Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini antibiotika pada pakan | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Tak Usah Ragu Terapi Antibiotika dan Antikoksidia Melalui Pakan


Sejak berlakunya pelarangan AGP (Antibiotic Growth Promoter) Januari 2018 melalui Permentan no 14/2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan, makin banyak  acara sosialisasi dan diskusi tentang AGP yang dilakukan pemerintah, asosiasi, perguruan tinggi maupun swasta. Hal ini menunjukkan bahwa dunia usaha peternakan memiliki kepedulian yang tinggi untuk menyukseskan implementasi kebijakan pemerintah.

Kita layak memberikan apresiasi kepada semua pihak yang ikut berkontribusi membantu pemerintah dalam mensosialisasikan Permentan no 14/2017. Infovet setidaknya juga ikut berkontribusi dalam melakukan sosialisasi permentan no 14/2017 melalui berbagai kegiatan seminar di Jakarta dan luar kota, serta melalui sajian artikel di Infovet versi cetak maupun online.

Dari kegiatan sosialisasi ini tampak bahwa perusahaan dan peternak pada umumnya berkomitmen untuk menjalankan kebijakan pelarangan AGP.  Bahkan mungkin karena ada perusahaan pakan yang khawatir dicurigai masih menggunakan AGP, mereka menjadi bersikap “sangat hati-hati” menggunakan antibiotika sebagai terapi  melalui pakan. Sikap “sangat hati-hati” ini berujung pada tidak adanya pemakaian antibiotika dan antikoksidia sebagai terapi melalui pakan. Padahal pemakaian antibiotika sebagai terapi dan antikoksidia melalui pakan unggas di negara maju pun masih berjalan karena lebih praktis dan tidak ada pelarangan.

Di sinilah yang perlu diluruskan. Pelarangan antibiotika sebagai imbuhan pakan alias AGP tidaklah mengandung arti pelarangan antibiotika secara keseluruhan. Sudah sangat jelas bahwa jika hewan sakit membutuhkan obat golongan antibiotika, hal itu sama sekali tidak ada larangan.  Sudah berulang-kali ditegaskan oleh Dirkeswan maupun Kasubdit Pengawasan Obat Hewan (POH) bahwa antibiotika sebagai pengobatan atau terapi tetap diperbolehkan. Hanya saja, karena antibiotika termasuk obat keras, maka pemakaiannya harus dengan resep dokter hewan.  Selain itu antibotika tersebut juga harus sudah memiliki nomor registrasi sebagai terapi, bukan nomor registrasi sebagai imbuhan pakan. Bahwa penggunaan antibiotika dan antikoksidia yang nomor registrasinya sudah berubah dari F (feed additive) menjadi P (pharmaceutic) berarti sudah bisa dimanfaatkan oleh industri  perunggasan untuk kepentingan kesehatan unggas.

Tampaknya perusahaan pakan masih ekstra hati-hati mengenai kebijakan ini. Mereka masih bertanya-tanya,  dokter hewan mana yang diperbolehkan membuat resep untuk pemakaian obat melalui pakan ? Apakah semua dokter hewan boleh membuat resep? Bagaimana mekanisme pembuatan resepnya? Apakah resep per kandang, per wilayah atau bagaimana?

Hal ini pun sebenarnya sudah dijelaskan oleh Dirkeswan Drh. Fajar Sumping Tjatur Rasa PhD, dalam beberapa forum. Ia menjelaskan, untuk saat ini dokter hewan mana saja boleh membuat resep penggunaan obat hewan melalui pakan, karena pada hakekatnya dokter hewan sudah diambil sumpahnya untuk menjalankan profesinya sesuai etika profesi. Adapun mengenai resepnya per kandang atau per peternakan, itu diserahkan ke dokter hewan tersebut karena dia yang bertanggungjawab akan penulisan resep.  

Rencananya akan diterbitkan petunjuk teknis tentang implementasi permentan , antara lain mengatur mengenai bagaimana mekanisme resep dokter hewan maupun yang lainnya.  Dirkeswan menjamin bahwa petunjuk teknis itu nantinya akan lebih memperjelas bagaimana pelaksanaan Permentan di lapangan.  Ia menegaskan bahwa pihaknya bertugas untuk melayani publik agar usaha berjalan lancar sesuai tata aturan perundang-undangan, bukan untuk mempersulit.

Sambil menunggu terbitnya petunjuk teknis, usaha perunggasan harus terus berjalan dengan jaminan bahwa urusan kesehatan hewan dapat ditangani dengan baik.  Untuk itu dokter hewan di lapangan hendaknya dapat melakukan tindakan terbaik sesuai profesinya, dan pabrik pakan tidak perlu ragu untuk mencampurkan antibiotika dan antikoksidia di dalam pakan, asalkan ada resep dan di bawah pengawasan dokter hewan.***

Bambang Suharno
Editorial Infovet Edisi Mei 2018







ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer