Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

FORMULIR BERLANGGANAN

Ya, saya mau berlangganan Langganan Infovet Edisi Cetak:

Nama: ............................................................


Alamat: ..........................................................


Nomor Telepon: ...........................................
Nomor Fax: ..................................................
Nomor HP: ...................................................

Berlanganan Majalah Infovet ........ Eksemplar per edisi selama ........ bulan dari bulan ........ s/d ......... tahun .........

sesuai dengan ketentuan:

Harga Baru majalah Infovet 1 Januari 2007 :

Harga Eceran:
P. Jawa Rp 15.000/eks,
Luar P. Jawa Rp 17.000/eks,

Untuk P. Jawa 6 bulan Rp. 90.000, 12 bulan Rp. 175.000,
Untuk Luar P. Jawa 6 bulan Rp. 100.000, 12 bulan Rp. 195.000


dengan Cara Pembayaran:

Cash atau wesel ke Infovet:
Gedung RSHJ lt.2 Jl. Harsono RM No 28 (Blk)
Ragunan Pasar Minggu Jakarta Selatan 12550

atau Transfer ke rekening:
A/n. PT GALLUS INDONESIA UTAMA

Bank Mandiri Cab. Pasar Minggu Pejaten
No. Rek. 126.0002074119

atau
Bank BCA KCP Cilandak KKO I
No. Rek. 733-0301681

Pembayaran
(Bukti Transfer di Fax ke 021-7891092)

atau
Hubungi DEPARTEMEN DISTRIBUSI: Aliyus Maika Putra (HP o856 900052)

Tuliskan Nama dan Alamat, Nomor Telepon, Fax, Email, HP dan pesanan Anda dalam Kolom Komentar di bawah ini. Kami akan menindaklanjuti sebagai pelayanan terbaik untuk Anda.

MONITORING VARIAN VIRUS HPAI KITA

Fokus Infovet edisi 169 Agustus 2008

(( Dengan demikian kita dapat mengerti bagaimana proses monitoring varian virus AI di tanah air kita Indonesia. Berbagai kemungkinan dapat terjadi dalam monitoring itu. ))

Bagaimana monitoring varian-varian virus HPAI (Highly Pathogenic Avian Influenza) di Indonesia? Dr Ronald N Thornton seorang ahli epidemiologi FAO di Jakarta dalam pertemuan perkembangan dari Proyek OFFLU (OIE/FAO Animal Influenza Network) kerjasama Pemerintah Indonesia dengan FAO/OIE belum lama ini di Jakarta menyampaikan bahwa ada tujuan yang jelas dari pengumpulan sampel virus itu harus dilakukan secara intensif.

Menurut Ronald, identifikasi antigenik dan genetik dari varian-varian virus HPAI adalah untuk memutuskan jenis bibit vaksin yang digunakan pada area pengendalian penyakit yang diprioritaskan di Indonesia; secara historis sampel virusnya ada atau eksis; sampel-sampelnya representatif atau dapat dipertanggungjawabkan dengan koleksi yang dapat diperbarui; dilakukan pada seluruh sektor produksi unggas; dan terkait dengan kasus-kasus yang secara khusus sangat penting seperti kematian orang dan presentasi yang tidak diperlukan.

Ronald menyampaikan bahwa penentuan distribusi dari tipe-tipe virus adalah berdasar spesies. Lokasi dan sektor. Hal-hal penting yang khusus untuk hal ini harus diperhatikan. Adapun fokus koleksi isolat utama dari tujuan mengumpulkan sampel secara intensif adalah berdasar pada penyebaran penyakit yang signifikan untuk pengendalian penyakit berdasar penyebaran secara geografis, penyebaran sektoral dan hasil-hasil yang tampak termasuk kegagalan vaksinasi.

Dikatakan Ronald, berbagai lembaga dilibatkan dalam proses monitoring varian virus itu di antaranya unit pengendalian AI Dirjennak yang dikenal dengan nama CMU (Control Monitoring Unit) dengan berbagai instrumennya termasuk yang di lapangan dengan menggunakan investigasi wabah, Balai Besar Penelitian Veteriner (Bbalitvet), industri unggas komersial dan universitas-universitas.

Tutur Ronald, perkembangan hasil koleksi itu tercatat sumber yang berasal dari Denpasar, Wates, peternakan sektor 1 dan 2, bukittinggi, Universitas Udayana dan diharapkan kerjasama daerah lain sebelum Agustus ini.

Lanjutnya, prosedur pembagian sampel meliputi prosedur yang difasilitasi oleh Direktur Kesehatan Hewan Dirjennak, CMU dan FAO; persetujuan transfer material disiapkan dengan daftar isolat dan ditandatangani oleh laboratorium penyedia dan penerima sampel isolat; permintaan untuk ijin ekspor harus minta ijin Direktur Kesehatan Hewan Dirjennak; sampel dikirim via IATA kurir yang disetujui dan diselenggarakan oleh FAO.

Masih menurut Ronald, permintaan sampel-sampel terkini yang sudah terlaksana adalah sampel dapat dipakai, cepat prosesnya, tidak mahal, kualitasnya bervariasi, mungkin tidak merefleksikan profil jenis virus yang terkini dan data pembantu yang mungkin bervariasi. Adapun permintaan sampel-sampel baru adalah yang secara logis sulit dipastikan, lambat, mahal, kualitas sampelnya bagus, representatif, dan informasi pembantu yang baik.

Dengan demikian kita dapat mengerti bagaimana proses monitoring varian virus AI di tanah air kita Indonesia. Berbagai kemungkinan yang positif dan negatif dapat terjadi dalam monitoring itu. Sebagai bangsa yang mencintai tanah air Indonesia, kita lakukan upaya yang terbaik dengan mendukung segala sesuatunya dijalankan secara baik, adil dan benar.


Pasar Unggas

Sementara itu Drh Indi Dharmayanti MS dari Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor pada kesempatan yang sama menyampaikan bahwa ada keterkaitan erat antara pasar unggas, virus AI tipe H5N1 dan pengambilan contoh virus di lapangan. Pasar unggas merupakan suatu aspek penting dalam kehidupan di mana tempat ini merefleksikan budaya dan tradisi lokal. Pasar unggas ini di Indonesia merupakan pasar ayam yang penting.

90 persen persediaan dari ayam merupakan sistem pasar tradisional. Sayangnya, pasar unggas unggas tradisional ini berimplikasi pada penyebaran penyakit seperti SARS, Kolera dan infeksi streptokokus babi. Ada peningkatan kejadian bahwa pasar unggas tradisional adalah tempat berkembang, bercampur, dan berbiaknya virus avian influenza termasuk H5N1.

Penelitian menunjukkan adanya virus AI H5N1 di pasar unggas. Jajak data usaha di Indonesia dan negara-negara lain telah mengidentifikasi bahwa pasar merupakan tempat yang baik bagi virus AI. Data-data Bbalitvet yang menunjukkan bahwa ayam-ayam dari pasar unggas itu terbukti positif virus AI antara lain dari Bbalitvet, data lapangan Unit Pengendalian Penyakit AI Ditjennak, studi di Bali, rumah kolektor unggas sentinel, dan data di Guangzhou dari kandang hewan. Pengalaman di Hongkong, mereka menggunakan sebuah studi kontrol kasus untuk mengidentifikasi faktor resiko yang mungkin untuk menyebarkan virus AI tipe H5N1.

Selanjutnya peran pasar unggas ini akan dijelaskan lebih rinci dalam Artikel Peran Sentral Pasar Unggas dalam Penyebaran AI. (YR)

SULITNYA BETERNAK SAAT INI, APA SOLUSINYA?

Fokus edisi 169 Agustus 2008

SULITNYA BETERNAK SAAT INI, APA SOLUSINYA?

Situasi penyakit Avian Influenza (AI) saat ini telah jauh lebih kompleks. Dimana infeksi lebih didominasi oleh infeksi yang berbarengan dengan penyakit lainnya seperti misalnya IB, kholera, ND, dll.
Untuk itu Drh Hadi Wibowo, praktisi perunggasan di Jakarta mengatakan AI dan penyakit domplengannya merupakan penyakit viral yang intra seluler yang langusng merusak sel induk semangnya. Maka apabila antibodi sudah tidak bisa lagi menetralisir dan mengenali virus tersebut maka kematian sudah pasti menjemput ayamnya. Namun sebelum itu terjadi, didalam tubuh ayam masih ada sel T efektor dan sel T sitotoksik yang juga berfungsi menghancurkan sel terinfeksi AI yang menjadi media hidup dan bereplikasi virus sekaligus membunuh virus AI itu sendiri.
Lebih lanjut, kata Hadi, mengutip hasil temuan terbaru dari Prof Fedik A Rantam dari Universitas Airlangga bahwa saat ini AI sudah mulai menginfeksi saluran pencernaan pada broiler maupun layer. “Kalau dulu AI menginfeksi saluran reproduksi dan pernapasan, kini gejalanya makin meluas,” katanya.
Dari pemeriksaan patologi anatomi diketahui terdapat infeksi AI di daerah mesenterium yaitu penyangga usus yang terlihat berwarna merah. Hal ini dikuatkan dengan hasil uji RT-PCR dan imunohistokimia yang menunjukkan bahwa infeksi positif AI. Artinya telah terjadi pergeseran serangan dari semula yang hanya menyerang saluran reproduksi dan pernapasan kita juga menyerang salura pencernaan.
Selain itu, Hadi melanjutkan, hasil temuan Prof Fedik mengatakan bahwa penularan AI paling besar terjadi melalui jalur distribusi. Dalam hal ini terjadi di pasar unggas hidup tempat bertemunya berbagai jenis unggas dalam satu lokasi. Sementara temuan Drh Wayan T Wibawan dari FKH IPB mengatakan bahwa telah terjadi perubahan epitop dan cleavage site pada virus AI yang kini sudah hampir menyerupai virus influenza di manusia.
“Hal ini tentu semakin menambah kekhawatiran kita akan risiko pandemi influenza. Namun yang patut disayangkan adalah tidak samanya pengertian dan sikap dari para pelaku bisnis perunggasan mulai peternak hingga pedagang pasar terhadap penyakit Avian Influenza sebagai masalah nasional,” ujar Hadi prihatin.

Perunggasan Makin Sulit
Hadi menuturkan, kondisi sulit saat ini akibat penyakit masih ditambah dengan naiknya harga pakan ayam baik untuk broiler dan layer. Biasanya menghadapi kenaikan harga bahan baku ini oleh formulator pakan diutak-atik agar nilai nutrisinya tetap dengan mengganti bahan pakan jagung dengan bahan substitusi lain.
Alhasil kadar proteinnya memang tetap namun apakah protein tersebut bisa dicerna dan diserap dengan baik oleh ayam atau tidak. Bila ayam kekurangan protein berarti kekurangan asam amino. Sementara asam amino sangat dibutuhkan untuk membentuk antibodi tubuh. Inilah yang menyebabkan titer antibodi terus turun dan kekebalan tubuh lemah. Ditambah lagi dengan vaksin AI yang tidak up to date dengan perkembangan lapangan menyebabkan beban infeksi AI dari lapang yang telah jauh bermutasi kian rentan.
Dua hal inilah yang menyebabkan kondisi beternak saat ini makin sulit. Namun untuk mengatasi hal ini, Hadi mencoba memberikan solusi, peternak harus terbiasa berteman dengan yang namanya imunomodulator.
Secara singkat, Hadi menjelaskan proses pembentukan antibodi lewat vaksinasi harus ditunjang oleh sel-sel yang bertugas untuk merespon kekebalan. Vaksin ketika masuk ke dalam tubuh ditangkap oleh sel makrofag yang dibantu oleh sel T helper untuk kemudian disampaikan ke sel B. Di sel B inilah dibentuk sel memori antibodi dan sel antibodi itu sendiri. Nah sel-sel yang berperan dalam respon imun ini harus diperbanyak dan dimatangkan, disinilah peran imunomodulator.
“Dinamakan imunomodulator karena obat ini memiliki efek pada respon imun untuk melakukan immuno modulasi. Mekanisme kerja immunomodulator adalah dengan tiga cara, yaitu pertama, meningkatkan proses maturity (pematangan) sel-sel yang berperanan dalam imun respon. Kedua, meningkatkan proses proliferasi sel, terutama sel-sel makrofag (memfagosit antigen dan menghancurkan antigen dalam sel) dan limfosit (pembentukan antibodi dan membunuh antigen dalam sel), sehingga jumlahnya menjadi lebih banyak dalam waktu yang relatif singkat. Dengan demikian jumlah antigen yang dapat diproses meningkat lebih banyak dan titer antibodi yang dihasilkan menjadi lebih tinggi. Ketiga, mengaktifkan complement, sehingga eliminasi antigen dalam sel menjadi lebih efektif,” jelas dokter hewan yang lahir sehari sebelum peringatan kemerdekaan RI, yaitu 16 Agustus.
Hadi juga menegaskan bahwa kebaikan menggunakan imunomodulator sudah seharusnya ditularkan antar peternak. Seperti yang telah dilakukan Koh Iping dari Patriot Grup yang telah mempercayakan persoalan AI ini dengan pemanfaatan imunomodulator. Hal ini semata dilakukan untuk mengantisipasi bila terjadi serangan AI meskipun sudah dilakukan vaksinasi. Karena terbukti penggunaan imunomodulator dapat menekan terjadinya kasus AI.
Diakhir diskusi dengan Infovet, Hadi menjelaskan bahwa untuk mengamankan usaha perunggasan tetap diperlukan 3 langkah wajib yaitu sanitasi, desinfeksi, dan vaksinasi. (wan)

AI dan Dunia Peternakan di Mata Mahasiswa Peternakan

Fokus Edisi 169 Agustus 2008

AI dan Dunia Peternakan di Mata Mahasiswa Peternakan

(( Jelaslah dalam menghadapi kasus AI, kaum peternakan tak boleh lagi terlalu jatuh dalam segala segi pemikiran dan kehidupannya. Caranya dengan bangkit dan berpikiran serta berkegiatan positif dalam dunia peternakan secara umum. ))

Sejak kehadiran avian influenza dan berbagai jenis penyakit menular hewan lainnya, dunia peternakan Indonesia seperti terombang ambing gelombang pasang dunia bisnis khususnya bisnis usaha dibidang peternakan. Demikian Ayub Rizal Ketua Umum Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan (Ismapeti) periode 2007.

Kondisi ini diperparah dengan munculnya kebijakan pemerintah untuk menaikan harga Bahan Bakar Minyak yang secara signifikan mempengaruhi harga pakan, bibit ternak dan input-input lain yang terkait. Sementara itu, kenaikan harga input yang dibutuhkan peternak untuk menghasilkan produk-produk ternak berkwalitas kadang-kadang tidak dibarengi dengan kenaikan harga produk itu sendiri, sehingga dipastikan peternak selalu menanggung kerugian dari usahanya tersebut.

Hal itu diutarakan Ayub Rizal dalam kaiatan dengan pelaksanaan kegiatan rutin tahunan, yakni Bakhti Mahasiswa Peternakan Indonesia (Bampi). Menurutnya Bampi 2008 ini mempunyai satu misi yang berkaitan langsung dengan dunia peternakan saat ini. Sementara Ismapeti merupakan organisasi kemahasiswaan profesi yang cukup banyak memberikan kontribusi bagi pembangunan dunia peternakan negeri ini. Berbagai sepak terjangnya telah dirasakan sejak kehadiran di bumi pertiwi ini.

Kontribusinya membangun negeri diwujudkannya melalui berbagai macam kegiatan seperti pelaksanaan seminar yang mengusung tema-tema edukatif dan informative yang ditujukan untuk membanguan mentalitas generasi muda, peternak dan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Menurut Ayub, Kegiatan Bampi 2008 merupakan ajang penumbuhan sikap mencintai sesama melalui kerja bakhti tempat dimana acara ini digelar. Bampi 2008 kali ini digelar di Indonesia paling Barat, yakni banda Aceh, Nangroe Aceh Darussalam pada tanggal 1 Juni 2008 lalu.

Bampi 2008 ini menurut Mahasiswa UNS Solo ini menghasilkan beberapa macam rumusan yang akan ditindak lanjuti, sehingga hasilnya nanti dapat dijadikan acuan oleh pembuat kebijakan untuk membuat kebijakan baru yang benar-benar berpihak pada peternak. Diantara rumusan-rumusan tersebut adalah :

1. Sapronak
• Perbaikan infrastruktur (jalan, listrik, air dan komunikasi) guna mendukung peternakan dengan pemanfaatan APBD ataupun APBN untuk menarik Investor baik lokal maupun asing
• Perbaikan struktur perkandangan dan kelengkapan peralatan pendukung peternakan
• Pengelolaan lahan tidur untuk meningkatkan produksi ternak

2. Produksi (Farm)
• Pembentukan pola pertanian dan peternakan terpadu dari hulu sampai ke hilir
• Peningkatan kualitas manajemen pemeliharaan, perkandangan, kesehatan dan keamanan peternakan (meliputi tata letak kandang,tata laksana penggembalaan, kualitas pakan, recording, dan kebersihan)
• Penerapan teknologi peternakan yang realistis dan implementatif sehingga dapat bersinergis dengan keadaan peternak

3. Pengolahan Pasca Panen
• Adanya pemberian ketrampilan pengolahan produk peternakan kepada peternak dan masyarakat setempat

4. Pemasaran
• Pembentukan sarana pemasaran produk peternakan sehingga memberikan keuntungan yang jelas bagi peternak seperti koperasi

5. Lembaga Pendukung
• Adanya Perda yang mengatur pemurnian plasma nutfah sapi lokal (sapi aceh)
• Adanya Perda yang berpihak pada peternak kecil
• Sosialisasi dan penerapan RUU PKH di lapangan
• Pelibatan Perguruan Tinggi dan stakeholders lainnya dalam pengambilan kebijakan
• Penyuluhan, pembinaan dan pendampingan terhadap peternak secara intensif dan berkelanjutan
• Pemberian motivasi terhadap peternak oleh lembaga terkait seperti penyelenggaraan kompetisi antar kelompok ternak
• Pengawasan dalam penyebaran bantuan dana ke peternak agar dapat diterima oleh masyarakat keseluruhan tanpa terkecuali.

Jelaslah dalam menghadapi kasus AI, kaum peternakan tak boleh lagi terlalu jatuh dalam segala segi pemikiran dan kehidupannya. Caranya dengan bangkit dan berpikiran serta berkegiatan positif dalam dunia peternakan secara umum. (Daman Suska).

EFEKTIFKAN BIAYA VAKSINASI

Fokus Edisi 169 Agustus 2008

EFEKTIFKAN BIAYA VAKSINASI

(( Hasil sementara untuk Indonesia mengindikasi suatu biaya vaksinasi untuk unggas adalah antara 0,08 sampai 0,14 dolar Amerika tergantung pada sistem produksi. ))

Ongkos vaksinasi dalam peternakan memerlukan kekuatan sumberdaya yang menggunakannya yang mana merupakan subyek sosio ekonomi peternakan itu sendiri. Efektivasi suatu biaya dari strategi vaksinasi yang dianjurkan memerlukan sebuah kombinasi dari ilmu penyebaran penyakit dan ilmu ekonomi.

Alokasi dari sumber daya menjadi lebih kritis jika sumber daya masyarakat untuk pengendalian HPAI dan pencegahan menurun. Analisa Efektivasi biaya dapat menuntun proses alokasi sumberdaya. Demikian disampaikan Jonathan Rushton seorang ahli ekonomi sosial dari FAO di Roma pada pertemuan perkembangan dari Proyek OFFLU (OIE/FAO Animal Influenza Network) kerjasama Pemerintah Indonesia dengan FAO/OIE belum lama ini di Jakarta.

Struktur dan hasil keluaran dari model biaya meliputi kertas kerja input data seperti: populasi unggas, target vaksinasi, dan sektor yang terpisah. Intinya biaya merupakan total biaya yang dipisahkan menjadi biaya tetap dan biaya variabel, biaya per vaksinasi unggas dan perkiraan dari pembagian biaya antara sektor publik dan sektor privat. Hasil sementara untuk Indonesia mengindikasi suatu biaya vaksinasi untuk unggas adalah antara 0,08 sampai 0,14 dolar Amerika tergantung pada sistem produksi.

Struktur model dan hasil keluaran populasi unggas merupakan suatu hal yang dinamis dan berbeda antara setiap model populasi dalam kandang input data meliputi: ukuran kandang yang asli, angka kematian dan rata-rata yang diafkir, umur saat panen dan produksi telur, strategi vaksinasi, dan keampuhan vaksinasi.

Produksi yang dihasilkan meliputi: produksi unggas dan telur baik itu penjualan dan konsumsi rumah sendiri, ukuran kandang dengan penyesuaian pada musim, aplikasi dosis vaksin, dan jumlah unggas yang diproteksi perhari untuk seluruh kandang dan kategori umur unggas.

Sumber data yang mungkin meliputi struktur dasar dari sektor unggas Indonesia diantaranya laporan terkini dari nilai yang dihasilkan, informasi pada sektor komersial dan kerja yang terprofilkan; sedangkan biaya vaksinasi meliputi proyek penelitian yang dijalankan, kerjasama Indonesia dan Belanda, dan sektor privat seperti Japfa Comfeed dan lain-lain.

Selanjutnya langkah yang akan datang meliputi aksi yang lebih kuat melibatkan banyak pihak dengan penggunaan data sekunder, opini Ahli dan pembetulan model yang dihasilkan. (YR/Fj)

MENGUAK TABIR AVIAN INFLUENZA

Fokus Edisi 169 Agustus 2008

MENGUAK TABIR AVIAN INFLUENZA

(( Hal terbaik yang harus dilakukan terkait membumihanguskan AI adalah surveillance yang benar, bukan hanya perkataan namun tindakan nyata yang tidak memberikan tempat pada VAI untuk hidup dan berkembang biak di farm. ))


Recent status of AI in Indonesia and Javan, merupakan tema seminar yang diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada berkolaborasi dengan Veterinary Medicine Faculty Hokaido University, Javan.

Seminar ini menghadirkan pakar-pakar AI kenamaan, yakni Prof Hiroshi Kida dari Vetmed Hokaido University, Prof Widya Asmara dan Prof Charles Rangga Tabbu dari FKH UGM Yogyakarta, Indonesia. Seminar yang dilaksanakan pada tanggal 25 Juni 2008 silam ini mengetengahkan topik hangat seputar tabir terbaru perkembangan virus AI dari unggas ke manusia, babi ke manusia serta kemungkinan penularan dari manusia ke manusia.

Seminar ini dihadiri oleh para akademisi dari berbagai perguruan tinggi sebidang, kalangan pemerintah terkait, alumni FKH UGM, calon dokter hewan dan mahasiswa FKH UGM Yogyakarta.

Pada seminar kali ini, banyak hal menarik yang diketengahkan Prof Hiroshi Kida terkait status perkembangan VAI terkini, yakni Ekologi dan evolusi VAI. Hal dimaksud adalah (1) reservoir alaminya, perpetuation, host range, transmisi interspecies, antigenik dan variasi genetik VAI dan (2) mekanisme tanggap darurat strain pandemik pada manusia dan kasus-kasus HPAI pada unggas domestik.

Hal lain yang tak kalah menarik adalah adanya kemungkinan HPAIV strain H5N1 sebagai kandidat pemicu terjadinya kasus pandemic. Kemudian Prof Kida menegaskan bahwa harus ada kontrol yang baik untuk mengkounter kasus avian influenza dan kejadian pandemik pada manusia.

Berdasarkan hal ini, maka Prof Kida menyatakan bahwa hal terbaik yang harus dilakukan terkait membumihanguskan AI adalah surveillance yang benar, bukan hanya perkataan namun tindakan nyata yang tidak memberikan tempat pada VAI untuk hidup dan berkembang biak di farm.

Lain halnya dengan yang dikatakan Prof Widya Asmara. Menurutnya bahwa yang perlu dikuatirkan adalah kemungkinan terjadinya penularan VAI dari manusia ke manusia. Lebih lanjut dikisahkannya bahwa berdasarkan data epidemiologi kejadian kasus influenza di dunia, tercatat pada tahun 1997 mulai mewabahnya kasus avian influenza di Hong Kong, ditemukan 18 kasus pada manusia, 6 orang (33%) dinyatakan meninggal.

Kasus ini juga dilaporkan berdampak pada industri peternakan di Negara ini. Kemudian sejak tahun 1998 sampai dengan tahun 2002, kasus avian influenza terus berlanjut dengan terjadinya letupan-letupan kecil yang kurang mendapat perhatian publik. Pada tahun 2003, kembali avian influenza menjadi perhatian dunia. Pada saat ini dilaporkan telah terjadi kasus di 9 negara di dunia.

Wabah pada manusia meningkat menjadi 34 kasus yang berakhir dengan kematian sebanyak 23 orang (68%) dan menimbulkan kerugian sangat besar diindustri peternakan dunia termasuk Indonesia. Terakhir dilaporkan bahwa adanya temuan kasus di 4 negara dengan 7 temuan kasus pada manusia, 6 orang (86%) diantaranya meninggal dunia. Kemudian sejak tahun 2005 sampai sekarang VAI masih menjadi dilema dikalangan pengusaha peternakan, praktisi perunggasan, pemerintah dan pihak-pihak terkait lainnya.

Dilain pihak, pengendalian VAI di negeri ini masih menuai kegagalan-kegagalan. Hal ini disebabkan oleh kurang sinergisnya antara pelaku kebijakan dengan pihak-pihak terkait lainnya. Hal ini dikemukakan Prof Charles Rangga Tabbu secara gamblang dihadapan forum seminar. Menurutnya pengendalian VAI tidak disesuaikan dengan kondisi usaha peternakan negeri ini.

Data lapangan menyimpulkan bahwa kharakteristik usaha peternakan Indonesia meliputi:

(1) tidak ada batasan usaha peternakan menjadi zona-zona, baik zona 1, 2, 3 maupun 4,
(2) selalu diusaha dengan menggunakan kandang system terbuka,
(3) kebanyakan peternak memelihara ayam dalam satu siklus dengan berbagai macam variasi umur,
(4) variasi kualitas manajemen yang sangat besar khususnya untuk zona 3 dan 4,
(5) pakan-pakan yang masih dikemas dalam kantong yang disinyalir menimbulkan dampak lain yang berpengaruh pada kesehatan ayam dan
(6) komposisi tenaga kerja yang melebihi kapasitas populasi ayam yang dipelihara.

Disamping itu, pasar-pasar masih bersifat tradisional. Ayam-ayam dipasarkan dalam bentuk hidup dengan kondisi tempat yang kotor, hal ini memungkinkan terjadinya penyebaran berbagai jenis penyakit selain penyakit avian influenza. Lantas usaha apa yang bisa diterapkan dalam usaha pengendalian VAI ?

Prof Charles menegaskan bahwa hanya dengan penerapan biosekuriti yang benar-benar dengan berpedoman pada 9 strategi pengendalian VAI. Kemudian yang terpenting dari hal ini adalah monitoring dan evaluasi kegiatan, gagal atau berhasil ? Bila dijumpai kegagalan, kaji kembali penyebab kegagalan tersebut, namun bila berhasil maka pertahankanlah dan tingkatkan lagi. (Daman Suska).

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer