Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini stakeholder | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

MENELISIK KESIAPAN INDUSTRI TELUR OLAHAN INDONESIA

FGD BBA 38 Membahas Probabilitas Industri Pengolahan Telur


Fluktuasi harga telur yang kerap terjadi menjadi permasalahan sendiri bagi peternak layer. Oleh karenanya pembentukan industri telur olahan bisa jadi alternatif dalam mengakali hal tersebut. Itulah yang dibahas dalam Focused Group Discussion (FGD) mengenai industri telur olahan (tepug telur) di Jakarta (17/10) yang lalu.

Diskusi tersebut diselenggarakan oleh LSM Pusat Kajian Pertanian Pangan & Advokasi (PATAKA) melalui acara bertajuk Bincang – Bincang Agribisnis (BBA). Yeka Hendra Fatika Ketua PATAKA mengatakan bahwa perlu dilakukan upaya dalam menyelesaikan masalah ini sehingga peternak ayam petelur dapat bernafas lebih lega. “Saya rasa industri ini sangat mungkin untuk dibuat di negeri kita, secara umum kan kita surplus untuk produksi telurnya dan ini bisa jadi solusi bagi permasalahan fluktuasi harga telur,” tuturnya membuka diskusi.

Pernyataan Yeka didukung oleh data yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita. Menurut data yang dipaparkan oleh Ketut, produksi telur dalam empat tahun terakhir rata-rata meningkat 1 juta ton. Tahun 2019, potensi produksi telur mencapai 4.753.382 ton dengan rata-rata produksi per bulan 395.187 ton.Produksi tersebut telah melampaui kebutuhan telur nasional tahun ini sebanyak 4.742.240 ton dengan rata-rata konsumsi per bulan 395.187 ton. Dengan begitu, kata Ketut, Indonesia tahun ini sudah mencapai surplus telur 11.143 ton. “Ketika kita surplus, tapi tidak bisa barang ni diekspor, mau nggak mau kan kita harus mencari akal, nah hayo siapa disini integrator yang berani mengambil peluang bisnis tepung telur ini?.” kata Ketut.

Bisnis pengolahan tepung telur dianggap prospektif di Indonesia, pasalnya impor tepung telur Indonesia menunjukkan peningkatan. Dari data Badan Pusat Statistik yang dipaparkan saat diskusi, impor kuning telur dan putih telur pada 2015 sebesar 1.310,33 ton. Volume impor meningkat menjadi 1.785,1 ton pada 2018. Memasuki 2019, kurun waktu Januari-Agustus impor tepung telur sebesar 1.130,27 ton.

Kendati demikian, Ketua Umum GPPU Achmad Dawami mengingatkan bahwa untuk menghadirkan industri ini membutuhkan investasi, pengalaman, waktu, skala, dan pendanaan yang perlu dikoordinasikan sejumlah pihak. "Investasinya bukan sedikit untuk industri karena betul-betul higienis. Telur media yang paling gampang terkontaminasi dengan bakteri, pasti pabriknya seperti laboratorium," ujarnya.
Selain itu, perlu dukungan penyediaan tempat atau lahan untuk pembangunan pabrik tepung telur. Terkait hal tersebut, kemudahan perizinan dan pendanaan dari bank dinilai sangat menentukan.Pemerintah pun perlu membuat kebijakan yang mendukung seperti insentif pajak. "Operasionalnya biar swasta yang jalan," imbuhnya.Industri tepung telur ini menurut Dawami tidak hanya sebagai penyangga, namun bisa berskala besar. (CR)





ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer