Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Sumber Unggas Indonesia | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

PEMBIBIT AYAM LOKAL BERKUMPUL DI SENTUL

Silaturahmi para pembibit ayam lokal di NatChick, Sentul. (Foto: Dok. SUI)

Sejumlah pembibit ayam lokal berkumpul di restoran NatChick, Sentul, Bogor, Selasa (17/3/2020). Pertemuan dalam rangka menjalin silaturahmi diantara para pembibit ayam lokal.

Dalam pertemuan tersebut para pembibit ayam lokal membahas mengenai masalah-masalah terkini terkait ayam lokal dan kelanjutan organisasi Gabungan Pembibit Ayam Lokal Indonesia (GAPALI). Organisasi yang dibentuk sejak 2015 ini dinilai tidak memiliki kegiatan rutin. 

Direktur Utama PT Sumber Unggas Indonesia, Naryanto, mengatakan bahwa organisasi GAPALI perlu diaktifkan kembali agar masalah-masalah di peternakan ayam lokal bisa dibawa kepada pemerintah. 

Pasalnya, diakui oleh salah satu perwakilan dari PT Putra Perkasa Genetika, Agustin, bahwa masih banyak masalah birokrasi di peternakan ayam lokal antar daerah.

“Peraturan setiap daerah bisa bermacam-macam untuk mengirim DOC. Ada provinsi yang meminta Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) baru kemudian rekomendasi pemasukan DOC diterbitkan. Padahal idealnya surat rekomendasi pemasukan DOC dari dinas peternakan tujuan dulu yang dikeluarkan, kemudian SKKH dari dinas peternakan asal dikeluarkan. Ini membingungkan,” katanya.

Sejumlah pembibit ayam lokal yang hadir diantaranya Naryanto dan Febroni Purba (PT Sumber Unggas Indonesia), Yohan Kurniawan (Jimmy Farm), Budi Miharso (Trias Farm), Sahudin (PT Unggas Lestari Unggul) dan Agustin (PT Putra Perkasa Genetika). (SUI/INF)

PEMBUKAAN PERDANA RESTO DAN DEPO AYAM KAMPUNG NATCHICK

Warga sekitar tengah menikmati santapan ayam kampung secara gratis pada pembukaan perdana resto NatChick, Rabu (11/3). (Foto: Infovet/Ridwan)

Dalam rangka memperkenalkan ayam lokal kepada masyarakat, PT Sumber Unggas Indonesia (SUI) berafiliasi dengan PT Ayam Kampung Primadona (AKP) kian melebarkan sayapnya dengan mendirikan restoran dan depo NatChick di daerah Sentul, Bogor.

Acara soft opening perdana sekaligus promosi diadakan mulai 11-13 Maret 2020 di Sentul dengan makan ayam kampung dan telur ayam kampung secara gratis untuk 100 orang pertama yang hadir.  

Manager Marketing NatChick, Ade Sagia, mengatakan ayam kampung adalah pangan yang sehat dan merupakan produk lokal yang harus dilestarikan dan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan protein masyarakat Indonesia.

"Masyarakat Indonesia tidak asing dengan ayam kampung karena merupakan dari budaya bangsa. Hampir di setiap daerah di Indonesia memiliki masakan khas ayam kampung seperti ayam betutu dan ayam bumbu lengkuas,” katanya.

Dibukanya resto dan depo NatChick ini agar masyarakat umum bisa dengan mudah mencicipi sajian masakan ayam kampung yang kerap dianggap memiliki harga yang cukup tinggi.

"Memang sasaran kita adalah masyarakat secara umum supaya bisa menikmati ayam kampung dengan harga yang murah," ujar Direktur Utama PT SUI, Naryanto, ditemui pada acara soft opening NatChick, Rabu (11/3).

NatChick sendiri merupakan restoran ayam kampung pertama di Indonesia yang menawarkan menu ayam kampung olahan dengan bumbu khas Nusantara, seperti ayam betutu, ayam kampung bumbu lengkuas dan ayam kampung rebus. Harga yang ditawarkan di resto NatChick berkisar Rp 27,500 per paket.

Proses pengolahan ayam kampung NatChick juga telah memenuhi standar pangan yang sehat, mulai dari pembibitan, pembesaran dan pengolahan sesuai dengan prinsip Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH).

Selain itu, depo NatChick di Sentul juga menjadi supplier untuk para outlet yang bekerja sama dengan AKP dalam memasarkan produk ayam kampung, khusus untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok dan sekitarnya. Saat ini sudah ada sekitar 70 outlet yang tersebar di Indonesia. 

Selain menu ayam kampung, NatChick juga menawarkan berbagai sajian kopi, diantaranya kopi Cemani, kopi Gaok dan Kopi Sentul. (RBS)

PT SUI GELAR PELATIHAN PEMELIHARAAN AYAM KUB DI NTT

Dr. Tike Sartika menjadi salah satu narasumber pelatihan (Foto : SUI)


PT Sumber Unggas Indonesia (SUI) selaku pembibit Ayam Kampung menggelar pelatihan pemeliharaan Ayam KUB (Kampung Unggul Balitnak), di Kupang dan Atambua, Nusa Tenggara Timur. Kegiatan tersebut berlangsung pada tanggal 27 – 30 November 2019. Sekitar 70 orang peserta akan menghadiri pelatihan di Kupang dan 50 orang lainnya di Atambua. Pelatihan tersebut sekaligus menjadi kegiatan introduksi Ayam KUB kepada peternak di NTT.

Ayam KUB sendiri merupakan Ayam Kampung asli Indonesia hasil seleksi Balai Penelitian Ternak Ciawi. Ayam KUB dapat tumbuh seberat 0,9-1 kg dalam waktu 70 hari. Selain itu Ayam KUB juga berpotensi sebagai Ayam Kampung petelur dengan produksi 160-180 butir perekor pertahun dengan puncak produksi mencapai 65-70%.

Denny Natsir, Direktur Marketing & Sales PT SUI menuturkan bahwa kandungan protein pada Ayam Kampung yang tinggi kiranya dapat menjadi dapat menjadi alternatif bagi masalah stunting di NTT. Selain itu ia juga berharap pelatihan ini juga dapat meningkatkan kebutuhan protein hewani bagi masyarakat NTT.

“Harapannya agar dari pelatihan ini muncul peternak – peternak Ayam Kampung mandiri baru di NTT, sehingga dapat meningkatkan ekonomi masyarakat. Target kita disini mudah – mudahan dapat mendistribusikan 10.000 ekor DOC Ayam Kampung per minggu,” tukas Denny.

PT SUI sendiri baru memperoleh izin menjadi penetasan Ayam Kampung di NTT pada tahun 2019. Meskipun begitu, PT SUI telah berpengalaman sejak 2011 sebagai perusahaan yang bergerak di ayam asli Indonesia dari hulu hingga ke hilir.

Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut, PT SUI bermitra dengan Australia-Indonesia Partnership for Promoting Rural Incomes through Support for Markets in Agriculture (PRISMA) dan Dinas Peternakan Provinsi NTT, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Belu. (SUI/CR)


SUMBER UNGGAS INDONESIA BUKA PENETASAN DI JAMBI

Setelah sukses mendirikan penetasan ayam kampung di Bali pada bulan Februari lalu, PT Sumber Unggas Indonesia kini membuka penetasan di Jambi. Lokasi penetasan ayam kampung ini berada di  Desa Tangkit, Kab. Muaro Jambi, Jambi. Tetasan perdana pada tanggal 20 Juni 2019 dengan jumlah menghasilkan produksi DOC ayam kampung sebanyak 12.000 ekor.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita saat diminta pendapatnya mengatakan bahwa pemerintah menyambut baik kehadiran pabrik penetasan ayam lokal di Jambi ini. “Sebagai pabrik penetasan ayam lokal terbesar di Sumatera, hadirnya PT Sumber Unggas Indonesia di Jambi akan membantu para peternak untuk mendapatkan anak ayam lokal yang murah,” ungkapnya.

PT SUI Semakin mengembangkan sayap ke seluruh Indonesia (FOTO : PT SUI)

Semantara itu Direktur Utama PT Sumber Unggas Indonesia Naryanto menjelaskan, PT Sumber Unggas Indonesia memilih pabrik penetasan di Jambi karena pelanggan paling banyak berada di Jambi dan wilayah sekitarnya seperti Riau, Palembang, Sumatera Utara dan Aceh. “Kehadiran pabrik penetasan ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat khususnya peternak di wilayah Jambi, Pekanbaru, Kepulauan Riau, Bengkulu, Sumbar, Sumut dan Aceh,” ungkapnya.

Berdirinya penetasan ayam lokal di daerah pengguna merupakan langkah yang sangat tepat mengingat ongkos kirim cargo yang semakin tinggi. Harga anak ayam saat ini di Bogor mencapai di harga Rp 7.300 per ekor atau Rp 730.000 per kotak. Satu kotak berisikan 102 ekor. Sementara itu, ongkos kirim anak ayam ke wilayah Sumetara berkisar Rp 1.500-Rp 2.500 per ekor. Jika peternak membeli anak ayam sebanyak 3 ribu ekor maka biaya pengiriman mencapai Rp 4,5 juta – Rp 7,5 juta.

Lebih lanjut, Naryanto mengatakan pembukaan pabrik penetasan anak ayam kampung (DOC) merupakan strategi Sumber Unggas Indonesia untuk meringankan harga anak ayam lokal kepada peternak-peternak di wilayah Sumatera. “Peternak-peternak banyak mengeluh harga anak ayam kampung yang makin tinggi diakibatkan naiknya ongkos kirim melalui cargo bandara, kehadiran kami diharapkan menurunkan beban tersebut” tutupnya. (SUI)

INDONESIA BANGUN HATCHERY UNGGAS LOKAL DI BALI

Pemotongan pita secara simbolis sebagai tanda peresmian hatchery. (Foto: Sumber Unggas Indonesia)

Dalam rangka menjangkau peternak di seluruh wilayah Indonesia, PT Sumber Unggas Indonesia mendirikan fasilitas penetasan telur (hatchery) ayam lokal terbesar di Kabupaten Bangli, Provinsi Bali.

“Ini adalah satu-satunya pabrik penetasan ayam lokal di kawasan Indonesia Timur,” ujar Kasubdit Unggas dan Aneka Ternak, Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak, Makmun, yang mewakili Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan saat peresmian hatchery unggas lokal milik PT Sumber Unggas Indonesia di Desa Penglumbaran, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli, Bali, Senin (18/2).

Makmun menyampaikan, berdasarkan data Statistik Peternakan saat ini produksi dan populasi ayam lokal secara nasional terus bertambah dari tahun ke tahun. Populasi empat tahun terakhir secara nasional tahun 2014 (275 juta ekor), 2015 (285 juta ekor), 2016 (294 juta ekor), 2017 (299 juta ekor) dan data sementara populasi 2018 (310 juta ekor).

 “Kita berharap pemerintah daerah dapat memfasilitasi adanya hatchery ini, agar ketersediaan bibit ayam dan itik lokal terjamin, sehingga pengembangan dan kesinambungan usaha unggas lokal bisa berjalan dengan baik,” ucap Makmun. 

Makmun juga mengimbau, usaha ayam lokal tidak hanya berhenti pada hatchery, melainkan juga menghadirkan pembibitan untuk memasok kebutuhan DOC di Bali, NTB dan NTT.

Sementara di tempat terpisah, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita, sangat mengapresiasi hatchery ayam lokal ini. Apalagi, kebutuhan ayam lokal di Bali terus meningkat untuk kebutuhan kuliner dan upacara adat, sedangkan produksi dan populasi ayam lokal di Bali tidak imbang dengan jumlah kebutuhan.

Berdasarkan data Statistik Peternakan, populasi ayam lokal di Bali dalam lima tahun terakhir diketahui mencapai 4,11 juta ekor (2014); 4,00 juta ekor (2015); 3,94 juta ekor (2016); 3,26 juta ekor (2017) dan 3,28 juta ekor (2018). “Dengan hadirnya hatchery di Kabupaten Bangli ini, saya harap dapat meningkatkan populasi, gairah beternak dan kesejahteran peternak,” ujar Ketut.

Ia pun meminta pemerintah daerah terus memfasilitasi dengan baik upaya-upaya dalam mengembangkan peternakan ayam lokal. “Mulai dari ketersediaan lahan, kemudahan berusaha, keamanan dan kepastian pelayanan,” imbuhnya.

Hal tersebut disambut baik Bupati Bangli, I Made Gianyar. Ia menegaskan akan menjamin keamanan dan kepastian usaha ayam lokal di Kabupaten Bangli dan berharap PT Sumber Unggas Indonesia memprioritaskan hasil produksi DOC-nya untuk para peternak Kabupaten Bangli.

Sementara, Direktur PT Sumber Unggas Indonesia, Naryanto, pihaknya sangat berterima kasih kepada pemerintah atas dukungan, pendampingan dan motivasi, sehingga pembangunan hatchery ini bisa berjalan dengan baik hingga bisa panen perdana DOC ayam lokal.

Adapun kapasitas hatchery terpasang saat ini sudah mampu memproduksi DOC sebanyak 30 ribu ekor per minggu atau 120 ribu ekor per bulan. “Kami bersyukur produksi selama Februari 2019 telah habis dipesan para peternak di Bali dan NTB. Ke depannya kami juga akan membangun breeding farm di Bali sesuai arahan pemerintah. Ini segera kita realisasikan, mengingat pangsa pasar di Bali dan provinsi sekitarnya cukup besar dan bisa menjadi usaha yang menjanjikan,” pungkas Naryanto. (SUI)

Peluang Menantang Usaha Bibit Ayam Lokal

DOC ayam lokal. (Foto: Dok. CV Nitnot)

Hingga kini belum ada data pasti kebutuhan DOC ayam lokal secara nasional. Namun, yang jelas, sejumlah pasar masih menunggu pasokan. Berminat?

Geliat bisnis ayam kampung memang tak ada matinya. Seperti halnya dengan ayam broiler, selagi penggemar daging ayam kampung masih ada, maka bisnis di sektor peternakan ini pun akan tetap ada. Bahkan ke depan, kemungkinan bisnis ini makin menjanjikan dengan menjamurnya rumah makan yang khusus menyediakan daging ayam lokal.

Pergerakan omzet di bisnis ayam lokal tak hanya dirasakan para pemilik rumah makan dan peternakan pembesaran saja, namun juga para penyedia bibitnya. Riko Saputro, salah satu pemilik CV Nitnot, peternak DOC ayam kampung di Blitar, Jawa Timur, misalnya. Meski baru dua tahun dijalani, omzet perusahaan penyedia bibit (DOC) ini meningkat tajam.

“Kalau tahun lalu masih sebatas puluhan ribu ekor per minggu, sekarang sudah mencapai 100 ribu ekor lebih per minggu,” ungkapnya kepada Infovet.

CV Nitnot adalah perusahaan yang bergerak di bidang penyedia bibit ayam lokal. Perusahaan yang beralamat di Jl. Moh Hatta No. 4, Kelurahan Sentul, Kecamatan Kepanjen Kidul, Blitar, Jawa Timur ini dimiliki oleh tiga orang, salah satunya Riko Saputro.

Bisnisnya dimulai sejak 2017. Mulanya hanya coba-coba menjual DOC ayam Joper, brand ayam kampung super CV Nitnot. Setelah dijalani beberapa bulan, Riko melihat peluang pasar cukup besar dan prospeknya cukup menjanjikan. Sejak itu, ia dan kedua investor lainnya mulai serius menggarap bisnis ini. “Dari hasil uji coba pasar yang kami lakukan, kami benar-benar kewalahan memenuhi permintaan pasar,” ujarnya.

Sekali peluang datang, jangan pernah ditolak, itulah prinspi bisnis Rio dan dua temannya. Untuk memenuhi permintaan pasar yang cukup besar itu, CV Nitnot menjalin kerjasama dengan beberapa penetas di sekitar Kota Blitar. Lebih dari lima pembibit ayam kampung yang diajak kerjasama, namun baru dua penetas saja yang rutin memasok DOC ke CV Nitnot. Selebihnya, memasok sesuai dengan persediaan masing-masing peternak.

Dari awal pasokan yang sebelumnya hanya puluhan ribu ekor DOC, kini dalam setiap minggu, kapasitas produksinya mencapai 100 ribu DOC. Namun, lagi-lagi itu pun belum bisa memenuhi permintaan pasar yang Riko jajaki.

“Dari sekian banyak perintaan yang kami terima, kami baru bisa memenuhi sekitar 20 persen dari potensi pasar yang ada. Sekarang kami sedang mengusahakan agar kapasitas produksinya dinaikkan,” kata Riko. Jika daya pasoknya hanya 100 ribu ekor, berarti permintaan pasar yang masuk ke CV Nitnot tak kurang dari 500 ribu DOC per minggu.

Riko mengakui, bukan perkara mudah mendongkrak jumlah produksi dalam tempo singkat. Butuh waktu untuk mempersiapkan demi menjaga kualitas DOC. “Target saya dalam beberapa tahun ke depan maunya bisa mencapai satu juta ekor DOC produksinya per minggu. Target ini untuk memenuhi pasar di Pulau Jawa dan Provinsi Lampung,” tambahnya.

Bongkar dan vaksinasi DOC. (Foto: Dok. CV Nitnot)

Peluang Makin Terbuka
Besarnya potensi pasar penyediaan DOC ayam lokal juga diakui oleh Naryanto, pemilik PT Sumber Unggas Indonesia, yang berada di Parung, Bogor, Jawa Barat. Menurut pria yang akrab disapa Anto ini, permintaan pasar terhadap DOC ayam lokal dalam beberapa tahun terakhir terus meningkat. Karena itu, saat ini dia tengah fokus untuk penambahan populasi indukan agar DOC yang dihasilkan lebih banyak dan dapat menyediakan DOC bagi pihak luar.

“Saat ini jumlah produksi DOC kami sudah mencapai 100 ribu ekor per minggu. Kami akan terus berupaya menambah kapasitas produksi untuk memenuhi kebutuhan pasar,” ujar Anto kepada Infovet.

Untuk meningkatkan kualitas bibit ayam lokal asli, Sumber Unggas Indonesia telah menambah jenis, yaitu ayam Sentul, ayam KUB (Kampung Unggul Balitnak) dan ayam Kedu. Pihaknya bekerjasama dengan Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian dan telah mendapatkan lisensi ayam KUB serta Pra Lisensi ayam SenSi (Sentul Seleksi), sehingga produk DOC memiliki hasil standar Agro Inovasi.

Ketua Himpuli (Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia), Ade M. Zulkarnain, menyebut prospek bisnis di bidang penyediaan bibit ayam lokal akan terus membaik seiring permintaan pasar yang terus bertambah. Ini merupakan peluang yang lebih terbuka di sektor hulu atau pembibitan. 

“Apalagi sampai sekarang pengadaan DOC masih bersumber di Jawa, maka perlu dibangun pembibitan yang lebih dekat dengan peternak di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan NTB,” kata Ade saat ditemui Infovet.

Menurut dia, sejak delapan tahun terakhir, terjadi perubahan yang signifikan di peternakan ayam lokal, yaitu berkembangnya usaha pola intensif dengan populasi yang cukup besar. Jika sebelumnya peternak yang memiliki populasi di atas 1.000 ekor bisa dihitung dengan jari, sekarang sudah cukup banyak. Tak hanya di Pulau Jawa, tapi juga di berbagai daerah.

Tingginya permintaan DOC ini disebabkan meningkatnya pertumbuhan peternak ayam lokal pedaging saat ini. Hanya saja, lanjut Ade, masih belum diimbangi dengan pengadaan DOC. Selain itu, sesuai data di Himpuli, usaha di pembibitan yang sesuai standar Good Breeding Practice (GBP) juga masih sedikit, jumlahnya di bawah lima perusahaan.

Data Himpuli menunjukkan, saat ini ada beberapa perusahaan pembibitan yang meningkatkan produksinya. Ada yang produksi DOC 100.000 ekor per bulan sampai 600.000 ekor per bulan. Sementara, dari Statistik Peternakan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerain Pertanian, disebutkan populasi tahun lalu sekitar 315 juta ekor.

Selain usaha pembibitan ayam lokal asli yang sudah sesuai GBP, juga marak tumbuhnya usaha pembiakkan ayam persilangan di Jateng, Jogja dan Jatim. “Walaupun skala usahanya kecil, tapi jumlahnya cukup banyak. Mereka menyilangkan ayam ras layer dengan ayam Bangkok atau dengan ayam lokal asli,” katanya.

Aktivitas bongkar di kargo bandara (Foto: Dok.CV Nitnot)

Kendala Bisnis
Ketua Himpuli ini tidak bisa memastikan secara pasti besaran kebutuhan DOC ayam lokal untuk memenuhi permintaan pasar secara nasional. Menurutnya, belum ada data yang valid dalam menghitung kebutuhan ayam lokal. Asosiasi maupun peternak belum mendata itu, tapi secara umum ada peningkatan permintaan pasar rata-rata sekitar 15% per tahun.

Hal itu pun juga diakui oleh Riko Saputro dan Naryanto, yang tak memiliki data pasti kebutuhan secara nasional akan kebutuhan DOC ayam lokal. Namun yang jelas, pergerakan permintaan pasar terus naik dalam setiap bulan.

Di balik besarnya potensi pasar bibit ayam lokal ini, sejumlah kendala usaha juga masih menghadang. Tak hanya kendala dalam hal produksi, namun juga kedala non-teknis saat berhadapan dengan konsumen. Riko, misalnya, mengaku kendala dalam menjalankan bisnis ini justru bukan pada persoalan produksi. Peternak ini malah menemukan keraguan supplai dari para konsumen.

Dari permintaan pelanggan CV Nitnot yang ada selama ini, ada beberapa perusahaan yang meminta untuk menambah jumlah pasokan bibit ayam lokal hingga dua kali lipat dalam waktu singkat. “Mereka ragu kalau pasokannya tidak bisa rutin. Nah, kami tetap yakinkan pada mereka bahwa kami memiliki stok yang cukup untuk memenuhi permintaan mereka. Tapi kadang konsumen masih ragu juga,” ungkap Riko.

Lain lagi kendala yang disebut oleh Ade sebagai Ketua Himpuli. Menurutnya, ada tiga kendala yang dihadapi peternak secara keseluruhan selama ini. Pertama, pemanfaatan sumber daya genetik ayam asli yang masih terbatas, karena persepsi di peternak pertumbuhannya cukup lama dan produktivitas telurnya rendah. Tapi itu sudah mulai teratasi dengan adanya strain ayam lokal asli hasil penelitian Balitnak.

Kendala kedua, yakni aspek permodalan. Usaha pembibitan memerlukan biaya yang tidak sedikit, khususnya bagi peternak kelas UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah).
Ketiga, regulasi pemerintah yang masih membatasi modal usaha. Berdasarkan Perpres No. 44/2016, usaha ayam lokal hanya untuk UMKM dengan modal maksimal Rp 10 miliar. “Nah, bagaimana bisa membangun pembibitan dalam skala yang cukup besar kalau investasinya dibatasi?,” ujar Ade.

(Dari kiri): Riko Saputro (Dok. Pribadi), Naryanto dan Ade M. Zulkarnain.

Karena itu, sejak dua tahun terakhir, Himpuli menyuarakan agar penerintah merevisi batasan modal di usaha ayam lokal. Tujuannya, agar iklim investasinya lebih kondusif bagi investor yang akan masuk ke usaha ini, terutama untuk pembibitan. (Abdul Kholis)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer