Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

MUNCULNYA JAMUR MASA PEMANASAN GLOBAL

Fokus Infovet Edisi 164 Maret 2008

(( Fenomena pergantian panas ke hujan dalam waktu yang begitu singkat perlu dicermati. Pada musim hujan disinyalir kelembaban udara di luar maupun di dalam lingkungan kandang cukup tinggi, sehingga dikuatirkan terjadinya pertumbuhan jamur terutama pada pakan yang disimpan pada tempat-tempat yang lembab. ))

Dari kejauhan terlihat sepasang muda mudi berhenti di bawah pokok pohon yang berdaun lebat. Keringat membasahi sekujur tubuh mereka, dan ini dapat dilihat dari pakaian yang dikenakan. “Cuaca hari ini cukup panas,” kata si pemuda sambil melap keringat yang hampir masuk ke dalam matanya.
Tidak berapa lama, awan hitam disertai angin kencang bertiup, meliukkan dahan-dahan pepohonan dan menerbangkan daun-daun pohon yang menguning. “Hujan,” kata gadis manis yang berdiri disampingnya. Sepenggal cerita ini memberikan gambaran pada kita, betapa cepatnya perubahan cuaca yang terjadi di bumi saat ini.
Menurut Gatut Susanta dan Hari Sutjahjo dalam bukunya Akankah Indonesia Tenggelam Akibat Pemanasan Global, bahwa cuaca merupakan rata-rata kondisi atmosfer disuatu tempat tertentu dengan waktu yang relative singkat. Kondisi seperti ini dicermati oleh para ahli sebagai hal yang luar biasa, kemungkinan ada hubungannya dengan pemanasan global.
Global warming atau pemanasan global merupakan salah satu isu yang sangat penting di seluruh dunia saat ini, selain terorisme. Para kepala negara di seluruh dunia selalu menyempatkan diri membahas isu ini pada momen-momen pertemuan tingkat regional maupun internasional.
Begitu pentingnya isu ini, baru-baru ini panitia pemberi Nobel, The Norwegian Nobel Committee menganugerahkan Nobel Perdamaian kepada mantan Wakil Presiden Amerika Serikat, Albert Arnold (Al) Gore Jr, dan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) atas usahanya untuk membangun dan menyebarkan pengetahuan tentang global warming pada masyarakat dunia.
Global warming merupakan istilah yang menunjukkan peningkatan suhu rata-rata udara permukaan bumi dan lautan pada dekade terakhir dan peningkatan suhu ini masih akan terus berlangsung. Suhu udara rata-rata permukaan bumi meningkat 0.74° ± 0.18° C dalam 100 tahun terakhir. Sedangkan IPCC memprediksi bahwa suhu global cenderung meningkat sebesar 1.1° sampai 6.4° C antara tahun 1990 dan 2100.
Peningkatan suhu bumi sebenarnya dapat terjadi secara alami, namun penyebab utama global warming ini adalah tingginya level greenhouse gasesI (LGG), terutama CO2 dan metan di atmosfer akibat aktivitas manusia, seperti tingginya laju pembakaran bahan bakar fosil dan perubahan fungsi lahan terutama deforestasi.
“Fenomena pergantian panas ke hujan dalam waktu yang begitu singkat perlu dicermati,” jelas drh Iwan Sahrial MSi pada Kru Infovet di Gedung Pasca Sarjana Sain Veteriner Universitas Gadja Mada Yogyakarta. Menurutnya musim hujan merupakan petaka bagi peternak karena pada musim ini disinyalir kelembaban udara di luar maupun di dalam lingkungan kandang cukup tinggi, sehingga dikuatirkan terjadinya pertumbuhan jamur terutama pada pakan yang disimpan pada tempat-tempat yang lembab.
“Dalam jumlah sedikit, kehadiran jamur sukar dideteksi oleh peternak, namun pada populasi yang cukup banyak, jamur bisa membahayakan baik bagi ternaknya maupun bagi konsumen produk asal ternak tersebut,” jelas kandidat Doktor Sain Veteriner UGM Yogyakarta ini.
Sementara itu pada kondisi cuaca yang tidak menentu, di mana hujan turun secara tiba-tiba dengan kedatangan panas yang juga secara tiba-tiba, menyebabkan kondisi lingkungan kandang lembab, terutama pada tempat-tempat dengan penumpukan barang-barang bekas di sekitar lingkungan kandang. Salah satu yang perlu diawasi peternak terkait hal ini adalah tempat penyimpanan pakan.
Hal ini disampaikan drh Ade Rukmantara Technical Service produk obat hewan yang berkantor di PT Primatama Karya Persada Pekanbaru Riau. Menurutnya tempat pakan dengan tingkat kelembaban yang tinggi merupakan awal petaka munculnya serangan jamur pada unggas.
Mengapa demikian? Dikatakan Ade, kebiasaan jamur adalah hidup pada tempat-tempat yang lembab dengan sedikit atau tanpa adanya sinar matahari, kemudian jamur mengkontaminasi bahan pakan atau pakan yang sudah jadi. Peternak yang kurang mengerti dengan kondisi ini akan memberikan pakan yang sudah terkontaminasi jamur pada ayam sehat.
Kemudian, pada kondisi di mana jamur bisa hidup aman dalam tubuh ternak dan memenangkan pertarungannya melawan antibody dalam tubuh ternak, maka jamur dengan leluasa menyerang organ-organ vital ternak, serangan ini berakhir dengan kematian.
Untuk itu, peternak harus tregginas dalam menyikapi perubahan cuaca, dimana pada saat musim hujan gudang tempat penyimpanan pakan perlu diawasi kemungkinan adanya atap bocor atau tempias yang berpotensi menimbulkan kelembaban pada bahan baku pakan atau pakan jadi. Demikian Drh Ade Rukmantara alumni FKH UGM.
Senada dengan Ade, Hanggono SPt Technical Service PT Medion wilayah Palembang juga memberikan rambu-rambu yang harus diterapkan peternak terutama untuk pemeliharaan ayam di akhir musim kemarau dan diawal musim hujan.
“Biasanya saya selalu menekankan pada peternak agar melakukan pengecekkan pada atap kandang, saluran air disekitar lingkungan kandang, selokan-selokan air yang potensial bagi bibit penyakit untuk tumbuh dan berkembang biak dan yang terpenting adalah menerapkan manajemen pada semua lini yang ada,” ujarnya. (Daman Suska)

PAKAN MAHAL JANGAN SAMPAI GAGAL

Fokus Infovet edisi 164 Maret 2008

(( Harga pakan terus merangkak naik. Harga jual hasil produksi daging dan telur tidak kunjung baik. Gairah para peternak sedang lesu. Meski demikian sebenarnya ada peluang besar jika saja dapat memanfaatkan pada saat ini. Jika saja peluang itu dapat diraih, maka akan kembali menggairahkan perunggasan dalam negeri. Inilah aneka kiat peternak. ))

Sudah menjadi realita yang dialami para peternak ayam potong dan petelur, bahwa awal tahun 2008 ini terhimpit dalam situasi yang kurang menyenangkan. Harga pakan terus merangkak naik, sementara harga jual hasil produksi yang berupa daging dan telur tidak kunjung baik.
Kesepakatan untuk memangkas produksi bibit (DOC) nampaknya tidak juga mampu menolong mereka, bahkan satu persatu pelaku perunggasan memilih mengurangi populasinya. Sangat nyata sekali dirasakan di lapangan, dengan salah satu indikatornya adalah omset penjualan vaksin dan obat-obatan serta vitamin terus melorot dibanding bulan-bulan sebelumnya.
Informasi yang diperoleh Infovet dari para pemasar bahwa ada penurunan omset yang bervariasi antara 15-40%. Sebuah penurunan omset yang memang memprihatinkan sekali. Namun entah bagaimana lagi untuk mencari solusi atas masalah itu, oleh karena pada kenyataannya daya beli masyarakat terhadap daging dan telur juga semakin melemah saja.
Gairah para peternak memang sedang lesu, meski demikian sebenarnya ada peluang besar jika saja dapat memanfaatkan pada saat ini. Hal ini terkait dengan mahalnya tempe, tahu dan daging sapi. Jika saja peluang itu dapat diraih, maka akan kembali menggairahkan perunggasan dalam negeri. Sebab jika kondisi seperti ini dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan produk unggas dari manca negara akan merangsek masuk ke Indonesia. Dan atas dasar hal inilah yang membuat Sapta Haryono, Kardiyono dan Ahmad Fauzi terus bertahan ditengah kondisi yang sulit dan berat.

Afkir Dini

Tentunya ada kiat dan alasan lain mereka masih berusaha bertahan sampai kini, meski ibarat berperang, mereka mencoba sampai titik darah penghabisan. Begitu juga yang dilakukan oleh Sapta seorang peternak ayam petelur di Bantul yang melakukan afkir dini. Meski masih berumur 1 tahun akan tetapi jika produksinya buruk secara induvidual diafkir. Menurutnya cara ini paling realistis dan efektif, meski untuk melakukan hal itu butuh waktu dan tenaga yang lebih.
”Saya mengambil langkah paling rasional dalam mengatasi mahalnya harga pakan ayam. Sekarang ini (maksudnya bulan Februari 2008) masih beruntung, karena harga jagung sudah relatif murah. Bila Januari kemarin pernah mencapai Rp 2500/kg dan kini sudah pada level Rp 1900-2000/kg, setidaknya bisa menghemat biaya produksi. Sehingga langkah afkir ayam masih bisa ditoleransi lebih longgar. Begitu juga dengan pullet saya pelihara, yang pertumbuhannya terhambat akan diafkir agar tidak membebani. Memang untuk melakukan cara saya, membutuhkan waktu dan tenaga yang lebih. Dan saya yakin pada populasi yang sangat besar tidak akan mungkin dilakukan,” urai Sapta.
Ketika ditanyakan apakah tidak tertarik dengan mencoba memberikan probiotik yang banyak digunakan para peternak dalam menekan ongkos produksi, Sapta dengan cepat menjawab bahwa ia tidak begitu yakin dengan hasil preparat itu. Mungkin pada ayam potong sering menjadi pilihan para peternak, akan tetapi pada layer karena hasil nyata diperoleh hari itu dan ternyata setelah ia mencoba tidak ada pengaruh yang signifikan, maka tidak ia lanjutkan.

Menghemat dengan Katul dan Jagung

Sedangkan Kardiyono, seorang peternak ayam petelur melakukan penghematan melalui pemberian pakan berupakatul dan jagung saja. Hasilnya memang cukup mengagetkan, karena ada penurunan produksi hingga 55-65% dari sebelumnya saat dengan konsentrat, jagung dan katul. Dari populasi 4500 ekor ayam miliknya hanya diperoleh telur sebanyak 70-74 kg per hari.
Meski anjlognya produksi jelas karena pakan yang diberikan tidak memenuhi standar kecukupan produksi, namun Kardiyono punya pertimbangan lain. Naluri bisnisnya memprediksi bahwa harga telur akan terdongkrak naik ketika harga tempe, tahu dan juga harga daging sapi yang naik.
”Perkiraan saya harga telur ayam akan merambat naik dengan cepat ketika harga tempe, tahu mahal. Konsumen akan memilih telur, karena paling luwes dibanding daging ayam sekalipun. Pilihan berikut baru daging ayam. Hal ini juga terkait erat dengan naiknya harga daging sapi pada sebulan terakhir ini. Itu pertimbangan saya jangka pendek,sedangkan dalam jangka panjang sudah pasti banyak peternak ayam petelur yang terus mengurangi populasinya akibat berat ongkos di pakan. Sehingga 2 bulan kedepan pasti dan pasti menurut saya, harga telur akan sangat baik,” paparnya dengan percaya diri.
Oleh karena itu jika ditanyakan kenapa tidak mengurangi populasi seperti yang dilakukan oleh Sapta, ia tidak sepaham. Menurut Kardiyono cara itu atas dasar pengalamannya adalah konyol. Ketika krisis ekonomi 1997, para peternak memilih cara Sapta akhirnya ketika harga telur menjulang, gigit jari.
Dan pada saat krisis itu justru ia tetap bertahan dengan mempertahankan populasinya meski harus merelakan sebidang tanah pekarangan dan 2 mobil angkutan telur dijual untuk beli pakan ayam-ayamnya. Akhirnya ia menikmati hasil telur emas pada saat itu. Dan kini menurutnya pilihan saat ini juga mengandung resiko besar tetapi juga harapan. ”Lebih baik kita buktikan saja mas,” tantang Kardiyono kepada Infovet.

Andalkan Probiotik

Lain lagi kiat Jumadi, peternak ayam potong dalam menghadapi harga pakan yang mahal, ia lebih mengandalkan pemakaian probiotik untuk mempertahankan performance produksinya. Jelas mengurangi porsi pakan pada ayam potong apalagi memberi campuran dengan katul atau jagung adalah ibarat bunuh diri. Maka menurutnya tidak ada cara lain kecuali penghematan itu ditempuh melalui segala upaya dalam rangka mendongkrak hasil terbaik.
Hasil terbaik itu, jelas Jumadi antara lain, pertumbuhan dan bobot ayam relatif seragam dan diatas standar umumnya. Selain itu ayam harus sehat, sehingga tidak perlu tambahan ongkos produksi. Bahkan dengan ayam yang sehat akan menekan angka kematian alias kerugian yang tidak perlu. Umumnya para peternak dengan angka kematian 5% sudah bangga, akan tetapi menurutnya justru kalau mortalitas bisa 1-2% itu baru boleh dibanggakan.
Atas dasar pemikiran itu maka tidak ada cara lain kecuali berupaya dengan segala cara akan tetapi jangan sampai mengurangi kualitas pakan, kalau bisa menurutnya harus meningkatkan kualitasnya dan daya cernanya di dalam tubuh ayam. Pilihan Jumadi adalah dengan pemberian probiotik yang dicampur dengan air minum juga selalu ia semprotkan ke pakan. Sejak lama ia membuktikan bahwa memang potensi probiotik dalam mendongkrak kualitas pakan dan mampu menyehatkan ayam nyata adanya. Memang banyak orang yang tidak mempercayai akan tetapi, dirinya membuktikan itu.
”Prinsip saya, oleh karena kemampuan peternak dalam rantai usaha ayam potong adalah sangat terbatas, maka harus dicari di bagian mana yang masih bisa kita kendalikan. Sebut saja, kualitas dan harga DOC maupun Pakan adalah diluar kendali peternak. Begitu juga dengan harga jualnya, apa peran yang bisa diambil peternak, bukankah pasar alias bakul lebih dominan mengendalikannya. Sehingga menurut saya sebagai peternak berharap harga ayam baik adalah boleh-boleh saja, namun yang lebih penting adalah melakukan budidaya pemeliharaan sebaik mungkin dan sehemat mungkin,” ujar Jumadi panjang lebar.
Jika hasil budidaya mencapai terbaik, maka menurut Jumadi meski harga jual sangat buruk, kerugian itu tidaklah akan besar. Kesaksian Jumadi tentang Probiotik ini memang patut diperhatikan oleh para peternak ayam potong dalam rangka mengais keuntungan di kandang sendiri. Kardiyono berpesan, meski pakan mahal akan tetapi dalam budi daya hendaknya jangan sampai gagal, karena jika itu terjadi maka nasib peternak itu ibarat jatuh tertimpa tangga. BENAR JUGA! (iyo)

Persoalan Jamur Pada Musim Hujan

Fokus Infovet edisi 164 Maret 2008

((Cuaca yang selalu berubah seperti saat ini, kadang hujan dan tiba-tiba panas menyebabkan kondisi lembab dan panas yang dapat merangsang jamur membentuk mikotoksin dalam pakan ternak. Bagaimana cara mengendalikannya? ))

Pakan memegang peranan yang sangat penting untuk mendukung pertumbuhan dan produktifitas ternak. Bukan saja karena merupakan input biaya terbesar dalam proses produksi, tetapi juga merupakan langkah awal dalam menuju sukses beternak.
Oleh sebab itu, pakan yang diberikan harus senantiasa terjaga kualitasnya. Begitu juga manajemen pengadaan, penanganan, penyimpanan bahan baku dan atau pakan jadi, serta cara pemberian pakan memegang peranan yang sangat penting untuk memastikan pakan yang akan diberikan pada ternak kualitasnya tetap terjaga.
Hal ini penting diperhatikan sebab, manajemen penanganan dan penyimpanan bahan baku dan pakan yang kurang baik, kerap kali menyebabkan masalah yang terkait dengan kasus mikotoksikosis. Demikian disampaikan Drh Hadi Wibowo dari PT Sumber Multivita yang ditemui Infovet di rumahnya belum lama ini.
Menurut Hadi, jamur penghasil mikotoksin kini sudah menyebar hampir diseluruh belahan dunia, termasuk juga negara-negara penghasil jagung. Sehingga bisa dikatakan tidak ada negara penghasil bahan baku pakan ternak yang bebas dari cekaman jamur.
Terkait dengan ketersediaan bahan baku pakan yang semakin sulit ditemui serta diikuti oleh naiknya harga jagung dunia. Ternyata pasokan jagung untuk industri pakan ternak memang sengaja dikurangi, karena beralihnya sebagian penggunaannya untuk industri biofuel. Fenomena ini menyebabkan feedmiller untuk berusaha mencari
Tipe mikotoksin ada 300 jenis yang telah teridentifikasi, namun yang kerap muncul dalam pakan ternak adalah aflatoksin, ocrhatoksin A, patulin, fuminisin B1, trichothecenes, zearalenon, Deoxynivalenol (DON/ Vomitoxin), dan T2-toksin (trichotecenes). Sementara itu, tiga jenis jamur yang sering menyebabkan mikotoksikosis adalah dari golongan aspergilus, pencilium dan fusarium.

Menekan Produksi, Menurunkan Kekebalan
Mikotoksikosis disebabkan oleh substansi beracun dari hasil metabolit jamur atau fungi yang umum tumbuh dalam bahan baku pakan. Racun hasil metabolit itulah yang disebut mikotoksin. Mikotoksin akan sangat cepat dihasilkan oleh suatu jenis jamur, bahkan kadang lebih dari satu macam bila kelembaban, temperatur lingkungan dan kadar air bahan baku atau dalam pakan mendukung.
Racun jamur ini diproduksi pada kelembaban lebih dari 75% dan temperatur di atas 20°C, dengan kadar air bahan baku pakan di atas 16%. Sebagai produk metabolisme jamur atau kapang, mikotoksin tumbuh pada berbagai komoditas terutama produk pertanian seperti kacang tanah, jagung dan sebagainya.
“Jamur-jamur itu akan mengontaminasi produk-produk pertanian tersebut dengan mikotoksin sehingga ketika komoditi tersebut dijadikan pakan ternak atau pangan manusia, toksin tersebut akan masuk ke dalam tubuh. Karena mekanisme kerja yang sinergis dari beragam jenis jamur tersebut, menyebabkan pengaruh negatif pada ternak yang terintoksifikasi menjadi semakin kompleks,” jelas Hadi.
Ia menjelaskan, ternak yang terintoksifikasi oleh racun ini akan mengalami penurunan kekebalan tubuh sehingga penyakit akan lebih mudah menyerang. Disamping itu, tingkat toksisitas yang di atas ambang dapat menurunkan kinerja produksi ternak dalam hal pertumbuhan dan mengganggu sistem reproduksi. (lihat ilustrasi gambar)
Sayangnya, efek tidak langsung dari mikotoksin kadang tidak diketahui peternak sehingga kerugian dari segi efisiensi pakan menjadi cukup besar. Efek toksisitas mikotoksin tergantung dari intensitas dan waktu intoksifikasi serta bersifat akumulatif.
Mikotoksikosis dapat menyebabkan turunnya fungsi kekebalan tubuh, karena pengaruh langsung mikotoksin terhadap jalannya fungsi kekebalan baik seluler maupun humoral sehingga fungsi tersebut turun secara keseluruhan. Sedang gejala keracunan yang sering terlihat pada umumnya adalah muntah, diare, luka pada rongga mulut dan turunnya nafsu makan.
Sementara parameter ekonomis seperti efisiensi pakan konversi pakan, produksi telur, kualitas daging juga menurun dengan adanya intoksifikasi. Karena kemungkinan terjadinya kontaminasi pada komoditas pertanian dimulai sejak dari ladang, penyimpanan dan proses pengolahan menjadi produk akhir sebagai pakan ataupun pangan. Hadi menambahkan, mikotoksikosis dapat ditanggulangi dengan menggunakan bahan baku yang bebas dari mikotoksin.
Sedang upaya pencegahannya dilakukan dengan menciptakan sistem budidaya yang optimal serta selalu memperhatikan kualitas bahan baku termasuk mengoptimalkan penyimpanan dan distribusi. Penyimpanan bahan tersebut sebaiknya jangan melebihi kadar air 13-14%, karena pada kadar air di atas ambang tersebut mikotoksin diproduksi.

Waspadai Gejalanya di Farm
Dilain kesempatan Drh Isra Noor dari PT Alltech Biotechnology Indonesia pada suatu kesempatan pernah menjelaskan, bahwa peternak hendaknya patut curiga bila sering menemui unggasnya menunjukkan gejala serangan mikotoksikosis. Diantaranya adalah luka di mulut, pertumbuhan lambat dan tidak merata. Apabila dilakukan bedah bangkai banyak ditemukan peradangan pada saluran pencernaan dan pernapasannya.
Negara tropis seperti Indonesia dengan tingkat kelembaban udara yang tinggi sangat rentan dengan penyakit tersebut. Ini karena dalam kondisi temperatur dan kelembaban seperti itu, jamur akan mudah tumbuh dan berkembang biak. Jenis mikotoksin yang paling banyak muncul sebagai penyakit adalah aflatoksin. Untuk lebih tepat mendeteksi penyakit, saran Hadi, harus dilakukan pengambilan sampel dan deteksi langsung.
Guna meminimalkan kejadian tersebut, cara yang paling ideal dengan menggunakan bahan pakan bebas mikotoksin. Tetapi hal ini tidak selalu berarti bebas jamur. Sebab boleh jadi, jamurnya sudah dibasmi sebelum diperjualbelikan. Pembasmian itu dilakukan dengan zat-zat pembunuh jamur, meski demikian racun yang diproduksi oleh jamur akan tetap menempel dalam bahan makanan. Sebab sebagian besar mikotoksin itu stabil pada suhu panas sehingga perlakuan yang melibatkan suhu panas dalam menghancurkan racun mikotoksin menjadi tidak efektif.
Pengamatan secara visual terhadap bahan baku pakan hanya bisa dilakukan sebatas pengamatan terhadap jamur yang ada pada bahan baku tersebut, bukan pada mikotoksinnya. Karena hal itu membutuhkan analisa kandungan mikotoksin dalam setiap bahan pakan yang digunakan. Perlu dilakukan pengujian laboratorium lebih lanjut.
Alasannya, ketika bahan pakan sudah terkontaminasi jamur, besar kemungkinan tidak hanya memproduksi satu jenis toksin tetapi bisa lebih dari satu. Kalau ini terjadi, meski kandungan mikotoksin rendah tetapi karena terdapat beberapa jenis mikotoksin, maka akan memberikan dampak akumulasi dari kumpulan beberapa toksin tersebut. Dampaknya bisa sama parahnya dengan satu jenis mikotoksin yang terdapat dalam bahan pakan dalam jumlah besar.
Mengatasi persoalan tersebut, yang paling tepat dilakukan adalah dengan menggunakan mikotoksin adsorbent atau mikotoksin binder (pengikat mikotoksin). Ada banyak mikotoksin adsorbent yang bisa digunakan.
Sebagai panduan, Isra menyarankan untuk menggunakan mikotoksin adsorbent dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Mampu mengikat mikotoksin yang beragam (tidak hanya satu jenis mikotoksin).
2. Mampu mengikat toksin dalam level yang sangat tinggi.
3. Mampu mengikat mikotoksin meskipun dalam konsentrasi yang rendah.
4. Produk tersebut harus stabil terhadap panas dan pH.
5. Penggunaanya harus dalam jumlah sedikit sehingga tidak menyulitkan dalam penyusunan ransum.
6. Relatif tidak mengikat nutrisi lain yang berguna untuk pertumbuhan seperti vitamin dan asam amino.
Hadi Wibowo juga menambahkan, untuk mencegah munculnya mikotoksin dari mulai awal pengumpulan bahan baku pastikan biji-bijian yang didapat tidak rusak sejak dipanen. Kadar air bahan baku pakan juga harus kurang dari 14%. Sementara untuk mencegah tumbuhnya jamur, bisa dicampur dengan preservative seperti Asam Propionat dan mycotoxin binder.

Problem Imunosupresi Melawan Mikotoksin

Fokus Infovet edisi 164 Maret 2008

Oleh: Tony Unandar (SAS Group)

(( Selain berbekal kemampuan teknis yang memadai, seorang praktisi lapangan kadang kala membutuhkan suatu instuisi yang tajam dalam mencari penyebab utama kasus-kasus yang sedang dihadapinya. Perpaduan antara kedua hal tersebut di atas akan menjadi lebih baik lagi jika disertai dengan pengalaman lapang yang cukup. ))

Gangguan pada sistem pertahanan tubuh yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor yang bersifat imunosupresif (faktor yang menekan/mendepresi respon pertahanan tubuh) mungkin menjadi suatu contoh yang paling representatif dewasa ini.
Akibat jeleknya sistem pertahanan tubuh, maka akan muncul kasus-kasus infeksius yang sangat bervariasi baik dalam jenis maupun dalam derajat keparahannya, bahkan cenderung dalam bentuk infeksi kompleks yang berulang-ulang.
Akibat tubuh hanya mengandalkan kekuatan dari potensi suatu antibiotika dalam suatu program pengobatan, maka program antibiotika tersebut seolah-olah tidak “cespleng” atau bahkan gagal sama sekali. Antibiotika seolah sudah tidak berdaya sama sekali.
Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran sepintas kepada kolega praktisi lapang mengenai faktor-faktor imunosupresi itu sendiri, termasuk bagaimana mendeteksinya di lapangan secara sistematik.

Pengertian Imunosupresi

Kemungkinan adanya faktor-faktor yang bersifat imunosupresif sudah diketahui pada awal tahun 1900-an (Adair, 1996).
Dr. Denise K. Thorton (Central Veterinary Lab. – UK) dalam “16th Poultry Science Symposium” (1980), sedikit membahas beberapa laporan mengenai peranan faktor-faktor yang bersifat imunosupresif dalam menentukan keberhasilan suatu program vaksinasi pada unggas (Olson, 1967; Payne, 1970; Cunningham, 1975; Koyama et. al., 1975).
Baru dalam “Poultry Immunology Symposium” terakhir yang diadakan di Universitas Reading – Inggris (18-24 September 1995), hal-hal yang berkaitan erat dengan faktor-faktor imunosupresi pada unggas dibahas secara rinci dan khusus.
Secara harafiah, imunosupresi dapat diartikan “menekan respon imun”. Pengertian yang lebih luas lagi adalah suatu kondisi di mana tubuh tidak memberikan respon yang optimal terhadap adanya induksi ataupun stimulasi sesuatu yang bersifat imunogenik (sesuatu yang mampu membangkitkan respon kekebalan/imun).
Tegasnya, imunosupresi membuat tubuh host alias induk semang menjadi semakin ringkih.

Kejadian dan Faktor Penyebab Imunosupresi:

Sebenarnya ada beberapa kondisi yang dapat menyebabkan timbulnya kejadian imunosupresi, yaitu:
a. Rusaknya jaringan-jaringan tubuh yang berfungsi untuk membentuk/mendewasakan sel-sel yang berperanan dalam respon kekebalan, misalnya timus (thymus), bursa Fabricius, sumsum tulang, limpa dan jaringan limfoit lainnya (misalnya daun Peyer).
Kerusakan jaringan ini bisa disebabkan oleh virus (misalnya: Reovirus, Mareks Disease Virus, Chicken Anaemia Virus, Raussarcoma Viruses, IBD Virus) atau oleh toksin-toksin tertentu seperti Aflatoksin dan Toksin-T2.
Efek dari rusaknya jaringan limfoit selain dari mengecilnya jaringan limfoit itu sendiri, juga menyebabkan menurunnya jumlah sel-sel darah putih secara ke seluruhan, termasuk sel-sel limfosit dewasa yang beredar di dalam sistem sirkulasi tubuh, baik itu sistem peredaran darah maupun sistem peredaran limfe (system getah bening atau limfatik).
Kondisi ini tentu saja akan mengakibatkan reaksi tubuh dalam menghadapi tantangan bibit penyakit yang masuk akan menjadi lebih lama atau tidak optimal.
Selanjutnya, Labro (1990) melaporkan bahwa penggunaan antibiotika jenis Tetrasiklin dalam waktu yang relatif lamapun akan menekan jumlah populasi sel-sel limfosit, walaupun pada penelitian selanjutnya diketahui efek tersebut hanyalah bersifat sementara dan mekanismenyapun belum diketahui secara pasti.
b. Rusaknya struktur dan fungsi fisiologis sel-sel darah putih (termasuk sel-sel limfosit). Kondisi ini dapat disebabkan juga oleh virus-virus dan toksin yang disebutkan di atas, tergantung dari derajat keparahan infeksi ataupun level dan lamanya induk semang terinduksi oleh Aflatoksin ataupun Toksin-T2.
c. Walaupun struktur sel-sel darah putih (termasuk sel-sel limfosit) tidak terganggu, namun ada kalanya hanya fungsi fisiologisnya saja yang terganggu.
Hal ini bisa terjadi akibat stres yang luar biasa ataupun pengaruh dari Aflatoksin dosis rendah (lazy leucocyte syndrome). Pada kondisi seperti ini sel-sel limfosit yang normal secara anatomis tidak memberikan respon tanggap kebal yang optimal secara fisiologis terhadap adanya induksi secara imunologik.
Adair (1995) menyatakan bahwa kondisi imunosupresi juga dapat terjadi akibat terjadinya infeksi-infeksi pada jaringan-jaringan non-limfoit seperti kelenjar tiroid (thyroid). Pada kondisi seperti ini berarti agen penyebabnya secara tidak langsung mengganggu reaksi imunologis.
Hal ini mirip sekali dengan laporan Klasing (1997) tentang peranan Interleukin-1 (sejenis sitokin) yang terbentuk pada respon kekebalan dan pengaruhnya pada penampilan pertumbuhan pada ayam potong.
Jadi … secara umum dapat disimpulkan bahwa kondisi imunosupresi dapat terjadi akibat terganggunya respon kekebalan secara normal yang disebabkan oleh faktor-faktor infeksius atau pun non-infeksius, baik secara langsung ataupun secara tidak langsung.

Tanda-tanda Kondisi Imunosupresi

Di lapangan sangatlah sulit untuk mendeteksi kejadian imunosupresi secara cepat dan pasti. Yang jelas, adanya kasus yang sangat bervariasi serta berulang-ulang dan juga jeleknya penampilan ayam yang dipelihara secara keseluruhan merupakan gambaran yang sering ditemukan secara konsisten.
Dalam laporannya, Adair (1995) menyebutkan tanda-tanda kondisi imunosupresi pada ayam adalah sebagai berikut:
a. Meningkatnya kejadian infeksi sekunder.
b. Respon terhadap vaksin sangat lemah.
c. Penyusutan atau degenerasi jaringan limfoit.
d. Menurunnya jumlah butir darah putih yang bersirkulasi (dalam darah/limfe).
e. Menurunnya respon limfosit.
f. Menurunnya produksi sitokin oleh butir-butir darah putih.
Akan tetapi … berdasarkan pengalaman penulis di lapangan, maka gejala-gejala kondisi imunosupresi dalam suatu flok ayam dapat dikategorikan menjadi 3 kelompok besar, yaitu:

A. RESPON TERHADAP VAKSIN:

Jika terdapat faktor imunosupresi di dalam suatu populasi ayam, maka ayam-ayam yang berada di dalam populasi tersebut akan memberikan reaksi pasca vaksinasi yang berlebihan, baik dari segi jumlah ayam yang menunjukkan gejala-gejala pasca vaksinasi maupun derajat keparahannya.
Gejala-gejala pasca vaksinasi tersebut biasanya sangat tergantung pada jenis vaksin yang diberikan. Gangguan-gangguan pernafasan biasanya merupakan reaksi pasca vaksinasi dari pemberian vaksin aktif ND maupun IB.
Secara normal, jika kondisi tubuh ayam yang divaksinasi cukup baik dan tidak ditemukan adanya faktor imunosupresi, maka reaksi pasca vaksinasi akan muncul antara hari kedua sampai hari kelima sesudah vaksin diberikan dan tampak pada tidak lebih dari 10% dari ayam yang divaksinasi.
Tiga sampai lima hari berikutnya ayam akan sembuh sendiri. Dan tentu saja, hal ini tidak akan terjadi pada kondisi imunosupresi, di mana kejadiannya biasanya berlarut-larut dan cenderung makin parah.
Pada pengamatan hasil-hasil uji serologis, jika terdapat faktor imunosupresi di dalam suatu populasi ayam, biasanya peternak akan mendapatkan hasil titer zat kebal yang relatif lebih rendah dibanding biasanya dan juga mempunyai variasi hasil titer yang relatif cukup besar.
Ini berarti, secara rata-rata titer zat kebal yang ada pada populasi ayam yang diamati adalah lebih rendah dari biasanya (tentu saja kondisi ini mempunyai resiko kegagalan yang lebih besar akibat adanya peluang untuk masuknya bibit penyakit melalui ayam yang mempunyai titer antibodi yang rendah) dan mempunyai titer terendah dan tertinggi dengan interval yang sangat jauh.
Kondisi seperti ini tentu saja lebih mudah diamati pada ayam-ayam yang sedang produksi.
Karena hal-hal tersebut di atas, maka pada saat kita melakukan anamnese (pengumpulan data sejarah penyakit/kasus) peternak sering mengeluh akan tingginya kegagalan-kegagalan program vaksinasi, munculnya kasus penyakit yang berulang-ulang, meningkatnya jumlah pengulangan-pengulangan (booster) vaksin, serta jeleknya hasil pemeriksaan titer zat kebal yang diperoleh.
Jadi, pada kondisi imunosupresi, respon terhadap vaksin adalah sbb.:
• Terhadap vaksin aktif, reaksi pasca vaksinasi akan lebih hebat
• Titer zat kebal yang diperoleh dari vaksinasi akan lebih rendah dari biasanya
• Variasi titer zat kebal yang diperoleh sangat tinggi (tidak seragam)
• Tingginya pengulangan program booster

B. RESPON TERHADAP MIKROORGANISME LINGKUNGAN

Karena respon tubuh terhadap adanya serangan bibit penyakit menurun, termasuk dalam menghadapi aktifitas mikroorganisme lingkungan, maka suatu populasi ayam yang mengalami kondisi imunosupresi akan memperlihatkan angka kematian (mortalitas) dan juga angka penularan (morbiditas) yang biasanya lebih tinggi dari pada normal, tergantung dari jenis bibit penyakit yang menyerang dan juga derajat imunosupresi itu sendiri.
Hal ini sangat mudah dideteksi di lapangan. Peternak akan bingung dengan adanya kasus-kasus kematian ayam yang tidak biasanya terjadi.
Di lain pihak, karena mikroorganisme lingkungan sering terlibat pada setiap kasus yang terjadi, maka pada kondisi imunosupresi, manifestasi kasus infeksius yang terjadi biasanya dalam bentuk infeksi kompleks dan tanda-tanda klinis maupun kelainan-kelainan pada bedah bangkai sangatlah bervariasi, tergantung pada mikroorganisme mana yang dominan pada saat itu.
Karena kejadian kompleks inilah yang kadang kala menyesatkan diagnosa dan menyulitkan program pengobatan yang akan dianjurkan pada peternak.
Dalam keadaan seperti ini, para praktisi lapang yang kurang teliti sering kali memberikan rekomendasi yang sifatnya superfisial, bukan pada faktor penyebab sesungguhnya.
Secara umum, pada kondisi imunosupresi, respon terhadap mikroorganisme lingkungan adalah sbb:
• Kalau terjadi kasus penyakit, angka kematian dan penularan biasanya lebih tinggi dibanding biasanya. Penularan penyakit dalam satu kandang/farm biasanya juga jauh lebih cepat.
• Kasus-kasus infeksius yang terjadi biasanya kompleks dan sangat bervariasi, tergantung pada mikroorganisme yang dominan pada saat itu.
• Kasus infeksius yang sama sering terjadi berulang-ulang.
• Atau … muncul kasus-kasus infeksius yang biasanya tidak terjadi di lingkungan peternakan tersebut.

C. RESPON TERHADAP ANTIBIOTIKA

Cepat pulihnya individu ayam yang sakit selain akibat kerja dari suatu senyawa antibiotika, juga disebabkan oleh membaiknya kondisi tubuh ayam secara keseluruhan, dalam hal ini bisa diartikan bahwa tubuh mulai memberikan respon kekebalan yang cukup.
Jika respon pembentukan zat kebal terganggu oleh adanya faktor imunosupresi, maka sangatlah jelas bahwa tingkat ketergantungan pada potensi antibiotika yang digunakan begitu besar.
Ini berarti, respon pada penggunaan preparat antibiotika mungkin akan jauh lebih lambat, atau bahkan seolah-olah memberikan efek yang sangat minim. Jika kondisi ini terjadi, peternak dengan mudah akan mengatakan bahwa telah terjadi problem resistensi.
Kadang kala, karena begitu banyaknya mikroorganisme yang terlibat dalam suatu kasus, maka antibiotika yang berspektrum luaspun tidak memberikan hasil yang memuaskan.
Begitu program antibiotika dihentikan, dengan cepat kasus akan muncul kembali, bahkan dengan derajat keparahan yang lebih hebat. Atau … seolah-olah kasus yang terjadi tidak berespon sama sekali terhadap antibiotika yang dipakai.
Dalam kondisi seperti ini, peternak sering kali mengalami frustasi, karena rotasi penggunaan antibiotika juga tidak memberikan hasil yang signifikan.
Jadi … ada beberapa poin penting dalam hal respon terhadap antibiotika pada kondisi di mana terdapat faktor imunosupresi, yaitu:
• Sering terjadi kegagalan penggunaan program antibiotika, baik itu sebagai program pencegahan maupun program pengobatan.
• Frekuensi penggunaan preparat antibiotika menjadi lebih sering, akibat kasus yang terjadi sering berulang-ulang.

Penanganan Kasus Imunosupresi

Yang jelas … jika pada suatu populasi ayam ditemukan kasus-kasus yang mengarah kepada adanya kondisi imunosupresi, maka tentu saja langkah utama yang harus dilakukan adalah meniadakan faktor imunosupresi tersebut. Tergantung pada jenisnya, apakah itu virus, toksin ataukah kondisi stres tertentu. Oleh sebab itu, hasilnya pun sangat bervariasi.
Dari pengalaman penulis, pemberian “supportive treatments” seperti pemberian tambahan vitamin C (15-25 mg asam askorbat/kg BB/hari) dan vitamin E (100 IU/kg BB/hari) sangat membantu pemulihan kondisi ayam.
Pemberian preparat yang dapat memperbaiki fungsi hati seperti inositol dan sorbitol, juga sangat dianjurkan. Di samping itu juga perlu ditingkatkan pelaksananaan program-program “biosecurity” di lingkungan peternakan yang bersangkutan, agar kontaminasi mikroba lapangan tidak mudah terjadi.



Efek Aflatoksin-B1 terhadap respon pertahanan tubuh:

Mikotoksin (Aflatoksin-B1)



Sel Bursa Fabricius Sel Jaringan Limfoid Fungsi Fisiologis Sel Darah Putih
Sel Thymus

Populasi Sel-B/Sel-T Lazy Leucocyte Syndrome



Kondisi Imunosupresi

RACUN JAMUR DAN UJI MUTU PRODUK TERNAK

Fokus Infovet 164 Edisi Maret 2008

(( Peran laboratorium yang dibutuhkan guna sertifikasi produk-produk peternakan dan apapun terkait dengan peternakan sudah waktunya untuk ditingkatkan. ))

Kejadian mikotoksikosis pada ternak lebih bermasalah lantaran soal penyimpanan pakan yang tidak memenuhi standar sanitasi dan higiene, terutama banyak dijumpai di peternakan kecil. Pada penyimpanan yang bagus, munculnya kasus ini dapat dikurangi. Adapun kasusnya sebetulnya relatif sedikit, namun kalau terjadi kasus mikotoksikosis, susah untuk menyembuhkannya.
Demikian Drh Fadjar Sumping Tjatur Rasa PhD Kepala Balai Pengujian Mutu Produk Peternakan (BPMPP) menjawab pertanyaan Infovet seputar mikotoksikosis pada pakan. “Beberapa jenis mikotoksin yang paling dikenal antara lain Okratoksin dan Aflatoksin, dan sebetulnya jenis mikotoksin sendiri sangatlah banyak, namun banyak pihak yang belum mengenalnya.”
Menurut Dr Fadjar, gejala ternak yang terserang mikotoksikosis terutama adalah muntahnya hitam, tidak mau makan, akhirnya menyerang ke gangguan lain, yaitu pernafasan dan paling banyak menyerang pencernaan, terutama pada lumen. Adapun proses kejadian penyakit hingga menimbulkan infeksi dan menunjukkan gejala klinis adalah lebih lama dibanding penyakit bakterial.
Melalui BPMPP, Dr Fadjar Sumping Tjatur Rasa mengaku bahwa yang diperiksa di balai ini adalah lebih pada racunnya yaitu antara lain aflatoksin dan okratoksin tadi. Menurutnya, beberapa kasus berbeda nyata, namun beberapa kasus yang lain tidak berbeda nyata.
Pengujian mutu produk peternakan (susu, daging, telur, kulit, dan lain-lain) memang dalam upaya keras guna diselenggarakan, agar produk peternakan yang beredar di masyarakat memenuhi standar kesehatan yang prima. Kehadiran Balai Pengujian Mutu Produk Peternakan merupakan sebuah upaya guna mewujudkan keniscayaan ini.
Bandingkan dengan dunia obat hewan. Pada dunia obat hewan sudah berlangsung tindakan prosedural pengujian dan pemeriksaan mutu obat hewan dengan adanya Balai Besar Pengujian Mutu Obat Hewan (BBPMSOH), yang mana untuk eksekusi penertiban obat hewan yang sudah diuji dilakukan oleh pemerintah melalui Sub Direktorat Pengawasan Peredaran Obat Hewan (PPOH) Direktorat Kesehatan Hewan, Ditjennak.
Melalui BPMPP itulah, produk-produk peternakan kita diawasi, di mana eksekusi penertibannya dilakukan oleh Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner Ditjennak.
Kalaupun pelaksanaannya belum seideal yang diharapkan, setidaknya upaya untuk ke arah itu sudah dilakukan sejak kehadiran BPMPP pada tahun 2001, sebagai kelanjutan dari Loka Pengujian Mutu Produk Peternakan yang berdiri pada 1997, sebagai bagian dari BPMSOH saat itu.
Kepala BPMPP sejak 2007, Drh Fadjar Sumping Tjatur Rasa PhD mengungkapkan bahwa pengujian mutu produk peternakan itu antara lain meliputi: pengujian produk peternakan terhadap residu antibiotik dan mikroba, residu hormon, pestisida dan logam berat, pemalsuan daging, kuman pada susu, pengujian terhadap racun jamur (mikotoksin).
Kasus pemalsuan daging antara lain adanya oplosan daging sapi dengan daging babi hutan (celeng), serta dicampurnya daging baru dengan daging lama. Kasus kuman pada susu antara lain temuan Institut Pertanian Bogor terhadap bakteri enterokoki zakazaki pada susu bubuk untuk bayi yang dapat menyebabkan radang otak, di mana di sini pun BPMPP bekerjasama dengan IPB dan Direktorat Kesmavet.
Uji residu antibiotika menunjukkan adanya penurunan kasus residu antibiotika pada produk-produk peternakan, yang mengindikasikan manajemen pengobatan pada ternak cukup meningkat tata laksananya.
Adapun cemaran mikroba pada produk peternakan dari hasil jajak kasus kejadiannya bervariasi, sesuai dengan kondisi higiene yang berbeda-beda. Kuman Salmonella adalah contoh kuman yang berabahaya yang ditemui pada jajak kasus ini, antara lain spesies Salmonella enteritidis.
Lanjut Dr Fadjar, pada pemeriksaan hormon, pada tahun 2007 belum dijumpai yang positif, meski sebelumnya dijumpai hormon tertentu pada daging sapi impor. Sedangkan pemeriksaan logam berat, hasilnya negatif. Pemeriksaan pestisida pada produk peternakan pun negatif.
Permasalahan yang dihadapi dalam pengujian mutu produk peternakan di Indonesia adalah kesulitan dalam menentukan contoh jajak kasus yang mewakili seluruh kasus di Indonesia. Terutama lantaran, data di Indonesia belum akurat, dan banyak kasus yang belum tertangani.
Sebagai pelaksana teknis dari Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner Ditjennak, Dr Fadjar mengungkap bahwa BPMPP sedang mengupayakan agar balai ini sanggup mencapai level internasional. Dengan level internasional, antara lain agar posisi balai ini di nasional lebih kuat. Untuk itu diupayakan peningkatan manajeman laboratorium, sumber daya manusia dan fasilitas.
Harapannya lagi, banyak kasus dapat ditangani dan terdapat pemberian sertifikasi mutu pada produk-produk peternakan. Hal ini pun berkaca pada kasus tidak adanya sertisikasi mutu berdasar laboratorium pada Rumah Potong Hewan dan Rumah Potong Ayam, namun hanya berijin setelah ada inspeksi.
Contoh lain, dulu pengujian vaksin impor cukup adanya sertifikasi dari lembaga asal, kini sudah dilakukan pengujian laboratorium Indonesia begitu masuk di tanah air. Pengujian laboratorium ini pun dibutuhkan untuk menguji mutu produk-produk peternakan.
Artinya, peran laboratorium yang dibutuhkan guna sertifikasi produk-produk peternakan dan apapun terkait dengan peternakan sudah waktunya untuk ditingkatkan. (YR)

MEMPERSIAPKAN PULLET UNTUK PRODUKSI TELUR YANG EFISIEN

Fokus Infovet Mei 2008

(( Pullet yang unggul yang bisa berproduksi optimal. Berdasarkan asumsi ini, peternak dituntut kejeliannya dalam memilih calon day old chicken (DOC) yang akan dipeliharanya. ))

Pullet atau ayam dara yang siap berproduksi sering dijadikan sebagai indikator keberhasilan usaha peternakan ayam petelur. Ada apa sebenarnya dengan pullet ini?
Prof DR Ir Tri Yuwanta SU DEA, pakar Produksi dan Reproduksi Unggas yang bermastutin (red; bekerja) di Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta menyatakan, hanya pullet yang unggul yang bisa berproduksi optimal. Berdasarkan asumsi ini, peternak dituntut kejeliannya dalam memilih calon day old chicken (DOC) yang akan dipeliharanya.
Artinya, peternak harus punya wawasan luas tentang kriteria calon DOC, baik dari segi fisik maupun dari tetua yang memproduksi DOC tersebut.
“Saya lebih menekankan pada kemampuan peternak dalam hal memilih DOC yang high quality, mungkin dapat dilakukan peternak dengan cara menanyakan langsung kepada supplier DOC di wilayahnya, artinya peternak kita minta untuk super aktif, toh inikan juga untuk keberhasilan usahanyakan?” tanya Tri.
Dilanjutkannya, yang terjadi di tingkat peternak kita saat ini adalah mempercayakan sepenuhnya kepada supplier DOC terkait pengadaan DOC dimaksud, sehingga seringkali kita mendengar broiler dan layer kerdillah, DOC dengan tingkat mortalitas awal yang cukup tinggilah, dan seabrek permasalahan yang muncul dan masalah itu sendiri sebenarnya akibat dari ketidaktahuan peternak.
“Inilah yang merupakan indikator kalau peternak kita sebagian besar belum smart dibidangnya,” keluh pakar unggas ini. Lantas bagaimana persiapan pullet yang dimaksud oleh lulusan Universitas Rennes I Prancis ini?
“Seyogyanya pullet yang baik tersebut adalah pullet yang lambat munculnya ciri-ciri dewasa kelamin,” tutur Tri. Hal ini terkait dengan lama produksi ayam, artinya semakin cepat ayam mencapai dewasa kelamin, maka lama produksi ayam tersebut semakin pendek.
Digambarkan Tri bahwa bila dewasa kelamin muncul lebih awal maka kemampuan ayam memproduksi telur hanya berkisar 55-60 minggu saja, sedangkan bila dewasa kelamin bisa ditunda kedatangannya.
Maka, ayam petelur dapat diasumsikan berproduksi sampai usia 75 minggu, dengan cara ini secara tidak langsung efek pengaturan munculnya dewasa kelamin dapat memberikan arti yang besar pada peternak, yaitu bertambahnya pulus melalui produksi telur yang lama.
Pada ayam petelur konsep faktual yang mesti diterapkan adalah mengupayakan agar pullet lambat mencapai dewasa kelaminnya, ini bisa dilakukan dengan menerapkan beberapa hal yang teruji secara jitu di lapangan, yaitu:
(1) manajemen pencahayaan (lighting management),
(2) manajemen pakan (feeding management), dan
(3) manajemen personal (poultryman of management), ketiga hal ini berpengaruh signifikan terhadap tingkat produksi ayam petelur.

Terang-terangan Pullet Butuh Gelap-gelapan

“Ini terkait faktor lighting tadi,” ungkap Tri. Dikatakannya bahwa cahaya merupakan faktor premordial atau yang utama bagi unggas. Hal ini juga berlaku buat makhluk Allah SWT yang lainnya.
Namun keutamaan ini jangan didramatisir sehingga menjadi hal mutlak, alhasil disepanjang hayatnya ayam petelur biasanya identik dengan full lighting, padahal ini berpengaruh terhadap cepatnya pullet mencapai dewasa kelamin.
Terkait hal lighting ini, di beberapa negara maju seperti Amerika, Inggris, Prancis, Belanda dan Negara maju lainnya biasanya menerapkan sistem 8 Light (L) dan 16 Dark (D) (red; 8 jam penuh cahaya dan 16 jam penuh kegelapan).
Kemudian menginjak usia pullet 13-17 minggu, formulasi L dan D dikurangi menjadi 12 L dan 12 D, kemudian 13 L dan 11 D dan 14 L dan 10 D sampai awal produksi.
Kemudian penggunaan lampu dengan warna-warni lebih dianjurkan seperti warna biru dan merah. Dari hasil penelitian dilaporkan bahwa penggunaan lampu warna biru berfungsi menghambat dewasa kelamin pada pullet namun tidak berpengaruh terhadap pertumbuhannya, sedangkan penggunaan lampu warna merah berfungsi mempercepat dewasa kelamin ayam petelur yang dipelihara peternak.
Ini biasanya sebagian besar baru diterapkan dibeberapa negara maju di belahan bumi dengan iklim subtropis.
Untuk Indonesia sendiri, teknik good lighting susah diterapkan, hal ini terkait dengan musim dan lama pencahayaan alaminya, yakni 12 jam terang dan 12 jam gelap.
Di samping itu, alasan klasik yang juga perlu dipertimbangkan terkait program lighting ini adalah aksi pencurian ayam milik peternak yang sering menjadi dilema di lapangan.
Padahal bila dirujuk dari beberapa hasil penelitian terkini tentang ayam petelur menyatakan bahwa ayam petelur yang mendapatkan full lighting atau sinaran penuh berakibat pada, yaitu:
(1) dewasa kelamin maju,
(2) telur yang diproduksi kecil, dan
(3) persistensi produksi rendah.
Di samping itu, efek pencahayaan juga ada kaitannya dengan produksi Luteinizing hormone (LH) pada ayam. Hal ini diuraikan Tri bahwa pantulan cahaya matahari ke mata ayam menimbulkan rangsangan pada Hypothalamus, diteruskan ke hypophysis.
Kemudian, hypophysis terbagi dua, yaitu bagian anterior dan bagian posterior. Bagian anterior dari hypophysis ini menghasilkan gonadotropine hormone yang pada bagian sel gamanya menghasilkan Luteinizing hormone (LH) sedang pada bagian sel betanya memproduksi follicle stimulating hormone (FSH).
Lantas, apa hubungannya dengan kondisi gelap dimaksud? Tri kembali menyatakan bahwa pada unggas, kondisi gelap difungsikan untuk memproduksi LH, kemudian kondisi gelap juga berefek pada pembentukkan folikel dan perobekkan stigma folikel serta yang lebih urgent lagi adalah pada proses vitelogeni, yakni proses pembentukan yolk atau kuning telur.
Namun, yang perlu diingat adalah kondisi gelap diperlukan untuk memperlambat dewasa kelamin ayam petelur, artinya dark condition memberikan nilai positif bagi peternak, yakni dapat memperpanjang masa produksi telur ayam petelur. (Daman Suska).

PAKAN DAN MANAJEMEN PERSONAL

Harus ada pembatasan pemberian pakan pada ayam petelur, dimulai sejak ayam umur sehari atau DOC, sedangkan manajemen pemeliharaan selalu dikaitkan dengan person atau manusia yang terlibat secara langsung dengan ayam.

Pakan Juga Ambil Peran

“Harus ada pembatasan pemberian pakan pada ayam petelur, pembatasan pemberian pakan ini dimulai sejak ayam umur sehari atau DOC,” tegas Prof DR Ir Tri Yuwanta SU DEA, pakar Produksi dan Reproduksi Unggas yang bermastutin (red; bekerja) di Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Lulusan program doktoral pada Universitas Rennes I Prancis ini mengatakan sejak umur 1-5 minggu, pemberian pakan dengan metode adlibitum atau pakan tersedia sepanjang waktu dalam kandang.
Kemudian di atas umur 5 minggu, pembatasan pemberian pakan mulai diterapkan, terutama untuk tipe-tipe ayam petelur dari strain loghman. Pada dasarnya, pembatasan pemberian pakan dikategorikan pada pembatasan pemberian pakan secara kuantitaif dan pembatasan pemberian pakan secara kualitatif.
Secara kuantitaif, ayam petelur hanya dibatasi pakannya semisal 70 gr/ekor/hari, sedang secara kualitatif berarti penurunan protein kasar atau crude protein (CP) terutama untuk leyer umur 13-17 minggu, hal ini ditujukan untuk menghambat dewasa kelamin ayam tersebut.
Sebagai batasan Tri memberikan gambaran kandungan CP pakan per periode umur pemeliharaan, yakni :

UMUR (MINGGU) % CP
0-6 18-20
6-12 17
13-17 13
> 18 16,5-17

Kemudian yang perlu juga diperhatikan peternak adalah memberikan kebebasan pada ayam untuk mengkonsumsi pakannya, baik dari segi kuantitas maupun kualitas pakan yang disuguhkan peternak, artinya pada usia 18 minggu ini pola pemberian pakan kembali ke sistem adlibitum, ini dibiarkan sampai ayam mulai berproduksi.
Setelah ayam berproduksi 25% dari total populasi, pemberian pakan secara adlibitum kembali dihentikan, dan pemberian pakan kembali dibatasi, yaitu 110-115 gr/ekor/hari.
Ini bertujuan agar ayam tidak gemuk, karena bila pakan yang diberikan pada layer melebihi kapasitas konsumsinya, maka dikuatirkan akan terjadi penumpukan lemak pada organ-organ reproduksinya, terutama yang perlu diwaspadai adalah pembentukan lemak abdominal, yang diduga sangat berpengaruh terhadap produksi telur layer.

Manajemen Personal Juga Perlu

Manajemen pemeliharaan selalu dikaitkan dengan person atau manusia yang terlibat secara langsung atau direct interaction dengan ayam. Dalam peristilahan awam sering disebut anak kandang yang melaksanakan semua kegiatan terkait pemeliharaan ayam layer tersebut.
Pekerjaan dimaksud seperti persiapan kandang sebelum dan sesudah panen, persiapan gudang pakan, persiapan semua peralatan dan perlengkapan kandang serta maintenance dari semua kegiatan tersebut secara periodik.

Menurut Prof drh Charles Rangga Tabbu MSc Ph D Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, aspek manajemen peternakan ayam petelur mencakup bibit, pakan, budidaya, kesehatan dan pemasaran produk ternak itu sendiri.

Aspek-aspek ini secara keseluruhan merupakan tugas peternak atau anak kandang, namun perlu di ingat bahwa ini dilakukan secara berjenjang atau paling tidak harus ada pengontrolan yang ketat dari pimpinan yang berkompeten dengan usaha peternakan tersebut.
Kejadian di lapangan sistem penjenjangan kerja ini yang masih kurang terutama untuk peternak layer skala menengan ke bawah yang sering memberikan kepercayaan penuh kepada anak kandang tanpa adanya pengontrolan, sehingga pada saat tertentu sering dijumpai tumpang tindihnya kegiatan anak kandang, dan sering terabaikan hal-hal yang terkait dengan manajemen usaha peternakan layer itu sendiri.

Ditambahkan Charles bahwa satu hal yang perlu diingat adalah pencatatan, disini apapun jenis kegiatan yang dilakukan anak kandang mulai dari terbit fajar sampai terbit fajar kembali perlu dibukukan atau dicatat. “Ya sebentuk diari gitu bung,” canda Guru Besar pakar Kesehatan Unggas FKH UGM ini.
Sementara itu menurut Hj Ir Elfawati MSi dosen Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN Suska Riau, pencatatan yang baik di usaha peternakan merupakan indikator yang dapat menghantarkan usaha tersebut meraih kesuksesan, karena manajemen yang baik itu sebenarnya tercermin pada recording yang tertib.

Ditambahkan Eva bahwa banyak hal yang dapat dicatat atau dibukukan dalam diari anak kandang tersebut, seperti jumlah populasi dari waktu kewaktu, penyusutan atau deplesi yang terkait dengan jumlah individu yang mati selama periode pemeliharaan, berat badan, program dan jumlah pemberian pakan, water intake, produksi telur, riwayat kesehatan atau medical record, stok barang dan lainnya.
Hal yang menarik soal manajemen personal ini juga dikemukakan Prof DR Ir Tri Yuwanta SU DEA. Menurutnya, arah manajemen personal lebih ke kreativitas peternak atau anak kandang untuk mengatur usahanya.

Ambil contoh soal berat badan ayam, kita kenal ada berat badan inisial, yakni berat badan yang ada pada tubuh ayam untuk menandai jumlah produksi telurnya. Dalam beberapa penelitian dikatakan bahwa semakin tinggi berat badan ayam petelur maka produksi ayam tersebut semakin rendah.
Kemudian soal dewasa kelamin, perlu juga diketahui bahwa ada dewasa kelamin biologis yang dicapai ayam pada umur 10 minggu dan dewasa kelamin komersial biasanya ditandai dengan masa peneluran pertama.

“Nah, peternak yang kreatif harus mampu membaca hal-hal seperti ini, kemudian diaplikasikan seperti bila terdapat berat badan tidak seragam dalam satu populasi, langsung dipisahkan, ayam dengan berat badan yang tinggi dengan berat badan yang rendah.
Kemudian soal pencahayaan juga bisa dijadikan topik pencataan di usaha peternakan layer. Dengan penerapan semua aspek manajemen yang telah direkomendasikan tadi, setidaknya peternak telah berbuat sesuatu berarti bagi ternaknya, yaitu animal walfare, ini penting,” pungkas Tri. (Daman Suska).

Manajemen Layer Modern

Fokus Infovet Mei 2008

(( Dalam berusaha ternak, peternak kita masih berusaha untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya, belum berorientasi pada kualitas produk yang diproduksi ternaknya. Ini merupakan tantangan para pemikir dunia peternakan di negeri ini saat ini. ))

Seperti tak pernah habisnya, kupasan-kupasan penuh makna yang menghantarkan peternak baik peternak broiler maupun peternak layer ke tangga berilmu pengetahuan terus diupayakan.
Seperti tak pernah habisnya waktu untuk terus menggali informasi yang datangnya dari peternak dan untuk peternak, berbagi pengalaman satu sama linnya, meskipun dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama.
Itulah media, Infovet yang menyajikan informasi terkini, berarti bagi kemajuan dunia peternakan di negeri ini.
Memelihara ayam sebenarnya merupakan seni kerja, perpaduan antara kemauan dan skill yang dimiliki. Kesuksesan biasanya bila person mampu menerapkan ilmu yang dipunyai, kemudian diaplikasikan sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku. Demikian disampaikan Prof DR Ir Tri Yuwanta SU DEA, dekan Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta di ruang kerjanya.
Menurut Prof DR Ir Tri Yuwanta SU DEA usaha dibidang peternakan merupakan pekerjaan mulia yang menyangkut hayat hidup orang banyak. Ini artinya bahwa selagi ada peradaban dunia maka usaha dibidang ini (red; peternakan) masih akan tetap exist karena kebutuhan pokok manusia akan protein hewani salah satunya di pasok oleh ayam yang didaulat sebagai pengahasil telur dan daging.
Saat ini kita hanya mengenal dua tipe ayam yang intens diusahakan sebagai usaha peternakan komersial, yaitu ayam pedaging dan ayam petelur.
Ayam petelur merupakan ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Asal mula ayam atau unggas adalah dari ayam hutan liar yang ditangkap dan dipelihara serta dapat bertelur cukup banyak.
Tahun demi tahun ayam hutan dari wilayah dunia diseleksi secara ketat oleh para pakar. Arah seleksi ditujukan pada produksi yang banyak, karena ayam hutan tadi dapat diambil telur dan dagingnya maka arah dari produksi yang banyak dalam seleksi tadi mulai spesifik.
Ayam yang terseleksi untuk tujuan produksi daging dikenal dengan ayam broiler, sedangkan untuk produksi telur dikenal dengan ayam petelur atau layer. Selain itu, seleksi juga diarahkan pada warna kulit telur hingga kemudian dikenal ayam petelur putih atau white layer dan ayam petelur cokelat atau brown layer.
Persilangan dan seleksi itu dilakukan cukup lama hingga menghasilkan ayam petelur seperti yang ada sekarang ini. Dalam setiap kali persilangan, sifat jelek dibuang dan sifat baik dipertahankan (terus dimurnikan). Inilah yang kemudian dikenal dengan ayam petelur unggul.
Untuk mendapatkan strain unggulnya diperlukan pengkajian dan penelitian yang memakan waktu lama, baik melalui perkawinan galur murni maupun perkawinan silang yang pada akhirnya diharapkan dapat menghasilkan ayam-ayam petelur yang unggul dan tahan terhadap serangan bibit penyakit.
Kemudian langkah selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah seni kerja, dalam hal ini ditegaskan Tri sebagai bentuk manajemen pemeliharaan yang sesuai standar yang diharapkan. Lalu standar dimaksud seperti apa?

Manajemen Pemeliharaan Layer Modern

”Peristilahan layer modern itu sebenarnya apa sih,” pertanyaan awal yang ditujukan Tri kepada Wartawan Infovet saat dijumpai di ruang kerjanya di kampus Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Apakah modern ditinjau dari segi pemeliharaan ataukah modern yang dikaitkan dengan kemampuan genetik ayam tersebut dalam memproduksi telur melebihi produksi rata-rata yang telah dicapainya?
Kalaulah modern di sini dilihat dari segi pemeliharaan, di belahan bumi sana (red; di luar Indonesia) usaha pemeliharaan ayam petelur atau layer memang sudah diarahkan pada pemeliharaan yang bersifat ranch farming, yaitu pemeliharaan dengan sistem litter yang dilengkapi dengan sarang-sarang tempat bertelur, ditempatkan pada sisi kanan dan kiri kandang.
Kemudian, di tengah kandang disediakan beberpa tenggeran untuk ayam, hal ini ditujukan untuk memberikan kebebasan pada ayam bergerak melakukan aktivitasnya sebagai makhluk hidup. Pada sistem inipun sering dijumpai peternak yang melengkapi kandangnya dengan halaman bermain yang luas untuk ayam peliharaannya.
Teknik mempakani ayam pun berbeda, yaitu metode pemberian pakan free choice atau sistem kafetaria. Disamping itu, pada sistem pemeliharaan seperti ini, peternak mengupayakan ayam-ayam peliharaannya bebas dari makanan asal ternak, sebut saja tepung ikan, tepung tulang, tepung darah dan jenis pakan ternak lainnya yang berasal dari ternak dan produknya.
”Bisa dikatakan pola pemeliharaan ayam seperti ini merupakan pemeliharaan ayam sistem organik, artinya terbebas dari hal-hal yang bersifat kimiawi dan pakan-pakan asal ternak dan produknya,” tutur Master lulusan Universitas Rennes I Prancis ini.
Lalu bagaimana produksi dan nilai jualnya? Menurut Tri, produksi telur dari ayam yang dipelihara seperti ini, harga telurnya lebih tinggi 25% bila dibanding dengan pola pemeliharaan ayam dengan sistem baterai.
Hal ini mungkin saja terkait dengan besarnya modal yang diperlukan untuk investasi awal, dan wajar bila usaha mereka (red; peternak) mendapat apresiasi yang baik, sebentuk public awareness atau penghargaan kepada peternak dimaksud, sementara itu kuantitas produksinya sedikit lebih rendah bila dibandingkan dengan pemeliharaan dengan sistem baterai.
Lalu apakah usaha peternakan seperti ini bisa diterapkan di negeri ini?
“Nah itu dia, permasalahannya bukan dari bisa atau tidak bisanya usaha pemeliharaan layer sistem ranch farming ini diterapkan di negeri ini, namun itu semua terletak dari tujuan usaha peternakan layer yang diusahakan oleh peternak kita (red; Indonesia),” jelas Tri.
Dalam berusaha ternak, peternak kita masih berusaha untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya, belum berorientasi pada kualitas produk yang diproduksi ternaknya.
“Ini merupakan tantangan para pemikir dunia peternakan di negeri ini saat ini,” lanjut Guru Besar Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ini. (Daman Suska).

PONDASI 16 TAHUN INFOVET


Ruang Redaksi Infovet Edisi 166 Mei 2008

Setelah 16 tahun Infovet setia menjadi teman Anda dalam mengawal informasi peternakan dan kesehatan hewan, kita mensyukuri bahwa selama ini kita merupakan mitra yang sama-sama setia dalam dunia kita: peternakan dan kesehatan hewan. Bukan semata berhenti pada bidang ini kita berbicara, namun maknanya jauh lebih daripada itu, kita pun berkontribusi bagi pembangunan manusia Indonesia sesuai dengan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 1945.
Mencerdaskan kehidupan bangsa, salah satu agenda proklamasi itu. Dengan informasi peternakan dan kesehatan hewan yang dikawal Infovet sejak 1992, tentu Anda sudah merasakan manfaat yang begitu luar biasa itu. Memulainya, melanjutkannya, dan memeliharanya, adalah tugas-tugas yang patut diemban.
Masa kini harus lebih baik dari masa lalu, dan masa akan datang harus lebih baik dari masa kini. Masa lalu adalah pelajaran, masa kini adalah kehidupan, masa depan adalah harapan. Berbagai kata-kata mutiara dapat kita sematkan di dada kita masing-masing dalam melangkah hari demi hari yang kita lalui dengan segenap rasa syukur atas berkat Tuhan Yang Maha Kuasa.
Berbagai gelombang, ekonomi, politik, budaya, sosial, dan lain sebagainya kita lalui, dan kita bersyukur masih tegak sebegitu jauh, dan akan senantiasa merengkuh segenap cita-cita dengan segenap penyembahan pada Yang Maha Kuasa dan Mulia.
Ambillah contoh krisis mobeter yang kita berhasil lalui. Ambilllah contoh sebelumnya ketika penyakit Gumboro masuk di Indonesia. Ketika Anthraks menghantam perekonomian kita. Bahkan ketika Flu Burung masih menyisakan jejak-jejak pengacauan ekonomi yang berpengaruh secara luas tidak hanya di kalangan peternakan saja.
Apa yang patut kita katakan, oleh kekuatan siapa semua cobaan itu dapat kita lalui dengan badan tegak bahkan mampu berbuat lebih baik di masa selanjutnya? Jelas, itu semata-mata karena Kasih KaruniaNya.
Bilamana kita berlatar belakang kebudayaan Nusantara, sudah tentu kita membuat kue tumpeng untuk merayakan hari lahir hingga seumur begini kita selalu dalam lindungan dan berkah serta pimpinanNya.
Bilamana kita berlatar belakang kebudayaan global kita membuat kue ulang tahun dengan tertancapnya lilin sebagai simbol umur kita. Kita tiup lilin, diiringi tepuk tangan. Lalu semua mengucapkan, “Selamat ulang tahun, semoga panjang umur, sehat sentosa dan sejahteralah senantiasa.”
Doa demi doa kita angkasakan. Demikian juga bagi Infovet yang semula dalam naungan langsung Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI). Lalu 2002 Infovet menjadi sebuah perusahaan milik ASOHI, PT Gallus Indonesia Utama, berkembang dari satu Divisi Infovet, muncullah Divisi Gita Pustaka, Divisi Satwa Kesyangan, Divisi Event Organizer, Divisi G Multimerdia, selain Sekretariat ASOHI sendiri.
Infovet Group, dalam PT Gallus Indonesia Utama telah mewujudkan cita-cita Pendiri ASOHI, salah satunya Almarhum Dr H Karim Mahanan yang punya kepedulian tinggi terhadap masyarakat obat hewan, dan peternakan secara umum. Kepedulian yang sama kita pegang teguh, pelihara dan senantiasa kita kembangkan dengan sepenuh dedikasi.
Infovet dan para pembaca, pemasang iklan, dan seluruh mitra, adalah satu keluarga besar yang punya dedikasi kuat terhadap cita-cita awal berdirinya ASOHI, dan berbagai organisasi peternakan lainnya. Maka pada HUT Infovet ke 16 bulan Mei 2008 ini, segenap keluarga besar Infovet - PT Gallus Indonesia Utama - Asosiasi Obat Hewan Indonesia, mengucapkan terimakasih kepada Anda semua, atas kerjasama yang sangat baik dalam sejarah kita selama ini.
Mari kita jaga dan kembangkan cita-cita kita yang telah kuat pondasinya ini selama usia 16 tahun, sekuat pondasi Kemerdekaan 1945 yang tahun ini mencapai usia 63. Merdeka!!! (YR)

OBYEK YANG BERCERITA


Ruang Redaksi Infovet Edisi 165 April 2008

Yang Infovet kunjungi kali ini --bersama seorang area supervisor obat hewan ternama di Indonesia--, adalah peternakan yang berdiri di atas kolam yang luas di peternakan ayam di Indonesia memang salah satunya di Gunung Sindur, Bogor.
Lokasi peternakannya juga di banyak tempat yang lain, menjadi sarana mengentaskan penduduk dari pengangguran, memompa denyut perekonomian daerah setempat. Sedang kantor dari peternakannya terletak di pinggir jalan besar di Parung, Bogor, sebuah kantor yang representatif tempat menerima Infovet dengan ramah.
Setelah berkunjung ke peternakan itu, Infovet bersama petugas teknis kesehatan hewan itu pun kembali ke kantor perusahaannya di Bogor. Lalu bersama seorang area supervisor yang lain, Infovet pun mengunjungi rumah peternak yang lain, yang juga merupakan salah satu pelanggan perusahaan itu, yang sangat setia.
Rumah peternak ini terletak di dalam kota Bogor, sebuah kompleks perumahan menengah ke atas. Betapa megah rumah itu, rumah seorang yang berstatus peternak, tepatnya peternak yang sukses. Bersama area supervisor perusahaan ternama itu, Infovet diterima dengan ramah dan disuguhi berbagai kisah suksesnya semenjak awal hingga kini.
Pada saat yang bersamaan, tim Infovet yang lain pun menjalankan fungsi masing-masing sesuai dengan tanggung jawab, tugas dan kewajibannya.
Pada saat tidak terlalu lama, PT Gallus Indonesia Utama menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) 2007. Infovet pun merekrut staf baru, bersamaan dengan rekrutmen yang diselenggarakan oleh Divisi Gita Pustaka dan Supporting Team PT Gallus Indonesia Utama.
Dari Infovet, terpilih Bernat ST sebagai staf marketing yang baru, sedangkan dari Divisi Gita Pustaka terpilih Nur Susanto sebagai karyawan baru, Suppoting Team terpilih Saptono Adi, yang masih akan diuji lagi dalam 3 bulan percobaan.
Dunia memang bergerak dan bumi memang terus berputar. Kita sadari, semua yang terjadi pada sekarang harus lebih baik daripada masa lalu, dan masa akan datang harus lebih cemerlang daripada masa sekarang.
Kunjungan ke peternakan-peternakan, hubungan baik dengan para mitra usaha, melayani kepuasan Anda semua, dengan pelayanan sebaik-baiknya, adalah suatu obsesi dalam menjalan fungsi di bidang informasi kesehatan hewan dan peternakan.
Obsesi itu seiring perubahan-perubahan yang pasti terjadi, diiringi pencitraan baru yang lebih baik sesuai harapan, sebagaimana kaidah ilmiah, selalu ada cara pandang baru untuk suatu hal yang semula dianggap sebagai kebenaran.
Sejarah pemikiran pun selalu berkembang tentang cara memandang dunia ini. Dari semula suatu obyek menentukan suatu omongan, lalu antara omongan dan obyek saling mempengaruhi, kini kita sudah memasuki jaman posmodernime yang secara umum dapat dikatakan bahwa omongan-lah yang mempengaruhi obyek. Apapun obyek yang ada, yang paling menentukan adalah omongan tentang obyek itu sendiri.
Dalam kata lain posmodernism adalah kesempatan untuk memegang suatu bentuk cara pandang tanpa perlu ada yang sama untuk memegangnya. Hal itu bisa kita lakukan di dunia peternakan dan kesehatan hewan. Namun...
Sudah tentu, Infovet tetap menjaga kuat bagaimana sesungguhnya citra yang ada pada wajah peternakan dan kesehatan hewan kita. Caranya, dengan tetap berpegang teguh pada prinsip sebisa mungkin tahu sendiri dari sumber pertama, tentang keadaan yang sesungguhnya.
Lalu, melaporkan kepada Anda untuk sama-sama berbagi dan mengembangkan peternakan dan kesehatan hewan kita. Bukan mengandalkan semata-mata pandangan kita, biarlah obyek ini yang bercerita kepada kita semua. Selamat membaca....! (Yonathan Rahardjo)

Kunjungan Bersama


Ruang Redaksi Infovet Edisi 164 Maret 2008

Bersama Infovet Perwakilan Yogyakarta Drh Untung Satriyo, dan Wartawan Infovet Daerah Riau Sadarman SPt, pagi itu Tim Infovet Pusat Jakarta berkunjung ke PT Ceva Indonesia, PT Romindo Primavetcom, dan PT Paeco Agung, sehari setelah acara Pertemuan Tahunan PT Gallus Indonesia Utama usai diselenggarakan di Cisarua, Jawa Barat.
Dua kawan dari daerah sebagai wakil Infovet di daerah masing-masing itu memanfaatkan waktu di Jakarta untuk mengetahui bagaimana kerja tim pusat dalam menjalin hubungan dengan mitra kerja di Ibukota Indonesia Raya: Jakarta.
Banyak perusahaan mestinya yang dapat dikunjungi di Ibu Kota Indonesia Raya, namun mengingat terbatasnya waktu, cuma satu hari di Jakarta, 29 Januari 2008, tim Infovet pusat dan daerah mesti mensiasati kepadatan lalu lintas di ibukota dengan mengunjungi beberapa perusahaan sebagai representasi.
Di PT Ceva Indonesia, Tim Infovet diterima Drh Haryono Jatmiko. Di PT Romindo Primavetcom, Tim Infovet diterima Presiden Direktur Gani Haryanto didampingi Drh Edy Nuryanto. Di PT Paeco Agung diterima Presiden Direktur Edy Yusuf didampingi Drs Idham Karim, Dra Henny Karim dan Drh Puji Hartini.
Sebagaimana layaknya kerja di penerbitan pers adalah menghimpun informasi untuk disajikan guna kepuasan pembaca, kali ini pun demikianlah yang dilakukan Infovet di perusahaan mitra kerja tersebut. Sebagaimana bulan sebelumnya, Infovet melakukan kunjungan bersama divisi lain se PT Gallus Indonesia Utama di peternakan Eden Farm milik Ricky Bangsaratoe SH, lalu Tim Infovet berkunjung ke peternakan Drh Djodie Hario Seno di Bekasi, dan banyak tempat lainnya, perusahaan-perusahaan sarana produksi peternakan, peternakan, pemerintah, akademis di kampus, dan lain-lain.
Ada nilai lebih dari setiap kunjungan bersama, baik Tim Infovet secara internal, dalam hubungan dengan perusahaan mitra, dan terutama bagi hubungan antara Infovet dengan perusahaan mitra. Sudah tentu nilai-nilai positif itulah yang diharapkan dari dilakukannya kunjungan bersama itu, untuk meningkatkan spirit bekerja dan mencipta produk yang terbaik yang sangat dibutuhkan oleh pembaca, sebagai satu rangka atmosfir pembangunan dunia peternakan dan kesehatan hewan.
Memang pembicaraan dalam setiap kunjungan adalah khas, sebagaimana ciri khas produk Majalah Infovet yaitu: Informasi Dunia Kesehatan Hewan dan Peternakan. Dan, di sinilah letak keunggulan Majalah kesayangan Anda ini: Kesehatan Hewan dan Peternakan, merupakan suatu hal yang tidak dapat dilepas begitu saja meski sudah hadir majalah-majalah sejenis yang menyuarakan dunia perunggasan dan agribisnis.
Infovet mempunyai keunggulan yang merupakan suatu kepedulian kita bersama: Kesehatan Hewan (dan Peternakan). Dengan kunjungan bersama ke mitra kerja, kita lebih dapat memetakan kebutuhan pembaca, kerinduan akan kehadiran Infovet setiap bulan di meja pembaca, dan berbagai masukan yang diberikan guna mempersembahkan Majalah Kesayangan Anda ini pada masa berikutnya.
Salah satu nilai yang terasakan adalah: perlunya kita berpartner, bersama, dalam setiap langkah hidup bersama. Bahkan dalam meningkatkan pemikiran-pemikirannya, para filsuf dunia membutuhkan partner. Partner antar jaman adalah antara Aristoteles yang pemikiran-pemikiran Yunani-nya disuarakan oleh Ibnu Rush sebagai penyuara utama filosofi Aristoteles di dunia Timur yang selanjutnya diterjemahkan ke bahasa barat oleh filsuf-filsuf barat.
Partner hampir sejaman antara lain Descartes dengan Isaac Newton di Inggris, yang keduanya memberikan pengaruh besar pengejawantahan fisika dalam bahasa ilmu alam. Isaac Newton membaca buku-buku Descartes sebelum menemukan berbagai hal luar biasa dalam ilmu fisika.
Partner sejaman antara lain Mohammad Hatta dan Tjokroaminoto dalam perjuangan sosialisme bangsa ini, sejaman dengan Paull Tillich di Jerman dengan garis perjuangan yang mirip.
Partner di dunia bisnis? Anda tentu sangat hafal nama-nama besar di negeri ini. Apalagi di dunia peternakan dan kesehatan hewan, begitu banyak partner dalam kerja sama. Bahkan dalam kunjungan bersama Infovet tadi, kita dapat memaknai arti partner untuk suatu kemajuan bersama dambaan kita.
Akhirnya, tiba saatnya kita lakukan hal terbaik yang semua pasti ada waktunya. (Yonathan Rahardjo)

KETIKA KITA MENGGUNTING PITA

Ruang Redaksi Edisi 168 Juli 2008

Ternyata ada hubungan filosofis antara cacing pita dengan acara gunting pita pada acara-acara seremonial peternakan yang sedang marak saat ini.

Infeksi cacing pita itu merupakan penyakit yang menakutkan bagi kalangan peternak ayam. Penyakit itu tidak saja membuat tubuh ayam mendadak lesu, tetapi juga mengakibatkan turunnya bobot badan secara drastis, mengganggu laju pertumbuhan, menurunkan produksi daging ayam dan telur. Bahkan, karena cacing pita dalam jumlah besar mengambil sari-sari makanan dari tubuh ayam, ujung-ujungnya bisa terjadi hipoglikemia atau kematian ayam secara mendadak dalam jumlah besar.

"Karena itu, kami terus mengingatkan para peternak ayam agar hati-hati menyikapi infeksi cacing pita," ujar pihak Humas IPB dalam suatu kesempatan. Caranya, di antaranya, menugaskan Mahasiswa Kedokteran Hewan IPB melakukan survei dampak infeksi cacing pita ke sejumlah ayam peternak di sekitar Bogor-Cianjur. Mereka pernah mendapatkan data-data yang luar biasa mengejutkan.

Betapa tidak? Akibat infeksi cacing pita itu tercatat kerugian yang diderita peternak ayam di kedua kabupaten itu pernah mencapai 2.240 ekor sampai 3.148 ton ayam terbuang sia-sia atau senilai lebih dari 2,49 sampai 3,5 juta dolar Amerika Serikat per tahun.

Jangan kaget kalau sewaktu-waktu melihat peternak anak ayam yang semula sukses mendadak bangkrut. Dan, sekali kebangkrutan yang dialami peternak ayam, nilai rupiahnya cukup besar. Tak heran jika sering terdengar peternak ayam stres ketika ayam-ayamnya terserang infeksi cacing pita. Infeksi cacing pita memang tidak bisa dianggap remeh. Buktinya, infeksi cacing itu bisa menghambat pengembangan peternakan unggas di Indonesia.

Selama ini para peternak mengendalikan infeksi cacing pita ini dengan menggunakan obat cacing secara rutin dan teratur. Adapun upaya alternatifnya, dalam dunia pengobatan tradisional, tanaman miana digunakan untuk mengatasi cacingan, dan secara ilmiah aktivitas antelmintik dari daun miana telah dibuktikan. Dari uji fitokimia terungkap bahwa daun miana mengandung metabolit sekunder flavonoid, steroid, tannin, dan saponin. Kemudian diuji tingkat efektivitas kekuatannya dengan pelarut air, metanol, dan kloroform.

Ekstrak kloroform memiliki aktivitas antelmintik yang paling kuat, diikuti metanol. Esktrak kloroform ini mengandung senyawa golongan steroid dan flavonoid. Dari ekstrak yang paling kuat, pemberian ekstrak kloroform daun miana pada ayam dengan dosis antara 25 mg sampai 200 mg per kg berat badan ternyata mampu menurunkan jumlah cacing secara signifikan.

Cacing pita juga sangat terkenal menyerang babi. Bentuk cacing pita memang ada yang klasik Taenia saginata atau cacing pita daging sapi, Taenia solium atau cacing pita daging babi, lalu Taenia Asia atau Taenia asiatica. Menurut definisi WHO (World Health Organization), cacing pita Taenia adalah parasit siklozoonosis yang dapat menular di antara hewan vertebrata dan manusia. Ada juga yang memasukkan pada kelompok cacing anthropozoonosis karena melihat fakta selain sebagai penyebar, manusia juga menjadi inang buntu (final host) dari parasit tersebut.

Tindakan pencegahan dan pengobatan terhadap ketiga jenis taeniasis itu hampir sama. Tindakan pencegahan tersebut pada prinsipnya terdiri atas:

(1) menghilangkan sumber infeksi dengan mengobati orang yang mengandung parasit, dan mencegah kontaminasi tanah dengan feses manusia;

(2) pemeriksaan hati dan organ visceral babi terhadap adanya sistiserkus;

(3) memasak hati babi bila akan dikonsumsi. Penyebaran penyakit dapat pula ditekan lewat jalur pendidikan, kontrol melalui program-program kesehatan masyarakat dan kesehatan masyarakat veteriner

Sudah tentu kewaspadaan ini pun berlaku untuk menghadapi apapun jenis cacing dan berbagai penyakit lain pada ternak-ternak kita. Bahkan juga pada saat-saat kita sibuk melakukan upacara seremonial, seminar, pameran, ekspo dan lain-lain yang secara simbolis acapkita lakukan dengan menggunting pita.

Juga pada saat ini, ketika Ekspo peternakan terbesar di Indonesia sedang diberlangsungkan dengan meriah, perhatian kita terhadap hal-hal teknis peternakan dan kesehatan hewan kita, tak bolehlah lengah sedetik pun. Secara simbolis, menggunting pita pada acara seremonial itu bermakna menggunting kehidupan dan siklus hidup cacing yang mengganggu peternakan. Sehingga, terbukalah jalan menuju peternakan yang produktif. (Yonathan Rahardjo/ Sumber FKH/ SK)

SUATU BUKTI KEUNGGULAN


Ruang Redaksi Infovet Edisi 167 Juni 2008

Suatu perusahaan peternakan membawa produk-produk ayam ras unggulannya pada sebuah pameran akbar peternakan tingkat nasional bahkan bertaraf internasional. Stan peternakan besar ini menyedot perhatian pengunjung yang membutuhkan ayam-ayam unggul untuk dibudidayakan dan dipasarkan secara komersial yang mendapatkan pelayanan memuaskan dari para staf di perusahaan peternakan ini.

Para staf ini sangat menguasai secara teknis setiap informasi yang dibutuhkan. Sehingga tampak jelas keunggulan ayam perusahaan peternakan ini. Ayam unggulan perusahaan peternakan tersebut adalah ayam penghasil daging dada yang besar maksimum, ayam sebagai indukan yang paling subur dan mudah berkembang biak, DOC petelur coklat terbaik, dan DOC ayam pedaging bibit unggul.

Ayam sebagai penghasil daging dada yang besar dan maksimum telah dibibitkan untuk menghasilkan daging dada terbanyak dengan konversi pakan terbaik. Bersama dengan rata-rata pertumbuhan yang sangat bersaing, kemampuan hidup yang baik dan panen karkas yang tinggi, ayam ini menjamin peternak dengan pengeluaran biaya yang paling rendah buat menghasilkan ayam pedaging. Dan dengan penampilan ayam indukan yang dapat diperkirakan, ayam pedaging itu juga menjamin produksi terbaik dengan biaya rendah pada anak ayam umur sehari.

Kunci dari keunggulan ayam pedagingnya adalah pada prosesnya di mana panen daging dada yang maksimal, panen yang tergolong paling tinggi terhadap banyak persaingan, angka mutu yang tinggi, ayam pedaging yang sangat seragam, angka ayam afkir yang rendah.

Ayam pedaging sebagai indukan yang paling subur dan mudah berkembang biak telah dibibitkan untuk penampilan pembibitan yang unggul dengan kombinasi percepatan pertumbuhan ayam pedaging yang cepat. Produksi yang sangat besar dari telur pembibitan menjamin peternak mendapat suatu angka terbaik dari ayam pedaging.

Seleksi tambahan untuk konversi pakan dan kemampuan hidupnya menjamin peternak suatu biaya produksi yang sangat rendah. Jika peternak terfokus pada telur tetas dan atau anak ayam umur sehari dan ayam pedaging yang bertumbuh cepat, maka ayam pedagingnya adalah pilihan yang logis.

DOC petelur coklat terbaik menjamin suatu produksi telur yang banyak, konsumsi pakan rendah, daya tahan tubuh tinggi, masa produksi panjang, kualitas telur terbaik, dan warna telur yang bagus.

DOC ayam pedaging bibit unggul menjamin peternak dengan ayam yang mempunyai pertumbuhan cepat, angka kematian rendah, daya tahan tubuh tinggi dan pemakaian pakan yang efisien.

Kunci-kunci untuk bisa menghasilkan ayam yang memenuhi harapan peternak tersebut dituturkan oleh technical advisor perusahaan peternakan itu yang mengutarakan manajemen mengatur pemeliharaan terutama untuk fase-fase pemanasan ayam petelur diperhatikan masa-masa 1 hari sampai 2 minggu terutama terhadap pemanas, kepadatan ayam, jarak tempat pakan dan jarak tempat minum serta alas kandang ayam, dan pelebaran tempat pembatas ayam setiap hari secara bertahap.

Dengan jangkauan pelayanan di seluruh pulau-pulau di se Indonesia, dengan sumber daya manusia yang terdidik perusahaan peternakan ayam itu bisa memasok kepada peternak ayam pedaging untuk dibudidayakan secara komersial dengan konversi pakan rendah, dan ayam petelur komersial yang berproduksi secara terus-menerus cukup bagus.

"Umumnya orang bilang terhadap ayam petelur komersial umumnya setelah mencapai puncak produksi akan jatuh. Tapi sebenarnya ayam petelur yang bagus adalah setelah produksi mencapai puncak, turunnya produksi dalam waktu lama, dengan penipisan produksi yang rendah," ujar technical advisor itu. "Dan ayam produksi perusahaan peternakan itu memenuhi syarat ayam bermutu baik ini," tegasnya di antara para staf perusahaan peternakan ayam itu yang dengan ramah melayani para pengunjung.

Anda bisa membayangkan bahwa pameran akbar peternakan tingkat nasional bahkan bertaraf internasional di awal tulisan inilah yang mempertemukan perusahaan peternakan ayam itu dengan para konsumen. Memang pameran semacam ini hanya salah satu cara untuk pertemuan dengan konsumen itu, namun sudah sangat jelas arti dan faedahnya. Cara lain adalah, dengan Majalah peternakan dan kesehatan hewan, perusahaan peternakan akan berjumpa dengan para mitranya. Majalah semacam ini adalah: Infovet, yang dengan setia setiap bulan mengunjungi: Anda. (YR)

Kenali Fase Kritis Pemeliharaan Ayam Layer

Fase kritis pemeliharaan ayam layer adalah saat di awal pemeliharaan. Keberhasilan menciptakan kondisi yang optimal bagi tumbuh kembang anak ayam hingga pullet menjadi modal dasar suksesnya peternakan ayam petelur. Demikian diungkapkan Tim Teknis Medion yang diwakili Drh Brigita saat ditemui Infovet di Bandung belum lama ini. Infovet secara khusus hadir mengikuti Diklat yang saat itu membahas tentang manajemen layer modern. Diklat Medion ini rutin digelar oleh PT Medion untuk meningkatkan wawasan peternak binaannya.

Lebih lanjut menurut Gita, demikian ia akrab disapa, untuk mencapai hal tersebut diperlukan usaha yang ulet dan teliti. Faktor-faktor penentu keberhasilan produktivitas pun perlu kita ketahui dan pahami bersama. Faktor kritis tersebut antara lain pencapaian berat badan sesuai standar dan uniformity (keseragaman), frame size (ukuran kerangka) yang optimal, nutrisi yang benar, vaksinasi dan pengobatan yang tepat serta stimulasi cahaya dalam peningkatan produktivitas ayam.

Gita menambahkan, ayam layer modern selain memiliki kelemahan mudah stres, juga lebih peka terhadap kualitas dan kuantitas ransum. Layer modern juga lebih mudah terinfeksi bibit penyakit, karena berat relatif organ lymfoid (red. perbandingan berat organ lymfoid dengan berat badan) lebih kecil.

Oleh karenanya faktor kritis yang telah disebutkan diatas patut menjadi perhatian peternak. Tiga parameter yang lazim dijadikan tolok ukur performan ayam petelur adalah data hen day (HD), feed conversion ratio (FCR) dan tingkat kematian. Dari ketiga parameter tersebutlah bisa diketahui apakah hasilnya sesuai atau bahkan melebihi standar (target performan) dari perusahaan pembibit. Syukur kalau memenuhi standar atau bahkan melampaui target dengan bayang-bayang keuntungan yang menggiurkan. Tapi kalau ternyata hasilnya jauh dibawah standar tentu inefisiensi biaya produksi dan kerugian telah menanti.

“Sebelum memulai produksi kita harus menentukan target produktivitas ayam petelur yang kita pelihara. Tentu saja target tersebut bersumber dari manual guide atau manual management yang dikeluarkan oleh perusahaan pembibitan. Data produktivitas ayam petelur rekanan kita yang telah melebihi standar juga bisa menjadi acuan kita dalam menentukan target ini,” jelas Gita.

Perlu menjadi perhatian kita bersama, saat kita telah menentukan sebuah target produktivitas maka dapat diartikan kita telah mempunyai sebuah tujuan yang jelas. Setelah itu, kita akan selalu berusaha untuk mencapai tujuan itu dengan baik. Jika kita belum memiliki tujuan tentu saja arah kita dalam pemeliharaan ayam petelur pun tidak menentu. Contoh target performan (produktivitas) ayam petelur coklat (layer brown) dari berbagai strain yang ada di Indonesia bisa dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Target Performan (Produktivitas) Ayam Petelur
Parameter Satuan Strain Ayam Petelur
Hisex Hy Line ISA Brown Lohmann
Dayahidup % 94,5 96-98 93,2 93-96
Umur saat HD 50% Hari 142 145 143 150
HD puncak produksi % 96 94-96 95 94,5
Rata-rata berat telur g 62,5 62,7-66,9 63,1 63,3
Jumlah telur per hen house butir 352 ND 351 310,4
Berat telur per hen house kg 22 23,2 22,1 19,65
Konsumsi ransum rata-rata g 112 109 111 112,8-113,6
FCR 2,17 1,96 2,14 2,1

Sumber: Manual Guide atau Manual Management Breeder, 2006-2007
Untuk strain Hisex, Hy Line dan Isa Brown merupakan target performan umur 18-80 minggu sedangkan Lohmann merupakan target performan umur 18-72 minggu.

Mengejar Pertumbuhan yang Optimal

Ayam petelur modern saat ini merupakan ayam hasil rekayasa genetik dengan potensi mampu menghasilkan telur dengan jumlah yang banyak (red. Hen Day tinggi) dan bertahan lama persistensi produksi telur baik) dengan tingkat efisiensi yang semakin baik. Meskipun produktivitas telurnya dibuat setinggi mungkin, namun berat badannya didesain dengan ukuran yang lebih kecil dibandingkan generasi sebelumnya. Desain berat badan ayam petelur ini bertujuan menekan kebutuhan nutrisi yang dipakai dalam proses maintenance (perawatan) tubuh sehingga asupan nutrisi bisa lebih banyak diposisikan untuk pembentukan telur.

Namun, desain terbaru ayam petelur ini membawa konsekuensi tersendiri dan yang paling mencolok adalah pencapaian berat badan yang relatif sulit. Kasus ini terutama terjadi saat masa starter (umur 1 bulan pertama) maupun saat mendekati masa produksi telur. Dan yang lebih parah lagi, ketertinggalan berat badan ini relatif sulit dikompensasi di masa pemeliharaan berikutnya. Dan efeknya pun akan selalu terbawa saat ayam masuk pada masa produksi telur. Ayam yang mengalami masalah pencapaian berat badan di umur 4-5 minggu juga akan mengalami hal yang sama pada umur 16 minggu yang berefek pada kemunduran umur awal produksi.

Pencapaian berat badan sesuai standar menjadi salah satu parameter utama yang menentukan baik tidaknya produktivitas ayam. Berat badan ayam melebihi standar, bukan suatu hal yang baik. Kita tahu, kelebihan berat badan (ada yang berpendapat >10%) mengakibatkan saluran pencernaan dan saluran reproduksi banyak terdapat lemak sehingga perkembangan saluran reproduksi terhambat dan parahnya saat memasuki masa produksi, biasanya akan banyak ditemukan kasus prolapse (keluarnya sebagian saluran reproduksi) yang diakhiri dengan kematian ayam.

Timbunan lemak itu dapat menurunkan elastisitas saluran reproduksi sehingga saat pelepasan telur (terjadi kontraksi saluran reproduksi) posisi saluran reproduksi tidak bisa kembali seperti semula atau tidak bisa masuk kembali. Keadaan ini memicu ayam lainnya mematuknya sehingga akhirnya ayam tersebut mati.

Berat badan ayam yang terlalu kecil (di bawah standar) juga akan membawa konsekuensi tersendiri, yaitu telur yang dihasilkan mempunyai ukuran yang lebih kecil dari standar dan masa rentang bertelurnya menjadi lebih pendek. Kondisi inipun sangat sulit untuk dipulihkan. Penyebabnya ialah pada masa-masa awal bertelur, selain dituntut untuk menghasilkan telur ayam juga harus menambah berat badannya, sekitar 300 gram sampai puncak produksi. Hal ini semakin diperparah dengan tingkat konsumsi ransum yang lebih sedikit.

Ketertinggalan Bisa Dikejar

Memahami 2 alinea sebelumnya, semakin memantapkan kita bahwa pencapaian berat badan ayam mulai dari umur 1 hari sampai memasuki masa produksi menjadi hal yang sangat essensial. Bagaimana halnya dengan ayam yang “sempat” tertinggal berat badannya namun akhirnya dapat mencapai berat standar? Untuk menjawab pertanyaan itu, kita perlu mengetahui fase perkembangan dari organ-organ tubuh ayam.

Pertumbuhan daging dapat terjadi setiap saat sampai ayam mati dan sama halnya juga dengan pertumbuhan bulu. Berbeda halnya dengan pertumbuhan tulang atau kerangka yang mempunyai batas akhir dimana pada saat tertentu tulang hanya mengalami pertumbuhan yang sedikit atau boleh dikatakan tidak terjadi pertumbuhan lagi.

Saat ayam berumur 12 minggu, frame (kerangka) ayam telah terbentuk secara sempurna sedangkan sebelumnya (umur 6-7 minggu) 80% kerangka tubuh ayam telah mencapai dimensi akhir. Hal ini dapat diartikan bahwa ketertinggalan pertumbuhan tulang sebelum umur 12 minggu masih relatif bisa dikejar meskipun dengan biaya yang relatif besar. Perkembangan kerangka yang optimal dapat kita lihat dari panjang kaki (tulang shank) maupun lebar tulang selangka (os pubis). Pengaruh panjang kaki terhadap produksi telur tercantum pada Tabel 2.

Keberadaan tulang atau kerangka yang optimal akan sangat mendukung dihasilkannya telur yang berkualitas. Hal ini disebabkan komponen penyusun kerabang telur, yaitu kalsium (Ca) salah satu sumbernya adalah dari tulang kerangka ayam. Jika pertumbuhan tulang tidak optimal, selain menyebabkan kerabang telur menjadi tipis dapat juga mengakibatkan terjadinya kasus lumpuh layu (cage layer fatique). Pada kasus ini, suplementasi kalsium penting dilakukan.

Tabel 2. Pengaruh Panjang Kaki terhadap Produksi Telur
Berat Badan (gram) Panjang kaki (mm) Puncak Produksi (%)
1.339 99 84
1.285 98 86
1.298 103 87
Sumber: Miller, 1992

Keseragaman Harus Diatas 80%
Selain pencapaian berat badan sesuai standar kita juga harus memperhatikan uniformity (keseragaman) dalam populasi ayam yang kita pelihara. Keseragaman minimal yang harus tercapai ialah 80%. Jika keseragaman turun, bisa dipastikan puncak produksi akan sulit tercapai.

Langkah pencapaian berat badan dan keseragaman yang baik harus dilakukan sejak awal DOC masuk dalam kandang (chick in). Kontrol berat badan ayam harus dilakukan dengan teknik dan waktu yang tepat. Kontrol berat badan ayam yang dipelihara di kandang postal dan baterai berbeda. Jika ayam dipelihara di dalam kandang postal maka pengambilan sampel ayamnya dilakukan dengan memakai sekat berbentuk segi empat yang dilengkapi dengan jaring. Sekat ini diletakkan pada salah satu sisi kandang, misalnya di bagian tengah kandang. Setiap ayam yang terdapat dalam sekat tersebut ditimbang satu per satu. Jumlah sampel yang bisa mewakili teknik ini minimal 100 ekor. Jika 1 floks terdiri dari beberapa kandang maka pengambilan sampel dilakukan di setiap kandang dengan jumlah sampel 50 ekor. Hasil tersebut kemudian di buat rata-rata. Jika ayam dipelihara pada kandang baterai, pengambilan sampelnya diwakili oleh 5 atau 6 bagian kandang (cage) yang dipilih secara acak. Seluruh ayam yang berada pada cage tersebut ditimbang satu per satu.

Salah satu program kontrol berat badan adalah:
 Umur 0 dan 4 minggu, penimbangan berat badan dilakukan pada seluruh ayam karena keseragaman sangat sulit tercapai pada periode ini
 Umur 4-26 minggu, kontrol berat badan individual dilakukan tiap minggu
 Umur26-35 minggu penimbangan dilakukan setiap 2 minggu
 Umur >35 minggu sampai panen, penimbangan dilakukan 1 bulan sekali

Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat penimbangan berat badan adalah :
 Jumlah ayam yang ditimbang 5-10% dari total populasi. Usahakan ayam yang ditimbang selalu sama setiap penimbangan.
 Penimbangan ayam harus dilakukan satu persatu jangan dilakukan secara kelompok misalnya sekali timbang ada 5 ekor ayam.
 Alat timbang yang digunakan harus selalu sama
 Skala ketelitian alat timbang tidak boleh Iebihdari 20g
 Waktu pelaksanaan penimbangan harus selalu sama, misalnya akhir minggu

Jika keseragaman berat badan tidak sesuai standar segera lakukan evaluasi pada beberapa hal berikut:
 Jumlah dan distribusi tempat ransum dan tempat minum
 Kepadatan ayam di dalam kandang
 Kualitas dan kuantitas ransum
 Kualitas potong paruh
 Adanya serangan penyakit
 Terjadinya stres pada ayam, baik karena lingkungan kandang yang kurang nyaman maupun perlakuan yang kurang sesuai

Mengulik Tehnik Beternak Layer Modern

Siapa orang Indonesia yang tak pernah makan telur ayam ras, pastinya hampir semua orang pernah makan telur. Namun tak semua orang tahu darimana asalnya telur yang setiap hari dikonsumsi ini. Telur-telur ini berasal dari “mesin-mesin pencetak telur” hidup yang disebut ayam layer.

Ayam layer mulai masuk ke Indonesia pada periode tahun 1960-an dengan produksi paling banter 200 butir telur setahun. Seiring dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan maka kualitas genetik ayam layer juga semakin diperbaiki. Demikian pula dengan cara pemeliharaannya. Saat ini saja rata-rata layer modern mampu menghasilkan telur diatas 320 butir/ekor sampai pemeliharaan 72 minggu.

Cara pemeliharaan ayam petelur modern kini sudah tak bisa lagi disamakan dengan cara pemeliharaan berpuluh tahun silam yang lazim dilakukan peternak layer. Hal ini disebabkan karena perubahan sifat genetik dari ayam tersebut yang sangat drastis dan dalam pemeliharaannya membutuhkan perhatian ekstra agar produktivitasnya optimal.

Produksi yang optimal dapat dilihat dari jumlah, berat, ukuran, bentuk.dan keseragaman telur yang dihasilkan. Belum lagi bicara tentang nutrisi pakan ayam layer modern yang cenderung rewel kala terjadi perubahan kualitas pakan.

Oleh karenanya, peternak harus sadar betul hal apa saja yang menjadi syarat keberhasilan pemeliharaan ayam petelur. Produksi telur yang optimal dapat diartikan ayam mampu menghasilkan telur dalam jumlah maksimal dalam waktu lama atau secara bahasa praktisnya adalah ayam bisa mencapai puncak produksi dan hen day (HD) berada diatas 90% dalam waktu lama.

Baru Muncul di Era Tahun 2000-an

Sebelum lebih jauh membahas tentang manajemen layer modern, kita harus tahu dulu apa itu layer modern. Drh Hadi Wibowo dari PT Sumber Multivita yang memiliki pengalaman puluhan tahun di pemeliharaan ayam layer angkat bicara menjelaskan latarbelakang munculnya layer modern.

Menurutnya, layer modern mulai muncul sejak tahun 2000 yang merupakan hasil rekayasa genetik dari proses seleksi yang panjang. Seleksi itu ditujukan untuk mendapatkan potensi genetik yang diinginkan berupa produktivitas maksimal dan efisiensi yang tinggi.

Lebih lanjut, kata Hadi, kelebihan layer modern ini diantaranya memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dengan kematangan seksual lebih awal 2 minggu. Selain itu bentuk badan yang lebih kecil menyebabkan layer modern lebih efisien dalam kebutuhan ransum.

Ia juga menambahkan bahwa layer modern saat ini memiliki puncak produksi 2-3% lebih tinggi, dengan hen day 90%, 8 minggu lebih lama serta feed convertion ratio (FCR) yang lebih rendah.

Berikut adalah perbandingan performa salah satu strain ayam layer di bawah:
Perbandingan Performan
Peforman Isa Brown (1984) Isa Brown (2004)
Berat badan umur 17 minggu 1500 gram 1400 gram
HD 50% 22 minggu 20 minggu
Puncak produksi 91-92% 95%
Berat telur 63 gram 62,6 gram
HH egg production 310 350
HH mass production 19,5 kg 21,9 kg
FCR total 2,35 2,14
Daya hidup 93-94% 97%

Sangat Rentan di Awal Pemeliharaan

Di tempat dan waktu berbeda Drh Brigita, technical services PT Medion Farma Jaya pernah menjelaskan tentang strategi sukses beternak layer modern pada acara Diklat Medion belum lama ini yang secara khusus diikuti Infovet. Gita, begitu ia biasa disapa, menjelaskan bahwa kelemahan layer modern diantaranya adalah bila terjadi gangguan pertumbuhan akan sulit dikompensasi pada masa pertumbuhan berikutnya.

Selain itu layer modern yang dikembangkan dengan teknologi tinggi ini juga lebih mudah stres karena perubahan keadaan lingkungan. Ditambah nafsu makan yang lebih rendah terutama di umur 4 minggu pertama dan saat mendekati masa produksi.

Hal ini dibenarkan oleh Drh Hadi Wibowo, katanya, Layer modern mudah sekali stres, sering terjadi pada saat awal pemeliharaan. Terutama saat DOC baru datang rentan terhadap cekaman temperatur. Saraf sensoris diujung-ujung kaki dan paruhnya sangat peka terhadap perubahan suhu kamar. Untuk itu suhu kamar harus optimal sehingga 1-2 jam sebelum DOC datang pemanas harus sudah dinyalakan. Bila suhu sekam dingin cenderung membuat anak ayam diam dan pasif bergerak. Sehingga menyebabkan anak ayam terlambat untuk mulai makan dan minum yang juga berbuntut tidak tersedianya energi, vitamin, dan antibiotik yang dibutuhkan ayam di fase awal pertumbuhannnya.

Lebih jauh, Hadi menjelaskan, semakin cepat ayam makan dan minum maka semakin cepat rangsangan terhadap sel epitel usus untuk berkembang. Oleh karenanya Hadi menyarankan ke peternak dan anak kandang dilapangan untuk memperhatikan tembolok ayam saat 8 jam pertama harus terisi sekitar 80%. Dan saat 12 jam pertama tembolok harus sudah terisi 100%.

Betapa pentingnya kualitas dan kuantitas pakan diperiode awal pemeliharaan. Karena gangguan sekecil apapun akan mempengaruhi performa pertumbuhan di fase berikutnya. Hadi menambahkan, gangguan pada hari pertama akan menyebabkan pertumbuhan bursa fabricius di hari ke-4 akan terhambat. Padahal organ ini berfungsi sangat vital guna menghasilkan zat kebal tubuh dari serangan kuman patogen dari lingkungan. Pada saat minggu ketiga sel timus mulai berkembang yang juga menghasilkan sel yang bertanggung untuk kekebalan tubuh.

Hadi sangat menyayangkan pola pikir peternak yang kolot atau dalam bahasa Jawa ‘ndableg’ atau susah mengikuti perubahan untuk memperbaiki manajemen pemeliharaan ayam petelurnya. Karena menurut mereka dengan pengalaman beternak lebih dari 20 tahun sudah cukup dengan manajemen seadanya seperti waktu mereka mulai beternak. Tapi mereka lupa bahwa sifat genetik ayam telah jauh berubah dan membutuhkan perhatian lebih intensif agar dapat berproduksi optimal.

Pada kesempatan berbeda Drh Sugeng Pujiono Marketing Manager PT Sanber Farma Divisi veteriner dan Akuakultur menyampaikan bahwa perubahan kualitas genetik yang begitu pesat menuntut perbaikan manajemen yang optimal.

Sugeng mencontohkan pada fase brooding di 2 minggu pertama peternak harus ekstra hati-hati, sebab bila terjadi gangguan akan menyebabkan terlambatnya penyerapan kuning telur yang berujung pada terlambatnya pembentukan kekebalan tubuh.

Selain itu, pria kelahiran Gresik, 20 November 1963 ini menekankan bahwa keseragaman berat badan harus sudah dicapai sebelum usia 6 minggu disesuaikan dengan standar yang ditentukan pembibit, sebab bila tidak akan memunculkan beragam problem dalam pemeliharaan, seperti masalah penyakit, mundurnya awal produksi, tidak tercapainya puncak produksi dan tidak bertahan lama, sehingga terjadi inefisiensi.

”Pastikan juga sebelum pullet naik ke kandang baterei telah terbebas dari infeksi cacing. Maka berikan obat cacing setidaknya 2 bulan sekali,” ujar alumni FKH Unair tahun 1981 ini.

Vaksinasi sebagai tindakan pencegahan penyakit penting dilakukan, karena berbagai penyakit yang menimpa diumur muda akan tetap berdampak permanen hingga masa produksi contohnya IB, ND, dll.

”Sebenarnya peternak sekarang ini lebih mengaharapkan ayam petelur yang puncak produksinya tidak terlalu tinggi misalnya 80-85% yang penting peak produksi tersebut bisa bertahan lama. Dibanding layer modern saat ini yang puncak produksinya tinggi 90-92% tapi kalau sudah turun, turunnya bisa anjlok sekali,” terang Sugeng.

Namun ketiga narasumber Infovet tersebut sepakat bahwa keberhasilan mencapai puncak produksi dan persistensi hen day (HD) diatas 90% dalam waktu lama tak bisa didapatkan secara instan dan singkat. Tapi peternak sebelumnya harus memperhatikan kondisi ayamnya secara sungguh-sungguh mulai sejak ayam datang di kandang (chick in) sampai ayam bertelur.

Bukan suatu hal yang mudah tentunya. Namun, juga bukan sesuatu yang tidak mungkin untuk diwujudkan. Penerapan sistem pemeliharaan yang baik dengan didukung dengan manajemen kesehatan yang baik tentu akan dapat mewujudkan hasil yang optimal tersebut.

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer