Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini caplak | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

MEWASPADAI RE-EMERGING DISEASE AKIBAT GIGITAN EKTOPARASIT

Caplak Rhipicephalus microplus menjadi vektor penyakut SFTS


Beberapa waktu belakangan dunia kembali dihebohkan dengan wabah baru. Kembali lagi ke negeri tirai bambu sana, sejauh ini di Provinsi Jiangsu Tiongkok, sebanyak 7 orang dinyatakan meninggal dunia dan 64 orang positif terinfeksi penyakit yang bernama Severe Fever Trombocytopenia Syndrome (SFTS). 

Memang penyakit ini bukan penyakit baru, Menurut Dicky Budiman seorang epidemiolog Universitas Griffith Australia penyakit ini sudah ditemukan sejak tahun 2009 yang lalu. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus dari famili bunyaviridae yang menular akibat gigitan caplak (tick) atau sejenis arthropoda seperti kutu.

Salah satu caplak yang bisa menjadi vektor penyakit ini adalah Rhipichepalus microplus alias caplak sapi. Caplak ini biasanya menjadi ektoparasit pada tubuh sapi dan pernah dilaporkan ada pada sapi - sapi asal Australia.

"Kasus pertama penyakit ini ditemukan pada 2009 dan virusnya sudah diisolasi pada 2011. Kasus serupa juga pernah terjadi pada 2013 di Jepang, dan Korea Selatan," kata Dicky.

Dicky juga mengatakan, yang harus diwaspadai dari penyakit ini adalah potensi penularan dari manusia ke manusia, artinya memiliki potensi untuk menyebar ke wilayah lain.

"Namun, dari sisi mekanisme penularannya, maka potensi adanya wabah berskala besar relatif kecil. Termasuk potensi masuk ke Indonesia relatif masih kecil," kata Dicky. 

Ia menjelaskan, virus ini menular lewat paparan darah dan mukosa penderita. Penularan juga hanya dapat terjadi lewat adanya paparan terhadap luka dan saluran pernafasan.

"Gejala yang terjadi berupa demam, batuk, dan gejala mirip flu," jelas Dicky. "Bila melihat gejala klinis yang terlihat maka penyakit ini lebih mirip demam berdarah. Seperti demam trombocytopenia dan perdarahan, bisa berupa gusi berdarah dan bercak di kulit," imbuhnya.

Sementara itu dilansir oleh Detik.com yang mengutip pernyataan Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Dr dr Tri Yunis Miko Wahyono, Msc. 

Dirinyaa mengatakan agar perlu pengecekan lebih dahulu mengenai caplak pembawa virus tadi apakah keberadaan spesiesnya ada atau tidak di Indonesia. 

“Kalau itu memang zoonosis, kita lihat si caplaknya itu ada nggak di Indonesia? Kalau nggak ada ya kita nggak perlu khawatir,” ujar Tri. 

“Kecuali kalau vektor (caplaknya) ada ya baru kita perlu khawatir dan waspada,” lanjutnya. 

Tidak lupa pula Tri mengajak masyarakat agar tidak panik dan tetap menjaga kesehatan dan kebersihan diri maupun lingkungan dalam rangka mencegah penyakit infeksius apapun jenis penyakitnya (INF).


ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer