Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini data jagung | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

MEMPERTANYAKAN VALIDITAS DATA KETERSEDIAAN JAGUNG

Jagung, bahan baku esensial dalam pakan ternak

Jakarta (30/9/21). Pemerintah mengklaim produksi jagung surplus 2.7 juta ton secara nasional. Kemudian tersedia 120 ribu ton dengan Kadar Air 15 % - 17% di Kabupaten Grobogan, Semarang Jawa Tengah dan 15 ribu ton katanya ada di gudang perusahan di Provinsi Gorontalo.

Jikalau memang ada seharusnya pemerintah c.q Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) menugaskan Perum Bulog untuk serap jagung lokal di petani dan pabrikan. Sehingga Bulog segera melakukan operasi pasar di sentra peternak layer (ayam petelur) mandiri di Blitar Jawa Timur, Kendal Jawa Tengah dan Provinsi Lampung. “Masalahnya apakah jagung itu ada, ini masih diragukan oleh banyak pihak,” kata Ali Usman, Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA).

Dalam pernyataan sikap tersebut, Ali menyampaikan, dalam rakortas (rapat koordinasi terbatas) pada (22/9/2021) pemerintah sudah memutuskan tidak ada impor jagung, tetapi memaksimalkan serap jagung lokal. Hal ini dilakukan karena Kementan mengklaim stok jagung dalam negeri melimpah seperti di Grobogan dan Gorontalo. Kalau memang melimpah seharusnya pihak Kementan menugaskan Bulog untuk menyerap jagung disana. Sehingga stok jagung yang katanya ada itu dijadikan buffer stock nasional oleh Bulog.

Untuk operasi pasar, Bulog sebenarnya siap menyerap jagung lokal tetapi harga jagung masih tinggi di kisaran Rp 5.500 – 6.200 per kg sehingga Bulog sulit menjual jagung Rp 4.500 per kilogram ke peternak. Masalahnya, jika operasi pasar bersubsidi oleh Bulog melalui pendanaan komersial maka sangat membosankan Bulog, karena skema pinjaman Bulog masih menggunakan bunga komersial sebesar 8%.

“Walaupun ada pendanaan subsidi dari pemerintah melalui Kementerian Perdagangan. Maka mekanisme penugasan Bulog seperti juklak (petunjuk pelaksana) dan juknis (petunjuk teknis) seperti apa dan saya kira ini belum jelas. Karena itu, penting Kementan melakukan koordinasi dengan Kemendag untuk serap stok jagung oleh Bulog di Grobogan atau Gorontalo,” papar Ali dalam webinar PATAKA dengan tajuk “Tersandung Data Jagung” melalui zoom meeting Kamis (30/9/2021).

Validasi Data Jagung

Polemik harga jagung tidak lepas dari sengkarut data jagung yang disajikan oleh Kementan. Sebab data jagung tahun 2018 – 2021 stok akhir (ending stock) untuk tahun sebelumnya dan stok awal (beginning stok) tahun berikutnya selalu tidak sama. Bahkan beginning stok di awal tahun selalu tidak sama. Karena itu, perlunya validasi data prognosa jagung. Karena data prognosa jagung yang kurang valid dapat menyebabkan kebijakan pemerintah yang keliru.

Kemudian, kata dia, perlunya perbaikan data jagung juga terkait dengan perubahan luas lahan untuk tanam jagung selalu tidak sama dari tahun ketahun. Padahal tingkat keberhasilan panen sangat tergantung pada musim dan pupuk yang tersedia. Sedangkan perubahan data jagung harus dikonfirmasi ketika bencana alam menimpa seperti di NTB (Nusa Tenggara Barat) dan NTT (Nusa Tenggara Timur).

Selama ini sentra jagung berada di luar Jawa sedangkan kebutuhan jagung mayoritas ada di pulau Jawa. Seperti industri ayam broiler 11.8 juta ton pertahun, layer 3 juta ton pertahun, konsentrat layer 1.7 juta ton pertahun, breeder 2 juta ton per tahun dan lain-lain 1.1 juta ton dengan total kebutuhan 19 juta ton pertahun. Sedangkan prognosis jagung mencapai 22 juta ton di tahun 2021. Artinya Kementan mengklaim surplus 3 juta ton. “Kalau memang surplus seharusnya harga jagung stabil,” ungkapannya.

Solusi jangka pendek ini untuk menyelamatkan peternak. PATAKA menyarankan Kementan untuk menyerahkan data mentah jagung kepada BPS (Badan Pusat Statistik), hal ini sesuai instruksi Presiden Joko Widodo sehingga diharapkan satu data bidang Pertanian. Sehingga BPS bersama pihak Kementan untuk menghitung luas lahan potensi melalui Kerangka Sampel Area (KSA) seperti beras yang juga telah direvisi. Juga BPS dapat menghitung faktor produksi melalui pendekatan kualitas bantuan bibit, bantuan pupuk hingga potensi produksi jagung berdasarkan cuaca dan iklim. Sehingga produksi atau supply jagung lokal dapat ditentukan dalam negeri berapa. “Jika memang produksi melimpah data BPS yang bicara, kalau memang jagung kurang ya silahkan mau tingkatkan produksi dalam negeri atau impor,” ujarnya.

Karena itu, BPS harus segera mengambil langkah untuk menghitung data jagung sementara karena menunggu Sensus Tani 2023 masih lama. BPS dapat menganalisa jagung melalui angka produksi tahun 2010 – 2015. Pasalnya BPS tidak merilis data jagung sejak Kementan menyatakan produksi jagung meningkat sejak 2015. Kementan mengklaim produksi jagung dalam negeri meningkat 19,61 juta ton (2015), 23,58 juta ton (2016) dan 28,92 juta ton (2017) hingga tembus 30 juta ton (2018). Padahal menurut BPS, impor gandum melonjak 6,77 juta ton (2015) dan impor gandum melonjak tajam 9,77 juta ton di tahun berikutnya (2016).

Untuk solusi jangka panjang. PATAKA menyarankan pemerintah segera menerbitkan regulasi “Stabilisasi Harga Industri Perunggasan”. Gejolak industri perunggasan tidak hanya dirasakan peternak layer tetapi peternak mandiri broiler (ayam pedaging) juga mengalami yang sama. Harga pakan tinggi karena harga jagung selalu melonjak di atas Permendag Rp 4.500 per kilogram. Pemerintah dapat menghitung ulang HPP jagung di petani, HPP pakan untuk ternak broiler dan layer. Sehingga Kementan dan Kemendag dapat bersinergi untuk melahirkan regulasi stabilitas harga jagung, telur dan ayam.

“Yang penting petani peternak dapat menikmati keuntungan dalam berusaha, mereka saling ketergantungan. Jangan sampai saling menekan harga. Jika harga jagung melambung karena broker, silahkan pemerintah bertindak untuk menghapus rantai distribusi yang sangat panjang. Sehingga merugikan petani dan petani yang selama ini dilindungi oleh Undang-undang No.19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani,” tukas Ali. (INF)

PATAKA NYATAKAN SIKAP TERKAIT DATA JAGUNG

Jagung, komoditi penting di sektor peternakan


Jakarta. (21/9/21). Direktur Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA), Ali Usman mengatakan, Desas-desus data jagung yang dinyatakan surplus sebesar 2,37 juta ton oleh Kementan tidak mendasar ditengah melambungnya harga jagung mencapai Rp 6.200 per kg.

Menurutnya padahal sudah jelas peternak Layer, Suroto berteriak terkait mahalnya harga jagung, sampai akhirnya terdengar ke telinga Presiden. Singkat cerita Presiden memerintahkan Kementan agar menurunkan harga jagung paling tinggi di angka Rp 4.500/kg khusus ke peternak layer.

Kenyataannya Per-tanggal 21/09/21 realisasi bantuan harga jagung wajar tersebut tersalurkan hanya 1.000 ton dari 30.000 ton yang dijanjikan Presiden. Rincian distribusi jagung Koperasi Blitar 350 ton, Koperasi Kendal 300 ton, Koperasi Lampung 200 ton dan Koperasi PPN 150 ton.

“Sedangkan Kementan masih bersikukuh bahwa jagung surplus, tetapi harga jagung masih tinggi di berbagai daerah terutama di Sumatera, Jawa, NTB, Kalimantan dan Jawa. Diluar harga bantuan Presiden kepada Peternak Blitar Jawa Timur. Kalau memang surplus seharusnya harga jagung lebih murah bukan sebaliknya. Lalu mau sampai kapan Desas-desus Jagung Surplus ini berlanjut,” tegas Ali.

Pasalnya, kata Ali, Presiden Joko Widodo baru mengetahui masalah jagung dari aksi nekat Suroto membentangkan poster di Blitar sehingga di undang ke Istana Merdeka. Dia kira harga jagung baik-baik saja karena Kementan surplus. Ali menyampaikan, munculnya fenomena Suroto adalah momentum menyadarkan pemerintah c.q Kementerian Pertanian bahwa Desas-desus Surplus Jagung harus segera di akhiri.

Sudah saatnya DPR RI mengambil langkah strategis untuk Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, KemenKo Ekonimi dan Kementerian Badan Pusat Statistik (BPS). Guna menghitung supply-demand dan neraca jagung nasional. Sehingga persoalan segera diakhir dan mencapai kesepatakan bahwa data Jagung kedepan harus dikelola oleh BPS tidak lagi dklaim sepihak oleh Kementan.

Karena itu, ego sektroral lembaga harus dibuang jauh-jauh, seharusnya Kementan koordinasikan ketika ada masalah sehingga terjadi harmonisasi petani-peternak. Petani-peternak bagian penggerak ekonomi negara, kedunya saling membutuhkan dan jangan saling menekan harga. Dan inilah momentum harmonisasi stakeholder perunggasan layer baik petani, peternak, pelaku usaha jagung, distributor jagung dan industri pakan.

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer