Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Kenali Fase Kritis Pemeliharaan Ayam Layer

Fase kritis pemeliharaan ayam layer adalah saat di awal pemeliharaan. Keberhasilan menciptakan kondisi yang optimal bagi tumbuh kembang anak ayam hingga pullet menjadi modal dasar suksesnya peternakan ayam petelur. Demikian diungkapkan Tim Teknis Medion yang diwakili Drh Brigita saat ditemui Infovet di Bandung belum lama ini. Infovet secara khusus hadir mengikuti Diklat yang saat itu membahas tentang manajemen layer modern. Diklat Medion ini rutin digelar oleh PT Medion untuk meningkatkan wawasan peternak binaannya.

Lebih lanjut menurut Gita, demikian ia akrab disapa, untuk mencapai hal tersebut diperlukan usaha yang ulet dan teliti. Faktor-faktor penentu keberhasilan produktivitas pun perlu kita ketahui dan pahami bersama. Faktor kritis tersebut antara lain pencapaian berat badan sesuai standar dan uniformity (keseragaman), frame size (ukuran kerangka) yang optimal, nutrisi yang benar, vaksinasi dan pengobatan yang tepat serta stimulasi cahaya dalam peningkatan produktivitas ayam.

Gita menambahkan, ayam layer modern selain memiliki kelemahan mudah stres, juga lebih peka terhadap kualitas dan kuantitas ransum. Layer modern juga lebih mudah terinfeksi bibit penyakit, karena berat relatif organ lymfoid (red. perbandingan berat organ lymfoid dengan berat badan) lebih kecil.

Oleh karenanya faktor kritis yang telah disebutkan diatas patut menjadi perhatian peternak. Tiga parameter yang lazim dijadikan tolok ukur performan ayam petelur adalah data hen day (HD), feed conversion ratio (FCR) dan tingkat kematian. Dari ketiga parameter tersebutlah bisa diketahui apakah hasilnya sesuai atau bahkan melebihi standar (target performan) dari perusahaan pembibit. Syukur kalau memenuhi standar atau bahkan melampaui target dengan bayang-bayang keuntungan yang menggiurkan. Tapi kalau ternyata hasilnya jauh dibawah standar tentu inefisiensi biaya produksi dan kerugian telah menanti.

“Sebelum memulai produksi kita harus menentukan target produktivitas ayam petelur yang kita pelihara. Tentu saja target tersebut bersumber dari manual guide atau manual management yang dikeluarkan oleh perusahaan pembibitan. Data produktivitas ayam petelur rekanan kita yang telah melebihi standar juga bisa menjadi acuan kita dalam menentukan target ini,” jelas Gita.

Perlu menjadi perhatian kita bersama, saat kita telah menentukan sebuah target produktivitas maka dapat diartikan kita telah mempunyai sebuah tujuan yang jelas. Setelah itu, kita akan selalu berusaha untuk mencapai tujuan itu dengan baik. Jika kita belum memiliki tujuan tentu saja arah kita dalam pemeliharaan ayam petelur pun tidak menentu. Contoh target performan (produktivitas) ayam petelur coklat (layer brown) dari berbagai strain yang ada di Indonesia bisa dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Target Performan (Produktivitas) Ayam Petelur
Parameter Satuan Strain Ayam Petelur
Hisex Hy Line ISA Brown Lohmann
Dayahidup % 94,5 96-98 93,2 93-96
Umur saat HD 50% Hari 142 145 143 150
HD puncak produksi % 96 94-96 95 94,5
Rata-rata berat telur g 62,5 62,7-66,9 63,1 63,3
Jumlah telur per hen house butir 352 ND 351 310,4
Berat telur per hen house kg 22 23,2 22,1 19,65
Konsumsi ransum rata-rata g 112 109 111 112,8-113,6
FCR 2,17 1,96 2,14 2,1

Sumber: Manual Guide atau Manual Management Breeder, 2006-2007
Untuk strain Hisex, Hy Line dan Isa Brown merupakan target performan umur 18-80 minggu sedangkan Lohmann merupakan target performan umur 18-72 minggu.

Mengejar Pertumbuhan yang Optimal

Ayam petelur modern saat ini merupakan ayam hasil rekayasa genetik dengan potensi mampu menghasilkan telur dengan jumlah yang banyak (red. Hen Day tinggi) dan bertahan lama persistensi produksi telur baik) dengan tingkat efisiensi yang semakin baik. Meskipun produktivitas telurnya dibuat setinggi mungkin, namun berat badannya didesain dengan ukuran yang lebih kecil dibandingkan generasi sebelumnya. Desain berat badan ayam petelur ini bertujuan menekan kebutuhan nutrisi yang dipakai dalam proses maintenance (perawatan) tubuh sehingga asupan nutrisi bisa lebih banyak diposisikan untuk pembentukan telur.

Namun, desain terbaru ayam petelur ini membawa konsekuensi tersendiri dan yang paling mencolok adalah pencapaian berat badan yang relatif sulit. Kasus ini terutama terjadi saat masa starter (umur 1 bulan pertama) maupun saat mendekati masa produksi telur. Dan yang lebih parah lagi, ketertinggalan berat badan ini relatif sulit dikompensasi di masa pemeliharaan berikutnya. Dan efeknya pun akan selalu terbawa saat ayam masuk pada masa produksi telur. Ayam yang mengalami masalah pencapaian berat badan di umur 4-5 minggu juga akan mengalami hal yang sama pada umur 16 minggu yang berefek pada kemunduran umur awal produksi.

Pencapaian berat badan sesuai standar menjadi salah satu parameter utama yang menentukan baik tidaknya produktivitas ayam. Berat badan ayam melebihi standar, bukan suatu hal yang baik. Kita tahu, kelebihan berat badan (ada yang berpendapat >10%) mengakibatkan saluran pencernaan dan saluran reproduksi banyak terdapat lemak sehingga perkembangan saluran reproduksi terhambat dan parahnya saat memasuki masa produksi, biasanya akan banyak ditemukan kasus prolapse (keluarnya sebagian saluran reproduksi) yang diakhiri dengan kematian ayam.

Timbunan lemak itu dapat menurunkan elastisitas saluran reproduksi sehingga saat pelepasan telur (terjadi kontraksi saluran reproduksi) posisi saluran reproduksi tidak bisa kembali seperti semula atau tidak bisa masuk kembali. Keadaan ini memicu ayam lainnya mematuknya sehingga akhirnya ayam tersebut mati.

Berat badan ayam yang terlalu kecil (di bawah standar) juga akan membawa konsekuensi tersendiri, yaitu telur yang dihasilkan mempunyai ukuran yang lebih kecil dari standar dan masa rentang bertelurnya menjadi lebih pendek. Kondisi inipun sangat sulit untuk dipulihkan. Penyebabnya ialah pada masa-masa awal bertelur, selain dituntut untuk menghasilkan telur ayam juga harus menambah berat badannya, sekitar 300 gram sampai puncak produksi. Hal ini semakin diperparah dengan tingkat konsumsi ransum yang lebih sedikit.

Ketertinggalan Bisa Dikejar

Memahami 2 alinea sebelumnya, semakin memantapkan kita bahwa pencapaian berat badan ayam mulai dari umur 1 hari sampai memasuki masa produksi menjadi hal yang sangat essensial. Bagaimana halnya dengan ayam yang “sempat” tertinggal berat badannya namun akhirnya dapat mencapai berat standar? Untuk menjawab pertanyaan itu, kita perlu mengetahui fase perkembangan dari organ-organ tubuh ayam.

Pertumbuhan daging dapat terjadi setiap saat sampai ayam mati dan sama halnya juga dengan pertumbuhan bulu. Berbeda halnya dengan pertumbuhan tulang atau kerangka yang mempunyai batas akhir dimana pada saat tertentu tulang hanya mengalami pertumbuhan yang sedikit atau boleh dikatakan tidak terjadi pertumbuhan lagi.

Saat ayam berumur 12 minggu, frame (kerangka) ayam telah terbentuk secara sempurna sedangkan sebelumnya (umur 6-7 minggu) 80% kerangka tubuh ayam telah mencapai dimensi akhir. Hal ini dapat diartikan bahwa ketertinggalan pertumbuhan tulang sebelum umur 12 minggu masih relatif bisa dikejar meskipun dengan biaya yang relatif besar. Perkembangan kerangka yang optimal dapat kita lihat dari panjang kaki (tulang shank) maupun lebar tulang selangka (os pubis). Pengaruh panjang kaki terhadap produksi telur tercantum pada Tabel 2.

Keberadaan tulang atau kerangka yang optimal akan sangat mendukung dihasilkannya telur yang berkualitas. Hal ini disebabkan komponen penyusun kerabang telur, yaitu kalsium (Ca) salah satu sumbernya adalah dari tulang kerangka ayam. Jika pertumbuhan tulang tidak optimal, selain menyebabkan kerabang telur menjadi tipis dapat juga mengakibatkan terjadinya kasus lumpuh layu (cage layer fatique). Pada kasus ini, suplementasi kalsium penting dilakukan.

Tabel 2. Pengaruh Panjang Kaki terhadap Produksi Telur
Berat Badan (gram) Panjang kaki (mm) Puncak Produksi (%)
1.339 99 84
1.285 98 86
1.298 103 87
Sumber: Miller, 1992

Keseragaman Harus Diatas 80%
Selain pencapaian berat badan sesuai standar kita juga harus memperhatikan uniformity (keseragaman) dalam populasi ayam yang kita pelihara. Keseragaman minimal yang harus tercapai ialah 80%. Jika keseragaman turun, bisa dipastikan puncak produksi akan sulit tercapai.

Langkah pencapaian berat badan dan keseragaman yang baik harus dilakukan sejak awal DOC masuk dalam kandang (chick in). Kontrol berat badan ayam harus dilakukan dengan teknik dan waktu yang tepat. Kontrol berat badan ayam yang dipelihara di kandang postal dan baterai berbeda. Jika ayam dipelihara di dalam kandang postal maka pengambilan sampel ayamnya dilakukan dengan memakai sekat berbentuk segi empat yang dilengkapi dengan jaring. Sekat ini diletakkan pada salah satu sisi kandang, misalnya di bagian tengah kandang. Setiap ayam yang terdapat dalam sekat tersebut ditimbang satu per satu. Jumlah sampel yang bisa mewakili teknik ini minimal 100 ekor. Jika 1 floks terdiri dari beberapa kandang maka pengambilan sampel dilakukan di setiap kandang dengan jumlah sampel 50 ekor. Hasil tersebut kemudian di buat rata-rata. Jika ayam dipelihara pada kandang baterai, pengambilan sampelnya diwakili oleh 5 atau 6 bagian kandang (cage) yang dipilih secara acak. Seluruh ayam yang berada pada cage tersebut ditimbang satu per satu.

Salah satu program kontrol berat badan adalah:
 Umur 0 dan 4 minggu, penimbangan berat badan dilakukan pada seluruh ayam karena keseragaman sangat sulit tercapai pada periode ini
 Umur 4-26 minggu, kontrol berat badan individual dilakukan tiap minggu
 Umur26-35 minggu penimbangan dilakukan setiap 2 minggu
 Umur >35 minggu sampai panen, penimbangan dilakukan 1 bulan sekali

Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat penimbangan berat badan adalah :
 Jumlah ayam yang ditimbang 5-10% dari total populasi. Usahakan ayam yang ditimbang selalu sama setiap penimbangan.
 Penimbangan ayam harus dilakukan satu persatu jangan dilakukan secara kelompok misalnya sekali timbang ada 5 ekor ayam.
 Alat timbang yang digunakan harus selalu sama
 Skala ketelitian alat timbang tidak boleh Iebihdari 20g
 Waktu pelaksanaan penimbangan harus selalu sama, misalnya akhir minggu

Jika keseragaman berat badan tidak sesuai standar segera lakukan evaluasi pada beberapa hal berikut:
 Jumlah dan distribusi tempat ransum dan tempat minum
 Kepadatan ayam di dalam kandang
 Kualitas dan kuantitas ransum
 Kualitas potong paruh
 Adanya serangan penyakit
 Terjadinya stres pada ayam, baik karena lingkungan kandang yang kurang nyaman maupun perlakuan yang kurang sesuai

Mengulik Tehnik Beternak Layer Modern

Siapa orang Indonesia yang tak pernah makan telur ayam ras, pastinya hampir semua orang pernah makan telur. Namun tak semua orang tahu darimana asalnya telur yang setiap hari dikonsumsi ini. Telur-telur ini berasal dari “mesin-mesin pencetak telur” hidup yang disebut ayam layer.

Ayam layer mulai masuk ke Indonesia pada periode tahun 1960-an dengan produksi paling banter 200 butir telur setahun. Seiring dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan maka kualitas genetik ayam layer juga semakin diperbaiki. Demikian pula dengan cara pemeliharaannya. Saat ini saja rata-rata layer modern mampu menghasilkan telur diatas 320 butir/ekor sampai pemeliharaan 72 minggu.

Cara pemeliharaan ayam petelur modern kini sudah tak bisa lagi disamakan dengan cara pemeliharaan berpuluh tahun silam yang lazim dilakukan peternak layer. Hal ini disebabkan karena perubahan sifat genetik dari ayam tersebut yang sangat drastis dan dalam pemeliharaannya membutuhkan perhatian ekstra agar produktivitasnya optimal.

Produksi yang optimal dapat dilihat dari jumlah, berat, ukuran, bentuk.dan keseragaman telur yang dihasilkan. Belum lagi bicara tentang nutrisi pakan ayam layer modern yang cenderung rewel kala terjadi perubahan kualitas pakan.

Oleh karenanya, peternak harus sadar betul hal apa saja yang menjadi syarat keberhasilan pemeliharaan ayam petelur. Produksi telur yang optimal dapat diartikan ayam mampu menghasilkan telur dalam jumlah maksimal dalam waktu lama atau secara bahasa praktisnya adalah ayam bisa mencapai puncak produksi dan hen day (HD) berada diatas 90% dalam waktu lama.

Baru Muncul di Era Tahun 2000-an

Sebelum lebih jauh membahas tentang manajemen layer modern, kita harus tahu dulu apa itu layer modern. Drh Hadi Wibowo dari PT Sumber Multivita yang memiliki pengalaman puluhan tahun di pemeliharaan ayam layer angkat bicara menjelaskan latarbelakang munculnya layer modern.

Menurutnya, layer modern mulai muncul sejak tahun 2000 yang merupakan hasil rekayasa genetik dari proses seleksi yang panjang. Seleksi itu ditujukan untuk mendapatkan potensi genetik yang diinginkan berupa produktivitas maksimal dan efisiensi yang tinggi.

Lebih lanjut, kata Hadi, kelebihan layer modern ini diantaranya memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dengan kematangan seksual lebih awal 2 minggu. Selain itu bentuk badan yang lebih kecil menyebabkan layer modern lebih efisien dalam kebutuhan ransum.

Ia juga menambahkan bahwa layer modern saat ini memiliki puncak produksi 2-3% lebih tinggi, dengan hen day 90%, 8 minggu lebih lama serta feed convertion ratio (FCR) yang lebih rendah.

Berikut adalah perbandingan performa salah satu strain ayam layer di bawah:
Perbandingan Performan
Peforman Isa Brown (1984) Isa Brown (2004)
Berat badan umur 17 minggu 1500 gram 1400 gram
HD 50% 22 minggu 20 minggu
Puncak produksi 91-92% 95%
Berat telur 63 gram 62,6 gram
HH egg production 310 350
HH mass production 19,5 kg 21,9 kg
FCR total 2,35 2,14
Daya hidup 93-94% 97%

Sangat Rentan di Awal Pemeliharaan

Di tempat dan waktu berbeda Drh Brigita, technical services PT Medion Farma Jaya pernah menjelaskan tentang strategi sukses beternak layer modern pada acara Diklat Medion belum lama ini yang secara khusus diikuti Infovet. Gita, begitu ia biasa disapa, menjelaskan bahwa kelemahan layer modern diantaranya adalah bila terjadi gangguan pertumbuhan akan sulit dikompensasi pada masa pertumbuhan berikutnya.

Selain itu layer modern yang dikembangkan dengan teknologi tinggi ini juga lebih mudah stres karena perubahan keadaan lingkungan. Ditambah nafsu makan yang lebih rendah terutama di umur 4 minggu pertama dan saat mendekati masa produksi.

Hal ini dibenarkan oleh Drh Hadi Wibowo, katanya, Layer modern mudah sekali stres, sering terjadi pada saat awal pemeliharaan. Terutama saat DOC baru datang rentan terhadap cekaman temperatur. Saraf sensoris diujung-ujung kaki dan paruhnya sangat peka terhadap perubahan suhu kamar. Untuk itu suhu kamar harus optimal sehingga 1-2 jam sebelum DOC datang pemanas harus sudah dinyalakan. Bila suhu sekam dingin cenderung membuat anak ayam diam dan pasif bergerak. Sehingga menyebabkan anak ayam terlambat untuk mulai makan dan minum yang juga berbuntut tidak tersedianya energi, vitamin, dan antibiotik yang dibutuhkan ayam di fase awal pertumbuhannnya.

Lebih jauh, Hadi menjelaskan, semakin cepat ayam makan dan minum maka semakin cepat rangsangan terhadap sel epitel usus untuk berkembang. Oleh karenanya Hadi menyarankan ke peternak dan anak kandang dilapangan untuk memperhatikan tembolok ayam saat 8 jam pertama harus terisi sekitar 80%. Dan saat 12 jam pertama tembolok harus sudah terisi 100%.

Betapa pentingnya kualitas dan kuantitas pakan diperiode awal pemeliharaan. Karena gangguan sekecil apapun akan mempengaruhi performa pertumbuhan di fase berikutnya. Hadi menambahkan, gangguan pada hari pertama akan menyebabkan pertumbuhan bursa fabricius di hari ke-4 akan terhambat. Padahal organ ini berfungsi sangat vital guna menghasilkan zat kebal tubuh dari serangan kuman patogen dari lingkungan. Pada saat minggu ketiga sel timus mulai berkembang yang juga menghasilkan sel yang bertanggung untuk kekebalan tubuh.

Hadi sangat menyayangkan pola pikir peternak yang kolot atau dalam bahasa Jawa ‘ndableg’ atau susah mengikuti perubahan untuk memperbaiki manajemen pemeliharaan ayam petelurnya. Karena menurut mereka dengan pengalaman beternak lebih dari 20 tahun sudah cukup dengan manajemen seadanya seperti waktu mereka mulai beternak. Tapi mereka lupa bahwa sifat genetik ayam telah jauh berubah dan membutuhkan perhatian lebih intensif agar dapat berproduksi optimal.

Pada kesempatan berbeda Drh Sugeng Pujiono Marketing Manager PT Sanber Farma Divisi veteriner dan Akuakultur menyampaikan bahwa perubahan kualitas genetik yang begitu pesat menuntut perbaikan manajemen yang optimal.

Sugeng mencontohkan pada fase brooding di 2 minggu pertama peternak harus ekstra hati-hati, sebab bila terjadi gangguan akan menyebabkan terlambatnya penyerapan kuning telur yang berujung pada terlambatnya pembentukan kekebalan tubuh.

Selain itu, pria kelahiran Gresik, 20 November 1963 ini menekankan bahwa keseragaman berat badan harus sudah dicapai sebelum usia 6 minggu disesuaikan dengan standar yang ditentukan pembibit, sebab bila tidak akan memunculkan beragam problem dalam pemeliharaan, seperti masalah penyakit, mundurnya awal produksi, tidak tercapainya puncak produksi dan tidak bertahan lama, sehingga terjadi inefisiensi.

”Pastikan juga sebelum pullet naik ke kandang baterei telah terbebas dari infeksi cacing. Maka berikan obat cacing setidaknya 2 bulan sekali,” ujar alumni FKH Unair tahun 1981 ini.

Vaksinasi sebagai tindakan pencegahan penyakit penting dilakukan, karena berbagai penyakit yang menimpa diumur muda akan tetap berdampak permanen hingga masa produksi contohnya IB, ND, dll.

”Sebenarnya peternak sekarang ini lebih mengaharapkan ayam petelur yang puncak produksinya tidak terlalu tinggi misalnya 80-85% yang penting peak produksi tersebut bisa bertahan lama. Dibanding layer modern saat ini yang puncak produksinya tinggi 90-92% tapi kalau sudah turun, turunnya bisa anjlok sekali,” terang Sugeng.

Namun ketiga narasumber Infovet tersebut sepakat bahwa keberhasilan mencapai puncak produksi dan persistensi hen day (HD) diatas 90% dalam waktu lama tak bisa didapatkan secara instan dan singkat. Tapi peternak sebelumnya harus memperhatikan kondisi ayamnya secara sungguh-sungguh mulai sejak ayam datang di kandang (chick in) sampai ayam bertelur.

Bukan suatu hal yang mudah tentunya. Namun, juga bukan sesuatu yang tidak mungkin untuk diwujudkan. Penerapan sistem pemeliharaan yang baik dengan didukung dengan manajemen kesehatan yang baik tentu akan dapat mewujudkan hasil yang optimal tersebut.

TEMU TAHUNAN KARYAWAN LIBATKAN KELUARGA

Ruang Redaksi Infovet 163 Februari 2008

Pertemuan Tahunan Infovet 2007-2008 menjadi satu dalam kerangka besar Pertemuan Tahunan PT Gallus Indonesia Utama, berlangsung di Wisma Mulya Sari, Cisarua, Jawa Barat, 27-28 Januari 2008. Divisi-Divisi di PT Gallus Indonesia Utama berbaur menjadi satu, dan tidak sekedar para karyawan, namun beserta keluarga masing-masing!
Berangkat dengan bis besar dari kantor PT Gallus Indonesia Utama di Gedung Rumah Sakit Hewan Jakarta, Ragunan, Jakarta Selatan, pagi, Minggu 27 Januari 2008, setelah menaruh barang di Wisma Mulya Sari, rombongan menuju Taman Safari di Cisarua, dan seharian itu terciptalah suasana menyegarkan setelah hampir 16 tahun Infovet berdiri, baru pada kesempatan ini semua keluarga karyawan dilibatkan, dalam suasana sungguh segar.
Sorenya rombongan menuju Wisma Mulya Sari, seluruh karyawan dan keluarga kembali menikmati petang, dan malamnya diadakan pra pertemuan tahunan, tukar hadiah diiringi musik, dan pertemuan tiap divisi. Divisi Infovet melibatkan Pimpinan Infovet/PT Gallus, Tim pelaksana Infovet pusat, Perwakilan Infovet di Yogyakarta, Wartawan Infovet Wilayah Jabotabek-Indonesia dan Wartawan Infovet Daerah Riau.
Senin, 28 Januari 2008, merupakan pembukaan Pertemuan Tahunan, diawali oleh Direktur PT Gallus Indonesia Utama mempresentasikan kinerja perusahaan tahun 2007 dan rencana 2008. Manajer tiap Divisi mempresentasikan kinerja dan rencananya, beserta serah terima tiap rencana kerja tiap Divisi antar pimpinan perusahaan dengan tiap manajer divisi. Divisi-Divisi itu adalah Divisi Infovet, Divisi Satwa Kesayangan, Divisi Gita Pustaka, Divisi Event Organizer, dan Divisi G Multimedia.
Berlanjut, Komisaris PT Gallus Indonesia Utama mempresentasikan arahannya. Lalu Ketua Umum ASOHI (Asosiasi Obat Hewan Indonesia) sebagai pemegang saham terbanyak PT Gallus Indonesia Utama mempresentasikan tentang ASOHI. Sore itu acara diakhiri dengan keakraban dan kekeluargaan lagi, berujung rombongan dengan bis besar kembali ke Jakarta.
Tim Infovet masih melanjutkan acara tahunan ini, esoknya, 29 Januari 2009 rombongan lengkap Divisi Infovet dan Perwakilan serta Wartawan Daerah mengunjungi PT Ceva Indonesia, PT Romindo Primavetcom dan PT Paeco Agung, diterima masing-masing pimpinan perusahaan. Acara berujung kembalinya Perwakilan Daerah dan Wartawan Daerah ke tempat tugas masing-masing, laksana baterai, usai mendapatkan charge, setrum, energi baru, untuk melanjutkan langkah ke depan dalam pengabdian di bidang informasi kesehatan hewan dan peternakan secara prima.
Kiranya langkah segar di awal 2008 ini mengilhami kita semua untuk menghadapi apa yang bakal terjadi di tahun 2008 ini dengan sikap jiwa yang sempurna, senantiasa waspada, menempatkan diri tetap selalu pada kondisi kritis, rendah hati, berjiwa besar, bersahabat, mengarahkan diri pada kemajuan dan keberanian hati belajar dari pengalaman.
Bahwa, pada dasarnya, kita patut memetakan semua sikap yang ada untuk lebih memanusiakan diri kita sebagai manusia, yang berkemanusiaan, berwawasan luas, bersikap hati luhur, seimbang antara penggunaan pikiran dengan penggunaan perasaan/hati, menuju cita-cita bersama yang secara teori dapat dijangkau dan secara praktek membutuhkan perjuangan dengan mengakomodasi semua faktor baik internal maupun eksternal.
Kiranya Tuhan memberkati kita yang mau belajar berjiwa mulia, apapun kita sebelumnya dengan segala keberhasilan maupun lawa kondisinya. Semoga keberhasilan senantiasa berpihak pada kita selanjutnya. Berhasil di tempat kerja bersama keluarga besar perusahaan, berhasil dalam kehidupan bersama keluarga masing-masing, berhasil bersama keluarga besar masyarakat peternakan dan kesehatan hewan, dan berhasil dalam kepentingan keluarga besar bangsa, negara dan keluarga besar manusia. (Yonathan Rahardjo)

Korisa dalam Pandangan Peternak Bekasi


Infovet edisi 163 Februari 2008


Burangkeng Farm adalah sebuah peternakan milik Drh Djodi Hario Seno di Bekasi Jawa Barat, demikian juga Rokim Farm, yang terletak di Cimuning, Bekasi, yang berpopulasi 40.000 ekor ayam pedaging. Sedangkan di rumah potong ayamnya di Tamansari, Setu Bekasi, Drh Djodi Hario Seno juga mempunyai satu kandang besar ayam-ayam yang hendak dipotong.
Dua ciri menyolok dari kandang-kandang peternakan milik Drh Djodi Hario Seno yang total berpopulasi 100.000 ekor ayam pedaging adalah: semua kontruksi kandangnya adalah kandang panggung, dan peternakannya sangat bersih juga pada kantor dan perumahan di lingkungan peternakannya!
Selaku narasumber ditanya langsung oleh Infovet di Ruko (Rumah Toko) miliknya tempat penjualan ayam daging segar di Bekasi Jawa Barat, Ketua Perhimpunan Peternak Unggas Bersatu (PPUB) Bekasi itu menjelaskan bahwa kontruksi kandang panggung bagi ayam-ayam adalah: Sirkulasi udara kandang panggung jauh lebih baik dari pada kandang liter.
Adapun, sirkulasi udara yang bagus syarat mutlak untuk kesehatan ternak yang baik. Menurutnya, kebersihan kandang dan lingkungannya dengan sirkulasi udara merupakan perpaduan yang mutlak dibutuhkan. Layar tirai kandang harus di buka secara teratur. Kejorokan dan akumulasi amoniak karena kandang tidak pernah dibuka (selalu tertutup) merupakan pemicu munculnya berbagai penyakit termasuk penyakit pernafasan Korisa.
Sementara itu, musim pancaroba di mana terjadi peralihan perpindahan musim di mana suhu secara ekstrim berubah menurut Dodi Kuncoro Gana SPt, putra dari Ketua PPUB itu, merupakan faktor penting yang dapat memunculkan penyakit pernafasan korisa ini.
Menurut Drh Djodi Hario Seno, terjadinya Korisa adalah karena kandang yang jorok, tempat air minum tumpah, tumbuh jamur. Bila jamur masuk paru-paru bisa menyebabkan paru-paru bengkak, apalagi bila dimana ada infeksi kuman bakteri penyebab Korisa.
Bagaimana diagnosa penyakitnya? Menurut peternak di Bekasi itu, beberapa karyawan di peternakannya, rata-rata sudah bisa melakukan diagnosa, sudah tentu di bawah pengawasannya selaku dokter hewan. Untuk melakukan diagnosa itu kalau perlu dilakukan pula bedah bangkai. Baru kalau penyakit tidak bisa di tangani sendiri peternak akan memanggil petugas teknis kesehatan hewan dari pabrik obat hewan, agar mereka membantu.
Menurut Dodi Kuncoro Gana SPt yang pernah bekerja di PT Mensana Aneka Satwa, Korisa memang banyak ditemukan pada peternakan ayam petelur namun sedikit dijumpai pada ayam pedaging. Gejala Korisa menurutnya adalah ada lendir pada hidung yang menyebabkan tersumbatnya hidung sehingga pasokan unggas berkurang.
Anjuran Dodi Kuncoro Gana, untuk mengatasi Korisa, lihatlah penyebabnya apakah kandang kotor, lalu lingkungannya, suhu, cuaca dan iklim. Apakah struktur kandang, ventilasi, manajemen petugas kandang dilakukan dengan baik.
Hal ini penting diperhatikan karena akibat Korisa terjadi penurunan produksi telur, penurunan berat badab pada ayam pedaging, penurunan stamina daya tahan, penurunan antibodi, dan penurunan produktivitas pada ayam pullet.
Pencegahan Korisa dengan menggunakan vaksin Korisa biasa diberikan pada ayam petelur namun tidak pada ayam pedaging. Bila kasus korisa sudah terjadi pengobatan dilakukan dengan pemberian antibiotika. “Hampir semua penyakit diberlakukan demikian,” kata Drh Djodi Hario Seno.
Adapun penanganannya pun sesuai dengan manifestasi penyakit yang terjadi. (YR)

Musim Penghujan, Pakan dan Ayam Kerdil


Fokus Majalah Infovet Edisi 162 Januari 2008

Narasumber Infovet menyampaikan sekitar Oktober 2007 serangan ayam kerdil juga bisa terjadi di ayam pullet, dengan besar kasus 5 persen dari polulasi. Akibatnya berat badan ayam cuma separo dari berat badan ayam normal bahkan ada yang kurang. Diduga terjadi serangan Runting and Stunting Syndrome, di mana dari hasil pemeriksaan terdapat virus Reo-nya.

Kasus kekerdilan pada ayam broiler juga banyak, tidak tergantung strain atau bangsa ayam. Bagaimana pengaruh musim penghujan dengan kejadian kasus ayam kerdil ini?

Pada saat musim penghujan ini kasus penyakit yang terjadi adalah penyakit-penyakit yang terkait dengan pencernaan dan pernafasan. Menurut narasumber Infovet sendiri, Penyakit ayam kerdil sendiri dapat terjadi oleh berbagai sebab. Bisa karena pencernaan terkait dengan pakan, serangan virus Reo, dan bibit ayam pada waktu masih muda.

Untuk itu untuk mengetahui kejadian dan penanggulangan kasus ayam kerdil, perlu: "Dicek dari hulu sampai hilir," kata narasumber Infovet.

Bilamana menjumpai ayam kerdil di peternakan, narasumber Infovet menyatakan ayam tersebut perlu dimusnahkan, agar tidak menyebabkan kerugian lebih lanjut. Contoh kasus pada peternakan ayam pullet tersebut, kejadian ayam kerdil pada ayam umur 2-3 minggu berat badan ayamnya hanya 2-3 ons.

Musim Penghujan dan Pakan

Sudah tentu terkait dengan pakan yang harganya mahal, ayam yang kondisinya demikian jelas merugikan, maka ia menganjurkan ayam yang tidak normal tersebut dimusnahkan atau dimatikan saja, dibakar dan dikubur.

Sebagai langkah pencegahan terkait dengan kondisi pakan yang harganya mahal, di Blitar, narasumber Infovet mengatakan peternak di wilayah ini banyak yang menunda masuknya DOC, meski akhirnya tetap masuk.

Adapun banjir yang terjadi di mana-mana banyak menyebabkan terputusnya jalan dari satu wilayah ke wilayah lain. Misalnya narasumber Infovet yang sedang dalam perjalanan ke peternakan di Klaten di jalan di atas bengawan Solo yang airnya naik meluber di jalan-jalan, menegaskan perhubungan yang putus karena banjir ini berpengaruh secara nyata pada pengiriman ayam dan sarana produksi peternakan yang lain termasuk pakan.

Dengan sendirinya bilamana pasokan pakan terhambat, merupakan faktor yang sangat serius bagi perkembangan ayam pada masa pemeliharaan.

Di samping itu, kaitan antara musim penghujan dan pakan adalah pada soal kualitasnya dengan kualitas pakan. Bahkan, musim penghujan selalu sangat erat kaitannya dengan kualitas pakan ini.

Jamur pada musim penghujan begitu mudah tumbuh dan berbiak di mana-mana, termasuk pada pakan, bisa menyebabkan mikotoksikosis yang ujung-ujungnya juga mampu menyebabkan kekerdilan.

Adanya kandida, jamur, khamir, pada tembolok bisa menyebabkan malaborpsi. Dulu terjadi pada broiler, kini pun terjadi pada layer pada masa pemeliharaan dara. Pertumbuhan terhambat, masa produksi lambat umur. Secara patologi anatomi ada, terjadi malabsorpsi, rusaknya usus, pakreas, terjadinya proventrikulus. Demikian narasumber Infovet.

Lingkungan dengan turun hujan secara terus-menerus, menyebabkan kadar Oksigen turun drastis, terutama di daerah pegunungan, dan kurangnya pemanas. Hal ini pun bisa terjadi pada hacthery (penetasan) yang juga dapat ikut ambil bagian.

Ketika cuaca sungguh tidak beraturan, hujan dan panas, kondisi ini menyebabkan kelembaban, suhu, level oksigen dan CO2 menjadi sangat sulit untuk diatur dan dikendalikan di dalam hatchery.

Padahal kita ketahui: Embrio modern sangat rentan dalam hal kebutuhan oksigen. Jelas tercukupi atau tidaknya O2 ini sangat mempengaruhi aktivitas ayam termasuk dalam kegiatan makan," kata narasumber Infovet.

Dengan demikian kita bisa menarik benang merah antara musim penghujan, pakan dan kekerdilan. Apalagi ternyata, aktivitas makan dan pertumbuhan ayam sendiri yang secara langsung atau tidak langsung berpengaruh pada pertumbuhan ayam sangat dipengaruhi oleh hal-hal tersebut di bawah ini sesuai dengan problem faali ayam.

“Brooding”

Ketika akhirnya peternak memutuskan memasukkan DOC, untuk persiapan kedatangan DOC, persiapan brooding harus sudah siap meliputi chick guard, pemanas, tirai dalam, tirai luar, tempat pakan, tempat minum, bila kandang panggung maka seluruh lantai harus ditutup. Cick guard berdiameter 3 m untuk 750 ekor. Pemanas dinyalakan 2 jam sebelum DOC datang.

Perhatikan suhu brooding setiap saat terutama pada dini hari saat suhu terdingin yaitu sekitar jam 2 malam/pagi, dan pada siang hari saat suhu terpanas yaitu antara jam 11-14.

"Bila kontrol suhu dapat dilakukan dengan baik maka anak ayam akan merasa nyaman. Tidak terlalu panas atau dingin sehingga dapat makan dan minum dengan baik," tutur narasumber Infovet.

Untuk mengatasi permasalahan kekerdilan pada ayam dengan kondisi lingkungan sangat dingin, pemanas harus kuat betul. Pada dua minggu pertama suhu brooding paling rendah 29 derajat Celsius, paling tinggi 35 derajad Celsius.

Itu pada minggu 1, 2, dan 3. Sedangkan pada minggu ke 4, 5 dan 6 suhu sebesar 33 derajad Celsius. Hal tersebut dengan catatan tidak ada fluktuasi suhu yang terlalu tinggi. Demikian anjuran narasumber Infovet.

Yang penting adalah kepekaan terhadap suhu. Usahakan ada termometer untuk setiap kandang. Kalau tidak ada, dapat gunakan tubuh peternak sebagai patokan dan atau melihat pola penyebaran anak ayam yang merata saat itu. Peternak harus tahu kapan mengatur suhu brooding dan kandang.

Perlu diingat, kondisi brooding mempengaruhi penyerapan kuning telur. Bila suhu terlalu panas, kuning telur akan menjadi kering. Sebaliknya bila terlalu panas, saluran kuning telur akan menyempit. Keduanya akan menyebabkan kuning telur menjadi tidak sempurna.

Padahal, dalam kuning telur selain terdapat cadangan makanan, vitamin, hormon, juga sumber kekebalan yang diturunkan dari induk. Bila kuning telur tidak terserap sempurna akan ada masalah kesehatan anak ayam.

“Hal itu penting untuk menjaga kekebalan anak, sebab apabila kekebalan yang diwariskan dari induk lemah, bisa menyebabkan ayam mengalami gagal pertumbuhan dan rentan sakit,” papar narasumber Infovet.

Tirai

Penyesuaian tirai pun perlu dilakukan dengan rajin. Ada saatnya membuka, ada saatnya menutup, bahkan menutup rangkap. Dalam kondisi penuh hujan dan kabut dingin itu, untuk melindungi ayam di kandang-kadangnya, kandang butuh tirai tambahan.

Sayangnya, pada daerah-daerah yang dingin ini, biasanya tirai tidak dirangkap. Tirai rangkap sangat dibutuhkan pada kondisi ini.

Selanjutnya operator jangan teledor mengatur pemanas dan suhu sesuai kondisi dingin atau panas yang berubah-ubah. Untuk membantu kelemahan kedisiplinan ini ada solusi alternatif, yaitu pemanas atau brooder yang otomatis, yang dapat menyesuaikan dengan suhu yang ada dengan lampu yang kecil.

Hal ini dapat membantu mengatasi masalah pada pemanasan yang tidak otomatis, di mana pemanasan tidak mencukupi bila malam dingin, dan siang menjadi kepanasan.

Efek pemanasan yang tidak tepat ini berpengaruh terhadap tidak berhasilnya berat badan mencapai yang diinginkan. Demikian pula tentang pencahayaan, berpengaruh dalam jangka panjang secara nyata.

“Chicken Guard”

Selanjutnya, "Oksigenasi brooding jangan terlalu pengap," tegas narasumber Infovet. Kalau perlu dibantu dengan kipas angin. Syukur bisa diberikan suplai oksigen ke air minum walau belum diketahui betul pengaruhnya karena hal ini diambil pengalaman penerapannya untuk ikan, dan sekarang dicoba diterapkan pada ayam.

Artinya, jangan lupa memperhatikan kepentingan ventilasi ayam. Dengan melebarkan chicken guard, lebih cepat melebar hasilnya ventilasi lebih bagus. Pelebaran ini dilakukan mulai hari ke 5 sesuai pertumbuhan dan kepadatan kandang.

Litter

Adapun, sekam atau serutan yang akan digunakan sebagai litter sebelum digunakan dilakukan desinfeksi lebih dulu. Penggunaan alas koran minggu pertama agar pakan dapat disajikan sedikit demi sedikit dan selalu dalam keadaan segar.

Pastikan bahwa, litter atau alas kandang dalam kondisi yang baik. Litter yang basah, lembab dan menggumpal dapat meningkatkan resiko penyakit. Penggantian litter ini jangan dilakukan secara total, tetapi bertahap, litter yang basah dan menggumpal segera dikeluarkan dan diganti dengan yang baru.

Pada kandang panggung, sekam dikeringkan. “Litter setidaknya selama 2 minggu pertama harus kering dan steril, jangan sampai basah.”

Soal litter ini sangat vital, apalagi pada musim penghujan, jangan sampai litter itu menjadi sarang Reo. Pernah dijumpai litter ayam yang sangat kotor seperti lantai kandang bebek.

"Jangan litter yang seperti itu, litter setebal 20 cm pun, apalagi basah, tetap dapat menjadi tempat berbiaknya Reo." Apalagi, di daerah endemis yang selalu ada infeksi Reovirus, bila pelakuan terhadapnya tidak diterapkan secara ketat.

Olesi Pusar

Cara lain menghadapi hujan yang membasahkan adalah perhatian langsung pada ayamnya sendiri. Air basah dan litter lembab pada litter dapat langsung menyerang individu anak ayam. Seperti anak manusia yang bisa tersarang masuk angin, apalagi anak ayam yang lemah.

Ingat bagaimana kala anak-anak terserang masuk angin? Olesi pusar dengan minyak kayu putih. Kalau anak ayam? Olesi pusar dengan desinfektan.

Bila diketahui 5-10 persen dari jumlah anak ayam itu terdapat pusar basah, segeralah olesi dengan desinfektan, yang aman adalah dengan Iodine, untuk mencegah terjadinya ascites yang mendorong terjadinya kekerdilan.

Pada saat anak ayam umur sehari ini dilepaskan sebelumnya oleskan Iodine satu demi satu pada anak-anak ayam itu, baru dilepaskan satu per satu. Demikian narasumber Infovet.

Hal-hal begini peternak tidak melakukan, mengakibatkan hambatan pertumbuhan ayam sehingga terjadi kegagalan pertumbuhan. Sebaliknya, "Kalau persyaratan dipenuhi kasus lambat tumbuh bisa diminimalisir. Persentase kejadian bisa dikurangi lebih kecil dari 5 persen,” urai narasumber Infovet.

Semakin jelas-lah benang merah antara musim penghujan, pakan dan kekerdilan. Sekaligus: cara kita menghadapi. (YR)

Awal yang Baik, Gangguan Stres dan Penampilan Akhir Ayam

Fokus Majalah Infovet Edisi 162 Januari 2008

Awal yang baik akan memberikan hasil yang baik. Ternyata, pepatah kuno tersebut juga berlaku pada aktifitas pemeliharaan ayam modern. Soalnya, kesalahan pada penanganan awal telah terbukti akan mengakibatkan penampilan ayam selanjutnya yang tidak prima alias kurang ‘tokcer’ pada pertumbuhannya. Demikian diungkapkan Drs Tony Unandar Private Poultry Farm Consultant dalam sebuah seminar teknis di Bogor belum lama ini.

Berdasarkan pengamatan lapangannya, ada tiga masalah yang paling sering mengganggu pemeliharaan awal ayam, yaitu: tingginya faktor stres yang ada, peradangan tali pusar (omphalitis) dan dehidrasi (kehilangan cairan tubuh yang berlebihan). “Ketiga hal inilah yang menjadi pemicu utama munculnya kasus kekerdilan dan lambat tumbuh,” ujarnya.

Namun dalam tulisan ini akan difokuskan pada hal-hal yang terkait dengan masalah stres dan penampilan akhir ayam. Stres merupakan reaksi fisiologis normal ayam dalam rangka beradaptasi dengan situasi baru, baik itu yang terkait dengan lingkungan maupun perlakuan-perlakuan yang diterima oleh ayam.

Proses adaptasi ini tentu saja akan membutuhkan sejumlah energi tertentu yang akan diperoleh dari sisa kuning telur yang ada, pakan, atau bahkan dari cadangan energi lain yang terdapat dalam tubuh ayam. Itulah sebabnya, dalam kondisi stres yang tinggi, bobot badan ayam sangat sulit untuk mencapai bobot yang sesuai dengan standar, karena sebagian energi akan digunakan untuk mengeliminir efek stres yang terjadi. Akibatnya FCR nya jelek dan hanya akan memboroskan pakan yang diberikan, itupun kalau ayamnya masih mau makan.

Di lain pihak, tingginya faktor stres yang ada, terutama disebabkan oleh proses-proses yang terjadi di lingkungan penetasan seperti seleksi dan penghitungan DOC, vaksinasi Marek dan potong paruh (khusus untuk DOC ayam petelur), transportasi serta kondisi di lingkungan induk buatan, dapat mengakibatkan kondisi umum DOC akan menurun, rendahnya nafsu makan serta terganggunya penyerapan sisa kuning telur.

Selanjutnya, hal ini tentu saja akan memperparah kondisi ayam secara umum.

Adanya faktor-faktor stres tersebut akan mengakibatkan peningkatan sekresi Adeno Cortico Streroid Hormone (ACTH) oleh kelenjar pituitari pada otak (Siegel, 1999). Salah satu efek utama dan tingginya kadar hormon ini adalah menurunnya laju metabolisme tubuh secara umum, termasuk menurunnya penyerapan sisa kuning telur yang masih ada. Secara normal, sisa kuning telur yang ada pada DOC akan habis terserap dalam tempo 4-7 hari setelah menetas (hatching). Gangguan pada penyerapan akhir sisa kuning telur ini akan memberikan beberapa efek negatif pada perkembangan ayam selanjutnya, yaitu:

1. Gangguan pada kecukupan nutrisi yang dibutuhkan pada awal kehidupan ayam. Dibner (1998) telah membuktikan bahwa untuk pertumbuhan lanjut jaringan tubuh ayam setelah menetas, kurang lebih 50% dari kebutuhan protein dan energi pada hari pertama berasal dari sisa kuning telur yang ada, karena pada awal kehidupan ayam. sistem pencernaannya belum berfungsi secara optimum, termasuk sekresi enzim-enzim pencernaan. Gangguan pada kecukupan nutrisi ini pada tahap berikutnya tentu saja akan mengakibatkan keterlambatan tumbuh pada ayam yang dipelihara, termasuk besarnya peluang untuk mendapatkan ayam yang tidak seragam (un-uniform), baik itu pada ayam broiler atau ayam petelur.

2. Gangguan pada absorpsi zat kebal induk yang terkandung dalam sisa kuning telur. Gangguan ini sedikit banyak agak bervariasi, tergantung pada derajat stres yang dialami oleh DOC. Yang jelas, manifestasi lapangan yang bisa dideteksi adalah tidak optimumnya dan tidak ratanya antibodi dari induk yang dapat diserap oleh DOC. Secara umum, kondisi ini akan mengakibatkan meningkatnya kepekaan ayam yang bersangkutan terhadap tantangan mikroba dari lingkungan, termasuk terganggunya respon kekebalan akibat pemberian vaksin aktif. Alexander (1988) mengatakan bahwa ketidakrataan zat kebal induk yang ada pada flok ayam tertentu setidaknya akan memberikan pengaruh yang tidak menguntungkan pada keberhasilan vaksinasi terhadap ND (Newcastle Disease).

3. Gangguan pada absorpsi sisa kuning telur akan memperbesar peluang terjadinya kontaminasi kuman lingkungan. Walaupun sisa kuning telur telah berada di dalam rongga perut ayam, namun pada minggu-minggu pertama masih terdapat pori-pori yang cukup banyak pada bekas tali pusar ayam. Lingkungan dengan sanitasi yang tidak begitu baik dan ditambah dengan adanya kuning telur yang mengalami gangguan pada absorpsinya akan memperbesar peluang terjadinya kontaminasi kuning telur oleh kuman lingkungan. Walaupun kontaminasi kuman lingkungan ini tidak mengakibatkan kematian yang tinggi pada DOC yang bersangkutan, namun aktifitas kuman lingkungan pada sisa kuning telur tersebut akan mengakibatkan perubahan sifat-sifat fisika maupun kimiawi pada kuning telur yang ada, misalnya terjadinya penggumpalan (koagulasi) kuning telur. Manifestasi akhir dari kondisi ini adalah adanya kuning telur yang persisten selama hidup ayam tersebut yaitu kontaminasi kuman dan omphalitis. Selanjutnya, ditemukan adanya pertumbuhan yang terlambat, asites, atau bahkan peningkatan kematian ayam pada fase-fase berikutnya.

Kondisi stres pada ayam juga akan mengakibatkan terganggunya sekresi neurotransmitter (cairan penghubung impuls) pada sistem syaraf ayam. Salah satunya adalah kholesistokinin. Gangguan pada sekresi neurotransmitter ini dapat mengakibatkan turunnya tingkat konsumsi pakan pada ayam yang dipelihara (Cook, 1998). Tergantung pada derajat stres yang dialami oleh ayam, maka gangguan konsumsi pakan yang dialami juga akan sangat bervariasi, Manifestasi akhir dari kondisi ini adalah adanya gangguan pertumbuhan pada ayam yang sangat bervariasi dan tentu saja ayam dalam flok yang bersangkutan sangat tidak seragam.

Pada sisi lain, Siegel dan Gross pada tahun 1990 telah membuktikan bahwa adanya stres pada ayam akan mengakibatkan beberapa efek negatif pada sistem pertahanan tubuh dalam menghadapi agen penyakit. Yang jelas, dalam kondisi kadar ACTH yang tinggi, kewaspadaan butir darah putih dalam menangkal bibit penyakit akan menurun (lazy leucocyte syndrome). Kondisi ini tentu saja akan mengakibatkan peningkatan kepekaan ayam terhadap tantangan bibit penyakit.

Stres ternyata juga dapat mengakibatkan gangguan pada sistem pencernaan ayam. Fuller (1982) adalah seorang peneliti pertama yang mengamati efek stres pada ayam terhadap menurunnya laju peristaltik usus dan perubahan komposisi mikroflora usus. Pada tahap akut, adanya stres akan mengakibatkan peningkatan laju peristaltik usus, akan tetapi pada fase berikutnya justru terjadi penurunan Iaju peristaltik usus yang diikuti dengan perubahan komposisi mikroflora usus. Yang jelas, manifestasi kedua kondisi ini adalah sama yaitu "wet dropping" alias kotoran basah dan efisiensi pakan tentu saja akan menurun.

“Jadi, agar ayam anda dapat menunjukkan potensi genetiknya secara maksimal, coba minimkan faktor stres yang diterimanya pada awal kehidupan. Caranya adalah, dengan penanganan yang lebih baik, penuh dengan perasaan sayang alias perasaan perikebinatangan,” kata Tony.

Ketika ditanya mungkinkah buruknya kualitas DOC datang dari kualitas induk yang jelek? Tony buru-buru menampik dan mencoba netral, “Pada prinsipnya perusahaan pembibitan ayam merupakan perusahaan publik yang juga hidup dari adanya peternak rakyat, sehingga kecil kemungkinan perusahaan tersebut akan mengeluarkan produk yang jelek bila nantinya hanya akan merusak citra perusahaan. Karena biar bagaimanapun kerugian yang diderita peternak pasti akan berimbas pada kerugian perusahaan pembibitan,” ujar Tony menandaskan. (Infovet)



Gambar 1. Efek lanjutan stres pada DOC.

Kegerahan Picu Kekerdilan dan Penurunan Produksi Telur

Fokus Majalah Infovet Edisi 162 Januari 2008

Tampaknya, ayam modern memang lebih rapuh dalam temperatur lingkungan yang tidak sesuai. Keberadaan energi panas dalam tubuh ayam dapat diketahui melalui temperatur tubuh, yaitu berkisar antara 39-42 oC. Temperatur tubuh DOC (rata-rata mendekati 42 oC) relatif lebih tinggi dibanding dengan ayam dewasa (rata-rata mendekati 40 oC).

Menurut Teeter (1988) jika temperatur lingkungan sudah mendekati temperatur rata-rata tubuh secara normal, maka ayam akan mengalami kesulitan dalam mengeluarkan sisa energi panas tubuh yang terbentuk dalam proses metabolisme tubuh. Ayam akan mulai merasa kegerahan ketika perbedaan antara temperatur tubuh dengan temperatur lingkungan adalah 8 oC atau kurang. Jadi, DOC akan mengalami kegerahan jika temperatur lingkungannya mencapai 34 oC, sedangkan pada ayam dewasa 31 oC.

Akibat dari kegerahan pada ayam dapat dideteksi melalui beberapa perubahan tingkah laku ayam, misalnya:

1. Nafsu makan ayam menurun secara bertahap. Kadang kala, walaupun secara kuantitatif penurunan konsumsi pakan belum terdeteksi, namun manifestasi kegerahan dapat dideteksi melalui bertambahnya waktu yang dibutuhkan untuk menghabiskan sejumlah pakan, terutama saat pagi hari.

2. konsumsi air minum meningkat, bisa sampai sua atau tiga kali dibanding normal. Kebanyakan peternak tidak memperhatikan hal ini, namun manifestasi lapangan tentang hal ini sebenarnya dapat dideteksi dengan mengamati pial yang selalu basah atau adanya bekas aliran air (tali air) pada bagian bawah leher ayam.

3. ayam cenderung berkumpul pada area yang lebih sejuk (dengan aliran angin yang baik). Hal ini akan tampak dengan jelas pada sistem kandang tertutup.

4. untuk mempercepat pengeluaran panas melalui konduksi, ayam akan cenderung mempermainkan bahan litter, atau bahkan membenamkan tubuhnya ke dalam litter. Disamping itu tampak sebagian ayam berusaha meningkatkan pengeluaran panas tubuhnya melalui radiasi yaitu dengan cara melebarkan sayapnya.

5. dalam kondisi yang cukup parah, akan tampak gejala ‘gasping’ atau megap-megap. Ditandai dengan mulut terbuka lebar dengan frekuensi pernapasan yang tinggi (di atas 70 kali/menit). Jika dibiarkan kondisi ini dapat mengakibatkan terjadinya alkalosis dengan derajat yang sangat variatif atau bahkan kematian ayam yang sifatnya mendadak.

Kejadian alkalosis menimbulkan beberapa efek negatif lanjut yaitu terjadinya gangguan keseimbangan kalsium darah, sehingga persentasi kalsium bebas dalam darah akan menurun tajam. Kondisi ini menyebabkan turunnya palatabilitas (akibat nafsu makan yang menurun lebih dahulu), terganggunya pembentukan tulang, serta adanya gejala kerabang telur yang tipis dan pucat pada ayam petelur atau bibit.

Rendahnya kalsium bebas darah dapat juga mengakibatkan terhambatnya impuls dari sistem syaraf pusat ke organ internal, dengan demikian kematian mendadak dapat saja terjadi akibat kegagalan kerja jantung dan atau paru-paru.

Pada ayam bibit, lanjut Tony Unandar, kejadian alkalosis menyebabkan gangguan sintesa vitellogenin dalam sel-sel hati. Vitellogenin merupakan komponen utama kuning telur. Dalam kondisi alkolosis ringan yang kronis, walaupun berat telur tidak terganggu, jika rasio antara kuning telur dan putih telur (albumin) semakin kecil, maka kualitas DOC yang dihasilkan akan sangat nyata terganggu. Ditandai dengan berat DOC yang lebih ringan (walaupun bobot telur memenuhi standar untuk ditetaskan), lemah, dehidrasi ringan, serta kematian yang di bawah umur satu minggu tanpa adanya gejala infeksius.

Untuk mencegah hal ini Tony menyarankan perbaikan sirkulasi udara dalam kandang dan mengurangi kepadatan ayam merupakan saran umum yang sangat dianjurkan. Disamping itu, evaluasi lanjut mengenai program pemberian pakan serta dinamika energi antara ayam dan lingkungannya juga perlu dilakukan dalam rangka mengatasi problem kegerahan pada ayam modern. (wan)

Kekerdilan Akibat Stres Diawal Pemeliharaan

Fokus Majalah Infovet Edisi 162 Januari 2008

((Ayam modern sekarang tampaknya memang lebih cengeng dan manja dibanding dengan ayam klasik yang dulu dipelihara secara tradisional. Penyebabnya tak lain karena temperatur, kelembaban dan kualitas udara yang baik sangat dibutuhkan untuk mengekspresikan potensi genetiknya. ))

Jika hal tersebut tidak dipenuhi, maka ayam modern akan mogok tumbuh atau bahkan mati. Dan ujung-ujungnya adalah urusan uang yaitu keuntungan atau kerugian peternak dalam usaha peternakannya. Demikian diungkapkan Drs Tony Unandar Private Poultry Farm Consultant dalam sebuah seminar teknis di Bogor, Selasa (18/12).

Menurut Tony, dalam urusan temperatur tubuh, ayam termasuk kategori hewan homeotermal alias berdarah panas. Tegasnya, temperatur tubuh relatif stabil dan berada dalam selang temperatur tertentu, tidak bergantung pada temperatur lingkungannya seperti hewan berdarah dingin.

Akan tetapi, dalam hirarki hewan bertulang belakang (vertebrata), ayam termasuk dalam kelas Aves (bangsa burung) yang merupakan kelas peralihan antara hewan berdarah dingin (poikilotermal) dengan hewan homeotermal. Itulah sebabnya pada ayam muda (umur dibawah 3 minggu) dikenal masa brooding (masa indukan), dimana pada masa ini kemampuan adaptasinya terhadap temperatur lingkungan masih rendah dan perkembangan lanjut sistem termoregulatornya masih terus terjadi.

Lebih lanjut, Tony Unandar menjelaskan bahwa pengaturan temperatur tubuh hewan homeotermal relatif kompleks dan merupakan sirkuit yang terdiri dari beberapa komponen. Menurut ahli, pengaturan temperatur tubuh ayam dilakukan oleh 4 komponen penting, yaitu bagian depan (anterior) hipotalamus, bagian pre-optik otak besar (cerebrum), tali syaraf otak kesepuluh (nervus vagus), dan tali-tali syaraf tepi yang sensitif terhadap temperatur (temperatur sensitive nerves).

Ayam umur sehari atau DOC belum dapat mengatur temperatur tubuhnya dengan baik. Mekanisme pengaturan temperatur tubuh yang dilakukan oleh sistem termoregulator baru terjadi secara optimal ketika ayam berumur 7-21 hari.

Dilain pihak, komponen termoregulator berupa tali-tali syaraf yang sensitif terhadap temperatur pada ayam muda sudah berfungsi dengan baik ketika ayam berumur sehari dan sebagian besar terletak di telapak kaki. Itulah sebabnya, walaupun komponen termoregulator lainnya (terutama komponen yang merupakan bagian dari otak besar) belum berkembang dengan baik, telapak kaki merupakan organ sensori yang paling penting pada saat DOC berinteraksi pertama kali dengan lingkungannya.

Waspada Litter yang Dingin

Reignier dan Kelley pada tahun 1981 melaporkan pertama kali fenomena renyatan temperatur (temperature shock) pada DOC. Kondisi ini bisa terjadi jika seekor DOC diletakkan pada permukaan litter dengan temperatur rendah, khususnya pada temperatur di bawah 25oC. Itulah sebabnya, untuk menghindari terjadinya renyatan temperatur pada tahap awal pemeliharaan ayam, pemanas harus dinyalakan minimum satu jam sebelum DOC ditebar di atas litter dalam indukan buatan.

Tony Unandar mengutip hasil penelitian beberapa ahli menegaskan bahwa renyatan temperatur tidak bisa dianggap remeh karena menimbulkan beberapa mekanisme lanjut, yaitu meningkatnya kadar adenocorticotropic hormone (ACTH) yang merupakan suatu indikator terjadinya stres pada DOC yang mengalami renyatan temperatur.

Kadar ACTH yang lebih tinggi dari normal akan membawa dampak lanjut berupa terganggunya proses penyerapan sisa kuning telur. Ini berarti, penyerapan zat kebal induk dan komponen nutrisi lainnya yang terkandung dalam kuning telur jelas terhambat. Di lain pihak, kadar ACTH yang berlebihan juga akan memberikan efek lazy leucocytes syndrome, yaitu suatu kondisi dimana butir darah putih tidak memberikan respon yang optimal terhadap keberadaan benda asing alias patogen yangmenginvasi tubuh ayam bersangkutan.

Manifestasi lapangan dari kejadian-kejadian tersebut di atas adalah terganggunya pertumbuhan lanjut ayam dengan berbagai derajat keparahan seperti kekerdilan dan lambat tumbuh dan keseragaman yang jelek. Serta rentannya ayam terhadap serangan mikroorganisme dari lingkungannya, termasuk mikroorganisme yang terdapat dalam vaksin aktif (reaksi pasca vaksinasi akan berlebihan).

Selain itu renyatan temperatur juga ditunjukkan dengan adanya perubahan dalam tingkah laku (behavior) ayam yang sangat signifikan. Dalam keadaan kondisi normal, di mana temperatur permukaan litter sesuai dengan yang diinginkan oleh DOC yaitu sekitar 29-31 oC, maka dalam tempo kurang dari 15 detik setelah ditebar, DOC akan melakukan aktivitas biologis lanjutan, misalnya melakukan pergerakan (movement), minum dan makan.

Jika terjadi renyatan temperatur maka DOC akan malas bergerak, minum dan makan. Ini berarti, gangguan pertumbuhan dan kematian ayam dengan berbagai derajat keparahan akibat dehidrasi dan hipoglisemia dengan mudah terjadi pada fase lanjutnya.

Stres Bisa Lewat Air Minum

Sementara itu, menurut Pattison (1997), renyatan temperatur dapat juga terjadi akibat DOC mengkonsumsi air minum dengan tempertaur yang rendah (<20 oC). Air minum dengan temperatur rendah dapat menurunkan temperatur tubuh ayam secara mendadak. Dilaporkan pula, DOC cenderung menolak untuk minum jika suhu air minum dibawah 15 oC.

Peneliti lain mengungkapkan bahwa pemberian air minum hangat menstimulasi peningkatan gerakan peristaltik usus dari dibawah 5 kali per menit menjadi 12-15 kali per menit. Meningkatnya gerakan peristaltik ini akan juga menstimulasi perkembangan alat-alat pencernaan yang sangat diperlukan mencerna makanan.

Jika gerakan peristaltik usus tidka optimal, maka DOC akan mengalami kesulitan pada saat defekasi (buang kotoran) berupa terjadinya perlengketan kotoran pada kloaka (cloacal pasting).

Selain menstimulasi perkembangan alat-alat pencernaan air minum yang hangat juga menstimulasi perkembangan hiperplasia alat pertahanan tubuh. Serta memperbaiki penyerapan sisa kuning telur yang berarti penyerapan zat kebal induk juga akan berlangsung dengan baik.

Diakhir presentasinya Drs Tony Unandar menyimpulkan bahwa ketebalan litter sebaiknya tidak boleh kurang dari 8 cm dan pemanas sudah harus dinyalakan setidaknya 2 jam sebelum ayam datang agar suhu permukaan litter sesuai dengan kenyamanan ayam yaitu 29-31 oC. Sementara air minum yang diberikan sebaiknya bersuhu 24-25 oC atau bahkan lebih baik jika dimasak terlebih dahulu untuk mematikan bakteri patogen. Air minum yang hangat menstimulasi gerakan peristaltik usus. Gerakan peristaltik usus yang semakin cepat membuat ayam semakin cepat lapar dan ingin makan. Persiapan brooding yang baik akan mencegah stres dini di fase pemeliharaan awal yang mencegah dampak buruk difase pertumbuhan berikutnya. Gagalnya pertumbuhan di fase awal tidak bisa dikompensasi di fase pertumbuhan berikutnya. (wan)

Masalah Itu Muncul dari Pembibit

Fokus Majalah Infovet Edisi 162 Januari 2008

Umumnya kekerdilan baru diketahui peternak setelah memasuki usia panen sekitar umur 28 hari. Di usia itu biasanya ayam kerdil tak mencapai bobot 1 kg dimana teman seangkatannya berbobot 1,2-1,4 kg.

Kekerdilan yang semacam ini bukan terjadi karena masalah pakan tetapi lebih disebabkan oleh infeksi virus MAS (malabsorption syndrome). MAS menyebabkan tidak optimalnya pencernaan dan penyerapan sari makanan yang berbuntut pada kekerdilan.

Selain kasus kekerdilan ada juga kasus keterlambatan tumbuh yang bisa disebabkan oleh kualitas pakan yang jelek dan atau buruknya manajemen pemeliharaan di fase awal pemeliharaan. Contohnya pemberian pemanas yang kurang tepat, stres dan kepadatan yang berlebihan.

Selain itu kerdil juga bisa disebabkan oleh kualitas genetik dari bibit ayam yang memang membawa sifat kerdil. Karena menurut Hadi kekerdilan akan selalu ada setidaknya 20% dalam setiap flok, namun persentase tersebut bisa bervariasi tergantung kualitas ayam bibit. Ayam seperti ini biasanya menunjukkan pertumbuhan normal dengan berat badan yang tidak standar.

Hadi selalu mengkaitkan antara kekerdilan dengan keterlambatan tumbuh karena kedua kasus ini hampir selalu ditemukan bersamaan menjelang akhir masa pemeliharaan. Kendati menurut Hadi kasus kerdil bisa disebabkan karena kesalahan di manajemen, pakan dan bibit. Ia juga menjelaskan bahwa infeksi penyakit yang menekan kekebalan (imunosupresan) juga umumnya dapat menyebabkan ayam lambat tumbuh. Penyakit itu diantaranya adalah Koksidiosis, Avian Influenza, Necrotic Enteritis, Marek, Coryza, dll.
Hadi juga menuturkan bahwa sewaktu dirinya masih mengelola farm setidaknya dari populasi 10.000 ekor ditemui kasus kekerdilan sebesar 2-10%. Dari perhitungannya bila setiap boks ayam jumlahnya 102 ekor, maka kerugian akibat kekerdilan yang dirasakan peternak mencapai 8% dari jumlah populasi yang dipeliharanya. Menurut Hadi sebaiknya kasus kekerdilan bisa ditekan minimal hingga 1-2% saja dari total populasi.

Kasus kekerdilan ini, lanjut Hadi, disebabkan oleh kualitas bibit yang tidak standar. Ia mengkaitkan kejadian ini dengan naik turunnya harga bibit DOC. Bila harga sedang jelek misalnya harga DOC broiler atau layer Rp 500 maka kasus kekerdilan dipeternak akan menurun. Sementara bila harga sedang baik yaitu untuk DOC broiler berkisar antara Rp 3500-Rp 4000 dan harga DOC layer Rp 4.000 sampai Rp 6.000 seperti baru-baru ini terjadi maka bisa dipastikan kualitas bibit DOC akan menurun yang disertai dengan meningkatnya kasus kekerdilan.

“Hal ini tak lain dari ulah pembibit yang sengaja melepas DOC diluar standar memanfaatkan sedang bagusnya harga DOC di pasaran. Jadi ada tekanan kepentingan bisnis disini,” ujar Hadi Wibowo dari PT Sumber Multivita.

Hal inilah yang disebut Hadi sebagai penyebab kekerdilan non genetis. Sehingga bisa disimpulkan kasus kekerdilan semacam ini tak akan mengenal musim atau waktu. Karena bisa terjadi di awal, tengah atau akhir tahun.

Namun fenomena ini berusaha dibantah oleh Drs Tony Unandar (konsultan perunggasan swasta) belum lama ini di Bogor. Menurut Tony, tak ada usaha pembibitan yang menggiring pelanggannya yang nota bene adalah peternak kejurang kerugian. Karena bila peternaknya rugi tentu pembibit juga akan rugi.

Hadi menimpali, memang secara teoritis begitu yang berlaku, namun bila kita melihat kenyataan di lapangan tak bisa dipungkiri peran bibit pasti ada walaupun sekecil mungkin terhadap maraknya kasus kekerdilan. Entah itu karena penyakit bawaan dari induk yang terinfeksi reovirus, manajemen pengiriman yang menyebabkan ayam stres dan dehidrasi, atau karena manajemen di fase awal yang kurang tepat diterapkan peternak.

Hadi tetap menekankan bahwa faktor harga DOC sangat berpengaruh terhadap kualitas DOC yang dijual. Dimana apabila harga sedang bagus maka biasanya banyak anak ayam yang akan mengalami kekerdilan. Hal itu berdasarkan pengamatan pengalamannya selama lebih dari 25 tahun berkecimpung di perunggasan.

Perlu Perlakuan Khusus

Ia menyarankan untuk meminimalisasi dampak buruk dari ayam yang berpotensi kerdil, ada baiknya di awal DOC baru datang dilakukan seleksi berdasarkan berat badan. Nah, DOC bermasalah inilah yang disisihkan untuk diberikan perlakuan khusus. Kalau diculling tentu akan mubazir karena harga DOC yang sedang mahal. Karena kalau tidak tentu akan memperparah keburukan kerdil yang disebabkan ia kalah bersaing dalam mendapatkan makan dan minum. Itu dilakukan supaya nanti saat dipanen perbedaan capaian berat badan tidak terlampau mencolok.

Hadi kembali menegaskan keterkaitan harga DOC dengan kualitas, bila harga sedang bagus biasanya 10 sampai 20 persennya bermasalah. Masalah itu bisa berupa membawa sifat kerdil secara genetis, bobot badan tidak standar/DOC kapas, terinfeksi pullorum, dehidrasi dan setengah mati akibat tergencet atau lainnya.

Perlakuan khusus untuk DOC bermasalah ini dengan memberikan perlakuan manajemen yang optimum. Seperti pemberian pemanas yang sesuai dan merata, kualitas dan kuantitas pakan pre-starter yang superior mempunyai nutrisi dan digestibility tinggi.

Tambahkan pula ATP dan Zinc dalam minumnya untuk meningkatkan nafsu makannya.
“Niscaya dengan perlakuan seperti ini tingkat keseragaman berat badan saat panen akan terbantu lebih seragam,” ujar Hadi. (wan)

Masalah Klasik yang Tetap Mengusik

Fokus Edisi 182 Januari 2008

Ditengah jaman yang serba sulit ditengah berbagai tekanan naiknya harga pokok produksi seperti pakan, minyak tanah, bensin, gas, listrik, dll. Belum lagi menghadapi kondisi cuaca yang mulai susah ditebak akibat pemanasan global. Kadang panas kadang juga hujan mendadak yang menyebabkan ayam harus kerja keras untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan seperti ini.

Masalah klasik yang mulai muncul di era tahun 1990-an kekerdilan masih tetap saja menghantui peternak. Kasus ini sudah bertahun-tahun menjadi santapan akrab peternak, yang muncul kala bibit-bibit ayam tiba dan dikembangkan ternyata tak jua tumbuh normal.

Namun peternak hanya bisa meradang lalu hilang. Perdamaian dengan pembibit selalu ada jalan keluarnya, tanpa peduli siapa yang kalah dan siapa yang menang. Karena di sini bukan soal kalah menang, tapi soal keberlanjutan usaha keduanya.

Pemerintah sebagai wasit masih saja diharap turun sebagai dewa penyelamat, meski pada kenyataannya soal perunggasan peternak sudah terlalu lama ‘cuci tangan’ dalam arti lebih melepaskan penyelesaiannya pada kalangan swasta yang dianggap telah eksis bahkan tinggal landas, dibanding pengawasan dan pembinaan pada ternak besar sapi, kambing, domba.

Kekerdilan atau lambat tumbuh dan keseragaman kurang baik yang dirasakan peternak belakangan ini, selain penyebab utamanya karena masih lemahnya praktek manajemen di tingkat peternak komersial (terutama manajemen masa brooding), dan kebanyakan terjadi pada peternak skala kecil, juga karena kualitas DOC yang sejak awal diterima sudah cukup bermasalah (omphalitis dan infeksi yolk sac).

Selain faktor bibit kecurigaan pun ditujukan pada kualitas pakan yang diberikan, dimana daya cernanya menurun dibanding biasanya yang menyebabkan anak ayam tidak mendapat nutrisi yang semestinya.

Drh Edi Purwoko Country Manager CEVA Animal Health kepada Infovet beberapa waktu silam pernah menjelaskan bahwa kekerdilan adalah gejala terhenti atau terhambatnya pertumbuhan. Kekerdilan itu sendiri merupakan multi-factorial syndrome. Penyebab terjadinya kekerdilan bisa dikelompokkan dalam tiga golongan, yaitu.

Kekerdilan Akibat Penyakit atau Agen Infeksius

Banyak agen penyakit baik viral, bakterial maupun protozoa yang secara mandiri maupun bersama-sama menyebabkan kekerdilan maupun ketidakseragaman pertumbuhan broiler/pullet.

Multi age broiler farm dengan waktu istirahat yang pendek merupakan faktor yang ikut menyebabkan terjadinya kekerdilan. Apabila kekerdilan disebabkan oleh agen penyakit atau hal yang ada hubungannya dengan penyakit, maka salah satu ciri utamanya sindrom kekerdilan akan berulang dari periode ke periode.

Beberapa penyebab diantaranya adalah Gumboro subklinis. Gumboro membuka pintu bagi masuknya mikroorganisme lain ke dalam tubuh ayam. Selain itu, Banyak laporan yang menyatakan, Reovirus sering diisolasi dari ayam-ayam yang menderita kekerdilan.

“Tetapi harus hati-hati untuk menunjuk virus ini sebagai penyebabnya, karena reovirus bersifat ‘obiquitous’ atau ada dimana-mana, terkadang ada banyak di flok broiler tanpa menyebabkan suatu problem,” ujar Edi.

Penyakit Marek atau Chicken anemia dan Koksidiosis yang menyebabkan imunosupresi membuat agen penyakit yang biasanya tidak menyebabkan sakit dapat membuat efek buruk pada ayam, seperti gejala kerdil.

Untuk mengatasinya, Edi mengajurkan pembibit untuk mereview ulang program vaksinasi pada broiler breeder untuk mendapatkan anak ayam yang mempunyai maternal antibodi yang tinggi dan seragam terhadap Gumboro dan Reovirus. Sampling darah secara rutin pada DOC broiler sangat dianjurkan untuk kesuksesan vaksinasi terhadap gumboro.
Pemberian koksidiostat pada pakan sangat dianjurkan, dan koksidiostat sebaiknya diganti secara reguler untuk menghindari resistensi pada tingkat komersial. Serta pembersihan dan desinfeksi kandang yang baik, dilanjutkan dengan istirahat kandang yang cukup akan membantu memperbaiki performans ayam pada periode selanjutnya.

Dari pantauan kasus ini pun bisa mencapai 20% dari seluruh populasi. Itu merupakan jumlah yang cukup banyak. Umumnya ayam-ayam yang lambat tumbuh sangat rentan terhadap serangan penyakit infeksius. Ini dikarenakan lambatnya pula pertumbuhan organ pertahanan tubuhnya seperti bursa, limpa, thymus dan kelenjar pertahanan tubuh lainnya.

Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan tubuh ayam itu sendiri dalam menghasilkan zat kebal tubuh, guna menangkal atau melawan agen infeksi yang masuk dan menyerang tubuh ayam itu sendiri.

Dengan tidak sempurnanya perkembangan organ dan kelenjar pertahanan yang dimiliki oleh ayam yang mengalami lambat tumbuh tersebut, akan menyebabkan respon immune terhadap semua perlakuan vaksinasi yang diberikan pada ayam, tidak dapat menghasilkan kekebalan yang optimal.

Sehingga titer antibodi dari hasil vaksinasi yang ada dalam plasma darahnya akan sangat rendah, dan ini tentu sangat berpengaruh pada tingkat proteksi terhadap serangan agen penyakit yang menjadikan ayam rentan terhadap serangan agen penyakit infeksius.

Kekerdilan Akibat Kesalahan Manajemen dan Kualitas DOC

Problem umum di hatchery terutama kelembaban, temperatur, dan pulling time dari hatcher terkadang menjadi penyebab turunnya kualitas DOC. DOC yang baik tidak boleh terdehidrasi.

Penularan penyakit secara vertikal, terutama dari kerabang telur (external egg contamination) harus dijaga. Di hatchery sangat penting untuk men-set hanya telur yang bersih dan melakukan prosedur desinfeksi telur yang efektif.

Di tingkat budidaya, peternak sebaiknya menghindari mencampur anak ayam dari breeder yang berbeda baik umur, asal, maupun berat badannya. Hal ini dilakukan untuk tetap mempertahankan keseragaman. Karena keseragaman yang lebih baik selalu menghasilkan performa yang lebih baik. Sebaiknya dihindarkan memelihara bibit muda.

Masa brooding adalah masa yang kritis untuk pertumbuhan selanjutnya. Kedinginan dimasa brooding harus dihindarkan. Early acces dan easy acces terhadap air dan pakan juga diharuskan. Oleh karenanya penempatan tempat pakan dan tempat minum harus disesuaikan dengan jumlah populasi agar anak dipastikan semua anak ayam mempunyai akses yang sama terhadap pakan dan minum. Hindari pula perlakuan yang terlalu tumpang tindih seperti vaksinasi macam-macam penyakit untuk mengurangi stres di masa awal pemeliharaan.

Kekerdilan Akibat Nutrisi dan pakan

Penyebab kekerdilan yang dipengaruhi faktor kualitas pakan adalah keberadaan jamur penyebab mikotoksin. Mycotoxin di pakan, selalu menjadi faktor utama penyebab kekerdilan pada broiler. Terlebih lagi tidak banyak yang bisa dilakukan terhadap racun asal jamur pada pakan ini, kecuali penyeleksian bahan baku untuk menjamin kecukupan nutrisi dan ketiadaan toksin pada pakan.

Defisiensi nutrisi dan vitamin dari pakan yang jelek juga sering memicu kekerdilan. Sering terjadi pada saat bahan baku pakan sulit didapat dan harganya mahal.
“Defisiensi dapat juga terjadi karena problem mixing atau pencampuran pada feedmill. Pemberian tambahan vitamin lewat air minum, utamanya vitamin yang larut dalam lemak dianjurkan pada minggu pertama dan kedua,” ujar Drh Edi Purwoko menandaskan. (wan)

Fokus 2008

[Edisi 162 Januari]
Musim Penghujan, Pakan dan Ayam Kerdil
Awal yang Baik, Gangguan Stres dan Penampilan Akhir Ayam
Kegerahan Picu Kekerdilan dan Penurunan Produksi Telur
Kekerdilan Akibat Stres Diawal Pemeliharaan
Masalah Itu Muncul dari Pembibit
Masalah Klasik yang Tetap Mengusik

[Edisi 163 Pebruari]
”SERGAPAN KEPALA BENGKAK”
INFECTIOUS CORYZA (SNOT)
Korisa dalam Pandangan Peternak Bekasi
Korisa, Stres dan Cara Penularan

[Edisi 164 Maret]
MUNCULNYA JAMUR MASA PEMANASAN GLOBAL
PAKAN MAHAL JANGAN SAMPAI GAGAL
Persoalan Jamur Pada Musim Hujan
Problem Imunosupresi Melawan Mikotoksin
RACUN JAMUR DAN UJI MUTU PRODUK TERNAK

[Edisi 165 April]
TIDAK PANDANG BULU, TIDAK BERDIRI SENDIRI
BAHAYA LATEN KOLERA DI PETERNAKAN
Dinamika Lapangan: Kasus Fowl Cholera
KOLERA DIKENALI DARI GEJALANYA
MEMBUNUH BAKTERI KOLERA
LARA PETERNAK KARENA KHOLERA
TANGANI KOLERA BERSAMA PRAKTISI BOGOR

[Edisi 166 Mei]
MEMPERSIAPKAN PULLET UNTUK PRODUKSI TELUR YANG EFISIEN
PAKAN DAN MANAJEMEN PERSONAL
Manajemen Layer Modern
Mengulik Tehnik Beternak Layer Modern
Kenali Fase Kritis Pemeliharaan Ayam Layer
Nutrisi Harus Cukup, Lighting Juga Penting
Ketika Ayam Petelur Kegemukan
PETELUR MODERN HEBAT, PETERNAK TIDAK SIAP

[Edisi 167 Juni]
CACINGAN
Cacingan Si Pencuri Nutrisi Ternak
Cacingan dan Pengobatannya
MENGAPA MEREKA MEMILIH BOLUS ???
BLOKIR URAT SYARAF CACING DENGAN NIKOTIN

[Edisi 168 Juli]
38 Lokasi Pabrik Mini Pakan Ternak Dikembangkan Deptan
ANTIBIOTIK DALAM PAKAN TERNAK
Kehidupan Tanpa Oksigen
PRO/PREBIOTIK, ASAM ORGANIK DAN ENZIM
PROBIOTIK DALAM PAKAN RANGSANG KEKEBALAN AYAM?
MUSIM PERALIHAN, ANGIN KENCANG dan VITAMIN
BUKAN SEKEDAR MENGENANG SILASE KOMPLIT
PAKAN LAGI, JAGUNG LAGI
Ketika Pabrik Pakan Ternak Pontianak "Berburu" Jagung

[Edisi 169 Agustus]
SOLUSI PENGENDALIAN AI PADA BROILER
PROYEK MONITOR AI UNTUK KEBIJAKAN TEPAT
Praktisi Perunggasan dan AI di Indonesia
Peran Sentral Pasar Unggas dalam Penyebaran AI
5 TAHUN AI DI INDONESIA OPTIMISME PERUNGGASAN HARU...
MONITORING VARIAN VIRUS HPAI KITA
MENGUAK TABIR AVIAN INFLUENZA
EFEKTIFKAN BIAYA VAKSINASI
AI dan Dunia Peternakan di Mata Mahasiswa Peternak...
SULITNYA BETERNAK SAAT INI, APA SOLUSINYA?
STRAIN VAKSIN GENETIK REVERSE UNTUK MASA DEPAN

[Edisi 170 September]
SAATNYA REKONSTRUKSI KANDANG :OPEN ATAU CLOSE HOUS...
PERBAIKAN TATA LAKSANAMencegah Kerugian di Farm da...
MUNGKINKAH TERNAK GIZI BURUK?
KIAT PETERNAK MENGAIS UNTUNG DI KANDANG
PADA BROILER MODERN “FUNGSI PEMANAS = PRODUKTIVITA...
DEFISIENSI VITAMIN A DAN E
STRES PANAS JUGA TURUNKAN IMUNITAS
SOLUSI PENGENDALIAN AI PADA BROILER
PROYEK MONITOR AI UNTUK KEBIJAKAN TEPAT
KABAR TERBARU :ASCITES (PULMONARY HIPERTENSION SYN...

[Edisi 171 Oktober]
21 HARI AYAM BERTELUR
Waspada 3 Penyakit Utama Penyebab Turunnya Produks...
SEJARAH SI GALLUS AYAM PETELUR
Produksi Telur Turun, Perhatikan Kualitas Pakan da...
Sumber Multivita Gandeng FKH IPB Update Info AI Te...
ND, EDS, IB, Pakan, Kandang dan Penurunan Produksi...
Produksi Telur Ayam Kampung di Sisi Ayam Ras
Mempertimbangkan Vaksinasi Yang Banyak Sekali
Ketika Virus ND dan EDS Diteliti Untuk Cari Virus ...
Kenali Penyebab Turunnya Produksi Telur
Jangan Lupakan Tubuh Ayam
EDS dan Vaksin Lokal
Diagnosalah Penurunan Produksi Telur

[Edisi 172 Nopember]
Penelitian Kemitraan Broiler
Leucocytozoonosis, dari Gejalanya sampai Penangana...
KETIKA 500 PETERNAK PRIANGAN TIMUR MEMETAKAN DIRI
AYAM BANGKAI KAPAN BERAKHIR ?
3 TAHAP PRODUKSI DAGING EFISIEN
TIDAK ADA CERITANYA PETERNAK BROILER RUGI?
CAMAR DI PETERNAKAN BROILER

[Edisi 173 Desember]
LALAT VEKTOR AI SEBUAH TELAAH UP DATE
HARAPAN TERBENTANG PERUNGGASAN 2009
DI MASA KRISIS:BERUNTUNGLAH PETERNAK!
YANG HARUS DIKERJAKAN PETERNAK 2009
Pemanasan Global dan Penyakit 2009

PROFESIONAL DAN MORAL PETERNAKAN/KESWAN

Ruang Redaksi Majalah Infovet Edisi 162 Januari 2008
Akhir tahun 2007, Tim Infovet bersama Peternak Ricky Bangsaratoe SH berkeliling area peternakan peternak maju di wilayah Ciputat Tangerang Jawa Barat ini. Bermula dari dialog di kantornya yang juga berlokasi di area peternakan, berlanjut dialog sambil mengamati ayam petelur di kandang yang begitu luas. Infovet mendapati begitu banyak pengalaman peternak ini yang memulai kerja bidang di luar bidang peternakan (mobil, properti), begitu terjun di bidang peternakan dengan begitu teguh memegang dua hal penting terkait tanggung jawab di bidang peternakan/kesehatan hewan.

Tanggungjawab sendiri mempunyai dua arah, yaitu: tanggungjawab secara profesional dan tanggungjawab moral.

Tanggungjawab profesional terkait penentuan standar kompetensi sebagai pelaku bidang peternakan dan kesehatan hewan, berfungsi sebagai mekanisme pengendalian mutu layanan profesional kepada masyarakat dan akan menentukan kepercayaan publik terhadap profesi bidang peternakan dan kesehatan hewan.

Tanggungjawab moral terkait dengan standar legal dalam berkarya bidang peternakan dan kesehatan hewan, berperan sebagai pemandu perilaku profesional dan pengendali integritas pribadi pelaku sekaligus karyanya jangan sampai melanggar hukum dan standar moral yang secara umum berlaku dalam masyarakat, dalam lingkup lokal maupun global, sekaligus pemandu ketika terjadi konflik antarstandar moral, atau konflik antara standar moral dengan standar legal.

Mengapa kalangan peternakan dan kesehatan hewan perlu bertanggungjawab dalam kegiatannya, alasannya adalah: bagaimanapun, kegiatan dunia peternakan dan kesehatan hewan merupakan bagian integral kegiatan manusia yang wajib dipertanggungjawabkan, lalu semakin besarnya dampak pengaruh bisnis, ilmu dan segala terkait bidang ini bagi kehidupan manusia, serta kenyataan semakin pendeknya jarak waktu antara penemuan ilmiah, pemasaran hasil-hasil kerja bidang peternakan dan kesehatan hewan dalam industri binis dan kehidupan masyarakat.

Tanggungjawab kalangan peternakan dan kesehatan hewan secara internal berdasar standar perilaku profesional di mana profesi ini dapat berperan menjaga dan meningkatkan kompetensi profesional di bidangnya. Dengan cara-cara teruji, kalangan peternakan dan kesehatan hewan perlu mendorong para pelaku-nya untuk mematuhi standar metodologi bidang peternakan dan kesehatan hewan, menjaga dan setia berpegang pada hati nurani profesional bidang peternakan dan kesehatan hewan.

Adapun tanggungjawab secara eksternal berdasarkan standar moral sebagai pelaku bidang peternakan dan kesehatan ehwan perlu bersikap dan bertindak jujur, bersikap terbuka atas segala masukan dan informasi yang berkembang. Namun, tetap menjaga otonomi dan integritas diri sebagai profesional bidang peternakan dan kesehatan hewan sekaligus mematuhi hukum yang berlaku.

Upaya peningkatan tanggungjawab bidang peternakan dan kesehatan hewan sendiri membutuhkan pendidikan (dalam arti luas) yang menjamin integritas profesional dan moral, juga membutuhkan kontrol publik terhadap kinerja para pelaku bidang peternakan dan kesehatan hewan, dan perlunya komite etik untuk penelitian dan pengembangan bidang peternakan dan kesehatan hewan baik pada lingkup lokal maupun global.

Tampak dalam pengamatan Tim Infovet, tanggungjawab profesional dan moral itu coba dijalankan secara terbaik oleh peternak yang kemudian menjadi pembicara dalam Training Marketing Nasional untuk Industri dan Kesehatan Hewan oleh Infovet Group, tepatnya GITA Organizer, dalam satu naungan PT Gallus Indonesia Utama bersama Infovet, akhir 2007.

Bukankah hal ini menjadi bekal yang bagus bagi kita kalangan peternakan dan kesehatan hewan untuk melangkah lebih gagah di tahun 2008, apapun yang merintang dan menghadang di depan sekaligus apapun yang telah terjadi di tahun 2007? Selamat Tahun Baru 2008. (Yonathan Rahardjo)

Perunggasan Belum Memikat di Pasar Modal?


Pengamat pasar modal Haryajid Ramelan masih dalam rangkaian seminar Perunggasan ke-3 yang bertema “Akankah Bisnis Perunggasan Tahun 2008 Lebih Menarik?” di Jakarta, 7 November 2007 mengungkapkan, sektor perunggasan belum memberikan daya pikat yang kuat bagi pasar modal, fluktuasi kenaikkan saat ini lebih banyak disebabkan oleh rumors atau corporate action. Selain itu kenaikkan BBM dan bahan baku akan mempengaruhi produktivitas dan kinerja emiten.
Oleh karenanya investor masih memandang bahwa bisnis disektor ini merupakan bisnis full risk. Free float terhadap saham mereka yang masih sangat kecil dipasar menjadikan saham sektor ini kurang likuid.
“Perlu pembenahan secara internal seperti efisiensi dll, agar ada perbaikkan kinerja keuangan emiten sehingga dapat mempengaruhi kinerja saham,” kata Haryajid menyarankan.
Lebih lanjut, menurut Haryajid, jika bisnis ini dianggap full risk dan belum memikat pasar modal, maka untuk tetap eksis tak ada salahnya untuk merubah core bisnis sesuai keinginan dari pelaku atau bahkan melakukan sharing dengan masyarakat dengan melakukan IPO.
Dari pengamatan Haryajid diperkirakan stabilitas ekonomi makro tahun 2008 masih cukup baik. Namun tetap sektor riil belum seluruhnya berjalan. Diperkirakan bisa berkisar 5,5% - 6%.
Meskipun dibayang-bayangi kemungkinan terjadinya perlambatan ekonomi global yang dipicu oleh peningkatan harga minyak yang mendekati USD 100 per barel. Namun prospek ekonomi 2008 masih cerah menyusul permintaan dari pasar non tradisional di luar Amerika Serikat, Jepang dan Eropa yang diperkirakan relatif tidak terpengaruh oleh risiko pelemahan perekonomian global.
Kebijakan Bank Sentral Amerika yang diperkirakan masih akan kembali menurunkan suku bunganya hingga akhir tahun ini akan memicu BI rate untuk kembali turun.
Inflasi akhir tahun 2007 diperkirakan 6,5%. BI rate akhir tahun diperkirakan sebesar 8.00% (posisi per Oktober 2007 BI rate 8.25%) dengan nilai tukar Rupiah di kisaran Rp. 9.100,- per USD. (wan)

Deptan: Prospek dan Arah Pengembangan Perunggasan

Diambil dari kebijakan Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK) yang dulu sempat diresmikan Presiden SBY di Waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat 11 Juni 2005. RPPK merupakan salah satu dari “Triple Track Strategy” Kabinet Indonesia Bersatu dalam rangka mengurangi kemiskinan dan pengangguran, serta peningkatan daya saing ekonomi nasional. Infovet menyoroti kebijakan ini dari sudut prospek dan arah pengembangan agribisnis unggas.
Komoditas unggas mempunyai prospek pasar yang sangat baik karena didukung oleh karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat Indonesia yang sebagian besar muslim, harga relatif murah dengan akses yang mudah diperoleh karena sudah merupakan barang publik.
Komoditas ini merupakan pendorong utama penyediaan protein hewani nasional, sehingga prospek yang sudah bagus ini harus dimanfaatkan untuk memberdayakan peternak di perdesaan melalui pemanfaatan sumberdaya secara lebih optimal.
Industri perunggasan di Indonesia berkembang sesuai dengan kemajuan perunggasan global yang mengarah kepada sasaran mencapai tingkat efisiensi usaha yang optimal, sehingga mampu bersaing dengan produk-produk unggas dari luar negeri.
Pembangunan industri perunggasan menghadapi tantangan global yang mencakup kesiapan dayasaing produk perunggasan, utamanya bila dikaitkan dengan lemahnya kinerja penyediaan bahan baku pakan, yang merupakan 60-70 persen dari biaya produksi karena sebagian besar masih sangat tergantung dari impor.
Upaya meningkatkan dayasaing produk perunggasan harus dilakukan secara simultan dengan mewujudkan harmonisasi kebijakan yang bersifat lintas departemen. Hal ini dilakukan dengan tetap memperhatikan faktor internal seperti menerapkan efisiensi usaha, meningkatkan kualitas produk, menjamin kontinuitas suplai dan sesuai dengan permintaan pasar.
Budidaya Unggas Masih Menjanjikan
Ternak ayam lokal dan itik dapat menjadi alternatif yang cukup menjanjikan dengan pangsa pasar tertentu, dimana hal ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa usaha peternakan ayam lokal dan itik cukup menguntungkan dan dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan keluarga.
Profil usaha di sektor primer menunjukkan bahwa usaha peternakan ayam ras pedaging cukup memberikan peluang usaha yang baik, sepanjang manajemen pemeliharaan mengikuti prosedur dan ketetapan yang berlaku.
Dari penelitian Departemen Pertanian menunjukkan dengan nilai B/C yang diperoleh secara berturut-turut sebesar 1,16; 1,28 dan 1,25 pada usaha mandiri, pola kemitraan inti-plasma dan pola kemitraan poultry shop dengan skala usaha 15 ribu ekor.
Indikasi yang hampir sama juga terjadi pada ayam ras petelur pada skala usaha 10 ribu ekor, dengan nilai B/C adalah 1,29 dan 1,13 masing-masing untuk usaha mandiri dan pola kemitraan dengan poultry shop. Hal ini memberikan indikasi bahwa usaha peternakan ayam ras petelur mempunyai keuntungan yang relatif baik bagi para peternak. Sedangkan hal tersebut untuk usaha ayam lokal dan ternak itik masing-masing nilai B/C adalah 1,04 dan 1,2.

Jagung dan Desentralisasi Perunggasan
Salah satu prospek pasar yang menarik dan perlu dikembangkan adalah industri pakan unggas, dimana biaya pakan ini merupakan komponen tertinggi dalam komposisi biaya produksi industri perunggasan, berkisar antara 60-70 persen.
Diproyeksikan masing-masing pada tahun 2010 dan tahun 2020, impor jagung dapat mencapai 4 juta ton dan 8 juta ton jika produksi jagung nasional tidak tumbuh. Jagung untuk pakan unggas memiliki prospek pasar yang sangat baik, dimana dinyatakan bahwa jika industri unggas tumbuh dengan baik, maka kebutuhan akan jagung juga terus meningkat. Pengembangan komoditas jagung perlu mendapatkan perhatian baik oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat petani.
Pengembangan unggas ke depan harus mulai dipikirkan di luar Jawa, dimana ketersediaan pasokan bahan pakan masih memungkinkan, serta prospek pemasaran yang baik. Pengalaman wabah Avian Influenza (AI) beberapa waktu yang lalu memberi pelajaran bahwa sudah saatnya dilakukan desentralisasi industri perunggasan nasional. Upaya ini akan sangat baik ditinjau dari berbagai aspek, baik teknis, ekonomis maupun sosial, dan dalam hal ini memerlukan dukungan kebijakan termasuk ketersediaan inovasi teknologi yang sesuai dengan perkembangan usaha.
Peranan pemerintah juga harus memperhatikan pada pengelolaan pasar, utamanya untuk: (a) melindungi industri ayam dalam negeri dari tekanan persaingan pasar global yang tidak adil, (b) mencegah persaingan tidak sehat antar perusahaan di pasar dalam negeri, (c) pengembangan sistem pencegahan dan penanggulangan wabah penyakit menular, serta (d) dukungan pembangunan infrastruktur penunjang lainnya. Untuk memberi kepastian berusaha pada peternakan mandiri perlu dibuat mekanisme yang menjamin transparansi dalam hal informasi produksi DOC, biaya bahan-bahan input, serta kondisi pasar (permintaan, produksi, dan harga).

Lestarikan Plasma Nutfah
Potensi dan arah pengembangan ayam lokal lebih difokuskan terhadap kerentanan potensi genetik terhadap penyakit unggas, sehingga konservasi terhadap plasma nutfah ayam lokal menjadi sangat penting.
Potensi dan arah pengembangan itik dititikberatkan pada perbaikan bibit, sehingga terjadi perbedaan antara itik untuk bibit dan itik untuk produksi. Program intensifikasi itik, dengan merubah pola pemeliharaan tradisional menjadi pemeliharaan terkurung atau intensif perlu dipertimbangkan dalam arah pengembangan peternakan unggas ke depan.
Keadaan sawah yang semakin intensif menyebabkan jarak antara panen dan tanam menjadi semakin sempit yang menyebabkan semakin terdesaknya itik gembala. Penggunaan pestisida yang kurang bijaksana dapat menyebabkan kematian itik secara langsung dan menurunnya ketersediaan pakan itik di sawah berupa ikan kecil, cacing, katak dll. secara tidak langsung.
Pengembangan agribisnis komoditas ternak unggas diarahkan untuk: (a) menghasilkan pangan protein hewani sebagai salah satu upaya dalam mempertahankan ketahanan pangan nasional, (b) meningkatkan kemandirian usaha, (c) melestarikan dan memanfaatkan secara sinergis keanekaragaman sumberdaya lokal untuk menjamin usaha peternakan yang berkelanjutan, dan (d) mendorong serta menciptakan produk yang berdayasaing dalam upaya meraih peluang ekspor.
Tujuan pengembangan agribisnis komoditas unggas adalah (a) membangun kecerdasan dan menciptakan kesehatan masyarakat seiring dengan bergesernya permintaan terhadap produk yang aman dan berkualitas, (b) meningkatkan pendapatan peternak melalui peningkatan skala usaha yang optimal berdasarkan sumberdaya yang ada, (c) menciptakan lapangan kerja yang potensial dan tersebar hampir di seluruh wilayah, dan (d) meningkatkan kontribusi terhadap pendapatan devisa negara.

Kebijakan Perunggasan yang Kondusif
Menurut Menteri Pertanian Anton Apriyantono, kebijakan peternakan unggas diarahkan pada visi pemberdayaan peternak dan usaha agribisnis peternakan, peningkatan nilai tambah dan dayasaing dengan misi mendorong pembangunan peternakan unggas yang tangguh dan berkelanjutan.
Salah satu kebijakan yang diperlukan dan berpengaruh efektif mencapai visi tersebut adalah kebijakan dalam memperluas dan meningkatkan basis produksi melalui peningkatan investasi swasta, pemerintah dan masyarakat; serta kebijakan pewilayahan komoditas dan peningkatkan penelitian, penyuluhan dan pendidikan bagi peternak disertai pengembangan kelembagaan.
Apabila sasaran pengembangan agribisnis komoditas ternak unggas ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pangan protein hewani pada 10 tahun mendatang, maka setara dengan 1.250 milyar ekor dengan nilai mencapai Rp. 24,5 trilyun.
Pelaku investasi pengembangan agribisnis komoditas unggas dibedakan dalam tiga kelompok, yakni investasi yang dilakukan oleh rumah tangga peternak (masyarakat), swasta dan pemerintah.
Kebutuhan investasi masyarakat untuk pengembangan agribisnis ayam ras pedaging dan petelur berkisar antara 10-20 persen, masing-masing sebesar Rp.1 trilyun untuk memenuhi kebutuhan daging dan telur. Estimasi kebutuhan investasi masyarakat untuk pengembangan agribisnis komoditas ayam lokal dan itik adalah sekitar 60 persen, berturut-turut adalah sebesar Rp. 4,5 trilyun dan Rp. 1,5 trilyun.
Investasi masyarakat dalam hal ini dapat berupa investasi sumberdaya dan produksi yang meliputi aset tetap seperti lahan, kandang dan tenaga kerja. Sumber pembiayaan dapat berupa kredit dari perbankan maupun lembaga keuangan formal lainnya, serta tidak menutup kemungkinan lembaga keuangan non-formal seperti pinjaman kelompok maupun koperasi bersama.
Pangsa kebutuhan investasi swasta untuk pengembangan agribisnis komoditas ayam pedaging dan petelur rata-rata berkisar antara 80 persen, berturut-turut adalah sebesar Rp. 9,5 trilyun dan Rp. 3,8 trilyun. Estimasi kebutuhan investasi swasta untuk pengembangan komoditas ayam lokal dan itik adalah sekitar 10 persen, dengan nilai Rp. 0,5 trilyun untuk ayam lokal dan Rp. 250 milyar untuk ternak itik.
Bentuk investasi swasta dapat berupa peningkatan penyediaan sarana input seperti peningkatan pasokan bibit, pabrik pakan, peralatan serta obat dan vaksin. Investasi di sektor hilir seperti pabrik pengolahan dan prosesing produk unggas seperti penyediaan sarana cold storage dan pembangunan pabrik tepung telur perlu mendapat perhatian yang serius.
Investasi produksi yang berupa infrastruktur oleh pemerintah sangat diperlukan seperti penyediaan benih jagung unggul, penanganan pascapanen berupa pembuatan silo dan sarana transportasi. Estimasi kebutuhan investasi pemerintah untuk pengembangan agribisnis komoditas ayam ras pedaging dan petelur masing-masing adalah sebesar 5 persen, yakni Rp. 500 milyar untuk ayam ras pedaging dan Rp. 200 milyar untuk ayam ras petelur. Pada pengembangan komoditas ayam lokal dan itik, hal tersebut rata-rata berkisar antara 30 persen, dengan nilai berturut-turut Rp. 1 trilyun dan Rp. 750 milyar.
Investasi pemerintah utamanya terfokus pada kegiatan promosi dalam upaya meningkatkan konsumsi daging dan telur yang aman, sehat, utuh dan halal. Pelayanan penyuluhan dan pendidikan kepada masyarakat sejak usia dini tentang manfaat mengkonsumsi daging dan telur perlu dilakukan secara konsisten.
Peran pemerintah juga diharapkan dalam aspek penelitian dan pengembangan, utamanya dalam hal menyediakan alternatif bahan baku pakan berdasarkan sumberdaya lokal. Demikian pula halnya dengan identifikasi dan evaluasi untuk pengembangan ayam lokal yang resisten terhadap penyakit, serta peningkatan mutu genetik itik.
Untuk mencapai visi, misi dan tujuan program pembangunan pertanian diperlukan kebijakan pendukung. Beberapa kebijakan pendukung seperti membentuk lingkungan investasi yang kondusif, utamanya dalam hal pelayanan investasi khususnya investasi di luar sektor pertanian.
Selain itu, kebijakan lain adalah secara kontinyu mempromosikan produk unggas, inovasi dalam hal tata-ruang, kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner, serta penegakan aturan yang terkait dengan lalulintas ternak dalam kaitannya dengan pelaksanaan otonomi daerah dan perdagangan global.
Sementara dalam dalam rangka pencegahan penyakit, pemerintah perlu memperkuat pelayanan laboratorium dan pos-pos kesehatan hewan, serta melakukan penyuluhan tentang bahaya dan pencegahan penularan penyakit unggas. Tak lupa pula perlu membuat kebijakan tentang kemitraan agribisnis perunggasan yang adil baik bagi mitra maupun bagi inti melalui pembagian resiko dan keuntungan yang adil. (Infovet)


ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer