Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini media briefing | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

TROUW NUTRITION SIAP JAWAB TANTANGAN EFISIENSI DI INDUSTRI PETERNAKAN

Team Trouw Nutrition Indonesia Bersama Awak Media
(Sumber : Trouw)

Jumat (24/2) yang lalu PT Trouw Nutrition menggelar Media Briefing di Kantornya yang berlokasi di Talavera Office park. Sejumlah awak media di bidang peternakan hadir dalam acara tersebut. Tujuannya yakni memperkenalkan lini produk Trouw sekaligus memaparkan berbagai macam program yang akan dieksekusi oleh Trouw. 

Yana Ariana selaku Feed Additive & Animal Health Director PT Trouw Nutrition Indonesia memperkenalkan salah satu brand feed additive milik mereka yakni Selko® yang berasal dari Tiburg, Belanda. 

"Selko® sudah ada sejak tahun 1983. Selanjutnya Selko® mengembangkan sayapnya di A.S dengan mengakuisisi Micronutrient pada tahun 2004 dan pada tahun 2022 seluruh lini bisnis feed additive di Nutreco menggunakan merek Selko®," tutur dia.

Yana melanjutkan di Indonesia sendiri, lini bisnis feed additif Trouw telah mengalami perkembangan pesat sejak hadir di tahun 2016, hal tersebut dapat dilihat dari data pertumbuhan volume sejak tahun 2022 yang mencapai 54% dibanding tahun 2021. Sementara itu pada tahun 2023, Trouw berambisi menargetkan pertumbuhan sebanyak 56% dibanding tahun 2022.

Dalam kesempatan yang sama Feed Safety & Quality Program Manager Trouw Roro Ginting mengatakan bahwa Selko memiliki program yakni feed safety & quality along the chain yang mampu menjaga keamanan pakan mulai dari bahan baku hingga pakan jadi.

"Program ini menawarkan solusi untuk memastikan keamanan pakan dan mampu menjaga nilai nutrisi bahan baku dari proses penyimpanan hingga menjadi pakan jadi dengan cara mengkontrol tingkat mikroorganisme, pertumbuhan jamur dan level cemaran mikotoksin agar memenuhi standar dan menjaga kualitas terbaiknya. Kami berkomitmen menjaga kualitas keamanan pakan hingga makanan jadi agar aman untuk ternak," tutur Roro.

Trouw juga masih akan berfokus pada penyediaan trace mineral yang menjadi salah satu spesialisasinya di tahun 2023. Menurut Trace Minerals Program Manager Trouw, Kinasih Sekarlangit mereka menyadari betul bahwa trace minerals merupakan bagian penting di dalam pakan untuk mengoptimalkan kesehatan serta performans ternak. Namun demikian, mayoritas bahan baku pakan belum mampu mencukupi suplementasi trace minerals untuk memenuhi kebutuhan ternak.

"Selain hal tersebut, banyaknya jenis trace mineral yang tersedia di market saat ini, menjadi penting untuk  bisa mengkaji kembali pemilihan trace mineral yang akan ditambahkan di dalam pakan karena tidak semua trace mineral memilik kualitas yang sama. Menjawab hal tersebut, Selko hadir dengan program Trace Mineral Optimisation, menawarkan trace mineral yang memiliki stabilitas dan bioavailabilitas tinggi sehingga memberikan nilai nutrisi yang lebih baik untuk ternak dengan portfolio trace mineral yang kami miliki," tuturnya.

Trouw juga akan berfokus dengan kesehatan dan performa ternak. Dalam hal ini Susanto selaku Performance & Health Program Manager menyampaikan bahwa pada program perfomance & health Trouw  menawarkan program yang berupa pengurangan penggunaan antibiotik, pengendalian salmonella, heat stress, dan yang terbaru adalah phytogenic alias herbal.

"Berbagai jenis produknya dalam bentuk asam organik dengan teknologi smart blends (dalam bentuk powder & cair) dapat diaplikasikan lewat pakan dan air minum. Keduanya berfungsi untuk meningkatkan kesehatan dan kinerja ternak. Beberapa jenis produk kami juga memiliki fungsi dan nutrisi yang berbeda – beda, disesuaikan dengan target bakteri dan area pada saat masuk ke dalam saluran pencernaan. Sedangkan untuk phytogenic baru akan dihadirkan bulan depan pada event VIV Asia di Bangkok, tujuan kami ingin menjawab kebutuhan pelanggan untuk produk herbal," tutur Susanto.

Dalam program performance & health Susanto juga menawarkan customized solution yang terintegrasi melalui pendekatan feed, farm, and health

"Untuk feed kami menawarkan nutrisi yang lengkap sesuai dengan kebutuhan termasuk dari formulasi dan bahan baku berkualitas. Farm, berkaitan dengan higiene peternakan termasuk disinfeksi, alur masuk transportasi, dll. Sedangkan, health berkaitan dengan kesehatan pencernaan usus. Ditambah lagi program ini juga menawarkan pelayanan diantaranya analisis pakan dan bahan baku di Masterlab Asia, Selko IWS (inline water system) untuk mendukung aplikasi acidifier liquid, feed scan untuk salmonella, dan gut health scan" tutup Susanto. (CR)


BERSAMA MENCEGAH RESISTENSI ANTIMIKROBA


Dibutuhkan kerjsama lintas sektor dalam mengendalikan AMR

Sebagaimana kita ketahui bahwa pekan kesadaran antimikroba sedunia (World Antimicrobial Awareness Week) diperingati tiap tahunnya pada 18 - 24 November. Peringatan ini ditujukan untuk meningkatkan kesadaran ketahanan antimikroba secara global dan mendorong praktik nyata para pemangku kepentingan, termasuk sektor kesehatan, perikanan, dan peternakan, untuk mencegah bahaya kesehatan pada manusia akibat resistansi antimikroba.Resistensi antimikroba juga sudah menjadi isu global, buktinya dalam pertemuan G20 nanti isu tersebut merupakan salah satu isu yang bakal dibahas. 

Dalam rangka memperingati event tersebut FAO, WHO, USAID, bersama Kementerian Kesehatan, Pertanian, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan berkolaborasi melaksanakan media briefing mengenai pentingnya antimikroba kepada awak media (18/11) yang lalu melalui daring zoom meeting.

AMR Kian Mengkhawatirkan

Dalam presentasinya Direktur Mutu dan Akreditasi Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalsum Komaryani mengatakan bahwa saat ini kematian akibat resistensi antimikroba mencapai 700 ribu orang per tahun dan diprediksi di tahun 2050 bisa mencapai 10 juta orang per tahun di seluruh dunia.

"Distribusinya diprediksi terbanyak di Asia dan Afrika sekitar 4,7 juta jiwa dan Afrika 4,1 juta jiwa, sisanya di Australia, Eropa, Amerika,” tutur Kalsum.

Kalsum menjelaskan, strategi pengendalian resistensi antimikroba yang sudah dilakukan di Indonesia adalah dengan meningkatkan kesadaran dan pemahaman resistensi antimikroba, melakukan peningkatan pengetahuan, dan bukti ilmiah melalui surveilans. Saat ini, ada 20 rumah sakit yang terpilih untuk melakukan surveilans antimikroba yang terdiri dari rumah sakit umum pemerintah pusat dan RSUD.

Upaya selanjutnya pengurangan infeksi melalui sanitasi hygiene, optimalisasi pengawasan dan penerapan sanksi jika peredaran dan penggunaan antimikroba tidak sesuai standar, serta peningkatan investasi melalui penemuan obat, metode diagnostic, dan vaksin baru.

Dalam rencana aksi global tahun 2015, disusun dengan pendekatan multi sektor atau pendekatan One Health. Di dalamnya ada lima strategi utama bagaimana negara-negara dapat melakukan pengendalian AMR dan memitigasi dampaknya, yakni Peningkatan Kesadaran terhadap AMR, Surveilans, Pencegahan Infeksi, Penatagunaan Antimikroba, serta Riset dan Pengembangan.

Peternakan dan Perikanan Berbenah

Beberapa sektor yang rentan berisiko dan kerap disalahkan ketika terjadi resistensi antimikroba adalah perikanan dan Peternakan. Dalam paparannya, Dirjen Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan TB Haeru Rahayu mengatakan, untuk bisa memelihara ikan, udang, dan komoditas akuatik lainnya dibutuhkan upaya untuk menjaga kesehatannya.

Sementara dalam program manajemen kesehatannya pembudidaya belum bisa lepas dari penggunaan obat, baik itu yang sifatnya herbal maupun yang sifatnya kimiawi. Salah satunya yakni masih digunakannya sediaan antimikrobial seperti beragam jenis antibiotik.

"Ini yang sedang kita coba kendalikan untuk penggunaannya supaya lebih bijak, supaya tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari,” katanya.

Ia melanjutkan, dampak penggunaan antimikroba yang tidak terkendali kemudian dilepas ke alam atau ke lingkungan maka ini bisa berpengaruh secara tidak langsung.

“Saya beserta jajaran terus memotivasi teman-teman, memotivasi pembudidaya untuk tetap bijak menggunakan antibiotik ketika memang hanya diperlukan saja dan sesuai kebutuhan,” ucap Haeru.

Pengendalian AMR di sektor peternakan juga perlu diperhatikan. Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Nuryani Zainuddin mengatakan, Kementan sudah mengeluarkan berbagai regulasi pengendalian di sektor kesehatan hewan.

Secara tegas pada UU 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan pasal 51 ayat 3 menyebutkan setiap orang dilarang menggunakan obat hewan tertentu pada ternak yang produknya untuk konsumsi manusia. Selain itu, dalam Permentan 14/2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan pada pasal 4 disebutkan obat hewan yang berpotensi membahayakan kesehatan manusia dilarang digunakan pada ternak yang produknya untuk konsumsi manusia.

Pihaknya juga telah melakukan surveilans pada populasi umum unggas broiler, survei di provinsi sumber produksi unggas broiler, dan pengembangan sistem surveilans AMR pada bakteri patogen unggas petelur.

“Perlu diperkuat pengawasan bersama. Pada rantai distribusi antimikroba dari produsen sampai dengan konsumen harus diperkuat untuk mencegah penyalahgunaan antimikroba,” kata Nuryani.

Memperkuat Kerjasama Dalam Mengendalikan AMR

Berbanding terbalik dengan kecepatan berkembangnya AMR, riset dan penemuan jenis antimikroba baru dalam mengendalikan resistensi antimikroba ini berjalan lambat. Perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Indonesia Benyamin Sihombing mengatakan, dalam laporan tahun 2020, WHO mengidentifikasi dari 26 kandidat antibiotik yang sedang dalam pengembangan klinis untuk menghadapi 8 patogen prioritas dunia, yang ampuh untuk multidrug-resistant hanya dua.

“Padahal kita mau menargetkan 8 patogen tapi hanya 2 yang berhasil. Ini mengartikan bahwa kecepatan munculnya resistensi antimikroba itu jauh melebihi penemuan antibiotik baru yang ampuh,” ucap Benyamin.

Dr Paranietharan yang juga perwakilan WHO untuk Indonesia menuturkan, resistensi antimikroba adalah salah satu ancaman kesehatan masyarakat yang paling mendesak dan membutuhkan aksi yang dilaksanakan dengan segera. Respons berbasis One Health yang berkelanjutan dan mendorong keterlibatan semua sektor, yakni manusia, hewan, tanaman, dan lingkungan, sangatlah penting untuk mengatasi ancaman ini.

Berbeda dengan pandemi Covid-19, AMR bukanlah krisis yang tidak terduga dan kita sudah tahu bagaimana cara mencegahnya. Kita harus meningkatkan pencegahan dan pengendalian infeksi dan WASH (air, sanitasi, dan hygiene).

“Kita harus mempromosikan penggunaan antimikroba yang bertanggung jawab. Kita harus meningkatkan kapasitas laboratorium untuk surveilans. Dan kita harus memperkuat koordinasi lintas sektor maupun kerangka regulasi,” ujar Perwakilan WHO untuk Indonesia tersebut.

Dalam kesempatan yang sama, Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) atau FAO senantiasa mendukung pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk mencapai tujuannya dalam mengendalikan AMR, sebagaimana tertuang dalam rencana aksi nasional.

“Kami berharap dapat bekerja sama dengan Anda semua untuk mempromosikan penggunaan antimikroba yang bijak dan bertanggung jawab dalam sistem pertanian pangan, melalui kebijakan dan edukasi publik yang efektif,” kata Rajendra Aryal, Perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor Leste. (CR)


ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer