Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Waspada 3 Penyakit Utama Penyebab Turunnya Produksi Telur




Waspada 3 Penyakit Utama Penyebab Turunnya Produksi Telur

Fungsi terbesar produk peternakan adalah menyediakan protein, energi, vitamin dan mineral untuk melengkapi hasil-hasil pertanian. Salah satu nutrisi penting asal produk peternakan adalah protein hewani yang sarat dengan kandungan berbagai asam amino, DHA dan unsur-unsur lainnya yang dibutuhkan tubuh untuk tumbuh, kembang dan bereproduksi. Disamping itu, protein hewani asal produksi ternak seperti susu, daging dan telur (SDT) adalah mengandung kelengkapan asam-asam amino dengan nilai hayati yang tinggi yang hampir mencapai kisaran di atas 80. Nilai hayati ini mencerminkan berapa banyak zat nitrogen (N) dari suatu protein dalam pangan yang dimanfaatkan oleh tubuh untuk pembuatan protein dan bagian-bagiannya. Untuk memproduksi pangan asal ternak yang berkualitas baik, diperlukan usaha perbaikan manajemen pemeliharaan khususnya untuk ternak sapi perah, sapi potong, ayam potong dan ayam petelur.
Satu dari tiga pangan asal ternak yang banyak dikonsumsi masyarakat adalah telur. Telur mengandung protein dengan kisaran 15%. Protein telur dibentuk dari susunan asam-asam amino yang sangat baik, sehingga protein hewani asal telur hampir seluruhnya dapat digunakan untuk pertumbuhan maupun pengganti sel-sel tubuh yang rusak.
Selain protein, telur juga mengandung lemak berupa trigliserida, phospholipida dan kolesterol. Trigliserida dan phospholipida berfungsi menyediakan energi yang dibutuhkan tubuh untuk menjalankan semua aktivitas sehari-hari, sedangkan kolesterol berfungsi untuk membentuk garam-garam empedu yang diperlukan bagi pencernaan lemak yang berasal dari makanan dan diperlukan juga sebagai komponen pembentuk hormon seksual seperti testosteron dan hormon adrenalin.
Usaha perbaikan manajemen pemeliharaan pada ayam petelur sangat diperlukan untuk menghasilkan pullet dengan performa yang baik sampai umur panen, salah satunya adalah upaya penekanan pada kemunculan penyakit yang ada hubungannya dengan penurunan produksi telur.
Penyakit pada ayam petelur diartikan sebagai disfungsi organ, yakni tidak berfungsinya secara normal organ ayam yang terinfeksi oleh mikroorganisme penyebab penyakit, baik itu organ pencernaan, pernafasan, central neuro system (CNS) maupun organ reproduksi yang secara langsung berhubungan dengan pembentukan dan distribusi telur.
Munculnya permasalahan ini disinyalir akibat kelalaian peternak, misalnya minimnya kandungan nutrisi bahan pakan yang diberikan pada ayam peliharaannya. Disamping itu, faktor penyakit juga didaulat sebagai salah satu penyebab terjadinya penurunan produksi telur.
Diantara jenis penyakit tersebut adalah ND, AI, AE Virus, IB, Mycoplasma gallisepticum dan Paramyxoviruses lainnya, namun yang sering menjadi buah bibir peternak layer, Technical Services, Praktisi Perunggasan dan Akademisi adalah IB, ND dan Egg Drop Syndrome (EDS 76).

Waspadai EDS 76
EDS 76 merupakan penyakit pada ayam petelur yang menyerang ayam petelur pada periode pertumbuhan dan periode bertelur. Penyakit ini disebabkan oleh Hemagglutinating adenovirus. Agen ini mampu mengaglutinasi eritrosit ayam, sehingga ayam yang terinfeksi akan mengalami anemia, hal ini terlihat dari penampakan luar tubuh ayam, yakni kepucatan pada vial dan jengger. Secara ekonomi, penyakit ini menimbulkan kerugian pada peternak karena tidak tercapainya produksi yang optimal.
Ayam yang terinfeksi agent EDS 76 tidak memperlihatkan gejala yang spesifik. Secara umum ayam kelihatan sehat, tetapi produksi telur dapat turun sampai 40% selama 4-10 minggu.
Pakar perunggasan Fakultas Kedokteran Hewan UGM Prof drh Charles Rangga Tabbu MSc PhD menyatakan, “Gejala awal EDS 76 tersifat dari kehilangan warna kerabang pada telur yang berwarna coklat. Gejala ini diikuti oleh adanya telur yang mempunyai kerabang tipis, kerabang lembek atau tanpa kerabang sama sekali. Telur dengan kerabang tipis biasanya bertekstur kasar menyerupai kertas pasir atau bergranula pada salah satu ujungnya.”
Pada infeksi alami ditemukan adanya penurunan ukuran telur, sedangkan pada infeksi buatan ukuran telur tetap normal. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa ayam yang terinfeksi Hemagglutinating adenovirus dapat menurunkan viskositas pada putih telur, yakni putih telur yang berada pada bagian luar menjadi lebih encer menyerupai air, sedangkan putih telur yang terletak pada bagian dalam di sekitar kuning telur relatif normal. Disamping itu, umur ayam saat terinfeksi agent EDS 76 pun dapat mempengaruhi kualitas putih telur. Hal ini sering dilaporkan oleh para pakar perunggasan dunia bahwa anak ayam yang terinfeksi pada umur sehari (DOC) akan menghasilkan telur yang mempunyai putih telur lebih encer dengan ukuran telur yang lebih kecil.
Gejala klinik lainnya yang juga dapat teramati pada kasus EDS 76 adalah kegagalan ayam mencapai target produksi telur atau tertundanya waktu produksi telur. Gejala ini muncul akibat ayam terinfeksi agent EDS 76 dapat memproduksi antibody sebelum periode laten infeksi muncul. Menurut Prof Charles, periode laten infeksi ditandai dengan terjadinya penurunan produksi telur yang bisa mencapai kisaran 50% dan terjadinya halangan untuk mencapai puncak produksi. Lalu, bagaimana sistem penyebaran penyakit ini?
Penyakit ini menyebar melalui kontak langsung dengan unggas lain seperti itik dan angsa yang terpapar virus EDS 76. Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa itik dan angsa merupakan inang yang baik untuk virus EDS 76, artinya keberadaan itik dan angsa dapat mempercepat proses penyebaran EDS 76 ke unggas lain yang belum tertular. Perpindahan virus EDS 76 juga bisa melalui pemakaian jarum suntik yang telah terkontaminasi virus EDS 76. Lantas, bagaimana tindakan pencegahan dan pengobatannya?
Lebih lanjut, Prof Charles menjelaskan bahwa tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan cara memilih DOC dari telur yang induknya tidak tertular EDS 76. Hal ini beralasan bahwa EDS 76 dapat menular secara vertikal yakni melalui telur. Namun ditegaskannya bahwa kebanyakan breeder telah mengeliminasi virus EDS 76, sehingga kemungkinan penularan secara vertikal menjadi sangat kecil. Penularan secara horizontal perlu mendapat perhatian peternak. Hal terkait dapat dilakukan kegiatan berupa penerapan praktek manajemen seoptimal mungkin di kandang.
Praktek manajemen yang dianjurkan Guru Besar staff dan pengajar bagian Patologi FKH UGM ini adalah sanitasi dan desinfeksi yang ketat. Disamping itu, peternak dianjurkan untuk tidak menggunakan air minum dari sumber yang pernah tercemar oleh feses atau leleran tubuh lainnya dari itik, angsa dan beberapa jenis unggas lainnya.
Namun, bila kondisi usaha peternakan mengharuskan tetap menggunakan sumber air yang tercemar feses unggas yang terinfeksi, maka peternak diminta untuk melakukan sanitasi dan desinfeksi terlebih dahulu dengan cara klorinasi sebelum air tersebut diberikan kea yam peliharaannya. Tindakan lain yang dapat dilakukan peternak untuk mencegah meluasnya EDS 76 adalah dengan melalui vaksinasi. Saat ini vaksin yang tersedia adalah vaksin killed atau vaksin in aktif yang diberikan pada ayam dara dalam kurun waktu 3-4 minggu sebelum bertelur atau pada kisaran umur 14-16 minggu.

Infectious Bronchitis
Infectious Bronchitis (IB) merupakan penyakit akut pada ayam petelur yang menyerang saluran pernafasan ayam dan sangat mudah menular pada ayam dalam satu kelompok atau antar kelompok lainnya. Penyakit ini tersifat oleh adanya ngorok basah akibat adanya cairan dalam trachea, batuk dan bersin. Kejadian penyakit pada anak ayam tersifat oleh adanya gejala kesulitan bernafas yang ditandai oleh pernafasan melalui mulut atau gasping sedang pada ayam petelur tersifat oleh adanya penurunan produksi telur yang terjadi secara mendadak.
Dikalangan peternak, kasus IB dipandang cukup serius. Hal ini disebabkan karena IB dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan, penurunan efisiensi pakan dan merupakan salah satu penyakit kompleks pada saluran pernafasan terutama bila terjadi kolaborasi dengan E. coli dan Mycoplasma gallisepticum. Disamping itu, penurunan produksi telur dalam jumlah dan mutu sering terjadi, serta biaya penanggulangan penyakit yang tinggi dan kompleks menjadikan IB sebagai penyakit strategis pada ayam petelur. Lalu, bagaimana cara penularannya?
Virus IB dapat menyebar secara cepat dari ayam yang satu ke ayam lainnya dalam suatu kandang. Gejala sakit pada ayam yang terinfeksi dapat dilihat dalam waktu 48 jam. Penularan virus IB dapat terjadi secara langsung maupun secara tidak langsung. Penularan secara langsung terjadi melalui leleran tubuh ataupun feses ayam yang sakit kepada ayam yang peka dengan virus ini. Salah satu cara penularan yang penting adalah penularan melalui udara yang tercemar oleh virus IB. Penularan secara tidak langsung biasanya melalui anak kandang, alat atau perlengkapan peternakan, tempat telur (egg tray), kandang bekas ayam sakit, bangkai ayam sakit dan keberadaan rodensia di sekitar lingkungan kandang.
Kejadian IB pada ayam berlangsung cepat, yakni dengan masa inkubasi 18-36 jam, hal ini tergantung pada dosis virus dan rute infeksi. Infeksi dapat bersifat asimptomatik dengan menunjukkan gejala gangguan pernafasan atau yang berhubungan dengan abnormalitas pada system reproduksi. Disamping itu, dapat juga ditemukan adanya penurunan berat badan yang disertai oleh depresi dan gangguan pertumbuhan yang dapat dihubungkan dengan lesi-lesi pada saluran pernafasan dan ginjal.
Gejala penyakit IB berbeda pada setiap tingkatan umur. Pada anak ayam gejala klinik yang sering muncul adalah (1) batuk, sesak nafas, ngorok dan keluar lendir dari hidung, (2) mata berair yang diikuti dengan pembengkakan sinus, (3) anak ayam yang terpapar menunjukkan lemah dan lesu serta cenderung berkerumun di bawah pemanas, (4) lendir dan eksudat yang menyerupai keju terkumpul dalam trakea bagian bawah dan bronki, kondisi ini dapat menimbulkan kematian, (5) penyakit dapat berlangsung selama 5-21 hari dengan angka kematian 0-40%.
Sementara itu, kasus pada ayam dewasa dicirikan dengan (1) tingkat produksi telur akan menurun yang diikuti dengan perubahan bentuk kerabang telur, yakni kasar dan lembek, (2) kualitas telur yang dihasilkan jelek, (3) ayam yang tertular pada bagian akhir dari tahun produksi biasanya memperlihatkan produksi telur yang sangat menurun, biasanya berlanjut ke peristiwa ganti bulu, (4) membutuhkan waktu yang panjang untuk proses penyembuhan (recovery), (5) pada pemeriksaan patologi, ditemukan saluran telur yang mengeras atau sebagian menutup yang menunjukkan petelur palsu, (6) jalan penyakit berkisar antara 4-10 hari dengan angka kematian 0,5%.
Pencegahan IB dapat dilakukan dengan cara meningkatkan pengamanan biologis dan pelaksanaan aspek manajemen lainnya secara optimal. Hal ini ditujukan untuk menghilangkan faktor pendukung atau sumber infeksi virus IB. Pembatasan umur dalam satu flok pemeliharaan diperlukan untuk menghindari kemungkinan penularan virus IB dari kelompok umur yang satu ke kelompok umur lainnya.
Pencegahan yang efektif adalah dengan program vaksinasi. Program vaksinasi harus mempertimbangkan 3 titik kritis yakni type vaksin, waktu dan cara vaksinasi. Yang terpenting dari ketiganya adalah waktu yang tepat untuk melakukan vaksinasi. Penentuan kapan vaksinasi itu dilakukan adalah penting karena campur tangan yang kuat antara maternal antibodi dan virus vaksin. Artinya, jika vaksin diberikan dimana level maternal antibodi masih tinggi, virus vaksin akan dinetralisir dan konsekuensinya flok tersebut tidak dilindungi. Sebaliknya, jika pemberian vaksin terlambat, virus lapangan akan menginfeksi ayam tersebut hingga terjadilah wabah.

ND, Penyakit lawas yang bikin was-was
Satu lagi penyakit viral pada ayam petelur yang secara nyata dapat menurunkan produksi telur. Penyakit ini merupakan penyakit klasik namun masih tetap mengusik ketenangan ternak dan peternak. Sebagai penyakit lawas, penyakit ini perlu diwaspadai kemunculannya di lokasi peternakan.
ND atau penyakit tetelo ditemukan pertama kalinya oleh Kreneveld di Indonesia pada tahun 1926. Kemudian Doyle pada tahun 1927 memberi nama Newcastle Disease (ND), sebuah nama di Negara Inggris “Newcastle on Tyne” yang ayamnya terjangkit penyakit serupa.
ND merupakan masalah besar dan sering menjadi momok bagi dunia peternakan, karena penyakit ini dapat menimbulkan angka kematian yang sangat tinggi, yakni mencapai 100%. Penyebaran penyakit ini terbilang sangat cepat, baik pada ayam ras, ayam buras maupun jenis unggas lainnya. Menurut para ahli, penyakit ini dapat menular pada manusia dengan gejala klinis conjunctivitis (radang konjunctiva mata) namun jarang dijumpai. Sedangkan pada unggas dan burung liar lainnya yang terpapar ND menunjukkan gejala klinis berupa gejala syaraf, gejala pernafasan dan gejala pencernaan.
Penyakit ND disebabkanoleh virus dari famili Paramyxoviridae dengan genus Pneumovirus atau Paramyxovirus, dimana virus ini dapat menghemaglutinasi darah. Kejadian penyakit ini ditemukan di seluruh dunia, dimana menyerang seluruh jenis unggas termasuk burung liar. Virus penyakit ini dapat ditemukan pada organ-organ seperti alat pernafasan, syaraf dan pencernaan.
Penyakit ini dapat menyebar melalui kontak langsung dengan ayam yang sakit dan kotorannya. Penularan lainnya dapat juga melalui ransum, air minum, kandang, tempat ransum atau tempat minum, peralatan kandang lainnya yang tercemar, melalui pengunjung, serangga, burung liar dan angin atau udara yang dapat mencapai radius 5 Km. Virus ND ditemukan juga dalam jumlah tinggi selama masa inkubasi sampai masa kesembuhan. Virus ini terdapat pada udara yang keluar dari pernafasan ayam, kotoran, telur-telur yang diproduksi selama gejala klinis dan dalam karkas selama infeksi akut sampai kematian.
Gejala ND dapat diamati melalui (1) gejala pernafasan seperti bersin-bersin, batuk, sukar bernafas, megap-megap dan ngorok, (2) gejala syaraf berupa sayap terkulai, kaki lumpuh (jalan terseret), jalan mundur (sempoyongan) serta kepala dan leher terpuntir yang merupakan gejala khas penyakit ini dan (3) gejala pencernaan meliputi diare berwarna hijau, jaringan sekitar mata dan leher bengkak, pada ayam petelur produksinya berhenti, kalau sudah sembuh kualitas telurnya jelek, warna abnormal, bentuk dan permukaannya abnormal dan putih telurnya encer. Hal ini disebabkan oleh karena organ reproduksinya tidak dapat normal kembali. Umumnya kematian anak ayam dan ayam muda lebih tinggi dibandingkan ayam tua.
Sejauh ini belum ada satu jenis obat yang efektif yang dapat menyembuhkan ayam yang menderita penyakit ini. Penanggulangan penyakit ND hanya dapat dilakukan dengan dengan tindakan pencegahan (preventif) melalui program vaksinasi yang baik. Ada dua jenis vaksin yang dapat diberikan yaitu vaksin aktif dan vaksin inaktif. Vaksin aktif berupa vaksin hidup yang telah dilemahkan, diantaranya yang banyak digunakan adalah strain Lentogenic terutama vaksin Hitchner B-1 dan Lasota. Vaksin aktif ini dapat menimbulkan kekebalan dalam kurun waktu yang lama sehingga penggunaan vaksin aktif lebih dianjurkan dibanding vaksin inaktif.
Program vaksinasi harus dilakukan dengan seksama dan diperhatikan masa kekebalan yang ditimbulkan. Vaksinasi pertama sebaiknya diberikan paling lambat hari ke-empat umur ayam, karena penundaan sampai umur dua minggu dan seterusnya akan menghilangkan kemampuan pembentukan antibodi aktif oleh antibodi induk, sebab pada umur tersebut antibodi induk sudah tidak berfungsi lagi. Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam melaksanakan vaksinasi antara lain (1) vaksinasi hanya dilakukan pada ternak yang benar-benar sehat, (2) vaksin segera diberikan setelah dilarutkan, (3) hindari vaksin dari sinar matahari langsung, (4) hindari hal-hal yang dapat menimbulkan stress berat pada ternak, (5) cuci tangan dengan detergen sebelum dan sesudah melakukan vaksinasi. (Daman Suska, dari berbagai sumber).

SEJARAH SI GALLUS AYAM PETELUR

SEJARAH SI GALLUS AYAM PETELUR

(( Dengan mengingat sejarah ayam petelur kita lebih terpacu untuk mengembang produksi telur bukan hanya ayam ras tapi juga ayam kampung. Tentu saja membuat kita memperhatikan seluk beluk pemeliharaannya sekaligus mengantisipasi penyakit yang mengintai. ))

Fokus bahasan Infovet edisi ini adalah penurunan produksi telur yang disebabkan oleh penyakit infeksius terutama ND, EDS dan IB. Untuk itu ada baiknya kita kembali mengenang bagaimana munculnya ayam petelur bagi manusia.

Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas mengungkap bahwa ayam petelur (Gallus sp) adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Asal mula ayam unggas adalah berasal dari ayam hutan dan itik liar yang ditangkap dan dipelihara serta dapat bertelur cukup banyak. Tahun demi tahun ayam hutan dari wilayah dunia diseleksi secara ketat oleh para pakar.

Sumber Bappenas ini menyatakan, arah seleksi ditujukan pada produksi yang banyak, karena ayam hutan tadi dapat diambil telur dan dagingnya maka arah dari produksi yang banyak dalam seleksi tadi mulai spesifik. Ayam yang terseleksi untuk tujuan produksi daging dikenal dengan ayam broiler, sedangkan untuk produksi telur dikenal dengan ayam petelur.

Selain itu, kata sumber yang sama, seleksi juga diarahkan pada warna kulit telur hingga kemudian dikenal ayam petelur putih dan ayam petelur cokelat. Persilangan dan seleksi itu dilakukan cukup lama hingga menghasilkan ayam petelur seperti yang ada sekarang ini. Dalam setiap kali persilangan, sifat jelek dibuang dan sifat baik dipertahankan (“terus dimurnikan”). Inilah yang kemudian dikenal dengan ayam petelur unggul.

Menginjak awal tahun 1900-an, ayam liar itu tetap pada tempatnya akrab dengan pola kehidupan masyarakat dipedesaan. Memasuki periode 1940-an, orang mulai mengenal ayam lain selain ayam liar itu.

Dari sini, orang mulai membedakan antara ayam orang Belanda (Bangsa Belanda saat itu menjajah Indonesia) dengan ayam liar di Indonesia. Ayam liar ini kemudian dinamakan ayam lokal yang kemudian disebut ayam kampung karena keberadaan ayam itu memang di pedesaan.

Sementara ayam orang Belanda disebut dengan ayam luar negeri yang kemudian lebih akrab dengan sebutan ayam negeri (kala itu masih merupakan ayam negeri galur murni). Ayam semacam ini masih bisa dijumpai di tahun 1950-an yang dipelihara oleh beberapa orang penggemar ayam.

Hingga akhir periode 1980-an, orang Indonesia tidak banyak mengenal klasifikasi ayam. Ketika itu, sifat ayam dianggap seperti ayam kampung saja, bila telurnya enak dimakan maka dagingnya juga enak dimakan. Namun, pendapat itu ternyata tidak benar, ayam negeri/ayam ras ini ternyata bertelur banyak tetapi tidak enak dagingnya.

Ayam yang pertama masuk dan mulai diternakkan pada periode ini adalah ayam ras petelur white leghorn yang kurus dan umumnya setelah habis masa produktifnya. Antipati orang terhadap daging ayam ras cukup lama hingga menjelang akhir periode 1990-an. Ketika itu mulai merebak peternakan ayam broiler yang memang khusus untuk daging, sementara ayam petelur dwiguna/ayam petelur cokelat mulai menjamur pula.

Di sinilah masyarakat mulai sadar bahwa ayam ras mempunyai klasifikasi sebagai petelur handal dan pedaging yang enak. Mulai terjadi pula persaingan tajam antara telur dan daging ayam ras dengan telur dan daging ayam kampung.

Sementara itu telur ayam ras cokelat mulai diatas angin, sedangkan telur ayam kampung mulai terpuruk pada penggunaan resep makanan tradisional saja. Persaingan inilah menandakan maraknya peternakan ayam petelur.

Ayam kampung memang bertelur dan dagingnya memang bertelur dan dagingnya dapat dimakan, tetapi tidak dapat diklasifikasikan sebagai ayam dwiguna secara komersial-unggul. Penyebabnya, dasar genetis antara ayam kampung dan ayam ras petelur dwiguna ini memang berbeda jauh.

Ayam kampung dengan kemampuan adaptasi yang luar biasa baiknya. Sehingga ayam kampung dapat mengantisipasi perubahan iklim dengan baik dibandingkan ayam ras. Hanya kemampuan genetisnya yang membedakan produksi kedua ayam ini. Walaupun ayam ras itu juga berasal dari ayam liar di Asia dan Afrika.

Dengan uraian Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas, kita lebih terpacu untuk mengembang produksi telur bukan hanya ayam ras tapi juga ayam kampung. Tentu saja membuat kita memperhatikan seluk beluk pemeliharaannya sekaligus mengantisipasi penyakit yang mengintai. (Bappenas/ YR)

Produksi Telur Turun, Perhatikan Kualitas Pakan dan Infeksi Penyakit

Produksi Telur Turun, Perhatikan Kualitas Pakan dan Infeksi Penyakit

Hadi Wibowo praktisi perunggasan dari PT Sumber Multivita ikut urun rembuk soal penurunan produksi telur. Ia menegaskan bahwa ayam dapat berproduksi dengan baik tak lepas dari peranan 4 hal, yaitu pemeliharaannya yang terjaga dengan baik, vaksinasi dilaksanakan sesuai program, kondisi kandang nyaman, dan pakan yang diberikan berkualitas sesuai dengan kebutuhan nutrisinya.
“Empat hal ini merupakan syarat utama untuk produktivitas yang maksimum, dan sekaligus mencegah munculnya masalah akibat penyakit tertentu,” jelas Hadi.
Terkait dengan persoalan Avian Influenza yang tak kunjung rampung di Indonesia, Hadi berpendapat hal ini tak lepas dari akar penyebab masalah itu sendiri. Dari sudut pandangnya ia menyoroti tentang kualitas pakan ternak yang akhir-akhir ini kualitasnya turun naik.
Kenapa pakan, karena pakan merupakan kebutuhan utama ayam yang mengandung zat gizi dimana ayam saat ini dipelihara dengan cara “dieksploitasi maksimum” sehingga membutuhkan gizi yang paling baik untuk menunjang target produksi yang ditetapkan. Nah, yang menjadi pertanyaan apakah kuantitas dan kualitasnya telah sesuai dengan kebutuhan ayam?
Hadi menuturkan, seperti kita tahu penggunaan tepung bulu untuk menaikkan kadar protein dalam pakan ternak unggas lazim digunakan. Namun penggunaannya tak boleh berlebihan dan ada batasannya karena sifat protein dari tepung bulu yang sulit tercerna.
Memang bulu ayam berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber protein pakan alternatif pengganti sumber protein konvensional seperti bungkil kedele dan tepung ikan. Bulu ayam mengandung protein kasar yang cukup tinggi, yakni 80-91 % dari bahan kering (BK) melebihi kandungan protein kasar bungkil kedelai 42,5 % dan tepung ikan 66,2 % (Anonimus, 2003). Bahkan Hadi menuturkan dari hasil uji lab di perusahaan swasta terkenal kandungan protein kasar dari tepung bulu menggunakan analisa Kieldahl dapat mencapai 87,4 %
Sayangnya kandungan protein kasar yang tinggi tersebut tidak diikuti dengan nilai biologis yang tinggi. Tingkat kecernaan bahan kering dan bahan organik bulu ayam secara in vitro masing-masing hanya 5,8 % dan 0,7 %. Nilai kecernaan yang rendah tersebut disebabkan bulu ayam sebagian besar terdiri atas keratin yang digolongkan ke dalam protein serat. Keratin merupakan protein yang kaya akan asam amino bersulfur, sistin.
Ikatan disulfida yang dibentuk diantara asam amino sistin menyebabkan protein ini sulit dicerna. Keratin dapat dipecah melalui reaksi kimia dan enzim, sehingga pada akhirnya dapat dicerna oleh tripsin dan pepsin di dalam saluran pencernaan. Dengan demikian bila bulu ayam digunakan sebagai bahan pakan sumber protein, sebaiknya perlu diolah terlebih dahulu untuk meningkatkan kecernaannya.
Di Indonesia, tepung bulu untuk pakan unggas tersedia dalam bentuk produk pabrik dan siap pakai atau tepung bulu yang sudah diolah. Berbagai hasil penelitian di berbagai belahan dunia ini menunjukkan bahwa tepung bulu dapat digunakan pada level tidak lebih dari 4 % dari total formula ransum tanpa membuat produktivitas unggas merosot.
Semakin baik pengolahannya, akan semakin baik pula hasilnya. Semakin banyak digunakan tepung ini justru akan menekan prestasi unggas, produksi telur berkurang dan pertambahan berat badan juga merosot (Rasyaf, 1992).
Tepung bulu mempunyai energi metabolis (ME) sebesar 2.354 kalori/ kg dan asam amino tersedia sebesar 95 %. Jadi 35 % asam amino yang terdapat dalam tepung bulu tidak tersedia untuk unggas dan terbuang keluar lagi. Inilah sebabnya tepung bulu tidak bisa terlalu banyak dimasukkan dalam formula ransum yaitu tidak lebih dari 4 % dari total formula ransum.
Lebih lanjut, Hadi mengungkap, penyakit adalah dampak dari pakan yang kurang baik. Pakan yang berkualitas jelek meningkatkan kejadian malnutrisi, dalam hal ini kurang asam aminonya, pada ternak yang menyebabkan turunnya produksi antibodi. Karena bahan pembentuk antibodi adalah asam amino yang merupakan penyusun molekul protein, kondisi ini bila berlangsung lama pada akhirnya akan memicu munculnya penyakit. Sehingga ND, IB, EDS dan AI yang menurunkan produksi telur akan lebih mudah masuk.
Hadi juga menekankan bahwa empat pokok pendukung performa produksi ayam petelur adalah genetik, nutrisi, kesehatan dan manajemen pemeliharaan. Oleh karenanya empat hal ini harus diperhatikan dengan benar karena saling terkait satu dengan lainnya.
“Sebenarnya yang dibutuhkan oleh ayam agar berproduksi optimal diantaranya adalah pakan yang berkualitas baik, kehangatan dan kelembaban yang ideal, air yang sehat dan udara sehat yang segar dan bersih,” ujar Hadi.
Kenapa suhu lingkungan penting diperhatikan karena cekaman atau stres panas setiap kenaikan suhu 1 derajat Celcius akan meningkatkan metabolisme 20-30%. Pada suhu lingkungan 28 oC nafsu makan menurun sekitar 12%. Selain itu kondisi tubuh ayam harus selalu PRIMA dan SEHAT guna menunjang hasil vaksinasi dalam tubuh ayam optimal baik untuk vaksin viral (ND, IB, AI, EDS) maupun vaksin bakterial (Snot, Kolera)
Selain itu, penggunaan jenis vaksin harus tepat dan mengingat banyaknya program vaksin dan banyaknya penyakit yang menghambat pembentukan kekebalan, maka diperlukan bala bantuan seperti imunomodulator. Hadi menambahkan, “setelah itu semua dilakukan, jangan lupa selalu lakukan seleksi ayam yang sakit dan tidak produktif, serta penerapan biosekuriti tidak boleh kendor.”

Membedakan ND, EDS’76 dan IB
Mengenali penyakit turunnya produksi telur tak bisa hanya berdasarkan gangguan produksi. Untuk itu, perlu gejala yang lain untuk menentukan diagnosa yang lebih tepat. Hal itu bisa dilihat dari tabel.
Pada kesempatan yang sama, Hadi juga memaparkan tentang temuan terbaru penyakit AI pada broiler yang dari hasil patologis anatomisnya ditunjukkan dengan haemorraghis (kemerahan) pada saluran pencernaan bagian atas. Selain itu pankreas juga menunjukkan bintik merah hingga menghitam. Pada bagian mesenterium atau penggantung usus juga berwarna merah yang membuat haemorraghis usus seperti kena koksi.
Sementara upaya pengendalian diantaranya dengan pencegahan berupa langkah biosekuriti dan vaksinasi. Saat ini telah banyak vaksin ayam petelur yang berisi kombinasi ketiga penyakit ND, EDS’76, dan IB sehingga dalam aplikasi lebih prkatis. Namun untuk pelaksanaan sebaiknya disesuaikan dengan program vaksinasi penyakit lain secara keseluruhan agar optimal.
Setelah vaksinasi dilakukan lakukan monitoring antibodisetiap 2-3 bulan dengan cara mengambil sampel darah ayam untuk diperiksa titernya. Dengan melakukan pemeriksaan titer antibodi secara rutin akan didapatkan pola kenaikan/penurunan titer antibodi yang akan memudahkan untuk pengambilan keputusan pelaksanaan jadwal vaksinasi. (wan)

Sumber Multivita Gandeng FKH IPB Update Info AI Terkini

Sumber Multivita Gandeng FKH IPB Update Info AI Terkini

Pagi itu, Jumat 17 Oktober 2008, Infovet telah bergabung bersama Tim Sumber Multivita dari Jakarta untuk bertolak ke Sukabumi mengikuti seminar teknis yang digelar Sumber Multivita. Pada kesempatan itu, Sumber Multivita sengaja menghadirkan pembicara Dr Drh I Wayan Teguh Wibawan, Dekan FKH IPB, ahli imunologi dan peneliti Avian Influenza (AI) sesuai dengan tema seminar yang diangkat yaitu Update Info Flu Burung Terkini. Sementara Drh Hadi Wibowo dari Litbang PT Sumber Multivita memberikan paparan tentang Imunomodulator. Seminar ini dihadiri oleh sekitar 40 peternak yang tergabung dalam Grup Intan Jaya Abadi.
Drh Hadi Wibowo mengawali seminar tentang mengapa flu burung sangat menjadi perhatian utama pemerintah dan lembaga dunia. Tak lain karena bahaya flu burung jauh lebih besar daripada akibat Perang Dunia II. Dahulu di era tahun 1917-1918 dunia pernah dilanda Flu Spanyol dari subtipe H1N1. Flu jenis ini telah menyebabkan kematian 50 juta orang selama 18 bulan. Sementara PD II 1945-1948 yang berlangsung selama lebih kurang 3 tahun hanya menyebabkan kematian 8 juta orang, itu pun sudah termasuk akibat bom atom, dll. Inilah teror utama dunia yang paling ditakutkan bahwa wabah flu yang sama bahkan lebih ganas akan kembali terjadi.

Bebek Sebagai Sumber Penularan AI
“Bila diibaratkan virus AI itu adalah uang maka bebek itu adalah Bank Indonesia nya. Bisa dikatakan hampir semua jenis virus AI yang ada dilapangan bisa lestari dalam tubuh bebek atau itik,” demikian diungkapkan Drh Wayan T Wibawan mengawali paparannya yang berjudul Manifestasi subklinis virus AI pada ayam dan itik dan peluangnya sebagai sumber infeksi. Paparannya ini sekaligus sosialisasi temuan terbaru Wayan terhadap perkembangan virus AI di Indonesia.
Wayan melanjutkan, bebek memang dikenal sebagai hewan reservoir virus AI. Bebek bisa tahan terhadap virus AI tanpa menyebabkan sakit tetapi ia malah membawa dan menyebarkan virus itu kemana-mana.
“Sehingga jika kita ingin melihat cemaran virus AI di suatu daerah tidak hanya dilihat dari virus pada ternak ayamnya saja tetapi juga pada ternak bebeknya. Karena virus yang ada di bebek sama dengan virus yang ada di ayam,” ujar pria kelahiran Bali ini.
Lebh jauh, yang perlu diketahui dari struktur sebuah virus AI adalah komponen Haemaglutinin (H) dan Neuraminidase (N) nya. Namun yang terpenting adalah H-nya yang berfungsi sebagai alat menempel pada sel tubuh ayam, bebek atau manusia. Infeksi terjadi hanya bila virus bisa menempel pada sel.
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah semua virus AI berbahaya? Jawabannya bisa sangat bervariasi, Wayan menjelaskan keganasan virus AI ditentukan oleh apa bahan penyusun H-nya. “Kalau H-nya mampu dipecah oleh enzim yang ada dalam tubuh ayam, kucing, manusia atau anjing barulah virus AI itu berbahaya bagi inangnya. Namun jika tubuh tidak memiliki enzim untuk memecah H virus AI ini maka virus AI tersebut tidaklah berbahaya dan tidak mampu menempel pada sel,” jelas Wayan.
Inilah yang menjelaskan mengapa pada manusia ada yang bisa terkena virus AI namun ada juga yang tidak. Bisa jadi orang yang terinfeksi AI H5N1 kebetulan memiliki enzim yang mampu memecah Haemaglutinin virus H5N1. Namun kita sebagai peternak tak perlu khawatir karena hingga saat ini belum pernah ditemukan kasus penularan atau kematian pada anak kandang yang notabene paling dekat bersentuhan dengan ayam. Dan lagi dari data hingga saat ini penularan virus AI dari unggas ke manusia belum terjadi secara intensif dan penularan flu burung antar manusia belum terjadi.
Kondisi di Indonesia dalam kehidupan sehari-hari kita sangat dekat dengan unggas. Masih banyak orang yang memelihara ayam dengan diumbar, dan interaksi antar spesies seperti ayam dengan bebek, kucing, anjing dan manusia sangat dekat terjadi yang semakin memperburuk kualitas lingkungan.

Perlu Update Vaksin AI
Dari penelitiannya, Wayan memaparkan mudah sekali mengisolasi virus AI dari unggas yang secara klinis terlihat sehat. Yang kemudian ini disebut manifestasi subklinis virus AI. Pertanyaannya berbahayakah bagi manusia?
Penelitian Wayan dilakukan di wilayah Jawa Barat dan Banten karena akitivitas perunggasan paling besar terjadi di wilayah ini. Sampel diambil dari seputaran Kabupaten Tangerang, Serang, Lebak, Pandeglang, Cilegon, Bogor, dan Sukabumi. Temuan ini menunjukkan derajat kontaminasi virus AI di Jawa Barat yang cukup tinggi. Dan semua virus AI yang ditemukan pada unggas yang sehat termasuk dalam patotipe HPAI (highly pathogenic avian Influenza). Namun Wayan menegaskan bahwa temuan ini tidak berlaku umum untuk seluruh wilayah Indonesia. Mungkin untuk daerah luar Jawa tingkat kontaminasi virus AI jauh lebih rendah.
Lebih lanjut, Wayan juga menekankan bahwa material dari sawah tempat dimana bebek mengeluarkan shedding virusn AI kerap kali terbawa kedalam kandang melalui sekam. Sehingga Wayan menyarankan sebelum digunakan sekam dikeringkan dengan cara dijemur dan bila perlu disemprot desinfektan karena virus AI juga diketahui mampu bertahan lama kondisi basah.
Untuk memperkuat risetnya Wayan melakukan uji coba terhadap virus dari bebek untuk menginfeksi ayam dan bebek sentinel dalam lingkungan laboratorium BSL 3. Hasilnya virus dari bebek ini mampu menginfeksi ayam dan bebek dalam satu flok yang sama (cross infection). Dan dari hasil immunohistochemistry, virus AI dalam jumlah banyak bisa ditemukan ditrakea, ginjal, limpa, pankreas, usus halus, ovarium, dan isthmus.
Selanjutnya Wayan melakukan uji tantang virus yang diisolasi tahun 2006/2007 dari bebek, entog dan angsa di Sukabumi ditantang dengan vaksin dari isolat Legok tahun 2003. Hasilnya sungguh mengejutkan, ternyata titer antibodi yang dihasilkan yang seharusnya 26, hanya didapat 23 bahkan kadang-kadang 20. Kita ketahui titer antibodi yang tinggi saja belum tentu menjamin tingkat kekebalan, apalagi jika titer yang dihasilkannya rendah.
“Tentu yang salah disini bukan jenis vaksinnya, tetapi harus di update mengikuti perubahan virus di lapangan. Jika tidak di update, vaksinasi bisa jadi malah mubazir, karena antibodi dari vaksin sudah tidak bisa mengenali lagi virus lapang yang masuk,” ujar Wayan.
Namun Wayan kembali menegaskan bahwa temuan ini tidak berlaku umum bagi seluruh wilayah Indonesia. Ia hanya meyakinkan bahwa di Sukabumi ada virus AI lain yang tidak dikenal olah vaksin AI yang ada saat ini. Sehingga Wayan menekankan bahwa vaksinasi tidak dapat diletakkan sebagai satu-satunya pertahanan terdepan terhadap infeksi AI. Namun vaksinasi harus diletakkan dalam satu sistem bersama dengan tata laksana pertahanan penyakit yang lain seperti biosekuriti, perbaikan kualitas pakan, dan lain-lain.
Lebih lanjut Wayan juga menjelaskan tentang mekanisme turunnya produksi telur, dimana setelah virus AI masuk ke sel ovarium maka tubuh ayam akan mematikan sel ovarium tersebut bersama dengan virusnya agar tidak terjadi replikasi. Sel-sel mati tersebut akan dimakan oleh makrofag. Efeknya ke ayam sel-sel telur yang rusak akan menyebabkan turunnya produksi telur tanpa menyebabkan ayam tersebut sakit atau mati. Untuk lebih meningkatkan agresivitas sel-sel makrofag dalam memakan virus AI diperlukan bantuan dari luar contohnya imunomodulasi.
Diakhir presentasinya Wayan menyimpulkan bahwa infeksi subklinis pada unggas berperan sangat penting dalam penyebaran penyakit dan menjadi sumber infeksi bagi spesies lain.

Bantuan dari Imunomodulator
Menyambung uraian Wayan, Drh Hadi Wibowo mengungkapkan berbagai problem kesehatan unggas semakin kompleks dan ayam susah mencapai puncak produksi yang semuanya itu disebabkan masalah imunosupresi. Selain itu juga keharusan pemakaian vaksin AI inaktif semakin menambah problem kesehatan, olah karenanya diperlukan pendekatan baru, antara lain adalah Imunomodulasi.
Imunomodulasi adalah pengaturan (penyesuaian) respon imun sehingga mencapai tingkat yang dikehendaki. Sementara pengertian imunomodulator adalah obat atau bahan yang memiliki efek pada respon imun untuk melakukan imunomodulasi. Imunomodulator berfungsi meningkatkan kekebalan spesifik dan non-spesifik.
Lebih lanjut, kata Hadi, mekanisme kerja imunomodulator adalah dengan meningkatkan proses maturity (pematangan) sel-sel yang berperanan dalam imun respon. Selain itu imunomodulator juga meningkatkan proses proliferasi sel, terutama sel-sel macrophages dan lymphocyte, sehingga jumlahnya menjadi lebih banyak dalam waktu yang relatif singkat. Dengan demikian jumlah antigen yang dapat diproses meningkat lebih banyak dan titer antibodi yang dihasilkan menjadi lebih tinggi.
“Imunomodulator juga mengaktifkan Secretory Macrophage untuk sekresi Complement Components, sehingga sistem Complement menjadi aktif dan melakukan eliminasi antigen dalam sel melalui pelisisan sel,” tambah Hadi Wibowo.
Aplikasi imunomodulasi umumnya digunakan untuk meningkatkan efektivitas vaksinasi dengan vaksin inaktif seperti AI, FMD, dll penyakit unggas. Juga untuk penyembuhan penyakit seperti HIV/AIDS dan kanker sekaligus meningkatkan resistensi tubuh terhadap serangan penyakit.
Lebih lanjut, papar Hadi, pemanfaatan imunomodulator pada peternakan unggas khususnya yang dipasarkan oleh PT Sumber Multivita dengan merek dagang FOLGEN akan meng-coating Antigen (Virus, Bakteri, Vaksin) agar mudah ditangkap/dihancurkan dengan sempurna oleh makrofag, untuk selanjutnya menstimulasi sel B untuk membentuk antibodi.
FOLGEN juga membantu meningkatkan pembentukan antibodi akibat vaksin atau tantangan lingkungan, meningkatkan kondisi umum unggas, membantu meningkatkan produktivitas unggas, dan menekan kematian unggas.
Seminar teknis ini juga dihadiri oleh pimpinan PT Sumber Multivita Drh Herlambang. “Saat ini lebih penting melakukan pencegahan penyakit daripada mengobati, manakala vaksin tak lagi bisa diandalkan maka memaksimalkan pemanfaatan organ-organ yang berfungsi bagi pertahanan tubuh adalah lebih baik. Diantaranya dengan pemanfaatan imunomodulator. Untuk itu sudah saatnya semua peternak untuk mencoba dan membuktikan hasilnya sendiri,” ujar Herlambang memberi motivasi kepada peserta yang hadir dan antusias mengikuti acara hingga akhir. (wan/adv)

ND, EDS, IB, Pakan, Kandang dan Penurunan Produksi Telur

ND, EDS, IB, Pakan, Kandang dan Penurunan Produksi Telur

(( Ada keterkaitan erat antara hasil jajak pendapat ini dengan jajak pendapat Infovet pada 29 responden tentang penyakit apa yang paling menyebabkan penurunan produksi telur dengan jajak pendapat pada 26 responden tentang faktor apa yang paling banyak menyebabkan gangguan penyakit non infeksius pada peternakan. ))

Hasil jajak pendapat 29 orang di website infovet.co.cc tentang penyakit apa yang paling menyebabkan penurunan produksi telur ND (24%), EDS (20%), IB (20%), Lain-lain (20%), AI (6%) dan IBD (6%)

Ada keterkaitan erat antara hasil jajak pendapat ini dengan jajak pendapat 26 orang di website infovet.co.cc tentang faktor apa yang paling banyak menyebabkan gangguan penyakit non infeksius pada peternakan adalah Pakan (46%), Bangunan Kandang (42%), Air (30%), Pencahayaan (23%), Pemanasan (23%), Peralatan (19%), Bibit (19%) dan Tempat Pakan (15%).

Keterkaitan itu adalah hasil jajak pendapat yang sesuai dengan topik yang dirancang Infovet untuk edisi ini tentang penyakit ND, EDS dan IB sebagai penyebab penurunan produksi telur kejadiannya tidak bisa dilepaskan dengan faktor-faktor non infeksius pakan, perkandangan dan air, disusul faktor-faktor lain.


ND

ND merupakan infeksi viral yang menyebabkan gangguan pada saraf pernapasan disebabkan disebabkan virus Paramyxo dan dikualifikasikan menjadi beberapa strain. Strain yang sangat berbahaya (Viscerotropic Velogenic Newcastle Disease/VVND) atau tipe Velogenik menyebabkan kematian bahkan hingga 100%.

Disusul tipe yang lebih ringan (Mesogenic) dengan kematian pada anak ayam mencapai 10% tapi ayam dewasa jarang mengalami kematian namun bergejala gangguan pernapasan dan saraf.

Tipe lemah (lentogenik) tidak menyebabkan kematian, namun produktivitas telur menjadi turun dan kualitas kulit telur menjadi jelek dengan gejala sedikit gangguan pernapasan.

Dengan demikian kita melihat penurunan produksi telur karena ND adalah disebabkan oleh tipe Mesogenik dan Lentogenik.

Kaitan antara terjangkitnya ND dengan faktor non infeksius tadi merupakan pengalaman peternak dan praktisi lapangan yang mendapati dan akhirnya punya tips pencegahan.

Drh Riga Guntara dari PT Lito Bina Medikantara menyatakan yang harus dilakukan untuk mencegah sangat infeksius ini dengan memelihara kebersihan kandang dan sekitarnya termasuk memperhatikan kebersihan para tamu yang suka berkunjung ke kandang harus harus mendapat perhatian sebagai sumber penyebaran, sinar matahari yang cukup dan ventilasi yang baik, memisahkan ayam lain yang dicurigai dapat menularkan penyakit ini dan memberikan ransum jamu yang baik, bahkan tamu .

Soal pakan yang paling banyak menjadi penyebab penyakit non infeksius, dalam suatu kesempatan Riga pun menyatakan kepada Infovet pakan sangat perlu diperhatikan. "Meskipun tidak secara sekaligus dapat langsung membunuh ayam, manajemen pakan harus dikontrol," katanya.

EDS

Kasus Egg Drop Syndrome atau EDS disebabkan oleh virus EDS'76 dan umumnya menyerang ayam menjelang puncak produksi. Tidak tampak gejala klinis. Perubahan spesifik adalah pada telur dengan kulit yang sangat tipis, atau menyerupai telur penyu.

Akibat Akibat serangan virus EDS’76 produksi telur akan berada pada titik terendah selama 1-2 minggu, baru kemudian berangsur-angsur naik kembali dan mencapai kurva normal dalam waktu 48 minggu kemudian. Produksi dapat menurun sebanyak 30-50% hanya dalam jangka 2 minggu. Dengan sanitasi, biosecurity, desinfeksi, dan vaksinasi, kasus ini dapat diatasi.

IB

Infectious Bronchitis disebabkan oleh Corona virus yang menyerang system pernapasan. Pada ayam dewasa penyakit ini tidak menyebabkan kematian, tetapi pada ayam berumur kurang dari 6 minggu dapat menyebabkan kematian.

Informasi yang lain menyebutkan bahwa ayam yang terserang penyakit ini dan berumur di bawah 3 minggu, kematian dapat mencapai 30-40%. Penularan dapat terjadi melalui udara, peralatan, pakaian. Virus akan hidup selama kurang 1 minggu jika tidak terdapat ternak pada area tersebut. Virus ini mudah mati karena panas atau desinfektan.

Menurut sumber Infovet, gejala penyakit IB ini sangat sulit untuk dibedakan dengan penyakit respiratory lainnya. Pada periode layer akan didapatkan produksi telur yang sangat turun hingga mendekati nol dalam beberapa hari.

Untuk mengatasi masalah ini sanitasi merupakan faktor pemutus rantai penularan penyakit karena virus tersebut sangat rentan terhadap desinfektan dan panas. Pencegahan lain yang sangat umum dilakukan adalah dengan memberikan vaksinasi secara teratur.

Hal ini penting karena butuh waktu sekitar 4 minggu agar ayam kembali berproduksi, bahkan beberapa diantaranya tidak akan kembali ke normal akan tetapi berukuran kecil, cangkang telur lunak, bentuk telur menjadi tidak beraturan. (bbs/ YR)

Produksi Telur Ayam Kampung di Sisi Ayam Ras

Produksi Telur Ayam Kampung di Sisi Ayam Ras

(( Jangan hanya ayam ras, ingatlah ayam kampung. Dengan kepedulian dan pengembangan teknologi seperti diungkap di awal tulisan ini maka niscaya semua bukan hanya sebatas mimpi. ))


Produktivitas ayam buras yang optimum dapat dicapai pada kondisi thermoneutral zone, yaitu suhu lingkungan yang nyaman. Suhu lingkungan yang nyaman bagi ayam buras belum diketahui, namun diperkirakan berada pada kisaran suhu 18 hingga 25 °C.

Ayam buras pada suhu lingkungan yang tinggi (25-31 °C) menunjukkan penurunan produktivitas, yaitu produksi dan berat telur yang rendah, serta pertumbuhan yang lambat
Demikian Gunalvan dan D.T.H. Sihombing dalam Wartazoa.

Penurunan produksi telur pada suhu lingkungan tinggi dapat mencapai 25% bila dibandingkan dengan yang dipelihara pada suhu nyaman . Berat badan ayam buras umur 8 minggu juga berbeda, yaitu 257 g/ekor pada suhu tinggi, sedangkan pada lingkungan nyaman dapat mencapai berat 427 g/ekor.

Penurunan produktivitas tersebut terutama disebabkan oleh penurunan jumlah konsumsi pakan, maupun perubahan kondisi fisiologis ayam. Upaya meningkatkan produktivitas ayam buras di daerah suhu lingkungan tinggi antara lain melalui seleksi dan perkawinan silang, manipulasi lingkungan mikro, perbaikan tatalaksana pemeliharaan dan manipulasi pakan.

Manipulasi kualitas pakan adalah metode yang paling murah, mudah dilakukan dan umumnya bertujuan meningkatkan jumlah konsumsi zat gizi . Metode ini berupa penambahan vitamin C, mineral phosphor atau pemberian sodium bikarbonat dalam ransum.

“Disarankan jumlah penambahan vitamin C sebanyak 200-600 mg/kg ransum pada fase produksi telur dan sebanyak 100-200 mg/kg ransum pada fase pertumbuhan,” Gunalvan dan D.T.H. Sihombing menguatkan bahwa produksi telur ayam kampung pun sangat berpotensi memenuhi kebutuhan telur, apalagi dengan kelebihan telur ayam kampung dibanding telur ayam ras.

Narasumber Infovet yang lain menyatakan, telur ayam memang merupakan jenis makanan bergizi yang sangat populer dikalangan masyarakat yang bermanfaat sebagai sumber protein hewani. Hampir semua jenis lapisan masyarakat dapat mengkonsumsi jenis makanan ini sebagai sumber protein hewani. Hal ini disebabkan telur merupakan salah satu bentuk makanan yang mudah diperoleh dan mudah pula cara pengolahannya.

Kata narasumber itu, telur menjadi jenis bahan makanan yang selalu dibutuhkan dan dikonsumsi secara luas oleh masyarakat. Pada gilirannya kebutuhan telur juga akan terus meningkat. Telur dihasilkan oleh jenis hewan unggas antara lain ayam, bebek, angsa, dan jenis unggas lainnya.

Ayam merupakan jenis unggas yang paling populer dan paling banyak dikenal orang. Selain itu ayam juga termasuk hewan yang mudah diternakkan dengan modal yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan hewan besar lainnya seperti sapi, kerbau dan kambing.

Produk ayam (telur dan daging) dan limbahnya diperlukan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Telur dan daging ayam yang diperlukan oleh ratusan juta manusia di dunia ini mengakibatkan tumbuhnya peternakan ayam skala kecil, menengah dan industri ayam modern hampir diseluruh dunia berkembang pesat.

Di samping semakin pentingnya peranan telur ayam ras dalam struktur konsumsi telur, telur ayam ras memiliki sifat permintaan yang income estic demand, bila pendapatan meningkat, maka konsumsi telur juga meningkat. Di masa yang akan datang, pendapatan per kapita per tahun akan meningkat terutama pada negara-negara yang saat ini negara yang berkembang dan sedang berkembang.

Dengan demikian konsumsi telur juga diperkirakan akan meningkat. Dengan memanfaatkan data proyeksi penduduk tiap tahun dan proyeksi konsumsi telur per kapita pada tahun yang sama, maka diperkirakan konsumsi telur pada tahun tersebut mencapai harapan.

Sementara itu, bila dilihat kecenderungan produksi telur ayam ras yang meningkat sebesar per tahun maka peluang pasar telur ayam pada tahun berikutnya akan terus meningkat. Peluang pasar ini diisi oleh telur ayam buras dan telur itik yang pangsanya masing-masing 15% dan selebihnya merupakan peluang pasar telur ayam ras. Peluang pasar ini belum termasuk pasar ekspor, baik dalam bentuk telur segar maupun powder. Tentu saja jangan lupakan ayam kampung di sini.

Akhirnya narasumber Infovet menyatakan, secara ekonomi pengembangan pengusahaan ternak ayam ras petelur di Indonesia memiliki prospek bisnis menguntungkan, karena permintaan selalu bertambah. Hal tersebut dapat berlangsung bila kondisi perekonomian berjalan normal. Lain halnya bila secara makro terjadi perubahan-perubahan secara ekonomi yang membuat berubahnya pasar yang pada gilirannya akan mempengaruhi permodalan, produksi dan pemasaran hasil ternak.

Di sini sekali lagi, jangan hanya ayam ras, ingatlah ayam kampung. Dengan kepedulian dan pengembangan teknologi seperti diungkap di awal tulisan ini maka niscaya semua bukan hanya sebatas mimpi. (bbs/ YR)

Mempertimbangkan Vaksinasi Yang Banyak Sekali

Mempertimbangkan Vaksinasi Yang Banyak Sekali


(( Terkait dengan topik penurunan produksi telur yang berdasar survei Infovet terutama disebabkan oleh penyakit ND, EDS dan IB, maka yang dipilih dari program itu hanya vaksinasi penyakit ND, EDS dan IB. ))

Sumber di Glory Farm menyampaikan bahwa vaksinasi menurut breeder secara keseluruhan, vaksinasi yang paling banyak dilakukan adalah vaksinasi ND/IB Live. Untuk kesehatan vaksinasi ini sangat menjamin

Berdasar tulisan dr. Sauvani J Vaksinasi Standard Breeder, Glory Farm menyampaikan bahwa jika dibedah satu persatu maka akan didapatkan Vaksin ND –IB Live dilakukan dengan tetes mata pada hari pertama diikuti dengan injeksi subcutan pada hari kelima. Pengulangan berikutnya sangat sering terutama setelah umur 20 minggu, vaksinasi ini dilakukan setiap 5 minggu melalui air minum.

Selanjutnya Vaksinasi Gumoro dilakukan 2 kali melalui air minum dengan selang 10 hari dan pada vaksinasi kedua dilakukan vaksinasi ND-IB Live melalui air minum pula.

Kemudian Vaksinasi Coryza secara injeksi intramuskuler dilakukan pada minggu ke 7 dan diulang pada minggu ke 12 dan 17.

Lantas Vaksinasi Pox dan ILT diberikan pada hari yang sama dan vaksin ILT diberikan melalui air minum.

Disusul Vaksinasi triple yaitu ND+IB+EDS dilakukan pada minggu ke 15 sebelum ayam masuk ke kandang baterai.

Berikutnya, Vaksinasi ND Kill yang dilakukan dengan injeksi intramuskuler dilakukan secara berulang dimulai pada umur 20 minggu diulang setiap 6,5 bulan (26 minggu) kemudian.

Bagaimana dengan pertanyaan segi finansial dari begitu banyaknya vaksinasi yang dilakukan dengan rentang waktu yang cukup pendek belum lagi pemberian obat-obatan lainnya? Sebuah pertanyaan yang pastut diajukan untuk kita bersama.

Ada narasumber yang berkata hal itu sangatlah memusingkan dan tidak memungkinkan untuk melakukan semuanya walaupun vaksin ND-IB tergolong vaksin yang tidak mahal. Ada lagi yang bilang Vaksinasi Cocci tidak dilakukan mungkin mengingat pakan yang diberikan sudah mengandung koksidiostat.

Bagaimana menurut Anda? Sumber Glory Farm sendiri menyampaikan mempunyai program vaksinasi itu. Terkait dengan topik penurunan produksi telur yang berdasar survei Infovet terutama disebabkan oleh penyakit ND, EDS dan IB, maka yang dipilih dari program itu hanya vaksinasi penyakit ND, EDS dan IB.

Vaksinasi ND + IB

Vaksinasi ND dan IB ini menurut sumber di Glory Farm adalah untuk menimbulkan kekebalan ayam terhadap infeksi ND dan IB. “Pada area peternakan kami saat ini bukan merupakan daerah yang endemis ND maupun IB, namun karena letak peternakan kami berdekatan dengan peternakan yang lain, maka sebagai antisipasinya mereka selalu melakukan vaksinasi ini. Kami melakukan vaksinasi ini dengan dua cara yaitu tetes mata dan injeksi intramuskular pada otot dada,” kata sumber tersebut.

Vaksinasi IB

Selain merupakan gabungan dengan ND, sumber di Glory Farm juga melakukan vaksinasi IB dengan memberikannya pada air minum. Vaksinasi ini mereka berikan pada ayam umur 35 hari dan 13 minggu.

Vaksinasi ND La Sota

Sumber di Glory Farm Vaksin menyatakan ND La Sota dilakukan pada anak ayam umur 4 hari, 28 & 29 hari, hari ke 56 & 57, minggu ke 12 dan minggu ke 16. Metode pemberian vaksinasi ND La Sota ini ada 2 macam yaitu melalui air minum dan injeksi intramuskuler pada otot dada.

Sumber itu sengaja memberikan kedua metode tersebut pada hari ke 28 & 29 serta hari ke 56 & 57 hanya untuk memastikan bahwa kekebalan yang terbentuk dapat sempurna. Namun tidak menutup kemungkinan jika anda yang ingin mengadopsi program vaksinasi ini tidak memberikan vaksinasi ND metode air minum namun cukup dengan melakukan injeksi intramuskuler otot dada saja.

Vaksinasi ND + IB + EDS (Vaksinasi Triple)

Sumber di Glorya Farm menyampaikan vaksinasi ini dilakukan tepat sebelum ayam layer masuk ke kandang baterai yaitu pada usia 16 minggu. Cara vaksinasi sama dengan injeksi intramuskuler pada dada ayam (vaksin ND + IB pada ayam usia 30 dan 50 minggu).
(gloryfarm/ YR)

Ketika Virus ND dan EDS Diteliti Untuk Cari Virus AI

Ketika Virus ND dan EDS Diteliti Untuk Cari Virus AI


(( Penelitian para ahli tidak semata-mata tertuju pada virus AI saja, namun juga pada virus EDS dan ND, setidaknya untuk pembanding. ))


Penelitian mengenai isolasi dan karakterisasi virus Highly Pathogenic Avian Influenza dari ayam asal wabah di Indonesia telah dilaksanakan di Balai Penelitian Veteriner. Wabah penyakit unggas sangat patogenik telah terjadi di Indonesia sejak bulan Agustus 2003 menyerang ayam petelur komersial, pedaging, burung puyuh, dan burung unta serta ayam buras dengan gejala klinis antara lain kebiruan pada jengger dan pial, leleran hidung dan hipersalivasi, ptechiae subkutan pada kaki dan paha, diarre dan kematian tinggi yang mendadak.

Sumber di Balai Penelitian Pengembangan Peternakan menyebutkan penelitian oleh para peneliti Balitvet Agus Wiyono, R. Indriani, N.L.P.I. Dharmayanti, R. Damayanti, L Parede, T. Syafriati Dan Darminto ini adalah untuk mengisolasi dan mengkarakterisasi agen penyebab wabah penyakit unggas. Untuk itu, dari ayam yang sedang terkena wabah penyakit unggas dikoleksi sampel berupa serum, folikel bulu, swab trakhea, dan organ berupa proventrikulus, usus, caecal tonsil, trakhea dan paru-paru.

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa agen penyebab wabah penyakit pada unggas di Indonesia adalah virus avian influenza subtipe H5. Hasil penelitian ini merupakan dasar bagi pelaksanaan penelitian lainnya seperti penelitian pengembangan uji serologi dan pengembangan vaksin.

Penelitian para ahli tidak semata-mata tertuju pada virus AI saja, namun juga pada virus EDS dan ND, setidaknya untuk pembanding. Sampel serum diuji haemaglutination/haemaglutination inhibition (HA/HI) terhadap virus Newcastle Disease (ND) dan Egg Drop Syndrome (EDS) untuk mengetahui status kesehatan pada flok tertular. Isolasi virus penyebab wabah penyakit dilaksanakan terhadap sampel folikel bulu, swab trakhea dan organ menggunakan telur specific pathogen free (SPF) tertunas berumur 11 hari.

Oleh para ahli itu, virus selanjutnya dikarakterisasi dengan agar gel precipitation test menggunakan antisera referens swine influenza dan dengan uji HI menggunakan referens antisera H1 hingga H15, dan dengan pemeriksaan menggunakan mikroskop elektron. Patogenitas isolat virus diuji dengan intravenous pathogenicity index (IVPI) test dan dengan diinfeksikan pada biakan sel primer Chicken Embryo Fibroblast tanpa penambahan tripsin.

Hasil penelitian Balitvet ini menunjukkan bahwa agen penyebab wabah penyakit unggas di Indonesia adalah virus avian influenza subtipe H5 berdasarkan uji serologi, isolasi dan karakterisasi virus menggunakan antisera referen swine influenza dan dengan pemeriksaan mikroskop elektron.

Sedangkan berdasarkan hasil karakterisasi.para peneliti Balitvet itu: Isolasi dan karakterisasi virus highly pathogenic avian influenza subtipe H5 dari ayam asal wabah di Indonesia menggunakan antisera referen H1 hingga H15 menunjukkan bahwa kemunginan besar subtipe virus avian influenza tersebut adalah H5N1. Uji patogenitas terhadap isolat virus menunjukkan bahwa virus tersebut sangat patogen pada hewan percobaan.

Alhasil dengan penelitian AI yang dalam mencari sifat virusnya juga menggunakan virus EDS dan ND para ahli itu berpendapat langkah Pemerintah Indonesia untuk melaksanakan program vaksinasi dengan menggunakan biang virus yang homolog untuk penanggulangan wabah merupakan keputusan yang tepat namun langkah tersebut harus diikuti dengan surveilen dan monitoring dinamika virus yang terprogram dan terkoordinir secara nasional. (litbangnak/ YR)

KENALI PENYEBAB TURUNNYA PRODUKSI TELUR

Kenali Penyebab Turunnya Produksi Telur


(( Dengan mengetahui faktor-faktor penyebab turunnya produksi telur, diharapkan peternak dapat mengambil tindakan antisipasi agar ayam telur yang dipeliharanya menghasilkan telur sesuai kurva produksi standar.))

Naiknya harga berbagai input produksi ayam petelur seperti misalnya pakan, bibit DOC, listrik, transport dan sebagainya telah mendorong usaha peternakan untuk berproduksi lebih efisien guna mendapatkan hasil yang optimal. Guna mencegah kerugian dan mengoptimalkan ongkos produksi tak lain produktivitas ternak harus ditingkatkan atau paling tidak dijaga jangan sampai turun produksinya.
Pertanyaan yang sering diajukan oleh peternak adalah “Mengapa produksi telur ayam saya menurun?” Jawaban pertanyaan ini ternyata tidak semudah yang diduga. Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan produksi telur yang turun, yaitu: kualitas telur itu sendiri, mutu bibit, kecukupan nutrisi, kesehatan ayam, kondisi lingkungan, dan tatalaksana pemeliharaan.
Agar produksi telur mencapai optimal maka harus disertai dengan konsumsi ransum yang cukup. Nafsu makan yang turun dapat menghasilkan berat telur yang rendah. Produksi telur tidak hanya bergantung pada berat badan yang tercapai saat memulai produksi telur, tetapi juga pada perkembangan saluran pencernaan dan reproduksi.

Lebih Akrab dengan Penyebabnya
Permasalahan yang sering dialami peternak adalah produksi telur rendah atau penurunan produksi telur secara tiba-tiba. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, banyak faktor yang dapat menyebabkan produksi telur turun dan seringkali faktor-faktor tersebut terkait satu sama lain. Faktor-faktor tersebut dapat berpengaruh terhadap ukuran dan kualitas telur.
Penyebab umum menurunnya produksi telur meliputi: kurangnya lama penyinaran, nutrisi tidak cukup, penyakit, dan umur yang semakin tua dan stres.
Kualitas ransum yang jelek, nutrisinya kurang atau tidak seimbang dengan ransum, mengandung zat racun dapat menyebabkan penurunan produksi telur. Kadar protein, energi, dan kalsium sangat perlu diperhatikan. Selain itu, jika ayam tidak cukup memperoleh air minum, penurunan produksi juga terjadi.
Kurangnya lama penyinaran tidak akan merangsang hormon reproduksi agar ayam mulai bertelur. Suhu terlalu panas akan mengurangi konsumsi nutrisi dari ransum yang diperlukan untuk pembentukan telur.
Ventilasi yang jelek akan meningkatkan kadar amonia. Kandang terlalu padat serta umur ayam semakin tua juga mempengaruhi produksi telur. Penyakit seperti EDS, ND, IB, dll juga dapat menurunkan produksi telur.

Lama Pencahayaan
Ayam petelur membutuhkan lama pencahayaan selama 16 jam untuk mempertahankan produksi telur, sedangkan lama pencahayaan alami dari sinar matahari biasanya berlangsung hanya selama 12 jam Jika lama pencahayaan kurang, maka produksi telur akan turun dan bahkan bisa sampai berhenti. Kekurangan lama pencahayaan seringkali menyebabkan rontok bulu dan ayam berhenti bertelur selama sekitar dua bulan. Untuk mengatasi hal ini, berikan cahaya tambahan untuk meningkatkan lama pencahayaan tetap konstan 16 jam per hari. Penambahan cahaya cukup 3 watt tiap m2 luas kandang. Penambahan cahaya dilakukan secara bertahap. Salah satu program pencahayaan adalah dengan menaikkan lama pencahayaan 1 jam tiap 2 minggu sehingga pada umur 28 minggu ayam sudah mendapat cahaya tambahan selama 4 jam semalam.

Nutrisi yang Seimbang
Ayam telur membutuhkan ransum dengan nutnsi seimbang untuk mempertahankan produksi telur selama masa produksi. Nutrisi yang tidak tepat dapat menyebabkan ayam berhenti bertelur.
Masalah yang sering terjadi adalah tidak tersedianya air minum yang bersih dan segar. Ayam tanpa air minum hanya selama beberapa jam dapat berhenti bertelur sampai berminggu-minggu. Oleh karena itu, sediakan tempat minum dalam jumlah cukup sehingga ayam selalu memperoleh air minum yang segar.
Kadar energi, protein, atau kalsium yang tidak cukup juga dapat menurunkan produksi telur. Sangat penting menyediakan ransum mengandung nutrisi seimbang pada masa produksi dengan kadar protein 16-18%. Namun nutrisi dalam ransum seringkali rusak akibat penanganan dan penyimpanan yang kurang tepat. Dua jenis asam arnino penting yaitu methionine dan lysine perlu ditambahkan dalam ransum karena ransum seringkali kekurangan asam amino tersebut. Bila mutu ransum kurang baik, tambahkan premiks untuk rneningkatkan mutu ransum.
Ayam telur dapat menghasilkan sekitar 300-325 butir telur tiap tahun sehingga membutuhkan kalsium sebanyak 20 kali jumlah kalsiurn yang ada di dalam tulangnya. Dibutuhkan 25 mg kalsium tiap menit untuk membentuk kerabang telur. Kebutuhan vitamin D perlu tercukupi agar penyerapan kalsium dan fosfor berlangsung baik. Pemberian mineral feed supplement dapat membantu memperkuat kerabang telur.
Selain penyinaran tambahan, nutrisi dan ransum ayam masa produksi juga memerlukan vitamin tambahan. Vitamin tambahan diperlukan karena vitamin juga terbawa bersama dengan keluarnya telur dari tubuh ayam. Selain itu. akibat perubahan cuaca atau susunan ransum, ayam memerlukan vitamin tambahan untuk mencegah stres. Agar dapat mencapai tingkat produksi telur yang maksimal. Diperlukan Egg Stimulant. Egg Stimulant berguna untuk mempercepat tercapainya produksi telur yang maksimal sekaligus mempertahankan produksi telur tetap tinggi.

Lelah Kandang
Lelah kandang (disebut juga cage layer fatigue atau osteoporosis) sering terjadi pada ayam telur yang dipelihara dalam kandang baterai. Namun lelah kandang juga dapat terjadi pada ayam yang dipelihara dengan lantai litter akibat ketidakcukupan kalsium, fosfor dan atau vitamin D.
Pembentukan kerabang telur membutuhkan kalsium dalam jumlah banyak, dan dipenuhi melalui penyerapan kalsium dari tulang. Normalnya, kalsium tersebut akan diganti dari kalsium dalam ransum. Namun pada saat terjadi kekurangan kalsium, fosfor, dan atau vitamin.D, penggantian kalsium ini, tidak berlangsung dengan baik. Akibatnya tulang menjadi keropos. Kondisi ini diperparah dengan perkembangan kerangka kurang optimal pada ayam telur yang dipelihara dalam kandang baterai karena kurangnya pergerakan.
Ayam yang mengalami lelah kandang berarti kekurangan kalsium dalam tulang dan akan segera menghentikan produksinya. Gejala-gejaia lelah kandang meliputi kelumpuhan, patah tulang, bentuk tulang berubah. dan kerabang telur retak. Untuk mencegah lelah kandang, berikan vitamin dan mineral feed suplement.

Penyakit
Serangan penyakit masih dapat terjadi meskipun ayam dalam kondisi terbaik. Penurunan produksi telur seringkali merupakan salah satu gejala awal adanya serangan penyakit. Gejala lainnya dapat berupa lesu dan bulu kusam, mata berair, keluar ingus dari hidung, batuk, rontok bulu, pincang, sampai kematian. Jika peternak rnelihat seekor ayam sakit, lakukan isolasi atau pengafkiran dan amati keseluruhan populasi secara teliti. Jika curiga ada serangan penyakit, segera hubungi dokter hewan setempat agar dapat membantu memeriksa sehingga diperoleh diagnosa dan pengobatan yang akurat.
Pada umumnya, saat ayam terkena penyakit apapun, maka produksi telur akan terganggu. Penyakit yang secara langsung dapat menyebabkan penurunan produksi telur. di antaranya adalah: EDS, ND, IB, CRD dan colibacillosis. Penyakit ND dan IB menurunkan kualitas kerabang dan bagian dalam telur. EDS menyebabkan kerabang telur sangat tipis sehingga telur mudah pecah, sedangkan ND dan IB dapat merusak saluran produksi.
Ayam yang terserang EDS tetap tampak sehat, tidak memperlihatkan gejala sakit tetapi terdapat penurunan produksi secara drastis disertai penurunan kualitas telur. Produksi telur turun sebesar 20-40% selama 10 minggu. Untuk mencegah EDS, lakukan vaksinasi pada umur 16-18 minggu bisa dengan vaksin kombinasi.
Penyakit ND dapat menyebabkan produksi telur turun diikuti penurunan kualitas telur, yaitu kerabang telur menjadi tipis dan kadang-kadang ditemukan telur tanpa kerabang. Produksi telur dapat mendekati produksi normal setelah 3-4 minggu, tetapi kebanyakan tidak pernah kembali normal.
Untuk mencegah ND, lakukan vaksinasi ND secara teratur. Selama program vaksinasi, berikan vitamin selama 2 hari sebelum dan sesudah vaksinasi untuk mencegah stres.
Penyakit utama yang menyebabkan produksi telur turun secara drastis adalah IB. Virus IB (corona virus) menyerang membran mukosa saluran pernapasan dan reproduksi. Jika menyerang ayam muda maka kerusakan saluran reproduksi akan bersifat permanen.
Sejumlah strain virus IB juga menyebabkan gangguan pada ginjal. Akibatnya tidak hanya kualitas kerabang telur terganggu namun juga bagian dalam telur. Putih telur (albumin) menjadi seperti cairan bening (transparan). Bentuk kerabang telur menjadi tidak normal. Selain itu, warna coklat pada kerabang telur coklat akan memudar. Pada telur dapat pula ditemukan gumpalan kecil darah yang disebut blood spot. Untuk mencegahnya, lakukan vaksinasi IB pada umur 4 hari dan diulangi pada umur 19-21 hari dengan vaksin tunggal atau kombinasi. Vaksinasi selanjutnya dilakukan pada umur 8 minggu kemudian diulang tiap 3 bulan.
Sampai saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit EDS, ND, dan IB. Hanya dengan strategi vaksinasi yang tepat dan diimbangi dengan pelaksanaan tatalaksana pemeliharaan yang benar, niscaya ketiga penyakit tersebut dapat dihindari.
CRD dan colibacillosis merupakan penyakit yang hampir selalu ada di peternakan, Baik CRD maupun colibacillosis juga dapat mengganggu produksi telur. CRD dapat mengganggu proses pernapasan ayam sehingga suplai oksigen ke dalam tubuh ayam akan berkurang. Hal tersebut akan berpengaruh pada kesehatan dan metabolisme dan berakibat pada penurunan produksi telur. Colibacillosis dapat menginfeksi saluran telur maupun calon telur.

Umur Ayam
Umur yang semakin tua dapat berpengaruh pada produksi telur. Pengaruh ini sangat bervariasi di antara individu ayam. Ayam dapat berproduksi secara efisien selama dua siklus masa bertelur. Setelah dua atau tiga tahun, produktivitas akan menurun. Secara umum, produksi telur paling baik selama tahun pertama, namun ayam telur yang berproduksi tinggi dapat berproduksi cukup baik selama 2-3 tahun. Kondisi ini berbeda pada setiap strain ayam. Ayam telur yang berproduksi tinggi akan bertelur selama sekitar 50-60 minggu tiap siklus masa bertelur. Di antara siklus produksi telur akan disela dengan masa istirahat yaitu rontok bulu (molting). Afkir ayam telur yang produksi telurnya sudah tidak ekonomis lagi.
Rontok bulu adalah proses alami sebagai cara unggas memperbaharui bulunya. Selain sebagai tanda berhentinya produksi telur, rontok bulu juga dapat terjadi kapan pun terutama saat ayam mengalami stres berat. Kasus rontok bulu yang cepat pada seluruh populasi biasanya merupakan gejala bahwa telah terjadi sesuatu yang serius (misalnya: kekurangan air minum atau sangat kedinginan).

Stres
Stres dapat menyebabkan turunnya produksi telur. Agar produksi telur tidak turun, berikan multivitamin selama 5 hari berturut-turut.
Stres yang biasa terjadi meliputi:
1. Kedinginan
Stres yang paling sering selama musim hujan adalah kedinginan. Pastikan ayam mendapat perlindungan dari angin dan hujan selama musim hujan namun jangan sampai menutup terlalu rapat sehingga menyebabkan tingginya kadar amonia. Jika tercium bau amonia, inilah saatnya meningkatkan lubang udara di dalam kandang. Ayam tidak dapat bertahan dalam kondisi lembab dan terlalu banyak angin.
2. Kepanasan
Dalam cuaca panas, ayam akan lebih banyak minum dan mengurangi konsumsi ransum sehingga kebutuhan nutrisi tidak terpenuhi. Kondisi ini dapat menyebabkan produksi telur turun karena kebutuhan energi dan protein harian tidak tercukupi. Dalam kondisi lingkungan panas, fisiologi tubuh ayam akan mengubah prioritasnya dari semula untuk produksi telur menjadi untuk bertahan hidup. Oleh sebab itu, saat cuaca panas perlu tambahan vitamin supaya produksi telur tidak terganggu.
3. Penangkapan dan pemindahan
Batasi pemindahan atau penangkapan yang tidak perlu. Populasi yang terlalu padat dapat meningkatkan kanibalisme dan akhirnya stres pada ayam.
4. Parasit
Jika ada parasit eksternal dan internal, berikan pengobatan yang sesuai.
5. Ketakutan
Batasi suara ribut orang-orang dan suara kendaraan di sekitar kandang untuk mencegah ayam ketakutan.

Sebagai kesimpulan, produksi telur yang turun dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Mulai dari mutu ransum, tatalaksana pemeliharaan, sampai adanya serangan penyakit dapat menurunkan produksi telur.
Perlindungan terbaik terhadap penyakit diawali dengan membeli DOC atau pullet yang sehat. Hindari pelihara ayam dengan umur yang tidak seragam. Kontrol terhadap lama penyinaran dan berat badan pada ayam pullet sangat menentukan permulaan produksi telur. (inf/bbs)


MASALAH KEMUNGKINAN PENYEBAB
Produksi telur tiba-tiba turun. Stres karena bermacam-macam sebab seperti potong paruh, setelah pemberian obat cacing, penggantian ransum, setelah vaksinasi.
Ransum bermutu jelek.
Ayam terserang penyakit.
Produksi dan mutu telur turun. Ayam terserang penyakit seperti EDS ‘76, IB, pullorum atau ND.
Produksi telur turun tetapi mutu telur tidak turun. Ayam terserang penyakit AE.
Ayam sedang dalam pergantian bulu (rontok bulu).
Ayam stres karena berbagai hal.
Ayam kekurangan air minum, tempat minum banyak yang kosong.
Tempat air minum letaknya terlalu rendah atau tinggi.
Pencahayaan tidak tepat.

JANGAN LUPAKAN TUBUH AYAM

Jangan Lupakan Tubuh Ayam (( Membahas produksi telur ayam jangan lupakan anatomi dan faali ayam, sebagai dasar bagi kita agar kuat memahami bagaimana ternak ini berproduksi dan terjaga produksinya. )) Kerangka unggas ringan tetapi kuat, sesuai dengan keperluannya untuk terbang dan berjalan. Adapun tengkorak unggas kecil dengan hubungan antartulang yang kuat, berhubungan dengan atlas yaitu tulang pertama columna vertebrae (susunan luas tulang belakang). Menurut sumber di Universitas Terbuka, tulang-tulang pinggang dan punggung unggas saling berhubungan dengan erat, merupakan tempat melekatnya otot-otot yang digunakan untuk terbang, dan untuk menahan tekanan. Ujung pasterior tulang pubis dan ujung posterior sternum digunakan untuk memperkirakan daya bertelur pada kegiatan culling ayam. Selanjutnya menurut sumber yang sama, tulang-tulang unggas yang bersifat pneumatik berhubungan dengan sistem pernapasan. Tulang-tulang pneumatik terdapat pada humeras, tulang-tulang kepala klavicula as sternum, vertebrae lumbales dan os sacrum. “Unggas mempunyai tulang-tulang meduler yang digunakan untuk menimbun kasium. Tulang-tulang meduler terdapat pada tibia, femur, pubis, tulang-tulang rusuk ulna, tulang-tulang telapak kulit dan scapula,” kata sumber di UT. Sistem pencernaan unggas sendiri, sederhana jika dibandingkan dengan ruminansi dalam arti hanya sedikit tempat tersedia bagi kehidupan mikrorganisme ynag dapat membantu pencernaan makanan. Karena unggas tidak bergigi akan pengunyahan makanan tidak terjadi di mulut. Di tembolok, makanan dilunakkan dan mulai dicerna. Di perut pengunyah, makanan dipecah dan digiling. Makanan terutama dicerna dan diabsorp (diserap) oleh usus halus. Berbeda dengan vertabrata lainnya, unggas memiliki kloaka yaitu ruang pertemuan dari tiga saluran, pencernaan, urinaria dan reproduksi. Sistem reproduksi unggas jantan berupa testes ductus (vas) deferens, dan ogan kopulasi yang bentuknya rudimenter. Unggas tidak mempunyai penis. Sperma diproduksi di dalam testis, disalurkan ke luar tubuh melalui ductus deferens yang bermuara pada papilla. Perkawinan unggas jantan dengan unggas betina pada hakikatnya ialah mempersatukan dua kloaka untuk memungkinkan pemancaran sistem yang mengandung sperma. Sistem reproduksi unggas betina terdiri atas ovarium dan oviduk. Ovarium yang mengandung sekitar 1.000-3.000 folikel dan di dalam folikel terdapat kuning telur (yolk). Ukuran folikel berkisar dari yang mikrokopik hingga yang sebesar yolk, tergantung pada tingkat kemasakan yolk di dalamnya. Setelah sebuah yolk diovulasikan, kemudian diterima oleh infudibulum dan melewati bagian-bagian lain dari oviduk, menjadi telur yang sempurna yang dikeluarkan melalui anus. Menurut sumber Infovet yang lain, kuning telur (yolk) dari ayam yang diimunisasi (divaksin) sudah sangat terkenal sebagai salah satu sumber antibodi. Produksi immunoglobulin yolk (IgY) dengan memanfaatkan kuning telur ayam sebagai pabrik biologis mempunyai beberapa keunggulan. Ayam memiliki sensitifitas yang tinggi terhadap pemaparan antigen asing, sehingga sistem imun ayam sangat responsif dan persisten untuk produksi IgY Faali Ayam “Sistem pencernaan unggas berfungsi mencerna dan mengabsorpsi zat-zat makanan serta mengeluarkan sisanya yang tidak dapat dicerna melalui anus, “ ungkap Sumber di Universitas Terbuka Menurut sumber UT ini, unggas tidak bergigi dan sebagai-gantinya maka makanan yang besar atau yang keras digiling di dalam perut pengunyah. Di situ makanan dipecah menjadi partikel-partikel kecil. Pankreas menghasilkan HCl dan pepsin, sedangkan hati menghasilkan empedu. Zat-zat yang dihasilkan oleh kedua organ pencernaan tambahan ini memberikan lingkungan yang baik bagi terjadinya reaksi-reaksi pencernaan yang bersifat enzimatis. Penyerapan zat-zat makanan sebagian besar terjadi di dalam usus halus (duodenum) karena permukaan dinding usus ini diperluas oleh adanya lipatan-lipatan dan villi, zat-zat makanan yang tidak dapat dicerna, tidak banyak bermanfaat bagi unggas karena mikroorganisme (bakteri) yang seharusnya membantu pemecahan bahan-bahan makanan tidak mempunyai tempat khusus, dalam sistem pencernaan unggas. Hal ini sangat berbeda dengan ruminansia. Air sebagai zat makanan yang berada di dalam bahan makanan tersisa, diserap kembali oleh dinding usus besar dan dimanfaatkan kembali oleh tubuh unggas. Seperti halnya unggas betina, sistem produksi unggas jantan (termasuk ayam) dipengaruhi oleh intesitas cahaya dan kerja hormon-hormon reproduksi. Sistem reproduksi unggas betina melibatkan kegiatan interaksi kerja berbagai macam hormon reproduksi yang dipengaruhi oleh banyaknya cahaya yang diterima oleh kelenjar pituitari. Cahaya yang sangat kurang dapat menghentikan kegiatan. Dengan demikian kita lebih kenal Sang Ayam Produsen Telur untuk kesehatan kita. (UT/ YR)

EDS dan Vaksin Lokal

Fokus
EDS dan Vaksin Lokal

(( Apakah antigen EDS' 76 inaktif buatan lokal untuk uji HI dapat digunakan dalam membedakan antara ayam yang mempunyai antibodi EDS' 76 atau tidak? ))

Penurunan produksi telur merupakan salah satu kendala yang sering dihadapi oleh peternak ayam pembibit maupun petelur. Di antara sekian banyak faktor yang dapat menyebabkan penurunan produksi telur adalah penyakit Egg Drop Syndrome'76 (EDS'76).
Sumber di Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga Surabaya menyatakan uji hambatan hemaglutinasi (Hemagglutination Inhibition, HI) merupakan salah satu cara pemeriksaan serologis yang sering dilakukan, karena mudah dan praktis serta mempunyai nilai keakuratan yang tinggi.
Hanya saja, kata Drh Nanik Sianita Widjaja dalam penelitiannya, yang menjadi kendala, antigen EDS'76 untuk uji HI, tetapi baru dalam taraf membandingkan titer hemaglutinasi (HA) dan stabilitasnya setelah penyimpanan pada suhu 4 derajat C.
Menurutnya permasalahannya sekarang adalah apakah antigen EDS' 76 inaktif buatan lokal untuk uji HI dapat digunakan dalam membedakan antara ayam yang mempunyai antibodi EDS' 76 atau tidak?
Lalu, berapa antibodi dalam serum ayam yang divaksin EDS'76 inaktif atau diinfeksi virus EDS'76 masih dapat dideteksi dengan uji HI menggunakan antigen EDS'76 inaktif buatan lokal?
Kemudian, apakah ada perbedaan hasil antara antigen EDS'76 inaktif buatan lokal dan antigen EDS' 76 aktif bila digunakan untuk mengukur titer antibodi EDS'76 pada serum ayam dengan uji HI?
Dari hasil penelitiannya, Drh Nanik Sianita Widjaja menyatakan kesimpulan antigen EDS'76 inaktif dapat digunakan untuk mendeteksi adanya antibodi EDS'76. Tetapi, tidak dapat digunakan untuk membedakan antara antibodi akibat vaksinasi atau terinfeksi virus EDS' 76.
Maka, kata Nanik Sianita, “Perlu dipikirkan kemungkinan membuat antigen EDS' 76 yang dapat membedakan antara antibodi akibat vaksinasi ataukah terinfeksi virus EDS' 76.”

Vaksin Lokal
Penelitian vaksin hewan termasuk vaksin EDS’76 untuk ayam ini di Indonesia memang telah banyak dilakukan oleh perguruan tinggi, lembaga penelitian departemen dan nondepartemen, serta produsenvaksin hewan baik milik pemerintah maupun swasta.
Adapun, lembaga penelitian pemerintah yang punya wewenang untuk menghasilkan vaksin adalah Balai Balai PenelitianVeteriner (Balitvet) sebagai lembaga penelitian penyakit hewan tertua di Indonesia.
Beberapa vaksin lokal ini mempunyai efektivitas yang lebih baik, antara lain vaksin IBD aktif intermediate isolat lokal.Vaksin ini dikembangkan dari isolat virus IBD lokal yang ganas yang mewabah di Indonesia pada awal tahun 1990-an. Galur virus lokal ini mempunyai karakteristik molekuler yang berbeda dengan virus vaksin IBD yang diimpor, di mana vaksin impor tersebut tidak dapat melindungi wabah IBD di Indonesia
Vaksin IBD lokal dikembangkan oleh Dr Drh Lies Parede dari Bbalitvet berbagai uji coba dan dapat melindungiserangan wabah IBD di Indonesia. Dr Drh Darminto Kepala BaBalitvet juga telah mengembang-kan vaksin IB inaktif untuk ayam yangmempunyai keunggulan komparatifdibanding vaksin IB inaktif impor, karenaberasal dari isolat virus lokal yang berbedadengan virus vaksin.
Badan Tenaga Nuklir Nasional(BATAN) juga telah berhasil menelitivaksin ayam coccidia melalui proses radiasi. Beberapa perguruan tinggi sepertiInstitut Pertanian Bogor, Universitas Gadjah Mada dan Universitas Airlangga mempunyai pengalaman dalam menelitidan memproduksi vaksin hewan dalamskala terbatas terutama vaksin ND.
Perguruan tinggi sebenarnyamempunyai potensi yang besar untukberperan sebagai produsen vaksin, tetapi dibatasi oleh masalah dana, sarana dan prasarana serta peraturan perundangan. Prof Dr Drh Masdoeki Partadiredja almarhum jauh hari mengemukakan bahwa status otonomi beberapa perguruan tinggi membuka peluang bagi perguruan tinggiuntuk mendirikan badan usaha yang bergerak dalam bidang produksi vaksin dan bahan biologis veteriner lainnya.
Sekarang telah terbukti, FKH-IPB berhasil membentuk perusahaan terbatas yang memproduksi vaksin avian influenza (AI). Dengan demikian, semakin kuat keberadaan para peneliti kita dalam menguji dan mengambangkan vaksin dalam negeri. Penelitian-penelitian semacam di awal tulisan ini menjadi sangat berarti. (FKHUnair/Bbalitvet/YR)

Diagnosalah Penurunan Produksi Telur

Diagnosalah Penurunan Produksi Telur


(( Untuk mendiagnosa kasus-kasus itu beberapa kasus infeksius, diagnosa menurut sumber Disnak Sumatera Barat Infovet urutkan berdasar peringkat berdasar hasil survei Infovet yaitu: ND, EDS, IB, disusul Lain-lain selain AI dan IBD. ))


Berdasar hasil jajak pendapat Infovet terhadap 29 responden tentang penyakit yang paling menyebabkan penurunan produksi telur adalah: ND (24%), EDS (20%), IB (20%), Lain-lain (20%), AI (6%) dan IBD (6%), Infovet menyusun tiap penyakit ini terkait kasus penurunan produksi menjadi trend saat ini.

Sumber peternakan di Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat faktor penting yang mempengaruhi penurunan produksi telur adalah strain ayam layer modern yang mengalami seleksi genetika untuk mencapai penampilan produksi yang maksimal.

Ayam layer dengan karakter dan genetik yang baru ini, kata Drh Asrul Anwar, “Sangat peka terhadap penurunan produksi telur baik akibat kegagalan manajemen, fluktuasi nutrisi pakan, maupun kasus penyakit. Pola penurunan produksi berbeda baik segi intensitas / keparahan kasus, kompleksitas, dan frekuensi kasus. Agar produksi dapat kembali mencapai standard, diperlukan diagnosa lebih teliti.”

Di lain pihak, Drh Asrul Anwar menyarankan para peternak harus memelihara lingkungan, menjalankan manajemen yang baik dan memberikan pakan yang berkualitas agar ayam mencapai potensi genetiknya.

Drh Asrul Anwar menyatakan di lapangan penyebab penurunan produksi bervariasi. Ada 2 kelompok besar, kasus infeksius dan non infeksius. Kasus Infeksius terdiri atas Virus: AI, ND, IB, ILT, EDS; lalu Bakteri: Coryza, E. Coli, Pasteurella, Pseudomonas, Clostridium, Mycoplasma; kemudian Parasit: Leucocytozoon sp, Helminthiasis.

Untuk mendiagnosa kasus-kasus itu beberapa kasus infeksius perlu diketahui manifestasi klinisnya. Diagnosa menurut Drh Asrul Anwar itu Infovet urutkan berdasar peringkat berdasar hasil survei Infovet yaitu: ND, EDS, IB, disusul Lain-lain selain AI dan IBD.


Kasus ND

Menurut Drh Asrul Anwar Kasus Newcastle Diseases atau ND dapat menyebabkan penurunan poduksi tergantung pada status kekebalan tubuh ayam. Penurunan produksi pada kasus ini cepat tetapi kenaikan kembali produksi lambat. Pada telur dari ayam penderita ND, variasi warna kerabangnya lebih kecil dari IB, yakni

Kasus EDS

Kasus Egg Drop Syndrome atau EDS menurut Drh Asrul Anwar umumnya menyerang ayam menjelang puncak produksi. Tidak tampak gejala klinis. Perubahan spesifik adalah pada telur dengan kulit yang sangat tipis, atau menyerupai telur penyu. Produksi dapat menurun sebanyak 30-50% hanya dalam jangka 2 minggu.

“Produksi telur akan berada pada titik terendah selama 1-2 minggu, baru kemudian berangsur-angsur naik kembali dan mencapai kurva normal dalam waktu 48 minggu kemudian. Pengujian patologi anatomis dapat dijumpai oedema pada uterus,” kata Drh Asrul Anwar pada sumber Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat itu.


Kasus IB

Terjadinya kasus Infectious Bronchitis atau IB, dituturkan Drh Asrul Anwar, “Umumnya pada 4-6 minggu sebelum puncak produksi atau 4-6 minggu setelah puncak produksi. Bobot rata-rata telur umumnya menurun sebanyak 5 - 15% pada 2-3 minggu sebelum jumlah telur mengalami penurunan dan prosentase penurunan sangat beragam.”

Kata Asrul Anwar, pada ayam yang tidak divaksin, produksi telur dapat turun sebanyak 50 – 70% dari awal hanya dalam waktu 1 minggu. Berada pada level terendah selama 1-2 minggu, kemudian kembali meningkat mendekati kurva standar dala waktu 6-8 minggu, tetapi tidak pernah mencapai puncak kurva normal. Kegagalan ini akibat adanya kerusakan permanen pada ovarium dan oviduct.

Selanjutnya Drh Asrul Anwar menuturkan, pada ayam yang telah divaksin tatapi tidak cukup terproteksi. Penurunan produksi dapat terjadi sebesar 30% dari awal kasus dalam waktu 1 minggu. Level terendah bertahan selama 1 minggu pula dan berangsur-angsur meningkat dalam 4-6 minggu, namun tidak dapat kembali ke kurva awal.

Sementara pada ayam dengan tantangan tertinggi, ungkapnya, terjadi penurunan produksi sebesar 10% dalam jangka 1 minggu dan berada di level terendah selama 1 minggu, selanjutnya akan meningkat dalam 1 minggu kemudian. Jika diamati telur dariayam yang terserang kasus ini akan berwarna pucat dengan variasi warna hingga 7 macam.

“Telur yang mengalami depigmentasi ini sebanyak 20% dan 10% diantaranya mempunyai bentuk kerabang yang tidak normal.salah satu perubahan spesifik adalah bentuk albumin yang cair pada 10% telur dengan kerabang yang tidak normal dan dijumpai gumpalan kecil darah yang dikenal dengan blood spot,” ujar dokter hewan ini.


Kasus Mg atau Ms

Menurut Drh Asrul Anwar, kasus Mycoplasma gallisepticum (Mg) mengganggu jumlah telur yang diproduksi serta dapat menyebabkan kurva produksi seperti mata gergaji atau jigsaw phenomenon, umumnya menyerang ayam pada tiga titik kritis yaitu pada saat produksi 5%, 75% atau satu bulan setelah puncak produksi.

“Kualitas kerabang menurun dengan warna yang lebih pucat. Di samping itu ditemukan adanya sandy egg yaitu bintik-bintikmaterial kerabang yang menyerupai pasir di ujung tumpul permukaan kulit telur sebanyak lebih 1%,” ujar Asrul.

Diungkap, gejala Klinis berupa gangguan pernafasan akibat Mycoplasma gallisepticum (Mg) pada ayam produksi seringkali tidak jelas. Pada pengujian patologi anatomis dapat ditemukan kabut atau perkejuan pada kantong hawa, pada Mycoplasma synoviae(Ms) diikuti oleh enteritis yang tidak spesifik, hepatomegali (perbesaran hati), splenomegali (pembengkakan limpa) dan sinovitis (peradangan pada persendian lebih dar 2 tulang) hingga kelumpuhan.

Akhirnya, uji laboratorium dapat dilakukan dengan Rapid Serum Test untuk mengetahui IgM yang menjadi petunjuk dari infeksi akut. IgM ini dapat terdeteksi pertama kali 5-7 hari setelah infeksi terjadi. (disnaksumbar/ Infovet/ YR)

AMATILAH SI TELUR AYAM

AMATILAH SI TELUR AYAM

(( Telur ayam sering kita makan, apa sebetulnya bagian-bagian yang ada dalam si telur itu? ))


Bertelur merupakan cara alamiah ayam untuk memperbanyak keturunannya. Ayam betina rata-rata dapat menghasilkan sebutir telur setiap pagi,dan jumlah telur yang sudah dibuahi dapat mencapai 15 butir. Ayam betina akan mengerami telurnya setelah telur terakhir keluar dari badannya.

“Telur akan menetas setelah dierami oleh ayam betina selama 21 hari. Semakin baik kualitas telur, semakin besar prosentase penetasannya. Baiknya kualitas telur itu sendiriditentukan oleh pakan ayam betina semasa proses bertelur, dan bahkan jauh sebelum masa bertelur,” kata sumber di Universitas Kristen Petra.

Dengan kata lain, kata sumber universitas itu, pakan dan perawatan ayam betina amat menentukan kualitas telurnya. Semakin baik pakan dan perawatannya, semakin baik pula mutu telurnya. Bagi peternak ayam, membeli telur dan menetaskannya sendiri merupakan cara yang paling murah dalam menambah jumlah ayamnya.

Cara lain untuk menambah jumlah ayam adalah dengan membeli DOC (day old chick) yaitu ayam yang baru berusia beberapa hari atau dengan membeli ayam muda yang berusia kurang dari setahun. Membeli anakan jelas lebih mahal daripada menetaskan telur, dan membeli ayam muda lebih mahal lagi dibandingkan dengan membeli anakan.

“Semuanya sangat bergantung pada kebutuhan dan ketersediaan danapeternak itu sendiri,” kata sumber di Universitas Kristen Petra itu menuturkan.

Struktur Telur

Kata sumber yang sama, kuning telur dibentuk dalam tubuh oleh sistem perkembangbiakan ayam betina sewaktu sedang birahi dan siap untuk dikawini ayam jantan yang sedang dalam ‘peranakan’, sekelompok kuning telur yang bentuknya seperti sekelompok buah anggur ini dimasuki oleh sel telur betina (ovum), tepat berada di tengah-tengahnya.

Karenanya, agar terjadi pembuahan dibutuhkan seljantan (sperma) yang kuat yang dapat menerobos masuk ke dalam kuning telur sehingga dapat bersatu dengan ovum. Pembuahan terjadi di bagian atas‘peranakan’.

Proses selanjutnya adalah dilapisinya kuning telur ini oleh lapisan yangterbuat dari zat fosfoprotein (vitellin), yang berfungsi sebagai bagian pengaman pertama pada pembuahan. Pada saat ini dibentuk pula semacam tambang penyimbang, yang biasa disebut chalaza, agar kuning telur dapat tepat berada di tengah-tengah lapisan putih telur.

Tambang ini berada tepat di bagian ujung atas dan ujung bawah bulatan kuning telur.Kuning telur lalu turun ke bagian tengah ‘peranakan’. Di sini dua kali lagikuning telur dilapisi zat putih telur yang berfungsi sebagai penahan guncangan.Setelah itu, kuning dan putih telur turun ke bagian bawah ’peranakan’ untuk dilapisi dengan kulit ari dan zat kapur yang terlihat sebagai kulit telur.

Pada proses akhir ini, kulit ari akan membentuk kantung udara, zat kapur akan semakinmengeras, dan keluar melalui dubur ayam betina. Kantung udara itu sendiri berisi udara yang berhasil menerobos masuk ke dalam telur melewati ribuan pori-poriyang terdapat di kulit telur.

Udara di kantung ini digunakan embrio untuk bernafas.Seluruh proses ini terjadi dalam waktu 24-26 jam. Itulah sebabnya, ayambetina (sebagus apa pun kualitasnya) hanya dapat bertelur sebutir setiap pagi.

Komposisi TelurTelur pada umumnya memiliki berat sekitar 50-57 gram per butirnya, yangterdiri dari 11% bagian kulit telur, 58% bagian putih telur, dan 31% bagian kuningtelur. Komposisi zat yang tergantung di dalam setiap telur dapat dihitung bahwa kandungan protein yang terdapatpada setiap butir telur adalah sekitar 7 gram.

Akhirnya sumber di Universitas Kristen Petra itu mengungkap, lemak yang terdapat pada telur terdiri dari lemak tidak jenuh dan lemak jenuh dengan perbandingan 2 : 1. OleicAcid adalah komposisi utama lemak tidak jenuh, dan lemak ini tidak berpengaruhterhadap kolesterol darah manusia. (UKP/ YR)

21 HARI AYAM BERTELUR

21 HARI AYAM BERTELUR

(( Ikutilah hari demi hari ayam kita bertelur. ))

Masa pengeraman selama 21 hari merupakan masa yang sangat kritis untuk menentukan kelahiran seekor anak ayam. Embrio di dalam telur ini tumbuhsecara luar biasa setiap harinya sampai akhirnya menetas menjadi anak ayam.

Secara garis besar, sumber di Universitas Kristen Petra menyampaikan perkembangan embrio selama 21 hari pengeraman sampai akhirnya jadi anak ayam yang mungil.

Pada hari ke-1 sejumlah proses pembentukan sel permulaan mulai terjadi. Sel permulaanuntuk sistem pencernaan mulai terbentuk pada jam ke-18. pada jam-jamberikutnya, secara berturut-turut sampai dengan jam ke-24, mulai jugaterbentuk sel permulaan untuk jaringan otak, sel permulaan untuk jaringantulang belakang, formasi hubungan antara jaringan otak dan jaringan syaraf,formasi bagian kepala, sel permulaan untuk darah, dan formasi awal syarafmata.

Pada hari ke-2 embrio mulai bergeser ke sisi kiri, dan saluran darah mulai terlihat padabagian kuning telur. Perkembangan sel dari jam ke-25 sampai jam ke-48secara berurutan adalah pembentukan formasi pembuluh darah halus danjantung, seluruh jaringan otak mulai terbentuk, selaput cairan mulai terlihat,dan mulai juga terbentuk formasi tenggorokan.

Lalu pada hari ke-3 dimulainya pembentukan formasi hidung, sayap, kaki, dan jaringanpernafasan. Pada masa ini, selaput cairan juga sudah menutup seluruh bagianembrio.

Selanjutnya pada hari ke-4 sel permulaan untuk lidah mulai terbentuk. Pada masa ini, embrio terpisahseluruhnya dari kuning telur dan berputar ke kiri. Sementara itu, jaringansaluran pernafasan terlihat mulai menembus selaput cairan.

Kemudian pada hari ke-5 saluran pencernaan dan tembolok mulai terbentuk. Pada masa ini terbentukpula jaringan reproduksi. Karenanya sudah mulai dapat juga ditentukan jeniskelaminnya.

Lantas hari ke-6 pembentukan paruh dimulai. Begitu juga dengan kaki dan sayap. Selain itu,embrio mulai melakukan gerakan-gerakan.

Berikutnya hari ke-7, ke-8, dan ke-9 jari kaki dan sayap terlihat mulai terbentuk. Selain itu, perut mulai menonjol karena jeroannya mulai berkembang. Pembentukan bulu juga dimulai. Pada masa-masa ini, embrio sudah seperti burung, dan mulutnya terlihat mulaimembuka.

Ketika hari ke-10 dan ke-11 paruh mulai mengeras, jari-jari kaki sudah mulai sepenuhnya terpisah, danpori-pori kulit tubuh mulai tampak.

Saat hari ke-12Jari-jari kaki sudah terbentuk sepenuhnya dan bulu pertama mulai muncul.

Hari ke-13 dan ke-14 sisik dan kuku jari kaki mulai terbentuk. Tubuh pun sudah sepenuhnyaditumbuhi bulu. Pada hari ke-14, embrio berputar sehingga kepalanya tepatberada di bagian tumpulnya telur.

Hari ke-15 jaringan usus mulai terbentuk di dalam badan embrio.

Waktu hari ke-16 dan ke-17 sisik kaki, kuku, dan paruh semakin mengeras. Tubuh embrio sudahsepenuhnya tertutupi bulu yang tumbuh. Putih telur sudah tidak ada lagi, dankuning telur meningkat fungsinya sebagai bahan makanan yang sangat pentingbagi embrio. Selain itu, paruh sudah mengarah ke rongga kantung udara, selaput cairan mulai berkurang, dan embrio mulai melakukan persiapan untukbernafas.

Ketika hari ke-18 dan ke-19 pertumbuhan embrio sudah mendekati sempurna. Kuning telur mulai masukke dalam rongga perut melalui saluran tali pusat. Embrio juga semakin besarsehingga sudah memenuhi seluruh rongga telur kecuali rongga kantung udara.

Kala hari ke-20 kuning telur sudah masuk sepenuhnya ke dalam tubuh embrio. Embrio yanghampir menjadi anak ayam ini menembus selaput cairan, dan mulai bernafasmenggunakan udara di kantung udara. Saluran pernafasan mulai berfungsi danbekerja sempurna.

Akhirnya hari ke-21Anak ayam menembus lapisan kulit telur dan menetas. (UKP/YR)

MENERUSKAN CITA-CITA


MENERUSKAN CITA-CITA

Ruang Redaksi Infovet edisi Januari 2009

Berjalan bersama mengawali langkah di tahun baru merupakan sebuah anugerah. Setahun lalu kita mengalami hal seruipa dan selama setahun pula kita mengalami kebersamaan kita. Seluk beluk dunia peternakan dan kesehatan hewan sudah menjadi santapan kita sehari-hari. Segala ucapan terima kasih, hormat dan penghargaan patut kita sampaikan kepada para pelaku langsung dunia peternakan dan eksehatan hewan.
Berkat merekalah kita setiap hari dapat menikmati hidangan produksi asal ternak. Berupa, susu, telur, daging, bahkan juga kulit, bulu, dan lain-lain dalam segala mewujudnya produk asal ternak ini untuk kehidupan kita sehari-hari. Bahkan, juga secara tidak langsung kita mempunyai segala harta kekayaan dan lancar.
Serta, nikmat indahlah hidup berkat rejeki-rejeki yang dicurahkan Tuhan kepada kita melalui bidang peternakan dan kesehatan hewan. Baik pada inti bidang produksi maupun segala hal bidang penunjangnya seperti bidang penyediaan sarana produksi peternakan bibit, pakan, obat, akademis, birokrasi pamong atau pemerintahan, media dan masih banyak lagi.
Pengalaman buruk dengan masuknya Rabies di pulau Dewata, gonjang-ganjing rencana impor daging Brazil rawan PMK, sisa-sisa penyakit AI/ Flu Burung yang masih menjadi perhatian. Juga pengalaman lain, tentang penyakit-penyakit lain baik yang jauh dari kita macam Ebola, serta penyakit sehari-hari di dunia peternakan macam ND, IB, IBD, ILT, CRD, NE, Kolera, dan lain-lain yang terus harus diperhatikan secara ketat pencegahannya dengan vaksinasi dan biosecurity.
Semua merupakan sinyal menawan bagi kita bahwa di tahun 2009 ini kita pun mesti selalu waspada terhadap semua hal itu. Sistuasi itu tak bisa berdiri sendiri dari lingkungan (environment) kita meliputi semua bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. Semua bidang.
Semua terkait dan saling mempengaruhi wilayah peternakan dan kesehatan hewan. Situasi politik 2009 yang bakal panas, perdagangan global yang sedang mengalami krisis menggoyang segala sendi dan sistem pengelolaan berbagai kebutuhan hidup.
Sebutlah, kebutuhan gas elpiji yang tidak terpenuhi dengan segera padahal hampir semua penggunaan minyak tanah sudah dikonversi ke gas elpiji. Lalu, harga kebutuhan pokok yang selalu naik, meski harga minyak turun sesuai turunnya harga minyak internasional namun tidak secara signifikan mempengaruhi hajat hidup banyak rakyat.
Kemudian, makin menjamurnya kantong-kantong besar kekayaan pengusaha-pengusaha besar yang selalu mendapat kemudahan fasilitas dan dana dari pemerintah. Sementara, makin terjepitnya rakyat kecil dalam pemenuhan kebutuhan dan pengelolaan hidup... Semua menjadi energi yang mempengaruhi keseimbangan tubuh, jwa dan roh kita, materiil dan spirituil.
Bahwa, segala yang kita lakukan dalam usaha di bidang peternakan dan kesehatan hewan tidaklah bakal pernah menjauhkan kita dari perhatian kepada sesama manusia di sekitar kita. Semua tidak bakal pernah sanggup menjauhkan kita dari cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 1945 yang telah membuat kita merdeka. Namun, sampai sekarang masih belum berdaulat dan cita-cita masyarakat adil dan makmur belum juga tercapai bagi seluruh rakyat Indonesia.
Melanjutkan cita-cita ini, masih banyak hal yang harus kita lakukan. Marilah kita terus bekerja sama dan bekerja bersama. Kita berbagi dan saling menguatkan. Seperti yang dilakukan Infovet dalam kunjungan ke berbagai perusahaan akhir 2008. Di situ kita mendapatkan makna bagaimana salah satu cara kita menggayuh dan mencapai cita-cita itu.
Bahwa, yang peduli terhadap cita-cita bersama itu bukanlah satu atau dua orang atau kelompok saja. Namun semua. Semua kita yang punya cita-cita. semua kita yang punya harapan. Semua kita yang punya kepedulian. Secara mantap kita bersama melangkah, sebab kita tahu langkah-langkah itu juga menguatkan kehidupan kita, tubuh jiwa dan roh. Materiil dan spirituil. Rohani dan jasmani. Selamat Tahun Baru! (Yonathan Rahardjo)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer