Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini enzim | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

PILAH-PILIH ENZIM SESUAI KEBUTUHAN

Kebanyakan enzim digunakan di dalam pakan ternak monogastrik. (Foto: Istimewa)

Sebagaimana dijelaskan dalam artikel sebelumnya, enzim hanya bekerja pada satu substrat tertentu. Sedangkan dalam formulasi pakan, nutrien tidak hanya terdiri dari satu zat. Oleh karenanya dibutuhkan kejelian dalam memilih enzim agar lebih tepat guna.

Kurang lebih ada sekitar 3.000 jenis enzim yang sudah diidentifikasi. Dari ribuan jenis enzim tersebut tentunya tidak semuanya dapat dipakai dalam suatu formulasi ransum. Namun begitu, ada begitu banyak enzim yang sudah terbukti dan memberikan dampak positif bagi pakan ternak.

Dalam formulasi pakan ternak ruminansia, penggunaan enzim biasanya bersifat minimalis, hal ini karena aktivitas bakteri dalam rumen ruminansia bersifat seperti enzim. Sehingga kebanyakan enzim digunakan di dalam pakan ternak monogastrik.

Dalam ilmu kimia, enzim sendiri memiliki binomial penamaan enzim menggunakan akhiran (-ase), misalnya lipase, amilase dan lain sebagainya. Sheppi (2001), menyebutkan setidaknya ada empat jenis enzim yang digunakan pada pakan ternak di pasaran. Berikut adalah penjabarannya.

Enzim Pemecah Amilum (Pati)
Dalam formulasi ransum, jagung merupakan komponen utama yang menjadi sumber energi. Kandungan pati (amilum) dalam jagung yang tinggi membuat para ahli nutrisi ternak menyebutnya sebagai bahan mentah standar emas. Bahkan hingga sekarang, sulit rasanya mencari bahan baku substituen sebaik jagung.

Namun begitu hasil penelitian Noy dan Sklan (1994), yang disitir oleh Sheppi (2001), mengatakan pati di dalam jagung hanya tercerna tidak lebih dari 85% pada ayam broiler umur 4 dan 21 hari. Alasannya karena ayam berusia muda belum memiliki enzim amilase dalam jumlah cukup, selain itu pada masa aklimatisasi ayam menderita shock karena perubahan nutrisi, sehingga produksi enzim endogenous menjadi terganggu.

Drh Christina Lilis dari PT Medion, mengatakan bahwa di situlah peran dari pemberian feed additive berupa enzim amilase secara eksogenous. “Berdasarkan data penelitian, menambahkan enzim amilase bersama dengan enzim lain pada masa kritis anak ayam, dengan gejala mengalami stres akibat perubahan nutrisi, lingkungan dan status imunitasnya, dapat membantu meningkatkan produksi enzim endogenous. Hasilnya proses pencernaan menjadi lebih optimal, sehingga memaksimalkan penyerapan nutrisi,“ kata Christina.

Enzim Pemecah Serat 
Seperti yang sudah disebutkan, sistem pencernaan hewan monogastrik seperti ayam tidak mampu… Selengkapnya baca di Majalan Infovet edisi September 2022. (CR)

MEWASPADAI MUSUH DI DALAM BAHAN PAKAN

Teknik formulasi pakan untuk ternak ruminansia cenderung lebih sederhana ketimbang monogastrik seperti unggas. (Foto: Istimewa)

Untuk membuat pakan tentunya dibutuhkan bahan baku. Beragam bahan baku pakan digunakan seefisien mungkin dalam formulasi untuk menghasilkan pakan terbaik. Namun begitu, ada hal yang harus diwaspadai dalam bahan baku pakan selain adanya mikotoksin.

Kenali Musuhnya
Dalam suatu formulasi pakan, beragam jenis bahan baku digunakan baik dari sumber energi (jagung), protein (tepung ikan, SBM), lemak (CPO), serat dan lain sebagainya. Kebanyakan dari berbagai jenis bahan baku biasanya tidak terutilisasi dengan sempurna sehingga kandungan nutrisi dan energi metabolisme (ME) yang diharapkan tidak tercapai.

Menurut Guru Besar Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada, Prof Ali Agus, teknik formulasi pakan untuk ternak ruminansia cenderung lebih sederhana ketimbang monogastrik seperti unggas. Hal ini dikarenakan ruminansia dibantu oleh beragam jenis bakteri dan substrat di dalam rumennya, sedangkan untuk ayam tidak.

“Oleh karena itu enzim biasanya tidak terlalu banyak digunakan dalam pakan ruminansia, karena mereka sudah ada pembantunya di saluran cerna, bahkan selulosa yang molekulnya tebal dan besar saja bisa mereka serap,” tutur Ali Agus.

Kembali ke masalah utilisasi nutrien yang terkandung dalam bahan baku, menurut Ali Agus, hal tersebut berhubungan dengan zat antinutrisi yang terkandung di dalam bahan baku. Sebut saja misalnya asam fitat dan saponin yang merupakan “pencuri” beberapa jenis mineral penting seperti Fe, Ca, Zn, Mg dan Cu.

“Beberapa mineral dapat diikat oleh asam fitat. Sebagaimana kita ketahui, beberapa jenis mineral itu bersifat aktivator pada enzim endogen, ketika aktivatornya diikat oleh asam fitat, kinerja enzim pencernaan menjadi berkurang, sehingga nutrisi yang seharusnya dapat diutilisasi dengan maksimal malah jadi tidak efektif, selain itu jumlah nutrisi yang diserap oleh usus menjadi berkurang,” kata dia.

Untuk itulah penambahan enzim secara eksogen melalui feed additive, kata Ali Agus dapat menjadi… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi September 2022. (CR)

PENGGUNAAN ENZIM OPTIMAL, PERFORMA PAKAN MAKSIMAL

Kenaikan harga bahan baku mengancam kualitas pakan. (Foto: Infovet/Ridwan)

Pakan merupakan komponen biaya terbesar dalam suatu usaha peternakan unggas. Kurang lebih 60-70% cost yang dikeluarkan dalam suatu budi daya unggas berasal dari pakan. Pasalnya kini produsen pakan dan peternak dihadapkan oleh masalah harga dan ketersediaan bahan baku pakan yang memungkinkan turunnya kualitas pakan.

Insan peternakan di Indonesia sudah paham betul mengenai problem kenaikan harga dan ketersediaan bahan baku pakan yang selalu fluktuatif. Ditambah lagi kini berbagai problem tersebut diperkeruh dengan adanya pandemi COVID-19, perubahan iklim dan yang terbaru yakni konflik antara Rusia-Ukraina.

Dalam kondisi dunia yang tengah mengalami disrupsi dan ketidakpastian iklim bisnis, para produsen pakan dan peternak self mixing dituntut agar lebih efisien dalam formulasi pakan tanpa mengurangi kualitasnya.

Di tengah permasalahan tersebut hadir sebuah solusi, yakni dengan menggunakan feed additive dalam bentuk sediaan enzim. Namun seperti apa penggunaan enzim dalam formulasi pakan? Bagaimana formulasinya? Enzim apa saja yang bisa digunakan? Simak selengkapnya.

Bukan Cuma Merk
Guru Besar Fakultas Peternakan IPB University, Prof Nahrowi, menerangkan kepada Infovet bahwa enzim yakni senyawa protein yang berfungsi sebagai katalisator bermacam reaksi kimia yang terjadi dalam tubuh makhluk hidup. Yang dimaksud katalisator yakni zat yang dapat mempercepat reaksi kimia, tetapi tidak mengubah keseimbangan reaksi atau tidak memengaruhi hasil akhir reaksi.

“Oleh karena itu enzim digadang-gadang dapat menjadi salah satu bahan alternatif yang dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas pakan ternak yang sudah banyak terbukti aman untuk ternak, manusia yang mengonsumsi hasil ternak, maupun lingkungan,” tutur Nahrowi.

Lebih lanjut Nahrowi menjelaskan berbagai macam fungsi enzim seperti:... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi September 2022. (CR)

MENGOPTIMALKAN PENGGUNAAN ENZIM

Penggunaan enzim sudah banyak dipakai atau ditambahkan dalam ransum unggas. (Foto: Dok. Infovet)

Enzim adalah sebuah kata yang saat ini sudah sangat familiar pada saat pembahasan terkait ransum. Enzim termasuk dalam kategori feed additive atau imbuhan ransum. Jika ditelusur, enzim berasal dari Bahasa Yunani, yaitu “en” yang berarti dalam dan “zyme” yang berarti ragi. Dengan demikian enzim bisa diartikan sebagai zat dalam ragi.

Pengertian enzim secara umum adalah senyawa protein yang memiliki molekul besar yang berguna untuk katalisator dalam reaksi pemecahan dan juga pembentukan atau metabolisme suatu zat yang terjadi di dalam sel sebuah jaringan. Katalisator merupakan suatu zat yang memengaruhi kecepatan reaksi tanpa ikut dalam reaksi.

Enzim saat ini sudah banyak digunakan dalam formulasi ransum, terutama untuk ransum unggas. Mengapa enzim perlu ditambahkan dalam ransum unggas? Tujuannya tidak lain adalah meningkatkan nilai kecernaan dari nutrien yang terkandung dalam bahan baku ransum, terutama bahan baku nabati (yang berasal dari tanaman).

Nilai nutrisi yang terkandung dalam bahan baku ransum tidak sepenuhnya bisa dicerna dan diserap oleh tubuh ayam. Artinya masih ada sisa nutrisi yang dibuang bersama feses. Penambahan enzim ini akan membantu meningkatkan nilai nutrisi yang bisa digunakan oleh tubuh ternak.

Unggas, seperti ayam memiliki keterbatasan dalam mencerna dan menyerap fosfor dalam bahan baku ransum nabati, misalnya dari jagung, bekatul maupun soybean meal (bungkil kacang kedelai). Kecernaan fosfor ini rata-rata hanya 30-35% dari total fosfor yang terkandung dalam bahan baku ransum nabati. Andaikan dedak padi ini mengandung fosfor total sebesar 0,6-1,6% (SNI 01-3178-1996), maka ayam hanya akan bisa menggunakan fosfor dari dedak padi sebesar 0,18-0,48%. Sedangkan sisa kandungan fosfornya akan dibuang bersama dengan feses.

Kenapa hal tersebut bisa terjadi? Hal ini dikarenakan… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi September 2022.

Ditulis oleh:
Hindro Setyawan SPt
Technical Support-Research and Development
PT Mensana Aneka Satwa

MEMAHAMI PENGGUNAAN ENZIM KARBOHIDRASE

Bahan baku pakan ternak umumnya diperoleh dari berbagai hasil pertanian. (Foto: Istimewa)

Bahan baku pakan ternak umumnya diperoleh dari berbagai hasil pertanian, meskipun beberapa bahan diperoleh dari hasil hewani seperti tepung ikan maupun tepung daging/tulang (MBM, PMM).

Berbagai hasil pertanian/tanaman tersebut adalah biji-bijian (jagung, sorgum) maupun kacang-kacangan (kedelai dan sebagainya), termasuk juga hasil samping dari pengambilan minyak seperti bungkil-bungkilan (bungkil kedelai, bungkil rapeseed, biji bunga matahari, biji kapuk, kelapa, inti sawit dan lainnya), hasil samping dari penggilingan seperti dedak padi, polar gandum, dedak jagung, hasil samping dari proses lanjut seperti DDGS (Dried Distillers Grains with Solubles) dan CGM (Corn Gluten Meal).

Hasil tanaman tersusun dari sel-sel tanaman termasuk dinding selnya. Umumnya dinding sel tanaman disusun dari senyawa karbohidrat, yaitu serat kasar. Berbagai bentuk senyawa karbohidrat terdapat di dalam dinding sel tanaman seperti xilan, arabinoxilan, selulosa, gluko/galaktomanan, hemiselulosa, pektin dan sebagainya.

Senyawa-senyawa tersebut mempunyai struktur kimia berbeda-beda meskipun unit senyawa dasarnya sama, yaitu kelompok gula (sugar) seperti glukosa, galaktosa, manosa, xilosa, pentosa dan lainnya. Berbagai jenis ikatan kimia yang menyatukan senyawa tersebut, baik ikatan alfa maupun beta atau ikatan cabang.

Kemampuan Ternak Mencerna Dinding Sel Tanaman
Ternak monogastik sulit mencerna dinding sel tanaman karena ikatan kimianya yang kuat, tetapi ternak ruminan dapat mencernanya karena mikroba di dalam rumen mampu memecah atau mencerna dinding sel menjadi produk yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi bagi mikroba rumen.

Umumnya ikatan kimia dalam bentuk alfa, baik alfa 1-4 maupun alfa 1-6 masih dapat dicerna oleh enzim pencernaan yang terdapat di dalam saluran pencernaan ternak monogastrik, seperti senyawa pati, baik amilosa maupun amilopektin yang terdapat dalam endosperma biji-bijian.

Di lain pihak, senyawa yang memiliki ikatan beta seperti beta 1-4 yang terdapat dalam selulosa maupun ikatan lainnya antara glukosa dan xilosa atau manosa atau pentosa sering kali tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan unggas maupun babi, karena… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2022.

Ditulis oleh:
Prof Budi Tangendjaja
Konsultan Nutrisi Ternak Unggas

PEMANFAATAN ENZIM FITASE

Untuk dapat memanfaatkan fosfor dalam biji atau bahan dari tanaman, diperlukan berbagai cara untuk memecah ikatan fosfor dalam fitat termasuk hidrolisis oleh asam, tetapi cara paling efisien menggunakan enzim fitase. (Foto: Dok. Infovet)

Enzim yang pertama kali dikembangkan secara komersial untuk produksi pakan adalah fitase. Enzim ini diperoleh dari jamur Aspergillus niger (ficuum)dan dikomersialkan oleh perusahaan BASF dari Jerman pada 1990-an. Padahal penelitian mengenai fitat sudah banyak dikerjakan pada era 1960 dalam rangka menentukan ketersediaan fosfor dari bahan pakan.

Sudah banyak diketahui bahwa tanaman terutama biji-bijian menyimpan senayawa fosfor dalam bentuk organik yang dikenal dengan inositol hexaphosphate (asam fitat) sebagai sumber fosfor untuk pertumbuhan biji. Sayangnya, fosfor yang terikat dalam asam fitat yang sering kali sudah berikatan dengan zat gizi lainya seperti mineral (Ca, Zn, Fe), karbohidrat dan protein (fitat).

Fosfor dalam bentuk fitat tidak dapat dimanfaatkan secara penuh untuk ternak monogastrik (unggas, babi dan ikan) sehingga banyak dikeluarkan di kotoran. Fosfor yang dikeluarkan tersebut dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan ketika tersebar dalam tanah dan air.

Untuk dapat memanfaatkan fosfor dalam biji-bijian atau bahan dari tanaman, maka diperlukan berbagai cara untuk memecah ikatan fosfor dalam fitat termasuk hidrolisis oleh asam, tetapi cara paling efisien menggunakan enzim fitase sebagai biokatalis yang membantu pemecahan ikatan kimia antara inositol dan fosfat secara hidrolisis. Ketika ikatan ini terhidrolisis maka senyawa fosfor tidak terikat lagi, sehingga dapat dimanfaatkan ternak monogastrik. Perlu disampaikan bahwa untuk ternak ruminansia, fosfor yang terikat dalam fitat masih dapat dimanfaatkan karena mikroba rumen mampu memecah senyawa fitat tersebut.

Karakteristik dan Sifat
Agar fitase dapat bekerja dengan baik dalam pencernaan pakan, maka dibutuhkan… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juni 2022.

Ditulis oleh:
Prof Budi Tangendjaja
Konsultan Nutrisi Ternak Unggas

PEMANFAATAN ENZIM PADA PAKAN

Usaha meningkatkan pemanfaatan zat gizi yang ada dalam bahan pakan dilakukan dengan memanfaatkan enzim dari luar tubuh ternak. (Foto: Istimewa)

Biaya pakan merupakan komponen terbesar dalam biaya produksi ternak, baik itu daging, susu maupun telur. Oleh karena itu, berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pakan oleh ternak sehingga dapat menekan biaya produksi, apalagi di saat harga bahan baku pakan makin meningkat.

Usaha meningkatkan efisiensi penggunaan pakan biasanya dilakukan dengan formulasi pakan yang optimal dan seimbang sesuai kebutuhan gizi ternak, tetapi juga dilakukan dengan proses produksi dan sistem pemberian pakan yang benar dan efisien.

Dalam kurun waktu beberapa dekade, usaha meningkatkan pemanfaatan zat gizi yang ada dalam bahan pakan dilakukan dengan memanfaatkan enzim dari luar tubuh ternak, sehingga zat gizi dalam bahan pakan lebih banyak lagi dimanfaatkan ternak dan pada akhirnya mampu mengurangi biaya produksi ternak.

Berkembangnya teknologi untuk menghasilkan enzim secara ekonomis membuka kemungkinan penggunaan berbagai enzim yang dapat dimasukkan ke dalam ransum.

Sejarah
Penggunaan enzim untuk pakan sudah 100 tahun berjalan ketika pertama kali enzim pakan dilaporkan dengan nama Protozyme pada tahun 1920. Akan tetapi penggunaan enzim belum berkembang secara komersial sampai penemuan enzim untuk meningkatkan nilai gizi barley pada 1950-1960. Pada waktu itu dilaporkan bahwa pemberian barley pada ayam menimbulkan hambatan pertumbuhan, hal itu dapat ditanggulangi dengan proses pemeletan atau diberikan enzim glukanase yang memecah beta glukan yang terdapat dalam barley.

Penemuan dan pengembangan enzim fitase diawali dengan penelitian fitat dalam serealia yang menunjukkan bahwa fosfor dalam serealia tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal akibat tidak adanya enzim yang mampu melepaskan fosfor dari fitat. Pada 1970-an berkembanglah enzim fitase yang dapat digunakan untuk pakan monogastrik, meskipun masih dalam skala kecil.

Pengembangan enzim lebih lanjut terjadi… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2022.

Ditulis oleh:
Prof Budi Tangendjaja
Konsultan Nutrisi Ternak Unggas

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer