Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Ketika Dokter Hewan Pedesaan Peduli

Dengan tajuk Dokter Hewan Pedesaan Peduli, pada 4 Oktober 2009 sebuah organisasi yang bernama Forum Komunikasi Praktisi Dokter Hewan se-Kabupaten Bantul Yogyakarta (FORKOM PDH) menggelar Bhakti Profesi sekaligus menggalang Dana untuk Korban Bencana alam di Padang Sumatera Barat.

Lebih dari 100 ekor sapi potong milik peternak rakyat di sebuah kawasan pedesaan Bantul Yogyakarta diperiksa kesehatan umum dan reproduksi oleh sekitar 20 orang dokter hewan. Antusiasme peternak nampak jelas tergambar ketika mereka sebelumnya menerima informasi ilmu pengetahuan praktis dan tepat guna dari salah seorang peserta bhakti profesi.

Lalu lintas tanya-jawab antara para praktisi dan peternak berjalan cair, santai dan sangat interaktif. Menurut Drh Aida Zumaroh yang menjadi pengisi sekaligus pemandu tukar-bagi ilmu itu, bahwa problema serius pada sapi potong adalah bagaimana mengelola sapi betina.

”Peternak sapi potong skala rakyat, umumnya lebih cenderung menggantungkan keuntungan usahanya dari kelahiran pedet (anak sapi). Sangat berbeda sekali dengan perusahaan penggemukan sapi potong (feedlotter) yang justru orientasi profit atas dasar penambahan bobot badan sapi itu.

Oleh karena itu, jika manajemen sapi betina oleh para peternak skala rakyat tidak dijalankan dengan benar, maka perolehan keuntungan itu tidak akan dapat diraih. Bahkan menurut Aida, peternak malah jatuh dalam kerugian, jika benar-benar usaha itu dihitung secara ekonomi modern.

Point penting pemeliharaan sapi betina adalah menjaga dan mencermati siklus reproduksinya. Dengan dasar itu, maka peternak akan meraih banyak keuntungan yaitu berupa masa kosong fungsi organ sistema reproduksi yang pendek. Artinya begitu birahi segera dikawinkan sehingga akan diperoleh calon anak baru. Setelah melahirkan pun dicermati kapan muncul birahi lagi agar segera dapat dikawinkan secara cepat dan tepat waktu. Jika hal ini lalai dan tidak dicermati, maka sudah pasti akan merugikan peternak.

Untuk mencapai kondisi sapi bisa birahi memang banyak faktor yang berpengaruh. Secara normal memang siklus birahi sapi betina di daerah tropis seperti Indonesia ini, adalah tiap 18-23 hari sekali. Artinya jika sapi itu sistem organ reproduksinya normal, maka siklus birahi itu akan terus ada, kecuali sapi sedang dalam masa bunting.

Namun demikian, ujar Aida meskipun sapi dengan sistem organ reproduksinya normal, jika pemberian pakan kurang mencukupi jumlah dan nilai gizi yang diperlukan seekor ternak sapi, maka tentu saja siklus birahi itu tidak akan muncul. Kalaupun memang birahi, akan tidak terlihat oleh peternak.

Setelah acara berbagi ilmu pengetahuan dan ketrampilan, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan kesehatan umum dan reproduksi. Selain itu juga diberikan pengobatan bagi sapi yang sakit dan diberikan aneka vitamin. Kegiatan yang mendapat restu dari Kepala Dinas Perikanan, Kelautan dan Peternakan Kabupaten Bantul itu, berlangsung cukup sukses dan mengesankan bagi kedua belah pihak. Selamat dan terus berkiprah FORKOM PDH....Bravo FORKOM. (iyo)

BEHN MEYER Bantu Korban Gempa Sumatera Barat

Dalam rangka turut meringankan beban saudara-saudara kita yang tertimpa bencana gempa bumi di Sumatera Barat, pada tanggal 28 Oktober 2009, Behn Meyer Group memberikan sumbangan sebesar USD 26.000. Penyerahan sumbangan ini dilakukan secara simbolis oleh Bapak Adhita Susilardjo, President Direktur PT. Behn Meyer Kimia kepada Bapak Trias Kuncahyono, Deputy Chief Editor Kompas.

Behn Meyer & Co. didirikan di Singapura pada tahun 1840 sebagai sebuah perusahaan perdagangan oleh dua pelaut muda dari Hamburg - Theodor August Behn and Valentin Lorenz Meyer.

Awalnya perusahaan ini memperdagangkan hasil bumi dari wilayah tropis seperti minyak kelapa, kopra, lada, kamper, rotan, dll; hingga kemudian memperluas usaha ke bidang pengiriman dan asuransi.

Saat pecahnya Perang Dunia Pertama, Behn Meyer memiliki kantor dan cabang di Singapura, Malaysia, Thailand, Indonesia dan Filipina. Saat itulah Behn Meyer menjadi perusahaan perdagangan dan pelayaran terbesar di kawasan ini. Namun Behn Meyer sempat kehilangan semua aset dan kantornya di Asia Tenggara selama Perang Dunia Kedua. Akan tetapi, hubungan perdagangan kembali berlanjut setelah 1945.

Behn Meyer sekarang memiliki kelompok perusahaan yang beroperasi di Jerman, Singapura, Malaysia, Thailand, Indonesia, Vietnam, Myanmar, Kamboja dan Jamaika. Perusahaan induk Behn Meyer (D) Holding AG & Co (sebelumnya dikenal sebagai Arnold Otto Meyer) berbasis di Hamburg.

Behn Meyer Group bergerak dalam bidang perdagangan yang memiliki beberapa divisi seperti divisi food & personal care, nutrisi ternak, bahan kimia industri karet, bahan kimia industri kulit, industri plastik dan water treatment.(Red)

ASOHI Setelah Melewati 3 Dekade

Saat tulisan ini disusun, saya bersama tim penulis baru saja menyelesaikan proses penulisan buku yang berjudul “30 Tahun ASOHI Mengabdi, Maju Bersama Meningkatkan Kesehatan Hewan” Buku ini berisi rangkaian perjalanan ASOHI selama 30 Tahun, yaitu sejak berdiri tanggal 25 Oktober 1979 hingga tahun 2009. Proses penyusunan kurang lebih berjalan satu tahun, melalui proses wawancara dan dialog dengan lebih dari 20 narasumber, penelusuran dokumen organisasi serta pengamatan saya selaku penyusun buku.

Semula saya merancang buku ini disusun berdasarkan catatan hasil Musyawarah Nasional (Munas) ASOHI, yang telah berlangsung 5 kali. Dalam organisasi ASOHI, Munas adalah forum tertinggi organisasi yang berlangsung lima tahun sekali dan mengagendakan penyempurnaan AD/ART Organisasi dan Kode Etik Organisasi, Penyusunan Program Kerja, dan pemilihan pengurus. Namun setelah menelusuri dokumen-dokumen Munas, dokumen rapat, surat-surat penting, catatan kegiatan, serta hasil wawancara narasumber, saya menyimpulkan ada 3 tahapan penting yang dialami ASOHI selama 30 tahun, yang masing-masing tahap berlangsung 10 tahun (satu dekade)

Dekade pertama (1979-1989) saya sebut sebagai Tahap Pemantapan Wadah Tunggal. Tahap ini eksistensi ASOHI mendapat pengakuan penuh dari pemerintah sebagai satu-satunya organisasi di bidang usaha obat hewan. Dengan pengakuan pemerintah bahwa ASOHI adalah”wadah tunggal”, pengurus ASOHI memperkuat jalinan kerjasama dengan pemerintah. ASOHI menjadi jembatan komunikasi antara pemerintah dengan perusahaan obat hewan. Pada tahap ini pula ASOHI mengusulkan ke pemerintah agar ASOHI ikut berperan sebagai filter pertama perusahaan baru melalui bentuk rekomendasi perijinan usaha.

Dekade kedua (1989-1999) saya sebut sebagai Tahap Penguatan Pilar Organisasi. ASOHI sudah memiliki fondasi yang kuat untuk berkembang sehingga yang dibangun di era ini adalah pilar-pilar organisasi yang kuat. Pilar-pilar ini terdiri dari manajemen kantor sekretariat yang makin tertata, penerbitan majalah Infovet sebagai cikal-bakal badan usaha ASOHI, pembentukan dan pengembangan ASOHI daerah, pengurus pusat dan daerah yang makin mantap dan terkordinasi, serta kegiatan seminar dan pelatihan untuk anggota mulai diselenggarakan rutin. Pada dekade ini pengurus ASOHI tidak lagi harus direpotkan kegiatan harian administrasi sekretariat organisasi seperti penyusunan naskah pidato, nutulen rapat, surat menyurat dan urusan administrasi lainnya, karena sudah ada staf khusus di sekretariat yang bertanggung jawab pada urusan teknis pengelolaan harian organisasi.

Dekade ketiga (1999-2009) merupakan tahap profesionalisme organisasi. Tahap ini ASOHI melakukan kaderisasi kepemimpinan, memperkuat peran ASOHI Daerah, meningkatkan partisipasi anggota dan sistem kerja organisasi dikelola sebagaimana layaknya manajemen modern. Dalam periode ini struktur organisasi ASOHI makin diperkuat, terjadi peralihan kepemimpinan organisasi yang berlangsung demokratis serta pelaksanaan visi dan misi yang lebih terorganisir.

Pada periode ini ASOHI mulai berkiprah di forum Internasional, dimana melalui ASOHI, Indonesia merupakan negara ketiga ASIA setelah Jepang dan Korea Selatan yang diterima sebagai Anggota International Federation For Animal Health (IFAH). ASOHI juga ikut memprakarsai berdirinya ASEAN Federation of Animal Health Industry (AFAH). Periode ini merupakan dimulainya seminar nasional perunggasan secara rutin, sejumlah pelatihan anggota dan Program Temu Anggota ASOHI (Protas).

Berdirinya organisasi ASOHI tidak lepas dari pertumbuhan usaha ayam ras yang mulai populer di Indonesia tahun 1970an. Pada saat yang bersamaan, Indonesia pimpinan Presiden Soeharto saat itu sedang melaksanakan program pembangunan lima-tahunan yang dikenal dengan nama Pelita. Dan tahun 1979 adalah awal Indonesia memasuki Pelita III.

Lima orang tokoh pendiri ASOHI adalah Prof. JH Hutasoit (waktu itu Dirjen Peternakan), Haji Abdul Karim Mahanan (pengusaha obat hewan), Dr drh Soehadji (saat itu Direktur Bina Program), Drh IGN Teken Temadja (saat itu Direktur Kesehatan Hewan), Dr Sofjan Sudardjat MS (saat itu Kepala Seksi Informasi Wabah Dan Pelaksana Harian Kasubdit Wabah di Direktorat Kesehatan Hewan). Dalam proses pendirian ini Abdul Karim Mahanan merupakan wakil dari perusahaan obat hewan dan merupakan tokoh senior obat hewan kemudian dipercaya menjadi Ketua Umum ASOHI hingga akhir hayatnya di tahun 2004. Selanjutnya Gani Haryanto dikukuhkan dalam Munas V tahun 2005 sebagai Ketua Umum menggantikan A. Karim Mahanan.

Hampir semua narasumber, baik itu pendiri, Pengurus Harian, Dewan Pakar, Dewan Kode Etik, semuanya mengaku bahwa kekuatan ASOHI sejak berdiri hingga sekarang adalah kemitraannya dengan pemerintah benar-benar berjalan, bukan sekedar program di atas kertas saja. Kemitraan ini meliputi diskusi mengenai sistem perijinan obat hewan dan masalah obat hewan lainnya, bersama-sama menyusun rancangan peraturan, bersama-sama melakukan sosialisasi peraturan, bekerjasama menerbitkan buku, menyelenggarakan seminar, training, saling tukar informasi perkembangan iptek dunia dan sebagainya.

Tapi bukan berarti semua proses kerjasama dengan pemerintah berjalan mulus. Pergantian pejabat yang akhir-akhir ini berlangsung lebih sering, menjadi tantangan tersendiri bagi ASOHI. Padahal, sangat dimungkinkan dinamika birokrasi semacam itu akan terus berlangsung di masa mendatang. Itu sebabnya dalam buku ini juga disinggung tantangan utama yang akan dihadapi ASOHI pada dekade berikutnya.

ASOHI merumuskan 3 tantangan utama. Pertama, dinamika birokrasi pemerintah dimana pergantian pejabat yang lebih dinamis. Hal ini menuntut komunikasi yang lebih intens antara ASOHI dengan pemerintah, dengan harapan semua program yang telah dirancang dan disepakati dapat berjalan dengan lancar.

Kedua, adanya otonomi daerah dimana terjadi perubahan struktur organisasi pemerintah daerah dan perubahan pola kerja pemerintah pusat dan daerah. Hal ini menuntut pengurus ASOHI Daerah lebih proaktif menjalin hubungan dengan pemerintah daerah setempat.
Ketiga adalah dampak globalisasi, dimana penyebaran penyakit hewan lebih cepat, menuntut kesiapan ASOHI dalam berperan menanggulangi masalah penyakit hewan dan meningkatkan kesehatan hewan.

Adanya buku ini, setidaknya generasi muda ASOHI dapat melihat perjalanan ASOHI selama 30 tahun dan dapat memetik manfaat untuk mengembangkan ASOHI di masa yang akan datang.
Buku ini diterbitkan oleh Gita Pustaka, salah satu divisi dari PT gallus Indonesia utama (penerbit majalah Infovet). Selain buku 30 tahun ASOHI, Gita Pustaka tahun ini menerbitkan buku Indeks Obat Ikan Indonesia (INOI), buku Memilih Anjing Ras Mini, dan sebentar lagi akan menerbitkan buku Indeks Obat Hewan Indonesia (IOHI).

Selamat Ulang Tahun ASOHI.
Bambang Suharno,
penulis buku “30 Tahun ASOHI”

UU Peternakan dan Kesehatan Hewan Digugat

Pemerintah dan DPR harus menghadapi uji materi UU yang baru saja mereka sahkan. Pasalnya, UU No 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan dimohonkan uji materinya di Mahkamah Konstitusi. Pengajuan ini dilakukan oleh Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI), Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), Serikat Petani Indonesia (SPI), Wahana Masyarakat Tani Nelayan Indonesia (Wamti), Gabungan Kopersai Susu Indonesia (GKSI), dan Institute for Global Justice (IGJ).

Kuasa Hukum pemohon, Hermawanto SH, menyatakan bahwa permohonan mereka diajukan pada Pasal 44 ayat (3), Pasal 59 ayat (2) dan (4), serta Pasal 68 ayat (4) UU No 18 Tahun 2009. Ia menyatakan pasal-pasal tersebut telah melalaikan aspek keamanan konsumsi daging impor. “Semangat pasal-pasal ini adalah membuka impor daging sebesar-besarnya dengan mengabaikan keselamatan,” ujarnya ketika ditemui Infovet di gedung Mahkamah Konstitusi, Jumat (16/10).

Ia menyatakan pasal-pasal ini telah menunjukkan cuci tangan pemerintah pada risiko-risiko penyakit hewan di dalam negeri atau daging hewan impor. Pada Pasal 44 ayat (3) disebutkan bahwa pemerintah tidak memberikan kompensasi atas depopulasi terhadap hewan yang terjangkit penyakit. “Ini jelas merugikan peternak hewan,” ujarnya.

Padahal dalam Pasal 59 ayat (2) dan (4) menyatakan bahwa pemerintah membuka impor daging dari luar negeri berdasarkan basis zona. Dengan pola ini, berarti jika sebuah negara yang memiliki jejak rekam penyakit hewan tidak serta merta diblokir dalam perdagangan. “Namun hanya zona tertentu. Ini tetap saja berbahaya, kaitannya karena penyakit hewan itu sifatnya endemik dan bisa berkembang,” ungkapnya.

Sementara itu, dalam Pasal 68 ayat (4) disebutkan bahwa menteri dapat mengambil alih kewenangan profesi dokter hewan. Hermawanto menyatakan bahwa pasal-pasal ini bertentangan dengan UUD 1945. “Khususnya pasal Pasal 28 A dan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945,” tegasnya.

Perwakilan PPSKI, Teguh Boediyana, menyatakan bahwa aturan ini telah menjelaskan keberpihakan terhadap pengusaha tanpa memperhatikan peternak dan petani. Pasalnya mereka memilih risiko penyakit dibandingkan peningkatan produk ternak dalam negeri. “Ini jelas tidak adil,” ujarnya. Hadir pula mengawal proses penyerahan berkas gugatan diantaranya Indah Suksmaningsih (IGJ/YLKI), Drh Wiwik Bagja (PDHI), Hendri Saragih (SPI), dr Drh Mangku Sitepoe, dll.

Belajar dari pengalaman sejarah, Indonesia menerapkan kebijakan maximum security dalam melakukan impor daging ternak. Indonesia pernah mengalami kerugian ekonomi yang sangat besar di masa silam sebagai akibat serangan penyakit PMK dari untuk mengatasinya membutuhkan waktu hingga 100 tahun untuk bebas dari penyakit ini.

Selain itu, belajar dari pengalaman negara lain, ketika PMK melanda Inggris tahun 2001 yang menyebabkan negara tersebut mengalami kerugian sekitar 70 miliar poundsterling. Kerugian tersebut dialami akibat diterapkannya stamping out di mana puluhan ribu ternak produktif terpaksa dimusnahkan.

Atas dasar itulah Indonesia menerapkan payung hukum kesehatan hewan yang ketat terutama yang berkitan dengan impor hewan ternak dari negara yang berpenyakit PMK. Hal tersebut diatur melalui Undang-Undang No. 6 Tahun 1967 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Undang-undang ini tidak mencabut Staatsblat 1912 No. 432 tentang Campur Tangan Pemerintah dalam Bidang Kehewanan. Pada Bab 3 butir 1 jelas dinyatakan dilarang mengimpor daging dari negara yang tertular penyakit hewan menular.

Selain mengajukan gugatan, Institute for Global Justice yang dikoordinator oleh Revitriyoso Husodo bersama sejumlah peternak dan elemen mahasiswa menggelar aksi damai di depan halaman Mahkamah Konstitusi Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat dengan pengawalan sejumlah polisi.(wan)

MIPI Gelar Seminar Perunggasan Hadapi Krisis Global

Masyarakat Ilmu Perunggasan Indonesia (MIPI) menggelar seminar bertajuk “Strategi Usaha Perunggasan dalam Menghadapi Krisis Global” pada Senin, 26 Oktober 2009 di Bogor. Acara yang dihadiri lebih dari 100 orang dari kalangan mahasiswa pasca sarjana, Dinas Peternakan, peneliti, perusahaan dan ketua-ketua asosiasi bidang peternakan.

Seminar menghadirkan pembicara Prof Dr Peni S Hardjosworo (Guru Besar Fapet IPB) yang mengulas tentang Unggas dan Perunggasan di Indonesia. Kemudian dilanjutkan pemaparan Anwar Sunari Kasubdit Peternakan, Direktorat Pangan dan Pertanian BAPPENAS yang menjelaskan tentang Perunggasan dalam Konteks Perencanaan Pembangunan Nasional.

Tak kalah menarik pemaparan dari Dr Ir Arief Daryanto MEc (Direktur MB-IPB) yang mempresentasikan Poultry Industry Outlook 5 Tahun ke Depan. Dari pihak peternak juga ikut ambil bagian yang diwakili oleh Ir Tri Hardiyanto (GOPAN) dengan makalahnya berjudul Kiat Menghadapi Krisis dan Seluk Beluk Usaha Perunggasan. Pembicara terakhir dari pemerintah DKI yaitu Drh Edy Setiarto MS Kepala Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta yang menjelaskan Kebijakan Perunggasan DKI Mulai 2010 dan Dampak Penerapannya.

Seminar yang dimoderatori Dr Desianto B Utomo (Ketua MIPI) berlangsung penuh dinamis dilihat dari banyaknya pertanyaan diskusi yang disampaikan peserta. Sementara berturut-turut Dr Drh I Wayan T Wibawan MS (Dekan FKH IPB), Dr Ir Luki Abdullah MSc Agr (Dekan Fapet IPB), dan Ir Sucipto MM (Agrobased Group Corporate Bank Mandiri) hadir sebagai pembahas.
Seminar ini terselenggara atas kerjasama MIPI, Poultry Promo dan perusahaan sponsor. Hasil dari seminar ini akan menjadi masukan bagi pemerintah untuk menentukan arah kebijakan perunggasan ke depan ditengah himpitan krisis global. (wan)

Swasembada Daging Nasional Diundur Jadi 2014

Permintaan produksi daging sapi domestik terus meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk, meningkatnya pendapatan masyarakat dan kesadaran pemenuhan gizi. Sebaliknya, produksi ternak sapi domestik (dalam negeri) masih rendah yang ditunjukkan dengan masih berlanjutnya impor daging.

Sementara itu, target swasembada daging sapi yang dicanangkan pemerintah pada 2010 sejak 2004 mundur hingga 2014. Indonesia bisa mencapai swasembada daging sapi pada 2014 dengan target tingkat produksi pertahun mencapai 200 ribu ekor selama lima tahun yaitu dari 2009 hingga 2014.

Kondisi tersebut menjadi topik utama dalam seminar nasional Percepatan Peningkatan Populasi Ternak Sapi di Indonesia yang digelar Pusat Studi Hewan Tropika Centras LPPM-IPB di IICC Botani Square, Kamis (15/10). Hadir dalam acara tersebut Dirjen Peternakan Deptan RI Prof. Tjeppy D. Soedjana dan Bupati Sukabumi H. Sukmawijaya sebagai salah satu pembicara.

Menurut Dirjen Tjeppy, saat ini kemampuan suplai daging sapi dalam negeri baru dua pertiga dari total kebutuhan konsumsi yang mencapai 1,7 juta ekor pertahun. Oleh karena itu, untuk memenuhi sisa yang sepertiga tersebut harus dipenuhi dari impor sapi bakalan. “Berkisar 500.000 ekor dan impor daging sapi berkisar 70.000 ton per tahun,” tandasnya.

Sedangkan dalam kemampuan penyedian susu konsumsi dalam negeri baru mencapai seperempat dari kebutuhan, oleh karenanya sebagian besar juga harus diimpor dalam bentuk bahan baku susu.

Hal tersebut dibenarkan Dr Ir Suryahadi Kepala Centras LPPM-IPB yang menyebutkan kebutuhan susu dalam negeri masih dipasok impor 80 persen. Sementara 20 persen dipasok produksi dalam negeri, dan hanya 5 persen yang dikonsumsi langsung oleh masyarakat selebihnya diolah oleh industri persusuan.

Sementara itu, dalam upaya untuk meningkatkan produksi ternak dan konsumsi daging sapi berikut pemanfaatan susu sapi, Bupati Sukabumi H. Sukmawijaya telah menerapkan program Gerimis Bagus atau gerakan intensif minum susu bagi usia sekolah.

“Kami mengharuskan penduduk Sukabumi minum susu. Tapi untuk tahap awal kami terapkan pada siswa SD dan MI sebanyak 320 ribu anak, atau butuh 20 ton produksi susu,” katanya.
Sukmawijaya menjelaskan, peternakan sapi di Sukabumi adalah salah satu potensi andalan, akan tetapi masyarakat yang berternak sapi masih sedikit dan masih disuplai dari luar. “Meski permintaan ternak sapi tinggi tapi harga produk sapi peternak masih murah,” imbuhnya. (wan)

PROSEDUR CUCI DAN SANITASI KANDANG PASCA OUTBREAK AI


oleh: Drs. Tony Unandar

Hingga saat ini penyakit pada unggas yang disebabkan oleh virus Avian Influenza disetiap daerah dengan tingkat kematian yang rendah sampai tinggi masih kerap terjadi secara sporadis. Penyakit ini memiliki peran sangat penting karena dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi, sosial, kesehatan, lingkungan dan psikologi masyarakat.

Dampak ekonomi secara mikro yaitu hilangnya peluang bisnis yang berhubungan dengan unggas, seperti peternak skala besar dan kecil, pedagang unggas dan pedagang produk-produk berbahan unggas. Selain itu juga menimbulkan efek berantai (multiplier effect), baik backward maupun foreward bisnis yang berhubungan dengan bisnis unggas, seperti industri makanan ternak unggas, pemasok bahan baku industri makanan unggas, dan transportasi unggas.

Oleh karenanya diperlukan langkah strategis guna mencegah dan menangani wabah penyakit ini. Namun untuk kali ini yang akan diulas adalah bagaimana cara atau prosedur cuci dan sanitasi kandang pasca outbreak AI.

Tahap I (tahap pencegahan penyebaran kontaminasi lanjut):

  • Setelah semua ayam mati atau yang di “stamping out” dikeluarkan dari dalam kandang, seluruh permukaan dalam kandang disemprot dengan desinfektan, lalu dilakukan tindakan lanjut sbb.: 1) Semprot dengan insektisida yang berspektrum luas (misalnya kelompok biochlormetyl) seluruh bagian dalam & bagian luar sekitar kandang yang bersangkutan secara merata. 2) Pasang racun tikus di beberapa tempat strategis (yang selalu dilalui tikus) dengan racun yang bersifat rodensidal akut (racun akut dengan efek tikus mati seketika).
  • Biarkan selama paling sedikit satu hari satu malam (sangat dianjurkan dibiarkan selama 3 hari berturut-turut).
  • Karungi pupuk (bahan litter yang bercampur dengan kotoran ayam) secepatnya dan sebelum dikeluarkan dari dalam kandang, seluruh permukaan luar karung pupuk disemprot dengan desinfektan. Sangat dianjurkan selesai dalam tempo satu hari.
  • Semprot sekali lagi dengan insektisida yang berspektrum luas di seluruh bagian dalam & bagian luar kandang yang bersangkutan.
  • Biarkan selama satu hari satu malam penuh.

Tahap II (tahap pencucian kandang):
  • Semprot seluruh bagian dalam kandang secara merata (terutama lantai, termasuk dinding/layar & bagian atas kandang) dengan larutan deterjen 1-2%. Bisa diulangi sekali lagi apabila masih ditemukan cukup banyak bahan organik, terutama material feses yang lengket pada permukaan lantai atau dinding kandang.
  • Biarkan selama 3-6 jam, kemudian bilas dengan air yang mengandung kaporit dengan dosis 50-100 ppm (boleh juga dengan desinfektan yang mempunyai efek residual yang lama). Atau dengan soda api 1% & bilas dengan air bersih. Biarkan sampai kering.
  • Semua dinding layar dipasang, sehingga kandang dalam keadaan tertutup dari semua sisi.
  • Semprot seluruh bagian bagian dalam kandang (lantai & tiang-tiang kandang) dan bagian luar kandang (lantai & didinding setinggi 30 cm dari lantai) dengan larutan kapur aktif 1-2%. Biarkan sampai kering.
  • Semprot dengan desinfektan sekali lagi, terutama dari kelompok formalin, glutaraldehida ataupun formaldehida. Istirahat kandang sesungguhnya dimulai dari saat ini.

Tahap III (tahap istirahat kandang):
  • Kandang diistirahatkan paling sedikit selama 3 bulan dalam keadaan bersih. Tidak dianjurkan kurang dari 3 bulan.
  • Selama istirahat kandang dipasang racun tikus pada beberapa tempat strategis (sesuai dengan jalan tikus) dengan racun yang bersifat antikoagulan (tikus akan mati secara perlahan-lahan).

Tahap IV (tahap persiapan chick-in):
  • Pada saat minus 10 hari sebelum waktu chick-in, semprot dengan insektisida yang berspektrum sempit diseluruh bagian dalam kandang secara merata, termasuk bagian luar kandang, terutama lantai.
  • Pada saat minus 7 hari sebelum waktu chick-in, semprot sekali lagi dengan desinfektan dari kelompok halogen ataupun fenol seluruh bagian dalam & bagian luar kandang secara merata. Bisa juga menggunakan formalin dengan konsentrasi 1-2%.
  • Pada saat minus 5-6 hari dilakukan persiapan kandang, misalnya: penebaran litter, pemasangan feeder, chick-guard, pemanas, dsb). Pada saat ini juga dilakukan pengujian terhadap semua peralatan, apakah dapat bekerja secara normal atau tidak.
  • Pada saat minus 3-4 hari dilakukan fumigasi kandang dengan formalin ”double dosis” (2 gram PK untuk 3 cc formalin 35%) untuk setiap meter kubik volume kandang.
Dengan langkah-langkah tersebut diharapkan peternak mendapat pencerahan seputar desinfeksi dan sanitasi pasca outbreak Avian Influenza di farmnya, sehingga kasus kejadian AI di farmnya tidak kembali terulang. (*)

KIAT MENGASAH KETAJAMAN “TRISULA” BIOSEKURITI


Biosekuriti adalah idiom yang disusun oleh dua kata yaitu: bio (hidup) dan secure (aman), atau secara harfiah bisa bermakna upaya pengamanan mahluk hidup (baca: ternak). Tentu saja dalam tulisan ini, pengamanan yang dimaksud adalah pengamanan ternak ayam dari gangguan penyakit. Dengan pengertian seperti itu, maka pengertian biosekuriti menjadi sangat luas dan cenderung bias.

Untuk itu penyeragaman definisi harus dilakukan, sehingga implementasi dilapangan bisa diukur dengan parameter yang jelas. Secara umum biosekuriti bisa didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari rangkaian program yang mencakup kebijakan dan praktek yang dirancang untuk mencegah masuk dan menyebarnya patogen pada ayam. Patogen bisa berupa virus, bakteri, parasit (termasuk protozoa), jamur, dll.
Rangkaian program diatas, harus mencakup tiga aspek atau tiga ujung tombak seperti senjata trisula yang dirancang saling terkait dan saling mendukung. Tiga aspek yang dimaksud adalah Isolasi, Pengendalian lalu lintas dan Sanitasi.

Isolasi
Isolasi adalah berbagai upaya yang dilakukan untuk memberi barrier bagi ayam dari serangan kuman patogen penyebab penyakit. Penjabaran lebih lanjut, isolasi berarti menjauhkan ayam (flock) dari orang, kendaraan, dan benda yang dapat membawa patogen. Menciptakan lingkungan tempat ayam terlindung dari pembawa patogen (orang, hewan lain, udara, air, dll).
Langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk menerapkan isolasi bisa berupa; menyimpan ayam di kandang tertutup yang sudah di screening di farm. Menerapkan manajemen all in all out. Memisahkan ayam dari hewan lain dan dari spesies unggas lain. Tidak boleh ada tempat dengan air menggenang di wilayah farm.

Pengendalian Lalu Lintas
Pengendalian lalu lintas adalah berbagai upaya untuk men-screening orang, alat, barang dan hewan lain, agar kegiatan lalu lintas yang dilakukannya tidak menyebabkan masuknya patogen ke dalam farm.
Penjabaran lebih lanjut, pengendalian lalu lintas berarti kita tidak boleh mengijinkan siapapun masuk ke kandang, apalagi mendekati ayam-ayam kita. Jika memang mereka harus masuk, maka harus dipastikan bahwa mereka harus mengikuti tindakan biosekuriti khusus (screening). Membatasi jumlah orang, kendaraan dan alat-alat yang berada di wilayah isolasi dan yang keluar dari wilayah isolasi ke daerah lain.

Sanitasi
Sanitasi adalah berbagai upaya yang ditujukan untuk membunuh patogen. Lebih lanjut, sanitasi bisa dijabarkan sebagai tindakan pembersihan (cleaning) dan desinfeksi untuk membunuh kuman (baca lebih lengkap di artikel berjudul Cleaning dan Desinfeksi).
Sanitasi juga berarti upaya pengendalian hama yang bertujuan untuk mencegah hama (burung liar, hewan pengerat & serangga) membawa patogen. Dan pembuangan bangkai atau karkas yang ditujukan untuk menjauhkan kontaminasi dari flok.
Implementasi sanitasi harus dilaksanakan secara tertata baik untuk kandang, alat, kendaraan maupun orang. Wujud nyata dari implementasi ini misalnya: pekerja mencuci tangan dan kaki, berganti pakaian dan sepatu sebelum bekerja dengan ayam. Membersihkan dan mendesinfeksi alat-alat secara teratur. Membersihkan dan mendesinfeksi kandang-kandang dalam masa peralihan antara satu periode ke periode berikutnya, dan memiliki program pengendalian hama.

Kaitan Biosekuriti dan Manajemen
Setelah membahas “trisula” biosekuriti, penulis ingin mengajak pembaca untuk sedikit menengok “trisula” epidemiologi. Trisula epidemiologi yang dimaksud adalah Agen, Host dan Lingkungan. Bila dikaitkan dengan trisula epidemiologi, ternyata biosekuriti baru menyentuh pada aspek agen dan lingkungan saja. Sementara aspek host (ayamnya) sama sekali tidak disentuh.
Padahal, biosekuriti sebaik apapun tidak akan membuat patogen sama sekali nol. Artinya sebaik apapun biosekuriti yang kita jalankan, ayam kita tetap berpotensi diserang patogen. Agar ayam kita aman dari serangan patogen, maka kondisi kesehatan dan status kekebalan ayam harus dalam kondisi baik. Inilah kaitan biosekuriti dan manajemen. Biosekuriti yang baik, harus pula didukung dengan manajemen yang baik.
Dalam hal ini manajemen harus dilaksanakan dengan cara menjamin pakan dan air harus selalu tersedia dalam jumlah cukup. Mengeluarkan karkas/bangkai setidaknya dua kali sehari. Melakukan culling terhadap ayam sakit atau karena sebab lain secara teratur. Memantau dan mencatat kesehatan flok.
Tidak menambah ayam baru ke dalam flock. Tidak menyimpan unggas dengan spesies berbeda-beda dalam satu lokasi farm. Menjaga farm tetap bersih, serta selalu membersihkan dan mendesinfeksi peralatan di akhir siklus produksi.
Menjauhkan pakan dari hama seperti hewan pengerat, burung liar dan serangga. membersihkan tumpahan pakan dengan segera. Bersihkan tempat pakan jika perlu. Tidak menggunakan ulang kantong pakan.
Untuk air minum, jauhkan air minum dari hama seperti hewan pengerat, burung liar dan serangga. Bersihkan tempat air minum minimal dua kali sehari. Untuk meminimalisir litter basah akibat tumpahan air minum, lakukan rolling tempat antara tempat minum dan pakan.

Manajemen Brooding dan Ventilasi
Manajemen brooding terkait langsung dengan penguatan sistem immun pada ayam. Manajemen brooding harus benar-benar diperhatikan pada minggu pertama. Karena pada minggu pertama, berlangsung proses penyerapan kuning telur. Dimana penyerapan kuning telur akan berlangsung optimal bila manajemen suhu brooding optimal.
Pada minggu pertama, akan berkembang sistem immun, sistem pencernaan, sistem kardiovaskuler, sistem rangka, dan bulu. Nah perkembangan berbagai sistem ini, akan tergantung dari optimal atau tidaknya kuning telur yang terserap. Bila kuning telur tidak terserap optimal, maka berbagai sistem diatas akan terganggu dan sisa kuning telur yang tidak terserap, akan memudahkan masuknya infeksi.
Akibatnya, angka kematian dan culling membengkak, ukuran ayam tidak seragam, target berat badan tidak tercapai, dan konversi pakan membengkak.

Cara Sederhana Mengontrol Suhu Brooding
Sering kali manajemen brooding dipahami dengan rumit. Padahal ada cara sederhana untuk mengontrol suhu brooding. Gunakan termometer infra merah untuk memantau suhu litter. Metode lain, tempelkan telapak kaki anak ayam ke pipi untuk mengetahui litter dingin atau hangat. Bila telapak kaki anak ayam terasa dingin, berarti suhu brooding tidak tercapai. Bila terasa hangat, berarti suhu brooding sudah cukup nyaman.
Cara ini juga harus didukung dengan pengamatan perilaku anak ayam (sebaran dan suara). Bila tidak nyaman, anak ayam akan bergerombol mencari kehangatan atau ribut. Bila nyaman, anak ayam akan menyebar dan suaranya tenang.
Bila suhu brooding sudah dirasa cukup sedangkan ayam masih ribut, maka parameter lain harus diperiksa, misalnya kelembaban relatif. Kelembaban relatif untuk minggu pertama harus lebih dari 50% (sebaiknya minimal 55%). Jika di bawah 50%, anak ayam akan mengalami dehidrasi. Untuk diatas minggu pertama diusahakan berkisar di angka 60% (lihat Tabel 1).
Cara lain yang bisa digunakan adalah, bila kita sebagai pemeriksa ayam merasa gerah atau tidak nyaman, maka kemungkinannya adalah suhu yang terlalu tinggi (diatas 35 oC) atau kelembaban yang terlalu rendah/tinggi (<> 70%). Untuk permasalahan ini, bukalah tirai sebelah atas untuk mengontrol kelembaban atau suhu.

Manajemen Pakan dan Target Pertambahan Berat Badan
Karena ayam broiler dirancang untuk tumbuh sebagai ayam pedaging, maka manajemen pemberian pakannya pada prinsipnya tidak ada pembatasan. Untuk memantau anak ayam makan cukup atau tidak, bisa dilihat dengan meraba temboloknya. Tembolok harus sudah penuh dalam jangka waktu 3 hari. Imbangi manajemen pemberian pakan dengan penyediaan air yang berkualitas dalam jumlah cukup bisa juga ditambahkan pemberian multivitamin.
Lakukan penimbangan setiap minimal 7 hari (lihat Tabel 2). Bila target berat badan atau feed intake tidak tercapai, maka lakukanlah evaluasi dan tindakan yang tepat (konsultasikan perihal ini dengan konsultan anda).

Manajemen Kualitas Air
Selain harus tersedia dalam jumlah yang cukup, kualitas air juga harus diperhatikan. Tujuan memperhatikan adalah mengurangi jumlah patogen dan mengontrol deposit mineral. Air adalah salah satu media penularan penyakit. Air yang tidak terkontrol jumlah patogennya, akan sangat merugikan. Demikian pula dengan deposit mineral. Deposit mineral yang tidak terkontrol bisa menurunkan efikasi obat-obatan yang diberikan.
Disarankan untuk secara berkala memeriksakan kualitas air ke laboratorium. Peternak bisa memanfaatkan fasilitas yang dimiliki oleh perusahaan penyedia sapronak.

Biosekuriti Sebagai Perilaku Sehari-Hari
Sebagaimana dijabarkan diatas ada 2 aspek epidemiologi yang terkait dengan biosekuriti yaitu agen dan lingkungan. Aspek lingkungan memiliki cakupan yang sangat luas. Aspek lingkungan tidak hanya terikat pada lingkungan sekitar kandang, tetapi juga lingkungan orang-orang yang bekerja di dalam kandang (selengkapnya baca artikel berjudul Contoh Sederhana Menjalankan Sistem Biosekuriti).
Oleh karena itu, biosekuriti hendaknya menjadi perilaku sehari-hari, atau gaya hidup semua orang yang terkait dengan budidaya ayam. (saptono, gopanindonesia.com)

Profesionalisme di Kantor Baru


Fokus Edisi Maret 2009

Di kantor baru yang sudah ditempati selama 3 bulan sejak 1 Desember 2008, Infovet bersama seluruh divisi dan pimpinan serta komisaris PT Gallus Indonesia Utama menyelenggarakan Pertemuan Tahunan, awal 2009. Pertemuan ini merupakan rangkaian Temu Tahunan yang diawali dengan rekreasi bersama keluarga besar PT Gallus bersama suami/istri, anak-anak dan keluarga lain di Sea World Taman Impian Jaya Ancol, seminggu sebelumnya, juga awal 2009, yang diberitakan Infovet edisi lalu.

Temu Tahunan di awal tahun baru di gedung kantor baru yang merupakan milik Infovet-PT Gallus sendiri diterangi sinar matahari baru menjadi kekuatan baru dengan semangat cerah menepis kabut krisis finansial yang mengepung.

Diawali dengan sambutan Direktur PT Gallus Drh Tjiptardjo SE, lalu paparan Direktur Pemasaran Ir Bambang Suharno, Manajer Divisi Infovet Drh Yonathan Rahardjo pun memaparkan prestasi dan capaian kerja tahun 2008 dan rencana kerja dan optimisasi kerja 2009.

Keyakinan pada kerja terbaik yang menghimpun kekuatan profesional setiap staf Infovet baik Departemen Redaksi (Wawan Kurniawan SPt), Departemen Iklan (Fuji Kumala Dewi SPt), Departemen Distribusi (Aliyus Maika Putra), Departemen Produksi (Indra Setiawan) menjadi kekuatan utama untuk melayani para mitra kerja Infovet secara terbaik, berpengaruh pada capaian-capaian dan prestasi yang terukur dan akan terus berkembang.

Divisi-divisi Satwa Kesayangan, Gita Pustaka, Event Organizer, Supprting Team, Gita Konsultan, dan pelayanan ASOHI menyusul pemaparan itu, ditutup dengan uraian puncak oleh Komisaris PT Gallus Indonesia Utama Gani Haryanto.

Makin terasa, bagaimana semua kerja di PT Gallus merupakan langkah simultan yang terus dipupuk dan berkembang, kuat dan kokoh sejak berdirinya Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) pada 1979, disusul kelahiran Majalah Infovet pada 1992 dan dibentuknya PT Gallus Indonesia Utama pada 2003 sebagai badan usaha profit ASOHI dengan berbagai divisi tersebut.

Komisaris PT Gallus Gani Haryanto memberikan semangat yang makin memperkuat segenap jajaran karyawan dan pimpinan PT Gallus dalam menghadapi dunia usaha yang pada 2009 terimbas krisis finansial Amerika Serikat.

Menurut Gani Haryanto, semula prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2008 adalah naik 6,8 persen, namun kenyataannya pertumbuhan ekonomi 6,3 persen. Angka inflansi yang semula diperkirakan 6 persen ternyata mencapai 11,06 persen.

Sementara, kurs Dolar dan Rupiah semula diprediksi Rp 9.100 per Dolar AS ternyata mencapai 9.757, atau 10.950 bahkan nyaris menembus Rp 12.000 per Dolar AS.
Adapun bunga Bank yang diperkirakan 7,5 persen ternyata tembus angka 9,25 persen. Sedangkan pasar obat hewan yang diperkirakan naik 7 persen cuma naik 6 persen.

Situasi 2008 itu, menurut Gani, harga BBM naik disusul inflansi pun naik. Terjadi kenaikan harga sarana produksi peternakan (sapronak), bahan baku pakan, pakan obat dan DOC. Sementara, harga produksi peternakan, telur, daging, rata-rata cukup baik.

Dengan sasaran-sasaran khusus bagi PT Gallus dalam menghadapi situasi krisis 2009, maka Komisaris PT Gallus Indonesia Utama Gani Haryanto menetapkan tahun 2009 adalah tahun peningkatan profesionalitas bagi PT Gallus Indonesia Utama. (Yonathan Rahardjo)

BALI BEBAS RABIES TINGGAL KENANGAN

BALI BEBAS RABIES TINGGAL KENANGAN

(( Bali yang merupakan kawasan pariwisata berkelas dunia yang sejak zaman penjajahan kolonial Belanda dinyatakan sebagai daerah bebas rabies sekarang tinggal kenangan. Kini kita hanya dapat membaca catatan sejarah berdasar Hondsdolhed Ordonantie (staatblad 1926, No. 451 yunto Stbl 1926 No. 452) yang menyatakan bahwa beberapa wilayah karesidenan dan pulau di Hindia Belanda (Indonesia) pada masa itu bebas rabies termasuk di antaranya wilayah Karesidenan Bali. ))

Semula Banjar Giri Darma, Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali gempar. Ungasan dinyatakan status siaga menyusul temuan dua warga yang dikategorikan sebagai suspect rabies. Pasalnya, hingga saat itu Bali belum pernah dinyatakan sebagai daerah tertular rabies.
Dinas Kesehatan Pusat sudah terjun ke Bali. Didapati, ada empat warga yang tergigit anjing kampung, Mohamad Oktav Rahmana Putra (3 tahun), Linda (4), Ketut Wirata, Kadek Artana (21), semua tewas. Tetapi, jarak gigitan dengan tewas masih simpangsiur. Hanya saja, Ketut Wirata digigit bulan September dan meninggal 23 Nopember 2008. Apakah kasus ini akibat rabies?
Dari hasil pemeriksaan medis saat itu, ada dugaan sementara Wirata terkena radang otak. Saat itu menunggu hasil pemeriksaan PCR. Masih dalam pemeriksaan lebih lanjut dan masih menyamakan persepsi. Yang pasti 27 Nopember mulai dilakukan depopulasi anjing tak bertuan di daerah Ungasan. Bahkan, anjing milik Made Cawi, Banjar Sari Karya, Ungasan yang habis menggigit sudah diisolasi dalam kandang.
Menurut Drh. I Dewa Ngurah Dharma, M.Sc, Ph.D, 26 Nopember sore Balai Besar Veteriner Denpasar mendapat spesimen anjing yang baru mati dan dari hasil pemeriksaan jaringan melalui pengecatan Seller untuk melihat Negri bodies hasilnya negatip. Spesimen lain telah dikirimkan ke Maros yang sudah sering memeriksa spesimen rabies.
Begitu juga menurut pendapat Drh Soegiarto, M.Sc., Ph.D Kepala BB Veteriner Denpasar yang ditemui di rumah dinasnya, menyatakan BB Veteriner Denpasar telah mendapatkan spesimen dari Dinas Peternakan Badung berupa otak segar dua ekor anjing yang sudah mati maupun yang sudah pernah menggigit dan saat ini sedang dikerjakan di laboratorium. Hasil pemeriksaan dikirim ke Dinas Peternakan Badung.
Dari hasil informasi berbagai sumber, beberapa tahun ini ada sekitar 60-70 kasus orang digigit anjing, tetapi jarang yang mau berobat ke Puskesmas maupun dokter.

Akhirnya...

Dari hasil pemeriksaan PCR, FAT maupun imunohistokimia pada kasus-kasus di atas, akhirnya Bali pun benar-benar dinyatakan positip sebagai daerah tertular rabies. “Pulau Bali dinyatakan berstatus wabah rabies,” pernyataan status wabah itu tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 1637/2008, yang ditandatangani Menteri Pertanian Anton Apriyantono pada 1 Desember 2008.
Direktur Jenderal Peternakan Departemen Pertanian Tjeppy D Soedjana pada 5/12 di Jakarta, mengungkapkan, wabah rabies di Pulau Bali ini yang pertama dalam sejarah. Selama ini Pulau Dewata bebas penyakit rabies. Penetapan wabah rabies tersebut dikeluarkan setelah melalui kajian gejala klinis, yang tampak pada anjing sebagai hewan penular rabies (HPR) ataupun manusia sebagai korban gigitan.
Dituturkan Tjeppy, penetapan wabah mengacu pada epidemiologi penyakit dan hasil pengujian laboratorium terhadap spesimen otak anjing liar ataupun anjing piaraan yang menggigit masyarakat. Uji laboratorium spesimen dilakukan di Balai Besar Veteriner (BB-Vet) Denpasar, Bali dan dikonfirmasi pada BB-Vet Maros, Sulawesi Selatan 28 November 2008.
Penyakit rabies di Bali terungkap setelah ada empat orang dari tiga desa di Bali digigit anjing dalam periode September-November 2008. Dari empat orang itu, dua positif tertular rabies, sedangkan dua orang lain memiliki riwayat digigit anjing. Tiga desa yang dimaksud adalah Desa Ungasan di Kecamatan Kuta Selatan serta Desa Kedonganan dan Jimbaran di Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Bali.
Tjeppy menyatakan, karena Kabupaten Badung tak memiliki batas alam bagi terisolasinya anjing rabies dan agar penyakit rabies tidak menyebar ke wilayah di luar Pulau Bali, status wabah rabies ditetapkan di seluruh Pulau Bali.

Tertutup

Sebagai tindak lanjut dari Peraturan Menteri Pertanian, Gubernur Bali mengeluarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 88/2008 tentang Penutupan Sementara Pemasukan atau Pengeluaran Anjing, Kucing, Kera, atau Hewan Sebangsanya dari dan ke Provinsi Bali per 1 Desember 2008. Pulau Bali juga dinyatakan sebagai kawasan karantina.
Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Turni Rusli menambahkan, berdasarkan standar operasional prosedur (SOP), apabila ditemukan ada satu kasus penyakit hewan menular pada daerah yang sebelumnya berstatus bebas, wabah harus segera dinyatakan. ”Pemerintah berharap dalam waktu tiga bulan wabah rabies dapat dikendalikan,” katanya.
Tjeppy menyatakan, hingga 4 Desember tercatat 110 ekor anjing divaksinasi untuk mengantisipasi penularan rabies dan 196 ekor anjing yang tertular rabies, anjing liar, atau yang diliarkan dieliminasi atau dimusnahkan.
Secara terpisah, Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari menyatakan, Depkes sudah menyediakan vaksin rabies sebanyak 400 dosis untuk masyarakat di Kabupaten Badung, Bali. Hingga 27 November tercatat telah ditemukan 74 kasus gigitan. Rabies, lanjut Menkes, merupakan penyakit menular yang berbahaya dan bisa menimbulkan kematian. Oleh karena itu, Depkes telah menerjunkan tim kesehatan khusus.

Bebaskan dalam Tiga Bulan

Departemen Pertanian (Deptan) pun mengharapkan dalam tiga bulan wabah rabies yang menyerang provinsi Bali bisa dikendalikan setelah dilakukan berbagai upaya penanggulangan. Dirjen Peternakan Deptan Tjeppy D Soedjana mengatakan, berbagai langkah yang telah dilakukan untuk mengantisipasi wabah rabies yang saat ini tengah merebak di Bali yakni vaksinasi massal terhadap anjing peliharaan dan melakukan pendataan terhadap populasi dan pemilik anjing serta memberikan sosialisasi kepada masyarakat.
Bagi anjing-anjing liar yang berkeliaran tidak ada yang memelihara akan di musnahkan dengan cara memberikan vaksin yang mematikan (racun) dengan melalui pembiusan. "Untuk itu, Deptan menyiapkan vaksin rabies sebanyak 50 ribu dosis untuk menanggulangi merebaknya wabah penyakit tersebut di provinsi Bali," kata Tjeppy.
Dari jumlah tersebut sebanyak 20 ribu dosis diantara telah dikirimkan sedangkan 30 ribu sisanya sebagai cadangan. "Pengiriman vaksin tersebut sebagai langkah awal pemerintah untuk penanggulangan rabies di propinsi Bali," tambah Dirjen.
Selain itu Deptan telah membentuk Tim Penyidik yang terdiri dari unsur Ditjen Peternakan, Balai Besar Veteriner (BBVet) Denpasar, Dinas Peternakan Provinsi Bali dan Kabupaten Badung untuk mengetahui asal usul wabah rabies tersebut mengingat Pulau Bali sebelumnya merupakan daerah bebas rabies.
"Dengan dilaksanakannya tindakan-tindakan tersebut diharapkan dalam tiga bulan wabah rabies ini dapat terkendali," ucap Dirjen Peternakan seraya menambahkan, akan dilakukan kegiatan surveilans serologis dan epidemiologis untuk meraih status bebas kembali Pulau Dewata dari Rabies.
Menurut dia, sebanyak delapan desa di Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung, Bali dinyatakan telah terjadi wabah rabies yang menyerang hewan anjing. Penetapan tersebut, tambahnya, berdasarkan gejala klinis yang tampak, baik pada hewan penular rabies khususnya anjing maupun pada korban manusia, epidemiologi penyakit serta hasil pengujian secara laboratories pada Balai Besar Veteriner (BBVet) Denpasar.
Selain itu juga dari dikonfirmasi ulang pada BBVet Maros tanggal 28 November 2008 terhadap warga masyarakat di Desa Ungasan, Kadonganan dan Jimbaran Kecamatan Kuta dan Kuta Selatan Kabupaten Badung. Tjeppy mengungkapkan, dari 20 ribu ekor populasi anjing di Bali hingga saat ini sebanyak 110 ekor anjing telah menjalani vaksinasi rabies sementara 196 ekor telah dimusnahkan.

Liputan Khusus

Begitulah, di tengah upaya pemerintah dalam mewujudkan Indonesia Sehat 2010, penanganan penyakit, terutama penyakit pada hewan yang dapat menular ke manusia (zoonosis) ternyata masih banyak menemui kendala.
Adanya penyakit Rabies di Bali yang semuala daerah bebas Rabies adalah salah satu bukti nyata lemahnya sistem kesehatan di Indonesia. Khususnya sistem kesehatan hewan nasional (siskeswannas).
Bali yang merupakan kawasan pariwisata berkelas dunia yang sejak zaman penjajahan kolonial Belanda dinyatakan sebagai daerah bebas rabies sekarang tinggal kenangan. Kini kita hanya dapat membaca catatan sejarah berdasar Hondsdolhed Ordonantie (staatblad 1926, No. 451 yunto Stbl 1926 No. 452) yang menyatakan bahwa beberapa wilayah karesidenan dan pulau di Hindia Belanda (Indonesia) pada masa itu bebas rabies termasuk di antaranya wilayah Karesidenan Bali.
Rabies atau penyakit anjing gila adalah penyakit hewan yang disebabkan oleh virus yaitu Lyssa virus dari famili Rhabdo viridae yang bersifat zoonosis dengan angka kematian (case fatality rate) mencapai 100%, sehingga rabies dikenal sebagai penyakit yang hampir selalu mematikan (almost always fatal) bila telah timbul gejala klinis, baik pada hewan maupun manusia.
Lebih jauh tentang seluk-beluk Rabies di Bali ini dapat Anda baca pada Liputan Khusus Infovet Januari 2009 sebagai langkah berikut sekaligus langkah awal kewaspadaan kita di tahun 2009. (Mas Djoko R/Dps/Kps/Ant/YR)

SINAR X UNTUK KEDOKTERAN HEWAN

SINAR X UNTUK KEDOKTERAN HEWAN

(( KIVNAS X (Konferensi Ilmiah Veteriner Nasional X PDHI 2008) yang dilaksanakan di IPB International Convention Center (IICC) di Bogor pada 19 Agustus sampai dengan 22 Agustus 2008 di antaranya mempresemntasikan pemanfaatan radiografi sebagai sarana diagnostik penunjang dalam dunia kedokteran hewan yang aman bagi hewan, manusia dan lingkungan. ))

M. Fakhrul Ulum dan Deni Noviana dari Bagian Bedah dan Radiologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor menyatakan bahwa Radiografi merupakan sarana penunjang diagnostik yang sudah berkembang pesat baik didunia kedokteran manusia maupun dalam dunia kedokteran hewan yang bertujuan untuk kesejahteraan.
Menurut ilmuwan tersebut, pemanfaatan sinar-x dalam radiodiagnostik dunia kedokteran hewan sangat menunjang dalam penegakkan diagnosa. Secara tidak langsung hal ini akan memberikan kontribusi radiasi yang berasal dari sumber radiasi buatan terhadap pasien.
Kontribusi radiasi buatan akan menimbulkan efek biologis yang secara langsung atau tidak langsung akan diderita oleh penerima radiasi. Pemanfaatan radiasi yang semena-mena tanpa memperhatikan bahayanya sangat merugikan pada banyak pihak yang ikut andil dalam radiogafi.
Selanjutnya, kata M. Fakhrul Ulum dan Deni Noviana, pemanfaatan radiasi di Indonesia diawasi oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN). Oleh karena itu, maka pemanfaatan sinar-x sebagai radiodiagnostik bidang kesehatan telah diatur oleh pemerintah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif serta Surat Keputusan Kepala BAPETEN Nomor 01/Ka-BAPETEN/V-99 tentang Ketentuan Keselamatan Kerja dengan Radiasi.
“Dengan demikian segala sesuatu berkaitan pemanfaatan radiasi untuk radiodiagnostik harus dilakukan dengan arif dan bijaksana yang aman baik bagi hewan, manusia dan lingkungan,” kata dua ilmuwan itu.
M. Fakhrul Ulum dan Deni Noviana bermaksud sosialisasi pemanfaatan sinar-x sebagai sarana diagnosa penunjang (radiodiagnostik) dalam dunia kedokteran hewan yang aman baik bagi hewan, manusia dan lingkungan.

Sejarah Sinar X
Sinar-x ditemukan oleh ahli fisika Jerman yang bernama Wilhelm Conrad Roentgen pada 8 November 1895, sehingga sinar-x ini juga disebut Sinar Roentgen.
Perkembangan Roentgen di Indonesia dimulai oleh Dr. Max Herman Knoch seorang ahli radiologi berkebangsaan Belanda yang bekerja sebagai dokter tentara di Jakarta. Pemanfaatan sinar-x ini terus berkembang dari tahun ke tahun dan sudah banyak dimanfaatkan dalam dunia kedokteran hewan sebagai sarana penunjang diagnosa.

Radiasi Ionisasi
Sinar-x merupakan gelombang elektromagnetik atau disebut juga dengan foton sebagai gelombang listrik sekaligus gelombang magnit. Energi sinar-x relative besar sehingga memiliki daya tembus yang tinggi. Sinar-x tebagi atas 2 (dua) bentuk yaitu sinar-x karakteristik dan sinar-x brehmsstrahlung.
Proses terbentuknya sinar-x diawali dengan adanya pemberian arus pada kumparan filament pada tabung sinar-x sehingga akan terbentuk awan elektron. Pemberian beda tegangan selanjutnya akan menggerakkan awan elektron dari katoda menumbuk target di anoda sehingga terbentuklah sinar-x karakteristik dan sinar-x brehmsstrahlung.
Sinar-x yang dihasilkan keluar dan jika beinteraksi dengan materi dapat menyebabkan beberapa hal diantaranya adalah efek foto listrik, efek hamburan Compton dan efek terbentuknya elektron berpasangan. Ketiga efek ini didasarkan pada tingkat radiasi yang berinteraksi dengan materi secara berurutan dari paling rendah hingga paling tinggi. Radiasi ionisasi akan mengakibatkan efek biologi radiasi yang dapat terjadi secara langsung ataupun secara tidak langsung.

Bahaya Efek Biologis Radiasi
Disamping sinar-x memiliki nilai positif juga memiliki nilai negatif secara biologis. Efek biologis berdasarkan jenis sel yaitu efek genetik dan efek somatik. Efek genetik terjadi pada sel genetik yang akan diturunkan pada keturunan individu yang terpapar. Sedangkan efek somatik akan diderita oleh individu yang terpapar radiasi.
Apabila ditinjau dari segi dosis radiasi, efek radiasi dapat dibedakan berupa efek stokastik dan deterministik (non stokastik). Efek stokastik adalah peluang efek akibat paparan sinar-x yang timbul setelah rentang waktu tertentu tanpa adanya batas ambang dosis.
Sedangkan efek deterministik (non stokastik) merupakan efek yang langsung terjadi apabila paparan sinar-x melebihi ambang batas dosis dimana tingkat keparahan bergantung pada dosis radiasi yang diterima. Dosis radiasi bersifat akumulatif sehingga dosis paparan yang diterima akan bertambah seiring dengan frekuensi radiasi yang mengenahinya.

Keselamatan Radiasi dalam Radiodiagnostik
Keselamatan radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk melindungi pasien (hewan), pekerja (operator, dokter hewan, paramedis), anggota masyarakat dan lingkungan hidup dari bahaya radiasi. Radiodiagnostik merupakan kegiatan yang memanfaatkan energi (sinar-x/foton) untuk tujuan diagnosis berdasarkan panduan Radiologi.
Syarat proteksi radiasi dalam pemanfaatan sinar-x sebagai sarana penunjang diagnosa radiodiagnostik harus memperhatikan beberapa hal diantaranya adalah (1) justifikasi pemanfaatan tenaga nuklir, (2) limitasi dosis dan (3) optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi.
Justifikasi didasarkan pada manfaat yang diperoleh lebih besar dari resiko yang timbul. Limitasi dosis ditentukan oleh BAPETEN dan tidak boleh dilampaui atau disebut dengan Nilai Batas Dosis (NBD). NBD adalah dosis terbesar yang dapat diterima dalam jangka waktu tertentu tanpa menimbulkan efek genetik dan somatik akibat pemanfaatan tenaga nuklir.
“Optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi harus diupayakan agar dosis yang diterima serendah mungkin dengan mempertimbangkan faktor sosial dan ekonomi,” kata dua ilmuwan itu.

Tindakan Keselamatan Radiasi Radiodiagnostik
Keselamatan pasien dilakukan dengan meminimalisasi dosis paparan. Tindakan dilakukan dengan cara memperkecil luas permukaan paparan, mempersingkat waktu paparan, menggunakan filter dan menggunakan tehnik radiografi dengan memanfaatkan kV tinggi.
Keselamatan operator (dokter hewan) terhadap paparan radiasi dilakukan dengan melakukan radiografi dalam jarak sejauh mungkin dari sumber sinar-x, menggunakan sarana proteksi radiasi (apron Pb, sarung tangan Pb, kaca mata Pb, pelindung tiroid Pb dan alat ukur radiasi) serta mempersingkat waktu radiasi.
Keselamatan lingkungan terhadap bahaya radiasi dilakukan dengan merencanakan desain ruang radiografi yang aman baik bagi pasien, operator dan lingkungan. Melapisi ruangan dengan Pb dan memperhitungkan beban kerja ruangan terhadap sinar-x yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Yang Harus Diperhatikan
Pemanfaatan sinar-x sebagai sarana diagnostik penunjang penegakkan diagnosa. “Harus memperhatikan efek biologis negatif dalam radiografi sehingga pemanfaatan sinar-x menjadi aman baik bagi hewan manusia dan lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata M. Fakhrul Ulum dan Deni Noviana mengakhiri bahasannya. (KIVNAS/ YR)

KONGRES ILMIAH INTERNASIONAL BAGI DOKTER HEWAN

KONGRES ILMIAH INTERNASIONAL BAGI DOKTER HEWAN

Agenda Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI) sesuai hasil Mukernas I bulan Mei 2007 serta didukung oleh berbagai Organisasi Sekeahlian/Seminat dan Sebidang kerja (Organisasi Non Teritorial/ONT) di bawah PDHI adalah diselenggarakannya KIVNAS X di tahun 2008.

Pada 2008 ini pun, Hari Veteriner Dunia tanggal 29 Juli turut dirayakan bersamaan pelaksanaan Kongres ke-29 Organisasi Dokter Hewan Dunia (World Veterinary Association) dengan tema ”CELEBRATE OUR DIVERSITY”. Sementara Fakultas Kedokteran Hewan IPB pada 2008 telah ditunjuk menjadi tuan rumah pertemuan ilmiah pada pertemuan Asia Zoo/Wildlife Medicine and Conservation (AZWMC) di Taiwan tahun 2007.

Maka, akan terselenggaralah Penggabungan KIVNAS X dengan AZWMC 2008 yang rencananya dilaksanakan di IPB International Convention Center (IICC) di Bogor pada 19 Agustus sampai dengan 22 Agustus 2008. Kepada Infovet, Ketua Umum PB PDHI Drh Wiwiek Bagja juga menyampaikan hal-hal penting terkait acara tersebut, di antaranya keikutsertaan peserta yang jauh sebelumnya sudah begitu banyak yang terdaftar.

Menurut Sekretariat KIVNAS X PDHI di Sekretariat PB PDHI di Jakarta, estimasi jumlah peserta adalah 800 orang. Peserta dari kegiatan ini adalah : Para dokter hewan peneliti, praktisi, pengajar dan PNS diberbagai instansi pemerintah terkait kehewanan (veteriner), pelaku usaha bidang kehewanan/peternakan dan obat hewan, para ilmuwan dan aktifis konservasi, organisasi non pemerintah dalam kehewanan, kesejahteraan hewan, para pemerhati kesehatan hewan dan mahasiswa di berbagai fakultas kedokteran hewan, peternakan, biologi dan kehutanan (konservasi).

Dijelaskan, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (World Animal Health Organization /WAHO atau Office des Internationale Epizootic/OIE) Dr. Bernard Vallat memberikan sinyal kuat pentingnya profesionalisme dan kompetensi profesi veteriner dalam melayani masyarakat dunia. Hal ini akan semakin berarti melalui upaya peningkatan kualitas secara terus-menerus, seperti pendidikan berkelanjutan berkala yang terakreditasi dengan sertifikat yang dikeluarkan oleh institusi pendidikan maupun organisasi yang kompeten.

Panitia menjelaskan, sebagai pendidikan berkelanjutan berkala yang terakreditasi, kegiatan ilmiah bersifat nasional dan internasional bagi masyarakat intelektual termasuk bidang veteriner adalah suatu ajang penting yang perlu diselenggarakan untuk memperoleh berbagai pengetahuan terkini dari para pakar di berbagai keilmuan yang terkait.

Juga dipaparkan panitia, menghadapi tantangan perekonomian global dan era otonomi daerah, tugas profesi medik veteriner tidak saja menangani masalah teknis kesehatan hewan tetapi perlu memikirkan kelembagaan otoritas veteriner yang didukung dengan kemampuan analisis bidang ekonomi veteriner terhadap berbagai sumber daya yang dimiliki. Keberadaan dokter hewan tidak saja harus mampu mendukung peternakan di Indonesia tetapi juga mampu mengembangkan kompetensinya di bidang biomedis dan medik konservasi.

Mengantisipasi masalah pemanasan global, tugas profesi medik veteriner tidak saja mengatasi masalah kesehatan hewan semata, tetapi harus mampu mensinergikan kinerjanya dalam mengurangi berbagai dampak negatif pemanasan global tersebut. Diantaranya adalah mampu mengantisipasi perubahan iklim dikaitkan dengan munculnya zoonosis baru dan meluasnya spesies yang terinfeksi, termasuk satwa liar.

Adapun, profesionalisme fungsi dan layanan veteriner adalah untuk optimalisasi perannya dalam memelihara dan menjaga kesehatan yang baik dari hewan-hewan di dunia dan melindungi hidupan liar dan satwa liar (wildlife) sebagai bagian yang sangat penting dari warisan kekayaan bumi untuk kehidupan manusia.

Lalu, optimalisasi perannya dalam memelihara kesehatan hewan dengan mencegah dan mengobati penyakit-penyakit hewan adalah cara yang paling memungkinkan dan ideal untuk memastikan kekayaan hewani bumi terjaga kesejahteraan dan kelestariannya dan mencegah terjadinya transmisi zoonosis kepada manusia termasuk mencegah potensi ancaman terjadinya pandemi baru.

Lantas, optimalisasi perannya dalam memastikan pangan yang aman bagi konsumen. OIE sangat meyakini bahwa pangan asal hewan adalah sumber kekayaan untuk kemanusiaan dan profesi veteriner sangat berkomitmen untuk memfasilitasi terwujudnya ketersediaan daging dan susu yang berlimpah dan aman dikonsumsi untuk masyarakat di berbagai negara di dunia. Berbagai standard dalam perdagangan internasional untuk hewan dan produk hewan dipublikasikan oleh OIE untuk menghindari penyebarluasan kuman pathogen dan juga mencegah berbagai negara agar tidak menetapkan persyaratan perdagangan (sanitary barriers) secara semena-mena.

Selamat KIVNAS X dan AZWMC 2008. Sukses meningkatkan martabat manusia seutuhnya terintgral dengan alam semesta seisinya melalui profesi dokter hewan yang mulia. (YR/ pntia)

SEMINAR UNTUK BERJAYANYA PETERNAKAN

SEMINAR UNTUK BERJAYANYA PETERNAKAN

(( Berbagai seminar diselenggarakan oleh perusahaan-perusahaan dan organisasi-organisasi peternakan Indonesia, secara sekilas sebagian di antaranya dilaporkan pada Majalah Infovet kesayangan Anda ini. ))

Seminar yang diikuti peternak pada tiga hari penyelenggaraan Indo Livestock 2008. diantaranya membahas tentang Choosing And Applying The Suitable Disinfectant, Justification On Applying Antibiotic For Animal dan R&D Role In Animal Health Industr diselenggarakan oleh PT Sanbe Farma.
Seminar teknis di hari 1 dan 2 yang mengulas tentang perkembangan teknologi pakan ternak unggas dan bagaimana merekonstruksi kandang broiler dan layer sistem terbuka menjadi kandang sistem tertutup (closed house system) diselenggarakan oleh PT Charoen Pokphand Indonesia.
Novartis juga mengadakan seminar teknis tentang Updated Fly as a Vector Avian Flu pada pukul 15:00 – 15:45, Selasa 1 Juli 2008 di Theatre 3 dengan pembicara Prof drh HR Wasito MSc PhD. Sedangkan pada pukul 14:00 – 14:45, Rabu 2 Juli di Theatre 3 Novartis mengangkat seminar tentang Biosecurity Modern Related To Avain Influenza Control dengan pembicara Dr drh C A Nidom MS.
Adapun PT Romindo Primavetcom menggelar seminar di hari pertama, 1 Juli 2008 di Theatre 5 jam 15:00 – 15:45 yang mengangkat pembahasan tentang Solusi Pengendalian AI (Avian Influenza) Pada Broiler dengan pembicara Prof Drh Charles Rangga Tabbu MSc PhD.
Paeco Agung juga mengadakan seminar teknis yang bisa diikuti peternak pada hari kedua, Rabu 2 Juli pada penyelenggaraan Indo Livestock 2008. Bertempat di Theatre 4 pukul 16:00 – 17:45 yang akan mengupas tentang penyakit Marek dan Optimalisasi Vaksinasinya.
Adapun seminar teknis Ceva Animal Health Indonesia dengan pembicara Drh Soesilawati yang membahas tentang The Evolution of Vaccination from Farms to Hatcheries di Theatre 3 pukul 15:00-15:45, Rabu 2 Juli 2008.
Juga pada hari kedua, 2 Juli 2008 di Theatre 5 jam 15:00 – 15:45 Seminar mengangkat pembahasan tentang Alat Ukur Performa Broiler dengan pembicara Drh Arief Hidayat diselenggarakan oleh PT Mensana Aneka Satwa.
Adapun PT Alltech Biotechnology di event Indolivestock 2008 expo dan forum ini menyajikan persoalan mikotoksin yang didaulat sebagai duri dalam daging bagi pengusaha peternakan di negeri ini. Mikotoksin pada umumnya akan adenite dengan sistem ketahanan tubuh ternak ataupun manusia. Bila ketahanan tubuh tersebut sudah ada, maka yang dikuatirkan adalah dampak infeksi sekunder.
Adapun pada ajang Indolivestock 2008 ini juga, Ikatan sarjana Peternakan Indonesia (ISPI) pun meluncurkan Buku tentang organisasi ini berjudul Catatan Perjalanan 40 Tahun ISPI yang dikarang oleh Tim PT Gallus Indonesia penerbit Majalah kita Infovet.
Sukses bagi semuanya (Wan/ YR)

INDOLIVESTOCK TETAP BERJAYA

INDOLIVESTOCK TETAP BERJAYA

(( Simbol sekaligus harapan agar peternakan Indonesia selalu berjaya. ))

Penyelenggaraan Pameran Internasional Peternakan dan Pakan Ternak terbesar di Indonesia yang keempat, “Indo Livestock 2008 Expo & Forum” akan kembali digelar di Jakarta Convention Center, 1 Juli s/d 3 Juli 2008 mencatat prestasi tersendiri.
Sebagai Negara yang berpotensi tinggi dalam industri peternakan, maka pameran yang diagendakan setiap 2 tahun sekali ini disambut baik oleh Dirjen Peternakan Departemen Pertanian Dr Tjeppy D Soedjana yang membuka pameran pada hari pertama.
Sementara sebelumnya Herman Wiriadipoera Dirut PT Napindo Media Ashatama sebagai penyelenggara menyampaikan Penyelenggaraan Pameran Peternakan berskala Internasional yang menjadi ajang temu bisnis para pengusaha industri peternakan, kalangan ahli kesehatan hewan, peternak, pengelolaan pakan ternak, pemrosesan makanan, pemasok dan para distributor.
Memang begitu halnya, tampak dari stan-stan peserta pameran yang begitu megah dari berbagai perusahaan bidang peternakan sejumlah 300 perusahaan dari 23 negara yang memastikan diri ikut dalam ajang pameran Indolivestock 2008. Para peserta pameran ini terdiri dari perusahaan pemain lama maupun perusahaan pemain baru yang mencerminkan pergerakan dari bisnis bidang peternakan di tanah air Indonesia tercinta.
Sementara pengunjung yang senantiasa mengalir dari hari pertama sampai hari terakhir rata-rata 3000 – 4000 pengunjung setiap harinya. Pengunjung tidak hanya datang dari pulau Jawa, tetapi mereka datang dari seluruh Indonesia, mulai dari Lombok, NTT, Bali Kalimantan, Sulawesi dan daerah lain. Selama 3 hari penyelenggaraan hotel-hotel disekitar Jakarta Convention Center Jakarta selalu penuh.
Adapun seminar dan forum-forum diskusi dari berbagai institusi menyemarakkan penyelenggaraan pameran bidang industri peternakan dan pakan ternak. “Kami merasakan manfaat dari seminar-seminar itu yang menambah wawasan bidang peternakan baik dibidang kesehatan hewan maupun bidang lainnya yang terkait dengan kemajuan teknologi peternakan,” kata Fuji Kumala Dewi SPt alumni Fapet IPB yang usai pameran langsung bergabung dengan Infovet sebagai Staf Pemasaran. Infovet memang juga merasakan betapa manfaat dari pameran tersebut
Adapun menyikapi maraknya pemberitaan gizi buruk di tanah air dan masukan dari beberapa Asosiasi maupun Organisasi dibidang industri peternakan, maka dalam penyelenggaraan Indo Livestock keempat tahun ini pun diangkat kembali Kampanye Gizi melalui protein hewani, guna menyehatkan dan mencerdaskan Bangsa yang dilkaksanakan pada pembukaan serta penutupan Indolivestock 2008. Tema yang diangkat untuk kampanye ini adalah S(usu-segelas), D(aging-sepotong) dan T(elur-sebutir) disingkat menjadi SDT.
Didukung oleh Asosiasi dan Organisasi di bidang industri peternakan, Media Massa dan Pemerintah maka ditetapkan bahwa dalam penyelenggaraan Indo Livestock Expo & Forum Keempat tahun 2008, ditetapkan Program Pencanangan Program SDT Tahap Pertama yaitu Juli 2008 sampai dengan Juni 2010 menjadi “Gerakan Nasional Peningkatan Konsumsi Protein Hewani”.
Ada pula program penganugerahan “INDOLIVESTOCK AWARD” yang bertujuan memberikan apresiasi kepada perusahaan/perorangan yang berprestasi dan dapat dijadikan teladan bagi komunitas peternakan. Indolivestock Award 2008 yang dibagi 5 kategori masing-masing kepada perusahaan besar dan berskala kecil-menengah, dan 1 kategori khusus perorangan, menghasilkan peraih penghargaan:
a. Cipta Usaha Mandiri - Kabupaten Blitar, Jawa Timur
Cipta Piranti Satwa Nugraha
b. Pusat Koperasi Industri Susu Sekar Tanjung - Purwosari, Pasuruan
Adiguna Satwa Nugraha
c. Pusat Koperasi Unit Desa - Nusa Tenggara Timur
Praja Mukti Satwa Nugraha
d. Kampoeng Ternak - Ciputat
Widya Karta Satwa Nugraha
e. Letnan Jendral (Purn) Bustanil Arifin, SH
Adikarsa Nugraha
f. Ir. Erwin Soetirto
Adikarsa Nugraha
g. Oetari Soehardjono
Adikarsa Nugraha
h. Perdana Putra Chicken - Bogor
Nastiti Budidaya Satwa Nugraha
i. Gema Putra - Bandung
Nastiti Budidaya Satwa Nugraha

Semua kesuksesan tersebut diraih penyelenggara PT Napindo Media Ashatama bekerja sama dengan Allied Media Worldwide, sebuah perusahaan penyelenggara pameran yang berkedudukan di Singapura dan mempunyai jaringan bisnis di Malaysia, China, Jepang, Korea, Taiwan, Hongkong, India dan Eropa.
Kesuksesan juga diraih PT Napindo Media Ashatama yang pada pameran itu bekerja sama dengan berbagai asosiasi dan organisasi profesi seperti Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU), Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI), Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI), Gabungan Perusahaan Makanan Ternak Indonesia (GPMT), Pusat Informasi Pasar Unggas Nasional (PINSAR UN), Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI), Gabungan Perusahaan Perunggasan Indonesia (GAPPI), Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN), Asosiasi Pengusaha Perunggasan Asean (FAPP), Masyarakat Ilmu Perunggasan Indonesia (MIPI), Stakeholders, Masyarakat, LSM memberikan dukungan yang positif kepada pameran ini.
Dukungan juga diperoleh dari media publikasi terkemuka seperti Asian Poultry, Infovet, Trobos, Poultry Indonesia, eFeedlink, International Hatchery Practice, Agrina, dan lain lain.
Selamat berjaya Indolivestock. Selamat berjaya peternakan Indonesia! (Wan/ YR

PEMAIN BARU PUN BERJAYA DI AJANG INDOLIVESTOCK

PEMAIN BARU PUN BERJAYA
DI AJANG INDOLIVESTOCK

(( Penyebutan istilah baru terhadap para pemain bidang peternakan da kesehatan hewan hanyalah satu cara untuk mengenal kiprah perusahaan agar kita sanggup merasakan betapa dunia peternakan kita terus tumbuh dan berkembang untuk mewujudkan harapan kemakmuran bangsa, dengan pintu masuknya bidang peternakan dan kesehatan hewan di tanah air. ))

Sebagai contoh, berikut adalah profil singkat beberapa perusahaan bidang peternakan dan kesehatan hewan yang relatif baru dikenal dan berpartisipasi dalam pameran akbar Indo Livestock 2008 Expo & Forum. Tidak semua perusahaan dapat tertampilkan, namun setidaknya mewakili bagaimana dinamisnya bisnis sapronak/ obat hewan ini di tanah air Indonesia.

PT Blue Sky Biotech (BSB)
Sebagai pendatang baru memang bukan, akan tetapi termasuk pemain lama pun tidak tepat. BSB yang banyak melakukan import dan distribusi dari perusahaan pharmasi Korea, melihat peluang masih sangat besar di industri obat hewan Indonesia.
Dari sekian banyak obat impor yang didistribusikan oleh BSB ada 2(dua) yang menurut Ir Imam Sarjono, Technical Marketing Service sangat diandalkan. Kedua produk itu adalah Cheil Tonocomp dan Vital Chorus Forte.
Cheil Tonocomp, seperti diungkapkan Imam, mempunyai kelebihan dibanding obat sejenis dari produsen lain sebab, disamping mampu meningkatkan efisiensi pakan juga meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit pada berbagai ernak.
Dengan kandungan tonophosphan 200 mg, dua kali lipat dibanding obat sejenis, maka potensi obat itu menjadi efektif. Selain itu dapat pula mengatasi gangguan metabolisme dan kekurangan nutrisi dan bahkan memberikan efek sinergis dengan preparat Vitamin D dan Calsium.
Sedangkan Vital Chorus Forte mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas Produksi telur. Selain itu juga dapat berfungis untuk mencegah dan mengobati kekurangan vitamin dan asam amino.

PT Cakar Mas
Meski bukan pemain baru, namun PT Cakar Mas memang masih belum banyak dikenal oleh para peternak Nusantara. Dengan latar belakang, sebagai praktisi peternakan maka perusahaan importir, distributor obat hewan, vaksin dan peralatan sangat mengetahui benar apa yang sebenarnya menjadi kebutuhan para peternak.
Oleh karena itu, beberapa peralatan yang disediakan oleh perusahaan ini memang sangat vital bagi sebuah perasahaan peternakan/farm komersial. Sebagai contoh, perusahaan ini mengimpor Pox Vaksinator dan Alat Suntik Otomatis. Kedua alat ini sangat dibutuhakan sekali oleh para peternak ayam. Keunggulan ala t suntik produsen E. Nechmad Ltd adlah ringan dan ergonomis. Dilengkapi dengan tabung kaca bening maka disamping memudahkan untuk dilihat cairan yang disiapkan untuk disuntikkan, juga aspek terjaga sterilitasnya. Desian yang demikian akan sangat memudahkan peternak karena menjadi lebih fleksibel untuk dosis dan ukuran berapapun.
Sedangkan vaksin yang disediakan oleh PT Cakar Mas adalah dari strain yang memang direkomendasikan oleh para ahli yaitu dari H5N2. Seperti diungkapkan oleh Drh Edy Daryono, seorang Manager di PT Cakar Mas, bahwa vaksin merk DHN adalah vaksin bermutu tinggi hasil produksi sebuah perusahaan besar dan bonafid di China.
Selain itu menurut Edy disediakan pula preparat fumigan yang tidak mengandung Kalium Permanganat, dengan merk Forcent Fumigant System. Preparat fumigan ini mempunyai keuntungan tidak merusak peralatan dan kandang yang terbuat dari logam.

PT Candramas Jaya Semesta
Salah satu distributor peralatan kesehatan hewan dan alat-alat produksi peternakan. Menjadi distributor dari pabrikan dari China, USA dan Italia.
Tampil di Indolivestock untuk mendekatkan produk-produknya kepada konsumen, yang datang langsung dari Surabaya. Menurut Hindrata Chandra Pimpinan PT CJS kepada Infovet, pilihan import peralatan kesehatan hewan besar, hewan kesayangan dan peralatan untuk produksi peternakan tidak lain atas dasar pertimbangan kualitas produk dan harga yang kompetitif.
Adapun produk yang disediakan antara lain Mikroskop Elektron, Alat Evaluasi Semen, Centrifuge, Incubator Lab, Spectrophotometer Digital, Container Penyimpan dan Container Pengangkut; Universal Applicator, Drenching Gun, Milk Tester dan Analyzer dan juga Milk Cooling Tank, Ear Marking Pliers.
Selama ini PT CJS lebih banyak melayani intansi dan institusi pemerintah, namun tidak sedikit kini sudah menembus ke farm dan perusahaan peternakan swasta

CV Larissa
Sebagai perusahaan yang mengkhususkan diri pada penyediaan Alat Inseminasi Buatan (IB) dan Peralatan Embryo Transfer (ET) CV Larissa berminat ikuti kegiatan pameran peternakan Indonesia karena peluang besar untuk menggaet pasar lebih luas.
Menurut HN Soeparno, Staff Pemasarannya bahwa CV Larissa memang sejak dahulu menjadi penyedia peralatan IB dan ET di berbagai instansi pemerintah. Namun kini, sehubungan dengan kemajuan teknologi dan perkembangan peternakan hewan besar, ternyata potensi bisnis peralatan itu juga diminati oleh kalangan swasta.
Memang ada fenomena menarik, jika dahulu lapangan pekerjaan asih terbuka lebar, dan kini menyempit. Ada berkah bagi Larissa, karena banyak Dokter Hewan yang praktek mandiri dan sangat membutuhkan peralatan IB dan ET. Atas dasar itulah, Larissa mencoba menyasar pasar baru di segmen itu.

CV Telaga Bestari
Nuraini Wiradinata, Direktur CV Telaga Bestari mengungkapkan kepada Infovet, bahwa meski nama perusahaannya baru, akan tetapi sebenarnya adalah pemain lama yang berganti nama. Tanpa mau menyebut nama perusahaan lama, Nuraini menjelaskan bahwa pada saat ini adalah sebagai perusahaan distribusi.
Produk impor yang dijadikan andalan adalah dari negara Vietnam. Pilihan negara itu, oleh karena negara itu meski masih muda akan tetapi sebgaian besar investornya adalah berasal dari negara-negara Eropa dan USA.
Andalan produknya adalah Bio-Linco-S dan Bio-Tylo200 serta Tetra 200 LA. Adapun Bio-Linco-S adalah sebuah preparat Spectinomycin dan Lincomycin yang sangat penting untuk pengobatan Haemorrahagic, Enteritis, dan Salmonellosis juga CRD. Kelebihan preparat Bio Linco S adalah sangat efektif sekali untuk penyembuhan penyakit-penyakit pada saluran pencernaan dan pernafasan. Juga pada penyakit radang sendir , maupun radang paru yang akut dan kronis.
Sedangkan Bio Tylo 200 sebagai larutan injeksi mengandung tylosin yang sangat efektif mengobati radang paru, CRD, radang sendi, mastitis, metritis dan juga radang pada kulit. (iyo)

ASOHI, PT Gallus dan Infovet di Ajang Indolivestock

ASOHI, PT Gallus dan Infovet di Ajang Indolivestock


(( Bagi ASOHI, perhelatan Indolivestock 2008 juga menjadi sarana edukasi buat peternak karena banyak diadakannya seminar teknis dan pengenalan produk unggulan dari masing-masing perusahaan dengan pembicara dari dalam dan luar negeri. Bagaimana menurut PT Gallus Indonesia Utama dan Infovet sebagai anak kandung dari ASOHI?

Menurut Ketua Umum ASOHI Gani Haryanto, Indolivestock juga menjadi sarana untuk ajang unjuk gigi buat masyarakat internasional, sehingga kita bisa saling bertukar informasi mengenai perkembangan teknologi yang terjadi di luar negeri. Hal ini dimungkinkan karena diketahui bahwa pameran Indo Livestock 2008 ini diikuti oleh sebanyak 300 perusahaan dari 23 negara.

Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI)

Asosiasi Obat Hewan Indonesia atau yang disingkat ASOHI dibentuk tahun 1979 dengan pendiri H. Abdul Karim Mahanan (PT Paeco Agung), Prof. JH Hutasoit, Dr. drh Soehadji, Drh. IGN Teken Temadja, Dr. Drh. Sofyan Sudardjat MS sebagai wadah usaha obat hewan yang meliputi Importir, Eksportir, Produsen, Distributor, Pengecer, dan Pabrikan pakan.
Maksud pendirian ASOHI adalah sebagai payung untuk anggotanya. Selain itu menjadikan usaha obat hewan Indonesia menjadi tangguh, mandiri, dan mampu memenuhi kebutuhan pasar. Dengan berdirinya ASOHI juga dimaksudkan untuk menciptakan usaha obat hewan yang sehat, tertib, dan berkembang.
Sementara itu, tujuan didirikannya ASOHI tak lain diantaranya adalah menjembatani & menjalin hubungan antar pihak yang berkaitan. Aktif dalam pengembangan produksi peternakan dan kesehatan hewan, serta memberikan manfaat bagi anggota melalui pembinaan, menggiatkan usaha dan meningkatkan kemampuan anggota.
Kepengurusan ASOHI terbagi menjadi 4 Bidang Kegiatan yaitu Bidang Organisasi, Hubungan Antar Lembaga, Hubungan Luar Negeri, dan Bidang Pengawasan Peredaran Obat Hewan. Juga terdapat Dewan ASOHI yang terdiri dari Dewan Penasehat, Dewan Kode etik, dan Dewan Pakar. Selanjutnya Kepengurusan ASOHI Daerah terdapat di 16 Propinsi yang merupakan kantong penyebaran yang mencakup 5 di Sumatra, 6 di Jawa-Bali, 3 di Kalimantan dan 2 di Sulawesi.

PT Gallus Indonesia Utama dan Majalah Infovet

Berawal dari kepedulian terhadap peningkatan kemampuan peternak dalam melakukan usaha peternakan dan mengelola kesehatan ternak, pada tahun 1992 Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) sebagai wadah perusahaan-perusahaan obat hewan yang ada di Indonesia, menerbitkan sebuah majalah dengan nama Infovet. Nama ini merupakan singkatan dari Informasi Veteriner, yang artinya informasi mengenai kesehatan hewan tanpa meninggalkan aspek lain yang terkait seperti teknologi budidaya ternak serta masalah ekonomi dan bisnis peternakan pada umumnya.
Pada awalnya Infovet terbit sebagai majalah tiga bulanan. Selanjutnya secara bertahap mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan peternakan di Indonesia khususnya usaha ayam ras. Sejak tahun 1995, Infovet menjadi majalah bulanan, dan tersebar luas di kalangan peternak, pengusaha peternakan, pengusaha pakan ternak (feedmill), pengusaha pembibitan (breeding farm), pengusaha obat-obatan hewan, kalangan kampus Fakultas Peternakan dan Fakultas Kedokteran Hewan, peneliti, birokrat dan lembaga terkait lainnya.
Tak hanya sebagai penerbit majalah, Infovet juga mengembangkan kegiatan yang mendukung kegiatan penerbitan majalah, yaitu menyelenggarakan seminar dan pelatihan tentang peternakan dan kesehatan hewan, serta menerbitkan buku-buku peternakan dan kesehatan hewan.
Atas dasar perkembangan tersebut, maka tahun 2001, pengurus ASOHI menyepakati berdirinya sebuah Perseroan Terbatas yang akan mengelola majalah Infovet dan kegiatan lainnya yang relevan menjadi lebih profesional. Nama perseroan tersebut adalah PT Gallus Indonesia Utama (GITA).
Sejak saat itu selain penerbitan majalah Infovet, ASOHI memandang perlu untuk membentuk divisi-divisi usaha baru. Divisi tersebut diantaranya adalah Divisi penerbitan buku-buku (GITA Pustaka), Divisi pelatihan/seminar (GITA Event Organizer), Divisi Satwa Kesayangan: Majalah khusus hewan kesayangan, Divisi G-Multimedia: bergerak dibidang teknologi informasi dan yang baru terbentuk Divisi GITA Consultant. (wan/ YR)

PARA PEMERAN BISNIS SUKSES

PARA PEMERAN BISNIS SUKSES

(( Profil-profil mereka adalah profil-profil para pemimpin, eksekutif perusahaan yang membawa perusahaan maju, berkembang, besar dan eksis dalam sektor kesehatan hewan atau tepatnya bisnis obat hewan. ))

Di ruang itu Infovet berhadapan dengan Drh Arief Hidayat dan mendialogkan nilai-nilai yang sedang berkembang. Lebih tepat disebut sebagai wawancara, di mana Technical Department PT Mensana Aneka Satwa ini menceritakan kisahnya hingga sampai pada posisi sekarang yang merupakan buah-buah dari kerja baiknya di perusahaan sebelumnya.
Mendengar uraian pengetahuan Drh Arief tentang bidang yang dikelolanya kini cukup untuk mengatakan bahwa ia sangat piawai untuk mengendalikan salah satu departemen di PT Mensana Aneka Satwa sebuah perusahaan yang dipercayakan Sang Pemilik Perusahaan kepadanya dan para ahli kepercayaan yang lain yaitu Ir Yuniansyah Triadi sebagai Maraketing Manager, dan Drh Wati serta Drh Etty.
Perusahaan yang kini mempunyai 25 cabang di seluruh Indonesia menjadikan PT Mensana Aneka Satwa merupakan salah satu pelaku bisnis obat hewan yang menonjol dan disegani pada saat ini. Dengan pendelegasian pada orang-orang yang tepat, masing-masing bidang menunjukkan kemajuan yang cukup pesat sesuai ahlinya.
Drh Arief Hidayat piwai di bidang teknis, sedang Ir Yuniansyah Triadi di bidang bisnisnya, Drh Etti Agustina Regent Sales Manager dan Drh Wati Register Officer bidang registrasi obat. Dalam kata lain, bilamana soal teknis kesehatan hewan dengan produk-produk yang dibutuhkan, Drh Arief Hidayatlah tempat peternak bertanya. Dalam hal populasi dan bisnis obat hewan dengan penyebaran produk-produk obat hewan yang dibutuhkan, Ir Yuniansyah yang akan memaparkan, demikian pula soal registrasi obat ada pada ahlinya sendiri yaitu Drh Etti dan Drh Wati.
Perbincangan Infovet yang lain adalah dengan Drh Lukas Agus Sudibyo Direktur Marketing PT Romindo Primavetcom. Perbincangan Infovet dengan Drh Lukas yang didampingi Drh Nurvidia Machdum selaku Technical Department Manager dimulai dengan bahasan tentang awal-awal Infovet dan PT Romindo bekerja sama dan berlanjut ke perbincangan tentang situasi terkini bisnis global dan bisnis sektor peternakan dan kesehatan hewan.
Drh Lukas mengutarakan berbagai hal terkait perkembangan bisnis obat hewan yang tentu saja integral dengan semua sektor bidang peternakan, yang kin sedang menghadapi krisis global namun bagaimanapun ternyata bisnis ini tetap kokoh berdiri yang berarti bisnis ini memang menguntungkan. Drh Lukas juga menceritakan bagaimana situasi krisis ekonomi moneter yang pernah menimpa Indonesia dan dunia pada 1998, di mana Infovet pun bertukar cerita bagiamana kondisi Majalah Infovet pada saat itu hingga tetap bertahan dan berdiri serta berkembang hingga saat ini.
Di kantor Ceva Animal Health, Infovet menemui Direktur Utama Drh Edy Purwoko. Dialog dilakukan dengan semangat, tampak bagaimana Drh Edy mengutarakan tentang produk-produk perusahaan yang dibutuhkan oleh masyarakat dilandasi kaidah akademik dan penelitian yang kuat. Dalam Ruang Redaksi Infovet edisi 172 November 2008, penuturan Drh Edy Purwoko telah disampaikan kepada sidang pembaca.
Di Bandung, Infovet bertemu dengan Direktur Utama PT Tekad Mandiri Citra Drh Gowinda Sibit yang sangat energi dan bersemangat dalam memimpin perusahaan yang secara operasional dipimpin para eksekutif, Drh Sugiyono sebagai Direktur Riset dan Pengembangan yang tergolong profesional muda dan Drh Julianto sebagai Direktur Produksi.
Drh Gowinda Sibit yang merupakan sobat kental Drh Julianto telah bersahabat sejak mereka berkulaih di FKH Unair Surabaya. Bekerja di sebuah perusahaan obat hewan yang sama, mereka menjadi tim yang kuat dan berpengalaman menjelajah wilayah peternakan di seluruh Indonesia dengan pengalaman-pengalaman yang mengesankan. Dengan sistem pemeliharaan kebugaran melalui olah raga, Drh Erwin (panggilan akrab Drh Gowinda Sibit) sanggup melakukan disiplin kerja secara prima sampai sekarang. Dengan etos kerja tinggi, ia pun menerapkan latihan kepercayaan diri bagi karyawan PT TMC dengan penampilan berdasi di dalam kantor, yang sangat baik untuk menunjang kinerja dan personalitas.
Di PT Sanbe Farma Animal Health Divison, juga di Bandung, Infovet ditemui Drh Sugeng Pujiono Marketing Manager dan Drh Suhardi Coordinator Produksi dan Technical Manager. Dengan ramah Drh Sugeng bercerita tentang perjalanan hidupnya sebagai dokter hewan alumnus FKH Unair dengan berbagai pengalaman yang menunjang kinerjanya sebagai peimpin PT Sanbe Farma Divisi Animal Health.
Drh Sugeng mengambil pengalaman sangat berarti ketika ia di Surabaya memimpin bimbingan test sejak masih kuliah dan bimbingan test itu sampai sekarang masih berdiri dan terkemuka di Surabaya.
Dengan program-program besarnya di PT Sanbe Farma, Drh Sugeng selalu menerapkan jiwa kepemimpinan Ki Hajar Dewantoro, “Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karya, Tut Wuri Handayani”, yang artinya sebagai pemimpin kita mesti di depan memberi teladan, di tengah mebangun kemauan, dan di belakang mendorong tim. Menurut Drh Sugeng, begitu banyak buku kepemimpinan dan kunci sukses dimilikinya sebagai koleksi, namun inti kepemimpinan tetap falsafah bernafas Jawa itu.
Di PT Medion, Infovet berdialog dengan jajaran promosi perusahaan obat hewan di Bandung ini dipimpin Henry Jahja, IT Senior Manager. Bersama tim yaitu Novi Kartasasmita Advertising & Publication Assistant Manager, Athine Advertising & Publication Assistant Staff, dan Candrawati Sales Promotion Assistant Manager PT Medion, Henry Jahja mengutarakan dengan simpatik bagaimana program-program promosi perusahaan yang mencerminkan betapa majunya perusahaan ini.
Profil-profil mereka adalah profil-profil para pemimpin, eksekutif perusahaan yang membawa perusahaan maju, berkembang, besar dan eksis dalam sektor kesehatan hewan atau tepatnya bisnis obat hewan. (yonathanrahardjo)

SISI INTERNAL SISKESWANAS DAN PERDAGANGAN BEBAS

SISI INTERNAL SISKESWANAS DAN PERDAGANGAN BEBAS

(( Semua kekuatan mestinya dimulai dari sisi internal. Bila sisi internal kuat, sisi eksternal akan dapat disikapi atau menyikapi. ))

Berbagai situasi peternakan dan dunia kehewanan tanah air terkait pro-kontra impor daging sapi Brazil rawan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), merebaknya penyakit Rabies pada anjing dan menyerang manusia di Bali dan beberapa daerah lain merupakan rantai panjang dari potret pengelolaan SISKESWANAS (Sistem Kesehatan Hewan Nasional).
Siskeswanas ini pula yang sangat berpengaruh pada penyiapan komoditi peternakan menuju era bebas ASEAN-China 2010. Artinya, dalam perdagangan bebas komoditi peternakan ini, telah dikenal bukan semata-mata pada produknya, tapi merupakan ketahanan nasional Indonesia yang memerlukan pengendalian penyakit khususnya penyakit yang terkait dengan higienes pangan.
Masalah kesehatan hewan merupakan masalah penting pada lalu lintas perdagangan dan transportasi antar negara selain berbagai problematika baik dari segi dagang, aturan perpajakan. Satu-satunya pengawasan kesehatan hewan yang dapat dikendalikan adalah ketentuan SANITARY-PHYTOSANITARY yang memberikan kewenangan kepada suatu negara demi keamanan hayati untuk melindungi wilayahnya dari ancaman penularan penyakit dari luar baik dari hewan dan masyarakat manusia.
Rupanya hal inilah yang kurang mendapat perhatian dari pemerintah sehingga wacana daging Brazil yang rawan PMK dan Pengakit Sapi Gila (BSE) dikemukakan bahkan sudah direncanakan. Padahal resiko dari penyakit ini dan akibatnya sudah dirasakan sebelum Indonesia sanggup membebaskan diri dari PMK pada 1990an setelah upaya keras dan menghabiskan energi dan dana selama 100 tahun. Sama halnya dengan tercemarnya Bali dengan Penyakit Rabies padahal sebelumnya berstatus pulau bebas Rabies!
Kita untuk kesekian kali selalu diingatkan bahwa kebijakan dalam kesehatan hewan ini harus benar-benar dapat mengawal dan melindungi potensi sumber daya hayati dalam negeri maupun keamanan di masyarakat dan mampu mencipta kondisi untuk bisa bersaing pada produk peternakan yang akan diekspor. Landasan hukumnya sudah jelas: UU No 6/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan. Dasar hukum untuk kesehatan masyarakat terkait hewan dan produk asal hewan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner.
Kaitannya dengan KELEMBAGAAN saat ini, terjadi suatu kesimpang siuran dalam penentu kebijakan berkenaan dengan produksi terhadap asal hewan yang berkaitan dengan penyakit. Saat terjadinya wabah Penyakit Sapi Gila di benua lain, beberapa institusi di Indonesia seperti Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Depperindag), serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), masing-masing mengeluarkan peraturan sendiri-sendiri yang saling tumpang tindah, padahal masalahnya sama, menjaga keamanan hayati di tanah air dari resiko masuknya kasus BSE ini.
Bahkan antara Dirjen di Departemen Pertanian sendiri, pada saat itu Dirjen Peternakan dengan Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian pun punya kebijakan yang berbeda. Padahal kalau mengacu pada permasalahan mendasarnya, hal ini terkait dengan siapa yang punya otoritas tentang penyakit hewan, yang berarti tentang OTORITAS VETERINER.
Mestinya kita punya wadah yang punya fungsi otoritas veteriner, punya lingkup ketahanan yang tidak di bawah departemen tertentu. Lembaga di dalam pemerintah yang memiliki otoritas di seluruh wilayah negara itu untuk melaksanakan tindakan sanitari dan proses sertifikasi veteriner internasional yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) serta melakukan supervisi atau audit penerapannya. Dalam kelembagaan selama ini ini kita punya kelemahan dalam menghadapi penyakit dari luar (Exotic Disease) karena belum adanya lembaga nasional yang merupakan laboratorium rujukan ini.
Perlu ke depannya menunjuk laboratorium tertentu yang berkompeten untuk penyidikan veteriner. Kaitannya dengan sumber daya manusia, perlu program yang berkaitan dengan profesi veteriner, baik di lapangan, kelembagaan laboratorium, maupun karantina.
Bagaimanapun instansi veteriner dan peternakan merupakan institusi yang butuh sentuhan manajemen yang profesional. Upaya untuk meningkatkan standar manajemen kelembagaan adalah upaya yang patut dilakukan oleh setiap institusi peternakan/kesehatan hewan untuk menjadikan peternakan lebih produktif dan efisien.
Kelembagaan penelitian, Indonesia mempunyai banyak lembaga penelitian yang layak menjadi rujukan regional dan internasional, setidaknya di kawasan Asia Pasifik. Sebutlah BBPMSOH (Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan), dan Balai Besar Penelitian Veteriner (BBalitvet) Bogor yang menjadi rujukan penelitian veteriner nasional.
Untuk meningkatkan, mempertahankan, atau bahkan (kalau misalnya diintrospeksi ternyata belum menjapai standar yang dimaksud) mengembalikan kualifikasi itu; setiap lembaga yang ada di Fakultas, Balai Besar Pengujian dan Penyidikan Veteriner (BBPPV), bahkan perusahaan swasta pun patut memikul tanggungjawab itu.
Perdagangan bebas menuntut adanya produk peternakan yang berkualitas dan berdaya saing. KARANTINA yang menjadi tanggungjawab dokter hewan meliputi hewan itu sendiri maupun produk asal hewan, serta sarana produksi peternakan seperti pakan, obat-obatan, dan peralatan.
Pengalaman dunia peternakan Indonesia yang sangat menyedihkan di dunia karantina, selain masuknya Rabies di Bali adalah masuknya Avian Influenza (AI) alias Flu Burung yang tak lepas dari kegagalan karantina melakukan fungsinya secara ketat. Frekuensi arus lalu lintas barang dan orang dalam konteks perdagangan antar negara tidak mengenal batas-batas antar negara.
Fungsi dan peranan karantina menjadi sangat strategis dan penting dalam melakukan upaya-upaya perlindungan dan penyelamatan serta pengamanan sumberdaya alam hayati ke dalam suatu kesisteman menyangkut hal-hal untuk memajukan, mengawasi, melindungi dan mempertahankan usaha-usaha agribisnis khususnya produk-produk hewan ternak yang menjamin keamanan, mutu, kesehatan dan keutuhan mulai dari hulu sampai ke hilir, bahkan sampai ke pemasaran tingkat nasional/domestik dan internasional.
Mudah mengatakan, ingat untuk penerapannya diurai hal rinci soal surat kelengkapan dan prosedur tindakan karantina di tempat-tempat tertentu, yang kita sering kedodoran karena berbagai alasan. Faktor internal dan eksternal Karantina sangat berperan di sini. Secara filosofis, semua kekuatan mestinya dimulai dari sisi internal. Di sini jelas, internal karantina, dan secara skala nasional: sisi internal Siskeswanas kita sendiri!
Dalam sisi internal ini, kita tidak boleh melupakan STANDARISASI produk-produk peternakan yang diperdagangkan, baik dengan pemberlakuan wajib terap SNI misalnya persyaratan mutu yang merupakan konsekuensi logis akan tuntutan pasar bebas.
Target akhir yang ingin dicapai di balik pemberlakuan Wajib SNI adalah adanya keinginan yang kuat untuk mendapatkan bahan baku yang memiliki kualitas setara atau minimal mendekati dengan kualitas internasional yang diijinkan atau direkomendasikan dapat diterima dalam bahan makanan asal hewan, berdasar Codex Alimentarius Commision.
Keberhasilan beberapa produsen obat hewan Indonesia menembus pasar ekspor di luar negeri termasuk sampai ke China, negara-negara Asia Tenggara, Uni Emirat Arab dan Sri Lanka merupakan bukti standarisasi yang ketat adalah senjata kuat untuk menjawab perdagangan bebas. Bisa terjadi karena produksi obat hewan telah diterapkan sesuai dengan perundangan yang teruji secara nasional dan internasional, sehingga mutu obat yang dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai tujuan penggunaannya.
CPOHB (Cara Pembuatan Obat Hewan yang Baik) disusun sehingga keseluruhan aspek produksi dan pengendalian mutu yang dimulai dari perencanaan, rancangan, bahan baku, proses produksi, sarana produksi, sumberdaya manusia, pengawasan mutu dan dokumentasinya dapat dikendalikan sesuai dengan ketentuan sehingga mutu produk yang dihasilkan dapat selalu terjamin.
Di sisi internal terkait era perdagangan bebas kita patut menambahkan: INOVASI produk yang merupakan salah satu keunggulan di jaman yang selalu mengikuti selera lebih tinggi di mana selera global saling berpengaruh di berbagai belahan bumi. Apapun bentuknya di bidang peternakan maupun produksi peternakan. Bahkan untuk produk yang kelihatannya sederhana, tapi sangat bergengsi, seperti jelly egg.
Keunggulan dan keuletan produsen produk-produk peternakanlah yang membuat produk diterima di pasar berbagai negara di luar negeri, seperti produk susu asal Indonesia berupa susu full cream, susu rendah lemak dan susu tanpa lemak merek tertentu. Peran Hongkong yang lebih menjadi pembeli produk asal hewan, misal daging putih/daging ayam dari negara produsen sekitarnya lalu dijual lagi ke negara-negara lain, mengisyarakatkan bahwa perdagangan peternakan ASEAN-China tak kan lepas dari negara-negara maju lain yang juga menerapkan kesejahteraan hewan ini.
Indonesia pun mengadopsi berbagai konsep internasional dalam cakupan terbatas, misalnya memperhatikan kesejahteraan hewan di RPH dan atau RPA dan karantina di mana pada tahun-tahun mendatang akan menjadi isu menarik.
Secara filosofis, sekali lagi, semua kekuatan mestinya dimulai dari sisi internal. Bila sisi internal kuat, sisi eksternal akan dapat disikapi atau menyikapi. (Yonathan Rahardjo)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer