Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini brin | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

BRIN BERSAMA INFOVET GELAR WEBINAR RISNOV TERNAK #2

Webinar Risnov Ternak #2. (Foto-foto: Dok. Infovet)

“Peternak Ayam Petelur Mandiri: Harapan dan Tantangan” menjadi tema dalam webinar Risnov Ternak #2 yang diselenggarakan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Peternakan bersama Majalah Infovet, Kamis (21/3/2024).

Kegiatan tersebut bertujuan untuk berbagi informasi perkembangan riset dan inovasi bidang peternakan (risnov ternak), dengan menghadirkan narasumber di antaranya Hidayaturohman dari Jatinom Grup Blitar sekaligus Pengurus Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Indonesia. Kemudian Prof Dr Ir Arnold P. Sinurat MS (Pakar Nutrisi Unggas BRIN) dan Dr Ir Tike Sartika (Pemulia Ayam Lokal BRIN). Webinar dipandu oleh moderator Dr Hardi Julendra dari BRIN.

Para narasumber dan MC dari BRIN.

Webinar diikuti oleh 300 orang melalui zoom dan lebih dari 20 orang melalui kanal YouTube Majalah Infovet, terdiri dari kalangan peneliti, akademisi, industri pakan, obat hewan, peternak, pemerintah, serta stakeholder lainnya dari berbagai daerah di Indonesia. Acara diawali dengan sambutan kepala OR Pertanian dan Pangan BRIN, Dr Puji Lestari, dan Kepala Pusat Riset Peternakan BRIN, Dr Tri Puji Priyatno.

Kepala Pusat Riset Peternakan BRIN, Dr Tri Puji Priyatno.

Pada kesempatan tersebut, Hidayat yang membahas materi “Peternak Ayam Petelur Mandiri: Harapan dan Tantangan Menghadapi Gejolak Perunggasan” mengemukakan apa yang menjadi harapan peternak dalam menjalankan bisnisnya dan meningkatkan produktivitas ternak, salah satunya menyoal pakan seperti harga jagung dan bahan baku lainnya yang diharapkan bisa berimbang.

“Kalau jagung impor memang harganya murah, namun ongkos transportasinya cukup besar. Oleh karena itu, bahan pakan sumber energi lainnya seperti ketela, sorgum, dan sebagainya bisa dimanfaatkan,” katanya.

Pakan memang mempunyai kontribusi biaya tertinggi dalam usaha ayam petelur. Jumlah pakan/bahan pakan yang dibutuhkan terus meningkat menyebabkan harga pakan melambung. Oleh sebab itu, perlu dilakukan peningkatan efisiensi. Hal itu seperti dikatakan oleh Prof Arnold.

Adapun strategi nutrisi yang ditawarkan olehnya untuk meningkatkan efisiensi (ekonomis dan teknis) di antaranya dengan menggunakan bahan pakan yang tersedia dan lebih ekonomis dengan menerapkan prinsip-prinsip formulasi pakan yang benar, menerapkan teknologi seperti penggunaan imbuhan pakan yang dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan zat gizi dalam bahan pakan, dapat menggunakan bahan pakan berserat seperti BIS lebih banyak dalam pakan.

Webinar Risnov Ternak #2.

“Kemudian dengan menggunakan salah satu produk hasil teknologi dalam negeri yang sudah dihasilkan adalah enzim BS4,” jelasnya. Enzim pemecah serat tersebut dihasilkan dengan membiakkan Eupenicilium javanicum pada substrat bungkil kelapa. Di isolasi dari biji sawit, dimaksudkan untuk meningkatkan kecernaan gizi produk ikutan industri sawit (solid, BIS).

Selain pakan, dalam meningkatkan jumlah produktivitas telur secara nasional, potensi ternak ayam lokal juga bisa dimanfaatkan. Seperti disampaikan Tike Sartika, ayam lokal dapat dimanfaatkan sebagai penghasil telur yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Bisa di branding sebagai telur omega tinggi, warna kuning telurnya juga lebih oranye sehingga termasuk dalam kategori pasar niche market. (INF)

Rekaman webinar dapat dilihat di YouTube Majalah Infovet berikut ini.

AGAR BISNIS PERUNGGASAN STABIL DAN BERDAULAT, INI SOLUSINYA


Kedaulatan pangan merupakan konsep pemenuhan hak atas pangan dengan kualitas gizi yang baik, memperhatikan budaya dan potensi kearifan lokal, membangun sistem pertanian dan pangan dengan kemandirian bukan ketergantungan, prinsip diversifikasi menggunakan produksi dari dalam negeri, menerapkan pola pertanian sistem kekeluargaan, berlandaskan prinsip kebersamaan yang berkeadilan sosial, berkelanjutan, dan ramah lingkungan.

Setelah menyimak pemaparan yang disampaikan oleh Peneliti Ahli Muda PR Peternakan Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Diana Andrianita Kusumaningrum, dalam webinar yang diselenggarakan BRIN, Selasa (28/11), dengan judul “Assessing the Impact of COVID-19 Pandemic on Small-Holder Poultry Farm Business”. Ketika diberi kesempatan dialog interaktif, maka BTC sebagai seorang praktisi, poultry technical consultant, dan juga pengamat bisnis perunggasan, memberikan tanggapannya.

Agar bisnis perunggasan bisa kembali bangkit dari kelumpuhan, lebih stabil, dan berdaulat di masa mendatang, pemerintah harus mencarikan solusi dan peneliti BRIN berpikir lebih serius lagi untuk melakukan… Simak cerita selengkapnya di kanal YouTube Majalah Infovet:


Agar tidak ketinggalan info konten terbaru, silakan kunjungi:
Subscribe, Like, dan Share. Anda juga bisa memberi komentar dan usulan konten lainnya di kolom komentar.

BRIN GELAR WEBINAR PMK INTERNASIONAL

Kepala BRIN memberikan sambutan dalam acara webinar

Wabah PMK yang melanda Indonesia beberapa waktu belakangan ini ternyata juga menarik minat Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Melalui Kanal youtube mereka Badan Riset dan Inovasi Nasional Indonesia dan Zoom meeting mereka melangsungkan Webinar bertajuk "Talk to Scientists : Penyakit Mulut dan Kuku : Penelitian, Diagnosa, dan Pengendaliannya" pada Kamis (19/5) yang lalu.

Dalam sambutannya Kepala BRIN Dr Laksana Tri Handoko mengatakan bahwa penyakit ini amat penting untuk segera dieradikasi mengingat kerugian yang ditimbulkan akan sangat besar. Selain itu menurutnya, Indonesia pernah mengalami wabah ini dan berhasil bebas, sehingga tidak alasan bagi negara kita untuk membiarkan PMK merajalela.

Narasumber yang dihadirkan dalam acara tersebut pun bukan hanya dari dalam negeri, tetapi juga dari berbagai negara yang telah ahli dalam hal penelitian dan pengendalian penyakit PMK. Misalnya saja Prof Tamaki Kobayashi yang merupakan Vice Director Center for Animal Disease Control (CADIC), Universitas Miyazaki Jepang.Dalam presentasinya ia menyampaikan pengalamannya dalam menangulangi wabah PMK yang pernah terjadi di Jepang tepatnya di Perfektur Miyazaki dan Hokkaido pada tahun 2010 yang lalu.

Ia bercerita pada tahun 2010 Jepang menelan kerugian hingga USD 3 Miliar akibat mewabahnya PMK. 1362 peternak pun dirugikan dimana sebanyak 297.000 ternak harus jadi korban. 

"Ada dua tipe virus PMK yang menyerang yakni tipe O ME- SA, dan tipe O SEA pada waktu itu. Kami langsung mengambil langkah cepat dengan melakukan stamping out, mencegah perpindahan hewan dan manusia, serta melakukan vaksinasi darurat," tutur dia.

Ia menyebut bahwa negaranya sangat ketat dalam menjalankan protokol wabah yang disarankan oleh OIE. Sehingga dalam kurun waktu 130 hari Jepang dapat mendeklarasikan bebas PMK dan pada 5 Februari 2011 Jepang dinyatakan bebas PMK oleh OIE.

Sementara itu pembicara lainnya yakni Dr Kingkarn Boonsuya Seeyo Peneliti Laboratorium Rujukan PMK Regional Asia Tenggara (RRLFMD), Thailand banyak membahas mengenai teknik pengambilan sampel, handling, preparasi, dan Investigasi lapang PMK.

Menurutnya memang agak kompleks dalam menangani sampel PMK, namun begitu ini amatlah penting karena nantinya virus yang diisolasi dapat diketahui tipenya dengan tepat sehingga vaksin yang digunakan juga tepat.

"Perlu diingat bahwa vaksin PMK tidak memiliki cross immunity artinya satu jenis vaksin hanya untuk satu tipe virus, oleh karenanya diagnosis harus dilakukan dengan teknik yang baik dan benar," tutur dia.

Sementara itu Dr Agus Wiyono selaku peneliti Pusat Riset Veteriner BRIN menjabarkan beberapa strategi yang akan dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam janga pendek, menengah dan panjang dalam presentasinya.

"Setelah wabah dideklarasikan Indonesia harus meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar lembaga di lapangan, meredam kepanikan serta menyinergikan semua lembaga terkait juga masih menjadi PR kita," tukas Agus.

Vaksinasi darurat kata Agus akan segera dilakukan oleh Pemerintah sembari menunggu vaksin mana yang kiranya tepat untuk digunakan di lapangan. Sayangnya menurut Agus, kemungkinan besar Indonesia tidak akan melakukan stamping out, namun hanya melakukan depopulasi selektif. Selain itu nampaknya pemerintah juga tidak akan memberikan kompensasi kepada peternak dari ternak yang di culling terkait keterbatasan anggaran yang dimiliki (CR).

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer