Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini tepung telur | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

RAHASIA MURAHNYA TEPUNG TELUR INDIA

Meskipun surplus telur, kondisi ini ternyata tidak lantas membuat produk olahan telur ikut surplus. (Foto: Istimewa)

Pepatah mengatakan, “Tak ada asap, jika tak ada api.” Demikian pula dengan murahnya harga tepung telur asal India yang membuat industri makanan olahan berbahan baku telur Indonesia kesengsem. Menurut data Kementerian Perdagangan, nilai impor tepung telur pada Januari-November 2022 sebesar US$9,95 juta, naik 17,97% (year on year/yoy). Sementara volumenya mencapai 1,71 ribu ton, naik 3,12% dibanding tahun sebelumnya.

Keberhasilan India memproduksi tepung telur berharga murah tak lepas dari harga telur ayamnya yang murah. Sementara harga telur yang murah disebabkan bahan baku pakan ayam di India  juga murah. Berbeda dengan bahan baku pakan di Indonesia yang paling mahal di Asia. Demikian ungkap Musbar Mesdi, Ketua Asosiasi Peternak Layer Nasional (PLN) kepada CNBC Indonesia, Rabu (1/2). “Bahan baku impor kita mahal. Kita hanya bisa swasembada jagung, tetapi kedelai kita enggak bisa swasembada,” kata Musbar.

Ketersediaan sumber pakan utama pakan, yaitu jagung dan kedelai, membuat harga telur ayam di India stabil. Tak hanya memenuhi kebutuhan dalam negerinya, India bahkan mampu melakukan ekspor kedelai.

“India kan bisa memproduksi kedelai sendiri. Itu yang salah satunya diekspor ke Indonesia. Nah, jadi kalau India bisa swasembada kedelai, di Indonesia kita belum, belajar bagaimana caranya swasembada kedelai. Karena kebutuhan buat tahu tempe saja kita masih menggantungkan pada kedelai GMO. Sebelum 1995-1996, kita swasembada kedelai. Sekarang kok kita jadi importir kedelai terbesar di tingkat Asia,” lanjut Musbar, “Kalau (harga tepung telur) India bisa murah, karena mereka bisa swasembada kedelai. (sedangkan) Indonesia kedelainya 100% impor.”

Menimbang Peluang Dalam Keterbatasan
Mengingat umur simpan produk tepung telur yang lama, harga komoditas ini seharusnya tidak terlalu terpengaruh pada fluktuasi harga aktual telur segar. Pasalnya, distribusinya bisa diatur sesuai kondisi pasar sehingga industri tepung telur diharapkan bisa menyerap telur peternak saat kondisi surplus. Dengan begitu, harga telur bisa cenderung stabil.

Sebaliknya, pada saat harga telur cenderung tinggi, tepung telur bisa didistribusikan sesuai kebutuhan pasar sehingga industri roti dan makanan lain tak perlu menjerit akibat harga telur melangit.

Lebih jauh, Supriadi mengatakan bahwa ada beberapa strategi pengembangan industri pengolahan telur. Pertama, mendorong pembentukan sistem kemitraan dengan harga kontrak antara industri dengan peternak ayam petelur.

Kedua, perlunya fasilitas tax allowance dan investement allowance bagi industri baru dan perluasan industri pengolahan telur.

Ketiga, pemberian tax deducation sesuai PMK No. 128/2019 dan PMK No. 153/2020. Keempat, pembebasan bea masuk atas impor mesin serta barang dan bahan dalam rangka penanaman modal industri. “Pembebasan bea masuk impor mesin dan barang bagi industri baru bisa dilakukan selama dua tahun,” katanya.

Pendapat senada juga diungkapkan Koordinator Pengolahan, Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan (PPHNak), Ditjen PKH Kementan, Boethdy Angkasa. Selama ini, kendala membangun industri tepung telur adalah harga telur cair impor sekitar Rp 13.000-14.000/kg, sementara HPP telur dalam negeri Rp 19.000/kg.

“Ini menjadi tantangan bagi pemerintah dan pelaku usaha,” katanya dilansir dari tabloidsinartani.com. “Perlu ada win-win solution, yang mana industri butuh harga telur relatif terjangkau untuk pengolahan telur dan peternak juga tidak terpaku pada HPP.”

Menurutnya, salah satu jalan agar industri pengolahan telur tumbuh yaitu bersinergi dengan peternak melalui kemitraan. Industri pengolahan telur siap menyerap telur dalam negeri sebesar 10%  dari kelebihan produksi. Selain itu, impor berbagai item olahan telur ke depan akan dibatasi seperti impor telur cair beku.

Upaya mengawali tumbuhnya industri tepung telur sudah dimulai pada acara peletakan batu pertama pembangunan pabrik tepung telur di Desa Srengat, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar, pada Jumat, 13 Oktober 2022, oleh Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi. Berada di salah satu sentra produsen telur ayam ras pemasok 30% kebutuhan telur nasional, keberadaan industri telur olahan di Blitar ini diharapkan membantu menyerap kelebihan pasokan telur dari peternak. Dengan begitu, kestabilan harga telur di tingkat peternak bisa terjadi. (RA)

SIASATI SURPLUS PRODUKSI DENGAN INDUSTRI TEPUNG TELUR

Diperkirakan produksi telur ayam surplus. (Foto: Dok. Infovet)

Dengan stok awal telur ayam ras di 2023 sebanyak 43.907 ton, ditambah perkiraan produksi dalam negeri sebanyak 6,08 juta ton, diperkiraan produksi daging ayam ras dan telur ayam ras 2023 melebihi kebutuhan tahunan.

Demikian ungkap Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA) dalam prognosa neraca pangan, seperti ditulis dalam nasional.kontan.co.id (13/2). Pasalnya, kebutuhan telur ayam ras tahunan 2023 hanya sekira 5,8 juta ton. Lebih lanjut disebutkan, sebagai upaya menjaga stabilitas harga telur ataupun daging ayam, Badan Pangan Nasional mendorong BUMN pangan dan juga perusahaan mitra untuk membantu menyerap jika terjadi produksi berlebih.

Bukan hal baru jika ketersediaan stok telur melimpah akan menurunkan harga jual, baik di tingkat peternak maupun konsumen. Pada kondisi ini, pedagang dan konsumen gembira, sedangkan peternak merana. Tak hanya menggerus keuntungan peternak, jatuhnya harga bisa membuat peternak gulung tikar.

Sebaliknya, ketika permintaan telur melonjak, harga telur akan terkerek naik. Terlebih pada momen spesial seperti Bulan Ramadan, Hari Raya Idul Fiti dan Nataru. Jelas, untung usaha peternak dan pedagang akan terasa “legit”, tapi giliran konsumen yang menjerit. Sektor yang paling terdampak adalah usaha kuliner berbahan telur. Begitu pula dengan produsen makanan olahan seperti produsen mie, kue dan roti. Jika harga disesuaikan dan dinaikkan, konsumen enggan. Jika harga dipertahankan, jelas keuntungannya bisa jadi setipis tisu.

Lumbung Telur, Tapi Impor Tepung Telur
Meskipun surplus telur, kondisi ini ternyata tidak lantas membuat produk olahan telur ikut surplus. Seperti ditulis dalam cnbcindonesia.com, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa impor produk olahan telur terus naik dari tahun ke tahun. Sebagai contoh, impor tepung kuning telur dan putih telur pada 2015 sebesar 1.310,33 ton. Pada 2018, volume impor meningkat menjadi 1.785,1 ton. Sementara pada 2020, impor tepung telur mencapai 2.148 ton.

Peningkatan volume impor menunjukkan bahwa penggunaan tepung telur semakin masif. Dalam industri roti, tepung telur banyak dimanfaatkan sebagai substitusi telur segar karena kepraktisan, kemudahan pemanfaatan, serta karakternya yang sama dengan telur segar.

Dalam industri roti, telur berfungsi untuk pengembangan volume, kelembutan, struktur dan kualitas nutrisi karena kandungan proteinnya tinggi. Telur juga mampu membentuk jaringan yang kuat dan kompleks dengan gluten karena kemampuan atau daya mengikatnya.

“Bagian kuning telur mengandung lesitin dan lipid yang tinggi yang memberikan efek pelunak dan pengemulsi pada produk. Telur membantu menstabilkan emulsi, menahan gas yang dihasilkan oleh ragi dan mencegah penggabungan sel udara dalam adonan, menghasilkan tekstur yang diinginkan dan butiran remah halus,” ujar Christina Winarti, Peneliti BB Pascapanen, dilansir dari swadayaonline.com.

Tepung putih telur banyak dimanfaatkan untuk pelapis kue dan bahan pada kue yang membutuhkan daya busa tinggi dalam pembuatannya. Tepung putih telur juga banyak digunakan industri permen, membuat krim nouggat, atau sebagai bahan perekat.

Adapun tepung kuning telur banyak digunakan dalam pembuatan mayonaise, kue lapis, roti, donat dan kebutuhan lainnya. Sementara tepung telur utuh dibutuhkan dalam pembuatan kue, makanan bayi, mie telur, telur dadar, mayonaise, makanan kaleng dan beragam makanan ringan lainnya.

Dilansir dari tabloidsinartani.com, Direktur Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan, Kementerian Perindustrian, Enny Ratnaningtyas, mendukung pengembangan industri tepung telur di Indonesia sebagai bentuk hilirisasi. “Kenapa telur harus kita olah sebagai tepung telur? Terutama untuk meningkatkan lama waktu penyimpanan, mempermudah penggunaan dan efisiensi  penyimpanan,” tuturnya.

Produksi Mudah, Tapi Terkendala
Dilihat dari kemudahan pengolahannya, bukan hal mustahil bagi pelaku usaha dalam negeri untuk terjun di industri tepung telur. Seperti diungkapkan Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian (BB Pascapanen) Badan Litbang Pertanian, Prayudi Syamsuri, bahwa tepung telur merupakan salah satu produk olahan telur yang mudah dan tidak memerlukan teknologi yang rumit. Sebagaimana dilansir dari ekbis.sindonews.com.

“Prinsipnya adalah mengeringkan telur sampai kadar air di bawah 10%. Alat pengering bisa menggunakan pengering yang sederhana maupun pengering dengan oven, pengering tipe rak, drum dryer dan molen dryer,” tuturnya.

Dengan dibuat menjadi tepung telur, umur simpan telur bisa diperpanjang hingga satu tahun. Selain itu, penyimpanannya lebih mudah, kandungan gizi dan sifat fungsionalnya tetap terjamin, serta jangkauan pemasarannya lebih luas.

Sayangnya, kebutuhan industri roti dan makanan lain berbahan baku telur yang besar tak lantas menjadi prospek usaha yang mendapat sambutan antusias di kalangan pelaku usaha. Hingga saat ini, kebutuhan tepung telur dalam negeri dipenuhi dari impor, utamanya dari India dan Ukraina.

Bukan tanpa sebab, “nyandu impor” tepung telur ini ditengarai akibat harga telur dalam negeri yang masih tergolong mahal dan fluktuatif. Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Supriadi, mencontohkan bahwa di India sebagai negara asal impor tepung telur, harga telurnya berkisar Rp 12.300-12.400/kg. Sementara di Indonesia, harga acuan telur ayam di tingkat peternak pada Permendag No. 7/2020 sebesar Rp19.000-21.000/kg.

“Memang masalahnya di harga. Investor pasti mempertimbangkan suplai bahan baku. Apalagi di Indonesia harga telur berfluktuasi. Biasanya, mendekati hari raya Lebaran meningkat, kemudian jatuh pada akhir tahun seperti ini,” kata Supriadi dalam webinar Mengupas Peluang Industri Pengolahan Telur di Indonesia, November 2022, dilansir dari ekbis.sindonews.com.

Pendapat senada juga diungkapkan salah satu peternak Pardjuni, seperti dilansir dari CNBC Indonesia, Rabu (1/2). Menurutnya, membangun pabrik pengolahan tepung telur di dalam negeri masih menjadi hal yang mustahil. Hal ini disebabkan harga telur di dalam negeri masih tergolong mahal dan harganya fluktuatif.

“Seperti kemarin harganya sampai Rp 25.000 per kg. Tapi pada saat tertentu sampai Rp 15.000 per kg. Begitu telur mahal, mesin (pengolah tepung telur) itu pasti berhenti,” kata Pardjuni. (RA)

MENELISIK KESIAPAN INDUSTRI TELUR OLAHAN INDONESIA

FGD BBA 38 Membahas Probabilitas Industri Pengolahan Telur


Fluktuasi harga telur yang kerap terjadi menjadi permasalahan sendiri bagi peternak layer. Oleh karenanya pembentukan industri telur olahan bisa jadi alternatif dalam mengakali hal tersebut. Itulah yang dibahas dalam Focused Group Discussion (FGD) mengenai industri telur olahan (tepug telur) di Jakarta (17/10) yang lalu.

Diskusi tersebut diselenggarakan oleh LSM Pusat Kajian Pertanian Pangan & Advokasi (PATAKA) melalui acara bertajuk Bincang – Bincang Agribisnis (BBA). Yeka Hendra Fatika Ketua PATAKA mengatakan bahwa perlu dilakukan upaya dalam menyelesaikan masalah ini sehingga peternak ayam petelur dapat bernafas lebih lega. “Saya rasa industri ini sangat mungkin untuk dibuat di negeri kita, secara umum kan kita surplus untuk produksi telurnya dan ini bisa jadi solusi bagi permasalahan fluktuasi harga telur,” tuturnya membuka diskusi.

Pernyataan Yeka didukung oleh data yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita. Menurut data yang dipaparkan oleh Ketut, produksi telur dalam empat tahun terakhir rata-rata meningkat 1 juta ton. Tahun 2019, potensi produksi telur mencapai 4.753.382 ton dengan rata-rata produksi per bulan 395.187 ton.Produksi tersebut telah melampaui kebutuhan telur nasional tahun ini sebanyak 4.742.240 ton dengan rata-rata konsumsi per bulan 395.187 ton. Dengan begitu, kata Ketut, Indonesia tahun ini sudah mencapai surplus telur 11.143 ton. “Ketika kita surplus, tapi tidak bisa barang ni diekspor, mau nggak mau kan kita harus mencari akal, nah hayo siapa disini integrator yang berani mengambil peluang bisnis tepung telur ini?.” kata Ketut.

Bisnis pengolahan tepung telur dianggap prospektif di Indonesia, pasalnya impor tepung telur Indonesia menunjukkan peningkatan. Dari data Badan Pusat Statistik yang dipaparkan saat diskusi, impor kuning telur dan putih telur pada 2015 sebesar 1.310,33 ton. Volume impor meningkat menjadi 1.785,1 ton pada 2018. Memasuki 2019, kurun waktu Januari-Agustus impor tepung telur sebesar 1.130,27 ton.

Kendati demikian, Ketua Umum GPPU Achmad Dawami mengingatkan bahwa untuk menghadirkan industri ini membutuhkan investasi, pengalaman, waktu, skala, dan pendanaan yang perlu dikoordinasikan sejumlah pihak. "Investasinya bukan sedikit untuk industri karena betul-betul higienis. Telur media yang paling gampang terkontaminasi dengan bakteri, pasti pabriknya seperti laboratorium," ujarnya.
Selain itu, perlu dukungan penyediaan tempat atau lahan untuk pembangunan pabrik tepung telur. Terkait hal tersebut, kemudahan perizinan dan pendanaan dari bank dinilai sangat menentukan.Pemerintah pun perlu membuat kebijakan yang mendukung seperti insentif pajak. "Operasionalnya biar swasta yang jalan," imbuhnya.Industri tepung telur ini menurut Dawami tidak hanya sebagai penyangga, namun bisa berskala besar. (CR)





ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer