Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini pataka | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

PATAKA BAHAS LSD BERSAMA PARA STAKEHOLDER

Webinar PATAKA Membahas Wabah LSD

Rabu (20/4) Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA) mengadakan webinar yang membahas wabah Lumpy Skin Disease (LSD) yang melanda Indonesia baru - baru ini. Webinar digelar melalui daring Zoom Meeting dan live streaming melalui kanal youtube PATAKA. 

Ketua Umum PATAKA Ali Usman dalam sambutannya mengatakan, hadirnya LSD sebagai wabah baru di Indonesia merupakan kekhawatiran baru bagi para peternak dan pengusaha di sektor persapian. Oleh karenanya dibutuhkan respon dan penanganan yang tepat.

"Mungkin dari yang saya tahu penyakit ini kematiannya tidak terlalu tinggi, tetapi tetap saja kalau penularannya cepat, bisa gawat juga," kata Usman.

Lebih lanjut mengenai LSD dijelaskan oleh Ketua Umum PDHI Drh Muhammad Munawaroh. Secara rinci ia menjelaskan mengenai aspek - aspek terkait penyakit ini. 

"Di Indonesia ini penyakit masuk karena lalu lintas yang kurang terjaga, sebagaimana kita ketahui bahwa di negara lain ini juga terjadi dengan pola yang sama," kata dia.

Munawaroh juga menyoroti fasilitas check point yang kurang dimaksimalkan, padahal peran dari check point yang dimiliki oleh Kementan tersebut merupakan salah satu unsur esensial dalam mengendalikan penyakit hewan lintas batas, termasuk LSD. 

Selain itu ia juga menyebut bahwa penyakit LSD dapat menyebar cepat melalui vektor serangga terbang seperti nyamuk, lalat pengisap darah, kutu, dan caplak. Oleh karena itu mengendalikan vektor juga menjadi aspek penting dalam pengendalian LSD.

Yang tak kalah penting menurut Munawaroh yakni vaksinasi. Dengan dilakukannya program vaksinasi, penyakit dapat dicegah sedini mungkin, dan disinilah pemerintah juga harus banyak memfokuskan kegiatannya.

Dalam kesempatan yang sama pemerintah yang diwakili oleh Direktur Kesehatan Hewan Drh Nuryani Zainuddin mengatakan bahwa pemerintah telah mengerahkan segala upaya dalam mencegah LSD masuk ke Indonesia.

Sebelumnya pemerintah telah beberapa kali memberikan notifikasi terkait penyakit ini, upaya lain seperti pelatiahn teknis juga telah dilakukan, namun apa daya ternyata penyakit ini memang tidak terbendung.

Kini pemerintah memfokuskan diri dalam program vaksinasi darurat. Kurang lebih target vaksinasi sebanyak 450.000 dosis, dan baru 100.000 dosis yang baru bisa dilaksanakan karena terkendala dana.

"Sementara ini vaksinasi yang tersedia bagi 100.000 dosis, diharapkan nanti akan diperluas, kami sudah melakukan pengajuan anggaran terkait penanggulangan penyakit ini, namun karena dananya masih terbatas, jadi belum bisa maksimal juga kitanya," tutur dia.

Aspek sosial ekonomi menurut Nuryani juga menjadi tantangan yang harus dihadapi dalam mengendalikan LSD di Riau.

"Kami merasa ini sangat nyata, peternak dan pemilik hewan terlihat acuh. Mereka lebih takut ternaknya kena Jembrana daripada LSD. Ini bisa jadi duri dalam daging juga, meskipun begitu tetap kami lakukan pendekatan supaya mereka lebih aware dengan penyakit ini," kata dia.

Aspek ekonomi yang dimaksud oleh Nuryani yakni terkait dengan pengendalian lalu lintas ternak vs stok daging sapi. Dengan diperketatnya lalu lintas ternak, otomatis kemungkinan terjadinya kelangkaan daging sapi yang berujung kenaikan harga bisa saja terjadi, dan inilah yang menurutnya juga adalah kendala terbesar.

Sementara itu Drh Nanang Purus Subendro Ketua Umum Pehimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) juga menyoroti aspek lalu lintas ternak terkait mewabahnya LSD.

Menurut dia, dengan banyaknya pulau kecil di sekitar Sumatera memungkinkan tejadi pengiriman sapi secara ilegal dari luar. Sehingga perdagangan ilegal yang tidak terkontrol inilah yang menjadi faktor risiko juga.

Ia juga kerap kali ditanya oleh eksportir sapi asal Australia terkait wabah LSD di Indonesia. Menurutnya ini juga menjadi suatu hal yang cukup mengkhawatirkan.

"Bisa saja nanti teman - teman kami di Australia menyoroti hal ini, jadi nanti mereka bikin kebijakan untuk sementara tidak mengekspor sapi ke Indonesia. Ini kan bahaya, feedlot bisa rugi, lalu peternak juga rugi kalau yang diekspor dari sana dagingnya saja," tutur dia.

Selain itu, menurut Nanang Indonesia sedikit beruntung karena Riau merupakan daerah resipien sapi, bukan produsen. Ia membandingkan bila LSD datang pertama kali di Lampung , Jawa Timur, atau NTB.

"Kita sedikit beruntung, kalau dia sampai duluan di Lampung, Jatim, atau NTB akan lebih gawat. Itu daerah produsen dan kalau sudah ada wabah biasanya nanti akan terjadi panic selling. namun begitu tetap kita semua harus bekerja keras untuk mengendalikan wabah ini," tutur Nanang

BANJIR IMPOR DAGING KERBAU INDIA, KEMANA SAPI LOKAL KITA?

Impor daging kerbau India terjadi di tengah klaim produksi meningkat, konsumsi stagnan dan neraca defisit. (Foto: Istimewa)

Tahun 2021 Indonesia telah mengimpor daging kerbau asal India sebanyak 80.000 ton. Jumlah tersebut terkoreksi dari sebelumnya dimana kuota impor daging kerbau India sepanjang 2016-2020 mencapai 100.000 ton/tahun. Hal ini tidak lepas dari program pemerintah menyediakan daging murah untuk masyarakat.

Direktur Operasional PT Berdikari Persero, Muhammad Hasyim, mengatakan berdasarkan hasil Rakortas (rapat koordinasi terbatas) 2018, Berdikari mendapat penugasan impor daging kerbau sebanyak 20.000 ton atau sekitar 714 kontainer. Memasuki 2019, impor daging sapi Brasil sebanyak 10.000 ton hanya terealisasi 3.500 ton. Pada 2020, impor daging kerbau 50.000 dan sapi Brasil sebanyak 10.000 dengan realisasi impor daging kerbau 24.724 ton dan sapi 1.900 ton.

“Untuk 2021 impor daging kerbau tidak ada penugasan kepada Berdikari, yang ada hanya impor daging dari Brasil sekitar 20.000 ton dan realiasinya saat ini kurang lebih 16.560 ton,” ungkap Hasyim dalam Webinar PATAKA ke-67 “Banjir Kerbau India, Kemana Sapi Lokal Kita?”, Kamis (13/1/2021). 

Ketua Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo), Didiek Purwanto, mengatakan melalui BUMN Pangan importasi daging kerbau beku India 2016-2021 sebanyak 39.524 ton (2016), tertinggi 93.970 ton (2019), menurun menjadi 73.780 (2021), sedangkan realisasi impor daging Brasil 16.706 ton (2021). Impor dengan harapan mencapai harga Rp 80.000/kg secara nasional. Tetapi realisasinya, harga daging sapi lokal dalam negeri rata-rata Rp 105.000-109.000/kg sepanjang 2019-2021. Dinilai program impor daging kerbau India belum berhasil menurunkan harga daging sapi lokal dalam negeri.

Sementara Ketua Perhimpunan Peternak Sapi Kerbau Indonesia (PPSKI), Nanang Purus Subendro, mengatakan kebijakan impor daging kerbau bertujuan mulia menurunkan harga. Namun impor yang semakin meningkat khawatir terjadi banjir daging kerbau India ketika peternakan rakyat mulai bangkit.

Oleh karena itu menurut Direktur Eksekutif PATAKA, Ali Usman, kebijakan impor daging kerbau India harus dievaluasi. “Tataniaga harus dibenah, jangan hanya melihat sisi konsumen, tapi juga sisi produsen peternak rakyat. Biaya pemeliharaan sapi masih tinggi, hingga rantai pasok fasilitas masih minim, sehingga membuat harga daging sapi masih tinggi,” kata dia dalam keterangan tertulisnya.

Padahal berbagai program pemerintah untuk meningkatkan populasi tetapi defisit daging sapi masih cukup tinggi, sehingga Indonesia masih melakukan impor daging.

Ia mengusulkan, sistem informasi pangan dalam satu data supply-demand daging sapi harus dibangun. Tidak hanya data produksi, tapi angka konsumsi berbagai daerah. Sehingga pemerintah dapat mengetahui jumlah peternak dan ternaknya di tiap daerah, juga data biaya produksi pemeliharaan ternak, pasokan bahan baku pakan, penyediaan bibit, hingga sistem rantai pasok. Sehingga data harga daging bisa dilihat secara transparan oleh konsumen. (INF)

MEMPERTANYAKAN VALIDITAS DATA KETERSEDIAAN JAGUNG

Jagung, bahan baku esensial dalam pakan ternak

Jakarta (30/9/21). Pemerintah mengklaim produksi jagung surplus 2.7 juta ton secara nasional. Kemudian tersedia 120 ribu ton dengan Kadar Air 15 % - 17% di Kabupaten Grobogan, Semarang Jawa Tengah dan 15 ribu ton katanya ada di gudang perusahan di Provinsi Gorontalo.

Jikalau memang ada seharusnya pemerintah c.q Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) menugaskan Perum Bulog untuk serap jagung lokal di petani dan pabrikan. Sehingga Bulog segera melakukan operasi pasar di sentra peternak layer (ayam petelur) mandiri di Blitar Jawa Timur, Kendal Jawa Tengah dan Provinsi Lampung. “Masalahnya apakah jagung itu ada, ini masih diragukan oleh banyak pihak,” kata Ali Usman, Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA).

Dalam pernyataan sikap tersebut, Ali menyampaikan, dalam rakortas (rapat koordinasi terbatas) pada (22/9/2021) pemerintah sudah memutuskan tidak ada impor jagung, tetapi memaksimalkan serap jagung lokal. Hal ini dilakukan karena Kementan mengklaim stok jagung dalam negeri melimpah seperti di Grobogan dan Gorontalo. Kalau memang melimpah seharusnya pihak Kementan menugaskan Bulog untuk menyerap jagung disana. Sehingga stok jagung yang katanya ada itu dijadikan buffer stock nasional oleh Bulog.

Untuk operasi pasar, Bulog sebenarnya siap menyerap jagung lokal tetapi harga jagung masih tinggi di kisaran Rp 5.500 – 6.200 per kg sehingga Bulog sulit menjual jagung Rp 4.500 per kilogram ke peternak. Masalahnya, jika operasi pasar bersubsidi oleh Bulog melalui pendanaan komersial maka sangat membosankan Bulog, karena skema pinjaman Bulog masih menggunakan bunga komersial sebesar 8%.

“Walaupun ada pendanaan subsidi dari pemerintah melalui Kementerian Perdagangan. Maka mekanisme penugasan Bulog seperti juklak (petunjuk pelaksana) dan juknis (petunjuk teknis) seperti apa dan saya kira ini belum jelas. Karena itu, penting Kementan melakukan koordinasi dengan Kemendag untuk serap stok jagung oleh Bulog di Grobogan atau Gorontalo,” papar Ali dalam webinar PATAKA dengan tajuk “Tersandung Data Jagung” melalui zoom meeting Kamis (30/9/2021).

Validasi Data Jagung

Polemik harga jagung tidak lepas dari sengkarut data jagung yang disajikan oleh Kementan. Sebab data jagung tahun 2018 – 2021 stok akhir (ending stock) untuk tahun sebelumnya dan stok awal (beginning stok) tahun berikutnya selalu tidak sama. Bahkan beginning stok di awal tahun selalu tidak sama. Karena itu, perlunya validasi data prognosa jagung. Karena data prognosa jagung yang kurang valid dapat menyebabkan kebijakan pemerintah yang keliru.

Kemudian, kata dia, perlunya perbaikan data jagung juga terkait dengan perubahan luas lahan untuk tanam jagung selalu tidak sama dari tahun ketahun. Padahal tingkat keberhasilan panen sangat tergantung pada musim dan pupuk yang tersedia. Sedangkan perubahan data jagung harus dikonfirmasi ketika bencana alam menimpa seperti di NTB (Nusa Tenggara Barat) dan NTT (Nusa Tenggara Timur).

Selama ini sentra jagung berada di luar Jawa sedangkan kebutuhan jagung mayoritas ada di pulau Jawa. Seperti industri ayam broiler 11.8 juta ton pertahun, layer 3 juta ton pertahun, konsentrat layer 1.7 juta ton pertahun, breeder 2 juta ton per tahun dan lain-lain 1.1 juta ton dengan total kebutuhan 19 juta ton pertahun. Sedangkan prognosis jagung mencapai 22 juta ton di tahun 2021. Artinya Kementan mengklaim surplus 3 juta ton. “Kalau memang surplus seharusnya harga jagung stabil,” ungkapannya.

Solusi jangka pendek ini untuk menyelamatkan peternak. PATAKA menyarankan Kementan untuk menyerahkan data mentah jagung kepada BPS (Badan Pusat Statistik), hal ini sesuai instruksi Presiden Joko Widodo sehingga diharapkan satu data bidang Pertanian. Sehingga BPS bersama pihak Kementan untuk menghitung luas lahan potensi melalui Kerangka Sampel Area (KSA) seperti beras yang juga telah direvisi. Juga BPS dapat menghitung faktor produksi melalui pendekatan kualitas bantuan bibit, bantuan pupuk hingga potensi produksi jagung berdasarkan cuaca dan iklim. Sehingga produksi atau supply jagung lokal dapat ditentukan dalam negeri berapa. “Jika memang produksi melimpah data BPS yang bicara, kalau memang jagung kurang ya silahkan mau tingkatkan produksi dalam negeri atau impor,” ujarnya.

Karena itu, BPS harus segera mengambil langkah untuk menghitung data jagung sementara karena menunggu Sensus Tani 2023 masih lama. BPS dapat menganalisa jagung melalui angka produksi tahun 2010 – 2015. Pasalnya BPS tidak merilis data jagung sejak Kementan menyatakan produksi jagung meningkat sejak 2015. Kementan mengklaim produksi jagung dalam negeri meningkat 19,61 juta ton (2015), 23,58 juta ton (2016) dan 28,92 juta ton (2017) hingga tembus 30 juta ton (2018). Padahal menurut BPS, impor gandum melonjak 6,77 juta ton (2015) dan impor gandum melonjak tajam 9,77 juta ton di tahun berikutnya (2016).

Untuk solusi jangka panjang. PATAKA menyarankan pemerintah segera menerbitkan regulasi “Stabilisasi Harga Industri Perunggasan”. Gejolak industri perunggasan tidak hanya dirasakan peternak layer tetapi peternak mandiri broiler (ayam pedaging) juga mengalami yang sama. Harga pakan tinggi karena harga jagung selalu melonjak di atas Permendag Rp 4.500 per kilogram. Pemerintah dapat menghitung ulang HPP jagung di petani, HPP pakan untuk ternak broiler dan layer. Sehingga Kementan dan Kemendag dapat bersinergi untuk melahirkan regulasi stabilitas harga jagung, telur dan ayam.

“Yang penting petani peternak dapat menikmati keuntungan dalam berusaha, mereka saling ketergantungan. Jangan sampai saling menekan harga. Jika harga jagung melambung karena broker, silahkan pemerintah bertindak untuk menghapus rantai distribusi yang sangat panjang. Sehingga merugikan petani dan petani yang selama ini dilindungi oleh Undang-undang No.19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani,” tukas Ali. (INF)

PATAKA NYATAKAN SIKAP TERKAIT DATA JAGUNG

Jagung, komoditi penting di sektor peternakan


Jakarta. (21/9/21). Direktur Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA), Ali Usman mengatakan, Desas-desus data jagung yang dinyatakan surplus sebesar 2,37 juta ton oleh Kementan tidak mendasar ditengah melambungnya harga jagung mencapai Rp 6.200 per kg.

Menurutnya padahal sudah jelas peternak Layer, Suroto berteriak terkait mahalnya harga jagung, sampai akhirnya terdengar ke telinga Presiden. Singkat cerita Presiden memerintahkan Kementan agar menurunkan harga jagung paling tinggi di angka Rp 4.500/kg khusus ke peternak layer.

Kenyataannya Per-tanggal 21/09/21 realisasi bantuan harga jagung wajar tersebut tersalurkan hanya 1.000 ton dari 30.000 ton yang dijanjikan Presiden. Rincian distribusi jagung Koperasi Blitar 350 ton, Koperasi Kendal 300 ton, Koperasi Lampung 200 ton dan Koperasi PPN 150 ton.

“Sedangkan Kementan masih bersikukuh bahwa jagung surplus, tetapi harga jagung masih tinggi di berbagai daerah terutama di Sumatera, Jawa, NTB, Kalimantan dan Jawa. Diluar harga bantuan Presiden kepada Peternak Blitar Jawa Timur. Kalau memang surplus seharusnya harga jagung lebih murah bukan sebaliknya. Lalu mau sampai kapan Desas-desus Jagung Surplus ini berlanjut,” tegas Ali.

Pasalnya, kata Ali, Presiden Joko Widodo baru mengetahui masalah jagung dari aksi nekat Suroto membentangkan poster di Blitar sehingga di undang ke Istana Merdeka. Dia kira harga jagung baik-baik saja karena Kementan surplus. Ali menyampaikan, munculnya fenomena Suroto adalah momentum menyadarkan pemerintah c.q Kementerian Pertanian bahwa Desas-desus Surplus Jagung harus segera di akhiri.

Sudah saatnya DPR RI mengambil langkah strategis untuk Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, KemenKo Ekonimi dan Kementerian Badan Pusat Statistik (BPS). Guna menghitung supply-demand dan neraca jagung nasional. Sehingga persoalan segera diakhir dan mencapai kesepatakan bahwa data Jagung kedepan harus dikelola oleh BPS tidak lagi dklaim sepihak oleh Kementan.

Karena itu, ego sektroral lembaga harus dibuang jauh-jauh, seharusnya Kementan koordinasikan ketika ada masalah sehingga terjadi harmonisasi petani-peternak. Petani-peternak bagian penggerak ekonomi negara, kedunya saling membutuhkan dan jangan saling menekan harga. Dan inilah momentum harmonisasi stakeholder perunggasan layer baik petani, peternak, pelaku usaha jagung, distributor jagung dan industri pakan.

PATAKA DESAK PERPRES BARU KOMODITAS PETERNAKAN STRATEGIS

Ternak ayam broiler. (Foto: Infovet/Ridwan)

Carut-marut bisnis perunggasan tidak lepas dari persaingan usaha antar korporasi, peternak menengah atas hingga skala kecil (peternak rakyat). Misalnya komoditas ayam broiler yang mengalami pertumbuhan signifikan pada perusahaan skala integrasi melalui PMA/DAN panjang dua dekade.

Hal itu membuat Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) mendesak terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) terkait perbaikan komoditas peternakan strategis.

Dalam keterangan tertulisnya, Jumat (17/9/2021), Ketua Pataka, Ali Usman, membeberkan tumbangnya para peternak skala rakyat akibat persaingan usaha yang dinilai tidak sehat. Salah satunya jebloknya harga ayam panen (live bird) yang kerap berada di bawah harga acuan pemerintah Rp 19.000-21.000/kg.

"Hal itu akibat meluapnya pasokan (oversupply) di hulu, meskipun dilakukan cutting tetapi persoalan masih terjadi. Derasnya investasi asing yang juga diperbolehkan melakukan budi daya membuat oversupply terjadi," jelas Usman.

Selain ternak broiler, lanjut dia, usaha ternak layer kini juga mengalami nasib serupa. Kelebihan produksi membuat harga telur terpuruk. Apalagi ditambah lesunya permintaan karena PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) akibat pandemi COVID-19.

Usman juga menambahkan, selain oversupply, persoalan langkanya pasokan jagung dan harganya yang melambung juga membuat biaya pakan membengkak. Padahal sebanyak 40-60% jagung merupakan komponen utama pakan ternak unggas. Harga jagung pun kini berada di atas Rp 6.000/kg.

Desakan dari peternak pun, kata dia, sudah terdengar sampai ke telinga presiden, akibat salah satu peternak membentang poster soal mahalnya harga jagung.

“Meskipun presiden telah menerima kunjungan dari perwakilan peternak, saya merasa pesimis persoalan ini bisa diselesaikan dengan cepat. Mengingat pasokan jagung dalam negeri langka. Sekalipun ada impor, harga jagung dunia juga mahal menyentuh di atas Rp 5.000/kg sampai ke Indonesia,” jelas Usman.

Lebih jauh diungkapkan, persoalan industri peternakan broiler dan layer bukan masalah baru. Oversupply terjadi selama dua dekade, tetapi pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian belum mampu menuntaskan. Padahal dalam UU No. 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dalam Pasal 32 Ayat (1) mengatakan pemerintah dan pemerintah daerah mengupayakan agar sebanyak mungkin warga masyarakat menyelenggarakan budi daya ternak. Artinya pemerintah berkewajiban membina dan memfasilitasi masyarakat untuk mengajak berusaha, sehingga tercipta usaha peternakan yang dapat membantu usaha rakyat dan memajukan roda perekonomian.

“Selama ini banyak peternak melakukan budi daya tetapi kegairahan peternak merasa terganggu akibat kebijakan-kebijakan yang tidak pro terhadap peternak rakyat," ucapnya.

Oleh karena itu, Pataka mendesak Presiden Joko Widodo segera menerbitkan Perpres tentang Komoditas Peternakan Strategis guna melindungi peternak rakyat. Perpres menata industri perunggasan dari hulu-hilir agar semua pihak dapat diuntungkan.

"Presiden harus mengajak seluruh stakeholder untuk bertumbuh bersama agar industri perunggasan berkembang dengan baik. Sebab nilai bisnis perunggasan lebih dari Rp 500 triliun. Semua pelaku usaha anak bangsa harus bisa menikmati, jangan hanya kelompok usaha tertentu, terutama perusahaan asing," pungkasnya. (INF)

TALKSHOW KUPAS INTEGRASI HORIZONTAL DI INDUSTRI PERUNGGASAN


Ketua PPN Yudianto Yosgiarso, salah satu pembicara talkshow 

Perwujudan konsep integrasi horizontal di industri perunggasan secara perlahan namun pasti telah dirintis melalui wadah koperasi peternak. Hal ini disampaikan oleh  Ketua Presidium Pinsar Petelur Nasional (PPN), Ir Yudianto Yosgiarso dalam talkshow daring kerjasama AIPI, PATAKA, dan IPB pada Rabu (15/6).

Yudi menyebutkan saat ini, para peternak ayam petelur (layer) di Lampung bersatu dalam koperasi dengan arahan Ketua PPN Cabang Lampung Ir Jenny Soelistiani MM sekaligus berkolaborasi dengan perguruan tinggi di Lampung. Tambah Yudi, di Lampung juga kini terdapat Kampung Layer.    

“Peternak layer di Kabupaten Blitar, Jawa Timur juga berhimpun dalam wadah Koperasi Peternak Unggas Sejahtera (Putera) Blitar,” imbuhnya.

Kendati demikian, menurut Yudi menyatunya kekuatan peternak dalam koperasi ini tetap harus dijaga serta memerlukan pembinaan dari pemerintah.

 “Kami tentunya berharap kepada pemerintah dalam hal ini Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), Kementerian Pertanian, akademisi, para pelaku usaha perunggasan serta semua pihak terkait untuk memberi arahan dan fasilitas untuk peternakan rakyat,” tandas Yudi.

Lebih lanjut Yudi mengatakan cita-cita para peternak memiliki bibit (DOC) sendiri, juga mengenai harga pakan maupun bahan baku yang sering mengalami kenaikan ini agar memiliki kejelasan.” Jadi para peternak tidak tergantung pada perusahaan,” tuturnya.  

Prof Muladno selaku Kepala Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3) IPB adalah sosok yang memperkenalkan istilah Integrasi Horizontal Peternakan Rakyat.

Integrasi horizontal merupakan kerjasama kesetaraan empat pihak untuk saling memperkuat dalam ikatan kuat secara berkelanjutan. Empat pihak tersebut adalah peternak kecil-menengah yang terkonsolidasi dalam bentuk koperasi, kemudian perusahaan/pemitra pengayom koperasi, pemerintah kabupaten/kota sebagai fasilitator dan regulator serta perguruan tinggi sebagai pemegang otoritas pengembang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pada kesempatan yang sama, Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM M Riza Damanik mengatakan sinergi antara pemerintah, akademisi, dan pelaku usaha amat dibutuhkan agar industri perunggasan bisa bangkit kembali.

“Konsep integrasi horizontal sejalan dengan apa dan yang ingin dilakukan pemerintah. Salah satu solusi yang kami tawarkan adalah dengan membentuk koperasi modern. Peternak skala kecil harus berhimpun dalam koperasi agar memiliki posisi tawar yang kuat,” terang Riza.   

Riza menambahkan pentingnya integrasi usaha hulu hilir dengan pelibatan kemitraan beberapa pihak dalam rantai pasok atau inklusif, adopsi teknologi, akses pembiayaan, terhubung dengen offtaker dan memiliki tata kelola manajemen profesional.  

“Tahun 2021, kami menargetkan 40 koperasi pangan modern dari total 100 koperasi yang ditargetkan dengan ada adanya keterlibatan lembaga tentunya akan memudahkan akses pembiayaan, termasuk asal LPDB yg tahun ini penuh untuk pembiayaan koperasi,” jelasnya.

Talkshow daring “Kebijakan Berbasis Evidence Dalam Integrasi Horizontal di Industri Perunggasan” ini juga dihadiri Prof Dr Satryo Soemantri Brodjonegoro (Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia/AIPI) dan Ir Teguh Boediyana MSc (Ketua Komite Pendayagunaan Pertanian). (NDV)

 

KEMENDAG : EFISIENSI DALAM BETERNAK ATAU MATI TERGILAS IMPOR!

Kemendag minta peternak lebih efisien agar harga ayam terjangkau


Kementerian Perdagangan mengatakan impor daging ayam dari negara yang bisa menawarkan harga lebih murah, seperti Brasil, adalah sebuah keniscayaan.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Syailendra mengatakan melihat tren harga daging ayam mahal yang ada saat ini, impor daging ayam murah hanya masalah waktu saja.

"Kalau melihat tren, ini akan kalah, tetap. Ini hanya soal mengulur waktu saja. Kita tidak tahu apakah mampu mengulur waktu dalam setahun, setahun setengah, atau 2 tahun. Tetapi daging ayam yang murah akan masuk," katanya pada webinar Pataka bertajuk Harga Jagung Melambung, Selasa (20/4).

Saat ini saja, lanjutnya, masyarakat sudah teriak harga daging ayam mahal. Menurut dia, harga daging ayam per kilogram berkisar antara Rp30 ribu hingga Rp44 ribu.

Kenaikan ini dipicu oleh mahalnya harga bibit anak ayam atau Day Old Chicken (DOC), juga pakan ternak yang selangit.

Pakan ayam seperti jagung misalnya mengalami anomali karena terjadi di tengah kenaikan produksi. Dia mengatakan rata-rata harga jagung produksi lokal pada April 2021 mencapai Rp4.263 per kg atau naik 6,52 persen dari rata-rata harga Maret, Rp4.002 per kg.

Sementara, harga acuan Kemendag paling tinggi untuk jagung kadar air 15 persen seharga Rp3.150 per kg dan Rp2.500 per kg untuk kadar air 35 persen di tingkat petani. Masuk ke pabrik, lanjut Syailendra, harga pakan naik hingga Rp7.000-Rp8.300 per kg.

Kalau sudah begitu, harga daging ayam di pasaran jadi selangit, mengingat kontribusi pakan terhadap harga daging ayam mencapai 60 persen.

Oleh karena itu, ia mengingatkan industri pakan untuk menekan harga bila tidak mau konsumsi beralih ke impor yang mampu bersaing.

"Saya ingin mengajak teman-teman lakukan efisiensi dan meningkatkan produktivitas kita bagaimana harga pakan itu murah, DOC murah, sebelum yang dari luar akan menyerbu kita," bebernya. (CNN/IFT)


ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer