Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini bisnis | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Meramu Pakan Burung Puyuh

Ternak puyuh kini mulai banyak dilirik sebagai wahana bisnis menjanjikan. (Foto: Istimewa)

Pembangunan peternakan unggas masa kini dan masa mendatang dalam menghadapi ekonomi global dituntut harus memiliki daya saing untuk meningkatkan pangsa pasar nasional dan internasional. Jenis ternak unggas yang sudah dibudidayakan secara intensif dan komersial mengarah ke sistem industrialisasi seperti ayam ras baik pedaging maupun petelur. Ternak unggas lain yang kini dilirik sebagai “wahana bisnis” ialah peternakan burung puyuh.

Wawasan untuk mencapai masa depan peternakan burung puyuh yang berdaya saing bertumpu pada wirausaha kreatif dan inovatif, bahwa preferensi konsumen yang berkembang merupakan blue print dari diferensiasi teknologi pembibitan (breeding), teknologi budidaya, teknologi pakan, teknologi pengolahan dan lain sebagainya. Selain itu, untuk membangun daya saing yang berkesinambungan, dibutuhkan empat ranah inovasi, yakni inovasi rekayasa genetik, bioteknologi nutrisi dan pakan, teknologi pengolahan, serta bisnis/manajemen. Arah pembangunan peternakan burung puyuh ke depan, tidak hanya sebatas kegiatan budidaya (on farm) namun perlu diperluas menjadi sistem agribisnis (DR Rahmat Rukmana dkk. 2017).

Usaha budidaya burung puyuh perlu dikembangkan dalam rangka meningkatkan pendapatan peternak, perusahaan peternakan dan masyarakat. Di Indonesia, burung puyuh masih diusahakan sebagai penghasil telur dan daging, dimana usaha budidaya burung puyuh didominasi oleh peternakan rakyat dengan sistem pemeliharaan tradisional. Saat ini, pemeliharaan burung puyuh di Tanah Air untuk pembibitan dan budidaya di masyarakat belum dapat dibedakan. Pembibit pada umumnya menetaskan telur dari induk yang biasa digunakan untuk produksi budidaya, dimana seleksi telur hanya terbatas pada penampilan, bobot, ketebalan kerabang, bentuk dan warna telur.

Industri pembibitan burung puyuh merupakan salah satu alternatif yang memiliki prospek pasar cukup baik, mengingat permintaan bibit burung puyuh (DOQ) petelur cukup tinggi, ini berkaitan dengan potensi dan arah pengembangan wirausaha burung puyuh secara makro dalam upaya Ketahanan Pangan Nasional dan kemandirian usaha untuk menghasilkan salah satu pangan berprotein hewani.

Populasi Burung Puyuh
Populasi burung puyuh di Indonesia berdasarkan Statistik Peternakan 2015 dan 2016, seperti pada Tabel 1. berikut:

Tabel 1. Populasi Burung Puyuh di Indonesia
Tahun
Populasi (ekor)
Nasional
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
2014-2015
502.579
3.995.114
2.770.908
12.692.213
2015-2016
756.978
4.669.378
2.931.450
13.781.918
Sumber: Statistik Peternakan 2015 & 2016, Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Jabar.

Dari Tabel 1. di atas, tampak bahwa populasi ternak puyuh terjadi peningkatan yang cukup membanggakan secara nasional, sedang wilayah yang paling berkembang adalah Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kendati demikian, arah pemasaran terfokus dan tertuju ke Jabodetabek selain kota besar setempat, mengingat wilayah tersebut perkembangan bisnis kuliner dan industri pariwisatanya sangat cepat.

Meramu Pakan Puyuh

Pakan merupakan hal sangat penting dalam usaha peternakan puyuh, selain faktor bibit dan manajemen pemeliharaan. Pakan sebagaimana hewan ternak lainnya berfungsi untuk hidup pokok, pertumbuhan dan produksi (telur atau daging). Oleh karena itu, zat gizi dalam pakan  harus mencukupi, diantaranya energi metabolis, air, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, abu, kalsium, fosfor dan asam amino lysine, methionin, cystin. Pada Tabel 2. berikut disajikan mutu pakan untuk puyuh:

Tabel 2. Standard Mutu Pakan Puyuh
Kandungan Nutrisi
Starter
Grower
Layer
Energi metabolis (Kkal/kg)
2.800
2.800
2.800
Air (maks) (%)
14
14
14
Protein kasar (min) (%)
20
20
20-22
Lemak kasar (maks) (%)
7
7
7
Serat kasar (maks) (%)
6,5
7
7
Abu (%)
8
8
14
Kalsium (%)
0,9-1,2
0,9-1,2
2,5-3,5
Fosfor tersedia (%)
0,4
0,4
0,4
Aflatoksin (maks) Ppb**
40
40
40
Asam Amino
·         Lysine (min) (%)
1,10
0,8
-
·         Methionine (min) (%)
0,40
0,35
0,90
·         Methionine + Cystine (min) (%)
0,60
0,50
0,4-0,6
Sumber: Permentan No. 33/Permentan/OT.140/2/2014.
Keterangan: **) Ppb = part per billion.

Selain standar mutu pakan puyuh saja, perlu juga mengetahui kebutuhan nutrisi bagi burung puyuh dan aplikasinya di kandang agar usaha berhasil sesuai yang diharapkan. Menurut Rangkuti & Wuryadi (2011), pakan burung puyuh masa starter adalah pakan yang diberikan pada masa pertumbuhan, yaitu mulai dari DOQ (umur sehari) sampai siap bertelur, sedangkan pakan masa layer diberikan pada saat puyuh mulai bertelur sampai diafkir (umur delapan bulan). Pada Tabel 3. berikut disajikan kebutuhan nutrisi burung puyuh:

Tabel 3. Kebutuhan Nutrisi Burung Puyuh
Kandungan Pakan
Masa
Starter
Layer
Energi metabolis Kkal/kg (min)
2.800
2.900
Air (maks) (%)
12
14
Protein kasar (min) (%)
21-23
22
Lemak kasar (maks) (%)
4-8
3,96
Serat kasar (maks) (%)
4
6
Abu (maks) (%)
8
10
Kalsium (%)
0,9-1,2
3,25-4
Fosfor (%)
0,76-1
0,6
Sumber: Wuryadi (2011).

Berbagai Formula Pakan Puyuh
Untuk peternakan burung puyuh baik pembibitan, petelur maupun pedaging, perlu disesuaikan dengan kondisi ketersediaan bahan baku secara kontinyu. Bila tidak tersedia secara lengkap atau terdapat kesulitan dalam penyediaan bahan baku, sebaiknya peternak

mencampur sendiri (self mixing) antara bahan baku utama (jagung, bekatul) dengan pakan ayam/itik pabrikan. Berikut disajikan pilihan ramuan/formula pakan puyuh:

Tabel 4. Formula Pakan Puyuh (I)
Bahan Pakan
Jumlah (Kg)
Jagung giling
50
Bekatul
10
Konsentrat pabrikan itik petelur
25
Konsentrat pabrikan ayam pedaging
14
Albend-Mix (PT ISSU Medika Veterindo)
1
Total
100
Sumber: DR H. Rahmat Rukmana dkk (2017).

Kandungan nutrisi Formula Pakan Puyuh (I) tersebut adalah energi metabolis 3.130 Kkal/kg, air (maks) 13%, protein kasar 18,3%, lemak kasar (maks) 4,6%, serat kasar 3,7%, abu (min) 2,7%, kalsium (min) 3,3%, fosfor (min) 0,7%, lysine (maks) 0,4% dan methionin (min) 0,2%.

Tabel 5. Formula Pakan Puyuh (II)
Bahan Pakan
Jumlah (kg)
Pakan ayam layer pabrikan
80
Pakan broiler starter pabrikan
19
Albend-Mix (PT ISSU Medika Veterindo)
1
Total
100
Sumber: DR H. Rahmat Rukmana dkk (2017).

Kandungan nutrisi Formula Pakan Puyuh (II) tersebut adalah energi metabolis 2.725 Kkal/kg, air (maks) 12%, protein kasar (maks) 18,5%, lemak kasar (maks) 4,6%, serat kasar 5,9%, abu (min) 10%, kalsium (min) 3,1%, fosfor (min) 0,7%, lysine (maks) 0,9% dan methionine (min) 0,9%.

Pemberian Pakan Puyuh

Pemberian pakan puyuh perlu disesuaikan dengan umur dan kebutuhan ternak puyuh tersebut, dengan tujuan mengefisienkan penggunaan pakan. Pada Tabel 6. berikut disajikan jumlah pemberian pakan menurut umur puyuh:

Tabel 6. Jumlah Pemberian Pakan Menurut Umur pada Puyuh
Umur Puyuh
Jumlah Pemberian Pakan (gr)
2-7 hari (minggu pertama)
3,6
8-14 hari (minggu kedua)
6,8
15-21 hari (minggu ketiga)
8,9
22-28 hari (minggu keempat)
10,8
29-35 hari (minggu kelima)
15,0
Umur selanjutnya
20,0

Sumber: DR H. Rahmat Rukmana dkk (2017).

Pemberian pakan untuk anak puyuh (DOQ) dua kali per hari, yaitu pada pagi dan siang hari masing-masing setengah jatah, sedangkan untuk puyuh remaja (growing) dan dewasa (laying) cukup diberikan satu kali (pagi hari).

Demikianlah sekilas tentang pentingnya pemberian pakan untuk ternak puyuh, dalam rangka pengembangan industri puyuh di Indonesia, semoga bermanfaat. ***

Ir. Sjamsirul Alam
Penulis praktisi perunggasan,
alumni Fapet Unpad

Sandekala Bisnis Feedlot

Oleh: Rochadi Tawaf
Dosen Fakultas Peternakan Unpad dan Penasehat PP Persepsi

Bisnis penggemukan sapi potong (feedlot) mulai diintoduksikan di negeri ini sekitar awal tahun 1980-an.  Bisnis ini, tumbuh dan berkembang, setelah usaha rancher yaitu usaha ternak sapi potong berbasis padang penggembalaan  gulung tikar di era tahun 1970-an. Bisnis rancher kala itu, telah berhasil melakukan ekspor ternak sapi bali ke Hongkong. Usaha rancher tersebut tersebar di Sumatera Selatan (PT Gembala Sriwijaya) dan di Padang Mangatas Sumatera Barat, di Sulawesi Selatan (PT Bina Mulia Ternak dan PT Berdikari United Livestock), Serta  di NTT (PT Timor Livestock Co). Kehancuran bisnis rancher waktu itu, diduga kuat karena ketidak-mampuan bersaing dengan peternakan rakyat dan masuknya sapi kuning dari daratan China ke Hongkong.

Bisnis Feedlot
Bisnis feedlot tumbuh dan berkembang dengan cepat, karena daya dukung sumber daya yang kondusif. Utamanya, bahwa negeri ini menghasilkan produk ikutan dari industri perkebunan dan pertanian yang melimpah ruah. Murahnya harga bahan baku pakan tersebut, telah mendorong korporasi di sentra produksi industri pertanian, memanfaatkan peluang ini mendirikan usaha penggemukan sapi potong. Pada awal pertumbuhnnya, bahan baku sapi bakalan berasal dari sentra peternakan sapi di Jawa Timur. Namun karena kesulitan keberlanjutan ketersediaan sapi bakalan di dalam negeri, para pengusaha feedlot mulai melakukan importasi ternak dari Australia di awal tahun 1990-an.

Setelah sepuluh tahun sejak diintroduksikannya yaitu disekitar awal tahun 1990-an bisnis ini berkembang pesat, yang ditandai lahirnya Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia (APFINDO) di tahun 1994. Dalam euphoria pertumbuhannya, asosiasi ini beranggotakan sekitar 65 perusahaan feedlot. Situasi perbankan sangat mendukung bisnis ini, kala itu. Bayangkan saja, hanya dengan modal 10% dari volume impor, pengusaha feedlot bisa mendapatkan fasilitas kredit perbankan dalam bentuk Usance L/C dengan lama pengembalian enam bulan. Bisnis ini, telah memberikan dampak positif terhadap perkembangan perekonomian di perdesaan. Misalnya, penyerapan tenaga kerja, pemanfaatan limbah dan penyediaan pupuk kandang bagi usaha tani.

Krisis Ekonomi
Booming bisnis feedlot ternyata tidak berjalan lama, hanya sekitar tujuh tahunan. Pada  tahun 1997-1998, merupakan tahun bencana bagi bisnis ini untuk pertamakalinya. Pasalnya, pada saat krisis ekonomi di tahun 1997 telah terjadi penurunan nilai tukar Rupiah terhadap USD yang sangat signifikan. Kondisi ini, telah memorak-porandakan bisnis feedlot yang menggantungkan hidupnya dari sapi bakalan impor. Bayangkan saja, di awal tahun 1997 sebelum krisis ekonomi nilai tukar rupiah sebesar Rp 1.750-2.000 per USD, bergerak menjadi sekitar Rp 15.000-17.500 per USD di akhir tahun 1998. Semua bisnis yang mengandalkan impor kolaps, para pengusaha feedlot kala itu mengalami kesulitan membayar kepada perbankan paling tidak sekitar 3 juta USD/perusahaan. Jumlah ini diperhitungkan dari enam shipment @500 ribu USD/shipment, berdasarkan fasilitas Usance L/C yang belum dibayar.

Feedlot. (Foto: beefcentral.com)
Bisnis Feedlot Kondusif
Pasca krisis ekonomi di tahun awal 2000-an bisnis feedlot cepat terecovery, pasalnya iklim usaha yang kondusif dan sistem perbankan serta tingginya permintaan konsumen akan daging sapi yang meningkat. Namun, para pengusaha feedlot pun mulai terseleksi secara alamiah. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah anggota APFINDO yang hanya tinggal sekitar 30 perusahaan. Dengan berubahnya pola usaha yang semula berorientasi terhadap kualitas daging yang ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal), saat itu berubah menjadi BASUH (Bayar Aman Sehat Utuh dan Halal). Hal ini diakibatkan berubahnya kebijakan perbankan yang tidak ada lagi memberikan fasilitas kredit (L/C) dengan tenggang waktu enam bulan.

Di periode tahun (2000-2010), pemerintah melahirkan program swasembada daging sapi. Dalam program ini, pemerintah memberikan peran penting terhadap bisnis feedlot dan importasi daging. Bisnis ini sempat booming kembali di tahun 2009, dengan omzet usaha sekitar Rp 2,7 triliun/tahun dan berdampak positif bagi pembangunan ekonomi secara nasional. Di era ini pembangunan bisnis feedlot masih mengacu kepada konsep Soehadji (1994/1996) yaitu program Gaung Lampung atau “tiga-ung dari lampung”. Program ini, mengatur rasio peran peternakan rakyat (sebagai tulang punggung), industri feedlot (sebagai pendukung) dan impor daging sapi (sebagai penyambung). Pada 2012, pemerintah melakukan pengetatan impor sapi bakalan. Hal ini dilakukan berdasarkan sensus BPS (2011), bahwa populasi ternak sapi saat itu berada pada kondisi swasembada. Maka, sejak itu dimulainya kondisi harga daging melambung tinggi. Namun, kala itu Menteri Pertanian Suswono, secara jantan mengakui bahwa kegagagalan swasembada daging sapi 2010 karena salah hitung.

Sandekala
Karut-marut masalah daging sapi terus berlanjut hingga saat ini. Di era pemerintahan Jokowi, kemelut ini bertambah ruwet dan tidak menentu arahnya. Pemerintah menggelontorkan dana triliunan rupiah tidak lagi berorientasi dan berpihak kepada usaha peternakan sapi potong di dalam negeri, tapi lebih berorientasi kepada importasi daging. Hal ini ditunjukkan dengan berbagai kebijakan yang tidak memberikan kesempatan hidup kepada peternakan rakyat maupun industri feedlot yang ada. Indikasi dan dampaknya terhadap pembangunan ekonomi tampak jelas, yaitu pemerintah telah menetapkan standarisasi harga daging yang berada di bawah biaya produksi dan membuka keran impor dari berbagai negara seluasnya tanpa perhitungan dan perlindungan terhadap kondisi peternakan di dalam negari. Kondisi ini lah yang disebut sebagai “sandekala” bisnis feedlot di dalam negeri. pasalnya, dari kebijakan tersebut peternak rakyat dan perusahaan feedlot merugi, sebagian besar (50%) telah menurunkan volume impor dan usahanya bahkan tidak lagi melakukan importasi. Namun importasi daging beku dari India meningkat tajam (100%). Peternakan rakyat tidak lagi mampu menyuplai rumah potong hewan, karena pangsa pasarnya di intervensi oleh daging beku impor asal India. Selain itu, program pemerintah dalam bentuk Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting, menjadi tiada artinya karena harga produknya tidak merangsang peternak untuk meningkatkan produksi.

Akan mampu bertahan berapa lama lagi kah usaha peternakan sapi potong di dalam negeri untuk bangkit kembali? Atau akan muncul model bisnis baru integrasi sapi potong dengan industri pertanian? Namun, semuanya sangat bergantung kepada keberpihakan pemerintah terhadap usaha ternak rakyatnya itu sendiri, semoga industri ini cepat pulih. ***

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer