Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

FKH Se Indonesia Menjadi 8

Peristiwa Edisi 170 September 2008

Salah satu perkembangan yang sangat terasa bagi peserta KIVNAS X (Konferensi Ilmiah Veteriner Nasional X PDHI 2008) dengan AZWMC 2008 dan Pertemuan Internasional Asia Zoo/Wildlife Medicine and Conservation (AZWMC) yang dilaksanakan di IPB International Convention Center (IICC) di Bogor pada 19 Agustus sampai dengan 22 Agustus 2008 adalah bertambahnya Fakultas Kedokteran Hewan se Indonesia yang semula 5 menjadi 8.

Tambahan 3 FKH itu adalah di Universitas Brawijaya Malang, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, dan Universitas Nusa Tenggara Barat.

5 FKH terbaru adalah di Universitas Syahkuala Banda Aceh, Institut Pertanian Bogor di Bogor, Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Universitas Airlangga Surabaya, dan Universitas Udayana Denpasar.

Infovet menganggap alamat 8 FKH dari 8 universitas tersebut penting untuk diketahui pembaca sebagai berikut:

Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Syahkuala
Banda Aceh- NAD 23111 Telp : 0651 - 51977 Fax:0651 - 54208

Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor
. Agatis, Kampus IPB Darmaga, Bogor. Telp : 0251 - 629469, 629470, 629471 Fax:0251 - 629459, 629460
Fakultas Kedokteran Hewan

Universitas Gajah Mada
Jl. Olah Raga, Karang Malang
Yogyakarta 55281
Telp :0274 - 7480307
Fax:0274 - 560861

Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Airlangga

Kampus C, Unair
Mulyorejo - Surabaya 60155
Telp : 031 - 5993016, 5992785
Fax:031 - 5993015

Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Udayana
Jl. Kampus Bukit Jimbaran
Denpasar-Bali 80364
Telp : 0361 - 701808
Fax:0361 - 701808

Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya
Jl. Veteran - Malang 65145 Jawa Timur

Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya

Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Nusa Tenggara Barat
Kampus FKH - Universitas Nusa Tenggara Barat Jl. Tawak-tawak - Karang Sukun Kota Mataram NTB

Kiranya dengan bertambahnya FKH se Indonesia tersebut, dunia kedokteran hewan di Indonesia semakin maju. (YR)

LANGKAH PUN SANGATLAH BERMANFAAT



Ruang Redaksi Edisi September 2008


Grup Infovet menghadirkan majalah dan buku-buku pada stan PDHI di KIVNAS X (Konferensi Ilmiah Veteriner Nasional X PDHI 2008) dan AZWMC 2008 (Pertemuan Internasional Asia Zoo/Wildlife Medicine and Conservation) yang dilaksanakan di IPB International Convention Center (IICC) di Bogor pada 19-20 Agustus 2008.

Lihatlah betapa antusiasnya para dokter hewan pengunjung dari berbagai daerah di tanah air dan internasional yang membaca Majalah Infovet dan merasakan manfaatnya, berikut buku-buku terbitan GITA Pustaka sebagai divisi buku dari PT Gallus Indonesia Utama,penerbit Infovet, yang saham terbesarnya adalah Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI).

Grup Infovet pun bersama para pengusaha obat hewan yang tergabung dalam ASOHI mengunjungi pabrik PT Caprifarmindo – Grup Sanbe Farma di Bandung pada 27 Agustus 2008.

Lihatlah betapa bergairahnya para pengusaha obat hewan dan rombongan melihat-lihat segala sudut dan tempat-tempat penting untuk proses pembuatan vaksinasi oleh perusahaan nasional dengan area lahan sangat luas, menjadi kebanggaan Tanah Air untuk bersama perusahaan internasional memajukan dunia kesehatan hewan di seantero dunia.

Infovet bersama Menteri Pertanian dan rombongan pun mengunjungi peternakan ayam petelur besar di Jabotabek milik Ricky Bangsaratoe di Ciputat Banten, pabrik pemrosesan pangan PT Charoen Pokphand Indonesia di Serang Banten, pabrik pakan PT Cheil Jedang Indonesia juga di Serang Banten, dan Gudang Bulog di Taktakan Serang Banten pada 27 Agustus 2008.

Lihatlah betapa bersemangatnya rakyat Indonesia dalam lapisan ini untuk mengetahui perkembangan dunia peternakan di tanah air untuk meningkatkan terpenuhinya kebutuhan produk-produk peternakan yang sangat bermanfaat untuk meningkatkan gizi dan kecerdasan bangsa.

Langkah-langkah Infovet adalah langkah anak manusia untuk peduli pada kehidupan dan kemajuan bangsa ini dalam menggapai cita-cita masyarakat adil dan makmur berdasar Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.

Langkah-langkah Infovet adalah langkah nyata dalam mengisi kemerdekaan yang sudah 63 tahun bangsa ini peroleh dengan tetesan darah dan air mata bukan mendapatkan belas kasihan dari penjajah.

Langkah-langkah Infovet adalah langkah semangat untuk tetap menuju pada panggilan Surgawi mengisi hidup dengan sebaik-baiknya secara bijak, adil dan terstruktur, tertata setahap demi setahap dalam kemajuan yang linear pasti terjadi; karena kita melakukan semua dengan arah pasti.

Langkah-langkah Infovet adalah langkah untuk kemajuan Anda yang kami layani dengan sepenuh hati untuk mendukung promosi karya-karya perusahaan Anda, institusi Anda, bisnis Anda, dan terutama semangat untuk berbagi dalam suatu kehidupan yang seimbang antara jasmani, rohani dan intelek.

Kita terus merasakan manfaatnya dengan semua langkah itu, meski kita bukan semata-mata mendasarkan semuanya pada asaz manfaat. Kita adalah suatu keseimbangan antara orientasi proses, orientasi hasil dan orientasi manfaat sebagai wujud betapa pentingnya dunia kesehatan hewan dan peternakan bagi kehidupan dan hajat hidup manusia Indonesia dan manusia dunia.

Ketika Thomas Alva Edison menciptakan lampu dengan susah payah melalui berbagi percobaan, ketika Albert Einstein menemukan berbagai rumus fisika mutkahir yang mengubah dunia, ketika Alfred Nobel menciptakan bom atom yang pada gilirannya dimanfaatkan oleh Amerika dalam menaklukkan Jepang dengan dijatuhkannya bom atom ukuran kecil dan bom atom ukuran besar di Hiroshima dan Nagasaki, kita melihat semua temuan dan upaya pastilah ada manfaatnya. Kita pun dapat memakainya untuk manfaat postif maupun manfaat negatif.

Kehadiran Infovet menjadi sahabat terdekat Anda sejak kelahirannya 1992 adalah jelas sejelas-jelasnya untuk manfaat postif bagi dunia peternakan dan kesehatan hewan kita. Maka kita pun akan terus waspada dalam segala situasi kita untuk meningkatkan manfaat kehadiran kita sebagai suatu langkah termulia, persis seperti langkah Bulan Suci Ramadhan bagi sebagian dari kita yang beragama Islam yang saat ini sewdang beribadah puasa untuk menuju tatatan kemuliaan yang lebih tinggi. Selamat Menjalankan Ibadah Suci Puasa ini sebagai sebaik-baiknya ibadah yang mendatang berkah dalam melangkah. (Yonathan Rahardjo)

FORMULIR BERLANGGANAN

Ya, saya mau berlangganan Langganan Infovet Edisi Cetak:

Nama: ............................................................


Alamat: ..........................................................


Nomor Telepon: ...........................................
Nomor Fax: ..................................................
Nomor HP: ...................................................

Berlanganan Majalah Infovet ........ Eksemplar per edisi selama ........ bulan dari bulan ........ s/d ......... tahun .........

sesuai dengan ketentuan:

Harga Baru majalah Infovet 1 Januari 2007 :

Harga Eceran:
P. Jawa Rp 15.000/eks,
Luar P. Jawa Rp 17.000/eks,

Untuk P. Jawa 6 bulan Rp. 90.000, 12 bulan Rp. 175.000,
Untuk Luar P. Jawa 6 bulan Rp. 100.000, 12 bulan Rp. 195.000


dengan Cara Pembayaran:

Cash atau wesel ke Infovet:
Gedung RSHJ lt.2 Jl. Harsono RM No 28 (Blk)
Ragunan Pasar Minggu Jakarta Selatan 12550

atau Transfer ke rekening:
A/n. PT GALLUS INDONESIA UTAMA

Bank Mandiri Cab. Pasar Minggu Pejaten
No. Rek. 126.0002074119

atau
Bank BCA KCP Cilandak KKO I
No. Rek. 733-0301681

Pembayaran
(Bukti Transfer di Fax ke 021-7891092)

atau
Hubungi DEPARTEMEN DISTRIBUSI: Aliyus Maika Putra (HP o856 900052)

Tuliskan Nama dan Alamat, Nomor Telepon, Fax, Email, HP dan pesanan Anda dalam Kolom Komentar di bawah ini. Kami akan menindaklanjuti sebagai pelayanan terbaik untuk Anda.

MONITORING VARIAN VIRUS HPAI KITA

Fokus Infovet edisi 169 Agustus 2008

(( Dengan demikian kita dapat mengerti bagaimana proses monitoring varian virus AI di tanah air kita Indonesia. Berbagai kemungkinan dapat terjadi dalam monitoring itu. ))

Bagaimana monitoring varian-varian virus HPAI (Highly Pathogenic Avian Influenza) di Indonesia? Dr Ronald N Thornton seorang ahli epidemiologi FAO di Jakarta dalam pertemuan perkembangan dari Proyek OFFLU (OIE/FAO Animal Influenza Network) kerjasama Pemerintah Indonesia dengan FAO/OIE belum lama ini di Jakarta menyampaikan bahwa ada tujuan yang jelas dari pengumpulan sampel virus itu harus dilakukan secara intensif.

Menurut Ronald, identifikasi antigenik dan genetik dari varian-varian virus HPAI adalah untuk memutuskan jenis bibit vaksin yang digunakan pada area pengendalian penyakit yang diprioritaskan di Indonesia; secara historis sampel virusnya ada atau eksis; sampel-sampelnya representatif atau dapat dipertanggungjawabkan dengan koleksi yang dapat diperbarui; dilakukan pada seluruh sektor produksi unggas; dan terkait dengan kasus-kasus yang secara khusus sangat penting seperti kematian orang dan presentasi yang tidak diperlukan.

Ronald menyampaikan bahwa penentuan distribusi dari tipe-tipe virus adalah berdasar spesies. Lokasi dan sektor. Hal-hal penting yang khusus untuk hal ini harus diperhatikan. Adapun fokus koleksi isolat utama dari tujuan mengumpulkan sampel secara intensif adalah berdasar pada penyebaran penyakit yang signifikan untuk pengendalian penyakit berdasar penyebaran secara geografis, penyebaran sektoral dan hasil-hasil yang tampak termasuk kegagalan vaksinasi.

Dikatakan Ronald, berbagai lembaga dilibatkan dalam proses monitoring varian virus itu di antaranya unit pengendalian AI Dirjennak yang dikenal dengan nama CMU (Control Monitoring Unit) dengan berbagai instrumennya termasuk yang di lapangan dengan menggunakan investigasi wabah, Balai Besar Penelitian Veteriner (Bbalitvet), industri unggas komersial dan universitas-universitas.

Tutur Ronald, perkembangan hasil koleksi itu tercatat sumber yang berasal dari Denpasar, Wates, peternakan sektor 1 dan 2, bukittinggi, Universitas Udayana dan diharapkan kerjasama daerah lain sebelum Agustus ini.

Lanjutnya, prosedur pembagian sampel meliputi prosedur yang difasilitasi oleh Direktur Kesehatan Hewan Dirjennak, CMU dan FAO; persetujuan transfer material disiapkan dengan daftar isolat dan ditandatangani oleh laboratorium penyedia dan penerima sampel isolat; permintaan untuk ijin ekspor harus minta ijin Direktur Kesehatan Hewan Dirjennak; sampel dikirim via IATA kurir yang disetujui dan diselenggarakan oleh FAO.

Masih menurut Ronald, permintaan sampel-sampel terkini yang sudah terlaksana adalah sampel dapat dipakai, cepat prosesnya, tidak mahal, kualitasnya bervariasi, mungkin tidak merefleksikan profil jenis virus yang terkini dan data pembantu yang mungkin bervariasi. Adapun permintaan sampel-sampel baru adalah yang secara logis sulit dipastikan, lambat, mahal, kualitas sampelnya bagus, representatif, dan informasi pembantu yang baik.

Dengan demikian kita dapat mengerti bagaimana proses monitoring varian virus AI di tanah air kita Indonesia. Berbagai kemungkinan yang positif dan negatif dapat terjadi dalam monitoring itu. Sebagai bangsa yang mencintai tanah air Indonesia, kita lakukan upaya yang terbaik dengan mendukung segala sesuatunya dijalankan secara baik, adil dan benar.


Pasar Unggas

Sementara itu Drh Indi Dharmayanti MS dari Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor pada kesempatan yang sama menyampaikan bahwa ada keterkaitan erat antara pasar unggas, virus AI tipe H5N1 dan pengambilan contoh virus di lapangan. Pasar unggas merupakan suatu aspek penting dalam kehidupan di mana tempat ini merefleksikan budaya dan tradisi lokal. Pasar unggas ini di Indonesia merupakan pasar ayam yang penting.

90 persen persediaan dari ayam merupakan sistem pasar tradisional. Sayangnya, pasar unggas unggas tradisional ini berimplikasi pada penyebaran penyakit seperti SARS, Kolera dan infeksi streptokokus babi. Ada peningkatan kejadian bahwa pasar unggas tradisional adalah tempat berkembang, bercampur, dan berbiaknya virus avian influenza termasuk H5N1.

Penelitian menunjukkan adanya virus AI H5N1 di pasar unggas. Jajak data usaha di Indonesia dan negara-negara lain telah mengidentifikasi bahwa pasar merupakan tempat yang baik bagi virus AI. Data-data Bbalitvet yang menunjukkan bahwa ayam-ayam dari pasar unggas itu terbukti positif virus AI antara lain dari Bbalitvet, data lapangan Unit Pengendalian Penyakit AI Ditjennak, studi di Bali, rumah kolektor unggas sentinel, dan data di Guangzhou dari kandang hewan. Pengalaman di Hongkong, mereka menggunakan sebuah studi kontrol kasus untuk mengidentifikasi faktor resiko yang mungkin untuk menyebarkan virus AI tipe H5N1.

Selanjutnya peran pasar unggas ini akan dijelaskan lebih rinci dalam Artikel Peran Sentral Pasar Unggas dalam Penyebaran AI. (YR)

SULITNYA BETERNAK SAAT INI, APA SOLUSINYA?

Fokus edisi 169 Agustus 2008

SULITNYA BETERNAK SAAT INI, APA SOLUSINYA?

Situasi penyakit Avian Influenza (AI) saat ini telah jauh lebih kompleks. Dimana infeksi lebih didominasi oleh infeksi yang berbarengan dengan penyakit lainnya seperti misalnya IB, kholera, ND, dll.
Untuk itu Drh Hadi Wibowo, praktisi perunggasan di Jakarta mengatakan AI dan penyakit domplengannya merupakan penyakit viral yang intra seluler yang langusng merusak sel induk semangnya. Maka apabila antibodi sudah tidak bisa lagi menetralisir dan mengenali virus tersebut maka kematian sudah pasti menjemput ayamnya. Namun sebelum itu terjadi, didalam tubuh ayam masih ada sel T efektor dan sel T sitotoksik yang juga berfungsi menghancurkan sel terinfeksi AI yang menjadi media hidup dan bereplikasi virus sekaligus membunuh virus AI itu sendiri.
Lebih lanjut, kata Hadi, mengutip hasil temuan terbaru dari Prof Fedik A Rantam dari Universitas Airlangga bahwa saat ini AI sudah mulai menginfeksi saluran pencernaan pada broiler maupun layer. “Kalau dulu AI menginfeksi saluran reproduksi dan pernapasan, kini gejalanya makin meluas,” katanya.
Dari pemeriksaan patologi anatomi diketahui terdapat infeksi AI di daerah mesenterium yaitu penyangga usus yang terlihat berwarna merah. Hal ini dikuatkan dengan hasil uji RT-PCR dan imunohistokimia yang menunjukkan bahwa infeksi positif AI. Artinya telah terjadi pergeseran serangan dari semula yang hanya menyerang saluran reproduksi dan pernapasan kita juga menyerang salura pencernaan.
Selain itu, Hadi melanjutkan, hasil temuan Prof Fedik mengatakan bahwa penularan AI paling besar terjadi melalui jalur distribusi. Dalam hal ini terjadi di pasar unggas hidup tempat bertemunya berbagai jenis unggas dalam satu lokasi. Sementara temuan Drh Wayan T Wibawan dari FKH IPB mengatakan bahwa telah terjadi perubahan epitop dan cleavage site pada virus AI yang kini sudah hampir menyerupai virus influenza di manusia.
“Hal ini tentu semakin menambah kekhawatiran kita akan risiko pandemi influenza. Namun yang patut disayangkan adalah tidak samanya pengertian dan sikap dari para pelaku bisnis perunggasan mulai peternak hingga pedagang pasar terhadap penyakit Avian Influenza sebagai masalah nasional,” ujar Hadi prihatin.

Perunggasan Makin Sulit
Hadi menuturkan, kondisi sulit saat ini akibat penyakit masih ditambah dengan naiknya harga pakan ayam baik untuk broiler dan layer. Biasanya menghadapi kenaikan harga bahan baku ini oleh formulator pakan diutak-atik agar nilai nutrisinya tetap dengan mengganti bahan pakan jagung dengan bahan substitusi lain.
Alhasil kadar proteinnya memang tetap namun apakah protein tersebut bisa dicerna dan diserap dengan baik oleh ayam atau tidak. Bila ayam kekurangan protein berarti kekurangan asam amino. Sementara asam amino sangat dibutuhkan untuk membentuk antibodi tubuh. Inilah yang menyebabkan titer antibodi terus turun dan kekebalan tubuh lemah. Ditambah lagi dengan vaksin AI yang tidak up to date dengan perkembangan lapangan menyebabkan beban infeksi AI dari lapang yang telah jauh bermutasi kian rentan.
Dua hal inilah yang menyebabkan kondisi beternak saat ini makin sulit. Namun untuk mengatasi hal ini, Hadi mencoba memberikan solusi, peternak harus terbiasa berteman dengan yang namanya imunomodulator.
Secara singkat, Hadi menjelaskan proses pembentukan antibodi lewat vaksinasi harus ditunjang oleh sel-sel yang bertugas untuk merespon kekebalan. Vaksin ketika masuk ke dalam tubuh ditangkap oleh sel makrofag yang dibantu oleh sel T helper untuk kemudian disampaikan ke sel B. Di sel B inilah dibentuk sel memori antibodi dan sel antibodi itu sendiri. Nah sel-sel yang berperan dalam respon imun ini harus diperbanyak dan dimatangkan, disinilah peran imunomodulator.
“Dinamakan imunomodulator karena obat ini memiliki efek pada respon imun untuk melakukan immuno modulasi. Mekanisme kerja immunomodulator adalah dengan tiga cara, yaitu pertama, meningkatkan proses maturity (pematangan) sel-sel yang berperanan dalam imun respon. Kedua, meningkatkan proses proliferasi sel, terutama sel-sel makrofag (memfagosit antigen dan menghancurkan antigen dalam sel) dan limfosit (pembentukan antibodi dan membunuh antigen dalam sel), sehingga jumlahnya menjadi lebih banyak dalam waktu yang relatif singkat. Dengan demikian jumlah antigen yang dapat diproses meningkat lebih banyak dan titer antibodi yang dihasilkan menjadi lebih tinggi. Ketiga, mengaktifkan complement, sehingga eliminasi antigen dalam sel menjadi lebih efektif,” jelas dokter hewan yang lahir sehari sebelum peringatan kemerdekaan RI, yaitu 16 Agustus.
Hadi juga menegaskan bahwa kebaikan menggunakan imunomodulator sudah seharusnya ditularkan antar peternak. Seperti yang telah dilakukan Koh Iping dari Patriot Grup yang telah mempercayakan persoalan AI ini dengan pemanfaatan imunomodulator. Hal ini semata dilakukan untuk mengantisipasi bila terjadi serangan AI meskipun sudah dilakukan vaksinasi. Karena terbukti penggunaan imunomodulator dapat menekan terjadinya kasus AI.
Diakhir diskusi dengan Infovet, Hadi menjelaskan bahwa untuk mengamankan usaha perunggasan tetap diperlukan 3 langkah wajib yaitu sanitasi, desinfeksi, dan vaksinasi. (wan)

AI dan Dunia Peternakan di Mata Mahasiswa Peternakan

Fokus Edisi 169 Agustus 2008

AI dan Dunia Peternakan di Mata Mahasiswa Peternakan

(( Jelaslah dalam menghadapi kasus AI, kaum peternakan tak boleh lagi terlalu jatuh dalam segala segi pemikiran dan kehidupannya. Caranya dengan bangkit dan berpikiran serta berkegiatan positif dalam dunia peternakan secara umum. ))

Sejak kehadiran avian influenza dan berbagai jenis penyakit menular hewan lainnya, dunia peternakan Indonesia seperti terombang ambing gelombang pasang dunia bisnis khususnya bisnis usaha dibidang peternakan. Demikian Ayub Rizal Ketua Umum Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan (Ismapeti) periode 2007.

Kondisi ini diperparah dengan munculnya kebijakan pemerintah untuk menaikan harga Bahan Bakar Minyak yang secara signifikan mempengaruhi harga pakan, bibit ternak dan input-input lain yang terkait. Sementara itu, kenaikan harga input yang dibutuhkan peternak untuk menghasilkan produk-produk ternak berkwalitas kadang-kadang tidak dibarengi dengan kenaikan harga produk itu sendiri, sehingga dipastikan peternak selalu menanggung kerugian dari usahanya tersebut.

Hal itu diutarakan Ayub Rizal dalam kaiatan dengan pelaksanaan kegiatan rutin tahunan, yakni Bakhti Mahasiswa Peternakan Indonesia (Bampi). Menurutnya Bampi 2008 ini mempunyai satu misi yang berkaitan langsung dengan dunia peternakan saat ini. Sementara Ismapeti merupakan organisasi kemahasiswaan profesi yang cukup banyak memberikan kontribusi bagi pembangunan dunia peternakan negeri ini. Berbagai sepak terjangnya telah dirasakan sejak kehadiran di bumi pertiwi ini.

Kontribusinya membangun negeri diwujudkannya melalui berbagai macam kegiatan seperti pelaksanaan seminar yang mengusung tema-tema edukatif dan informative yang ditujukan untuk membanguan mentalitas generasi muda, peternak dan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Menurut Ayub, Kegiatan Bampi 2008 merupakan ajang penumbuhan sikap mencintai sesama melalui kerja bakhti tempat dimana acara ini digelar. Bampi 2008 kali ini digelar di Indonesia paling Barat, yakni banda Aceh, Nangroe Aceh Darussalam pada tanggal 1 Juni 2008 lalu.

Bampi 2008 ini menurut Mahasiswa UNS Solo ini menghasilkan beberapa macam rumusan yang akan ditindak lanjuti, sehingga hasilnya nanti dapat dijadikan acuan oleh pembuat kebijakan untuk membuat kebijakan baru yang benar-benar berpihak pada peternak. Diantara rumusan-rumusan tersebut adalah :

1. Sapronak
• Perbaikan infrastruktur (jalan, listrik, air dan komunikasi) guna mendukung peternakan dengan pemanfaatan APBD ataupun APBN untuk menarik Investor baik lokal maupun asing
• Perbaikan struktur perkandangan dan kelengkapan peralatan pendukung peternakan
• Pengelolaan lahan tidur untuk meningkatkan produksi ternak

2. Produksi (Farm)
• Pembentukan pola pertanian dan peternakan terpadu dari hulu sampai ke hilir
• Peningkatan kualitas manajemen pemeliharaan, perkandangan, kesehatan dan keamanan peternakan (meliputi tata letak kandang,tata laksana penggembalaan, kualitas pakan, recording, dan kebersihan)
• Penerapan teknologi peternakan yang realistis dan implementatif sehingga dapat bersinergis dengan keadaan peternak

3. Pengolahan Pasca Panen
• Adanya pemberian ketrampilan pengolahan produk peternakan kepada peternak dan masyarakat setempat

4. Pemasaran
• Pembentukan sarana pemasaran produk peternakan sehingga memberikan keuntungan yang jelas bagi peternak seperti koperasi

5. Lembaga Pendukung
• Adanya Perda yang mengatur pemurnian plasma nutfah sapi lokal (sapi aceh)
• Adanya Perda yang berpihak pada peternak kecil
• Sosialisasi dan penerapan RUU PKH di lapangan
• Pelibatan Perguruan Tinggi dan stakeholders lainnya dalam pengambilan kebijakan
• Penyuluhan, pembinaan dan pendampingan terhadap peternak secara intensif dan berkelanjutan
• Pemberian motivasi terhadap peternak oleh lembaga terkait seperti penyelenggaraan kompetisi antar kelompok ternak
• Pengawasan dalam penyebaran bantuan dana ke peternak agar dapat diterima oleh masyarakat keseluruhan tanpa terkecuali.

Jelaslah dalam menghadapi kasus AI, kaum peternakan tak boleh lagi terlalu jatuh dalam segala segi pemikiran dan kehidupannya. Caranya dengan bangkit dan berpikiran serta berkegiatan positif dalam dunia peternakan secara umum. (Daman Suska).

EFEKTIFKAN BIAYA VAKSINASI

Fokus Edisi 169 Agustus 2008

EFEKTIFKAN BIAYA VAKSINASI

(( Hasil sementara untuk Indonesia mengindikasi suatu biaya vaksinasi untuk unggas adalah antara 0,08 sampai 0,14 dolar Amerika tergantung pada sistem produksi. ))

Ongkos vaksinasi dalam peternakan memerlukan kekuatan sumberdaya yang menggunakannya yang mana merupakan subyek sosio ekonomi peternakan itu sendiri. Efektivasi suatu biaya dari strategi vaksinasi yang dianjurkan memerlukan sebuah kombinasi dari ilmu penyebaran penyakit dan ilmu ekonomi.

Alokasi dari sumber daya menjadi lebih kritis jika sumber daya masyarakat untuk pengendalian HPAI dan pencegahan menurun. Analisa Efektivasi biaya dapat menuntun proses alokasi sumberdaya. Demikian disampaikan Jonathan Rushton seorang ahli ekonomi sosial dari FAO di Roma pada pertemuan perkembangan dari Proyek OFFLU (OIE/FAO Animal Influenza Network) kerjasama Pemerintah Indonesia dengan FAO/OIE belum lama ini di Jakarta.

Struktur dan hasil keluaran dari model biaya meliputi kertas kerja input data seperti: populasi unggas, target vaksinasi, dan sektor yang terpisah. Intinya biaya merupakan total biaya yang dipisahkan menjadi biaya tetap dan biaya variabel, biaya per vaksinasi unggas dan perkiraan dari pembagian biaya antara sektor publik dan sektor privat. Hasil sementara untuk Indonesia mengindikasi suatu biaya vaksinasi untuk unggas adalah antara 0,08 sampai 0,14 dolar Amerika tergantung pada sistem produksi.

Struktur model dan hasil keluaran populasi unggas merupakan suatu hal yang dinamis dan berbeda antara setiap model populasi dalam kandang input data meliputi: ukuran kandang yang asli, angka kematian dan rata-rata yang diafkir, umur saat panen dan produksi telur, strategi vaksinasi, dan keampuhan vaksinasi.

Produksi yang dihasilkan meliputi: produksi unggas dan telur baik itu penjualan dan konsumsi rumah sendiri, ukuran kandang dengan penyesuaian pada musim, aplikasi dosis vaksin, dan jumlah unggas yang diproteksi perhari untuk seluruh kandang dan kategori umur unggas.

Sumber data yang mungkin meliputi struktur dasar dari sektor unggas Indonesia diantaranya laporan terkini dari nilai yang dihasilkan, informasi pada sektor komersial dan kerja yang terprofilkan; sedangkan biaya vaksinasi meliputi proyek penelitian yang dijalankan, kerjasama Indonesia dan Belanda, dan sektor privat seperti Japfa Comfeed dan lain-lain.

Selanjutnya langkah yang akan datang meliputi aksi yang lebih kuat melibatkan banyak pihak dengan penggunaan data sekunder, opini Ahli dan pembetulan model yang dihasilkan. (YR/Fj)

MENGUAK TABIR AVIAN INFLUENZA

Fokus Edisi 169 Agustus 2008

MENGUAK TABIR AVIAN INFLUENZA

(( Hal terbaik yang harus dilakukan terkait membumihanguskan AI adalah surveillance yang benar, bukan hanya perkataan namun tindakan nyata yang tidak memberikan tempat pada VAI untuk hidup dan berkembang biak di farm. ))


Recent status of AI in Indonesia and Javan, merupakan tema seminar yang diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada berkolaborasi dengan Veterinary Medicine Faculty Hokaido University, Javan.

Seminar ini menghadirkan pakar-pakar AI kenamaan, yakni Prof Hiroshi Kida dari Vetmed Hokaido University, Prof Widya Asmara dan Prof Charles Rangga Tabbu dari FKH UGM Yogyakarta, Indonesia. Seminar yang dilaksanakan pada tanggal 25 Juni 2008 silam ini mengetengahkan topik hangat seputar tabir terbaru perkembangan virus AI dari unggas ke manusia, babi ke manusia serta kemungkinan penularan dari manusia ke manusia.

Seminar ini dihadiri oleh para akademisi dari berbagai perguruan tinggi sebidang, kalangan pemerintah terkait, alumni FKH UGM, calon dokter hewan dan mahasiswa FKH UGM Yogyakarta.

Pada seminar kali ini, banyak hal menarik yang diketengahkan Prof Hiroshi Kida terkait status perkembangan VAI terkini, yakni Ekologi dan evolusi VAI. Hal dimaksud adalah (1) reservoir alaminya, perpetuation, host range, transmisi interspecies, antigenik dan variasi genetik VAI dan (2) mekanisme tanggap darurat strain pandemik pada manusia dan kasus-kasus HPAI pada unggas domestik.

Hal lain yang tak kalah menarik adalah adanya kemungkinan HPAIV strain H5N1 sebagai kandidat pemicu terjadinya kasus pandemic. Kemudian Prof Kida menegaskan bahwa harus ada kontrol yang baik untuk mengkounter kasus avian influenza dan kejadian pandemik pada manusia.

Berdasarkan hal ini, maka Prof Kida menyatakan bahwa hal terbaik yang harus dilakukan terkait membumihanguskan AI adalah surveillance yang benar, bukan hanya perkataan namun tindakan nyata yang tidak memberikan tempat pada VAI untuk hidup dan berkembang biak di farm.

Lain halnya dengan yang dikatakan Prof Widya Asmara. Menurutnya bahwa yang perlu dikuatirkan adalah kemungkinan terjadinya penularan VAI dari manusia ke manusia. Lebih lanjut dikisahkannya bahwa berdasarkan data epidemiologi kejadian kasus influenza di dunia, tercatat pada tahun 1997 mulai mewabahnya kasus avian influenza di Hong Kong, ditemukan 18 kasus pada manusia, 6 orang (33%) dinyatakan meninggal.

Kasus ini juga dilaporkan berdampak pada industri peternakan di Negara ini. Kemudian sejak tahun 1998 sampai dengan tahun 2002, kasus avian influenza terus berlanjut dengan terjadinya letupan-letupan kecil yang kurang mendapat perhatian publik. Pada tahun 2003, kembali avian influenza menjadi perhatian dunia. Pada saat ini dilaporkan telah terjadi kasus di 9 negara di dunia.

Wabah pada manusia meningkat menjadi 34 kasus yang berakhir dengan kematian sebanyak 23 orang (68%) dan menimbulkan kerugian sangat besar diindustri peternakan dunia termasuk Indonesia. Terakhir dilaporkan bahwa adanya temuan kasus di 4 negara dengan 7 temuan kasus pada manusia, 6 orang (86%) diantaranya meninggal dunia. Kemudian sejak tahun 2005 sampai sekarang VAI masih menjadi dilema dikalangan pengusaha peternakan, praktisi perunggasan, pemerintah dan pihak-pihak terkait lainnya.

Dilain pihak, pengendalian VAI di negeri ini masih menuai kegagalan-kegagalan. Hal ini disebabkan oleh kurang sinergisnya antara pelaku kebijakan dengan pihak-pihak terkait lainnya. Hal ini dikemukakan Prof Charles Rangga Tabbu secara gamblang dihadapan forum seminar. Menurutnya pengendalian VAI tidak disesuaikan dengan kondisi usaha peternakan negeri ini.

Data lapangan menyimpulkan bahwa kharakteristik usaha peternakan Indonesia meliputi:

(1) tidak ada batasan usaha peternakan menjadi zona-zona, baik zona 1, 2, 3 maupun 4,
(2) selalu diusaha dengan menggunakan kandang system terbuka,
(3) kebanyakan peternak memelihara ayam dalam satu siklus dengan berbagai macam variasi umur,
(4) variasi kualitas manajemen yang sangat besar khususnya untuk zona 3 dan 4,
(5) pakan-pakan yang masih dikemas dalam kantong yang disinyalir menimbulkan dampak lain yang berpengaruh pada kesehatan ayam dan
(6) komposisi tenaga kerja yang melebihi kapasitas populasi ayam yang dipelihara.

Disamping itu, pasar-pasar masih bersifat tradisional. Ayam-ayam dipasarkan dalam bentuk hidup dengan kondisi tempat yang kotor, hal ini memungkinkan terjadinya penyebaran berbagai jenis penyakit selain penyakit avian influenza. Lantas usaha apa yang bisa diterapkan dalam usaha pengendalian VAI ?

Prof Charles menegaskan bahwa hanya dengan penerapan biosekuriti yang benar-benar dengan berpedoman pada 9 strategi pengendalian VAI. Kemudian yang terpenting dari hal ini adalah monitoring dan evaluasi kegiatan, gagal atau berhasil ? Bila dijumpai kegagalan, kaji kembali penyebab kegagalan tersebut, namun bila berhasil maka pertahankanlah dan tingkatkan lagi. (Daman Suska).

5 TAHUN AI DI INDONESIA OPTIMISME PERUNGGASAN HARUS DIKIBARKAN

Fokus Edisi 169 Agustus 2008

5 TAHUN AI DI INDONESIA

OPTIMISME PERUNGGASAN HARUS DIKIBARKAN


Setelah 5 (lima) tahun perunggasan nasional diterkam wabah AI, setidaknya memunculkan optimisme dan pesimisme di kalangan peternak dan praktisi lapangan perunggasan.
Dari beberapa pihak yang bersikap optimistis, mengungkapkan sejumlah argumentasinya, yang secara garis besar berpendapat bahwa selama 5 tahun kasus penyakit AI justru harus melahirkan sebuah sikap optimisme.
Sebab meski kasus penyakit itu, memang sempat membuat panik semua pihak dan nyaris tidak jauh beda dengan Gumboro di tahun 1980-an. Namun akhirnya toh kini sudah terbiasa dan seolah-olah sudah lupa dengan akibat yang timbul dari sergapan penyakit Gumboro dan AI. Kini program vaksinasi Gumboro dan AI akhirnya menjadi sebuah kebutuhan pokok, terutama jika peternak tidak mau berhadapan dengan resiko.
Meskipun sampai saat ini banyak pakar yang berseberangan pendapat tentang vaksinasi dan ada yang menolak vaksinasi, akan tetapi para peternak lebih memilih resiko terkecil alias memilih melakukan vaksinasi, meski kenyataannya hasil optimal belum juga dapat dicapai.

Mengapa Praktisi Optimis

Dari barisan yang penuh optimisme setelah gelombang kedua wabah AI menerjang Indonesia, Infovet berhasil menggali argumentasinya antara lain dari Drh Helvi Indriyani, Drh Marjuan dan Drh Unang Patriana MS.
Umumnya pendapat dari kubu ini, berasumsi bahwa dunia perunggasan di Indonesia tetap mempunya prospek yang cerah. Sehingga meskipun adanya berbagai problema yang terus menghadang termasuk penyakit-penyakit baru dan faktor ekternal lainnya, masa depan usaha perunggasan tetap saja penuh harapan.
Hanya peternak yang cerdas, kreatif dan inovatif serta rajin mengikuti perkembangan teknologi, maka mereka akan survive, bertahan dan meraih sukses. Terutama terkait dengan pangsa pasar domestik untuk produk perunggasan yang sudah pasti terus bergerak naik, meskipun katanya daya beli masyarakat merosot sampai di pertengahan tahun 2008 ini.
“Harga jual telor dan daging ayam pada Juli 2008 ini menyentuh harga psikologis yang merupakan salah satu indikator kuat untuk mematahkan pendapat, bahwa potensi ekonomi masyarakat yang terus melemah” ujar Helvi, seorang praktisi perunggasan dari SHS International di Yogyakarta.
Harga yang sebenarnya masih bisa lagi terdongkrak naik itu, menurut Marjuan semakin memberi ruang luas kepada peternak untuk bergerak dan semakin maju. Terutama untuk reinvestasi berupa peremajaan dan langkah afkir yang kurang produktif.
“Harga telor yang sempat mencapai harga yang sangat menggembirakan bagi peternak itu, pantas disyukuri. Karena sebelumnya harga pakan juga sudah naik lebih dahulu, dan konon kabarnya akan kembali naik, tapi bagaimanapun masih mampu menyisakan keuntungan bagi para peternak. Jadi kita tetap harus optimistis dengan dunia perunggasan meski kasus AI masih menjadi hantu yang siap menakutkan peternak”ujar Marjuan.
Penyakit AI menurut Unang Patriana, memang pantas untuk terus diwaspadai oleh semua pihak, akan tetapi jangan sampai menjadi kendala dan penghambat untuk memajukan industri peternakan Indonesia. Belajar dari kisah aneka penyakit masa lalu yang ketika muncul membuat rasa khawatir, namun akhirnya dapat pula diatasi dan seolah semakin akrab bersahabat dengan para peternak.
“Optimisme memang harus dikibarkan di benak para praktisi perunggasan Indonesia dalam mengahadapi apapun termasuk penyakit AI. Jika rasa dan sikap itu hilang, maka justru akan melemahkan dan membuat industri perunggasan Indonesia tertinggal dan jatuh dalam kubangan masalah yang akan semakin sulit untuk bangkit” ujar Unang.
Makanya, lanjut Unang, dirinya termasuk orang yang selalu merasa otpimisme ditengah banyak kalangan yang menaruh rasa pesimistis. Menurut mereka problema yang selama ini dihadapi oleh para peternak Indonesia, sudah pasti juga pernah dihadapi oleh para peternak di negeri manca yang telah maju industri perunggasannya. Oleh karena itu jika kebersamaan dilakukan oleh berbagai pihak yang kompeten dengan industri perunggasan, dalam memecahkan dan mencari solusinya, maka sudah pasti kesuksesan akan dicapai.
“Saya sampai saat ini, termasuk orang yang ‘over optimistis’ dengan industri perunggasan di dalam negeri. Sebab menurut saya produk perunggasan, tetap saja akan menjadi produk pangan yang paling diminati konsumen sampai kapanpun. Sehingga berusaha di sektor ini tetap menjanjikan masa depan yang terang,” ujar Unang yang diamini oleh Marjuan maupun Helvi.


Mengapa Ada yang Pesimis

Sedangkan Sapto Haryono, seorang peternak ayam petelur, merasa pesimistis. Hal itu jika dikaitkan dengan harga pakan yang terus bergerak naik termasuk komponen untukm pencampuran seperrti katul dan jagung. Sapto mengakui bahwa harga telur saat ini memang memberikan cukup keuntungan yang memadai kepada para peternak ayam petelur. Namun demikian, menurutnya belum mampu memberikan ras aman dan keyakinan kuat untuk melakukan ekspansi populasi dan bahkan peremajaan.
“Wong peremajaan saja masih harus dipikir masak-masak kok, apalagi mikir untuk langkah afkir dengan mengganti ayam muda. Jika saja harga pakan tidak bergerak cepat secara terus menerus naik, saya berpikir untuk afkir. Namun jika seperti saat ini, dimana harga pakan pabrikan terus naik dan harga jagung dan katul juga bergerak naik liar, maka konyol jika langkah afkir ditempuh. Langkah afkir atas ayam-ayam hanya akan diempuh jika benar-benar kemampuan produksinya sudah tidak ekonomis banget lagi,” ujar Sapto.
Hadi Santosa, melihat kondisi peternakan khususnya perunggasan belum mampu memberikan sinyal positif yang signifikan. Meskipun harga telur dan daging ayam terus bergerak fluktuatif menuju kenaikan, namun tidak ada jaminan kepastian untuk tidak turun dan anjlog terjerembab dalam waktu yang lama.
Variabel sosial politik di dalam negeri, terutama di pertengahan tahun 2008 dan sesudahnya barangkali adalah salah satu yang patut dicermati. Kampanye partai politik selama 9 bulan sejak Juli 2008 ini akan menjadi batu ujian berat dunia peternakan Indonesia.
“Saya akan, lempar handuk tanda menyerah bergelut di dunia peternakan dan beralih menjadi pedagang kaos dan baju saja, di kaki lima,” seloroh Hadi yang berbicara dengan nada serius.(iyo)

Peran Sentral Pasar Unggas dalam Penyebaran AI

Fokus Edisi 169 Agustus 2008


Peran Sentral Pasar Unggas dalam Penyebaran AI

(( Dalam upaya pengendalian suatu penyakit sangat penting diketahui jalur penularan penyakit. Hal ini untuk mengetahui tindakan apa yang sebaiknya dilakukan. Keberhasilan dalam pengendalian suatu penyakit sangat ditentukan oleh keberhasilan dalam memutus rantai penularan penyakit tersebut. ))

Dalam waktu empat tahun terakhir Avian influenza (AI)/flu burung mendapat perhatian yang serius dari segenap lapisan masyarakat Indonesia. Terlebih setelah jatuhnya korban manusia. Data-data yang ada menunjukkan besarnya ancaman AI terhadap kemapanan umat manusia di bumi ini.
Para ahli memprediksi akan terjadi pandemi influenza dan hal itu tinggal menunggu waktu. Laporan dari WHO sampai bulan Mei 2008 menyatakan bahwa jumlah kasus pada manusia di dunia mencapai 383 kasus dengan kematian mencapai 241 orang. Sementara di Indonesia sampai Mei 2008 terdapat 135 kasus dengan kematian manusia mencapai 110 orang (Komnas FBPI). Semakin bertambahnya korban manusia dari waktu ke waktu seakan menegaskan prediksi para ahli akan kemungkinan terjadinya pandemi.
Rantai penyebaran AI
Dalam upaya pengendalian suatu penyakit sangat penting diketahui jalur penularan penyakit. Hal ini untuk mengetahui tindakan apa yang sebaiknya dilakukan. Keberhasilan dalam pengendalian suatu penyakit sangat ditentukan oleh keberhasilan dalam memutus rantai penularan penyakit tersebut.
Melihat perkembangan jalur penularan AI ke manusia yang saat ini terjadi masih berasal dari unggas maka tindakan memotong rantai penularan dari unggas ke manusia merupakan langkah yang tepat. Saat ini dimana telah terjadi komersialisasi komoditi unggas maka sangat penting memperhatikan rantai distribusi unggas dan produknya. Hal ini dimaksudkan agar tindakan/kebijakan yang dilakukan dalam memotong rantai penularan/penyebaran AI dapat berjalan dengan tepat.
Berdasarkan hasil lokakarya pasar unggas hidup (live bird markets/traditional markets) yang diadakan oleh Komnas FBPI, USDA dan CIVAS ada empat titik kritis dalam rantai distribusi unggas dan produknya (daging) yaitu peternakan, tempat penampungan unggas, tempat pemotongan unggas dan tempat penjualan unggas dan produknya (pasar).
Salah satu titik kritis yang perlu segera mendapat penanganan adalah pasar. Sebagian besar pasar tradisional yang ada di Indonesia terdapat tempat penjualan unggas hidup dan produknya (pasar unggas). Hal ini harus mendapat perhatian serius dari kita mengingat beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pasar yang terdapat penjualan unggas dan produknya (pasar unggas) merupakan tempat yang memiliki risiko tinggi dalam penyebaran virus AI.

Pasar unggas
Pasar-pasar di Asia merupakan pusat aktivitas sosial dan ekonomi, namun pasar juga dapat menjadi sumber penyebaran penyakit (zoonosis) yang cepat. Bahkan sejumlah wabah penyakit saat ini ditularkan melalui pangan dan hewan hidup yang dijual di pasar. Tidak terkecuali keberadaan virus AI di pasar menjadi hal yang harus mendapatkan perhatian lebih. Hal ini mengingat pasar sebagai tempat yang memungkinkan kontak langsung antara unggas pembawa virus AI dengan manusia.
Pada tahun 1997 wabah H5N1 terjadi pada peternakan dan pasar becek/tradisional di Hong Kong. Untuk pertama kalinya dilaporkan H5N1 menyerang manusia dengan jumlah kematian 6 orang dari 18 kasus (WHO, 2005). Lemahnya biosekuriti dan buruknya higiene sanitasi yang ada memicu terjadinya penyebaran dan penularan virus AI di pasar yang menjual unggas hidup dan produknya.
Pasar tradisional di Indonesia umumnya terdapat penjualan unggas hidup dan produknya. Pasar ini menjadi salah satu titik kritis penyebaran virus AI yang harus menjadi perhatian dan kepedulian semua pihak dalam upaya menekan penyebaran virus avian influenza. Hal ini disebabkan atas beberapa alasan, yaitu sebagian besar pasar tradisional di Indonesia menjadi transaksi penjualan unggas hidup dan produknya.
Kondisi ini memperbesar kemungkinan kontak langsung antara manusia dan unggas terjadi. Selain itu, pada pasar tradisional juga terdapat tempat penampungan unggas (TPnU), tempat pemotongan unggas (TPU) dan tempat penjualan karkas.
Pada tahun 1997 FAO menyatakan bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukan di Hong Kong menunjukkan sebesar 20% unggas yang dijual di pasar terinfeksi virus avian influenza (H5N1). Kemudian tahun 2006 terdeteksi keberadaan H5N1 pada pasar makanan yang menjual unggas hidup di Guangzhou, China (Wang et al. 2006).
Penelitian ini menyatakan bahwa pasar makanan yang terdapat penjualan unggas hidup dapat menjadi sumber infeksi virus AI dan keberadaan virus dimungkinkan dibawa oleh unggas sehat. Pada penelitian ini juga ditemukan adanya antibodi pada pekerja yang menangani unggas di pasar. Sementara di Asia Tenggara keberadaan virus AI di pasar unggas hidup dilaporkan pada tahun 2001. Pada saat itu terdeteksi H5N1 pada unggas lokal yang dijual di pasar unggas hidup di Hanoi, Vietnam (Nguyen et al. 2001).
Berkaitan dengan keberadaan pasar unggas yang memiliki peran penting dalam penyebaran virus AI maka kita harus melihat kondisi pasar unggas di Indonesia saat ini. Apakah pasar unggas yang kita miliki saat ini memiliki risiko yang rendah dalam penyebaran virus AI atau sebaliknya?.
Penulis tidak dapat menggambarkan secara utuh tentang kondisi pasar unggas yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia. Tetapi yang akan disampaikan disini adalah gambaran hasil kunjungan pasar yang telah dilakukan dalam kegiatan lokakarya pasar unggas hidup (workshop on live bird markets/traditional markets). Semoga kondisi pasar yang ada dapat mewakili keberadaan pasar-pasar unggas diseluruh Indonesia.
Berikut beberapa kondisi yang bisa ditemui di pasar yang menjual unggas hidup dan produknya berdasarkan hasil lokakarya pasar unggas hidup yang diadakan di enam kota:
1. belum adanya pemeriksaan kesehatan hewan dan produknya secara rutin.
2. biosekuriti yang masih buruk.
3. tidak ada proses/program pembersihan dan desinfeksi kendaraan pengangkut, keranjang, peralatan, dan bangunan. Kalaupun ada tidak dilaksanakan secara rutin.
4. tidak ada batas yang jelas antara tempat penampungan, pemotongan dan penjualan unggas dan produknya dengan tempat komoditi lain.
5. sumber asal-usul ayam tidak diketahui asal peternakannya dan status kesehatannya.
6. transportasi unggas belum memenuhi standar (menggunakan motor) dan tidak memenuhi kaidah animal welfare.
7. tidak ada pintu khusus buat keluar masuknya unggas ke pasar.
8. tempat pengumpulan/penampungan dan pemotongan unggas yang tidak memenuhi standar minimal higine dan sanitasi yang baik.
9. penjualan multi spesies unggas (ayam buras, bebek, ayam ras) dalam satu tempat.
10. masih terdapat penjualan ayam hidup (konsumen membawa ayam hidup ke rumahnya).
11. belum ada peraturan tentang penataan unggas hidup dan produknya di pasar.
12. higiene personal yang masih buruk.
13. kurangnya kesadaran dari para penjual dan pembeli mengenai produk yang ASUH.
Beberapa kondisi yang ada seperti penjualan multispesies unggas dalam satu tempat, buruknya higiene, pembersihan dan penyucihamaan yang terbatas, dan tidak adanya pemeriksaan kesehatan unggas sebelum dipasarkan merupakan praktek-praktek yang berisiko tinggi dalam penyebaran virus AI (FAO, 2007). Kondisi ini memudahkan penyebaran dan penularan virus AI baik penularan antar unggas, unggas ke manusia maupun dari unggas ke lingkungan.

Konsep Pasar Unggas yang Sehat
Melihat kondisi yang ada maka keberadaan pasar unggas yang sehat menjadi satu keharusan jika kita ingin menekan penyebaran virus AI. Bertolak dari kondisi yang ada maka dalam pembuatan konsep pasar unggas yang sehat ada beberapa poin penting yang harus tercakup di dalam konsep pasar unggas yang sehat.
Poin-poin tersebut meliputi; keberadaan pasar, penerapan biosekuriti, higiene dan sanitasi, zoning antara tempat aktifitas penanganan unggas dan produknya (tempat penampungan unggas, tempat pemotongan unggas, tempat penjualan karkas/daging unggas) dengan tempat penjualan komoditi lain, aktifitas penanganan unggas dan produknya terletak dalam satu area, kelayakan fasilitas dan infrastruktur, pemeriksaan kesehatan unggas, sistem pengawasan keamanan daging unggas (meat inspection system), konsep produk unggas yang keluar dari pasar dalam bentuk karkas bukan dalam bentuk unggas hidup, pemberdayaan masyarakat pasar (pengelola pasar, pemasok unggas hidup, pengumpul unggas hidup, pedagang unggas hidup, pemotong, pedagang daging/karkas unggas, pemerintah daerah, pihak swasta, konsumen), dan kerjasama semua pihak yang terkait.
Jika pembebasan dan pengendalian AI di Indonesia masih menjadi prioritas maka sudah seharusnya pasar di Indonesia yang menjual unggas dan produknya memenuhi standar pasar unggas yang sehat. Hal ini bisa terwujud jika semua pihak yang berkepentingan terlibat.
Semoga kita tidak perlu menunggu waktu lama untuk mewujudkan pasar unggas yang sehat. Kebijakan ini bisa dimulai dengan terlebih dahulu membuat beberapa pasar percontohan yang memenuhi standar pasar unggas yang sehat dibeberapa daerah. Setelah itu baru dikembangkan di daerah lainnya. Semoga keberadaan pasar unggas yang sehat di Indonesia benar-benar terwujud. Semoga.

(Agus Jaelani, Anggota Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies /CIVAS)

Praktisi Perunggasan dan AI di Indonesia

Fokus edisi 169 Agustus 2008

Praktisi Perunggasan dan AI di Indonesia


(( Memang pantas dicatat, sangat sedikit praktisi perunggasan yang dapat menyeimbangkan antara peran sebagai pedagang obat/vaksin dengan moral keilmuan. ))

Begitu banyak praktisi perunggasan yang Salah tidak dapat dilepaskan dengan upaya penanggulangan penyakit AI di Indonesia. Salah satunya adalah adalah Drh Hadi Wibowo yang rajin berkeliling ke seluruh pelosok Nusantara. Bukan saja dengan alasan untuk mempromosikan obat dari perusahaannya, namun juga oleh karena dirinya merasa tertantang dan terpanggil untuk ikut berperan serta mencari solusi.
Infovet yang sering diajak Hadi bersama tim-nya, harus mengakui bahwa ada semangat besar dan keinginan kuat dari dalam dirinya untuk, mengambil peran nyata. Tidak sekadar berada dibelakang meja, dan main atur anak buahnya.
Hadi secara nyata terjun langsung dan aktif bergerak di lapangan. Di Banyumas, Semarang, Solo dan Blitar juga daerah lainnya yang diikuti Infovet, Hadi dan Tim nya aktif menggelar seminar dan kemudian masuk keluar kandang para peternak, mencari masukan penting sekaligus menawarkan solusi dalam mengatasi AI.
Begitu kasus wabah AI di Indonesia belum lama ini kembali terulang, maka email dan puluhan Layanan Pesan Singkat atau SMS (Short Message Service) masuk ke telepon genggam Drh Hadi Wibowo, lelaki yang kenyang asam garam perunggasan nasional ini. Begitu juga tidak ketinggalan Infovet Biro Yogyakarta mendapat ucapan yang rada mirip, baik secara langsung ketika ketemu maupun telepon serta lewat SMS
Contohnya kala itu di bulan kedua di tahun 2005 sudah muncul adanya indikasi kuat mewabahnya AI di Sukabumi dan Sidrap Sulawesi Selatan SMS terkesan nakal mencoba menjahili Hadi. Dan akhirnya benar juga, begitu meledak dan di”blow up“ oleh media cetak dan elektronik nasional, kasus menghebohkan itu membuat semua pihak seperti tersengat, mengingat belum genap setahun luka itu masih menganga.
Kala itu muncul pertanyaan liar, apakah prediksi Drh Hadi Wibowo yang kala itu secara eksklusif hanya dimuat oleh Infovet, atas dasar profesional keilmuan atau interest sebagai pedagang obat.
Sebab, seperti diketahui Drh Hadi Wibowo, mantan orang yang lama hidup kandang ayam itu, 6 tahun terakhir ini terjun menjadi profesional di sebuah perusahaan distributor obat hewan. Tepatnya menduduki jabatan Product Manager. Sehingga tidak heran, ketika prediksi, tentang AI saat itu (2004) lebih banyak pihak-pihak yang mencibirnya.
Meski demikian, tidak semua, karena ada juga yang memberikan apresiasi atas pemikirannya yang maju. Salah satunya adalah Drh I Wayan Teguh Wibawan MSc PhD, dosen FKH IPB Bogor. Kala itu kepada Infovet, Wayan memberikan acungan jempol atas prediksinya.
Komentar salut bukan tanpa alasan, karena Hadi mengungkapkan prediksinya atas dasar kaidah ilmiah yang sangat simpel alias sederhana. Meski sangat-sangat sederhana, namun sangat jauh dan terlepas dari aspek bisnis atau tidak berkaitan dengan posisinya sebagai eksekutif di sebuah perusahaan obat.
Kala itu pertengahan tahun 2004 di Blitar dalam sebuah seminar internal yang dihadiri para peternak dan praktisi regional JAwa Timur, seorang Hadi mencoba memberikan peringatan dini tentang kasus wabah penyakit AI tidak hanya berhenti sampai disini. Sebuah kemungkinan besar, bahwa di tahun-tahun mendatang sangat besar akan muncul lagi dalam kawasan yang sama, tetapi juga bisa terjadi di kawasan lain dengan dampak yang tidak kalah buruk.
Terlepas dari profesinya sebagai eksekutif sebuah perusahaan, ia mencoba meneropong, bahwa program vaksinasi akan banyak mengalami kegagalan, terutama jika tidak ada pendekatan baru.
Kala itu, ia sudah nyaring berteriak saat sebagai penjual sebuah produk, bahwa jika program vaksinasi saat ini masih saja dilaksanakan seperti dahulu, maka sudah pasti kegagalan tidak bisa dielakkan. Menurutnya kegagalan vaksinasi memang banyak, namun khusus untuk AI ia mencoba membuka wawasan peternak dan praktisi, bahwa penyakit AI jangan dipandang enteng.
Vaksinasi bukan jawaban tuntas, namun harus ada pendekatan baru agar langkah vaksinasi konvensional itu sudah mulai dipikirkan efektifitasnya. “Saya sebenarnya tidak ingin secara vulgar menawarkan produk perusahaan saya kepada para peternak, namun bagaimana lagi jika tidak demikian mereka akan menjadi korban AI,” ujarnya kepada Infovet kala itu.
Meski demikian lanjut Hadi, akhirnya ia harus berkompromi antara sebagai eksekutif di sebuah perusahaan dengan posisinya sebagai konsultan profesional yang berhamba pada keilmuan.
Memang pantas dicatat, sangat sedikit praktisi perunggasan yang dapat menyeimbangkan antara peran sebagai pedagang obat/vaksin dengan moral keilmuan. Dan, Hadi salah satu yang pantas untuk disebut profesional yang secara umum punya kredibilitas. (iyo)

PROYEK MONITOR AI UNTUK KEBIJAKAN TEPAT

Fokus Edisi 169 Agustus 2008


PROYEK MONITOR AI UNTUK KEBIJAKAN TEPAT

(( Sangat terasa betapa tidak main-mainnya proyek ini. Keberhasilan dari proyek ini jelas didambakan oleh segenap masyarakat dan bangsa Indonesia. ))

Dalam rangka memonitor perkembangan dinamika virus Avian Influenza di Indonesia untuk menentukan kebijakan pengendalian yang tepat, Pemerintah Indonesia telah bekerjasama dengan FAO/OIE.

Program yang dijalankan sejak Oktober 2007 sampai September 2008 itu bernama ‘Monitoring AI Virus Variants in Indonesia Poultry and Defining an Effective and Sustainable Vaccination Strategy’ yang dapat diartikan Monitor Varian-varian Virus AI di Indonesia pada unggas dan menentukan strategi vaksinasi yang efektif dan berkelanjutan.

Hasil perkembangan dari program yang dikenal sebagai Proyek OFFLU tersebut telah dipaparkan pada 19 Juni 2008 di Ruang rapat Dirjennak di Jakarta melibatkan mitra dari Proyek OFFLU (OIE/FAO Animal Influenza Network), kontributor Proyek OFFLU, dan partisipan lain pertemuan terbuka Proyek OFFLU.

Acara dipimpin oleh Dr Elly Sawitri Siregar Koodinator Control Monitoring Unit (CMU) atau Unit Pengendalian Penyakit AI Direktorat Jenderal Peternakan, dan Gwen Dauphin. Lalu pendahuluan dan perkembangan Proyek OFFLU disampaikan oleh Gwenaelle Dauphin dari FAO focal point Roma.

Kemudian masuk pada review proyek meliputi hasil utama dan hasil dari tiap bagian proyek. Saat itulah Frank Wonk seorang ahli biologi molekular dari AAHL (Australian Animal Health Laboratory) menyampaikan keseluruhan hasil dari karakterisasi virus.

Dilanjutkan dengan materi perkembangan di AAHL oleh Peter Daniels dari AAHL, Deputy Director CSIRO Livestock Industries. Lantas perkembangan di SEPRL/ kartografi antigenik di Erasmus oleh David Swayne dari SEPRL (SouthEast Poultry Research Laboratory) USDA alias Kementrian Pertanian Amerika Serikat.

Selanjutnya materi koleksi isolat di Indonesia dan pengiriman ke AAHL oleh Dr Ronald N Thornton seorang ahli epidemiologi FAO di Jakarta. Selantasnya materi akselerasi koleksi isolat lapangan menueur sistem PDSR disampaikan oleh Eric Brum kepala advisor teknik PDSR juga dari FAO di Jakarta.

Hasil terkini dari penilitian di Bbalitvet (Balai Besar Penelitian Penyakit Veteriner) Bogor diampaikan oleh Drh Indi Dharmayanti MS.

Adapun materi tentang metodologi berupa biaya vaksinasi dan efektivitas biaya disampaikan disampaikan oleh Jonathan Rush seorang ahli ekonomi sosial dari FAO di Roma. Sedangkan materi tentang metodologi yang dianjurkan dan diskusi database disampaikan oleh Mia Kim seorang ahli informasi matematik biologi OFFLU dari FAO Roma.

Selanjutnya materi tentang metodologi mengapa vaksin reverse genetik digunakan di Indonesia disampaikan oleh David Swayne dari SEPRL, USD dan Gwenaelle Dauphin seorang focal point OFFLU dari FAO Roma tadi.

Inti dari diskusi meliputi hasil diskusi, koleksi isolat, berbagi pengalaman, persoaln-persoalan vaksin baru berupa starin, subtipe, paten, registrasi, produksi vaksin baru, pengembangan kapasitas, kolaborasi privat/publik, dan perspektif proyek ini.

Di situ tampak betapa permasalahan AI di Indonesia telah menjadi kepedulian dunia Internasional melibatkan berbagai ahli dari berbagai disiplin ilmu. Juga melibatkan lembaga-lembaga dari dalam dan luar negeri yang berkompetan serta punya legitimasi keilmuan maupun politis. Dengan dana-dana yang juga tidak sedikit agar proyek ini berjalan lancar.

Tampak pula bahwa kekayaan isolat virus AI Indonesia sudah menjadi rahasia umum bagi seluruh institusi dari berbagai lembaga dari berbagai negara dan lembaga internasional seperti FAO yang merupakan lembaga pangan PBB. Dengan demikian terjadi berbagai kemungkinan penggunaan isolat virus AI yang bila tidak dikelola secara adil dapat menyebabkan berbagai masalah politis, ekonomi maupun ilmiah.

Pertemuan ini juga dihadiri oleh pejabat-pejabat berbagai lembaga pemerintahan dan berbagai institusi non pemerintahan. Tampak di antara daftar undangan pejabat itu adalah pejabat yang bermasalah melanggar hukum yang menyebabkan negara kehilangan uang 19 Milyar Rupiah untuk pengadaan Rapid Test AI yang tidak bisa digunakan.

Dengan mengamati berbagai pembicaraan dan diskusi yang berkembangan serta pemaparan materi oleh semua narasumber, sangat terasa betapa tidak main-mainnya proyek ini. Keberhasilan dari proyek ini jelas didambakan oleh segenap masyarakat dan bangsa Indonesia. Sangat tidak dibenarkan terjadi penyelewengan dalam bentuk apapun apalagi menilap uang rakyat sementara bangsa ini sangat membutuhkan berbagai cara untuk mengatasi masalah AI.

Salah satu cara itu adalah dengan proyek dengan dana dari berbagai lembaga internasional ini agar Indonesia dan dunia berhasil mengatasi masalah Avian Influenza sebagaimana tema yang diusung ‘Monitor Varian-varian Virus AI di Indonesia pada unggas dan menentikan strategi vaksinasi yang efektif dan berkelanjutan’. (YR)

SOLUSI PENGENDALIAN AI PADA BROILER

Infovet Edisi 169 Agustus 2008


SOLUSI PENGENDALIAN AI PADA BROILER

(( Pengendalian AI harus menggunakan berbagai kombinasi strategi yang berbeda yang didasarkan pada karakteristik usaha perunggasan yang mempunyai resiko tinggi terserang AI. Mengapa masih tetap ada letupan-letupan kecil kasus AI di daerah tertentu? ))

Kemajuan usaha perunggasan Indonesia saat ini patut diacungi jempol. Berbagai terobosan terkini diraih pakar-pakar anak bangsa ini dan disebarkan secara cepat melalui teknologi canggih yang dapat diadopsi secara cepat pula oleh pengguna akhir yakni para peternak di lapangan.

Ibarat sebuah perjalanan, perjalanan perkembangan usaha peternakan dan kesehatan hewan negeri ini selalu dibarengi onak duri. Sehingga fluktuasi usaha dibidang perunggasan selalu saja terjadi bahkan tidak sedikit pengusaha dibidang ini jatuh bangun, namun kembali eksis menekuninya.

Kemunculan Avian Influenza di awal tahun 2003 merupakan salah satu penyebab banyaknya pengusaha dibidang perunggasan yang gulung tikar. Demikian juga minat penanam modal diusaha ini mengalami penurunan drastis. Hal ini mengkhawatirkan pihak-pihak yang berkompeten termasuk Departemen Pertanian yang secara langsung membawahi bidang ini.

Saat ini, setelah lima tahun dunia perunggasan Indonesia bersama AI, kondisi usaha peternakan kembali membaik meskipun dibeberapa daerah masih saja ditemukan letupan-letupan kasus AI.

Penyakit AI merupakan penyakit pernafasan yang disebabkan oleh Virus Avian Influenza (VAI). Penyakit ini ditandai dengan kematian mendadak tanpa gejala klinis, penurunan berat badan, produksi telur dan berat telur, pembengkakan pada kepala, mata dan jengger, pendarahan jaringan bawah kulit dan warna biru pada pial dan kaki serta keluar leleran lendir dari hidung, diare, batuk dan sesak nafas. Pada unggas, tingkat mortalitas ayam terpapar bisa mencapai 100% dari total populasi.

Di samping itu, dalam perjalanan penyakit ini, dilaporkan penyakit ini dapat menular ke manusia. Namun ditegaskan bahwa penularannya bukan melalui bahan pangan produk unggas. Berdasarkan hal ini, maka diperlukan tindakan pencegahan dan pengendalian penyakit AI. Hal ini bertujuan untuk memberikan kenyamanan bagi peternak yang tetap intens dengan usaha ini serta menghindari kemungkinan penularan AI dari unggas ke manusia dan atau sebaliknya.

Pengendalian AI sampai saat ini masih diperdebatkan oleh beberapa kalangan terkait. Namun masih belum juga ditemukan titik cerah, kapan kasus AI akan berakhir di negeri ini?

Menanggapi hal ini, PT Romindo Primavetcom yang intens dengan obat-obat hewan yang bermutu baik, pada Indo Livestock 2008 expo dan forum, menghadirkan Prof drh Charles Rangga Tabu MSc PhD untuk menyampaikan materi tentang Solusi Pengendalian AI pada Broiler.

Menurut Prof Charles, pengendalian AI di Indonesia perlu dikaji ulang, apakah sudah tepat pada sasarannya? Bila belum menyentuh pada sasaran dimaksud, maka diperlukan mengkaji ulang dimana letak kesalahan yang selama ini dilakukan.

Tindakan pengendalian AI tidak bisa dilepaskan dari karakteristik peternakan broiler ataupun layer di negeri ini. Berdasarkan pengalaman lapangan, mayoritas kandang yang dimiliki peternak adalah kandang sistem terbuka yang didirikan pada lokasi yang saling berdekatan. “Ini jelas tidak sesuai dengan konsep pendirian kandang yang aman dan sehat, baik bagi ternaknya ataupun untuk manusia yang tinggal disekitar lokasi kandang tersebut,” jelas Prof Charles.

Di samping itu, kualitas manajemen yang ada sangat bervariasi, artinya belum ada kesepakatan antar peternak, manajemen yang manakah yang harus diterapkan dalam hal kontrol yang baik untuk menghindari jangkitan penyakit di lokasi farmnya. Variasi sistem pemeliharaan ini diyakini memberikan peluang yang besar bagi bibit penyakit untuk masuk ke lokasi farm, kemudian pada saat peternak lengah, maka penyakit dari farm-farm lainpun dapat menginfeksi ternaknya.

Hal menarik lainnya terkait karakter peternak broiler Indonesia adalah pemeliharaan ayam dengan umur yang bervariasi dalam satu lokasi. Pada hal ini sangat tidak dianjurkan, terutama terkait kemungkinan terjadinya penularan penyakit yang cepat. Lalu bagaimana solusi yang tepat dalam pengendalian AI?

Menurut Prof Charles, pengendalian AI harus menggunakan berbagai kombinasi strategi yang berbeda yang didasarkan pada karakteristik usaha perunggasan yang mempunyai resiko tinggi terserang AI. Hal ini ditegasnya bahwa sejauh ini belum ada suatu solusi ajaib yang manjur dan berlaku universal dalam usaha pengendalian AI ini.

Beberapa hal terkait yang dapat dijadikan acuan untuk pengendalian AI adalah tetap mengacu pada strategi penanggulangan AI besutan Deptan RI. Di samping itu, perlu adanya penekanan-penekanan pada beberapa kegiatan pengendalian baik yang berdasarkan pada strategi penanggulangan AI besutan Deptan RI ataupun dikombinasikan dengan tindakan pengendalian lainnya.

Namun yang terpenting disini menurut Prof Charles adalah evealuasi strateginya, karena hal ini dapat memberikan informasi tentang sejauh mana tingkat keberhasilan atau kelemahan strategi yang telah dilaksanakan, serta penyesuaian dan perbaikan program penanggulangan yang sesuai dengan umpan balik dari lapangan.

Dikatakannya lagi, untuk pihak-pihak terkait, perlu melakukan pencegahan terhadap kemungkinan masuknya VAI atau sumber VAI lainnya ke dalam areal peternakan atau daerah-daerah tertentu, pengendalian jika terjadi letupan AI, vaksinasi terhadap AI yang disesuaikan dengan resiko terhadap infeksi VAI, kajian epidemiologi tentang AI dan edukasi peternak, pengusaha, dan sosialisasi pada masyarakat. Lantas mengapa masih tetap ada letupan-letupan kecil kasus AI di daerah tertentu?

“Inilah Pekerjaan Rumah kita (red: dokter hewan) yang belum tuntas, yang masih kita pikul bersama, mengkaji kembali dimana letak kesalahannya,” jelas pakar perunggasan ini. Ditegaskan Prof Charles bahwa dalam pengendalian AI tetap ada masalah dan masalah inipun datangnya dari peternak-peternak yang kurang mendapatkan edukasi terkait AI itu sendiri.

Masalah-masalah dimaksud seperti isolasi peternakan sulit dilakukan, aspek manajemen cenderung tidak optimal sehingga biosekuriti cenderung longgar, ini menyebabkan titer maternal antibodi terhadap VAI tidak maksimal. Kemudian sistem pemasaran ayam dan distribusi kotoran ayam belum mengacu pada prinsif biosekuriti yang ketat, serta control lalu lintas unggas dan produk sampingnya sulit dilakukan.

“Selagi masalah ini belum mampu ditekan atau dilenyapkan, maka pengendalian AI di negeri ini masih tetap seperti-seperti ini saja, artinya pengendalian AI tetap stagnasi dengan gaya lama dan dana untuk kegiatan ini akan hilang tanpa hasil nyata,” pungkas Prof Charles. (Daman Suska)

STRAIN VAKSIN GENETIK REVERSE UNTUK MASA DEPAN

Infovet Edisi 169 Agustus 2008


STRAIN VAKSIN GENETIK REVERSE UNTUK MASA DEPAN

(( Mengapa menggunakan teknologi genetik reverse untuk jenis bibit vaksin masa depan? ))

Secara historis strain lapangan virus LPAI dengan sub tipe yang cocok HA ditumbuhkan pada telur ayam berembrio atau perusahaan yang memenuhi kaidah BSL2; memberikan proteksi yang luas terhadap tantangan virus LPAI dan HPAI; mempunyai potensi keamanan yang rendah untuk infeksi manusia dan konsekuensi yang rendah dengan pengaruh lingkungan.

Secara kekinian strain virus benih HPAI di antaranya strain Legok tahun 2003 dan strain Rusia tahun 2005; membutuhkan fasilitas penyimpanan biologik yang tinggi di mana resiko keamanan ditingkatkan dan kesalahan dapat dikurangi.

Genetik yang berubah dan kekayaan antigenik yang berbeda dari virus antara lain virus AI tipe H5 mengalami perubahan HA yang merupakan versi Eurasian dan variasi genetik didalam kelompok; virus H5N1 Eurasia/Afrika bukanlah sebuah virus tunggal tetapi masih satu garis dalam famili virus; sejak 1996 telah dibentuk secara genetik berdasar pada isolasi geografis dan infeksi spesies kedalam 10 garis.

Demikian disampaikan dalam pertemuan perkembangan dari Proyek OFFLU (OIE/FAO Animal Influenza Network) kerjasama Pemerintah Indonesia dengan FAO/OIE belum lama ini di Jakarta oleh Frank Wong, Anna Axel, Pater Daniels dari AAHL, Geelong, Indi Dharmayanti dari Bbalitvet Bogor, Johannes Oritomo, Dr Andeena dari JAPFA Comfeed, Bhudipa Choudhury dari OOFLU dan Mia Kim dari FAO Roma.

Kesamaan subtipe proteksi HA dengan vaksin AI menunjukkan bahwa khususnya pada tahun 2006 vaksin virus AI yang inaktif digunakan pada ayam melawan HPAI subtype H5N1 bermanfaat untuk mencegah ayam sakit dan mencegah kematian; lalu menurunkan replikasi dan perluasan virus dari sistem pernapasan dan saluran usus. Sifat vaksin HPAI tipe H5N1 melawan virus yang sama ini merupakan satu keunikan yang dapat diidentifikasi secara lengkap resisten terhadap vaksin-vaksin dengan strain tertentu.

Hal tersebut memberi penekanan bahwa kebutuhan untuk mendapatkan strain varian yang dimodifikasi dan aplikasi untuk jenis strain masa depan. Jalan keluar dari berbagai permasalahan tersebut, dibutuhkan vaksin yang secara antigenik lebih baik dan cocok untuk hemaglutinin, secara periodik meningkatkan strain vaksin yang cocok dengan virus lapangan yang cukup mendominasi; diperlukan penggunaan teknologi yang lebih baru seperti genetik reverse untuk strain AI atau teknologi rekombinan untuk vaksin diperantarai virus.

Vaksin AI genetik versi ulang tersebut menggunakan 8 atau 12 sistem plasmid untuk memproduksi virus dengan subtipe HA dan NA yang spesifik; menggunakan genetik internal yang mengijinkan pertumbuhan yang tinggi pada telur ayam.

Di masa depan konsep yang dibutuhkan untuk perijinan dan penggunaan vektor virus adalah virus cacar unggas rekombinan atau strain vaksin penyakit ND; kebutuhan yang dapat diletakkan ulang untuk virus AI yang genetik terkini HA nya.

Persyaratan OIE tentang manual uji diagnostik dan vaksin untuk ternak menyatakan setiap subtype hanya virus AI yang karakterisasinya baik dari tingkat keganasan rendah dianjurkan dari pengujian internasional dan nasional dapat digunakan untuk benih utama yang stabil guna vaksin yang di inaktifkan.

Kebijakan di atas disebabkan oleh karena beberapa alasan yaitu lebih aman untuk bekerja dengan lingkungan LPAI dan ketelitian kerja; manipulasi dari virus HPAI diijinkan hanya pada fasilitas yang ditemukan pemenuhan persyaratan lebih tinggi untuk penyimpanan dan keamanan contohnya divalidasi untuk agen infeksi secara lebih tinggi; umumnya virus LPAI adalah kurang ganas pada embrio sehingga pertumbuhannya lebih baik dan mengijinkan produksi titer tinggi dari virus aktif secara umum.

Beberapa isu yang berkembang antara lain apakah PT. Shigetta IPB merupakan pemilik paten eksklusif untuk H5N1 genetik reverse? Lalu, tentang lisensi untuk medimmune berupa royalti atau biaya per dosis?

Kesimpulannya, vaksin genetik reverse mempunyai tingkat keamanan yang lebih tinggi, keampuhan atau kecocokan, lapangan produksi yang lebih tinggi dan peningkatan yang lebih mudah. Tetapi, soal royalti, paten, dan lisensi butuh untuk dipertimbangkan. (YR/Fj)

38 Lokasi Pabrik Mini Pakan Ternak Dikembangkan Deptan

Edisi 168 Juli



(( Saat ini Indonesia punya 56 pabrik pakan skala besar dan 14 lokasi pabrik mini pakan ternak.))

Pada tahun lalu, Departemen Pertanian (Deptan) telah mengembangkan pabrik mini pakan ternak mini di 14 lokasi yaitu di Kabupaten Ciamis, Cirebon, Sukabumi, Subang, dan Bekasi (Jawa Barat), Kabupaten Magelang, dan Banjarnegara (Jawa Tengah), serta Blitar (Jawa Timur).

Selain itu, di Kabupaten Bangli dan Tabanan (Bali), Sawah Lunto (Sumatera Barat), Bengkulu Utara, Kapuas, dan Hulu Sungai Utara.

Saat ini di Indonesia terdapat 56 pabrik pakan skala besar yang tersebar di delapan provinsi, yaitu Sumatera Utara delapan pabrik, Lampung, empat pabrik, Banten 10 pabrik, DKI Jakarta empat pabrik.

Di Jawa Barat terdapat empat pabrik, Jawa Tengah tiga pabrik, 17 pabrik di Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan dua pabrik.

Kapasitas produksi dari seluruh pabrik terpasang sebesar 11,03 juta ton per tahun.

Guna mengantisipasi melonjakan harga pakan ternak, kini, Deptan pun merencanakan pengembangan pabrik pakan ternak skala kecil ("mini feedmill") lagi pada 38 lokasi di tanah air tahun ini.

Dirjen Peternakan Deptan, Tjeppy D Soedjana, di Jakarta belum lama ini menyatakan, pabrik pakan mini tersebut dibangun di wilayah-wilayah sentra produksi bahan baku pakan seperti jagung dan kelapa sawit.

"Pembangunan pabrik pakan ternak skala mini tersebut untuk melengkapi pabrik yang sudah ada saat ini," katanya.

Pabrik pakan mini tersebut memiliki kapasitas produksi sekitar 3-5 ton per hari, serta investasi sebesar Rp250 juta per unit.

Menurut dia, 38 pabrik pakan mini yang akan dikembangkan tersebut untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak maupun unggas lokal, sedangkan 14 yang telah ada saat ini untuk pakan unggas lokal.

Sementara untuk pabrik pakan besar yang akan dikembangkan di Kabupaten Subang dan Bekasi untuk mencukupi kebutuhan pakan ayam ras dan petelur.

Ketika ditanyakan investasi yang diperlukan untuk pengembangan 38 pabrik pakan mini tersebut, Tjeppy mengatakan, hal itu menjadi kewenangan Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP) Deptan.

Menyinggung populasi ayam pedaging, tambahnya, tahun 2008 diprediksi naik sebesar 1,5 miliar ekor dari 2007 yang hanya sebesar 1,2 miliar ekor.

Sedangkan produksi pakan ternak diperkirakan mencapai 8,23 juta ton atau naik sekitar tujuh persen dibandingkan tahun 2007 sebesar 7,7 juta ton.

Walaupun Indonesia telah mampu mencapai swasembada daging dan telur, lanjut dia, namun ketergantungan impornya masih tinggi, karena sekitar 70 persen bahan baku masih diimpor, baik pakan, obat, dan teknologi lainnya.

Hal itu menyebabkan peternakan ayam masih tergolong industri yang akan tenggelam karena tidak mengakar pada pasokan bahan baku dalam negeri.

Saat ini peternakan unggas menyerap 83 persen produksi pakan nasional, peternakan babi menyerap enam persen, ruminansia tiga persen, perikanan budidaya tujuh persen, dan lainnya sekitar satu persen.

Dalam budidaya unggas, biaya pakan menempati porsi terbesar atau mencapai 70-80 persen dari total biaya.

Komposisi pakan ternak sendiri terdiri dari 51,4 persen jagung, 18 persen bungkil kedelai, 5,0 persen tepung ikan/MBM, 7,0 persen "corn gluten meal", premiks 0,6 persen, CPO (Crude Palm Oil) dua persen dan selebihnya dedak (limbah penggilingan padi).(Ant/Infovet/YR)

ANTIBIOTIK DALAM PAKAN TERNAK

Edisi 168 Juli


(( Dengan klasifikasi jenis mikro-organisma dalam saluran pencernaan manusia, diketahui peranan penting berbagai genera mikroflora bagi kehidupan makhluk hidup yang dapat diseimbangkan dengan antibiotika. Lalu, mengapa ada pelarangan penggunaan Antibiotik pada pakan ternak? ))


Sejujurnya, dengan berbagai kasus mutu yang kita jumpai di lapangan, Indonesia masih bermasalah dalam soal jaminan pasti bagi konsumen untuk mengkonsumsi produk-produk ternak yang terbebas dari pencemaran?

Makanan sebagai salah satu faktor yang bisa meningkatkan angka harapan hidup suatu negara, masih acap dibelit persoalan kesadaran yang kurang dari para konsumen terhadap produk ternak yang terbebas dari residu kimia (antibiotik, alfatoksin, dioxin) dan mikrobiologi berbahaya (salmonella, enterobacteriaceae dan BSE-carriers).

Acapkali kita mesti menengok dengan apa yang terjadi di negara-negara maju, di mana di sini kualitas kontrol bahan pakan terus dilakukan oleh pemerintah secara berkala melalui system HACCP (hazard analyis and critical control points) sesuai dengan tahapan-tahapan yang telah tersusun secara sistematis dan disepakati bersama.


Antibiotik dalam Pakan Ternak

Sejak ilmuan berkebangsaan Rusia Metchnikoff (1908) berhasil mengklasifikasi jenis mikro-organisma yang terdapat dalam saluran pencernaan manusia, makin terkuak lebar peranan penting akan berbagai genera mikroflora bagi kehidupan makhluk hidup.

Keseimbangan antara bakteri-bakteri yang menguntungkan dan merugikan dalam saluran pencernaan sepatutnya menjadi perhatian lebih demi terciptanya hidup yang sehat bagi manusia dan produksi yang tinggi bagi ternak.

Keseimbangan populasi bakteri dalam saluran pencernaan
(eubiosis) hanya dapat diraih apabila komposisi antara bakteri yang menguntungkan seperti Bifidobacteria dan Lactobacilli dan yang merugikan seperti Clostridia setidaknya 85% berbanding 15%.

Dengan komposisi tersebut fungsi “barrier effect“ mikroflora yang menguntungkan dalam tubuh makhluk hidup dengan cara mencegah terbentuknya koloni bakteri phatogen (colonisation resistence) bisa teroptimalkan.

Ketidakseimbangan populasi antara bakteri yang menguntungkan dan merugikan (dysbiosis) berakibat turunnya produksi ternak.

Salah satu cara memodifikasi keseimbangan bakteri di dalam saluran pencernaan adalah dengan pemberian antibiotik. Antibiotik dipercayakan dapat menekan pertumbuhan bakteri-bakteri phatogen yang berakibat melambungnya populasi bakteri menguntungkan dalam saluran pencernaan.

Tingginya mikroflora menguntungkan tersebut dapat merangsang terbentuknya senyawa-senyawa antimikrobial, asam lemak bebas dan zat-zat asam sehingga terciptanya lingkungan kurang nyaman bagi pertumbuhan bakteri phatogen.

Namun disayangkan penggunaan antibiotik berakibat buruk bagi ternak dikarenakan resistensi ternak terhadap jenis-jenis mikro-organisme phatogen tertentu. Hal ini telah terjadi pada peternakan unggas di North Carolina (Amerika Serikat) akibat pemberian antibiotik tertentu, ternak resisten terhadap Enrofloxacin yang berfungsi untuk membasmi bakteri Escherichia coli.

Di bagian lain residu dari antibiotik akan terbawa dalam produk-produk ternak seperti daging, telur dan susu dan akan berbahaya bagi konsumen yang mengkonsumsinya.

Seperti dilaporkan oleh Rusiana dengan meneliti 80 ekor ayam broiler di Jabotabek menemukan 85% daging ayam broiler dan 37% hati ayam tercemar residu antibiotik tylosin, penicilin, oxytetracycline dan kanamycin.

Penggunaan senyawa antibiotik dalam ransum ternak pun menjadi perdebatan sengit oleh para ilmuan akibat efek buruk yang ditimbulkan tidak hanya bagi ternak tetapi juga bagi konsumen yang mengkonsumsi produk ternak tersebut melalui residu yang ditinggalkan baik pada daging, susu maupun telur.

Beberapa negara tertentu telah membatasi penggunaan zat aditif tersebut dalam pakan ternak seperti di Swedia tahun 1986, Denmark tahun 1995, Jerman tahun
1996 dan Swiss tahun 1999.

Selanjutnya pada 1 Januari 2006 Masyarakat Uni Eropa berdasar regulasi nomor 1831/2003 menetapkan tonggak pemusnahan berbagai macam antibiotik di mana selama beberapa dekade belakang merupakan substans yang kerap digunakan oleh peternak di berbagai belahan dunia.

Tidak dapat dipungkiri sejak digunakannya antibiotik sebagai senyawa promotor pertumbuhan dalam pakan ternak, telah terjadinya peningkatan pendapatan peternak berkat kemampuan senyawa tersebut mengkonversikan nutrisi dalam pakan secara efisien dan efektif.

Akan tetapi, pelarangan tersebut tidak menyeluruh hanya terbatas pada jenis antibiotik tertentu misalnya avoparcin (Denmark), vancomycin (Jerman), spiramycin, tylosin, virginiamycin dan chinoxalins (Uni Eropa).

Hingga kini, hanya tersisa empat antibiotik yang masih diizinkan penggunaannya dalam ransum ternak pada masyarakat Eropa yaitu flavophospholipol, avilamycin, monensin-Na dan salinomycin-Na.

Berbagai upaya telah dilakukan bertahun-tahun untuk mencari bahan tambahan dalam pakan ternak sebagai pengganti antibiotik yang berbahaya tersebut.


Bahan Aditif Pengganti Antibiotik

Konsep pakan ternak berdasarkan kualitas semata (kebutuhan energi dan protein ternak) mulai ditinjau ulang oleh nutritionis akhir-akhir ini. Tuntutan konsumen akan produk ternak yang sehat, aman dan terbebas dari residu berbahaya telah mengajak ilmuan untuk mencari alternatif sumber-sumber pakan baru sekaligus zat aditif yang aman.

Konsumen rela membayar dengan biaya berlipat demi mendapat makanan yang sehat, aman dan terbebas dari residu kimia. Produk pertanian dan peternakan alami tanpa menggunakan secuilpun bahan kimia dalam bahasa Jerman dikenal “okologische produkte” mulai mempunyai pasar tersendiri. “Feed quality for food safety“ merupakan slogan yang acap di dengungkan dimana-mana pada masyarakat Eropa termasuk Jerman.

Kerja keras berbagai pihak dalam usaha menemukan zat aditif pengganti antibiotik telah membuahkan hasil yang tidak begitu mengecewakan. Senyawa-senyawa aditif tersebut terbukti mampu meningkatkan produksi ternak tampa mempunyai efek samping bagi ternak dan konsumen yang mengkonsumsinya.

Beberapa alternatif zat aditif pengganti antibiotik telah ditawarkan bagi peternak untuk memicu produksi dan reproduksi seperti pro- dan prebiotik, asam-asam organik, minyak esensial (essential oil) dan berbagai jenis enzim. (Samadi/ Inovasi/ YR)

Kehidupan Tanpa Oksigen

Edisi 168 Juli


Seandainya kita bisa masuk ke dalam sebuah kehidupan seperti yang ada di dalam rumen, kita pasti tidak akan bisa bertahan lama. Dalam beberapa detik saja, mungkin kita akan segera merasa lemas karena oksigen yang kita butuhkan untuk bernafas normal tidak tersedia dalam jumlah yang cukup. Justru yang ada melimpah di dalam sana adalah karbondioksida, yang bagi kita adalah racun.
Tetapi tidak demikian halnya dengan makhluk kecil yang bernama mikroba. Rumen, bagian dari lambung depan ternak ruminansia itu, adalah dunia mereka, tempat mereka hidup dan berkembang. Bagi sebagian besar mereka, oksigen tidak perlu. Bahkan sebaliknya, oksigen bagi kebanyakan mereka adalah racun kehidupan. Itu lah kehidupan mikroba di dalam rumen, sebuah kehidupan tanpa oksigen atau anaerob.
Keberadaan makhluk kecil ini menjadi keharusan bagi kehidupan ternak ruminansia seperti sapi, kambing, domba, kerbau, rusa, gajah, unta, dan sebagainya. Makhluk kecil itu hidup dan berkembangan di dalam rumen, dan kehidupan ternak ruminansia hampir tidak mungkin tanpa adanya mikroba rumen. Betapa tidak, karena mikroba ini lah yang menyebabkan sehingga ternak ruminansia dapat memakan rumput seperti yang kita saksikan sehari-hari.
Rumput dan bahan-bahan keras lainnya seperti jerami padi atau dedaunan pohon adalah bahan yang tidak bernilai nutrisi bagi kita, tetapi merupakan makanan yang akan disantap dengan lahap oleh ruminansia. Kita tidak bisa memakan bahan seperti itu, karena sistem pencernaan kita tidak mampu mengolahnya.
Bagi ruminansia, hal itu bukan lah masalah karena adanya bantuan makhluk kecil tadi. Mereka ini lah yang membuat berbagai jenis enzim yang dapat memecah komponen-komponen keras bahan-bahan tadi sedemikian rupa sehingga nutrien yang terkandung di dalamnya bisa tersedia untuk dipakai oleh ternak ruminansia.
Sesungguhnya mikroba rumen dan ternak ruminansia membangun sebuah kolaborasi yang saling menguntungkan dalam kehidupan keduanya. Meskipun mungkin makhluk kecil itu tidak pernah tahu bahwa dunia rumen tempat mereka hidup adalah bagian dari sebuah dunia yang lebih besar, tetapi mereka bisa merasakan bahwa mereka cocok hidup dan berkembang di dalamnya.
Lingkungan yang ada di dalam rumen, seperti temperatur yang hangat, suplai pakan yang teratur, dan ketiadaan oksigen adalah kondisi ideal yang mereka harapkan. Keuntungan ini lah yang disediakan oleh ternak ruminansia bagi mereka.
Demikian pula, ternak ruminansia mungkin tidak pernah tahu bahwa sebuah kehidupan lain yang anaerobik berada di dalam organ tubuhnya, tetapi mereka mendapatkan beberapa keuntungan dari mikroba rumen. Di samping membantu dalam proses pencernaan makanan yang dikonsumsi oleh ternak ruminansia, mikroba itu sendiri merupakan sumber nutrien yang bergizi tinggi bagi ternak ruminansia.
Mikroba rumen menjalankan tugasnya di dalam rumen pada suatu saat, namun pada saat yang lain mereka merelakan tubuhnya untuk menjadi sumber nutrien bagi ternak ruminansia. Pada saat itu mereka harus keluar dari rumen, masuk ke saluran pencernaan setelah rumen hingga kemudian sampai ke usus halus. Sebelumnya, mereka mungkin sudah mati ketika berada di dalam abomasum, yaitu lambung sejati ruminansia, akibat kondisi asam yang tertahankan di sana.
Ketika sampai di dalam usus halus, tubuh yang sudah mati itu diserang lagi oleh enzim pencernaan usus halus sehingga nutrien yang terkandung olehnya kemudian bisa diserap masuk ke dalam jaringan ternak ruminansia. Ternak ruminansia memenuhi sebagian besar kebutuhannya akan protein dan vitamin dari tubuh mikroba rumen.
Kehidupan tanpa oksigen mikroba di dalam rumen, adalah unik dan mengagumkan. Dari luar kehidupan itu tak tampak, tetapi di dalam rumen mikroba juga merupakan komunitas yang sibuk dan hirup pikuk. Jumlah mereka sangat banyak, mencapai ratusan juta. Setiap anggota komunitas itu yang terdiri dari bakteri, protozoa, dan jamur, mempunyai banyak jumlah spesies.
Masing-masing spesies tersebut memainkan peran sendiri-sendiri dalam proses pencernaan. Ada yang bertugas mengurusi karbohidrat serat pakan, ada yang mengkhususkan diri untuk karbohidrat pati, ada yang hanya mau mengurus protein, dan sebagainya. Sering disebut bahwa komunitas mikroba rumen adalah buah konsorsium besar dengan berbagai tugas kompleks dalam proses pencernaan.
Keberadaan mereka di dalam rumen adalah sebuah anugerah yang patut disyukuri. Keberadaan mereka di dalam rumen yang mampu memproses bahan-bahan keras seperti rumput dan dedaunan menjadi salah satu sebab mengapa kita tidak harus berkompetisi dengan ruminansia dalam memperoleh makanan.

Damry (Dosen Jurusan Peternakan Universitas Tadulako, damry_01@yahoo.com)

PRO/PREBIOTIK, ASAM ORGANIK DAN ENZIM

Edisi 168 Juli


(( Penciptaan produk-produk zat aditif baru dengan nilai ekonomis tinggi serta mampu bersaing di pasar masih terbuka lebar bagi industri pakan dengan nilai bisnis yang cukup besar. ))

Beberapa alternatif zat aditif pengganti antibiotik telah ditawarkan bagi peternak untuk memicu produksi dan reproduksi seperti pro- dan prebiotik, asam-asam organik, minyak esensial (essential oil) dan berbagai jenis enzim.

Senyawa-senyawa aditif tersebut terbukti mampu meningkatkan produksi ternak tanpa mempunyai efek samping bagi ternak dan konsumen yang mengkonsumsinya.
Bagaimana menjelaskan masing-masing?


Pro- dan Pre-biotik

Lingkungan menyenangkan untuk pertumbuhan bakteri menguntungkan (penurunan pH dengan memproduksi asam laktat) akan tercipta dengan mensuplai probiotik pada ransum ternak.

Bakteri asam laktat seperti Lactobacillus bulgaricus, Lactobacilus acidophilus, Bifidobacteria thermophilum dan jenis fungi seperti Saccharomyces cerevisiae adalah contoh-contoh probiotik yang telah diproduksi secara komersial.

Probiotik pun dapat mengurangi produksi racun dan menurunkan produksi amonium dalam saluran pencernaan. Fungsi zat aditif ini tidak jauh berbeda dengan antibiotik yaitu mengatur komposisi mikroflora dalam saluran pencernaan.

Adapun prebiotik adalah oligosakarida yang tidak dapat dicerna oleh hewan monogastrik (ayam dan babi). Senyawa ini digunakan sebagai substrat untuk merangsang pertumbuhan bakteri yang menguntungkan seperti Bifidobacteria dan Lactobacilli.

Pemberian 0,1 – 0,5% dalam ransum dapat meningkatkan bakteri yang menguntungkan dan menurunkan populasi bakteri yang merugikan.

Dalam penerapannya, penggunaan pro- dan prebiotik bukan merupakan hal baru dalam dunia peternakan.


Asam-asam Organik

Perkembangan biotekhnologi yang begitu pesat mengilhami industri-industri pakan ternak untuk memproduksi asam-asam organik dalam bentuk komersial seperti asam asetat, propionat laktat dan citrat yang dikemas dalam bentuk cair.

Asam-asam organik sebenarnya diproduksi secara otomatis dalam tubuh ternak melalui proses fermentasi selanjutnya digunakan sebagai sumber energi.

Penambahan asam-asam organik dalam pakan ternak dapat meningkatkan produktifitas ternak. Peningkatan performance ternak terjadi melalui penciptaan lingkungan yang serasi bagi perkembangan mikroflora menguntungkan.

Dengan lingkungan yang menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri tertentu (melalui penurunan keasaman) dapat mengaktifkan serta merangsang produksi enzim-enzim endegenous dan berakibat meningkatnya absorbsi nutrisi dan konsumsi pakan untuk pertumbuhan, produksi dan reproduksi.


Minyak Esensial (Essential oil)

Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan keaneka ragaman sumber daya alam hayati. Berbagai hasil penelitian menunjukkan potensi Indonesia melalui penambahan minyak esensial dalam pakan ternak.

Penambahan minyak esensial dalam pakan ternak ini dapat memperbaiki performance ternak melalui meningkatnya nafsu makan ternak, meningginya produksi enzim-enzim pencernaan serta stimulasi antiseptik dan antioksidan dari minyak atsiri tersebut.

Saat ini dikenal lebih kurang 2600 jenis minyak esensial yang dihasilkan melalui ekstraksi berbagai jenis tanaman. Jamak diketahui bahwa setiap tanaman mempunyai komponen bioaktif yang spesifik.

Di dalam tubuh makhluk hidup senyawa bioaktif tersebut mempunyai aktifitas microbial, sebagai antioksidan, bersifat antibotik dan juga meningkatkan kekebalan tubuh.

Beberapa contoh minyak esensial yang terdapat pada tanaman misalnya cinnamaldehyde (cinnamon), eugenol (clove), allicin (garlic) dan methol (peppermint).


Enzim

Walaupun dalam tubuh makhluk hidup enzim dapat diproduksi sendiri sesuai dengan kebutuhan, penambahan enzim pada ransum kadang kala masih dibutuhkan. Saat ini telah terindentifikasi lebih kurang 3000 enzim.

Enzim sendiri merupakan senyawa protein yang berfungsi sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi pemecahan senyawa-senyawa yang komplek menjadi sederhana.

Beberapa faktor menjadi pemicu munculnya kebutuhan ini. Misalnya, antinutrisi faktor pada bahan pakan (lekctins dan trypsin inhibitor), rendahnya efesiensi kecernaan bahan pakan, dan ketidak tersediaan enzim tertentu dalam tubuh ternak.

Xylanase dan ß-glucanase adalah contoh-contoh enzym yang digunakan pada ternak monogastrik untuk meningkatkan daya cerna ternak.

Penambahan enzim protease dapat untuk mengatasi rendahnya kemampuan ternak muda untuk mencerna protein pada kacang kedele (glycin dan ß-conglycin).

Bahan-bahan baku pakan yang kaya karbohidrat seperti gandum, barley, jagung dan lainnya, mengikat unsur phosphor dalam bentuk asam phytat (myo-inositol hexaxy dihidrogen phosphat) sehingga tidak mampu dicerna oleh ternak. Phytase sebagai enzim yang mampu meningkatkan penyerapan posphor dapat dipikirkan sebagai alternatif.

Dengan mensuplai phytase yang berasal dari Aspergillus atau Trichoderma strains dalam ransum ternak dapat meningkatkan ketersediaan phospor, Ca, Zn dan asam amino bagi ternak. Polusi lingkungan melalui Eutropication juga dapat dicegah dengan penambahan phytase dalam pakan ternak.

Penciptaan produk-produk zat aditif baru dengan nilai ekonomis tinggi serta mampu bersaing di pasar masih terbuka lebar bagi industri pakan dengan nilai bisnis yang cukup besar. (Samadi/Inovasi/YR)

PROBIOTIK DALAM PAKAN RANGSANG KEKEBALAN AYAM?

Edisi 168 Juli



(( Sering ada pakar yang benar-benar tidak tahu kondisi lapangan pemakaian Probiotik akan tetapi mengecam produsen Probiotik yang dianggap kurang bermanfaat dan justru membuat bingung peternak. ))

Sebuah pertanyaan yang nakal, akan tetapi justru menjadi menarik oleh karena begitu gencarnya pemakaian probiotik pada peternak ayam sampai saat ini. Sebuah fakta lapangan khususnya di Jawa Tengah dan Yogyakarta bahwa Probiotik sangat akrab dengan paternak ayam dan sapi.
Setidaknya menurut penelusuran Tim Pemantau Lapangan Infovet ada lebih dari 30 merk Probiotik yang beredar di pasaran sampai tahun 2008 ini.
Dalam berbagai kesempatan seminar perunggasan, Infovet memperoleh informasi yang menarik tentang Probiotik. Banyak peternak, pemasar obat hewan, pakan dan vaksin, sering melemparkan pertanyaan kepada para pakar tentang arti, fungsi dan manfaat Probiotik pada ternak.
Sayangnya, jawaban pakar, kurang to the point, bahkan selalu berputar-putar. Akhirnya jawaban tegas tidak keluar dari pakar, dan para penanya menyimpulkan sendri berdasar interpretasi masing-masing.
Menjadi lebih menarik lagi, sering ada pakar yang benar-benar tidak tahu kondisi lapangan pemakaian Probiotik akan tetapi mengecam produsen Probiotik yang dianggap kurang bermanfaat dan justru membuat bingung peternak.
Padahal pakar itu sendiri yang tidak tahu dan kebingungan dengan pertanyaan spontan peserta seminar.”Wong jelas-jelas dia tidak tahu apa itu Probiotik, mbok sudah dengan gentle dan jujur dijawab tidak tahu. Titik. Eee…koq malah muter-muter gak jelas jawabannya. Jadinya kita semakin bingung dengan Probiotik dan kepada siapa kah kita bertanya yang lebih tepat,” ujar seorang TS yan diamini oleh para peternak unggas dalam suatu kesempatan seminar di Solo belum lama ini.
Mungkin hanya Ir Suharto MS seorang Dosen Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta yang dengan tegas menjawab dan menjelaskan apa itu Probiotik dan manfaat. Mengenai manfaatnya, maka Suharto disamping mencoba menjelaskan lebih jelas, sesederhana mungkin apa itu Probiotik, juga mengajak yang kurang jelas untuk melihat bukti dari pemakaian Probiotik itu di farm miliknya.
Selanjutnya kepada Infovet yang mewancarai secara khusus beberapa waktu yang lalu, ia menguraikan secara jelas, gambling dan rasional tentang berbagai tanya yang mengganggu praktisi peternakan salama ini.
“Sebetulnya para peternak tidak ada yang keberatan, bahkan merasa cocok dan diuntungkan dengan pemakaian Probiotik. Hanya terkadang beberapa pekerja kandang merasa memperoleh tambahan pekerjaan yaitu harus mencampur probiotik dengan pakan” ujar Suharto yang merintis pendirian PT Lembah Hijau Multifarm Surakarta sejak 1981.
Menurut Suharto yang juga Komisaris Utama PT LHM Surakarta bahwa fakta dan bukti nyata telah jelas bisa dilihat di LHM Research Station. Untuk sekedar diketahui bahwa LHM Research Station adalah Sebuah Kawasan pertanian terpadu yang dikelola oleh PT LHM.
Lokasi itu memang terbuka untuk umum, guna belajar dan membuktikan potensi pertanian terpadu termasuk juga pengaruh pemakaian Probiotik pada pertanian dan ternak.
Infovet yang sempat bertandang bersama rombongan mengunjungi kawasan pertanian terpadu (peternakan dan hortikultura) yang berlokasi di Sragen dan Sukoharjo itu memang harus mengakui dan harus berdecak kagum.
Apresiasi dan rasa kekaguman itu dirasakan oleh semua rombongan bahkan terus terbawa dalam perjalanan pulang bahkan sampai saat ini. Bagaimana tidak? Sebuah kawasan yang amat mengagumkan dan menjadi sumber inspirasi siapapun akan potensi alam Indonesia yang dahsyat, terutama jika dikelola dengan benar dan intensif.
Hamparan aneka sayuran, tanaman pangan jenis lain juga termasuk padi dan peternakan terpadu menjadikan seolah Indonesia bisa mempunyai ketahanan pangan luar biasa, jika saja ada seribu orang yang melakukan seperti Suharto.
Bukan berlebihan dan mengada-ada, bahwa karya nyata Suharto ini semestinya diikuti pakar yang lain dengan langkah nyata, tidak hanya sekedar bubar setelah seminar atau hanya jagoan di forum seminar semata.
Menurut Suharto, kaitan pemakaian Probiotik terhadap ternak adalah lahirnya efisiensi dan produktifitas ternak. Ia mengambil contoh pada ayam potong maupun petelur, akan menyebabkan konversi pakan membaik.
Artinya ada penghematan biaya. Di samping itu ada peningkatan kualitas produk. Misalnya pada ayam potong, kandungan lemaknya lebih rendah, sebab Probiotik dapat meningkatkan Metabolisme Energi (ME) dan Total Digestible Nutrien (TDN) sehinga imbangan antara portein dan energi lebih bagus.
Namun yang lebih penting lagi adalah aspek keserasian lingkungan dan kesehatan ayam.
Keserasian lingkungan yang dimaksud adalah, udara lingkungan menjadi lebih segar karena kotoran ayam relatif tidak berbau dan berarti tidak ada protes dan keluhan masyarakat.
Selain itu akan mempunyai dampak konservasi atau pelestarian lingkungan, karena kotoran ayam tidak menjadi pencemar lingkungan bahkan kotoran itu menjadi perawat lingkungan dan lebih siap digunakan sebagai pupuk organic.
Terkait khusus dengan manfaat Probiotik sebagai pendorong meningkatknya kekebalan pada ternak, barangkali penjelasan termudah adalah demikian. Seiring dengan udara segar, akibat rendahnya kandungan amoniak dalam kotoran, maka potensi ayam menderita gangguan kesehatan semakin kecil.
Khususnya penyakit pada sistem pernafasan akan dapat ditekan. Otomatis, pertumbuhannya ternak akan bergerak optimal. Termasuk dalam hal ini, tentunya adalah pertumbuhan organ-organ tubuh yang secara langsung maupun tidak langsung pada sistem kekebalan.
Selain itu dengan mekanisme kerja probiotik yang mampu mengefisienkan penggunaan pakan, maka tidak saja peternak menjadi irit, ekonomis dalam biaya produksi, namun sebenarnya telah mendorong ternak ayam memfungsikan seluruh organ tubuhnya secara efisien dan efektif.
Hasil akhirnya tentu saja, telah merangsang seluruh organ yang terkait dengan system kekebalan bekerja optimal. Dengan demikian, pakan yang dicampur dengan probiotik, akan memacu berfungsinya system kekebalan dalam tubuh ayam secara optimal.
Suharto telah membuktikan hal itu, tinggal anda para peternak untuk mengikuti mencari bukti atau puas dengan semakin melangitnya ongkos produksi, akibat lonjakan harga sapronak (pakan,obat dan vaksin,vitamin) dan barangkali upah tenaga kerja. (iyo)

MUSIM PERALIHAN, ANGIN KENCANG dan VITAMIN

Edisi 168 Juli




(( Langkah yang lain adalah secara sistematis memperhatikan program yang sudah jalan dan mempersiapkan secara lebih dini stock multivitamin untuk menghadapi udara panas. Tersedianya stock multivitamin menjadi penting, agar gangguan performans ayam tidak terganggu. ))

Sedikitnya sebanyak 7 kandang ayam potong dan petelur di berbagai daerah di Pulau Jawa roboh dan rusak. Menurut informasi dan laporan Tim Pemantau Lapangan Infovet di Sukabumi,Banyumas, Semarang, Yogyakarta, Solo dan Blitar sejumlah kandang rusak ringan sampai berat, bahkan di Banyumas dan Semarang 2 buah kandang roboh.
Meninggalkan bulan April khususnya pada bulan Mei dan memasuki Juni-Juli 2008 ini, ada fenomena alam yang patut mendapatkan perhatian masyarakat dan khususnya para peternak unggas.
Perhatian itu menjadi penting oleh karena mengingat sebagai suatu kesatuan dari siklus musim di negara tropis, maka sebagian besar wilayah Indonesia akan memasuki musim kering atau kemarau pada kisaran Mei tahun ini.
Namun pada kenyataanya pada Juni tahun ini masih saja ada sebagian wilayah di Indonesia, seperti Kalimantan dan sebagian Sulawesi masih saja didera banjir karena hujan dengan intensitas tinggi. Diperburuk dengan gundulnya hutan, maka banjir besar melanda sebagian dari dua pulau itu.
Hujan tahun ini, yang termasuk dalam kategori intensitas tinggi dan panjang waktunya (6-7 bulan), ternyata telah menimbulkan aneka bencana aIam di negeri ini. Menurut informasi dari berbagai lembaga pemantau iklim di dunia, yang dapat kita akses dari internet, maka musim kering di Indonesia kali ini diperkirakan akan berjalan lebih pendek dari pada musim hujan.
Artinya anomali musim kali ini, bukan saja akan berpengaruh terhadap aneka sektor kehidupan akan tetapi juga sudah pasti adanya kemungkinan dampak buruk. Tentunya bidang peternakan akan kena imbasnya juga
Sangat berbeda dari musim-musim kemarau sebelumnya, yang umumnya di Indonesia jauh lebih panjang waktunya di banding musim penghujan, ternyata musim kemarau tahun 2008 ini jauh lebih pendek. Sehinga ada fenomena alam yang pasti berbeda dari pada tahun-tahun sebelumnya. Atas dasar kondisi demikian para peternak unggas dituntut untuk lebih waspada dan mutlak perlu mengantisipas segala sesuatu kemungkinan yang bisa muncul dan sanggat merugikan.
Secara kebetulan ada artikel wawancara pada sebuah koran nasional yang mengupas tentang musim peralihan. Dan jika dikaitkan dengan aktifitas dunia perunggasan berita itu menjadi menarik dan sangat relevan. Mengapa menarik dan relevan? Oleh karena ada peringatan akan datangnya angin kencang yang berputar dan suhu udara yang lebih panas tetapi justru lamanya musim kemarau jauh lebih pendek dari tahun sebelumnya.
Pada 22 April 2008 dipaparkan hasil wawancara dengan pakar iklim dari Universitas Gadjah Mada Yogyakakarta Dr Ir Sunarto. Sang Pakar berujar, bahwa kemungkinan terbesar adanya potensi ”angin kencang berputar” atau ’puting beliung’ pada musim peralihan ini di kawasan sebagian besar Indonesia.
Beberapa kawasan yang lokasinya berada pada lembah diantara pegunungan yang mengapit, akan sangat besar potensi munculnya angin kencang berputar yang dapat mengancam pemukiman penduduk yang berada di kawasan itu. Sunarto yang juga Kepala Pusat Studi Bencana Alam UGM Yogyakarta itu, wanti-wanti atau mengingatkan dengan penuh sangat, agar warga mengantisipasi dampak dari fenomena alami itu.
Atas dasar peringatan itu, maka beberapa kawasan yang kemungkinan muncul fenomena alam itu dan terkait dengan lokasi kawasan perunggasan dapat disebut mulai dari Aceh sisi timur, Sumut sisi timur dan selatan, kemudian Sumbar sisi selatan termasuk Riau daratan.
Selain itu Lampung selatan, Sukabumi, Cianjur, Tasikmalaya, Ciamis, Banyumas, Bantul, Kulon Progo, Sleman Magetan, Madiun Blitar dan Malang, Jember, Jombang. Daerah yang disebut diatas memang kantung-kantung perunggasan. Atau sebut saja sebagai sentra kandang ayam potong maupun petelur.
Peringatan itu menjadi penting, oleh karena harus kita akui akurasi prediksi dari Badan Meteorologidan Geofisika (BMG) Indonesia saat ini sudah semakin baik oleh karena dukungan peralatan dan SDM serta koneksi dengan negara-negara maju.
Mengingat usaha perunggasan yang padat modal dan teknologi itu, maka sudah selayaknya kini para peternak juga mempertimbangkan dengan seksama informasi tentang musim.
Kembali pada paparan Sunarto, bahwa cuaca pada musim peralihan akan bersifat labil. Artinya sangat mudah sekali berubah-ubah secara drastis. Cuaca yang semula mendung hitam seperti hendak turun hujan, dengan cepat akan menjadi cerah, terang benderang, dan bahkan suhu udara akan menjadi panas menyengat.
Hal ini, berakibat air yang berada di dalam tanah akan panas. Sehingga penguapan air di dalam tanah itu tinggi, sehingga kemudian akan kita rasakan udara panas atau gerah yang sangat. ”Dari atas bumi kita menerima panas sinar matahari, sedangkan dari bawah tanah terjadi penguapan air. Bumi tempat kita berpijak akhirnya menjadi sangat panas udararanya.
Dari peringatan yang diungkapkan di atas, ada 3 (tiga) hal yang patut mendapat perhatian ekstra dari para peternak unggas di Indonesia. Pertama, potensi angin kencang berputar, atau umum menyebut sebagai puting beliung akan muncul dan dapat mengancam bangunan kandang.
Kedua, suhu udara yang meningkat akan berpengaruh besar terhadap performans ayam secara umum, jika tidak ada upaya antisipasif.
Ketiga, mengingat hampir sebagian besar lokasi kandang ayam komersial maupun pembibitan berada di kawasan yang termasuk katagori rawan terjangan angin kencang dan juga udara panas,maka peringatan itu tidak bisa dianggap sepele.
Langkah antisipasi antara lain dengan memeriksa kembali konstruksi bangunan kandang dan pergudangan. Teruatama tiang penyangga bangunan dan atap penutupnya. Pohon-pohonan yang rentan roboh harus dipangkas cabang dan rantingnya. Tirai penutup sisi kandang harus diamati apakah masih layak dan mampu berfungsi.
Kemudian selain itu perlu memeriksa sumber mata air agar tidak terjadi defisit air dalam memasuki kemarau ini, meski diperkirakan lebih pendek. Langkah yang lain adalah secara sistematis memperhatikan program yang sudah jalan dan mempersiapkan secara lebih dini stock multivitamin untuk menghadapi udara panas. Tersedianya stock multivitamin menjadi penting, agar gangguan performans ayam tidak terganggu.
Selain itu sudah pasti bisa ditebak, pada ayam petelur dimana produksi jagung dan katul akan mengalami masalah. Prediksi panen jagung memang masih belum mengkhawatirkan,karena kemungkinan besar terjadi panen raya. Akan tetapi panen raya padi mungkin sedikit mengalami penurunan. Akibatnya harga katul akan terdongkrak.
Dengan paparan situasi musim peralihan memasuki musim kemarau di atas seyogianya semua stake holder peternakan mengambil langkah antisipasif sesuai dengan kompetensi kegiatannya masing-masing. Dengan demikian, harapan terwujudnya usaha perunggasan yang kokoh dan mandiri akan terwujud. Semoga. (iyo/KT)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer