Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Tahan Stres dan Waspada AI di 2007

Tahun 2006 segera berakhir, tahun 2007 segera menjelang. Bagi peternak, khususnya peternak hewan unggas, tahun 2006 adalah tahun penuh tantangan. Di awal hingga pertengahan tahun, Avian Influenza (AI) atau flu burung kembali merebak. Baik di wilayah endemis maupun wilayah baru. Permasalahan AI semakin rumit saat muncul tuduhan, bahwa kebijakan vaksinasi AI, menjadi salah satu faktor menularnya AI ke manusia.
Kita bersyukur, tuduhan tersebut bisa dijelaskan dengan baik oleh salah satu tokoh kesehatan hewan Drh Tri Satya Putri Naipospos NH MPhil PhD dan didukung oleh Prof Drh Charles Rangga Tabbu MSc PhD selaku ketua umum Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia (ADHPI).
Pada pertengahan tahun, tepatnya pada Juli 2006, sejenak peternak merasakan kegembiraan dengan digelarnya The Third Indolivestock 2006 yang berlangsung pada saat yang tepat, yaitu saat harga daging ayam dan telur sedang membaik. Indolivestock kali ini berlangsung saat peternak sedang menikmati keuntungan, sehingga banyak peternak yang berkunjung”, begitu kata pengunjung saat itu.
Namun setelah itu, peternak kembali mendapat tantangan yaitu, dengan melambungnya harga DOC dan jagung akibat kekurangan stok. Keadaan ini berlangsung hingga saat tulisan ini diturunkan.

Prediksi tantangan 2007
Ditemui disela-sela kegiatannya, Drh Hadi Wibowo Technical Manager PT Sumber Multivita menjelaskan, tantangan penyakit pada 2007, khususnya pada semester pertama, akan diwarnai oleh penyakit dengan gejala umum seperti stres, yang akan berdampak langsung pada gangguan fisiologis, hormonal, dan imunologis. Penyakit-penyakit yang disebabkan virus seperti ND, AI, IBD, dan lain-lain, serta penyakit bakterial seperti Cocci, Coli, Snot,dan lain-lain.

Stres
Gangguan stres dimulai sejak DOC menetas. Yaitu sejak penanganan di penetasan, transportasi hingga ditebar dikandang. Jika pada saat ditebar suhu kandang kurang dari 25oC. Maka akan terjadi stres akibat renyatan temperatur yang terjadi. Akibat berikutnya ACTH (Adenocorticotropic hormon) meningkat, sehingga penyerapan kuning telur terganggu, zat kebal dari induk terhambat, dan komponen nutrisi menjadi terhambat.
Bila kondisi diatas terjadi, maka DOC rentan terhadap berbagai mikroorganisme dan respon terhadap vaksin jelek. Jika DOC mengalami renyatan temperatur, maka 15 detik setelah ditebar, DOC tidak mau bergerak, makan dan minum. Dan mulai timbul masalah. Bila stres tidak segera diatasi, maka akan terjadi gangguan permanen.sehingga pertumbuhan berat badan maupun produksi telur akan terganggu.





Infectious Coryza / Snot
Snot disebabkan oleh Haemophilus gallinarum. Penyakit ini menyebabkan penularan 70 sampai 90%, angka kematian 20% (infeksi tunggal) dan mencapai 50% bila terjadi infeksi sekunder. Kerugian lain adalah terganggunya penambahan bobot badan. Gejala khas, muka bengkak, diam dan tidak mau makan. Untuk penyakit ini Hadi menawarkan solusi 3-Si yaitu Sanitasi, Seleksi dan Medikasi. Sanitasi, cukup jelas. Seleksi dan medikasi, pisahkan dan karantinan hewan ayam yang sakit kemudian obati per individu. Ayam yang sehat berikan pengobatan perpopulasi. Konsultasikan dengan dokter hewan anda, terkait medikasi.
Penyakit snot memiliki arti penting pada ayam petelur. Karena bila terjadi sebelum masa bertelur, maka saat bertelur akan mundur, sulit mencapai puncak dan produksi rata-rata menjadi buruk. Bila terjadi saat produksi, maka produksi telur akan turun mendadak dan untuk pulih butuh waktu dan program pengobatan khusus.

Kolibasilosis
Kolibasilosis disebabkan oleh Bakteri Escerecia coli galur patogen dan bersifat oportunis. Biasanya timbul akibat dari infeksi sekunder, karena ayam mengalami cekaman stres atau infeksi primer. Gejala klinis kurus, bulu kusam, nafsu makan turun dan murung. Pertumbuhan terganggu, diare, bulunya kotor atau lengket di sekitar ekornya (lihat gambar).


Kendali untuk Coli
Dengan meminjam istilah yang dipopulerkan oleh Prof Charles, kendalikan dengan konsep UAP (Udara-Air-Pakan). Udara Dengan ventilasi dan sirkulasi yang baik akan tercipta udara yang sehat dan bersih.Terbukti dengan nyata kandungan amonia dan sulfur tinggi menyebabkan kesehatan ayam menurun. Udara bersih menjamin kontaminan bakteri E. coli di udara tidak bisa ikut menjadi tinggi konsentrasinya, sehingga infeksi E. coli melalui udara bisa ditekan.
Air. Kualitas air harus dijaga “bersihnya” mulai sejak DOC masuk dalam kandang dengan cara dimasak, dengan infra-red dan klorinasi rutin secara bertahap dan terprogram pada pullet dan ayam dewasa. Penting karena kecuali air sehat memang dibutuhkan ayam juga merupakan jalur utama yang potensial untuk terjadi infeksi E. coli. Jika kontrol kualitas air optimal, harusnya tidak ada lagi asumsi E. coli datang berkali-kali di tiap kandang.
Pakan. Kontaminan bakteri E. coli termasuk potensial menggunakan pakan sebagai jalur infeksi. Tidak ada jalan lain harus menjaga kebersihan dan kualitas pakan. Sering kali kelalaian dan kurang memperhatikan hal pokok ini menjadi faktor pembenar E. coli sulit diberantas. Padahal semua tergantung dari upaya-upaya itu apakah sudah optimal.
Sanitasi ketat meliputi: sanitasi udara, air dan pakan. Pengafkiran ayam yang positif terinfeksi E. coli, untuk menjaga penularan lebih banyak. Kurangi stress, dengan cara menjaga kandungan amonia dan sulfur serta debu lingkungan kandang. Pemberian imunomodulator dan multivitamin sangat bermanfaat untuk menjaga dan mempertahankan kondisi tubuh saat stress. Pemberian cleaning secara tepat (udara, air dan pakan)

Coccidiosis
Berdasarkan tempat hidupnya, cocci dapat digolongkan sebagai berikut, Coccidiosis sekum terdiri-dari E. Tenella, E. Necatrix. Coccidiosis intestinal terdiri-dari E. Maxima, E. Brunette, E. Acervulina, E. Praecox




Coccidiosis dan integritas pencernaan dengan mengutip Prof Dr George Tice, Hadi menjelaskan, Coccidiosis bisa menyebabkan gangguan pencernaan secara umum (Integritas pencernaan/Intestinal Integrity (I2), bila keberadaannya diikuti oleh enteritis. Bila sudah terjadi I2, akan mengakibatkan kerugian US$ 0,102 = Rp. 1.020,- per 2 kg bobot badan ayam (broiler) hidup
Lebih lanjut menutur Prof Dr Gatut Ashadi (1982), masih kata Hadi, bakal petelur (Pulet), jika terkena kasus Coccidiosis lebih dari satu kali maka pada saat masa produksi, hen-house production-nya akan berkurang 20%
Vaksin Cocci bekerja melalui infeksi ayam dengan beberapa spesies bibit coccidia hidup yang sudah dilemahkan untuk menstimulasi kekebalan terhadap spesies tersebut. Kekebalan terbentuk selama 2 hingga 4 minggu dan secara umum memberikan perlindungan terhadap koksidiosis yang baik, terutama terhadap tantangan terakhir. Efek samping vaksinasi coccidia juga menyebabkan kerusakan usus, sehingga memicu peningkatan produksi mukus. Kelebihan mukus menyebabkan bakteria berbahaya berkembang biak, meningkatkan resiko enteritis bakterial dan memicu terjadinya I2.
Pembentukan antibodi cocci. Mekanisme kekebalan coccidiosis mirip dengan pembentukan kekebalan pada ND, tetapi kekebalan celuler lebih menonjol sedangkan ND lebih menonjol humoral. Cocci merusak Caeca Tonsil, yang menyebabkan rusaknya B-Cell, sehingga menghambat pembentukan antibodi secara keseluruhan.

Waspadai AI di semester 2
Bulan Juli, Agustus sampai awal Nopember 2007, diperkirakan terjadi stres panas perlu diingatkan ayam adalah termasuk golongan aves yang mudah sekali mengalami gangguan hormonal, fisiologis dan imunologis. Ekstremnya pada saat musim panas sering terjadi heat stress yang berdampak kematian mendadak
Pertengahan November 2007 sampai awal Januari 2008 Hadi memperkirakan AI pada hewan dan flu burung pada manusia akan kembali merebak. “Jika tidak diambil tindakan-tindakan kongkrit sejak sekarang, maka perkiraan saya tidak akan meleset,” tegasnya. Saat ditanya apakah dirinya berharap ramalannya itu tepat? Hadi menjawab tidak berharap. “Saya justru berharap ramalan saya ini meleset. Namun, sekali lagi bila kita tidak serius, ramalan saya tidak akan meleset atau bahkan akan datang lebih cepat dan lebih parah”,katanya lagi dengan nada tinggi.
Mengapa flu burung harus diwaspadai? Dikawatirkan adanya ulangan wabah yang bisa menewaskan jutaan unggas dan manusia, diberbagai belahan dunia yang saat ini menjadi kekhawatiran Organisasi Kesehatan Dunia/WHO dan Organisasi Kesehatan Hewan Dunia/OIE. (Sapt)

PETERNAK GUSAR DENGAN PILEK MENULAR

Dibandingkan dengan ND,CRD dan ILT memang Penyakit Pilek Menular (PPM) pada ayam ( Infectious Coryza) lebih menghantui para peternak. Dasar alasan mereka,oleh karena, selama ini program vaksinasi atau paling tepat disebut bacterinasi, lebih cenderung kurang sukses atau banyak mengalami kegagalannya dibandingkan tingkat keberhasilannya. Adalah Fajar Saelan seorang peternak layer yang berada di Krapyak Ngaglik Sleman mengungkapkan tentang hal itu.
”Kalau IB,ILT bahkan ND dan CRD kompleks menurut pengalaman saya PPM atau Snot justru lebih potensial menyebabkan kerugian yang tidak sedikit. Pada awal Juli yang lalu ayam kami kena. Selama hampir 1,5 minggu produksi langsung melorot dan pulihnya membutuhkan waktu tidak kurang dari 1,5 bulan. Padahal harga telur saat itu sedang baik” ujarnya kepada Infovet di kandangnya.
Memang tingkat kematian tidak sebanyak ND atau Gumboro, namun justru dengan cepatnya penyakit itu menjalar ke flok yang lain itu dan juga kemerosotan produksi secara pelahan, maka jauh lebih merugikan. Menurut Fajar, yang jebolan dari sebuah Akademi Komputer itu, bahwa ia tidak membayangkan jika populasi yang ada mencapai ratusan ribu ekor itu terserang PPM, maka tentu akan memukul telak nasib peternak.
Sudah terlalu sering dia melakukan protes dan komplain ke TS pemasar vaksin, namun sayang jawabannya menurut Fajar sangat normatif sekali. Umumnya jawaban dari sang petugas kesehatan lapangan, bahwa kemampuan memberikan proteksi dengan vaksinasi pada PPM tidak pernah bisa mencapai tingkat optimum. Jika jawabannya begitu, maka ia mencoba menyanggah bagaimana jika tidak usah di vaksin saja? Namun akhirnya ia sendiri menjadi ragu dan ketakutan sendiri jika tidak melakukan vaksinasi terhadap PPM.
Menurut penuturannya, bahwa selama lebih dari 8 tahun menjadi peternak ayam petelur, memang relatif sangat jarang penyakit itu datang menyerang. Paling sering adalah ND, Gumboro, CRD kompleks, Koli. Meski demikian, menurutnya PPM adalah yang sangat sulit diatasi jika sudah menyerang dalam sebuah kandang. Tingkat keberhasilan penyembuhan secara cepat, relatif lebih jarang terjadi. Jika kondisinya demikian, maka tentu saja sangat merugikan, terlebih ketika harga telur sedang baik.
Untuk itu ia mencoba berupaya dengan caranya sendiri agar penyakit pilek menular tidak sesering merecoki ayamnya. Saran dan rekomendasi akan kebersihan dan sanitasi kandang maupun lingkungan selalu ia jalankan secara ketat dan terjadwal. Tidak lupa juga berbagai aneka vitamin yang bertujuan untuk mendongkrak produksi maupun untuk menjaga dan mempertahankan kondisi kesehatan ayam selalu ia berikan. Bahkan ketika kondisi seperti saat ini, dimana suhu lingkungan yang sangat tinggi atau panas sekali, maka frekuensi pemberian lebih sering dan tidak sampai lupa. ”Kawasan kandang kami khan sebenarnya berada di daerah yang tinggi dan cukup sejuk, namun dalam beberapa bulan terakhir ini (maksudnya Juni-Nopember 2006) suhu lingkungan tinggi dan terasa gerah sekali. Sehingga saya tidak akan melalaikan pemberian vitamin agar ayam sehat. Namun toh kenyataannya penyakit yang menjadi momok itu datang juga” ujarnya panjang lebar. ”Itu namanya memang nasib dan belum menjadi rejeki saya” tambah Fajar.
Ketika ditanyakan, bagaimana jika kemudian datang penyakit lain yang nimbrung pada saat sedang terserang penyakit. Menurutnya, memang hal itu pernah dialami, namun beruntung pada saat itu justru keadaan tidak menjadi parah dan malah cepat bisa diatasi. Saat itu disamping pemberian obat untuk terapi atas penyakit yang pertama datang, maka ia juga tidak lupa terus memberikan multivitamin dengan dosis dan frekuensi yang meningkat. Atas info dan saran dari para peternak yang lain, bahwa masalah pemberian multivitamin untuk menjaga kondisi kesehatan ayam harus mutlak diperhatikan, disamping penyemprotan dengan desinfectans yang dilakukan setiap 4-5 hari sekali. Ketika wabah flu burung datang, dan banyak peternak yang mengeluhkan kemerosotan produksi pasca vaksinasi, kandangnya juga mengalami hal serupa, namun syukurlah menurut Fajar tingkat penurunan itu relatif tidak berarti. Ia mendengar kabar dari peternak lain bahwa ada yang mengalami kemerosotan sampai 30-40%.
Mengenai upaya apa saja selain kebersihan kandang dan pemberian multivitamin, Fajar menjelaskan bahwa program vaksinasi sejak ayam kecil sampai sedang produksi selalu ia perhatikan dan tidak pernah dilewatkan. Menurutnya memang ada banyak peternak yang berani melanggar prgram baku vaksinasi, namun toh yang selamat jauh lebih sedikti dibanding yang akhirnya bermasalah. ” Saya dengan latar belakang pendidikan bukan dari disiplin ilmu peternakan, mencoba lebih percaya dengan program baku yang direkomendasikan para TS. Oleh karena itu saya tidak berani main-main. Terlebih usaha ini menjadi sandaran hidup kami sekeluarga. Juga yang lebih penting adalah bahwa modal untuk usaha ini menurut pribadi saya tidak kecil, jadi saya tidak mau berjudi” tuturnya dengan mantap.
Seberapa pentingnya aneka program vaksinasi bagi ayamnya, menurut Fajar sangat-sangat penting dan sebuah keharusan. Usaha yang baik adalah jika menuruti aturan baku dan taat penuh serta selalu mencari upaya lain yang baru serta mencari informasi dari sesama peternak. Menurutnya vaksinasi pada usaha ayam adalah sebuah kebutuhan, maka jika ingin meraih selamat dan keberhasilan hal itu harus diperhatikan(iyo).

Drh Anom Muntilana, Kepala Bagian Produksi Metaram PS Yogyakarta mengutarakan bahwa ada beberapa penyakit pernafasan pada ayam potong yang harus diperhatikan oleh para peternak yaitu CRD, Gumboro, ND dan Snot/PPM. Dari keempat jenis penyakit itu, menurut Anom memang PPM termasuk jenis penyakit yang paling menjengkelkan. Hal itu oleh karena sifat serangannya yang sangat cepat sekali menjalar ke ayam lain meski tidak banyak membawa dampak kematian. Justru dengan banyaknya ayam yang sakit itulah yang membuat repot peternak. ”Sebagai orang yang lebih banyak terjun di lapangan, maka ketika dalam satu kandang banyak ayam yang sakit, membuat lelah pikiran, loyo dan mengurangi semangat kerja. Beban moral langsung dihadapan peternak akhirnya telah membuat saya menjadi kehabisan kata-kata lagi untuk menjelaskan sebab dan akibat serangan PPM iu” ujarnya dengan polos.
Serangan PPM menurut Anom, umumnya datang pada sekitar umur 20 hari keatas. Namun jika menyerang yang sudah mendekati usia panen, maka hal itulah yang telah membuat loyo dan seolah mematahkan semangat kerja. Bagaimana tidak loyo jika sebentar lagi akan dipanen tetapi ayam-ayamnya sakit, maka tentu membuat bagian pemasaran semakin pusing. Bukan saja karena menjadi tingginya angka kematian saat pengangkutan, akan tetapi dari aspek harga menjadi lebih rendah daripada harga pasar, karena harus diprioritaskan dilempar ke pasar terlebih dahulu.
Hasil pengamatannya di lapangan selama ini bahwa kasus PPM terjadi oleh karena banyak faktor yang melingkupinya. Jika type peternak yang sangat perhatian akan kesehatan dan kebersihan lingkungan maka relatif jarang mengalami gangguan kasus penyakit itu. Dalam satu siklus pemeliharaan ayam petelur bisa lolos alias tidak terganggu penyakit itu. Namun jika type peternaknya kurang begitu memperhatikan, maka dalam satu siklus sampai afkir bisa terjadi 2-4 kali serangan penyakit itu. Sedangkan pada ayam potong, disamping type peternak juga oleh karena faktor musim serta kualitas DOC. Pada peternak ayam potong yang intens memelihara maka dapat lolos dari sergapan penyakit itu meski dalam jangka waktu pemeliharaan 1 tahun (3-4 periode). Namun jika kualitas DOC yang kurang baik, paling-paling hanya sekali muncul gangguan penyakit itu. Sedangkan pada peternak yang serampangan, dalam 1 tahun bisa 2-3 kali direcoki PPM.
Faktor musim, menurut Anom juga sangat besar peranannya untuk munculnya gangguan kesehatan karena PPM. Jika pada pergantian musim yang tidak bersahabat seperti sekarang ini yang sangat panas sekali, sudah dalam jangka waktu hampir 3-4 bulan terakhir ini (september-nopember 2006), maka prevalensinya juga meningkat. Namun atas dasar pengalamannya kejadian serangan PPM meningkat sangat signifikan saat musim penghujan. Barangkali saja karena angka kelembabaan yang tinggi dan kebersihan kandang kurang terjaga. ”Ini hanya atas dasar pengalaman saya, bahwa kasus PPM meningkat secara siginifikan pada saat musim penghujan. Saya menduga barangkali kebersihan kandang menjadi terabaikan meski itu pada type peternak yang intens memperhatikan kebersihan. Atau barangkali kadar amoniak yang meningkat dengan tajam oleh karena sirkulasi udara yang kurang lancar saat musim penghujan itu. Itu hanya sebuah perkiraan saya semata”ujar Anom.
Menurut Anom, disamping aspek kebersihan kandang dan lingkungan, maka tuntutan kualitas DOC pada ayam potong memang harus diperhatikan sekali. Beberapa waktu terakhir ini kualitas DOC yang beredar di pasar memang sangat memprihatinkan sekali. Oleh karena itu, tidak ada upaya lain selain para peternak harus meningkatkan keseriusannya agar tidak menyesal. Pemberian multivitamin memang perlu, namun menurutnya yang jauh lebih perlu adalah tetap memperhatikan kebersihan dan kesehatan lingkungan. Dan langkah penyemprotan desinfectan yang terjadwal harus dilakukan (iyo)

TAHUN BERGANTI, MUSIM BERUBAH, PERNAFASAN BERPOLAH

(( Pada layer atau broiler pun demikian, penyakit pun masih tercatat sebagai penyebab kerugian terbesar di peternakan. Dari sejumlah besar penyakit yang dapat menyerang ayam, penyakit saluran pernafasan perlu diwaspadai. ))

Pergantian musim di tahun 2006, baru terjadi menjelang tahun 2007. Pergantian musim ini, bagi sebagian peternak dianggap sebagai hal yang paling mengkuatirkan, terutama bagi peternak broiler atau layer.
Sudah sejak lama pergantian musim selalu dikaitkan pada penurunan produksi telur pada layer dan terhalangnya pertambahan berat badan pada broiler. Kenapa, karena perubahan musim selalu dibarengi penyakit yang berhubungan langsung dengan penurunan stamina layer atau broiler, sehingga reaksi tubuh terhadap suatu bibit penyakit tereleminir. Akibatnya tubuh ayam gampang terserang penyakit, demikian Hj Ir Elfawati MSi mengawali bincang-bincangnya dengan kru Infovet Riau.
Secara harfiah musim diartikan sebagai fenomena alam yang rutinitas terjadi dibelahan bumi raya ini. Fenomena alam ini seharusnya tidak untuk ditakuti tapi bagaimana bisa disiasati agar tidak menimbulkan mudarat malah bisa menimbulkan keuntungan bagi kita semua. Sebut saja semut, adalah binatang yang hidup berkelompok di dalam tanah, membuat liang dan ruang yang bertingkat-tingkat sebagai rumah dan gudang tempat menyimpan makanan yang dikumpulkan dimusim panas untuk bekal pada musim dingin.
Artinya apa, semut berpikiran jauh ke depan karena tidak mungkin mendapatkan makanan pada musim dingin, alternatif mengumpulkan makanan pada musim panas adalah terbaik untuk kelompk semut agar terhindar dari kelaparan pada musim dingin. Senada ini, upaya peternak dalam menyikapi pergantian musim perlu hendaknya berkaca pada kerajaan semut, boleh dikata sedia payung sebelum hujan, ini mungkin lebih baik.
Berkaitan perubahan musim yakni dari musim panas ke musim dingin, kewaspadaan peternak perlu ditingkatkan, semisal penyediaan pemanas buatan untuk kelengkapan kandang broiler dan pelindung kandang bagi layer agar terpaan angin secara langsung dapat dihindari. Disamping itu, musim dingin yang lebih diidentikkan musim hujan, memerlukan perhatian peternak pada perbaikan drainase lingkungan kandang agar tidak terjadi genangan air dikala hujan menghadang.
Menurut Hj Ir Elfawati MSi yang alumnus pasca sarjana Institut Pertanian Bogor, pengaturan sistem pembuangan air setidaknya mampu menghindari kemungkinan buruk seperti banjir dadakan dan atau genangan air yang disinyalir sebagai mediator berbagai kuman penyakit penyebab sakit pada peliharaan peternak. “Sebenarnya genangan air di sekitar areal kandanglah yang perlu dikuatirkan, karena rentan sekali sebagai tempat berkumpulnya berbagai bibit penyakit yang secara langsung atau tidak mampu menimbulkan penyakit pada ternak,” jelas dosen Fakultas Peternakan UIN Suska Riau ini.
Lebih lanjut menurut Eva, nama panggilannya, sebenarnya bukan musim dingin saja yang perlu dikuatirkan peternak, namun musim kering atau kemarau juga perlu diperhatikan. Musim kemarau apalagi kemarau panjang dapat mengakibatkan kekurangan air minum dan defisit makanan. Ini dapat mempengaruhi kondisi tubuh ternak, dimana ternak mudah terpapar penyakit. Ada beberapa jenis penyakit ternak menular terutama yang bersifat ganas dan infeksius seperti radang limpa (antrak), ngorok, diare ganas sapi dan penyakit mubeng, ini semua menyerang sapi dan ternak ruminansia lainnya.
Timbulnya penyakit bisa saja akibat menurunnya kondisi pisik tubuh ternak, terutama pada ternak yang minim antibodi, sehingga respon terhadap perlakuan vaksinasi apapun pada ternak juga menurun. Sedang pada unggas menurut Eva, dampak kekeringan juga menimbulkan permasalahan, semisal produksi telur dan daging ayam menurun, hal ini disebabkan tidak stabilnya suhu lingkungan, menipisnya persediaan air bersih, dan masalah krusial lainnya yang secara signifikan dapat berpengaruh pada ayam.
Lain halnya pada ayam kampung yang notabenenya dari segi pemeliharaannya masih bersifat ekstensif dengan cara diumbar dan dilepas begitu saja untuk mencari makanan dengan konsekwensi tetap memberikan produksi berupa telur dan daging pada ”tuannya”. Permasalahan pokok dalam pemeliharaan ayam kampung adalah penyakit, dimana para peternak konvensional sama sekali minim pengetahuannya, sehingga seringkali penyakit tersebut terdeteksi manakala sudah mewabah atau setidaknya telah menimbulkan kematian pada ternak.
Pada layer atau broiler pun demikian, penyakit pun masih tercatat sebagai penyebab kerugian terbesar di peternakan. Dari sejumlah besar penyakit yang dapat menyerang ayam, penyakit saluran pernafasan perlu diwaspadai.
Akuak, ND atau Tetelo

Menurut Drh Muhammad Firdaus Kepala Seksi Kesehatan Hewan Dinas Pertanian kota Pekanbaru, penyakit pernafasan pada unggas sejauh ini masih tergolong sebagai pembunuh nomor satu. Namun, tidak semua jenis penyakit pernafasan tersebut dikategorikan berbahaya baik pada ayamnya atau pada manusia sebagai konsumen terbesar produk unggas tersebut, misalkan saja penyakit akuak atau tetelo.
Penyakit ini disebabkan virus “Paramyxovirus” dengan temuan virus di otak, limpa, paru-paru dan darah. Virus ini mudah tumbuh dalam telur yang sedang ditetaskan, sehingga Paramyxovirus dapat ditularkan secara horizontal dari induk ke anak dengan mediator telur yang terpapar virus. Penyakit yang ditemukan di kota New Castle ini dapat menimbulkan kematian dengan persentase yang tinggi, tercatat bahwa angka mortalitasnya bisa mencapai 100% dari total populasi ayam dalam satu kandang.
Di samping itu, menurut alumni FKH UGM ini, penyakit akuak dapat menular dari satu ayam ke ayam lain dalam kurun waktu yang singkat, penularan biasanya melalui kontak langsung ayam sehat dengan ayam sakit, tamu atau orang yang lalu lalang di sekitar areal kandang, tempat makan dan minum yang kurang bersih dan burung-burung liar yang keluar masuk kandang.
Kematian mendadak pada ayam yang terpapar akuak juga bisa terjadi. Sehingga, seringkali dikelirukan dengan avian influenza bagi kalangan awam, seperti kasus kematian ayam secara mendadak di kelurahan Labuh Baru Timur kota Pekanbaru di awal November 2006, sempat menimbulkan kepanikan terkait merebaknya isyu flu burung yang dapat menimbulkan kematian pada manusia. Apalagi pemberitaan yang tidak profesional dari media lokal telah pula memperkeruh keadaan, sehingga dikuatirkan ketakutan yang berlebihan pada masyarakat dapat menimbulkan berkurangnya minat konsumen untuk produk daging unggas.
Sementara itu, Yanto anak kandang PT Asdar Muda Sakti menyatakan, akuak pada ayam petelur perlu dicermati dengan sungguh-sungguh, karena kelalaian sedikit saja akan berbuah malapetaka terhadap ayam petelur yang dipelihara. Lebih lanjut dikatakan Yanto, faktor kebersihan kandang perlu diprioritaskan, artinya kebersihan menyeluruh mulai dari lingkungan kandang baik dalam atau luar kandang, kebersihan ayamnya, kebersihan peralatan yang digunakan sampai pada kebersihan anak kandang yang berhubungan langsung dengan ayam yang dipelihara. “Dengan ketatnya pengawasan kebersihan ini, sampai saat ini wabah akuak sama sekali belum dijumpai di usaha peternakan ini”, tegas Yanto.
Secara klinik, gejala akuak berupa kesulitan bernafas, rale dan bersuara saat ayam bernafas. Kemudian leher dan kepala berputar dan sayap jatuh, kondisi ini diperparah dengan terjadinya penurunan produksi telur pada layer bahkan dapat terhenti sama sekali. Penyakit ini juga diiringi diare dengan warna feces hijau. Pada nekropsi atau bedah bangkai ditemukan lesi pada proventriculus, usus dan tonsil cecum. Pendarahan juga ditemukan pada ptechi jaringan adipose pada pericardium, abdomen dan jaringan lainnya, disamping itu penyumbatan pada trachea juga ditemukan saat dilakukan bedah bangkai.
Pengobatan pada akuak atau ND belum bisa dilakukan karena belum adanya obat yang mampu membunuh virus ND dimaksud. Menurut Firdaus, cara jitu penanggulangan ND adalah melaksanakan vaksinasi yang terjadwal sedemikian rupa, biasanya dengan program vaksinasi pertama dilakukan pada umur empat hari, vaksinasi selanjutnya dilakukan pada umur empat minggu, sedang vaksinasi ketiga dilakukan pada umur empat bulan, selanjutnya diulang setiap satu kali empat bulan.
Namun, kecanggihan teknologi bidang peternakan saat ini, program vaksinasi lawas ini bisa saja dipangkas dengan temuan-temuan alternatif seperti penggunaan vaksin aktif ataupun vaksin in aktif dengan berbagai pilihan merek dagang di lapangan. Yang tidak kala pentingnya adalah usaha pencegahan dengan cara meningkatkan manajemen dan sanitasi yang baik dalam pemeliharaan, isolasi yang ketat pada daerah wabah dan upaya stamping out semua unggas yang terinfeksi, serta pembatasan perdagangan produk telur dan unggas hidup untuk daerah yang terjangkit akuak atau ND sangat diperlukan.

Avian Influenza

Untuk jenis penyakit pernafasan lain yang juga intens menyerang ayam adalah avian influenza. Penyakit pernafasan ini disebabkan virus dari golongan H5N1 yang berukuran sangat kecil. Penyakit yang diduga bisa menular kemanusia ini sampai saat ini masih menjadi momok menakutkan bagi kalangan awam yang kurang mendapatkan informasi tentang penyakit dimaksud. Keterbatasan penerimaan masyarakt terhadap informasi yang berseliweran juga memperkeruh keadaan, dimana penyakit avian influenza ini mampu menurunkan minat masyarakat untuk mengkonsumsi produk asal unggas seperti daging dan telur.
Penyakit dengan gejala klinis cyianosis pada jengger, pial dan kulit perut yang tidak ditumbuhi bulu, ditemui juga cairan pada mata dan hidung, pembengkakan di daerah muka dan kepala, pendarahan sub kutan, pendarahan titik atau ptchie pada daerah dada, kaki dan telapak kaki, batuk, bersin dan ngorok yang diiringi diare dan berakhir pada kematian ini kali keduanya menyerang Riau khususnya kota Pekanbaru, kabupaten Pelalawan, Siak dan Kampar.
Pada tahun 2005 silam, penyakit ini telah dilaporkan menyerang unggas yang berdomisili di Dumai dan sekitarnya. Namun kali ini sikecil H5N1 mencoba meluluhlantakkan benteng pertahanan unggas di kota Pekanbaru dengan temuan ayam warga kecamatan Labuh Baru Timur yang mati mendadak. Menyikapi ini, Kepala Balai Laboratorium dan Kesehatan Hewan Dinas Peternakan Riau drh Munasril Wahid menyatakan, ini sudah lagu lama di dunia kesehatan hewan, dimana saat terjadinya perubahan musim dari panas ke hujan sudah dipastikan berpengaruh pada kesehatan hewan terutama unggas yang rentan sekali terhadap fenomena alam tersebut, namun tidak tertutup juga kemungkinan hewan lainpun juga dapat sakit bila kondisi tubuhnya tidak mampu menolak bibit penyakit pada saat dimaksud.
Lebih lanjut dijelaskannya, kematian ayam secara mendadak ini tidak perlu dikuatirkan dulu sebelum adanya peneguhan diagnosa dari instansi berwenang dalam hal ini adalah BPPV Baso Bukit Tinggi, Sumbar. Hanya saja menurut alumni FKH IPB Bogor ini masyarakat kita (red, Riau) masih trauma terhadap beragam pemberitaan yang terlalu vulgar yang tidak mengindahkan kaedah-kaedah penulisan yang benar. “Inilah yang sering menyesatkan umat”, tegas Wahid.
Terkait temuan adanya avian influenza menyerang beberapa ayam kampung di kota Pekanbaru ini, langkah pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit perlu diperketat melalui:
(1) pelaksanaan biosecurity secara ketat untuk mencegah semua kemungkinan penularan atau kontak dengan ternak tertular dan penyebaran penyakit melalui tindakan
a) pembatasan lalu lintas dan tindakan karantina/ isolasi lokasi peternakan terluar dan lokasi tempat-tempat penampungan unggas yang tertular,
b) dekontaminasi atau desinfeksi dilakukan terhadap semua yang berkaitan dan berhubungan dengan yang terinfeksi.
(2) pemusnahan unggas selektif atau depopulasi di peternakan tertular dilakukan dengan:
a) membunuh dengan jalan eutanasia atau menyembeli semua unggas hidup yang sakit dan unggas sehat yang sekandang,
b) disposal atau membakar dan menguburkan unggas mati atau bangkai di lokasi yang tertular.
(3) vaksinasi dilakukan pada unggas yang sehat di daerah tertular,
(4) restocking atau pengisian kembali
(5) stamping out di daerah tertular baru.
Terkait beragam tanggapan masyarakat yang kapasitasnya sebagai konsumen produk unggas ini, Yohardi Penanggung Jawab Lapangan (PJL) PT Subur menyatakan, sejauh ini permintaan telur dan daging unggas di pasaran masih stabil, artinya merebaknya kembali kasus flu burung di Riau khususnya di kota Pekanbaru tidak berpengaruh nyata terhadap minat konsumen mengkonsumsi produk unggas dimaksud. Sedang untuk usaha peternakannya sendiri sampai saat ini masih terbilang aman dari terkaman sikecil H5N1 tersebut. Menurutnya, penerapan sistem sanitasi yang ketat yang lebih populer dengan sebutan biosecurity menyeluruh mulai dari lingkungan, kandang, ayamnya termasuk anak kandang yang berhubungan langsung dengan ternak.
Di samping itu, trik sukses Yohardi dalam menangkal semua jenis penyakit di usaha peternakannya tidak terlepas dari usahanya menjalin jaringan yang baik atau good net working dengan semua pihak termasuk pihak pabrikan pakan, obat-obatan dan yang terpenting adalah dilini awalnya yaitu pintu keluar masuknya sarana transporatasi dari dan ke peternakannya, tak ayal usaha peternakan Subur tetap exist meskipun berbagai macam badai perekonomian Indonesia menghadang, sebut saja krisis ekonomi yang sempat menghancurkan sendi-sendi perekonomian anak bangsa ini, hanya perekonomian berbasis pertanian dan peternakan yang tetap exist menghadapi badai krisis tersebut.

CRD

Penyakit pernafasan lain yang juga sering dijumpai di lokasi peternakan adalah penyakit Chronic Respiratory Disease (CRD). Penyakit pernafasan menahun ini disebabkan oleh Mycoplasma gallisepticum yang ditandai adanya ingus katar dari lubang hidung, kebengkakan muka, batuk disertai suara waktu penderita bernafas. Penyakit ini dapat menyerang ayam pada semua level umur, dengan derajad morbiditas tinggi sedang mortalitas penyakit ini masih terbilang rendah. Hanya saja pada kasus adanya ikutan penyakit sekunder seperti ND dan Escherchia colli disinyalir dapat memperparah CRD.
Menurut drh Muhammad Firdaus Kasi Keswan Dinas Pertanian kota Pekanbaru, kerugian ekonomi akibat CRD seperti menurunnya konversi makanan yang berakibat pada penurunan laju pertumbuhan, mutu karkas menurun, terjadinya peningkatan jumlah ayam afkir, penurunan produksi telur serta biaya pengobatan yang tinggi perlu disikapi peternak, artinya pantauan secara utuh dan menyeluruh terhadap ternaknya diperlukan, sehingga pada saat ayam peliharaannya menunjukkan satu dari semua gejala dimaksud dapat dicegah sebelum CRD mewabah.
Sebagai penyakit yang dikategorikan penyakit pernafasan, kekhasan CRD menurut alumni FKH UGM ini adalah ingus katar yang keluar dari hidung dengan terjadinya pembengkakan muka akibat tertimbunnya eksudat dalam sinus infraorbitalis. “Sedang di lapangan, CRD sering disamarkan dengan penyakit Snot menular, Kolera unggas, Infeksi Mycoplasma Sinoviae, ND, dan IB,” jelas Firdaus.

Pilek Menular

Sementara itu, untuk penyakit Koriza atau Snot sering juga dilaporkan oleh peternak layer. Seperti diketahui, penyakit ini berjalan khronis pada ayam, yang dicirikan dengan adanya radang katar pada selaput lendir alat pernafasan bagian atas seperti rongga hidung, sinus infraorbitalis dan trakhea bagian atas. Angka kesakitan pada Snot sangat tinggi sedang angka kematian cukup rendah.
Menurut drh Hanggono TS PT Medion cabang Pekanbaru, ayam yang paling rentan terhadap Snot adalah ayam dara menjelang berproduksi dengan kisaran umurn18-23 minggu. Sehingga pada usaha peternakan ayam petelur, Snot sangat diantisipasi kehadirannya sebab meskipun mortalitasnya cukup rendah namun angka penyingkiran atau culling rate nya sangat tinggi mencapai 20% dari total populasi. Berdasarkan survey lawas, ayam yang sedang bertelur dengan paparan Snot akan terjadi penurunan produksi telur 10-40%.
Terkait beragam jenis penyakit pernafasan yang dapat menyerang ayam, drh Hanggono menyarankan agar lebih meningkatkan sanitasi di semua lini pemeliharaan. Di samping itu, perbaikan pakan perlu juga diperhatikan, artinya berikan pakan pada ayam sesuai dengan kebutuhannya, baik dari segi jumlah ataupun kualitas pakan tersebut. ”Bila peternak menerapkan pola pemeliharaan yang benar dan tidak keluar jauh dari kaedah-kaedah yang dianjurkan, maka semua bentuk halangan termasuk penyakit tadi dapat diatasi, dengan demikian usaha peternak tidak sia-sia, karena ternak sehat maka puluspun akan mengalir dengan lancer,” pungkas alumni FKH UGM Yogya ini. (Daman Suska)

PENYAKIT 2007, YANG MUNCUL, LANGKAH-LANGKAH DAN OPTIMISME

(( Terhadap masa depan peternakan dan kesehatan hewan di Indonesia pada tahun 2007 kita sangat optimis. Di seluruh wilayah Indonesia, petani peternak di pedesaan, menunjukkan adanya keinginan kuat para petani peternak untuk maju dan berdaya. Demikian juga, pihak industri peternakan dan kesehatan hewan jelas-jelas menunjukkan komitmen nyata untuk mendukung usaha-usaha pemerintah dalam pemberdayaan peternakan dan kesehatan hewan. Hanya saja yang masih diperlukan oleh pemerintah adalah tindak nyata di lapangan, pemerintah tidak perlu banyak mengobral janji. ))

Di tahun 2007, prediksi penyakit apa yang akan muncul dan mewabah lagi adalah Silent flu burung pada unggas, IBR dan brucellosis pada ruminansia (terutama, sapi perah selama BVDV imunosupresif tidak segera diidentifikasi dan diberantas seperti yang telah saya sebutkan di atas. Juga anthrax, rabies dan SE). Demikian ilmuwan dari FKH UGM Yogyakarta Prof Drh Wasito MSc PhD.
Gizi buruk akibat kurangnya konsumsi pangan protein hewani juga merupakan ancaman bagi masyarakat Indonesia. Demikian tambah Wasito, seraya memaparkan UPT Karantina Pertanian yang kurang memadai kinerjanya akan memungkinkannya berbagai macam penyakit eksotik masuk ke Indonesia, selain penyakit mulut dan kuku, dan BSE.
“Penyakit-penyakit tersebut akan sangat merugikan pemberdayaan para petani dan peternak, kesehatan manusia dan lingkungan secara keseluruhan. Penanggulangan, apalagi pemberantasannya akan sangat sulit dilakukan,” ungkapnya.
Tentang prediksi penyakit apa yang akan muncul dan memwabah lagi di tahun 2007 itu, Ilmuwan dari FKH IPB, Bogor Dr drh I Wayan Teguh Wibawan MS menyatakan AI mungkin masih mengancam, jika kita kendor melaksanakan tindakan biosekuriti dan tidak cermat dalam melaksanakan vaksinasi. AI masih bisa mengancam peternakan sektor 1, 2 apalagi 3 dan 4.
Di samping AI, lanjutnya, Gumboro masih tetap menjadi ancaman peternak, karena sifat virus Gumboro yang bandel dan tahan terhadap perubahan lingkungan serta kemampuannya untuk mengubah antigen permukaannya (vP-2). IB dan ND subklinis mungkin masih mengancam, terutama jika kita tidak pernah melakukan evaluasi terhadap titer dan sebarannya setelah vaksinasi. “Harus ada evaluasi dan penelitian secara terus-menerus terhadap perubahan antigenik virus IB dan Gumboro di lapangan,” tegasnya.

Langkah-Langkah

Menjawab langkah-langkah apa yang harus dilakukan oleh pemerintah dalam mencegah penyakit itu, Prof Wasito menyatakan mengingat bahwa penyakit hewan sangat erat kaitannya dengan ketersediaan pakan dan pangan, kesehatan manusia dan lingkungan, juga pemberdayaan masyarakat petani peternak, peningkatan pendapatan atau ekonomi kerakyatan dengan lahan yang dan sumber daya manusia yang memadai.
Dan ditambah lagi, kataya, Indonesia merupakan negara nomer 2 terbanyak mengenai sumber keanekaragaman hayati indigenous yang harus dilestarikan dan jika memungkinkan dibudi-dayakan, begitu banyaknya penyakit pada manusia yang sumber utamanya dari hewan ternak, gizi buruk akibat defisiensi protein (kwashiorkor) dan bahkan defisiensi protein dan kalori (marasmus) yang boleh dikatakan sudah endemik (mewabah) di Indonesia akibat terutama kurangnya konsumsi pangan protein hewani, maka tidaklah mengada-ada atau aneh.
Dan, tutur Wasito, sudah saatnya, jika perlu segera dibentuk oleh pemerintah, yaitu:
a) Badan Karantina Nasional mandiri yang merupakan satu kesatuan dari Karantina Ikan, Hewan dan Tumbuhan dan bertanggung jawab langsung kepada presiden.
b) Departemen Kesehatan Hewan dengan Menteri Kesehatan Hewan (Seperti halnya, antara lain:Departemen Kesehatan dengan Menteri Kesehatan (Manusia), dan Departemen Kelautan dan Perikanan dengan Menteri Kelautan dan Perikanan.
Menurut mantan Dirjen Peternakan ini, era perdagangan global yang sangat memungkinkan lajunya arus keluar masuk penyakit hewan ternak, baik yang membahayakan hewan ternak itu sendiri dan bahkan mungkin juga membahayakan manusia antar negara, ancaman bioterrorism dan/atau kemungkinan membanjir masuknya produk-produk mikroorganisme/hewan ternak, termasuk unggas hasil rekayasa genetika perlu diantisipasi sejak awal secara optimal berteknologi canggih. “Sedia payung sebelum hujan..demikian pepatah orang bijak,” sitir Wasito.
Adapun menurut Dr drh I Wayan Teguh Wibawan MS, Langkah-langkah apa yang harus dilakukan oleh pemerintah dalam mencegah penyakit itu: tugas pemerintah dalam hal ini terbatas pada pembuatan perangkat hukum atau aturan serta penegakannya Misalnya tentang hal yang berkaitan dengan kebijakan import DOC, peredaran obat, vaksin dan bahan biologis lain yang berpotensi sebagai pembawa penyakit. “Perangkat dan lembaganya sudah ada, perlu dukungan yang serius saja dari pemerintah dan pelaksana teknis peternakan di lapangan,” katanya.
Kewajiban pemerintah, lanjut Dr I Wayan Teguh, juga melakukan surveilance terhadap penyakit-penyakit penting ini, sehingga masyarakat peternak akan memperoleh informasi yang akurat tentang hal-hal yang bisa digunakan untuk penentuan strategi pengendalian di farmnya masing-masing. Apakah adanya balai-balai penelitian dan diagnostik termasuk juga perguruan tinggi secara signifikan dirasakan oleh masyarakt peternak? Atau sebaliknya, sering penyakit-penyakit baru terlebih dahulu duketahui oleh masyarakat. Kita perlu banyak introspeksi dan memperbaiki pelayanan kita.
Sedangkan Guru Besar FKH IPB Prof drh Roostita berpendapat:
a) Perlu kerja sama yang konkrit dalam pelaksanaan di lapang antara bidang kesehatan hewan dan kesehatan manusia sehingga secara proposional dapat saling bahu membahu dalam memberantas penyakit ini. Tidak saling menjatuhkan satu sama lain.
b) Harus dibuat kajian secara rinci pada masing masing penyakit terutama Flu Burung baik dari sifat penyakitnya, mutasinya, Epidemiology surveillance harus tuntas dan menyeluruh di l;aksanakan.
c) Harus punya peta penyakit (digital mapping) dengan menggunakan GIS (geographical Informatiom System) mungkin Direktorat Jendral Peternakan sudah ada, dimana peta penyakit yang selalu diisi dengan data yang up to date, sehingga penyakit bisa dilacak dan diprediksi keberadaannya yang akan datang. Dimana pada wilayah desa, kecamatan yang sama kondisinya dengan desa yang pernah ada kasus baik dari segi populasi hewan, orang, lingkungan, geografisnya dengan wilayah yang ada kasus di tahun tahun sebelumnya. Maka akan bisa diantisipasi pada desa atau wilayah baru.

Optimis

Menjawab pertanyaan Infovet, “Apakah bapak optimis terhadap masa depan peternakan dan kesehatan hewan di Indonesia pada tahun 2007?” mantan orang nomor satu di sub sektor peternakan di negeri ini Prof Drh Wasito MSc PhD merespon, “Sangat optimis. Mengingat bahwa selama kunjungan saya ke seluruh wilayah Indonesia selama ini yang berinteraksi langsung dengan petani peternak di pedesaan, menunjukkan adanya keinginan kuat para petani peternak untuk maju dan berdaya.”
Demikian juga, lanjutnya, pihak industri peternakan dan kesehatan hewan jelas-jelas menunjukkan komitmen nyata untuk mendukung usaha-usaha pemerintah dalam pemberdayaan peternakan dan kesehatan hewan. Hanya saja yang masih diperlukan oleh pemerintah adalah tindak nyata di lapangan, pemerintah tidak perlu banyak mengobral janji.
Tampaknya, ujarnya, di tahun 2006 masih ada beberapa peternak yang merasa adanya komitmen pemerintah yang belum dilaksanakan. Jangan dibiarkan masyarakat kecewa berkelanjutan. Kerjasama harmonis dengan masyarakat harus lebih ditingkatkan dengan cara lebih mau mendengar dan menerapkan apa-apa yang memang benar menurut versi masyarakat.
Adapun Wakil Dekan FKH IPB Dr drh I Wayan Teguh Wibawan juga menyatakan optimis, karena masyarakat peternak semakin mudah untuk kita ajak belajar. Saya sering keliling Indonesia untuk tugas ini, baik yang diminta pemerintah maupun oleh pihak swasta. “Saya optimis,” tegasnya. (Ardi W)

Koli yang Muncul Berkali-kali

Salah satu penyakit yang kerap menghinggapi peternakan di Indonesia adalah Kolibasilosis. Penyakit ini sering dijumpai bahkan seolah-olah telah menjadi penyakit “wajib” pada peternakan ayam. Peternak kerapkali bertanya mengapa Kolibasilosis hampir pasti dialami selama periode pemeliharaan ayam dan kasusnya selalu berulang setiap periode.
Kejadian penyakit ini umumnya berkaitan langsung dengan pemilihan lokasi dan lingkungan peternakan terutama kebersihan. Kolibasilosis berhubungan langsung dengan sumber air minum di lapangan, karena keberadaan bakteri Escherichia coli penyebab Kolibasilosis di air dan tanah merupakan flora normal, sehingga tak heran jika hasil pemeriksaan laboratorium terhadap sampel air di lokasi peternakan hampir semua menunjukkan positif bakteri E. coli.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, kebiasaan peternak menggunakan sumur dangkal sebagai sumber air minum untuk ternaknya merupakan penyebab utama Kolibasilosis selalu muncul. Sebabnya, sumur dangkal tersebut rawan tercemari oleh kuman E. coli terutama yang letaknya dekat dengan septic tank. Infeksi kuman coli diperparah bila air dari sumur tersebut tidak disanitasi.
Gangguan yang bisa ditimbulkan oleh Kolibasilosis ini diantaranya adalah gangguan pertumbuhan dan produksi telur, juga merupakan pendukung timbulnya penyakit lain pada saluran pernapasan, pencernaan dan reproduksi yang sulit ditanggulangi serta tingginya biaya pengobatan. Kolibasilosis juga dapat menular melalui telur tetas yang tercemar. Anak ayam yang menetas dari telur tercemar tersebut akan mempunyai banyak bakteri E. coli yang bersifat merugikan (patogen) di dalam usus dan feses. Feses mengandung bakteri E. coli yang dikeluarkan dari tubuh menjadi sumber penular utama.
Namun seringnya di lapangan peternak menganggap remeh keberadaan penyakit ini karena biasanya Kolibasilosis tidak menimbulkan kematian dan penurunan produksi telur yang tinggi. Disamping juga Kolibasilosis dianggap remeh karena mudah ditangani dengan tindakan pencegahan dan pengobatan dengan pemberian antibiotik. Padahal, selain besarnya biaya pengobatan, E. coli bisa menjadi resisten terhadap antibiotik, Kolibasilosis berdampak pula pada pertumbuhan ayam yang tidak optimal dan produksi telur tidak stabil.
Kolibasilosis dapat terjadi pada semua umur ayam. Pada anak ayam sampai umur 3 minggu, Kolibasilosis menyebabkan kematian dengan gejala omphalitis. Sedangkan pada ayam petelur, Kolibasilosis menyebabkan produksi telur turun, puncak produksi telur tidak tercapai, masa produksi telur tertunda dan mudah terinfeksi penyakit lain. Ayam pernah terinfeksi E. coli dapat menjadi pembawa (carrier) sehingga penyakit ini mudah kambuh di kemudian hari. Sementara, pada broiler Kolibasilosis menyebabkan kematian yang terjadi selama periode pemeliharaan dan perolehan berat badan saat panen yang rendah.
Bakteri E. coli banyak terdapat di usus bagian belakang dan dikeluarkan dari tubuh dalam jumlah besar bersama dengan feses. Di dalam feses, bakteri ini dapat bertahan sampai beberapa minggu, tetapi tidak tahan terhadap kondisi asam, kering dan desinfektan. Bakteri E. coli merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang, dapat bergerak dan tidak membentuk spora.
Bakteri E. coli bisa masuk melalui saluran pernapasan saat udara sangat berdebu atau ayam sebelumnya telah menderita gangguan pernapasan. Bakteri yang terhirup tersebut akan melakukan infeksi dan berkembang biak (multiplikasi). Infeksi biasanya bersifat lokal pada kantung udara yang ditandai dengan penebalan dan menjadi keruh.
Sedangkan untuk saluran pencernaan biasanya E. coli menyerang usus yang telah mengalami luka karena cacing, jamur atau koksidiosis. Kerusakan dapat dilihat berupa peradangan, penebalan dinding usus, edema dan keluar lendir bercampur darah. Ayam mengalami diare dan kondisi tubuh dan secara fisiknya ayam akan mengalami diare dan menurunnya kondisi tubuh secara cepat. Kuman E. coli juga bisa masuk ke saluran reproduksi karena pencemaran dari feses. Di saluran reproduksi kuman coli menularkan telur dan menyebabkan kematian embrio atau telur pecah di saluran reproduksi sehingga ayam mati mendadak.
Faktor yang menjadi penunjang timbulnya Kolibasilosis adalah litter kering dan berdebu, litter basah/lembab, kadar amonia tinggi, ventilasi kandang jelek, populasi terlalu padat, stres akibat pertumbuhan yang terlalu cepat, adanya penyakit menular, dan reaksi vaksinasi yang berkepanjangan.
Peternak patut curiga ayamnya terserang Kolibasilosis bila menunjukkan gejala kurus, bulu kusam, nafsu makan turun, pertumbuhan terganggu, produksi telur turun, diare berwarna hijau dan berbau khas, serta bulu kotor dan lengket di sekitar dubur. Namun untuk lebih meneguhkan perlu dilakukan pengamatan dengan cermat terhadap gejala klinis dan perubahan bedah bangkai. Segera hubungi dokter hewan anda atau minta saran dari technical services langganan anda. Hal ini karena Kolibasilosis mempunyai gejala klinis hampir sama dengan penyakit salmonelosis, kolera unggas dan streptococcosis.

Selalu Muncul Berulang
Pada umumnya, ayam yang pernah terinfeksi Kolibasilosis sulit untuk sembuh sempurna. Kondisi stres dan daya tahan tubuh yang turun biasanya menjadi faktor pemicu munculnya kembali penyakit Kolibasilosis. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor yang diantaranya adalah Kolibasilosis merupakan penyakit ikutan, artinya mengikuti penyakit lain seperti chronic respiratory disease (CRD), swollen head syndrome (SHS) dan Koksidiosis.
Selain itu proses terjadinya penyakit juga cenderung lambat. Gejala klinis Kolibasilosis baru dapat terlihat jelas jika penyakit sudah berlangsung lama dan bersifat kronis. Tempat predileksi (kesukaan) bakteri E. coli yang terletak di kantung udara, di mana pembuluh darah di daerah kantung udara sedikit sekali menyebabkan pengobatan secara sistemik (melalui sirkulasi darah) kurang efektif karena antibiotik yang mencapai kantung udara sangat sedikit sehingga obat tidak dapat terdistribusi optimal ke organ sasaran.
Drh Isra’ Noor General Manager PT Alltech Biotechnology Indonesia yang ditemui Infovet di kantornya Rabu (1/11) mengungkapkan bahwa bakteri E. coli adalah baketri oportunis yang bisa menimbulkan penyakit jika kondisi lingkungannya sesuai. Oleh karenanya penting disini untuk mempertahankan lingkungan kandang tetap bersih dan lakukan upaya pencegahan secara rutin dan terjadwal.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, manifestasi bakteri E. coli bisa berbagai bentuk, misalnya pericarditis, perihepatitis dan peri¬tonitis. Yaitu ditandai permukaan jantung, hati dan perito¬neum tertutup selaput fibrin berwarna kelabu. Bentuk egg peritonitis akibat sumbatan massa mengkeju dan luruhnya oviduk. Ditemukan juga coli-granuloma, yaitu tumor seperti bunga kol yang keras dan ber¬warna kuning.
Bakteri E. coli mudah mencemari lingkungan kandang. Bakteri ini banyak terdapat di mana-mana yaitu air, debu, dan tanah. Apalagi saat ini akan memasuki musim penghujan yang selama musim ini air hujan yang mengalir bersama tanah dan feses yang mengandung bakteri E. coli akan mencemari air sumur atau air tanah. E. coli tahan lama di lingkungan, setelah keluar dari inang (tubuh ayam), bakteri ini dapat bertahan tanpa "nutrisi" selama 20-30 hari, sehingga dapat menginfeksi ayam dan Kolibasilosis kambuh lagi.
Semua hewan dapat terserang Kolibasilosis karena bakteri E. coli tidak khusus menyerang satu jenis hewan saja. Ia juga mudah menga¬lami mutasi menjadi entero pathogenic E. coli (EPEC), yaitu menjadi bakteri patogen di saluran pencernaan. Selain itu, juga bermutasi menjadi entero toxigenic E. coli (ETEC), yaitu bakteri yang menghasilkan racun dan kemudian merusak mukosa usus.

Mencegah Lebih Baik Daripada Mengobati
Untuk upaya pencegahan dan pengobatan bisa dilakukan dengan bermacam cara, diantaranya adalah:
1. Sanitasi dan desinfeksi kan¬dang dan peralatannya.
Kandang dibersihkan, dicuci dan disemprot dengan desinfektan. Tempat minum dicu¬ci setiap 2 kali sehari. Kemudian rendam tempat minum yang telah dicuci dalam desinfektan selama 30 menit, setiap 4 hari sekali. Majukan atau rnundurkan jadwal desinfeksi bila bertepatan dengan jadwal vaksinasi.
2. Mencegah tamu, hewan liar, dan hewan peliharaan lain masuk ke lingkungan kandang.
3. Mencegah stres.
Usahakan menghindari stres pada ayam dengan cara tatalaksana pemeliharaan yang benar, populasi ayam jangan terlalu padat, ventilasi udara cukup, dan diusahakan agar kadar amonia kurang di dalam kandang. Karena saat stres, semua bibit penyakit dapat dengan mudah masuk ke tubuh ayam.
4. Sanitasi air minum.
Sanitasi sumber air minum untuk ayam dari pencemaran logam berat dan kuman patogen dengan melarutkan desinfektan yang aman dikonsumsi ayam. Program sanitasi air minum dilakukan 1-2 kali dalam 1 minggu asal tidak mendekati jadwal vaksinasi. Sanitasi air rninum bisa dilakukan dengan klorinasi dengan cara memasukkan 3-5 ppm klorin ke dalam air minum. Lebih dari dosis tersebut, malah dapat menurunkan konsumsi ransum, konsumsi air minum dan produksi telur karena mengubah aras dan bau.
Di peternakan, klori¬nasi dilakukan menggunakan kaporit karena kaporit mengandung zat aktif klorin. Jika meng¬gunakan kaporit murni, maka untuk memperoleh kadar yang aman dalam air minum dibutuhkan 6-10 gram kaporit tiap 1000 liter. Namun, biasanya kaporit yang tersedia di pasaran adalah konsentrasi 50% sehingga dosis pemakaian menjadi dua kali dari kaporit murni, yaitu 12-20 gram tiap 1000 liter air.
Kaporit dapat mengubah rasa dan bau air sehingga dapat menurunkan konsumsi air dan ransum. Oleh sebab itu, air mi¬num yang mengandung kaporit harus dibiarkan terlebih dahulu minimal selama 6 jam sebelum diberikan ke ayam.
Kualitas air sangat menentukan kadar bakteri di dalamnya, untuk mengetahui apakah sumber air rninum bebas dari pencemaran logam berat atau kuman patogen dapat dilakukan pemeriksaan sampel air di laboratorium.
Standar air minum yang sehat untuk ayam yaitu:
- tidak berwarna
- tidak berbau
- jernih
- tidak ada endapan pH = 6-9
- kesadahan < 20 mg/liter
- garam (NaCI) < 1000 ppm
- total bahan terlarut < 3000 mg/liter
- nitrat dan nitrit < 5 ppm
- logam beracun < 0,5 ppm total
- jumlah bakteri < 3000/ml
- total jumlah coliform < 300/ml
- E.coli dan Salmonella sp. = 0 (tidak ada)

5. Tatalaksana litter
Cegah litter menjadi sangat kering dan berdebu dengan tidak memasang litter terlalu tebal (ketebalan litter cukup 7-12 cm saja). Program penggantian litter secara berkala, biasanya untuk ayam pedaging dilakukan 1 kali sampai masa panen. Litter yang basah jangan dibalik tapi ditambah yang baru.

6. Segera obati
Ayam yang terserang penyakit saluran pernapasan segera diobati. Pengobatan dilakukan sedini mungkin dengan pertimbangan populasi bakteri E. coli masih relatif sedikit dan mencegah penyebaran bakteri E. coli yang lebih banyak. Pengobatan belum tentu bisa menyembuhkan penyakit colibacillosis secara tuntas jika bakteri E. Coli sudah banyak bersarang di tubuh ayam (sudah parah). Kandang panggung bisa digunakan sebagai alternatif mencegah penyakit Kolibasilosis yang selalu muncul.
Pengobatan penyakit Kolibasilosis menggunakan antibiotik untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri E. coli. Untuk menghindari resistensi obat, jika pernah menggunakan satu jenis obat tertentu selama 3 periode pemeliharaan, sebaiknya periode pemeliharaan berikutnya meng¬gunakan antibiotik dari golongan yang berbeda.
Pada dasarnya, penyakit Kolibasilosis lebih dipengaruhi oleh lingkungan karena sebenarnya kejadian penyakit ini dapat ditekan asalkan peternak selalu menerapkan tatalaksana pemeliharaan yang baik. (wan)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer