Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Editorial Infovet Edisi 169 Agustus 2008

DIRGAHAYU INDONESIA

Dalam bulan Agustus 2008 ini kita semua sebagai suatu bangsa bersyukur atas karunia Tuhan telah 63 tahun menghirup udara kemerdekaan. Kita juga menyadari berbagai tantangan yang masih harus dihadapi dan diatasi.
Dengan kelimpahan anugerah berupa bumi dan air yang terbentang luas ini apakah kita mampu menjaga dan mendayagunakannya bagi kesejahteraan masyarakat. Bulan Agustus ini juga di bidang peternakan dan kedokteran hewan mempunyai makna khusus, kalau menoleh kebelakang pada bulan Agustus 2003 kita kenal sebagai awal terjadinya kasus AI (Avian Influenza) di Indonesia. Dengan demikian kita telah “hidup bersama” AI selama 5 tahun. Pada waktu terjadinya wabah dengan kerugian ekonomi yang tinggi serta liputan media massa yang dengan gencarnya menyampaikan bahwa AI yang merupakan penyakit zoonosis serta kemungkinan resiko yang akan timbul bagi kesehatan masyarakat, benar-benar menimbulkan kepanikan yang berdampak pada ketakutan mengkonsumsi produk unggas yang mengakibatkan makin terpuruknya industri perunggasan. Dengan berjalannya waktu dan masyarakat juga dapat berpikir secara kritis maka kita harapkan hal-hal tersebut tidak akan terjadi lagi.
Dalam menghadapi penyakit AI ini kita harus tetap waspada dan mengutamakan tindakan preventif dengan biosecurity yang maksimal serta program vaksinasi yang optimal. Kita harus tetap optimis karena produk unggas akan terus diperlukan masyarakat dalam jumlah yang makin meningkat.
Namun demikian dengan meningkatnya harga bahan baku pakan industri perunggasan di Indonesia harus dapat beroperasi secara efisien untuk mampu bersaing dengan produk sejenis dari luar negeri yang terus berupaya menembus pasar di Indonesia. Dengan demikian kita dapat terus bertahan untuk menangkal derasnya arus produk pangan dari luar negeri. Upaya ini juga merupakan salah satu cara untuk mengisi kemerdekaan yang telah kita capai.

SURAT PEMBACA

Pembaca setia Infovet yang terbit sejak 1992 adalah masyarakat peternakan kesehatan hewan pada berbagai profesi dan pekerjaan, peternak, perusahaan sarana produksi peternakan (bibit, pakan, obat, peralatan, dan lain-lain), akademisi, peneliti, pemerintah, pengusaha, dan masih banyak lagi.

Tuliskanlah masukan dan komentar Anda dalam Rubrik Surat Pembaca ini. Tulisan Anda akan kami muat dalam Surat Pembaca Majalah Infovet edisi cetak yang terbit setiap bulan.

Kiranya bermanfaat untuk Anda!

Abstract Infovet Agustus 2007


kembali ke infovet


Latest Development of AI

Avian Influenza (AI) caused by AI virus in poultry industry considered as strategic disease. Office Internationale des Epizooties (OIE) classified this disease in List A, since AI is zoonotic and technically and economically cause high economic loss. Highly Pathogenic AI, first identified in Central Java in August 2003 and spread to many different parts of country probably through the movement of poultry.
Some 10.5 million chicken were reportedly lost in 2004 due to disease and culling. Vaccination against HPAI was done early in 2004 and continues to use vaccine in infected zones throughout the country.
To coordinate the control of AI, Campaign Management Unit (CMU) within the Ministry of Agriculture was established in 2006, as guidance in controlling the disease in the field, Standard Operation and Procedure (SOP) had been distributed. Establishment of such institutions in regional and provincial level is being prepared in the provinces, Local Disease Control Center (LDCC) is already founded as projects.
According to the data of (CMU) that last development of HPAI was detected in 122 districts of 444 districts in first quarter 2007. Incidence of HPAI varies across the country
- Endemic in Java, Sumatera and South Sulawesi
- Lower incidence in eastern provinces
- Both commercial and village poultry
- Chickens, quails and ducks affected.
The first human cases of AI was reported in June 2005, latest figure shown that 81 fatalities from 102 cases.

Problem of Pig Farming

Problem of pig farming in Indonesia is very complicated, since the difficulties caused by various factors. To study and analyze the problem, National Seminar entitled “Pig Trading, Movement, Problem and Solution”, sponsored by Indonesia Monogastric Association (AMI) in cooperation with GITA Organizer, had been conducted in Solo on June 27th, 2007. The seminar was attended by pig farmers, farm input suppliers, universities, related institutions of local and central government, and associations in Central Java.
According to Hadi Santosa, Head of Indonesia Veterinary Drug Association (ASOHI) Central Java Chapter that the main problem on pig farming is legal aspect, all stakeholders should concern to the certainty for sustainable pig farming.
Similar opinion was also informed by Kusmaningsih MP, Head of Provincial Livestock Services that constrain for development of pig farming in Central Java is social and religion aspects, since majority of population is Moslem will be resistant to the existence of pig farming.
Location of pig farming formerly remote from people housing and in line with increasing population, based on hygienic consideration the people prefer to close pig farming. The other problem was reminded by Rachmawati Siswadi, President of AMI, that serious problem is poor quality of breed, caused by inbreeding. The prospect of pig farming really promises, since Indonesia as FMD country has opportunity to export the products.

Strengthening Dairy Industry

Supply of milk from domestic product is not sufficient to meet the whole demand causing dependency on imported milk is still high. To strengthen dairy industry in Indonesia is not so difficult, since dairy production center are mainly in West Java and East Java.
Strategic effort to increase productivity of dairy cow should be through breed improvement. Max Dowell, genetician of Cornell University in Holstein Seminar in Padjajaran University, Bandung, suggested that the most suitable dairy cattle for tropical country such as Indonesia is 75% pure line Holstein blood and 25% indigenous blood.
The advantage of this hybrid cow is ability adapting to hot climate, high humidity, resistant to insect and parasites. The other superiority is capability in digesting tropical forages contains high fiber and lignin.

Advantage of Sumbawa Horse Milk

Milk of horse in Sumbawa, West Nusa Tenggara Province is characterized by the stability as not broken or in clod without preservatives. According to Dr Diana Hermawati, former Director of Livestock Product Assay Laboratory, this indicated that the milk contain substance which able to hamper development of bacteria.
In her theses entitled “Study on Activity and Characterization of Antimicrobes in Sumbawa Horse Milk”, concluded natural antimicrobe compound having the role to stability of milk.
Guidance and improvement to the local farmers had been provided more than 5 years, in the aspect of sanitation, hygiene and packaging to maintain the quality. Advantage of Sumbawa horse milk compared with dairy and goat milk is lower content of fat, protein and ash and higher content of lactose, water and the presence of Galactoferin as natural antimicrobe.

Ubah Paradigma Penanganan AI


kembali ke infovet


Masyarakat kita masih banyak yang tidak kenal atau peduli dengan flu burung atau Avian Influenza. Penyakit ini tidak lah populer di telinga masyarakat awam, kecuali pada masyarakat yang langsung bersinggungan dengannya.

Mengapa demikian, karena pemasyarakatan penyakit ini sekaligus penanggulangannya pun hanya terasa terbatas. Sedangkan masyarakat kita lebih berbelit masalah pada problem ekonomi.

Kematian orang karena flu burung pun tidak terlalu menjadi perhatian masyarakat yang tidak langsung berkaitan dengan bidang ini. Ada yang menganggap kematian sebetulnya karena masalah ekonomi, dan punya pengaruh tertentu pada jalan keluar mengatasi problem ekonomi masyarakat sendiri.

Sementara dana dari luar negeri begitu bertumpuk-tumpuk dan sangat banyak untuk penanggulangan AI di tanah air. Tentu saja dengan pemerataan informasi kasus AI/Flu Burung di kurang populer di kalangan awam, kita mesti mensiasati bagaimana memanfaatkan melimpahnya dana luar negeri yang tercurah dari berbagai institusi atau lembaga internasional.

Maka ada pihak dari kementerian pemuda dan olah raga yang tugasnya memberi masukan untuk peningkatan perkehidupan pemuda yang lebih baik di negeri ini, menganggap bahwa ini masihlah peluang untuk meningkatkan bidang wirausaha di kalangan pemuda guna peningkatan derajad hidup dengan pembangunan bidang peternakan.

"Biarlah dana luar negeri itu termasuk, dan kita meningkatkan bidang peternakan dengan wirausaha di kalangan pemuda kita," katanya dengan aplikasi terus memberikan masukan positif tentang peternakan kepada Menteri Pemuda dan Olah Raga.

Sedangkan di mata dokter hewan lain, juga berpendapat sama bahwa perihal penyakit AI/Flu Burung memang kurang populer di masyarakat awam, kecuali pada masyarakat yang langsung bersinggungan dengan bidang ini.

Hal ini terlihat dari kondisi masyarakat tidak terlalu peduli, tetap makan daging dan telur, dan berdampak positif pada konsumsi produk-produk peternakan ini.

Masyarakat memang lebih mempunyai masalah pada ekonomi masing-masing, konsumsi produk peternakan masih seperti biasa, meski pada kalangan peternakan mereka sepertinya masalah ini begitu besar dan berdampak kepedulian lebih besar yang berarti positif bagi upaya pengembangan peternakan selanjutnya.

Sementara di pihak lain, ada yang mengatakan pendekatan dalam penanggulangan AI/Flu Burung selama ini masih melakukan pendekatan peternakan (farm based), mestinya harus diubah dengan pendekatan pada unsur kemasyarakatan (community based) mengingat kasus flu burung sudah masuk pada sektor 4 di mana di sini terdapat pada rumah pemukiman penduduk.

Penanggulangan Flu Burung yang selama ini penuh dengan saling menyalahkan antara pihak-pihak yang berkepentingan, semestinya segera dihentikan, diganti dengan sikap saling mendukung.

Bilamana jalan yang ditempuh adalah vaksinasi, lakukanlah vaksinasi itu sampai tuntas. Bila ayang dilakukan adalah pemusnahan bibit penyakitnya, lakukanlah dengan sempurna. Adapun sebetulnya yang dimaksud dengan pemusnahan bukanlah pemusnahan terhadap ternaknya, namun pemusnahan terhadap bibit penyakitnya.

Tidak perlu saling menjegal pada saat suatu kebijaksanaan dilakukan. Bahkan dengan komentar yang menghambat pun sudah berarti tidak saling mendukung. Perlu pelibatan teman-teman peternakan soal Flu Burung yang dirasa masih kurang, sebab banyak yang berpendapat bahwa masalah ini adalah masalah kesehatan hewan bukan masalah peternakan.

Juga perlu perubahan paradigma pendekatan dari penyakit hewan ke kesehatan hewan. Pendekatan tiap daerah pun berbeda-beda sesuai dengan perda masing-masing daerah. Tiap daerah yang punya kisah sukses patut ditiru oleh daerah yang lain.

Adapun ke depannya, sepertinya kita harus terbiasa hidup bersama AI seperti halnya sekarang kita sudah terbiasa hidup bersama ND, dengan prinsip sehari-hari janganlah pengelolaan ternak ini melebihi kodrat selayaknya.
.
Terkait hal ini ada yang berpendapat, saat ini penanganan AI di Indonesia lebih bagus dari yang dulu. Meski berstatus kejadian AI masih tinggi, pengaruhnya tidak sebesar pada masa sebelumnya.
.
Sementara penanganan AI di Indonesia dibandingkan dengan negara lain seperti Thailand dan Vietnam, di negara tetangga ini penanganannya lebih sistematis, rapi dan tuntas dibandingkan di Indonesia.
.
Ada pula yang berpendapat masyarakat peternakan dalam penanganan AI saat ini tidak sepanik pada masa awal kejadian. Itu yang membuat kondisi kejadian AI dan pengaruhnya tidak sebesar pada masa-masa sebelumnya. (Yonathan Rahardjo)

Menghapus Stigma Negatif Sulfa

kembali ke Infovet


Info Iptek Edisi 150 Januari 2007

Era sebelum antibiotik ditemukan, keberadaan sulfonamide (sulfa) dalam duniamedis sangat memegang peran penting dalam berbagai terapi infeksi bakterialbahkan disebut sebagai kemoterapeutik utama. Ada lebih 4000 jenis golongan sulfatetapi yang secara klinis dipakai hanya sekitar 30-an.

Setiap sulfonamide dan metabolitnya memiliki jenis parameter yang unik, walaupunpertimbangan secara umum berlaku bagi semua anggotanya. Berdasarkan absorpsi danekskresinya dibagi menjadi 3 golongan utama : sulfa dengan absorpsi dan ekskresicepat, sulfa yang hanya diabsorpsi sedikit bila diberikan per-oral karena itukerjanya dalam lumen usus dan sulfa yang hanya diberikan secara topikal.

Sulfonamide didistribusikan ke seluruh tubuh dan masuk keberbagai jaringan dancairan tubuh, walaupun penyebarannya secara pasif kedalam cerebrospinal dancairan synovial. Dalam tubuh, sulfa ini mengalami asetilasi dan oksidasiterutama terjadi di dalam hati. Bentuk asetil pada N-4 merupakan metabolitutama. Yang menarik pada poultry N-deasetilasi adalah penting.

Pada domesticpoultry N-asetilasi lebih sedikit daripada mamalia. Senyawa utama metabolit inidiekskresikan via urine. Pengeluaran direnal dan kelarutan hampir semua sulfaadalah sangat pH-dependent. Pada pH rendah dan konsentrasi tinggi akan terjadiadanya kristalisasi yang dapat menyebabkan kerusakan pada tubulus renalis ataukapiler.

Sehubungan dengan farmakokinetik daripada sulfonamide secara umum, dibawah inibeberapa riset yang telah dilakukan untuk menganalisa farmakokinetik Sulfaklozin(sulphachloropyrazine).Struktur formula sulfaklozinMetode Analisis Pendeteksian Sulfaklozin dan N-4 AsetilsulfaklozinStudi farmakokinetik 3 GLP-conforming telah dilakukan di poultry.

Berikut adalahpenjelasan singkat dari metode analisis yang dilakukan. Pada riset inisulfaklozin dan metabolitnya N-4 asetilsulfaklozin, dihitung dengan menggunakanHigh Performance Liquid Chromatography (HPLC) dengan deteksi spektrofotometri.Metode ini sangat sensitif, dengan batas deteksi 0.02 ppm baik untuk sulfaklozindan metabolitnya pada jaringan ayam dan 0.05 ppm pada jaringan kalkun. Metodeyang digunakan pada setiap studi ini divalidasikan.

Pengulangan assay contohdari berbagai jaringan diperiksa kembali nilai yang diperoleh dianalisa secarastatistic. Ketahanan contoh dari setiap jaringan yang diketahui jumlahsulfaklozin dan N-4 asetilsulfaklozin kemungkinan efisiensi recovery dihitung.Analisa residu dihitung berdasarkan kriteria definisi kemampuan tahan uji danreproduksi.

Analisa Sampel Jaringan dan Plasma Ayam

Plasma diencerkan kemudian diekstraksikan dengan acetonitril dan setelahsentrifugasi bagian supernatan diencerkan dan dihitung dengan HPLC. Sejumlahsampel jaringan (circa log), bersama dengan anhydrous sodium sulphate,diekstraksi dua kali dengan ethyl acetate (lemak, kulit), ethyl acetate :methanol (hati), atau dichloro-methane : methanol : acetic acid (otot). Sampelyang diekstrak diuapkan sampai kering dan digantung dalam dichloro methane.

Untuk N-acetilsulfaklozin, seluruh jaringan pertama-tama diekstraksikan dalamethyl acetate dan digantung dalam aceton : chloroform : acetic acid. Ekstrakjaringan dimurnikan dengan melewatkan pertukaran kation, eluting dengan ammoniumacetate : acetonitril, sebelum dimasukkan dalam HPLC.

Larutan elution jugadigunakan sebagai fase aktif pada HPLC. Puncak ODS kolom 5 µ, menggunakanrata-rata aliran 1 ml/ menit dan pendeteksian digunakan pada 272 nm untukmenghitung sulfaklozin dan metabolitnya.

Analisa Jaringan Kalkun

Jaringan kalkun yang sudah hancur diekstraksikan dalam campuran buffer acetate,ethyl acetate dan diethyleter. Setelah sentrifugasi, lapisan organikdipindahkan, diuapkan sampai kering dan dilarutkan dalam fase aktif(acetonitrile : acetate acid, acetate buffer). Digunakan spherisorb 3 ODS kolom2 dan pendeteksian dilakukan pada 266 nm.


Validasi MetodePada setiap assay (uji), validasi (pembuktian) dilakukan dengan penentuanstatistik kurva kalibrasi, dan menentukan kemiringan (B), standar residual eror(Sr), % koefisien variasi (CV) dan standar eror kemiringan (Sb).

Kandungan bahantambahan ditentukan oleh besarnya konsentrasi. Penentuan residu dibuat saatkurva kalibrasi bertemu dengan kriteria yang telah didefinisikan. Hasilpenentuan sulfaklozin pada otot kalkun bisa dilihat pada Tabel 1.Pada ayam persentase kandungan sulfaklozin dari plasma sangat bagus yaitu90-100% dan dari jaringan nilai berada pada kisaran normal 74-92%.

Namun padakalkun kandungan yang ditemukan lebih rendah, berkisar 26.0 ± 5.8% pada jaringanhati, 45.6 ± 12.4% pada ginjal, 49.7 ± 2.8% pada otot, 46.5 ± 3.7% pada kulitdan 76.8 ± 11.7% pada plasma (n=5-12). Susunan/ pola kandungan yang mirip jugateramati dengan metabolit N-4 asetil.

Ketepatan pemeriksaan, dinilai oleh penampakan analisa replika pada sejumlahsampel kalkun dan penentuan CV, berkisar dari 1.75% (plasma) sampai 4.3% padaginjal, tapi nilai CV lebih tinggi pada kulit (lebih dari 17.2%).

Penelitian Farmakokinetik pada Ayam : Dosis Tunggal70 ekor broiler Cobb (unsexed), umur 4 minggu, dibagi menjadi 10 kelompok dandiberikan dosis tunggal 2ml 16.67% (w/v dalam air) Sulfklozin (lot 5693 S) peroral, setara dengan 100 mg sulfaklozin sodium, tiga kali lebih besar dari dosisrekomendasi 50 mg/ kg BB atau 1.5 kali dari level dosis maksimum yangdisarankan.

Pada jam ke-1, 2, 4, 8, 12, 24 dan 48 setelah perlakuan, sampeldarah diambil melalui jantung dari setiap kelompok ayam kemudian ayam dibunuhdan diafkir. Dua kelompok kontrol diambil darahnya sebelum perlakuan dan 48 jamsetelah perlakuan. Sampel plasma dipisahkan dan digabung dengan lima ayam persampling dari 2 kelompok. Jaringan tidak dikoleksi. Konsentrasi sulfaklozin danN-4 asetilsulfaklozin ditentukan dengan HPLC. Data ditunjukkan pada Tabel 2.

Data yang diperoleh menunjukkan Sulfaklozin mampu mencapai kadar maksimum dalamplasma setelah 4-8 jam dengan waktu paruh (half-life) 19 jam, dengan modelkinetik ruangan tunggal. Kurang dari 2% berada dalam bentuk asetilasi padadarah, dan perbandingan sulfaklozin yang terasetilasi tidak bergantung padawaktu pengambilan sampel. Analisa kinetik yang lebih detil tidak dapatditunjukkan karena sampel menjadi satu.

Studi Farmakokinetik pada Ayam: perlakuan selama 5 hariCobb broiler umur 4 minggu diberi perlakuan selama 5 hari berturut-turut denganESB-3 (batch 5693) dengan dosis 2 g/lt via air minum. Berdasarkan berat badandan konsumsi air kira-kira mengandung 200 mg/ kg sulfaklozin perhari, dua kalilebih besar dari dosis rekomendasi. Kadar sulfaklozin dalam plasma dan jaringanditentukan dengan HPLC. Dalam tiap-tiap group dimasukkan 5 atau 6 ayam.

Kadar sulfaklozin dalam plasma mencapai188 ppm 72 jamsetelah perlakuan dan turun dengan cepat menjadi 5.8 ppm 24 jam setelahperlakuan tidak dilanjutkan.

Pada masa akhir pemberian konsentrasi sulfaklozindalam jaringan sangat tinggi (12.4 ppm pada kulit/ lemak, 22.3 ppm pada otot,34.1 ppm pada hati), tetapi satu hari setelah akhir pemberian, konsentrasimenurun drastis menjadi (2.5, 0.8 dan 2.0). Kemudian kadar konsentrasisulfaklozin dalam jaringan turun secara perlahan, dan beberapa aktivitasresidunya dapat terdeteksi 10 hari setelah pemberian akhir melalui air minum.

Jelas bahwa pemberian sulfaklozin via air minum akan lebih cepat diabsorpsi. Dansulfaklozin juga tidak terakumulasi, hal ini dapat dilihat konsentrasinya dalamplasma tidak mengalami peningkatan selama masa perlakuan. Sulfaklozin jugadieliminasi dengan cepat, dapat dilihat dengan turunnya konsentrasi dalam plasmadan jaringan secara drastis dalam 24 jam setelah akhir pemberian.

Studi Farmakokinetik pada Spesies lain

Seperti yang dilaporkan oleh Jabert, farmakokinetik sulfaklozin juga ditelitipada hewan domestik lain. Pada anjing dengan dosis terapeutik sulfaklozin,kadarnya dalam plasma meningkat cepat untuk mencapai puncaknya dalam 1 sampai 3jam. Pada ternak dengan pemberian oral, kadar puncak dicapai dalam 1 sampai 6jam dan kemudian turun dengan cepat, dalam 18 jam setelah perlakuan sulfaklozintidak dapat terdeteksi.

Pada babi, dengan diberikan intramuskuler, konsentrasimaksimum sulfaklozin dalam darah tercapai dalam 30 menit, dan tetap stabilselama 3 jam, konsentrasi menurun dan tidak terdeteksi setelah 12 jam.Metabolisme pada hewan ini sama, dan metabolit utamanya adalah derivat N-asetil,namun pada kelinci glucoro-konjugat adalah metabolit utamanya.

Konklusi dari Studi Farmakokinetik

Ketika diberikan secara oral, baik dengan alat atau melalui air minum ataudengan jalan lain, sulfaklozin dengan cepat diabsorpsi pada unggas dan hewanlainnya dan konsentrasi plasma yang stabil dapat dicapai. Sulfaklozin tidakterakumulasi selama perlakuan namun lebih cepat diekskresikan. Hanya sebagiankecil (<2%)>

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer