Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

HPP TELUR AYAM RAS, SEKARANG BERAPA?

Ekbis Infovet Edisi 169 Agustus 2008

HPP TELUR AYAM RAS, SEKARANG BERAPA?
Drh Djarot Winarno

Kenaikan harga bahan bakar minyak, tentu sangat berpengaruh terhadap kenaikan harga bahan baku pakan ayam. Terutama bahan baku yang berasal dari luar negeri atau impor. Lebih-lebih dengan naiknya permintaan pasar internasional dan pemakaian sebagian bahan baku pakan untuk memproduksi energi, maka harganya pun menjadi semakin mahal. Pengaruh kenaikan harga bahan bakar minyak terhadap biaya transport juga sangat terasa sekali, semakin mahal. Selanjutnya, akan sangat berpengaruh terhadap harga pokok produksi telur.
Harga pokok produksi (HPP) merupakan puncak dari berbagai variabel kegiatan manajemen peternakan ayam petelur. Komponen-komponen pembentuk harga pokok produksi telur : (1) pakan, (2) biaya operasional (upah, bahan bakar minyak, listrik, telepon, material-material, perawatan), (3) penyusutan pullet (ayam dara sampai dengan umur 19 minggu), (4) penyusutan investasi infrastruktur (kandang, gudang pakan dan telur, mess, kantor, listrik, jalan dll), (5) biaya penjualan (6) obat, vaksin, vitamin dan kimia, dan (7) biaya lain-lain.

Komponen Pembentuk Harga Pokok Produksi Telur
1. Pakan
Harga pakan jadi/komplit buatan pabrik di Jawa Timur yang berlaku saat tulisan ini dibuat, per 1 Juli 2008, rata-rata Rp 3.700,-/kg. Ditambah biaya kirim ke kandang dengan jarak 100 km dan upah menurunkan, lebih kurang Rp 75,-/kg. Jadi, harga pakan, sampai dimakan ayam, menjadi Rp 3.775,-/kg. Dikalikan FCR (feed conversion ratio) total populasi ayam petelur yang berproduksi, umur 20 s/d 80 minggu, rata-rata 2.35, maka biaya pakan, Rp 8.871,-/kg.
2. Biaya Operasional
Yang termasuk biaya operasional adalah semua biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan peternakan ayam petelur untuk berproduksi. Meliputi listrik, telepon, air, upah/gaji tenaga kerja, perawatan, material-material, sosial, kesehatan, pengamanan dan lain-lain. Antara satu peternakan dengan peternakan yang lain tentu saja berbeda. Tergantung dari sistem kandang yang digunakan, alat dan cara pemberian pakan dan minum, apakah manual, semi-otomatis atau otomatis. Menurut pengalaman peternak di Jawa Timur, dengan cara pemberian pakan dan minum secara manual, biaya operasionalnya lebih kurang Rp 700,-/kg. Bila semi-otomatis atau otomatis, biayanya bisa lebih murah Rp 100 – 200,-/kg.
3. Penyusutan Pullet
Yang dianggap pullet di sini adalah ayam dara sampai dengan umur 133 hari (umur 19 minggu, hari ke-7). Sedangkan yang dimaksud layer adalah ayam petelur umur 134 hari (umur 20 minggu, hari ke-1) s/d 80 minggu. Dengan harga anak ayam, pakan, biaya operasional, vaksin, vitamin, kimia dan lain-lain yang berlaku saat ini, per 1 Juli 2008, harga pullet sampai dengan umur 133 hari, lebih kurang Rp 50.000,-/ekor.
Saat layer tua diafkir pada umur 80 minggu, harga di Jawa Timur rata-rata hanya Rp 10.000,-/kg. Bobot badan rata-rata 1,9 kg/ekor = Rp 19.000,-/ekor. Sedangkan sisa hidup saat diafkir pada umur 80 minggu, rata-rata 17,5%. Jadi, pendapatan dari ayam afkir Rp 19.000,- x 82,5%=Rp16.625,-/ekor. Nilai penyusutan pullet adalah harga awal masa produksi, dikurangi pendapatan afkir, sisa Rp 33.375,-/ekor, dibagi pendapatan telur dalam 1 (satu) periode s/d umur 80 minggu, rata-rata 19 kg telur/ekor = Rp 1.756,-/kg.
4. Biaya Penyusutan Investasi Kandang dan Infrastruktur
Beban biaya penyusutan investasi kandang dan infra-struktur penunjang, tidak termasuk nilai lahan. Karena lahan nilainya tidak menyusut, malah akan naik terus dari waktu ke waktu.
Kandang dan infra-struktur penunjang yang sudah ada saat ini, pada umumnya dibuat 3 – 10 tahun yang lalu dimana nilainya saat itu rata-rata Rp 40.000,-/ekor. Hampir tidak ada investasi kandang baru dalam 3 (tiga) tahun terakhir. Dengan perhitungan masa pakai bisa 10 tahun (= 7 periode), maka nilai penyusutan investasi awal sama dengan Rp 40.000 : 7 periode : 19 kg telur per periode, Rp 300,-/kg.
Bagi Anda yang sering memundurkan jadwal afkir, 6 – 10 minggu tiap periode, maka pemakaian kandang tidak bisa 7 (tujuh) periode dalam 10 (sepuluh) tahun, hanya 6 (enam) periode saja. Nilai penyusutan investasinya menjadi Rp 40.000 : 6 periode : 21 kg (karena umur afkirnya dimundurkan, tapi produktifitasnya sudah jelek) = Rp 317,-/kg. Malah jadi lebih mahal.
Belum lagi tingginya rasio upah tenaga kerja akibat rendahnya produktifitas layer yang sudah tua, yang sebenarnya sudah tidak layak “pakai”. Kualitas telur jadi menurun, resikonya banyak keluhan dari pelanggan telur. Persentase telur retak dan pecah meningkat. FCR ayam tua juga sangat jelek, lebih dari 2,5. Akibatnya, pemanfaat investasi kandang dan infrastruktur menjadi kurang ekonomis. Ini sebagai bahan renungan bagi Anda, para peternak petelur.
5. Biaya Penjualan
Setelah telur diproduksi, masih ada biaya yang harus dikeluarkan untuk menjualnya walaupun dijual di tempat (loco) di kandang atau gudang telur. Biaya-biaya itu meliputi telepon, listrik, susut bobot, retak, pecah, upah tenaga kerja, kemasan (peti kayu, egg trey, tali, label dan lain-lain). Rata-rata biaya penjualan Rp 200,-/kg.
6. Obat-obatan, Vaksin dan Kimia (O.V.K.)
Perusahaan peternakan ayam petelur, karena mengelola makhluk hidup, maka memerlukan obat-obatan (antibiotik, anti cacing), vaksin (vaksin mati dan vaksin hidup) dan kimia (desinfektan, insektisida, vitamin) supaya ayam tetap sehat dan berproduksi secara optimal. Vaksinasi terhadap beberapa penyakit harus diulang berkala, obat cacing perlu diulang berkala, pemberantasan hama lalat dan kutu, biosekuriti dan vitamin juga harus diberikan secara berkala. Total biaya OVK bila dirata-rata tidak kurang dari Rp 250,-/kg.
7. Biaya Lain-lain
Dalam perjalanan suatu perusahaan, tidak terlepas dari hal-hal yang terjadi di luar perkiraan atau tak terduga. Biasanya menyangkut biaya sosial, kesehatan karyawan, keamanan, kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan kerja. Maka, perlu dicadangkan biaya tak terduga, diperkirakan rata-ratanya perlu anggaran sebesar Rp 50,-/kg.

Catatan : dalam pembahasan ini diasumsikan semua biaya investasi dari “kantong” sendiri. Dianggap tidak pakai uang bank. Maka, tidak ada biaya bunga dan angsuran hutang ke bank. Istilahnya, pakai “uang dingin”, bukan “uang panas”.

Rangkuman biaya-biaya :
1. Pakan ………… Rp 8.871,- (74.15%)
2. B.O. ………….. Rp 700,- ( 5.77%)
3. Pullet ………… Rp 1.756,- (14.48%)
4. Investasi ….. Rp 300,- ( 2.47%)
5. Penjualan ... Rp 200,- ( 1.65%)
6. O.V.K ………… Rp 250,- ( 2.06%)
7. Lain-lain …… Rp 50,- ( 0.41%)
Total Rp 12.127,-(100 %)

Berikutnya, supaya gampang menghitung secara cepat, rasio harga pokok produksi (= R.H.P.P.), yaitu harga pokok produksi telur Rp 12.127 : harga pakan Rp 3.775,-/kg = 3,2.

RUMUS
HPP TELUR = HARGA PAKAN X 3.2

Kalau toh ada selisih hitungan secara akunting, bisa dipastikan tidak akan banyak, Rp 100 – 200,-/kg. Persoalannya, bagaimana caranya peternak petelur bisa menekan HPP supaya kompetitif (punya daya saing tinggi, tidak tergantung dari tingginya harga jual) dan bisa bertahan dikancah peternakan ayam petelur serta masih bisa mendapat untung.

Evaluasi Manajemen Peternakan
Sebelumnya, mari kita mawas diri dulu, apakah manajemen peternakan ayam petelur yang Anda kelola sudah berada di jalur yang baik dan benar, baik efisiensi mau pun performance-nya :
1. Ke-1 : High Cost – High Performance
2. Ke-2 : Low Cost – Low Performance
3. Ke-3 : High Cost – Low Performance
4. Ke-4 : Low Cost – High Performance
Sekarang coba Anda tinjau dan atau evaluasi, apakah biaya-biaya untuk menghasilkan telur di perusahaan Anda sudah efisien. Terutama biaya pakan, biaya operasional dan biaya penyusutan pullet. Karena ketiga biaya tersebut menempati porsi yang paling banyak dan menentukan, yaitu 94.5%. Dan, Anda evaluasi apakah performance-nya sudah baik dan benar.
Bila Anda berada di jalur ke-1, mungkin masih bisa untung. Karena, dengan HC-HP, ada kemungkinan bisa tercapai FCR 2.1 – 2.2 dan gambaran grafik produksinya tidak turun secara curam tetapi bisa landai.
Bila Anda berada di jalur ke-2, LC-LP, umumnya masih bisa bertahan. Asal efisiensi biaya operasional dan pakan harus cukup nyata. Biaya operasional harus bisa lebih rendah Rp 200,-/kg telur dibanding peternak layer yang lain dan harga pakan harus bisa lebih murah Rp 200 – 300,-/kg dibanding peternak layer lain. Walaupun produktifitasnya lebih rendah, tetap ada selisih lebih antara harga jual telur dengan harga pokok produksi. Saran saya, cari upaya supaya ada sedikit peningkatan produktifitas.
Bila Anda berada di jalur ke-3, HC-LP, hampir bisa dipastikan rugi. Bila Anda masih ingin mempertahankan peternakan yang sudah di jalur ini, Anda harus melakukan “reformasi” manajemen, terutama di level pimpinan.
Pada umumnya, perusahaan yang berjalan di jalur ke-3 ini, struktur organisasinya “gembung” seperti buah apel. Jadi, salah satu programnya harus dilakukan perampingan struktur organisasinya menjadi “segitiga sama kaki”, kokoh.
Kenyataan di lapangan, semakin banyak karyawan, bisa dipastikan semakin banyak masalah. Belum tentu karyawan yang direkrut mampu menyelesaikan masalah.
Cari karyawan yang memang mampu, profesional (jujur, disiplin, punya integritas pribadi yang utuh) dan berdedikasi tinggi. Ingat prinsip dasar dalam menyusun struktur organisasi, the rigth man on the right place (orang yang tepat didudukkan di posisi yang tepat). Bila sudah tidak mampu dan atau tidak mau mempertahankan lagi, saran saya, dijual saja atau di-“likuidasi”. Untuk apa “capek-capek” bekerja tetapi malah rugi.
Jalur ke-4, LC-HP, merupakan idaman semua peternak layer. Perusahaan yang berjalan di jalur ini, biasanya, struktur organisasinya ramping, masa kerja karyawannya relatif lama (rata-rata bisa >5 tahun), terbentuk teamwork yang harmonis dimana masing-masing orang jelas job description-nya dan hampir-hampir tidak ada konflik internal.

Capai Efisiensi
Supaya bisa efisien, perlu dibenahi rasio-rasionya, sebagai berikut :
1. Rasio Populasi
Yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah total populasi layer atau ayam petelur yang berproduksi, yaitu mulai umur 20 – 80 minggu, dibagi semua karyawan yang terlibat mengelola suatu peternakan. Mulai Manajer, Kepala Bagian, Mandor, Staf, Satpam, karyawan kandang, karyawan gudang pakan, gudang telur, perawatan, umum dan lain-lain. Untuk peternakan dengan sistem kandang terbuka dan pemberian pakan dan minumnya manual, seyogyanya, rasionya tidak kurang dari 2.000 ekor per orang. Bila rasionya kurang dari 2.000 ekor per orang, biaya upah tenaga kerjanya menjadi relatif mahal. Upah tenaga kerja memakai patokan Upah Minimum Kabupaten (UMP) setempat.
Bila pemberian air minumnya pakai neaple, rasionya bisa 2.500 ekor per orang. Bila pemberian air minum dan pakan pakai sistem semi otomatis tanpa energi listrik (hopper dorong), rasionya bisa lebih dari 3.000 ekor per orang.
Bila sistem kandang, tata letak dan tata kelolanya dirancang sejak awal, rasionya bisa >3.000 ekor per orang. Biaya upah tenaga kerja tentu saja menjadi relatif lebih murah walau pun Anda memberi upah 125 - 150 % di atas Upah Minimum Kabupaten setempat. Keuntungannya, karyawan lebih mudah diatur karena orangnya sedikit tapi dengan take home pay tinggi, produktifitasnya menjadi lebih tinggi dan “betah” bekerja di tempat Anda. Tidak terjadi “gonta-ganti” karyawan terlalu sering.
2. Rasio Biaya Operasional
Biaya operasional ada yang bersifat tetap (fixed cost), ada yang bersifat tidak tetap (vaiable cost). Logikanya, sebaiknya Anda harus bisa menekan biaya tetap. Misalnya, menggunakan karyawan tetap sedikit saja, yaitu sebatas tenaga inti atau tenaga terampil. Selebihnya, yang tidak memerlukan keterampilan tinggi, cukup menggunakan karyawan harian dan atau borongan. Di peternakan ayam pedaging, semua karyawan kandang sistem upahnya borongan.
3. Rasio Konversi Pakan (Feed Conversion Ratio = FCR)
Porsi terbesar komponen pembentuk harga pokok produksi telur adalah pakan yaitu lebih kurang 75%. Maka dari itu segala daya upaya harus diusahakan bisa menghasilkan penghematan pemakaian pakan tetapi tanpa mengorbankan sisi produktifitas. Semua strain layer yang beredar di Indonesia mengaku bahwa, FCR strainnya bisa 2.1–2.2. Kenapa tidak bisa? Pengalaman banyak peternak layer di Jatim, FCR tersebut bisa dicapai dan dipertahankan selama bertahun-tahun, sejak 1995 sampai sekarang. Pemberian pakannya secara manual, tetapi pemberian air minum pada umumnya sudah pakai nipple.
Coba Anda hitung berapa rupiah yang menguap (potential loss) bila FCR 2.35 dibanding FCR 2.20. Berarti ada penghematan pemakaian pakan sebesar 0.150 kg pakan/kg telur x harga pakan Rp 3.775 = Rp 566,-/kg telur.
Anda yang punya layer 100.000 ekor, nilai penghematannya : produksi rata-rata 5.000 kg x Rp 566,- = Rp 2.830.000,-/hari x 30 hari = Rp 84.900.000,-/bulan x 12 bulan = Rp1.018.800.000,-/tahun. Sungguh fantastis.
Padahal ini hitungan dari jumlah layer 100.000 ekor saja. Bagi Anda yang punya layer banyak, >200.000 ekor, tidak akan rugi bila mengkaryakan tenaga ahli dengan gaji di atas Rp 10.000.000,-/bulan, dengan catatan performance dan efisiensi, yaitu egg mass >50 kg/1.000 ekor dan FCR maksimum 2.20.
Pemberian air minum ayam pakai nipple, jauh lebih hemat biaya listrik dan air serta hampir-hampir tidak ada limbah. Pemakaian pakannya juga bisa hemat 2 – 3 gram/ekor/hari dibanding pemberian air minum pakai talang.
Pemberian pakan ayam pakai corong (hopper) yang didorong tenaga manusia sangat menghemat pakan, bisa mencapai 2 – 3 gram/ekor/hari dibanding pemberian pakan secara manual pakai tenaga manusia. Karena pakan yang tercecer hampir tidak ada. Bila Anda mau, konstruksi kandang yang sudah ada bisa dimodifikasi supaya bisa pakai nipple dan hopper.
Kombinasi keduanya, pemberian air minum pakai nipple dan pemberian pakan pakai hopper, bisa menghemat pemakaian pakan lebih kurang 5 (lima) gram/ekor/hari. Tanpa perlu membatasi jatah pakan ayam. Pemberian pakan bisa tetap ad libitum. Artinya, biarkan ayam yang mengatur seberapa jumlah nutrisi yang dibutuh sesuai umurnya. Karena layer sangat jujur, dikasih makan sedikit, produksi telurnya sedikit dan kecil. Dikasih makan banyak, produksi telurnya banyak dan besar. Ingat, harga pakan sangatlah mahal. Tiap gram yang bisa dihemat, akan sangat bermanfaat.
4. Rasio Produktifitas Layer
Peternak layer wajib punya catatan (recording) produksi bukan yang harian (Hen Day) saja, tetapi harus lengkap sampai recording per periode (Hen House). Produktifitas layer, umur 20 – 80 minggu, usahakan bisa mencapai rata-rata minimum 50 kg telur/1.000 ekor. Sedangkan sebagai bahan evaluasi per periode hen house, produksi telur seharusnya bisa mencapai 20 kg telur/ ekor pada umur 76–80 minggu. Standard tersebut bisa dicapai bila produktifitas telur harian tinggi, >50 kg telur/1.000 ekor dan diimbangi dengan susut jumlah ayam rendah, seperiode tidak lebih dari 10% (=0.6% per bulan).
Demikian sekilas ringkas hitungan harga pokok produksi telur saat ini, dengan dasar harga pakan dan anak ayam yang berlaku per 01 Juli 2008. Bila, pada kemudian hari harga pakan, anak ayam, upah tenaga kerja, bahan bakar minyak naik lagi, berapa pun naiknya, maka cara menghitungnya mudah sekali. Demikian juga bila terjadi sebaliknya, harga-harga turun. HPP telur = harga pakan x 3,2.
Semoga bermanfaat.

South East Asia Seminar Alltech Soroti Teknologi Pakan Terbaru

Info Iptek Edisi 169 Agustus 2008

South East Asia Seminar Alltech Soroti Teknologi Pakan Terbaru

Para ahli di bidang perunggasan menggarisbawahi perlunya membuka pandangan terhadap berbagai peluang yang ada. Khususnya dalam teknologi pakan ternak dengan menggunakan teknologi-teknologi terbaru dan teknik-teknik inovatif untuk membantu memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi produsen ternak unggas. Salah satu upaya yang bisa dilakukan melalui pengembangan potensi genetik, menggunakan by-product alternatif dan terus meningkatkan profit.
Hal inilah yang melatarbelakangi diselenggarakannya Alltech’s Poultry Seminar berjudul “How to achieve optimum performance naturally”. Seminar ini diselenggarakan di seluruh wilayah Asia Tenggara pada tanggal 23-27 Juli 2008.
Mr. Aziz Sacranie, Technical Poultry Director Alltech memberikan review mengenai aplikasi selenium di dalam industri perunggasan serta Mr. Cemlyn Martin, General Manager Alltech untuk Asia Tenggara, yang membuka seminar tersebut dengan memberikan gambaran mengenai industri perunggasan di wilayah Asia Tenggara.
Sacranie mengatakan, “Kondisi usaha perunggasan saat ini penuh dengan tantangan. Dimana biaya pakan dan produksi kian meningkat, di lain pihak tuntutan untuk terus memaksimalkan performa sekaligus memperoleh profit semakin menambah tekanan. Sehingga diperlukan masukan solusi terbaru untuk menyiasatinya.”
Dr Alison Leary, Key Account Technical Services Manager, Alltech bertanya kepada hadirin, “Apakah mungkin memiliki pakan yang tersedia secara ekonomis sekaligus meningkatkan performa unggas secara optimal?” Solusi yang ia tawarkan adalah menggunakan teknologi enzim kompleks Solid State Fermentation (SSF) untuk meningkatkan kecernaan dan pemanfaatan seluruh bahan baku pakan serta bahan baku mentah dari yang tersedia secara lokal misalnya singkong, dedak, PKM (palm kernel meal) dan DDGs untuk pakan ternak unggas..
Prof Peter Surai dari Scottish Agricultural College, Inggris; menjelaskan tentang bagaimana selenium organik (Sel-Plex®) memainkan peran yang penting dari banyak proses fisiologis pada unggas dan bagaimana selenium dapat membantu meningkatkan performa dan daya imun serta mengurangi stress. Beliau juga menunjukkan ilmu pengetahuan yang baru yaitu Nutrigenomics – memperlihatkan pengaruh yang kuat dari nutrisi terhadap ekspresi gen.
“Mulailah dari awal yang baik”, adalah topik presentasi dari Prof. Peter Spring. Prof. Spring yang berasal dari Swiss College of Agriculture mengilustrasikan pentingnya nutrisi awal yang diberikan kepada anak ayam dan memastikan pakan untuk pre-starter yang optimal. Termasuk didalamnya penggunaan protein yang kaya akan nukleotida (NuPro®) di dalam pakan unggas yang masih muda yang dapat meningkatkan kemampuan GIT, memungkinkan nutrisi dapat diserap lebih baik selama masa pertumbuhan unggas tersebut yang dapat membantu mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan FCR.
Drh Isra Noor, pimpinan PT Alltech Biotechnology Indonesia menjelaskan bahwa tujuan dari seminar ini adalah untuk meningkatkan kesadaran akan adanya teknologi baru dalam ilmu nutrisi ternak yang tersedia yang dapat membantu mewujudkan potensi genetik hewan unggas dan sekaligus meningkatkan keuntungan. (Inf/adv)

Indonesia Targetkan Tekan Impor Daging

Indonesia Targetkan Tekan Impor Daging

Indonesia hanya mampu memenuhi 72% kebutuhan daging sapi. Ketergantungan kepada pasokan impor masih cukup tinggi, yaitu sekitar 28%. Jika kondisi itu dibiarkan, diperkirakan tingkat ketergantungan akan meningkat hingga 37% pada tahun 2010.
Dirjen Peternakan dari Departemen Pertanian, Dr. Ir. Tjeppy D. Soedjana mengatakan itu dalam pembukaan “Sosialisasi Program Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi (P2SDS) di Aula Bapeda Jabar, Jln. Ir. H. Djuanda, Kota Bandung. “Kondisi yang diinginkan pada tahun 2010, penyediaan daging dari impor maksimal 10%. Semuanya diupayakan dipenuhi oleh dalam negeri,” ucapnya.
Untuk melaksanakan program tersebut di Jabar, pemerintah pusat mengalokasikan dana senilai Rp 7,7 miliar dari APBN tahun 2008. Dana tersebut akan digunakan di antaranya untuk kegiatan pembuatan biogas, kios daging, integrasi pertanian-ternak, konservasi lahan kawasan peternakan, konservasi daerah aliran sungai (DAS), sekolah lapang, dan irigasi tanah permukaan.
Program P2SDS akan diterapkan di 16 kabupaten dan 2 kota di Jabar. Namun, hingga saat ini Jabar masih menghadapi banyak kendala. Dari sisi sumber daya manusia, Disnak kekurangan 106 tenaga inseminator berikut 138 kendaraan roda dua untuk petugas insemintor. Selain itu, masih terdapat kabupaten yang belum memiliki pos Inseminasi Buatan (IB), yaitu Kab. Karawang, Kab. Bandung, Kota Tasikmalaya, dan Kota Banjar. (inf/pr)

INDOLIVESTOCK TETAP BERJAYA

Lipsus Infovet Edisi 169 Agustus 2008

INDOLIVESTOCK TETAP BERJAYA

(( Simbol sekaligus harapan agar peternakan Indonesia selalu berjaya. ))

Penyelenggaraan Pameran Internasional Peternakan dan Pakan Ternak terbesar di Indonesia yang keempat, “Indo Livestock 2008 Expo & Forum” akan kembali digelar di Jakarta Convention Center, 1 Juli s/d 3 Juli 2008 mencatat prestasi tersendiri.
Sebagai Negara yang berpotensi tinggi dalam industri peternakan, maka pameran yang diagendakan setiap 2 tahun sekali ini disambut baik oleh Dirjen Peternakan Departemen Pertanian Dr Tjeppy D Soedjana yang membuka pameran pada hari pertama.
Sementara sebelumnya Herman Wiriadipoera Dirut PT Napindo Media Ashatama sebagai penyelenggara menyampaikan Penyelenggaraan Pameran Peternakan berskala Internasional yang menjadi ajang temu bisnis para pengusaha industri peternakan, kalangan ahli kesehatan hewan, peternak, pengelolaan pakan ternak, pemrosesan makanan, pemasok dan para distributor.
Memang begitu halnya, tampak dari stan-stan peserta pameran yang begitu megah dari berbagai perusahaan bidang peternakan sejumlah 300 perusahaan dari 23 negara yang memastikan diri ikut dalam ajang pameran Indolivestock 2008. Para peserta pameran ini terdiri dari perusahaan pemain lama maupun perusahaan pemain baru yang mencerminkan pergerakan dari bisnis bidang peternakan di tanah air Indonesia tercinta.
Sementara pengunjung yang senantiasa mengalir dari hari pertama sampai hari terakhir rata-rata 3000 – 4000 pengunjung setiap harinya. Pengunjung tidak hanya datang dari pulau Jawa, tetapi mereka datang dari seluruh Indonesia, mulai dari Lombok, NTT, Bali Kalimantan, Sulawesi dan daerah lain. Selama 3 hari penyelenggaraan hotel-hotel disekitar Jakarta Convention Center Jakarta selalu penuh.
Adapun seminar dan forum-forum diskusi dari berbagai institusi menyemarakkan penyelenggaraan pameran bidang industri peternakan dan pakan ternak. “Kami merasakan manfaat dari seminar-seminar itu yang menambah wawasan bidang peternakan baik dibidang kesehatan hewan maupun bidang lainnya yang terkait dengan kemajuan teknologi peternakan,” kata Fuji Kumala Dewi SPt alumni Fapet IPB yang usai pameran langsung bergabung dengan Infovet sebagai Staf Pemasaran. Infovet memang juga merasakan betapa manfaat dari pameran tersebut
Adapun menyikapi maraknya pemberitaan gizi buruk di tanah air dan masukan dari beberapa Asosiasi maupun Organisasi dibidang industri peternakan, maka dalam penyelenggaraan Indo Livestock keempat tahun ini pun diangkat kembali Kampanye Gizi melalui protein hewani, guna menyehatkan dan mencerdaskan Bangsa yang dilkaksanakan pada pembukaan serta penutupan Indolivestock 2008. Tema yang diangkat untuk kampanye ini adalah S(usu-segelas), D(aging-sepotong) dan T(elur-sebutir) disingkat menjadi SDT.
Didukung oleh Asosiasi dan Organisasi di bidang industri peternakan, Media Massa dan Pemerintah maka ditetapkan bahwa dalam penyelenggaraan Indo Livestock Expo & Forum Keempat tahun 2008, ditetapkan Program Pencanangan Program SDT Tahap Pertama yaitu Juli 2008 sampai dengan Juni 2010 menjadi “Gerakan Nasional Peningkatan Konsumsi Protein Hewani”.
Ada pula program penganugerahan “INDOLIVESTOCK AWARD” yang bertujuan memberikan apresiasi kepada perusahaan/perorangan yang berprestasi dan dapat dijadikan teladan bagi komunitas peternakan. Indolivestock Award 2008 yang dibagi 5 kategori masing-masing kepada perusahaan besar dan berskala kecil-menengah, dan 1 kategori khusus perorangan, menghasilkan peraih penghargaan:
a. Cipta Usaha Mandiri - Kabupaten Blitar, Jawa Timur
Cipta Piranti Satwa Nugraha
b. Pusat Koperasi Industri Susu Sekar Tanjung - Purwosari, Pasuruan
Adiguna Satwa Nugraha
c. Pusat Koperasi Unit Desa - Nusa Tenggara Timur
Praja Mukti Satwa Nugraha
d. Kampoeng Ternak - Ciputat
Widya Karta Satwa Nugraha
e. Letnan Jendral (Purn) Bustanil Arifin, SH
Adikarsa Nugraha
f. Ir. Erwin Soetirto
Adikarsa Nugraha
g. Oetari Soehardjono
Adikarsa Nugraha
h. Perdana Putra Chicken - Bogor
Nastiti Budidaya Satwa Nugraha
i. Gema Putra - Bandung
Nastiti Budidaya Satwa Nugraha

Semua kesuksesan tersebut diraih penyelenggara PT Napindo Media Ashatama bekerja sama dengan Allied Media Worldwide, sebuah perusahaan penyelenggara pameran yang berkedudukan di Singapura dan mempunyai jaringan bisnis di Malaysia, China, Jepang, Korea, Taiwan, Hongkong, India dan Eropa.
Kesuksesan juga diraih PT Napindo Media Ashatama yang pada pameran itu bekerja sama dengan berbagai asosiasi dan organisasi profesi seperti Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU), Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI), Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI), Gabungan Perusahaan Makanan Ternak Indonesia (GPMT), Pusat Informasi Pasar Unggas Nasional (PINSAR UN), Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI), Gabungan Perusahaan Perunggasan Indonesia (GAPPI), Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN), Asosiasi Pengusaha Perunggasan Asean (FAPP), Masyarakat Ilmu Perunggasan Indonesia (MIPI), Stakeholders, Masyarakat, LSM memberikan dukungan yang positif kepada pameran ini.
Dukungan juga diperoleh dari media publikasi terkemuka seperti Asian Poultry, Infovet, Trobos, Poultry Indonesia, eFeedlink, International Hatchery Practice, Agrina, dan lain lain.
Selamat berjaya Indolivestock. Selamat berjaya peternakan Indonesia! (Wan/ YR)

FOKUS 2007

[Edisi 150 Januari]
KEPASTIAN KEMENANGAN PERUNGGASAN 2007 VS PENYAKITNYA
Kilas Balik Perunggasan 2006 dan Prakiraan Situasi 2007
Krisis Pakan Diramalkan Hanya Sesaat
Perunggasan 2007 di Mata Peternak “Meski Suram tetap Ada Harapan”
Pesimis Perunggasan 2007 Tetapi Harus Tetap Optimis

[Edisi 151 Pebruari]
HUJAN, MIKOTOKSIN DAN FLU BURUNG
WASPADAI PENYAKIT PENCERNAAN DAN PERNAFASAN
ADAKAH PERAN KUCING DAN BABI PADA PENYEBARAN AI?
DOKTER HEWAN FLU BURUNG TIDAK DIPERHATIKAN KESELAMATAN HIDUPNYA
LEBIH KENAL H5N1 DAN PENULARANNYA
Hujan, Jamur, Amoniak dan Pakan Ternak
Jamur dan Flu Burung
Jamur Muncul Kapan Saja
KEMBALI KETATKAN 9 STRATEGI PENGENDALIAN AI
Penyakit Jamur Terkait Pakan Ternak
Penyimpanan Pakan
Saatnya Untuk Restrukturisasi dan Kompartementalisasi
SEJARAH DAN SIKAP MENGHADAPI PEMBIAKAN KASUS AI DI INDONESIA
Robohnya Peternakan Kami
GAGAH HADAPI AI JUGA DENGAN VAKSINASI

[Edisi 152 Maret]
YANG IMPOR PUN HARUS DIKONTROL
Antibiotik Growth Promotor VS Alternatif Growth Promotor
MEMACU PERTUMBUHAN TERNAK SECARA ANGGUN DAN BERMARTABAT
PEMANFAATAN ALTERNATIF GROWTH PROMOTOR
KLAIM PEMAKAIAN PROBIOTIK
MEMBEDAH PARA PEMACU PERTUMBUHAN
PRINSIP KEHATI-HATIAN PRA PRODUKSI PRODUK TERNAK YANG AMAN PERAN OBAT HEWAN DALAM KEAMANAN PRODUK TERNAK
Alternatif Pengganti Antibiotik Growth Promotant
MINYAK ATSIRI SEBAGAI SUPLEMEN DAN ALTERNATIF ANTIBIOTIK
SEMUA TENTANG HORMON

[Edisi 153 April]
PETERNAK, PENYAKIT BAKTERI DAN ANTIBIOTIK
OBAT HEWAN: SUDAH TEPATKAH PENGGUNAANNYA
MENYOAL ANTIBIOTIKA UNTUK TERNAK
DOSIS PENCEGAHAN TIDAK ADA?
PROGRAM YANG AMAN, BERMUTU DAN MANJUR
TENTUKAN SPEKTRUM ANTIBIOTIK SECARA TEPAT
PILIH SIDAL ATAU STATIK PAHAMI CARA KERJA ANTIBIOTIK
JANGAN SAMPAI TERJADI SUPER INFEKSI
Siaga Satu Serangan Coryza, Kolera dan Kolibasilosis
ZAT AKTIF, GENERIK, PATEN, OBAT HEWAN DAN MANUSIA

[Edisi 154 Mei]
AI TERBARU TERUS MEMBURU DAN DIBURU
KOLI SERANG MANUSIA DAN TERNAK
KEMBALI KE... BIOSECURITY!
BIOSECURITY, INVESTASI, ASURANSI DAN DESINFEKSI
BIOSECURITY HARUS MENYELURUH
KETIKA BIOSECURITY SELAMATKAN PETERNAKAN UNGGAS

[Edisi 155 Juni]
DARI LUMPUR LAPINDO SAMPAI PENYAKIT PENCERNAAN TERNAK
MEMILAH PENYAKIT PENCERNAAN PADA AYAM
DUKA LARA KOLERA AYAM
KOLI TAK KENAL MUSIM
JANGAN REMEHKAN KOKSI
DIARE PADA SAPI AKIBAT INFEKSI VIRUS DAN PROTOZOA
PAKAN DAN PENYAKIT PENCERNAAN
MANAJEMEN YANG BAIK: SEPERTI APA?
Waspada Kolera Merajalela

[Edisi 156 Juli]
Penyakit Pernafasan Ternak Ada Apa?
PENCEGAHAN DAN IDENTIFIKASI PENYAKIT PERNAFASAN PADA PETERNAKAN AYAM PETELUR
CRD, Kasus Penyakit Pernafasan Yang Tidak Pernah Tuntas
FAKTA LAPANGAN: AYAM POTONG PUN KINI RENTAN DENGAN AI
RESIKO MANAJEMEN PEMELIHARAAN JELEK
KEBIJAKAN vs KONDISI LAPANGAN
STATUS PALING MUTAKHIR PENYAKIT PERNAFASAN AVIAN INFLUENZA

[Edisi 157 Agustus]
BEBERAPA KAJIAN DAN AKSI (Yang Tetap) MENDESAK
MENGINGAT VIRUS INFLUENZA
FAKTA LAPANGAN: AYAM POTONG PUN KINI RENTAN DENGAN AI
SELEKSI BENIH VIRUS AI UNTUK VAKSINASI
Penyakit Viral Menapaki Jejak Ivanovsky
AI di DKI JAKARTA

[Edisi 158 September]
Lahirnya Ilmu Gangguan Kekebalan
Berputar-putar Soal Ketahanan Tubuh Ayam:Penyakit Avian Influenza Syarat Beban Kepentingan
SECUIL IHWAL GEN UNTUK KETAHANAN TERNAK BEBAS AI
GUMBORO, VAKSIN DAN KEKEBALAN
VAKSINASI, REAKSINYA DAN NUKLIR Untuk Ketahanan Tubuh Ternak
Sekali Lagi: DIAGNOSA YANG TEPAT
Ketika Ditemukan Kasus Flu Burung pada Manusia Pertama di Bali

[Edisi 159 Oktober]
Penyakit Parasit Itu Berbahaya Mengatasinya Sangatlah Mulia
SEBUAH TEROBOSAN KASUS MYASIS
PARASIT LALAT
Jurus Akademik Menguasai Ilmu Serangga dan Penyakitnya
Penyakit Protozoa Bukan Dusta
Ketika Ternak (Jangan) Diserang Cacing
Kasus Cacingan Pada Ayam
Kasus Cacingan Pada Ruminansia Sapi, Kambing, Domba dan Rusa
Bentuk Ketiga Cacing Pita Taenia Pada Babi
Berbagai Metode Pengobatan Penyakit Parasitik

[Edisi 160 November]
KIAT PETERNAK MENGGENJOT PRODUKTIVITAS YANG PAS
MEMBUAT OBAT HEWAN YANG BAIK
MENGUJI MUTU OBAT HEWAN
OBAT, VAKSIN DAN PUSLIT FLU BURUNG UNAIR
HARGA NOMOR SATU, KUALITAS NOMOR SEKIAN?
Broiler, Layer, Bisnis Obat dan OTT
OBAT HEWAN DAN KARANTINA
OBAT HEWAN DAN OTONOMI DAERAH
Pintar-Pintar Pilih Antibiotik
Flu Burung, Hewan Besar dan Obat Hewan
Obat Hewan, Otoda dan RPH Unggas
Lawan Flu Burung, Telur dan Obat Ilegal
Tingkatkan Produktivitas dengan Obat Hewan yang Tepat
Antibiotik Bukan Obat Ajaib?
Pasar Membaik, Flu Burung, Obat dan Retribusi

[Edisi 161 Desember]
Perunggasan Belum Memikat di Pasar Modal?
Deptan: Prospek dan Arah Pengembangan Perunggasan
Avian Influenza dan Naiknya Harga Pakan Warnai Perunggasan 2008
5 GENOTIPE FLU BURUNG DAN EKOSISTEM KESEHATAN
Rekomendasi Seminar Perunggasan ke-3: Perunggasan 2008, Saatnya Stakeholder Bersatu
Industri Obat Unggas 2008 Tumbuh 7,1%
Pakan Ternak Tumbuh 7% Pertahun Capai 8,13 Juta Ton
Broiler Naik 8,7 Persen dan Layer Meningkat 7,7 Persen

Mimbar Edisi 169 Agustus 2008

Penguatan Menghadapi Menguatnya Tantangan
Drh Heri Setiawan
Tantangan berat dihadapi industri dan bisnis perunggasan dalam paruh waktu kedua tahun 2008. Harga pakan broiler, bisa jadi, menembus angka psikologis : lima ribuan per kilogramnya. Bila hal itu benar-benar terjadi berarti harga pokok produksi ayam pedaging sekitar Rp. 12.250,00 setiap kilogram berat hidup. Maknanya, pembeli harus mengeluarkan uang dua puluh ribuan dari koceknya (mungkin masih ada kembaliannya, hanya beberapa ratus rupiah saja) guna mendapatkan 1 ekor karkas ayam.
Pada saat bersamaan harga bahan kebutuhan pokok lainnya juga bertengger lebih ke atas. Belum lagi pengeluaran dana besar guna memasuki tahun ajaran baru. Khususnya bagi orang tua yang putra/putrinya diterima di perguruan tinggi. Harus tersedia dana (jutaan rupiah) untuk membayar biaya yang berkaitan langsung dengan operasional perguruan tinggi tersebut. Apa saja ? Uang kuliah semester pertama, sumbangan pembangunan, biaya pengganti perlengkapan dan iuran-iuran lainnya. Selain itu, ada tren baru di kalangan mahasiswa baru. Kendaraan baru dan komputer jinjing yang gres pula. Jutaan lagi harus disediakan guna memenuhi kebutuhan itu agar tidak termasuk kasta mahasiswa jadul (jaman dulu).
Secara umum, daya beli masyarakat menurun karena tak ada lagi atau sedikit saja uang yang tersisa. Membeli daging ayam menjadi pilihan yang kesekian. Boleh jadi, nantinya, untuk menikmati masakan berbahan baku daging ayam akan berubah menjadi suatu angan-angan. Harga daging ayam tak terjangkau. Broiler siap potong, menumpuk di tempat-tempat pemotongan. Umur ayam yang dipanen makin mundur, karena pengambilan oleh pengepul/bakul berkurang. Peternak merugi. Animo beternakpun menurun. Populasi ayam melorot. Omset penjualan sapronak menyusut. Tak ayal lagi, situasi kompetisi semakin mencuat. Artinya, tantangan yang harus ditundukkan oleh para pelaku bisnis ini bertambah berat.
Dampak selanjutnya adalah, hantaman stres yang semakin bertubi-tubi menyerang mental para field force. Target penjualan yang sudah disusun dan disepakati bersama di awal tahun, tidak dengan serta merta dapat dilakukan revisi. Apalagi hanya diratapi. Diperlukan upaya-upaya khusus untuk bisa tetap eksis. Agar semangat bertempur dalam menghadapi kompetisi tidak meredup, dibutuhkan pencerahan. Supaya mental tidak lembek dan rontok didera badai stres akibat menguatnya tantangan, dibutuhkan penguatan.
Kedua hal itulah yang dilakukan divisi pemasaran perusahaan tempat saya bekerja. Saat itu dilaksanakan pertemuan rutin tengah tahunan. Dalam pertemuan yang digelar dua hari tersebut, materi yang disampaikan kepada para tenaga lapangan meliputi aspek teknis dan non teknis. Ada dua materi teknis yaitu mengenai pakan dan virus Avian Influenza (AI). Pemateri tentang pakan adalah Departemen Teknologi Pakan dan Departemen Produk dari Feedmill. Sedangkan pakar dan peneliti dari laboratorium Bio Security Level 3 Tropical Disease Center Universitas Airlangga membahas tentang virus AI.
Saya mendapat amanah untuk memberikan materi yang bersifat non teknis. Hal ini memang sudah menjadi tradisi dalam pertemuan rutin divisi pemasaran. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman saya, biasanya dalam situasi genting tingkat kepercayaan diri menjadi sangat penting. Dalam kondisi gawat dibutuhkan rasa percaya diri (PD) yang kuat. Oleh karenanya, dalam momen pertemuan tengah tahunan yang diadakan awal bulan Juli itu saya sengaja mengambil tema ”Percaya Diri Untuk Meraih Prestasi”
Sebelum memaparkannya secara rinci, saya mengadakan uji tingkat kepercayaan diri. Kepada setiap peserta pertemuan (armada pemasaran) saya bagikan kuisener. Ada sejumlah pernyataan yang harus dijawab secara jujur berdasarkan pikiran/perasaan masing-masing saat menghadapi situasi sesuai dengan pernyataan tersebut. Dilakukan skoring terhadap seluruh jawaban masing-masing peserta. Dengan metode penilaian tertentu, didapatkan hasil bahwa sebagian besar peserta mempunyai derajad kepercayaan diri belum optimal. Konsekuensinya, harus dilakukan optimalisasi. Wajib diberikan penguatan agar tetap tegar menghadapi setiap tantangan. Dari manapun datangnya, apapun bentuknya dan dimanapun berada.
Beberapa hal krusial yang saya bahas saat itu antara lain adalah : posisi kepercayaan diri yang merupakan titik sentral dalam kepribadian seseorang; perbedaan karakteristik antara individu penuh PD dengan yang kurang PD; dan faktor-faktor yang berperan besar dalam perkembangan rasa PD sejak usia dini. Dan, yang paling penting adalah bagaimana strategi dan kiat-kiat untuk memperkuat kepercayaan diri. Peserta pertemuan sempat terkaget-kaget saat saya menampilkan cuplikan rekaman video dari beberapa tenaga pemasar yang tampil untuk berbagi pengalaman keberhasilan. (Secara diam-diam saya memang merekam momen itu). Cuplikan rekaman itulah yang saya jadikan contoh faktual. Komentar-komentar positif, konstruktif dan apresiatif sengaja saya berikan guna penguatan rasa PD bagi yang bersangkutan serta seluruh armada pemasaran yang hadir. Kesimpulannya : kepercayaan diri itu maha penting, dinamis dan membutuhkan seni tersendiri untuk mengelola serta mengoptimalkannya.

Editorial Infovet Edisi 169 Agustus 2008

DIRGAHAYU INDONESIA

Dalam bulan Agustus 2008 ini kita semua sebagai suatu bangsa bersyukur atas karunia Tuhan telah 63 tahun menghirup udara kemerdekaan. Kita juga menyadari berbagai tantangan yang masih harus dihadapi dan diatasi.
Dengan kelimpahan anugerah berupa bumi dan air yang terbentang luas ini apakah kita mampu menjaga dan mendayagunakannya bagi kesejahteraan masyarakat. Bulan Agustus ini juga di bidang peternakan dan kedokteran hewan mempunyai makna khusus, kalau menoleh kebelakang pada bulan Agustus 2003 kita kenal sebagai awal terjadinya kasus AI (Avian Influenza) di Indonesia. Dengan demikian kita telah “hidup bersama” AI selama 5 tahun. Pada waktu terjadinya wabah dengan kerugian ekonomi yang tinggi serta liputan media massa yang dengan gencarnya menyampaikan bahwa AI yang merupakan penyakit zoonosis serta kemungkinan resiko yang akan timbul bagi kesehatan masyarakat, benar-benar menimbulkan kepanikan yang berdampak pada ketakutan mengkonsumsi produk unggas yang mengakibatkan makin terpuruknya industri perunggasan. Dengan berjalannya waktu dan masyarakat juga dapat berpikir secara kritis maka kita harapkan hal-hal tersebut tidak akan terjadi lagi.
Dalam menghadapi penyakit AI ini kita harus tetap waspada dan mengutamakan tindakan preventif dengan biosecurity yang maksimal serta program vaksinasi yang optimal. Kita harus tetap optimis karena produk unggas akan terus diperlukan masyarakat dalam jumlah yang makin meningkat.
Namun demikian dengan meningkatnya harga bahan baku pakan industri perunggasan di Indonesia harus dapat beroperasi secara efisien untuk mampu bersaing dengan produk sejenis dari luar negeri yang terus berupaya menembus pasar di Indonesia. Dengan demikian kita dapat terus bertahan untuk menangkal derasnya arus produk pangan dari luar negeri. Upaya ini juga merupakan salah satu cara untuk mengisi kemerdekaan yang telah kita capai.

SURAT PEMBACA

Pembaca setia Infovet yang terbit sejak 1992 adalah masyarakat peternakan kesehatan hewan pada berbagai profesi dan pekerjaan, peternak, perusahaan sarana produksi peternakan (bibit, pakan, obat, peralatan, dan lain-lain), akademisi, peneliti, pemerintah, pengusaha, dan masih banyak lagi.

Tuliskanlah masukan dan komentar Anda dalam Rubrik Surat Pembaca ini. Tulisan Anda akan kami muat dalam Surat Pembaca Majalah Infovet edisi cetak yang terbit setiap bulan.

Kiranya bermanfaat untuk Anda!

Abstract Infovet Agustus 2007


kembali ke infovet


Latest Development of AI

Avian Influenza (AI) caused by AI virus in poultry industry considered as strategic disease. Office Internationale des Epizooties (OIE) classified this disease in List A, since AI is zoonotic and technically and economically cause high economic loss. Highly Pathogenic AI, first identified in Central Java in August 2003 and spread to many different parts of country probably through the movement of poultry.
Some 10.5 million chicken were reportedly lost in 2004 due to disease and culling. Vaccination against HPAI was done early in 2004 and continues to use vaccine in infected zones throughout the country.
To coordinate the control of AI, Campaign Management Unit (CMU) within the Ministry of Agriculture was established in 2006, as guidance in controlling the disease in the field, Standard Operation and Procedure (SOP) had been distributed. Establishment of such institutions in regional and provincial level is being prepared in the provinces, Local Disease Control Center (LDCC) is already founded as projects.
According to the data of (CMU) that last development of HPAI was detected in 122 districts of 444 districts in first quarter 2007. Incidence of HPAI varies across the country
- Endemic in Java, Sumatera and South Sulawesi
- Lower incidence in eastern provinces
- Both commercial and village poultry
- Chickens, quails and ducks affected.
The first human cases of AI was reported in June 2005, latest figure shown that 81 fatalities from 102 cases.

Problem of Pig Farming

Problem of pig farming in Indonesia is very complicated, since the difficulties caused by various factors. To study and analyze the problem, National Seminar entitled “Pig Trading, Movement, Problem and Solution”, sponsored by Indonesia Monogastric Association (AMI) in cooperation with GITA Organizer, had been conducted in Solo on June 27th, 2007. The seminar was attended by pig farmers, farm input suppliers, universities, related institutions of local and central government, and associations in Central Java.
According to Hadi Santosa, Head of Indonesia Veterinary Drug Association (ASOHI) Central Java Chapter that the main problem on pig farming is legal aspect, all stakeholders should concern to the certainty for sustainable pig farming.
Similar opinion was also informed by Kusmaningsih MP, Head of Provincial Livestock Services that constrain for development of pig farming in Central Java is social and religion aspects, since majority of population is Moslem will be resistant to the existence of pig farming.
Location of pig farming formerly remote from people housing and in line with increasing population, based on hygienic consideration the people prefer to close pig farming. The other problem was reminded by Rachmawati Siswadi, President of AMI, that serious problem is poor quality of breed, caused by inbreeding. The prospect of pig farming really promises, since Indonesia as FMD country has opportunity to export the products.

Strengthening Dairy Industry

Supply of milk from domestic product is not sufficient to meet the whole demand causing dependency on imported milk is still high. To strengthen dairy industry in Indonesia is not so difficult, since dairy production center are mainly in West Java and East Java.
Strategic effort to increase productivity of dairy cow should be through breed improvement. Max Dowell, genetician of Cornell University in Holstein Seminar in Padjajaran University, Bandung, suggested that the most suitable dairy cattle for tropical country such as Indonesia is 75% pure line Holstein blood and 25% indigenous blood.
The advantage of this hybrid cow is ability adapting to hot climate, high humidity, resistant to insect and parasites. The other superiority is capability in digesting tropical forages contains high fiber and lignin.

Advantage of Sumbawa Horse Milk

Milk of horse in Sumbawa, West Nusa Tenggara Province is characterized by the stability as not broken or in clod without preservatives. According to Dr Diana Hermawati, former Director of Livestock Product Assay Laboratory, this indicated that the milk contain substance which able to hamper development of bacteria.
In her theses entitled “Study on Activity and Characterization of Antimicrobes in Sumbawa Horse Milk”, concluded natural antimicrobe compound having the role to stability of milk.
Guidance and improvement to the local farmers had been provided more than 5 years, in the aspect of sanitation, hygiene and packaging to maintain the quality. Advantage of Sumbawa horse milk compared with dairy and goat milk is lower content of fat, protein and ash and higher content of lactose, water and the presence of Galactoferin as natural antimicrobe.

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer