap AI pada peternakan ayam dapat di baca di majalah Infovet edisi 185/ Desember 2009...atau informasi pemesanan maupun berlangganan selengkapnya... klik disini

MENELISIK BISNIS PETERNAKAN INDONESIA 2010

Indonesia, negara kaya raya di jagad khatulistiwa terbentang dengan pongah di antara dua benua dan dua samudera. Memiliki ribuan pulau besar dan kecil, yang mengandung berbagai kekayaan alam baik yang tidak dapat maupun yang dapat diperbaharui.

Seba
gai negara kaya raya, Indonesia masih menyimpan banyak permasalahan-permasalahan yang menggelayut di pilar-pilar penyangga negeri ini? Sebut saja perihal korupsi yang sampai saat ini masih saja santer dibicarakan. Masalah lain yang tak kalah pentingnya adalah perihal kecukupan pangan untuk bangsa besar ini. Namun pangan yang dimaksud bukanlah pangan yang hanya terpenuhi secara kuantitasnya saja, sisi kualitas harus menjadi prioritas utama demi terwujudnya generasi bangsa yang sehat, dengan tingkat inteligensi yang tinggi.

Kenyataannya, harapan itu masih jauh. Bagai mengejar fatamorgana, bangsa yang hidup dengan kemewahan wilayahnya ini masih saja didera dengan kondisi pangan yang tidak mencukupi persyaratan hidup. Hal ini dibuktikan dengan capaian per kapita konsumsi protein hewani masih jauh dari cukup. Tercatat sampai saat ini konsumsi daging per kapita per tahun, baru mencapai 8,5 Kg (data USDA-GAIN Report Oktober 2007), dari angka tersebut konsumsi daging ayam hanya 4,5 kg/kapita/tahun. Konsumsi telur pun hanya 67 butir/kapita/tahun. Angka konsumsi tersebut merupakan yang terendah di antara negara-negara ASEAN. Di samping itu, program swasembada daging 2010 sampai hari ini belum terlihat titik terangnya. Dapatkah bangsa ini tumbuh sempurna dengan IQ tinggi bila mereka hanya disuguhi pangan yang mencukupi dari segi kuantitasnya saja?

“Jelas tidak,” jawab Prof Dr Ir HM Hafil Abbas MS Pakar dan Pengamat Perunggasan Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang, Sumatera Barat. Menurutnya, proses tumbuh kembang anak harus didukung oleh asupan makanan bergizi, baik berupa makanan dengan kandungan protein nabati maupun makanan yang kaya dengan kandungan protein hewani.

“Kedua jenis makanan ini harus tersedia dalam jumlah yang cukup dengan kualitas yang dapat menunjang pertumbuhan bagi anak,” tegas Prof Abbas. Untuk menghasilkan produk unggas dengan kualitas yang baik, diperlukan sinergisme dari semua aspek pendukungnya. Aspek-aspek tersebut menurutnya adalah aspek bibit, pakan, obat-obatan dan vaksin, peralatan dan aspek pasar. “Pasar perunggasan Indonesia tetap membaik dari tahun ke tahun,” ujarnya.

Lantas seberapa cerahkah prospek perunggasan Indonesia di tahun 2010 nanti? “Prospek perunggasan kita jelas tetap cerah dan itu dipastikan apalagi bila kondisi perekonomian global kembali kemasa sedia kala. Hal yang perlu diperhatikan oleh semua penggerak usaha ini adalah menyangkut sesuatu yang tidak berhubungan dengan masalah teknis peternakan itu sendiri, tetapi faktor-faktor lingkungan non teknis lainnya yang akan berpengaruh terhadap kelancaran usaha ini,” papar Guru Besar Ilmu Unggas Fakultas Peternakan Universitas Andalas ini.

Dikatakannya, aspek non teknis tersebut dapat berupa aspek kualitatif, diantaranya aspek ekonomis dan juga aspek politik dan keamanan (polkam). Kedua aspek ini jelas dapat mempengaruhi iklim berusaha di sektor industri manapun termasuk industri perunggasan itu sendiri. Misalkan saja lingkungan strategis global negara-negara produsen unggas yang potensial seperti Brazil dan China, serta beberapa negara lainnya di Eropa. Contohnya akibat penyakit Avian Influenza, produk-produk unggas dari negara-negara tersebut tidak boleh masuk ke Indonesia. Hal ini merupakan pukulan berat bagi Negara-negara tersebut, sehingga dari industri peternakan sendiri mengalami kerugian yang besar. Selain itu masalah kehalalan masih tetap menjadi isu utama yang membantu menghambat masuknya produk unggas ke Indonesia, termasuk dari USA.

“Cerita singkat ini bak setali tiga uang dengan kondisi dunia perunggasan kita bila saja pemerintah, swasta dan pihak terkait lainnya tidak menata sistem berusaha yang baik,” ujar Prof Abbas. Lantas apa saja sistem dimaksud? “Yang terpenting adalah sistem regulasi dan distribusi dari produk perunggasan itu sendiri,” tegasnya. Sejauh ini kondisi pasar unggas hanya menjadi milik perorangan dan kelompok, bukan menjadi milik peternak yang sudah mati-matian untuk menghasilkan produk unggas dengan jumlah dan mutu yang sesuai dengan permintaan pasar. Hal yang menjadi sorotan umum menurut Prof Abbas kondisi harga bibit dan pakan yang terus saja tidak stabil. Artinya manakala harga bibit murah selalu diikuti dengan harga pakan naik atau nilai jual produk unggas tersebut mengalami penurunan yang sangat drastis. Bagi peternak yang berusaha dengan menggunakan modal sendiri, hal ini jelas jadi masalah, namun bagi peternak yang menggunakan jasa kemitraan, mereka tetap menikmati hasil sesuai dengan kontrak yang disepakati diawal kegiatan. Sebaliknya, harga yang baik hanya dapat dinikmati oleh peternak dengan modal sendiri dan para pemegang modal di bidang usaha ini.

Disisi lain, produk pertanian yang menunjang industri perunggasan di Indonesia, yaitu bahan baku pakan seperti jagung dan bungkil kedele dari negara-negara pemasok seperti USA, Argentina, Brazil, Peru, Chili, dan negara lainnya, masih tetap cukup dan aman untuk diimpor ke Indonesia. Demikian pula halnya dengan Grand Parent Stock (GPS) dan Parent Stock (PS). Diharapkan pada tahun 2010 nanti, negara-negara bersangkutan tetap stabil dari segi politik dan keamanan, sehingga tidak mengganggu kegiatan impor dan ekspor bahan baku pakan dan bibit.

Namun, satu hal yang perlu diingat adalah bahwa peningkatan produksi tetap tidak dapat berjalan mulus. Banyak hal yang perlu diwaspadai di samping peran aspek ekonomi, politik dan keamanan tadi, salah satunya keberadaan mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit pada ternak. Indonesia merupakan Negara tropis dengan suhu dan kelembaban yang diduga dapat mendukung pertumbuhan berbagai macam mikroorganisme, apakah yang bersifat patogen ataupun yang non patogen. Kehadiran mikroorganisme ini jelas dapat mengganggu pertumbuhan ternak yang dipelihara, bahkan kehadirannya dapat menimbulkan kematian bila tak tertangani dengan baik.

Menurut Prof drh Charles Rangga Tabbu MSc PhD, mikroorganisme dapat tumbuh di bagian manapun di lokasi peternakan. Mulai dari lantai kandang, celah-celah lantai kandang, di permukaan tempat makan dan tempat minum, bagian parsial atau permukaan bahan-bahan bangunan kandang ataupun dari anak kandang yang menangani atau yang menjadi operator kandang selama proses produksi.

Mikroorganisme masuk dan keluar dari lokasi peternakan tanpa dapat diketahui oleh peternak. Indikasi awal yang dapat dijadikan dasar bahwa kandang telah terpapar mikroorganisme adalah munculnya tanda-tanda penyakit, baik gejala umum maupun tanda-tanda khusus yang mencirikan kepada jenis peyakit tertentu. Menurut Gubes Patologi FKH UGM ini, penyakit yang sering muncul di usaha peternakan adalah dari kelompok penyakit viral seperti ND, Gumboro dan penyakit viral lainnya.

Namun penyakit lain misalnya penyakit bakteri, parasit dan jamur juga tetap menjadi perhatian utama. Hal ini mengingat kondisi wilayah Indonesia dengan dua musimnya, yakni musim hujan dan musim kemarau atau pada saat peralihan kedua musim tersebut. Sejauh ini, peran penyakit bakteri, parasit dan jamur masih dipandang strategis dalam mengurangi nilai akhir berupa laba atau untung dari usaha peternakan. Untuk menekan kerugian yang disebabkan oleh mikroorganisme tersebut maka diperlukan kewaspadaan peternak terkait masuknya bibit penyakit ke lokasi usaha peternakannya.

Bila dipelajari rentetan kasus penyakit ayam per Januari 2009 sampai medio November 2009, kasus terbesar pada ayam petelur masih seputar penyakit korisa, ND, dan kolera. Ketiga penyakit ini menurut Prof Charles menduduki posisi tiga besar dalam menimbulkan kerugian pada peternak ayam petelur. Pada ayam padaging, penyakit CRD kompleks, CRD dan kolibasilosis kembali menduduki posisi tiga besar setelah berjaya menggerogoti ayam pedaging selama kurun waktu 2008 lalu.

“Penyakit-penyakit ini umumnya menyerang ayam petelur dan pedaging secara berulang, artinya kesempatan booming di tahun depan juga perlu diwaspadai,” tegas mantan Dekan FKH UGM ini.

Sementara itu, untuk penyakit AI, peternak tetap diminta waspada melalui penerapan tatalaksana pemeliharaan maupun pelaksanaan vaksinasi secara tepat, baik tepat waktunya maupun tepat dosisnya. Selain itu, peternak jangan sampai mengesampingkan pelaksanaan program biosekuriti secara ketat dan menyeluruh di lokasi usaha peternakannya. “Perhatian peternak seyogianya bukan tertuju semata pada kasus penyakit AI, namun untuk kasus penyakit lainnya, penanganan yang komprehensif hendaknya juga diterapkan,” ajak Prof Charles.

Evaluasi Penyakit Di Tahun 2009
Berdasarkan jenis kasus serangan penyakit pada ayam petelur maupun ayam pedaging, dapat ditarik satu kesimpulan bahwa pada dasarnya tantangan penyakit di usaha peternakan belumlah banyak berubah. Perjalanan penyakit unggas masih seputar penyakit viral, bakteri, parasit dan jamur. Meskipun demikian, peternak tidak dapat memungkirinya bahwa penyakit yang menyerang usaha peternakannya relatif kompleks, dimana sering ditemui kasus-kasus penyakit komplikasi sehingga menyulitkan dalam penanganannya.

Hal ini mungkin menjadi sebuah peringatan bahwa kondisi lingkungan peternakan mulai jenuh, artinya konsentrasi bibit penyakit lebih tinggi dari periode sebelumnya. Diperparah dengan kondisi peternak yang belum menyadari sepenuhnya arti tentang upaya penerapan biosekuriti secara tepat dan menyeluruh di lokasi usaha peternakannya.

Penerapan biosekuriti secara tepat dan menyeluruh tersebut adalah pertama pelaksanaan masa istirahat kandang yang seharusnya minimal 14 hari tidak dilaksanakan. Beberapa kasus di lapangan, masa istirahat kandang lebih cepat, hanya 7 hari atau kurang dari 14 hari. Padahal kondisi ini tidak baik karena akan menyebabkan bibit penyakit selalu berada di lingkungan peternakan tersebut, akibatnya serangan penyakit akan selalu berulang. Pengalaman Kaliman peternak ayam broiler Desa Baleharjo, Wonosari, Gunung Kidul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukan kebenaran dari apa yang menjadi patokan khusus perihal masa istirahat kandang ini.

Menurut Kaliman, kandang memang harus diistirahatkan dengan rentang waktu minimal 14 hari atau lebih. Hal ini bertujuan agar siklus bibit penyakit dapat tuntas dienyahkan dari lokasi peternakan. Sejauh ini, sejak 11 tahun berkiprah di usaha peternakan ayam pedaging, Kaliman masih tetap mempertahankan kaedah ini, alhasil Kaliman selalu sukses menuai keuntungan dari usahanya.

Kedua, sanitasi kandang tidak dilakukan secara sempurna, misalnya masih ada sisa-sisa feses di sela-sela lantai kandang. Menurut Prof Charles, sisa-sisa feses di sela-sela lantai kandang merupakan tempat yang nyaman bagi bibit penyakit untuk bertahan hidup. Sebaiknya peternak menggunakan air bertekanan tinggi untuk melenyapkan sisa-sisa feses tersebut.

Ketiga, sistem pemeliharaan tidak diterapkan secara all in all out juga akan membawa dampak serangan penyakit yang selalu berulang. Di samping itu, program pemberian obat yang dilakukan secara tidak tepat juga turut ikut bagian dalam menyebabkan bandelnya kasus penyakit. Pemberian obat yang secara terus menerus dengan dosis yang kurang tepat dapat mempercepat terjadinya kasus resistensi.

Hal ini dibenarkan oleh Akademisi dari Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya drh Iwan Syahrial MSi. Menurutnya, resistensi obat pada ternak berdampak pada sulitnya penanganan penyakit, sehingga penyakit tersebut bisa saja bersifat endemis. Oleh sebab itu, pemberian obat sudah saatnya dilakukan secara tepat sesuai dengan diagnosis penyakit dan lebih bijak.

Bekal Untuk Tahun 2010
Mengingat peran daging ayam sebagai subtitusi daging ruminansia terutama daging sapi akan terus berlanjut, bahkan peluangnya akan semakin besar. Hal tersebut didasarkan pada pasokan daging sapi yang semakin berkurang, untuk imporpun selain jumlahnya terbatas karena negara pemasok yang terbatas akibat faktor penyakit, juga harganya relatif tinggi.

Selama 5 tahun terakhir ini, tren perkembangan perunggasan terbukti terus meningkat meskipun besaran setiap tahunnya masih fluktuatif. Isu flu burung masih ada namun tidak dikaitkan dengan isu pemusnahan unggas sehingga konsumen tidak lagi dibayang-bayangi oleh kasus Flu Burung.
Sebelum memasuki jendela baru tahun 2010, beberapa hal yang perlu menjadi catatan penting adalah (1) kenali dan pahami lebih seksama tentang sifat dan potensi ayam komersial modern, (2) aplikasi vaksinasi dan pengobatan perlu dilakukan secara tepat.

Untuk program pengobatan misalnya, drh Iwan Syahrial MSi Kandidat Doktor pada Program Studi Sains Veteriner FKH UGM Yogyakarta menegaskan harus memenuhi 4 persyaratan, yakni jenis obatnya, kemampuan obat mencapai organ yang sakit, obat tersedia dalam kadar yang cukup dan obat harus berada dalam tubuh ayam dalam waktu yang cukup pula, (3) tingkatkan keramahan terhadap lingkungan, dan (4) semua usaha tersebut harus didukung dengan penerapan biosekuriti yang tepat dan menyeluruh agar tatalaksana pemeliharaan yang baik dapat memberikan hasil yang baik pula untuk kesejahteraan peternak.

Prospek Untuk Pengembangan Ternak Besar
Departemen Pertanian menargetkan swasembada daging sapi secara bertahap pada tahun 2014. Melalui sejumlah program, penyediaan daging sapi dari dalam negeri diproyeksikan meningkat dari 67 persen pada tahun 2010 menjadi 90 persen pada tahun 2014. Hal ini disampaikan Menteri Pertanian Suswono dalam Seminar Nasional Pengembangan Ternak Potong untuk Mewujudkan Program Kecukupan atau Swasembada Daging di Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Sabtu (7/11), upaya swasembada daging sapi akan ditempuh melalui sejumlah program, di antaranya memperbanyak jumlah populasi sapi induk melalui program kredit usaha pembibitan sapi. Selain itu, juga memanfaatkan lahan-lahan yang masih potensial digunakan untuk usaha peternakan dan meningkatkan jumlah kelahiran anak sapi menjadi 100.000 ekor dalam lima tahun ke depan.

”Dengan berbagai upaya ini, populasi sapi potong ditargetkan meningkat dari 12 juta ekor pada tahun 2009 menjadi 14,6 juta ekor pada tahun 2014,” kata Suswono. Program swasembada daging sapi telah ditargetkan sebelumnya, yaitu pada tahun 2005, kemudian direvisi menjadi tahun 2010. Selama periode ini, Indonesia masih mengimpor 40 persen dari total kebutuhan daging sapi yang ada pada tahun 2009 mencapai 322,1 ribu ton. Meskipun populasi sapi potong dari tahun 2005 hingga tahun 2009 meningkat sebanyak 4,4 persen per tahun, populasi sapi potong dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan daging sapi. Dari berbagai kerja sama, baik dalam maupun luar negeri, Departemen Pertanian menargetkan hasil sebanyak 50.000 ekor sapi dalam lima tahun mendatang. Di bidang pemanfaatan lahan potensial, integrasi perkebunan sawit dengan peternakan sapi diproyeksikan dapat menghasilkan 50.000 sapi dalam lima tahun.

Suswono juga menyebutkan rencana pemanfaatan lahan telantar untuk pengembangan peternakan dan pertanian. Saat ini lahan telantar di Indonesia mencapai 7,13 juta hektar. Salah satu masalah dalam peternakan adalah terbatasnya pemanfaatan lahan potensial sebagai basis budidaya sapi. Selain itu, kegiatan pembibitan sapi pun belum berkembang karena keterbatasan permodalan di kalangan peternak. Pada tahun 2007 usaha pembibitan sapi hanya berjumlah tiga unit dan pada tahun 2008 meningkat menjadi enam unit. Akibatnya, saat ini Indonesia masih kekurangan sekitar satu juta ekor sapi induk.

Guru besar Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Prof Endang Baliarti, mengatakan, pendampingan pada peternak rakyat sangat penting untuk mencapai swasembada daging sapi. Hal ini mengingat lebih dari 90 persen ternak sapi dipelihara oleh sekitar 6,5 juta rumah tangga di pedesaan dengan pengetahuan peternakan yang sangat minim. “Banyak dari peternak sapi potong itu juga telah berusia tua, dengan tingkat pendidikan lulusan sekolah dasar sehingga pengetahuan mereka pun terbatas,” papar Prof Endang. Endang juga menekankan pentingnya penyediaan pakan lokal. Areal perkebunan serta hutan bisa menjadi sumber pakan sapi yang sangat potensial.

Permasalahan yang akan timbul terkait budidaya sapi ini menurut drh Agung Budiyanto MP PhD adalah kasus-kasus reproduksi. Kasus tersebut seperti repeat breeding yang masih tinggi, dan Services per Conception yang cenderung meningkat. Menurutnya, kemungkinan repeat breeding disebabkan akibat lemahnya recording, dan silent heat. Perubahan performans reproduksi karena cross breeding juga perlu dikaji secara komprehensif untuk diperoleh solusi yang tepat.

Penyakit yang perlu diwaspadai menurut alumnus program doktoral United Graduated School of Veterinary Science Yamaguchi University Japan 2007 ini adalah kemungkinan bisa timbul Brucellosis, IBR, John Disease apabila manajemen kesehatan dan manajemen reproduksi tidak dilakukan dengan baik. Penyakit lain yang juga perlu diwaspadai adalah endometritis, klinis maupun subklinis, vaginitis, metritis dan kasus-kasus reproduksi lainnya. Untuk peternak, karena musim pancaroba, dimana resistensi dari ternak biasanya menurun perlu dilakukan langkah-langkah antara lain yang penting adalah perbaikan nutrisi, pemeriksaan kesehatan secara rutin, penanganan secepatnya apabila ada perubahan yang abnormal dari hewan peliharaannya.

Konsultasi dengan dokter hewan lebih intensif akan lebih baik dalam mencegah ternak terpapar berbagai macam bibit penyakit. Pada akhirnya, mengutip satu catatan penting dari Champbell dan Lashley tahun 1985 menyatakan bahwa Negara yang kaya ternak tidak akan pernah miskin, sedangkan Negara yang miskin ternak tidak akan pernah kaya, maka jayalah negeri ini dengan segudang ternak yang dimilikinya. (sadarman)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer