Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini peternak mandiri | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH MELINDUNGI KEBERLANGSUNGAN HIDUP PETERNAK UNGGAS RAKYAT

Foto Bersama Narasumber Seminar

KPUN (Komunitas Peternak Unggas Nasional) berklobrasi bersama PSP3-IPB dan Saspri Nasional yang mewadahi para peternak unggas mandiri melaksanakan Seminar Perunggasan mengangkat tema “Tanggung Jawab Pemerintah Dalam Melindungi Keberlangsungan Hak Usaha Perunggasan Nasional”.

Acara tersebut dihelat di IICC Botani Square,Kota Bogor pada hari Rabu,(24/01/2024). Narasumber yang hadir diantaranya drh Agung Suganda Direktur Pakan Ternak, Ditjennakkeswan, Dr I Gusti Ketut Astwa Deputi 1 Bapanas RI, Alvino Antonio, Ketua KPUN, Dr Prabianto Mukti Wibowo, Komisioner Komnas HAM, dan Yeka Hendra Fatika yang merupakan Komisioner Ombudsman RI. Seminar juga dimoderatori oleh Prof Muladno yang merupakan mantan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, sekaligus pendiri Sekolah Peternakan Rakyat (SPR) dan Ketua PSP3 – IPB.

Dalam presentasinya, Drh Agung Suganda yang mewakili pemangku kebijakan memaparkan tentang arah kebijakan dan langkah-langkah kementerian pertanian dalam pelindungan dan peningkatan kesejahteraan Masyarakat perunggasan.

“Kami saat ini sedang melakukan perubahan-perubahan sebagaimana diperintahkan oleh Pak Menteri, tujuan utamanya bukan hanya bagaimana meningkatkan produksi daging unggas dan telur ayam kita.

Ia juga menyebut saat ini Kementan mendorong pemberdayaan perlindungan terhadap peternak rakyat. Dimana peningkatan kesejahteraan masyarakat termasuk juga para peternak mandiri yang melakukan usaha budidaya saat ini juga diperhatikan. 

Sedangkan Ketua KPUN Alvino Antonio dalam paparannya menyatakan rasa terima kasihnya atas terselenggaranya seminar ini. Dimana melalui seminar ini ada beberapa masukan dari instansi pemerintah lintas sektoral yang dapat diambil tindakan secepatnya.

"Tadi dijelaskan ada beberapa hal yang perlu diperbaiki diantaranya undang-undang dan beberapa aturan lain yang masih berpotensi merugikan peternak mandiri. Tentunya hal tersebut perlu dibahas lebih lanjut dan lebih mendalam bila perlu secepatnya. Hal yang akan disampaikan dan dibahas bersama lintas sektoral tadi diharapkan bisa menemukan jalan yang terbaik dan tercepat bagi industri perunggasan di Indonesia."tegas Alvino.

Masih menurut Alvino, peternak mandiri sejatinya telah terfokus meminta bantuan kepada pemerintah melalui kementan dan Kemendag, agar dapat berkonsolidasi mengangkat harga ayam dari peternak dengan harga yang sesuai. Karena harga ayam hidup itu jauh di bawah harga biaya produksi yang sekarang.

"Saat ini kami tidak bisa berbuat banyak karena harga pakan ternak terbilang tinggi harganya menyentuh Rp.10.000, untuk itu kami meminta pemerintah untuk bisa menekan harga pokok produksi khususnya pakan agar kami bisa menjual ayam dengan harga yang lebih baik,," ungkapnya.

Pada kesempatan yang sama, Komisioner Ombudsman, Yeka Hendra Fatika menegaskan pemerintah wajib memberikan perlindungan yang nyata bagi peternak unggas baik di tingkat kebijakan dan implementasi.

Yeka mengatakan, Ombudsman telah menerima berbagai aduan dari para peternak di antaranya terkait rendahnya harga jual ayam hidup di kandang, tingginya biaya sarana produksi peternak hingga permasalahan PKPU antara Peternak dengan Perusahaan Pakan.

Di sisi lain para peternak mandiri juga mengadu soal terhambatnya proses pembayaran dalam Program Pencegahan Stunting oleh Pemerintah kepada Peternak.

Menurutnya, upaya jangka menengah dan jangka panjang yang dapat dilakukan pemerintah adalah dengan mendorong diskon pasar produk dari integrator dengan peternak rakyat/mandiri.

Sementara itu Prabianto Mukti Wibowo, Komisioner Komnas HAM menyoroti masalah Rekomendasi dan Pengembangan Industri Perunggusan Nasional yang Berkelanjutan serta Berkeadilan. (CR)


TINGKATKAN LABA, PANGKAS RANTAI PEMASARAN DAN BANGUN RPHU MANDIRI

Semakin panjang rantai distribusi atau pemasaran, semakin besar disparitas harga di tingkat peternak dengan harga di konsumen. (Foto: Dok. Infovet)

Lima tahun mengalami kerugian, para peternak mandiri dan peternak rakyat yang tergabung dalam Sekretariat Bersama Perunggasan Indonesia menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (13/3).

Demikian dilansir dari nasional.kontan.co.id. Lebih lanjut disebutkan bahwa Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Jawa Tengah, Parjuni, menuturkan selama lima tahun ini, perlindungan pemerintah terhadap peternak UMKN tidak ada.

“Sudah lima tahun dari 2017 sampai hari ini. Peternak kecil makin hari makin habis. Ini adalah sisa kekuatan. Kami mengadu di Komnas HAM. Semoga Komnas HAM bisa memberi jalan keluar agar kami bisa bertahan hidup di negeri sendiri. Jangan sampai jadi kacung di negeri sendiri,” kata Parjuni dalam Aksi Damai Peternak Rakyat di Komnas HAM tersebut.

Salah satu langkah mendongkrak harga di tingkat peternak dikeluarkan Peraturan Badan Pangan Nasional No. 5/2022 pada 5 Oktober 2022. Dalam peraturan tersebut tercantum harga acuan daging ayam ras untuk konsumen sebesar Rp 36.750/kg karkas. Sementara harga acuan ayam hidup (live bird) di tingkat peternak untuk batas atas Rp 24.000/kg dan batas bawah Rp22.000/kg. Demikian informasi dari cnbcindonesia.com, Senin (13/3).

Namun, harga ayam ras pedaging per 13 Maret 2023, masih di bawah harga acuan batas bawah, yaitu Rp 20.470/kg. Hal ini menunjukkan bahwa peternak tidak memiliki posisi kuat dalam penetapan harga. Meskipun berada dalam posisi kurang diuntungkan, tak ada pilihan lain bagi peternak kecuali harus menjual ayamnya. Bahkan dalam beberapa kasus, ayam tetap harus dijual meskipun di bawah harga pokok produksi (HPP) alias jual rugi.

Oleh karena bersifat livestock, menahan ayam bukan menjadi sebuah solusi. Semakin lama dipelihara, biaya operasional pemeliharaan akan bertambah, misalnya dari penambahan biaya pakan dan perawatan.

Memahami Sistem Agribisnis Ayam Pedaging
Berbicara soal keuntungan usaha dalam sistem agribisnis ayam pedaging memang tidak bisa berdiri sendiri. Hal ini disebabkan sistem agribisnis perunggasan terdiri dari beberapa subsistem yang saling terkait. Dalam prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UGM, 2016 silam, dengan judul Analisis Rantai Pasok dan Distribusi Ayam Pedaging, Ratna Purwaningsih dkk. mengutip pendapat Saragih dan Tanjung yang mengatakan bahwa sistem agribisnis peternakan dapat dipetakan menjadi beberapa subsistem. Selain itu, terdapat pula beberapa kelompok mata rantai pasok di dalamnya.

Setidaknya, terdapat lima subsistem dalam sistem agribisnis ayam pedaging, yaitu subsistem agribisnis hulu, subsistem budi daya, subsistem pengolahan, subsistem pemasaran dan subsistem jasa penunjang.

Subsistem agribisnis hulu (upstream off-farm) adalah bisnis pendukung usaha budi daya yang menjadi input untuk usaha produksi peternakan. Beberapa pelaku usaha dalam subsistem yaitu perusahaan penyuplai bibit (DOC), penyuplai pakan ternak, penyuplai vaksin dan obat, serta penyuplai peralatan peternakan.

Pada subsistem peternakan (on farm), terdapat tiga pelaku usaha produksi. Ketiganya yaitu perusahaan peternakan besar (company farm), peternak kemitraan atau plasma dan peternak mandiri.

Adapun yang termasuk dalam subsistem pengolahan dalam rantai pasok ayam pedaging adalah rumah pemotongan hewan unggas (RPHU). Sementara subsistem pemasaran mencakup kegiatan distribusi oleh pengepul dan penjualan pada rumah makan, pedagang pengecer dan supermarket. Pada subsistem pemasaran inilah harga ayam pada tingkat konsumen terbentuk.

Subsistem jasa penunjang sendiri terdiri dari beragam fungsi seperti fungsi regulasi oleh dinas terkait, fungsi penelitian oleh Litbang Pertanian dan Perguruan Tinggi, fungsi penyuluhan oleh penyuluh dinas maupun swasta, fungsi informasi oleh media dan komunikasi personal, fungsi pengadaan modal usaha, fungsi pasar dan beragam fungsi lainnya.

Semakin Panjang Rantai Pemasaran, Semakin Besar Disparitas Harga
Menurut Ratna Purwaningsih, pedagang perantara dalam pemasaran ayam antara lain adalah broker, bakul dan lapak. Broker merupakan bakul besar dengan omset tertentu yang mendistribusikan penjualannya pada bakul lain berdasarkan delivery order. Dengan kata lain, broker tidak menjual ayamnya dengan menggunakan transportasi sendiri. Broker menyediakan modal besar untuk membeli ayam dari peternak. Modal tersebut akan kembali setelah bakul melakukan pembayaran order pada broker dari hasil penjualan ayamnya pada lapak.

Adapun bakul adalah pedagang perantara yang mengunakan modal transportasi sendiri untuk mengambil ayam hidup dari peternak (dari kandang atau farm) atau dari broker dalam jumlah yang besar. Sementara lapak adalah pedagang akhir di pasar yang menjual ayam pedaging dalam bentuk karkas pada konsumen. Karkas merupakan bagian bagian daging ayam beserta tulangnya, tanpa darah, bulu, kepala, kaki dan organ dalam.

Berdasarkan observasi yang dilakukan Ratna, ada tiga skema pemasaran daging ayam. Namun, skema yang akan dibahas dalam artikel ini adalah skema yang pertama, terdiri dari lima pelaku usaha, yaitu peternak, broker, bakul, lapak (pemotong) dan konsumen. Pada skema ini, peternak menjual ayam hidup pada broker. Kemudian, broker mendistribusikan ayam hidup pada bakul. Selanjutnya, bakul akan menjual kembali ayam hidupnya ke lapak. Di lapak atau pedagang akhir di pasar, ayam akan melewati proses pemotongan dan pembersihan dari darah, bulu, kepala, kaki dan organ dalam. Hasil akhir berupa karkas dijual pada konsumen akhir.

Adapun pembentukan harga yang terjadi yaitu ayam dengan bobot hidup 1,9 kg di tingkat peternak dibeli broker dengan harga Rp 15.000/kg. Selanjutnya, broker menjual ayam tersebut kepada bakul dengan mengambil laba sebesar Rp 200/kg. Dengan begitu, bakul mendapat harga Rp 15.200/kg dari broker. Kemudian bakul menjual ayam ke lapak pemotong dengan harga Rp 16.600/kg. Terdapat selisih harga sebesar Rp 1.400/kg, dengan rincian Rp 300/kg untuk biaya kendaraan dan Rp 1.100/kg untuk laba bakul.

Di lapak pemotongan, ayam dijual kembali dalam bentuk karkas dengan harga Rp 30.000/kg. Rincian penentuan harga tersebut sebagai berikut. Pertama, penentuan harga karkas. Dengan asumsi karkas 72%, harga karkas diperoleh dari membagi harga pembelian ayam dengan persentase karkas, yaitu Rp 16.600 : 0,72. Dengan begitu, diperoleh harga karkas Rp 23.000/kg. Selanjutnya, penentuan harga akhir karkas dengan menambahkan ongkos potong sebesar Rp 1.000/kg, biaya operasional Rp 5.000/kg dan laba untuk lapak pemotongan sebesar Rp 2.000/kg. Jadi, total harga karkas ayam yang dilepas ke pembeli selanjutnya adalah Rp 30.000/kg.

Bisa dibayangkan, bagaimana jika rantai pemasarannya lebih panjang lagi? Tentu saja, harga ke konsumen akan menjadi lebih mahal. Lantas, bagaimana jika harga konsumen dibatasi dengan harga batas atas atau tertinggi? Jawabannya sangat mudah. Jika selisih harga tidak bisa menekan ke atas, ia akan menekan ke bawah. Artinya, harga di tingkat peternak akan mendapat tekanan sampai tingkat paling rendah yang bisa diperoleh pedagang.

Pangkas Rantai Pemasaran, Perbanyak RPHU
Melihat subsistem budi daya yang berada diantara input produksi dan pemasaran memang serba sulit. Di satu sisi, peternak dihadapkan dengan biaya input produksi yang bisa naik setiap saat. Sementara di sisi lain, peternak menghadapi fluktuasi harga yang terkadang membawa untung dan terkadang membuat buntung. Namun, bukan berarti masalah yang ada tanpa solusi.

Dalam presentasinya berjudul Kinerja Bisnis Pembibitan Unggas 2022 dan Prospek Bisnis 2023 di Jawa Timur, Surabaya, Rabu (14/12), Ketua Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU), Achmad Dawami, mengatakan bahwa solusi mengatasi persoalan harga yaitu memperpendek rantai distribusi.

Pola utama distribusi ayam ras pedaging di Jawa Timur, yaitu dari produsen ke distributor, kemudian dari distributor ke pedagang eceran dan berakhir di konsumen. Dari produsen dan distributor, ayam masih dalam keadaan hidup (live bird). Sementara pemotongan dilakukan oleh pedagang eceran dan sampai ke konsumen dalam bentuk karkas.

Terdapat juga pola lain yang lebih panjang. Pada pola ini, produsen menjual ayam hidup kepada distributor, lalu distributor ke subdistributor. Kemudian dari subdistributor ke agen, dari agen ke pedagang eceran dan berakhir di konsumen. “Harus sedekat mungkin. Kalau yang paling ideal itu dari farm menuju RPA (rumah pemotongan ayam), lalu ke konsumen,” kata Dawami.

Semakin panjang rantai distribusi atau pemasaran, semakin besar disparitas atau kesenjangan antara harga di tingkat peternak dengan harga di tingkat konsumen. Dengan memperpendek rantai pemasaran, harga di tingkat peternak pun bisa diharapkan lebih menguntungkan.

Jika kondisi ideal dapat dicapai, ada selisih harga yang bisa dinikmati para peternak. Jika awalnya harga ditingkat peternak Rp 15.000/kg, peternak bisa mendapatkan harga Rp 16.600/kg dengan laba Rp 1.100/kg. Lantas, bagaimana jika peternak membangun sendiri usaha RPHU untuk peternakannya? Ada tambahan laba lagi sebesar Rp 2.000/kg.

No Pain, No Gain
Untuk mendapatkan tambahan laba atau keuntungan tentu membutuhkan usaha yang lebih dibanding pasrah pada nasib. Artinya, peternak perlu menyadari kondisi saat ini dan segera beradaptasi dengan kompetisi yang terjadi.

Memperpendek rantai pemasaran bisa mendatangkan laba tambahan bagi peternak. Namun, keterbatasan unit RPHU dapat menjadi kendala. Kecepatan potong RPHU tentu akan berpengaruh pada jadwal panen.

Dalam presentasinya, Achmad Dawami menampilkan data hasil survei yang menunjukkan bahwa secara nasional terdapat RPHU sebanyak 316 unit. Jumlah RPHU yang beroperasi sebanyak 268 unit dan unit yang memiliki NKV sebanyak 139 unit. Berdasarkan data dari 19 RPHU, yang terdiri dari 12 perusahaan pembibit dan tujuh perusahaan lainnya diperoleh informasi kapasitas potong sebanyak 183.188 ekor/jam. Sementara kapasitas cold storage sebanyak 42.352 ton.

Untuk mengatasi kendala keterbatasan RPHU yang ada, peternak dapat mengadakan RPHU sendiri untuk usaha peternakannya. Di setiap skala usaha peternakan, tempat pemotongan ayam memungkinkan untuk dibuat. Tentu saja, dengan skala teknologi yang sesuai dengan kapasitas produksi ayam. Untuk peternakan kecil skala UKM, pemotongan dapat dilakukan manual dengan tenaga manusia. Namun, semakin besar kapasitas produksi, semakin besar pula kebutuhan alat dan teknologi yang dibutuhkan.

Apakah dengan menambah RPHU sudah cukup? Ternyata tidak. Dibutuhkan usaha lain, yaitu kegiatan pemasaran. Wajar, karena untuk mendapatkan laba lebih, peternak harus mengambil alih pekerjaan dari bakul dan lapak pemotongan.

Membangun pasar konsumen yang selama ini dilakukan lapak pemotongan atau RPHU lain, kini harus diambil alih. Peternak perlu menambah modal untuk pengadaan alat dan SDM, sekaligus menambah wawasan tentang kualitas karkas ayam yang dihasikan terkait dengan ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal).

Di samping itu, peternak juga perlu memahami model pemasaran konvensional dan digital. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan daya serap pasar. Semakin pendek rantai pemasaran dan distribusi, semakin besar potensi laba yang bisa diperoleh.

Every problem has a solution. You just have to be creative enough to find it,” papar Dawami menyitir perkataan dari Travis Kalanick. Setiap masalah memiliki solusi, hanya perlu cukup kreatif untuk menemukannya. Di akhir presentasinya, Dawami juga menyitir sebuah ayat dalam Al Quran, yaitu Surat Al Insyirah 5 dan 6, yang berbunyi, “Karena sesungguhnya, sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya, sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (RA)

SUDAH SAATNYA PETERNAK MANDIRI BERTRANSFORMASI

Disarankan agar peternak membangun hilirnya dahulu meskipun dalam skala kecil. (Foto: Shutterstock)

Peternak broiler mandiri sering menghadapi berbagai permasalahan. Bagaimana caranya agar bisnis ayam pedaging bisa memberikan keuntungan yang layak dan stabil untuk mereka? Infovet mewawancara Nurul Ikhwan, peternak ayam asal Tasikmalaya, yang mempunyai ide-ide menarik untuk memperbaiki profit peternak mandiri.

Efisiensi Peternakan Mandiri, Memungkinkan?
“Efisiensi dari sisi biaya kadang kita tidak bisa mengendalikan misalnya ABK, upah, UMR. Harga yang menentukan pihak ketiga kecuali kita seperti perusahaan besar, dimana integrasi mereka sudah sempurna, sangat mampu untuk menekan itu semua,” kata Nurul Ikhwan yang kerap disapa Iwang ini.

Iwang mengatakan, solusi untuk peternak mandiri adalah dengan mengoptimalkan IP. Ada korelasi antara IP dengan FCR dan deplesi. Kuncinya adalah menekan FCR di angka 1,4, angka yang ideal dan masuk akal karena akan agak sulit jika menargetkan FCR di bawah 1,4.

Gangguan Eksternal
Peternak mandiri dihadapkan pada kemungkinan adanya gangguan eksternal. Misalnya pencurian, demo warga, binatang buas pemangsa, banjir dan lainnya. Menurut Iwang, hal tersebut bisa dicegah dengan cara sebelum membuka peternakan di sebuah kawasan dilakukan kajian keilmuan, peraturan dan sosial masyarakat.

Ada beberapa gangguan eksternal yang timbul jika tidak dilakukan kajian keilmuan. Seperti struktur lahan yang ternyata tidak cocok, transportasi sulit, termasuk daerah yang rawan banjir dan masih banyaknya binatang liar yang bisa mengganggu. “Setiap daerah mempunyai peraturan kawasan mana yang masuk area peternakan, perkebunan, pemukiman dan sebagainya,” kata Iwang.

“Ketika kita sudah memenuhi semua peraturan dan persyaratan di daerah tersebut dan sampai keluar izin, itu berarti sudah ditempuh analisis risikonya dari SKPD atau Satuan Kerja Perangkat Daerah.”

Kemudian perlu dilakukan juga kajian sosial masyarakat dengan melakukan pendekatan sebelum kandang mulai dibangun, atau bahkan sebelum tanah dibeli. Jelaskan dengan baik pada warga sekitar bagaimana dampak positif dan negatifnya dengan keberadaan peternakan untuk lingkungan mereka.

Perlu ada komitmen dengan warga tentang dampak positifnya. Bisa dengan memberikan kompensasi lingkungan, keterlibatan masyarakat sebagai tenaga kerja, sehingga sedikit banyak warga merasa ikut memiliki usaha peternakan.

Masalah eksternal tetap akan ada, namun jika pencegahannya sudah diterapkan dengan baik maka masalah yang akan datang tidak akan signifikan. Penyelesaiannya relatif mudah dan bisa didiskusikan dengan baik.

Pencatatan Keuangan
Pencatatan keuangan yang baik untuk sebuah usaha adalah hal yang wajib dilakukan. “Kami membangun sebuah usaha walaupun skalanya UMKM, pencatatan keuangan itu perlu. Solusinya merekrut yang paham accounting dan tax, serta kita pun harus mengerti tentang pembukuan meskipun tidak menguasai,” terang Iwang.

Menurutnya, jika diperlukan bisa juga memakai jasa konsultan, supaya bisa menentukan kebijakan dengan lebih baik. Untuk pencatatan bisa menggunakan Microsoft Excel yang sudah mencukupi untuk usaha peternakan mandiri.

Penyebab Penundaan Panen
Terkadang peternak terpaksa menunda panen. Iwang mengatakan, kebanyakan peternak mandiri menghasilkan dan menjual live bird. Ketika live bird dikeluarkan ke pasaran akan berlaku hukum pasar. Jika harga pasar tidak sesuai HPP, peternak bisa enggan dan menunda panen sehingga harus mengeluarkan cost tambahan.

“Kalau di atas HPP semua orang tidak akan menunda, karena pakan yang dimakan ayam ketika panen ditunda akan menambah biaya. Penundaan panen karena peternak menjualnya live bird, karena lebih gampang dijual, kalau harus memotong dulu di-add value itu perlu cost. Modal peternak terbatas, ketika besar dan kecil sama-sama keluar di situ terjadi ketidaksesuaian harga,” katanya.

Ketua Koperasi Peternak Milenial Jawa Barat ini mencoba menawarkan solusi berupa skema bisnis dari bawah ke tengah. Yaitu dengan menyiapkan dulu pasarnya. Bisnis broiler adalah bisnis rantai pasok. Untuk mengurai permasalahan peternak ayam pedaging, maka peternak harus mampu menguasai rantai pasok.

Perusahaan besar sangat kuat secara finansial dan bisnisnya, karena sudah sempurna rantai pasoknya. Peternak sebelum menambah populasi seharusnya menyiapkan dulu pasarnya, jangan sampai menambah produksi per periode tapi pasarnya itu-itu saja.

Jika menguasai rantai pasok meskipun dalam skala kecil, penundaan panen bisa dihindari. Peternak bisa bergabung menjadi beberapa kelompok untuk membangun rantai pasok. Integrasinya bisa secara vertikal jika bergabung di perusahaan yang sama. Atau secara horizontal, contohnya ada peternak yang khusus pembibitan GPS, khusus pembibitan FS, khusus RPA, khusus olahan dan seterusnya, sehingga semua mendapatkan profit.

Skala integrasi tidak harus besar, farming integration secara mikro akan sangat membantu peternak. Karena itu lanjut Iwang, penting bagi peternak memiliki jaringan pertemanan dengan visi yang sama. Membangun jaringan tersebut tidak terlepas dari membangun kepercayaan, konsepnya adalah jujur, saling mendukung dan saling terbuka.

Prospek Konsumen yang Menguntungkan
“Pendapat saya ritel, hotel dan semacamnya akan bisa terganggu cash flow-nya. Saya lebih menyukai menguasai kawasan pemukiman konsumen ibu rumah tangga dan mereka tidak akan berhutang,” jelas dia.

Disarankan agar peternak membangun hilirnya dahulu meskipun dalam skala kecil. Paling tidak hilir atau end user dibentuk selama setahun, memang cukup lama merintisnya tetapi lebih aman secara cash flow bagi peternak. End user yang terbaik bagi peternak adalah yang membayar kontan tanpa tempo, contohnya ibu-ibu rumah tangga.

“Kalau bisa memotong sendiri, punya mini RPA, bisa dijadikan add value di situ. Misalnya harga ayam parting lebih mahal dari ayam utuh, harga ayam marinasi lebih mahal dari yang parting,” lanjut dia.

Jika customer ritel, peternak harus siap dengan pembayaran tempo dan akan melalui rantai pasok yang panjang. Peternak bisa berada pada putaran uang yang besar namun sebagiannya dihutang sehingga cash flow menjadi merah. Jika menjual selapis di atas end user, yaitu pengepul pun selain tempo juga bisa terjadi terlambat bayar atau bahkan gagal bayar.

Dengan memiliki mini RPA peternak sangat mungkin bisa menjual karkas eceran pada ibu-ibu rumah tangga di daerahnya. Karena harganya akan lebih murah dibanding pasar karena memotong rantai pasok. Dari sisi konsumen pun merasa lebih aman karena bisa melihat sendiri RPA tempat ayam dipotong.

“Seharusnya peternak ke arah sana. Cuma mungkin sudah terlanjur dengan pola yang lama dengan putaran-putaran cash flow merah terpaksa muter daripada ‘mati’. Mau tidak mau harus bertransformasi menjadi peternak yang memiliki visi ke depan, serta membuat role model bisnis dengan menyesuaikan pada kebutuhan konsumen plus penyesuaian dengan aturan yang ada,” tambah Iwang.

Lebih lanjut Iwang mengatakan, peternak bisa mendapatkan keuntungan lebih jika bisa menambah variasi dan nilai pada karkas yang dijualnya. Bisa dijual dalam bentuk fresh, frozen, berbumbu, bahkan dengan konsep farm to table, dimana peternak menjual produk yang langsung bisa dikonsumsi.

“Kita bisa menjiplak role model bisnis yang bagus, misalnya dari perusahaan besar tapi kita adaptasi dengan model yang mini. Jangan memperbanyak populasi tapi jualan live bird itu sudah ketinggalan zaman. Jangan lupa juga buka pasar ekspor, konsepnya mudah tapi pelaksanaannya sulit, tapi bukan tidak mungkin untuk dilakukan,” pungkasnya. (NDV)

PETERNAK MANDIRI KHAWATIRKAN KENAIKAN HARGA SAPRONAK


Harga Daging Ayam Disinyalir Bakal Melonjak Seiring Kenaikan Harga Sapronak


Peternak ayam mandiri tengah was-was akibat pergerakan harga pakan. Pasalnya, pakan merupakan komponen terbesar biaya produksi ayam baik petelur maupun broiler. Hal tersebut disampaikan Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Jawa Tengah Pardjuni. Ia mengatakan harga pakan sejak Januari 2022 hingga akhir Maret 2022 sudah naik 8-10%. Selain itu harga DOC yang sudah mencapai Rp7.700-7.800 per ekor untuk yang sudah vaksin, menyebabkan biaya produksi peternak naik menjadi Rp20-21 ribu per ekor.

"Harga pakan ini mengalami kenaikan luar biasa. Dan akan susah turunnya. Karena sistemnya kan begitu ada order, pabrik akan memproduksi. Jadi, harga cocok, deal, pakan diproduksi, beli, Kalau harga nggak cocok yang nggak diproduksi," kata Pardjuni.

Padahal, lanjut dia, 70% biaya produksi ayam adalah untuk pakan.

"Yang naik itu semua jenis pakan dan konsentrat. Biaya produksi di peternak sekitar 70% untuk pakan," kata Pardjuni.

Di sisi lain, dia menjelaskan, saat ini adalah low season untuk peternak. Dimana, pembelian bibit atau anakan ayam untuk panen saat Lebaran 2022 sudah dilakukan pekan lalu. Selanjutnya, ujar dia, pembelian DOC akan turun sehingga harga anakan akan turun ke kisaran Rp5.500 - 6.000 per ekor.

"Karena nggak ada momen. Pembelian DOC saat ini adalah untuk panen setelah Lebaran. Jadi slow, puncak permintaan itu pekan lalu buat kejar panen Lebaran. Tapi pasokan aman, untuk Lebaran akan naik 20-30% seiring permintaan," kata Pardjuni.

Dengan turunnya harga DOC, biaya produksi diharapkan bisa terkoreksi.

"Kita prediksi Mei harga bagus dan biaya pokok produksi bisa turun karena DOC turun. Itu kalau harga pakan nggak naik. Ini harga pakan sudah alami kenaikan luar biasa, sudah 8-10% dari Januari ke akhir Maret 2022," kata Pardjuni.

Karena itu, dia menambahkan, peternak akan meminta perusahaan pembibitan ayam menurunkan harga DOC.

"Karena komponen yang paling bisa diturunkan itu biaya DOC-nya. Kalau pakan nggak bisa. Ibaratnya, suka harga, deal, produksi. Kalau nggak ya nggak ada pakan. Karena itu harga pakan juga nggak akan gampang turun," kata dia.

Dia memprediksi, harga pokok produksi bisa turun ke bawah Rp20.000 per kg jika harga DOC turun disertai harga pakan stabil tanpa lonjakan berarti.

"Sekarang saja kami beli pakan sudah Rp8.400 - 9.050 harga kandang. Biaya pokok produksi bisa Rp20-21 ribu per kg. Dengan harga jual saat ini, kami masih menikmati keuntungan. Tapi, nanti kalau pakan naik lagi, DOC turun, berarti jual impas. Kecuali kalau pakannya melonjak," kata Pardjuni.

Sementara itu, Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) nasional mencatat, harga rata-rata daging ayam ras pada 5 April 2022 bertengger di Rp37.800 per kg. Harga termahal di Nusa Tenggara Timur yang mencapai Rp47.650 per kg. Padahal sebelum puasa, harga daging ayam masih berkisar Rp 32.000 per kg. (INF)

PETERNAK BROILER SIAPKAN "AMUNISI" KAWAL JANJI DAN ARAHAN PRESIDEN

Pertemuan peternak mandiri di Bogor


Pada tanggal 15 September yang lalu akhirnya perwakilan peternak ayam dapat bertatap muka secara langsung dengan Presiden - RI. Diawali oleh aksi nekat Suroto, peternak layer dari Blitar yang membentangkan spanduk dikala kunjungan Presiden, akhirnya Presiden memanggil peternak menuju istana.Dalam pertemuan tersebut, Presiden meminta peternak untuk mengemukakan masalahnya dan berjanji akan segera menyelesaikannya.

Dalam menindaklanjuti hal tersebut GOPAN mengadakan pertemuan di Botani Square pada Selasa (21/9) yang lalu. Pertemuan tersebut dihadiri oleh peternak ayam mandiri Se -  Pulau Jawa. Herry Dermawan Ketua Umum GOPAN menyampaikan bahwa ada beberapa hal terkait isu perunggasan yang waktu itu ia kemukakan di depan Presiden. 

"Kalau Suroto cuma minta jagung dan harga jagung distandarkan, waktu itu saya mintanya lebih banyak, aji mumpung lah sekalian, kesempatan langka juga kan bisa ngomong di depan Pak Jokowi," tuturnya.

Ia menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang ia paparkan kepada Presiden pada saat itu diantaranya pemasaran hasil ayam broiler sering bermasalah, tingginya harga pakan dan Day Old Chick ( DOC ), serta isu mengenai data GPS yang berujung pada terjadinya over supply yang berkepanjangan.

Ketua Umum PINSAR, Singgih Januratmoko yang juga hadir dalam pertemuan tersebut juga menyampaikan bahwa dirinya telah memberikan usulan kepada Presiden agar Indonesia memiliki cadangan jagung sebesar 500 ribu ton dan dikelola oleh BUMN. 

"Kalau pemerintah punya stok, jika nanti harga jagung naik kan lebih mudah dikendalikan, selain itu stok juga bisa digunakan ketika memang jagung sedang langka dan berpotensi menaikkan harga pakan. Jadi semacam buffer begitu," tukas Singgih.

Di akhir pertemuan peternak mengambil beberapa langkah strategis yang akan segera dilakukan untuk menindaklanjuti janji dan arahan Presiden. Hal tersebut adalah : 

1. Pemasaran hasil ayam broiler sering bermasalah, terutama  yang dialami peternak mandiri kecil, karena sering bersaing dipasar tradisional dengan produksi dari perusahaan konglomerasi, oleh karena itu perlu adanya segmentasi produk ayam broiler. Perusahaan konglomerasi tidak  boleh  menjual ayam hidup, karena menjual ayam hidup merupakan segmen pasar peternak rakyat mandiri kecil.

2. Peternak rakyat mandiri sering dihadapkan tingginya harga pakan dan Day Old Chick ( DOC ) / anak ayam umur sehari, hal tersebut dipicu oleh tingginya harga jagung, dimana  jagung merupakan komposisi terbesar dari pakan ayam ( 50% ), sehingga peternak  akan mencoba mengupayakan  jagung dapat dijual dengan harga yang wajar dan ketersediaannya cukup. Seperti kondisi saat ini harga jagung yang mahal maka kami meminta pemerintah untuk melakukan import jagung untuk peternak mandiri lewat BUMN Pangan atau Koperasi.

3. Peternak juga akan mengusulkan pemerintah untuk mempunyai cadangan jagung pemerintah sebanyak 500.000 ton yang dilakukan oleh  BUMN Pangan.

4.  Ditetapkannya Harga Eceran Tertinggi ( HET ) Day Old Chick ( DOC ) / anak ayam  umur sehari dan Pakan, atau harga DOC disesuaikan dengan harga ayam hidup  yaitu sebesar 25 % dari harga ayam hidup, dan revisi harga acuan ayam hidup pada Permendag No. 07 tahun 2020.

5. Jika terjadi harga jual ayam hidup terendah ditingkat  peternak mandiri mohon BUMN  Pangan dapat ikut berperan untuk menyerap ayam-ayam  peternak mandiri dengan  ketentuan harga yang wajar dan dapat menjadi  cadangan pangan.

6. Ayam dimasukan keprogram bantuan-bantuan sosial baik tingkat  pusat, provinsi maupun kabupaten.

7. Kerataan kepemilikan indukan ayam ( Grand Parent Stock ) selanjutnya disebut  dengan GPS yang selama ini dikuasai oleh 2 ( dua ) perusahaan yang mendapat  kuota + 65 %. Peternak akan mengawal dan meminta kepada kementerian terkait agar DOC dapat didistribusikan secara merata dan  berkeadilan sehingga peternak mandiri yang naik kelas bisa juga mendapatkan   GPS tersebut. Dengan komposisi setiap perusahaan atau peternak mandiri mendapatkan kuota maksimal tidak lebih dari 20 %.

8. Terkait dengan  hal-hal tersebut  diatas yang bernuasa perlindungan terhadap  peternak rakyat mandiri kecil mohon diterbitkan PERPRES yang melindungi peternak mandiri.

9. Agar kondisi ini setiap saat dan setiap waktu bisa dilaporkan kepada  pemerintah ( Bapak Presiden ) kami meminta dibuat semacam team kecil  ( team monitoring dan evaluasi yang didalamnya ada perwakilan peternak  ungags rakyat mandiri ). (CR)


TEMUI KEMENTERIAN PERTANIAN, PERHIMPUNAN PETERNAK MINTA PERLINDUNGAN

Audiensi peternak mandiri yang tergabung dalam PPRN bersama Ditjen PKH di Gedung C, Kementan. (Foto: Dok. Infovet)

Para peternak ayam yang tergabung dalam Perhimpunan Peternak Rakyat Nusantara (PPRN) kembali menemui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian (Kementan), meminta perlindungan usahanya yang kerap merugi akibat produksi dan fluktuasi harga.

Dengan tetap menerapkan protokol kesehatan pencegahan COVID-19, rencananya peternak melakukan aksi damai di Gedung A Kementan dan Istana Negara. Namun hal itu disambut pemerintah dengan menggelar audiensi bersama Ditjen PKH di Gedung C, Kementan.

“Intinya dalam diskusi tadi peternak mandiri ingin meminta kepastian harga live bird (LB) minimal di harga acuan Permendag No. 7/2020. Memasuki Juli harga LB itu jeblok, paling parah di Jawa Tengah dikisaran Rp 10.000-11.000/ekor,” kata Ketua PPRN, Alvino Antonio, ditemui Infovet usai audiensi di Kementan, Selasa (28/7/2020).

Kendati demikian lanjut Alvino, walau pada Senin (27/7/2020), harga LB sudah mulai merangkak naik, namun masih tetap berada di bawah HPP (harga pokok produksi) peternak yang sebesar Rp 18.500. “Kita enggak tahu kenapa naiknya, tapi kan selalu disaat demo harga naik dan setelah demo harga turun lagi,” ucapnya.

Harga ayam pun diakui Alvino sempat bagus pada April-Mei 2020, namun itu tidak dirasakan peternak karena ketidaksiapan peternak mandiri pada saat chick-in dan kekurangan modal.

“Pemeliharaan peternak mandiri saat itu berkurang, sejak ditetapkannya pandemi COVID-19 harga justru sempat bagus tuh, kan lucu disaat pandemi yang katanya demand turun diperkirakan 50-60% tapi harga di atas 22.000/ekor, enggak masuk akal,” ungkap Alvino.

Ia menambahkan, “Memang saat itu kandang-kandang peternak mandiri belum siap akibat panen tertunda dan banyak yang tidak punya uang. Karena uang yang ditanam itu tinggal 25-30% dampak dari harga LB yang sempat menyentuh Rp 6.000-7.000/ekor, kalau HPP kita di 17.500-18.500 bisa dibayangkan kerugiannya seperti apa. Jadi otomatis pada mengurangi chick-in,”

Untuk itu ia pun menilai untuk memperbaiki harga di tingkat peternak, upaya cutting PS (parent stock) masih sangat diperlukan. “Tadi sempat dibicarakan juga, nanti biar pemerintah yang mengatur bersama para breeding PS saja,” kata dia.

“Pokoknya yang penting dari peternak mandiri, kita minta perlindungan kepada pemerintah agar keberlangsungan usaha kita jadi jelas, yakni harga LB tingkat peternak berada di harga acuan pemerintah.”

Hal senada juga disampaikan oleh peternak yang juga tergabung dalam PPRN, Kadma Wijaya. Menurutnya perbaikan harga di tingkat peternak sangat diperlukan agar usaha peternak rakyat mandiri tidak punah dan tetap bertahan.

Upaya Jangka Pendek-Menengah-Panjang
Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak, Ditjen PKH, Kementan, Sugiono, yang turut hadir dalam diskusi, menjelaskan beberapa langkah untuk stabilisasi perunggasan nasional.

“Dalam program jangka pendek kami akan mengoptimalkan data setting hatching report (SHR) sebagai acuan penyajian data supply dan demand FS (final stock) aktual setiap minggu,” kata Sugiono.

Berdasarkan basis data supply dan potensi demand mingguan tersebut, secara cepat dapat dilakukan tindakan antisipatif berupa pengendalian produksi FS melalui afkir dini PS. Penyerapan live bird peternak oleh mitra perusahaan perunggasan dan penugasan BUMN juga akan ada dikala supply berlebih dan harga live bird berada di bawah HPP.

Pemerintah juga dikatakan Sugiono akan mengawal penyimpanan dan distribusi daging beku (karkas) dari cold storage untuk menstabilkan harga daging ayam yang mahal melebihi harga acuan penjualan di tingkat konsumen.

“Kami juga menghimbau peternak mandiri agar segera melakukan Standing Order (SO) DOC FS kepada pembibit untuk 3-4 minggu ke depan. SO sebagai acuan produksi DOC FS, pembibit melakukan setting telur HE berdasarkan SO untuk peternak mandiri dan internal farm,” jelasnya.

Adapun langkah yang akan dilakukan untuk jangka menengah seperti mengusulkan review struktur biaya produksi ayam ras sebagai rekomendasi perubahan harga acuan Permendag No. 7/2020. Lalu, harga acuan pembelian di tingkat peternak untuk live bird dan telur ayam ras diupayakan mencapai efisiensi dalam aspek upaya produktivitas (performa) serta mempertimbangkan harga pakan dan DOC.

Selanjutnya, diharapkan adanya efisiensi biaya produksi maka HPP live bird dan telur ayam ras menjadi lebih rendah dan menjadi rekomendasi perubahan harga acuan Permendag yang dinilai terlalu tinggi. Meningkatkan Nilai Tukar Petani (NTP) subsektor peternakan dengan perbaikan harga LB dan telur ayam ras. Juga upaya memvalidasi data demand dari setiap provinsi sebagai basis perhitungan supply-demand menurut wilayah.

Sedangkan dalam upaya jangka panjang, pemerintah akan merumuskan kewajiban pemotongan ayam ras di RPHU dan optimalisasi cold storage untuk menekan peredaran LB. Optimalisasi tata niaga ayam ras melalui rantai dingin, akselerasi target peningkatan konsumsi daging dan telur ayam ras melalui promosi dan peningkatan industri olahan, serta akselerasi capaian target ekspor produk unggas dengan memperluas penerapan sistem kompartemen bebas AI. (RBS)

MENCOBA BERTAHAN DITENGAH PANDEMI

Suasana sederhana peluncuran pakan perjuangan di Balaraja (10/4) yang lalu

Pakan memegang peranan penting dalam suatu usaha budidaya ternak, sebagaimana kita ketahui bahwa 60-70% pengeluaran dari suatu peternakan bersumber dari pakan. Oleh karenanya ketersediaan pakan yang berkualitas dengan harga terjangkau akan sangat membantu peternak, terutama peternak mandiri.

Sayangnya beberapa waktu yang lalu harga pakan unggas ternyata naik. Banyak penyebab yang melatarbelakangi kenaikan harga pakan, mulai dari ketersediaan jagung, sulit masuknya bahan baku impor hingga harus mencari pengganti, dan lain sebagainya.

Dengan naiknya harga pakan yang disertai melorotnya harga live bird di pasaran akibat dampak wabah Covid-19, mau tidak mau, suka tidak suka peternak harus memutar otak untuk mengakali efisiensi biaya pakan.

Sebagai salah satu grup peternak mandiri, Trigroup rupanya sudah paham betul dengan hal ini. Melalui anak perusahaannya PT Pangan Sarana Niaga (PSN), mereka melakukan launching pakan ternak unggas mereka yang berlabel "Pakan Perjuangan".Dengan program Pakan Perjuangan ini, harapannya Trigroup dapat lebih membantu mengefisienkan biaya produksi para peternak mitranya.

"Ide dan gagasan tentang pakan perjuangan ini sudah lama, kami sadar betul bahwa selama 20 bulan terakhir harga jual live bird ini selalu dibawah HPP, sehingga akhirnya kita berpikir bagaimana kalau kita lakukan efisiensi dari biaya pakan," tukas Setya Winarno, salah satu pimpinan Tri group.

Sebelumnya pria yang akrab disapa Pak Win ini juga menuturkan bahwasanya Tri Group sendiri sudah banyak melakukan pembenahan di bidang produksi dan budidaya, namun memang nyatanya masih belum efisien. Sehingga akhirnya terbersit ide untuk mengkustomisasi pakan yang lebih tepat guna dengan harga yang terjangkau.

Dari segi performa, walaupun tidak "semewah" pakan pabrikan pada umumnya, pakan perjuangan ini ternyata dapat memberikan performa yang baik. Hal ini disampaikan oleh Drh Eko Prasetyo, konsultan kesehatan hewan Trigroup. 

"Untuk pakan dengan harga yang lebih terjangkau ketimbang pakan pabrikan konvensional performanya masih masuk, sudah ada hitung - hitungannya. Intinya masih bisa bersaing dengan pakan - pakan pabrikan lainnya kok," tutur Eko.

Trigroup tidak sendirian dalam memperjuangkan pakan perjuangan ini, mereka dibantu oleh pabrik pakan yang sudah melanglangbuana di dunia pakan unggas, PT Sierad Produce. Hal ini ditegaskan oleh Direktur PT PSN, Tema Panunggal.

"Kita bekerja sama dengan PT Sierad, baik dari segi formulasi, bahan baku, dan lain - lain. Kita juga saling sharing mengenai aspek teknis, jadi semua ide yang ada di kepala kita masing - masing bisa diakomodir sehingga terjadi win - win solution. Sama - sama enak lah," tutur Tema.

Sierad sendiri pun menyambut baik berjuang bersama Trigroup dalam menghasilkan pakan perjuangan, hal ini ditegaskan oleh Tugas Nugrohadhy, Sales Manager PT Sierad Produce. Ia mengatakan bahwa kerjasama antara Sierad dan Trigroup sudah berlangsung selama kurang lebih dua tahun. 

"Selama dua tahun ini sudah banyak yang kami berdua lakukan dalam pengembangan pakan perjuangan ini. kita sudah saling take and give, saling evaluasi juga antara kami dan Trigroup terkait performa, harga, dan lain - lain. So far, so good -lah," kata Tugas.

Ia juga berharap agar kerjasama ini dapat berlangsung lama dan dirinya juga terus berusaha mencari solusi terbaik agar nantinya pakan perjuangan tetap memiliki kualitas yang baik dengan harga terjangkau.

Pada Jum'at 10 April lalu, dalam launching perdananya sebanyak 20 ton pakan perjuangan akan didistribusikan ke peternak Trigroup. Rencananya distribusi pakan perjuangan ini akan terus berlanjut.

Meskipun begitu, ketika ditanya mengenai komersialiasi pakan perjuangan, baik Tema dan Setya Winarno sama - sama menjawab bahwa pakan ini nantinya akan digunakan untuk internal terlebih dahulu. Namun tidak menutup kemungkinan jika nantinya ada permintaan PT PSN siap untuk itu (komersialisasi).

"Masih jauh Mas untuk itu (komersialisasi), yang ingin kami sampaikan yakni ketika semua harga pada naik, pakan naik, sapronak naik, nih kami bisa bikin pakan kaya gini, seharusnya kalau peternak mandiri lainnya juga punya semangat dan kemauan, kami yakin pasti bisa juga. Semoga semangat ini juga menular kepada peternak lainnya," tutur Setya Winarno. (CR)


ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer