Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Stunting | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

STUNTING VS KONSUMSI TELUR DAN DAGING AYAM

Ilustrasi telur. Foto: Getty Images/iStockphoto/fcafotodigital)

Langit Kota Surakarta, Jawa Tengah, pagi hari pertengahan September lalu tampak cerah. Ribuan ibu-ibu berduyun-duyun mendatangi Gedung Graha Sabha Buana yang berada di Jl. Letjen Suprapto. Mereka terdiri dari ibu-ibu hamil, ibu menyusui, para calon pengantin, bidan, kader, hingga penyuluh KB di lima kecamatan di Surakarta.

Mereka datang ke tempat ini bukan untuk unjuk rasa, kedatangan mereka ingin mendapat pencerahan tentang pencegahan stunting 1.000 hari pertama kehidupan anak. Masalah stunting saat ini memang sedang menjadi perhatian serius pemerintah pusat dan daerah.
Stunting adalah masalah kesehatan serius yang terjadi ketika pertumbuhan fisik dan perkembangan otak anak terhambat karena gizi buruk dan perawatan yang tidak memadai. Stunting memiliki dampak jangka panjang, termasuk gangguan perkembangan mental dan fisik yang dapat berlangsung sepanjang hidup.

Indonesia, sebagai salah satu negara dengan tingkat stunting yang tinggi, telah berkomitmen untuk mengatasi masalah ini dengan serius. Salah satu upaya terpenting dalam hal ini adalah edukasi dan membangun kesadaran masyarakat.

Acara ini merupakan kerja sama antara Pemerintah Kota Surakarta melalui BKKBN Provinsi Jawa Tengah dan Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) adalah salah satu langkah strategis dalam upaya pencegahan stunting di Indonesia.

“Stunting kini menjadi masalah serius bagi pemerintah, mengingat bisa mengganggu pertumbuhan anak. Mereka punya masa depan yang panjang, makanya yang perlu diedukasi lebih dulu adalah orang tuanya, terutama ibu-ibunya,” ujar dr RR. Ratih Dewanti Sari, saat menyampaikan materi edukasi di acara ini.

Penyebab terjadinya stunting pada anak, umumnya disebabkan oleh dua persoalan. Pertama, pemahaman orang tua tentang gizi di masa kehamilan. Kedua, pemenuhan gizi pada anak setelah kelahiran. Masih banyak kaum ibu yang kurang memperhatikan pentingnya asupan gizi saat masa kehamilan.

Masih banyak kaum ibu terutama di daerah-daerah, yang menganggap gizi yang baik untuk pertumbuhan janin harus dengan makanan yang mahal. Semisal harus konsumsi daging sapi, ikan seperti salmon, susu kemasan untuk kehamilan, dan lainnya.

Pemahaman ini tentu keliru, karena untuk mendapatkan gizi yang baik tak harus dengan mengonsumsi makanan mahal. “Ini disebabkan karena kurangnya edukasi yang baik kepada mereka, sehingga yang dianggap makanan bergizi adalah makanan yang mahal,” sebut Ratih.

Pilihlah Telur dan Daging Ayam
Dalam acara yang juga diselingi pemberian donasi berupa paket makanan bergizi bagi para ibu-ibu yang hadir, pembicara mengulas tentang pentingnya memahami jenis makanan bergizi namun dengan harga terjangkau.

Telur dan daging ayam, serta ikan menjadi imbauan Ratih untuk bisa dikonsumsi kaum ibu hamil dan menyusui. Selain murah, kandungan gizi dalam sebutir telur sangat bermanfaat bagi pertumbuhan janin di dalam kandungan maupun anak balita demi mencegah stunting.

Inilah salah satu alasan pentingnya edukasi kepada masyarakat mengenai konsumsi makanan yang menjadi sumber protein hewani, seperti telur dan daging ayam. Edukasi soal konsumsi kedua protein hewani tersebut sangat perlu dilakukan dan kampanyenya juga harus terus digaungkan.

Terkait dengan kandungan gizi telur, Jurnal American Heart Asociation menyebutkan manfaat telur rebus untuk ibu hamil adalah dapat meningkatkan kualitas ASI. Wanita hamil membutuhkan minimal 450 mg kolin. Sementara wanita yang sedang menyusui membutuhkan sekitar 550 mg kolin. Selain untuk ASI, telur juga meningkatkan kecerdasan otak bayi sejak kandungan.

Telur ayam merupakan sumber protein dan nutrisi lainnya yang tergolong murah. Dibandingkan daging sapi, dengan takaran yang sama, harga telur jauh lebih murah namun memiliki kandungan gizi luar biasa. Perbedaan konsumsi daging dan telur hanya pada “gengsi” saja.

Kandungan asam amino yang ada di dalam telur juga cukup bagus untuk kesehatan tubuh. Asam amino berperan penting karena membantu pembentukan protein sebagai bahan dasar pembentuk sel, otot, serta sistem kekebalan tubuh.

Sebab itu, menjadikan telur dan daging ayam sebagai makanan pendamping air susu ibu sangat baik dan bisa dimulai sejak awal ibu menyusui bayinya hingga anaknya mengonsumsi makanan padat.

Daging ayam mengandung protein, zat besi, magnesium, vitamin, dan fosfor. Kandungan ini sangat penting untuk mendukung tumbuh kembang “si kecil”. Tak hanya itu, kandungan kolin dan vitamin C-nya dapat meningkatkan perkembangan otak anak.

Peran Swasta 
Acara edukasi ini merupakan rangkaian dari kegiatan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) GPFI yang digelar di Kota Solo, Jawa Tengah, pada 7-9 September 2023. Dalam Rakernas ini banyak yang dibahas berkaitan dengan perkembangan industri farmasi Indonesia, termasuk produk-produk kesehatan untuk pencegahan stunting bagi anak Indonesia.

Kerja sama edukasi stunting ini mencakup berbagai kegiatan, salah satunya program edukasi yang dirancang untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang pentingnya gizi, perawatan, dan stimulasi yang baik selama 1.000 hari pertama kehidupan anak.

Selanjutnya, Donasi Gerakan Bersama Bebas Stunting diserahkan secara simbolis oleh GPFI yang diwakili Sekjen GPFI Andreas Bayu Aji, kepada Kaper BKKBN Jawa Tengah Eka Sulistia, yang kemudian diserahkan secara simbolis kepada warga perwakilan lima kecamatan di Surakarta.

Kerja sama antara Pemerintah Kota Surakarta melalui BKKBN Provinsi Jawa Tengah dan GPFI adalah contoh nyata dari bagaimana sektor swasta dapat berkontribusi pada upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Melalui edukasi dan kesadaran diharapkan dapat mencegah stunting dan membantu anak-anak Indonesia tumbuh menjadi individu yang sehat dan berkembang. Anak-anak Indonesia adalah generasi harapan masa depan Bangsa Indonesia.

Persoalan stunting ini berkait erat dengan kondisi kemiskinan masyarakat. Apalagi saat ini muncul istilah “Kemiskinan Ekstrem” yang berarti mereka tidak memiliki penghasilan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sehari-hari.

Dalam sebulan terakhir, media-media nasional memberitakan bahwa pemerintah saat ini sedang memprioritaskan dua hal, yakni penurunan angka stunting dan penghapusan kemiskin ekstrem yang ditargetkan tidak ada lagi atau nol persen, serta stunting-nya harus dicapai 14% pada 2024 mendatang.

Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, angka stunting di Provinsi Jawa Tengah masih di angka 20,8%. Angka itu tidak jauh dari rata-rata nasional 2022 sebesar 21,6%. Ini bukan angka yang kecil untuk wilayah Jawa Tengah yang kini berjumlah lebih dari 37 juta jiwa.

Bahaya Stunting 
Pada kegiatan edukasi tersebut, juga dipaparkan tentang bahaya stunting. Stunting berpotensi memperlambat perkembangan otak, dengan dampak jangka panjang berupa keterbelakangan mental, rendahnya kemampuan belajar, dan risiko serangan penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, hingga obesitas.

Stunting dapat memiliki dampak luas yang mencakup berbagai faktor. Bahkan stunting memengaruhi anak-anak dalam efek jangka pendek dan efek jangka panjang. Dalam jangka pendek, akan terlihat pengaruhnya terhadap tinggi badan dan perkembangan anak.

Pertama, gangguan kognitif. Anak dengan stunting memiliki kemampuan kognitif yang lebih buruk. Stunting sering dikaitkan dengan penurunan IQ pada usia sekolah. Hal ini membuktikan bahwa stunting juga dapat memengaruhi perkembangan otak anak selain perkembangan fisiknya.

Kedua, anak mengalami kesulitan belajar. Tingkat fokus anak juga dapat terpengaruh karena mengidap stunting. Pasalnya, anak-anak yang stunting akan mengalami kesulitan berkonsentrasi yang membuat mereka kesulitan belajar.

Ketiga, anak rentan mengalami penyakit tidak menular. Salah satu dampak stunting terhadap kesehatan anak adalah membuat anak lebih rentan terhadap penyakit tidak menular saat dewasa nanti. Penyakit tidak menular tersebut antara lain obesitas, penyakit jantung, dan hipertensi. Kendati demikian, para ahli masih meneliti hubungan stunting dengan penyakit tidak menular ini.

Keempat, imunitas anak stunting lebih rendah. Kekebalan yang menurun terkait dengan malnutrisi yang terjadi pada stunting. Asupan gizi yang kurang dapat menyebabkan gangguan pada sistem kekebalan tubuh secara keseluruhan, sehingga membuat anak lebih rentan terhadap mengidap penyakit berulang yang sama.

Kelima, anak stunting mengalami hilangnya produktivitas. Saat anak beranjak dewasa, stunting juga dapat memengaruhi produktivitas dan kinerja di tempat kerja. Orang dewasa dengan riwayat stunting terbukti kurang produktif, yang pada akhirnya memengaruhi pendapatan mereka.

Untuk itulah kegiatan edukasi pencegahan stunting lebih awal untuk 1.000 hari pertama kehidupan menjadi penting. Selain itu, bantuan pemenuhan gizi bagi masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan juga perlu dilakukan, agar anak-anak bisa tumbuh sehat dan tidak terperangkap stunting. ***

Ditulis oleh:
Abdul Kholis
Koresponden Infovet, tinggal di Depok

DESA DI SUMEDANG PERANGI STUNTING DAN KEMISKINAN MELALUI SEKTOR PETERNAKAN

Bupati Sumedang Kala Mengunjungi Desa Margamukti

Desa Margamukti di Kecamatan Sumedang Utara tangani stunting dan kemiskinan melalui sektor peternakan.Hal tersebut dipaparkan oleh Kepala Desa  Margamukti , Siti Nuraeni Sofa yang menjabarkan program ketahanan pangan melalui budidaya hewan kepada bupati Sumedang Dony Ahmad Munir dalam kunjungannya pada Jum'at (23/6) yang lalu. Dony sejatinya mengunjungi desa tersebut untuk mengecek soal stunting dan kemiskinan.

“Alhamdulilah bersilaturahmi, kunjungan ke warga, sekaligus juga mengapresiasi apa yang dilakukan Desa Margamukti dalam rangka Gerakan Bersama Penanganan Kemiskinan dan Stunting,” kata Dony, dikutip Suara Sumedang (23/6/2023).

Masyarakat Desa Margamukti didorong untuk beternak ikan, kelinci, domba, serta ayam untuk memenuhi kebutuhan protein hewani.

“Di sini ada sebuah ikhtiar untuk ketahanan pangannya, melalui peternakan. Baik kelinci dan sebagainya yang jadi nutrisi protein hewani untuk warga sehingga stunting akan teratasi,” ucap Dony.

Dalam kesempatan yang sama Kepala Desa Margamukti Siti Nuraeni Sofa juga menggambarkan program ketahanan pangan dan pemberdayaan masyarakat di Margamukti antara lain budidaya kelinci

Warga yang mengelola ialah warga yang kurang mampu dan masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

“Kami tidak ingin warga kami menjadi pengemis, tapi harus jadi pejuang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,” kata Siti.

“Oleh karena itu kami buat beberapa kelompok, seperti kelompok budidaya maggot. Hasil budidaya bisa memenuhi pakan kelompok ikan dan ayam, juga kelompok kelinci dan domba,” sambungnya.

Siti juga memaparkan harapannya program-program itu bisa difasilitasi oleh pengampu kebijakan. Ia juga meyakini kasus kemiskinan dan stunting bisa lebih ditekan. (INF)

 


TELUR YANG SUDAH MENGINAP MESIN TETAS DIKONSUMSI, AMANKAH?

Terlur infertil dalam keadaan segar masih layak konsumsi, namun dilarang diperjual-belikan secara umum. (Foto: Dok. Infovet)

Telur infertil menjadi tidak sempurna dan busuk jika berada dalam suhu yang tidak cocok. Apakah telur ini masih boleh dikonsumsi?

Sugianto salah satu peternak tampak sibuk mengecek satu per satu telur ayam petelur yang sudah dimasukkan ke dalam mesin tetasnya. Dengan menggunakan lampu pijar yang berada di bagian atas mesin tetas otomatis, peternak ini meneropong dengan teliti seluruh telur.

Telur-telur tersebut sudah empat hari berada di mesin tetas berkapasitas 100 butir. Seperti biasa, di hari keempat Sugianto melakukan pengecekan kualitas telur, memastikan semua telur tersebut layak tetas (fertil) atau tidak (infertil).

Dengan menggunakan lampu pijar, telur yang tampak kemerahan dan ada semacam semburat berwarna merah (menyerupai bentuk akar tanaman) di dalam telur dimasukkan kembali ke dalam mesin tetas. Telur-telur tersebut dipastikan sebagai telur fertil atau telur yang dibuahi. Telur ini dipastikan bisa ditetaskan dengan baik.

Sedangkan telur yang tampak terang dan tak terlihat ada semburat warna merah di keluarkan dari mesin tetas. Beberapa telur yang infertil segera dipisahkan di keranjang. Telur infertil merupakan telur yang tidak dibuahi dan tidak dapat ditetaskan.

Karena baru empat hari di ruang mesin tetas, Sugianto lantas memasak telur-telur tersebut. Saat dipecahkan, kuning telur tampak masih utuh bulat. “Ini masih layak konsumsi, karena kuning telurnya masih utuh. Saya bikin telur mata sapi. Tapi kalau ada telur yang bagian kuningnya bercampur dengan bagian putihnya, langsung saya buang, karena biasanya sudah mulai busuk,” ujarnya.

Apa yang dilakukan Sugianto kemungkinan juga dilakukan para peternak lain. Telur infertil yang sudah empat hari masuk ke mesin tetas, belum mengalami perubahan komposisi kuning dan putih telurnya. Artinya telur masih aman untuk dikonsumsi. Sebab itu, banyak para peternak yang tak membuang telur yang baru empat hari berada di dalam mesin tetas.

Namun demikian, ada juga peternak yang memanfaatkan telur infertil yang sudah empat hari di mesin tetas sebagai sumber protein ayam indukan pejantan. Zulkarnain Nasution misalnya, peternak mandiri ayam kampung di Kota Asahan, Sumatra Utara, mengolah telur-telur infertil menjadi puding. Bukan untuk dimakan, tapi diberikan kepada ayam indukan pejantan. “Ini bisa jadi sumber protein yang bagus untuk ayam pejantan,” ujarnya kepada Infovet.

Selain telur infertil yang masih bagus, Zulkarnain juga membaurnya dengan telur yang sudah bercampur bagian kuning dan putihnya. Langkah ini tentu akan mengurangi biaya pakan. “Saya kan peternak, kalau jumlah telurnya yang infertil terlalu banyak enggak mungkin dimakan semua. Makanya sebagian saya jadikan puding dan dikasih ke ayam pejantan. Ayamnya lebih sehat,” ungkapnya.

Karakteristik Telur Infertil 
Masalah telur fertil dan infertil sempat menjadi perbincangan di tengah masyarakat. Persoalan telur tetas yang kemudian dinyatakan sebagai infertil tak hanya menjadi masalah para peternak rakyat, namun juga peternak skala industri. Bisa dipahami, dalam skala besar jika jumlah telur tak layak jual akan menjadi beban kerugian perusahaan.

Di level industri, telur infertil merupakan telur yang berasal dari perusahaan pembibitan ayam broiler, yang tidak menetas atau memang sengaja tidak ditetaskan. Telur ini biasa disebut juga dengan telur HE (hatched egg) yang tidak layak dijual sebagai telur konsumsi, karena rentan menjadi tempat pertumbuhan jamur dan bakteri, sehingga menyebabkan telur cepat membusuk.

Telur ini sebenarnya bisa menetas dan menjadi anak ayam jika disimpan dalam suhu yang cocok. Namun, jika disimpan dalam suhu yang tidak cocok, pertumbuhannya tidak akan sempurna, sehingga menyebabkan telur pada akhirnya akan mati dan membusuk. Lantas, apakah telur ini layak dikonsumsi?

Telur infertil boleh dikonsumsi asal bebas bakteri. Telur infertil dan telur biasa memiliki perbedaan yang hanya bisa dilihat dengan cara meneropongnya guna melihat apakah di dalam telur terdapat embrio atau tidak. Bukan itu saja, telur infertil juga memiliki karakteristik berupa bercak tidak sempurna berwarna putih pada bagian kuning telur, yang berukuran sekitar dua milimeter. Untuk melihatnya secara gamblang, harus memutar kuning telur di permukaan tangan secara perlahan.

Dalam laman situs Kementerian Pertanian, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan memberikan penjelasan bahwa berbeda dengan telur infertil, telur biasa memiliki bercak yang bernama blastoderm yang berukuran lebih besar, yaitu sekitar 4-5 milimeter.

Pada dasarnya, mengonsumsi telur infertil tidak berbahaya, selagi telur masih dalam keadaan segar dan belum membusuk. Jika dibandingkan dengan telur biasa pun kandungan gizinya akan sama, karena keduanya memiliki kandungan protein tinggi. Yang membedakan keduanya adalah ada atau tidaknya sperma di dalamnya.

Bukan itu saja, telur ayam juga mengandung lemak dan berbagai macam vitamin, seperti vitamin A, B, D dan E. Selain itu, telur ayam juga mengandung berbagai mineral baik untuk tubuh, seperti zat besi, fosfor, selenium dan asam amino lengkap. Jadi, telur infertil aman dikonsumsi selagi masih segar dan bebas bakteri.

Kendati demikian, pemerintah mengeluarkan larangan dalam memperjual-belikan telur infertil. Hal tersebut diatur melalui Permentan No. 32/Permentan/PK.230/2017 tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi. Melalui peraturan tersebut, para pengelola usaha dilarang memperjual-belikan telur untuk dikonsumsi secara umum, karena dikhawatirkan bahayanya.

Sekali lagi, Edukasi
Telur infertil yang tak jadi lanjut ke proses penetasan dan hanya menginap empat hari di mesin tetas, bisa dikonsumsi. Asalkan antara kuning telur dan bagian putihnya belum bercampur, kualitas telur masih aman dan layak dimakan. Telur-telur ini tetap bisa menjadi sumber protein hewani.

Menggalakkan konsumsi telur di tengah masyarakat juga perlu dilakukan. Selain harga terjangkau, kandungan sebutir telur sangat menopang kesehatan tubuh, baik untuk anak-anak maupun orang dewasa. Peringatan Hari Ayam dan Telur Nasional (HATN) yang digelar setiap tahun menjadi momentum tepat untuk makin mempopulerkan konsumsi telur dan daging ayam.

Untuk konsumsi daging ayam memang terlihat lebih menonjol di masyarakat. Banyaknya kedai ayam goreng dan masakan berbahan baku daging ayam menjadi salah satu indikatornya. Namun untuk konsumsi telur masih perlu ditingkatkan.

Edukasi konsumsi telur ayam kepada anak-anak yang paling efektif adalah melalui para dokter anak di berbagai layanan kesehatan. Sebab, biasanya apa saja yang dikatakan dokter akan dipatuhi pasiennya. Edukasi melalui dokter juga cukup efektif mengurangi maraknya mitos-mitos seputar efek buruk konsumsi telur pada anak balita.

Hanya saja, hingga sekarang masih ada dokter anak yang justru menyarankan pasiennya (anak balita) untuk tidak mengonsumsi telur karena berisiko alergi yang berlebihan. Pemahaman sebagian dokter yang seperti ini, kemudian berkembang menjadi mitos yang berdasar di kalangan masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan.

Para dokter anak yang masih menganut pemahaman tersebut sudah selayaknya segera diluruskan. Menurut dr Triza Arif Santosa, dokter spesialis anak ini menjelaskan kekhawatiran munculnya bisul pada anak bukan semata-mata karena mengonsumi telur. Diakui, memang ada beberapa anak yang alergi terhadap telur. “Tapi bukan semata-mata karena konsumsi telur lalu keluar bisul,” ujarnya.

Ahli gizi ini menjelaskan, pemberian telur satu butir setiap hari pada bayi usia 6-9 bulan dapat mencegah gangguan pertumbuhan dan stunting. Penelitian dari Washington University, bayi-bayi mulai usia 6-9 bulan yang diberikan satu butir telur setiap hari, kadar kolin dan DHA-nya lebih tinggi dibanding bayi-bayi yang tidak diberikan telur.

Dengan penjelasan detail dan ilmiah dari Triza ini sudah seharus para orang tua tak lagi mempercayai mitos-mitos yang tak jelas sumbernya. Telur merupakan sumber nutrisi penting yang dibutuhkan anak balita dengan harga terjangkau. Jika dihitung, harga telur ayam masih di bawah harga kerupuk yang kandungan gizinya sangat minim. Namun faktanya, masih banyak orang tua yang justru memberikan kerupuk kepada anak balitanya sebagai lauk.

Edukasi tentang pentingnya mengonsumsi telur dan daging ayam kepada masyarakat tampaknya masih perlu terus digalakkan. Maraknya bergam jenis kuliner berbahan daging ayam dan telur ayam mestinya menjadi media edukasi yang efektif. (AK)

CEGAH STUNTING, TINGKATKAN AWARNESS ORANG TUA KONSUMSI DAGING DAN TELUR AYAM PADA ANAK

Simbolis makan telur pada seminar stunting kerja sama BKKBN, Kowani dan ASOHI. (Foto: Dok. Infovet)

Stunting merupakan salah satu bagian dari Double Burden Malnutrition (DBM), mempunyai dampak yang sangat merugikan, baik dari sisi kesehatan maupun sisi produktivitas ekonomi dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Prevalensi kasus stunting yang masih cukup tinggi pada 2022 sekitar 24,4% menjadi concern banyak pihak, mengingat target penurunan prevalensi kasus stunting pada 2024 mendatang adalah sebesar 14%.

Atas perhatian tersebut, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bersama Kongres Wanita Indonesia (Kowani) dan Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI), bekerja sama menyelenggarakan Seminar Stunting "Meningkatkan Awarness Orang Tua untuk Mengonsumsi Daging Ayam dan Telur pada Anak", yang dilaksanakan di Hall Auditorium BKKBN, Selasa (8/11/2022).

"Kami sebagai asosiasi di bidang obat hewan ikut berkewajiban dalam memelihara dan menjaga kesehatan hewan, dimana itu bertujuan untuk meningkatkan produktivitas hewan ternak agar protein hewani yang dihasilkan berkualitas sampai ke tangan konsumen," ujar Ketua ASOHI, Drh Irawati Fari dalam sambutannya.

Sebab, lanjut Ira, dengan mengonsumsi protein hewani yang berkualitas, khususnya telur dan daging ayam, memiliki manfaat yang sangat baik bagi tubuh maupun perkembangan anak.

"ASOHI sebagai mitra pemerintah terus berupaya mengampanyekan manfaat konsumsi ayam dan telur untuk mencegah dan menurunkan prevalensi kasus stunting. Karena kita ingin masyarakat dan anak-anak kita dapat tumbuh dengan sehat, cerdas, pintar, agar bisa menjadi penerus bangsa ini," ungkapnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Kepala BKKBN yang diwakili oleh Deputi Kepala Bidang Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan BKKBN, Prof Drh M. Rizal Martua Damanik MRepSc PhD, bahwa konsumsi protein hewani salah satunya telur ayam sangat baik bagi tumbuh kembang pada anak.

Karena dalam satu butir telur terkandung 75 kalori, 7 gram protein kualitas tinggi, 5 gram lemak, kemudian 1,6  gram lemak jenuh, vitamin, mineral, carotenoids dan 30 mg DHA. Telur juga tinggi kolin yang dibutuhkan dalam pembelahan sel dan pertumbuhan.

"Tingginya kasus stunting salah satunya karena asupan gizi yang tidak adekuat. Oleh karena itu, melalui konsumsi telur ayam saja mampu mencegah stunting karena kandungan gizinya sangat baik dan juga penting untuk pertumbuhan sel otak pada anak," kata Prof Damanik.

Ia juga menambahkan, "Dalam literatur dijelaskan, dengan pemberian satu butir telur sehari pada bayi usia 6-9 bulan dapat mencegah stunting. Konsumsi telur dan daging ayam sangat bermanfaat bagi keluarga sehat, termasuk pada 1.000 hari pertama kehidupan karena itu merupakan masa-masa yang sangat krusial."

Oleh karena itu, diharapkan dengan adanya kolaborasi antar stakeholder ini dapat memberikan dampak besar dan luas bagi masyarakat, khususnya pada percepatan penurunan stunting yang bertujuan menurunkan prevalensi stunting, meningkatkan kualitas penyiapan kehidupan berkeluarga, menjamin pemenuhan asupan gizi, memperbaiki pola asuh, meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan, hingga meningkatkan akses air minum dan sanitasi.

Pada kesempatan tersebut turut menghadiri pembicara diantaranya Ketua Kowani & Tenaga Ahli Set Wapres Dr Susianah Affandy MSi, Deputi Kepala Bidang Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan BKKBN Prof Damanik, serta Praktisi Kesehatan Anak dr Triza Arif Santosa SpA, yang masing-masing membahas mengenai bagaimana pentingnya memperhatikan pola hidup, konsumsi sumber zat gizi yang baik salah satunya telur dan daging ayam untuk mencegah dan menurunkan kasus stunting. (RBS)

BERAT BADAN MENINGKAT SETELAH RUTIN KONSUMSI TELUR

Pemberian sebutir telur setiap hari pada bayi usia 6-9 bulan dapat mencegah gangguan pertumbuhan dan stunting. (Foto: Istimewa)

Sebelum makan telur setiap hari, postur badan anak balita ini terlihat “kerempeng”. Dua tahun mengonsumsi telur tiap hari, kini berat badannya di atas  rata-rata anak sebayanya. Ini fakta.

Namanya Abil Izqian Saputra, umur 4 tahun, lebih satu bulan. Tapi berat badannya sudah mencapai 25 kg. Meski memiliki bobot di atas anak-anak seusianya, namun postur tubuh anak ini tak segemuk yang dibayangkan orang. Badannya padat berisi dan lincah geraknya saat bermain dengan teman sebayanya.

Anak yang sering disapa Qian ini termasuk anak yang kurang suka minum susu. Tapi bagaimana bisa berat badan anak ini tumbuh begitu sehat dengan bobot 25 kg di umur 4 tahun? “Sejak umur dua tahun anak saya suka sekali makan telur,” ucap Irkham Aji Saputra, ayah dari Qian.

Menurut  warga Desa Bantarbolang, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, ini saat masih berumur setahun, anaknya kurang begitu suka dengan telur ayam. Ditambah lagi ada anggapan orang-orang di kampungnya, konsumsi telur bisa menimbulkan bisul pada anak kecil.

Irkham semula sempat mempercayai mitos tersebut. Namun lama-kelamaan pedagang kebutuhan pertanian ini berpikir rasional. Sembari berdagang, ia rajin menyimak informasi tentang nutrisi untuk anak, khususnya tentang telur. Dan, akhirnya ia tersadarkan bahwa telur sangat baik untuk pertumbuhan anak.

“Sejak itu saya coba kasih anak telur ceplok untuk sarapan. Pertama sehari satu butir. Karena suka, makannya tambah jadi dua butir telur setiap hari, sampai sekarang,” ungkap Irkham.

Hanya dalam tiga bulan, pertumbuhan Qian mulai tampak pesat. Berat badannya juga mulai naik. Jika sebelumnya sering sakit, sejak konsumsi telur setiap hari kesehatan Qian lebih terjaga. Dan, kini anak semata wayang pasangan Irkham dan Nella Dwi Oktaviani ini tumbuh sehat. Tinggi dan berat badannya melampaui anak-anak sebayanya.

Apa yang dialami Qian merupakan salah satu bukti bahwa konsumsi telur secara rutin pada anak balita sangat baik untuk pertumbuhan. Bukan hanya pertumbuhan fisik saja, tetapi kecerdasan anak juga lebih baik dibanding dengan yang jarang makan telur ayam.

Mencegah Stunting
Kekhawatiran sebagian masyarakat untuk memberikan telur pada anaknya memang masih terus ada sampai saat ini. Khususnya masyarakat di pedesaan. Munculnya bisul menjadi mitos paling kuat dan merasuk di hati sebagian masyarakat yang enggan memberikan telur ayam pada anaknya. Yang lebih memperkuat bertahannya mitos ini terus bergaung di tengah masyarakat pedesaan adalah ada sebagian dokter yang juga masih percaya mitos tersebut. Dokter-dokter ini belum satu suara tentang konsumsi telur pada anak balita.

Menurut dr Triza Arif Santosa, yang merupakan dokter spesialis anak ini menjelaskan kekhawatiran munculnya bisul pada anak bukan semata-mata karena mengonsumi telur. Diakui, memang ada beberapa anak yang alergi terhadap telur. “Tapi bukan semata-mata karena konsumsi telur, lalu keluar bisul,” ujarnya dalam Seminar Nasional “Healthy Family With Chicken Meat & Egg” beberapa waktu lalu.

Ahli gizi ini menjelaskan bahwa telur mengandung lemak sebagai sumber kalori dan asam lemak esensial seperti Omega 3 (DHA, EPA, ALA) yang sangat penting bagi perkembangan otak dan mata pada masa balita. “Sedangkan kolin, asam lemak Omega 3 tinggi pada telur berfungsi untuk kecerdasan dan mencegah demensia,” tambahnya.

Pemberian sebutir telur setiap hari pada bayi usia 6-9 bulan dapat mencegah gangguan pertumbuhan dan stunting. Penelitian dari Washington University, bayi-bayi mulai usia 6-9 bulan yang diberikan sebutir telur setiap hari, kadar kolin dan DHA-nya lebih tinggi dibanding pada bayi-bayi yang tidak diberikan telur.

Dengan penjelasan detail dan ilmiah dari dr Triza, sudah seharusnya para orang tua tak lagi mempercayai mitos-mitos yang tak jelas sumbernya. Telur merupakan sumber nutrisi penting yang dibutuhkan oleh anak balita dengan harga terjangkau. Jika dihitung, harga telur ayam masih di bawah harga kerupuk yang kandungan gizinya sangat minim. Namun faktanya, masih banyak orang tua yang justru memberikan kerupuk kepada anaknya yang masih balita sebagai lauk.

Direbus Tanpa Garam
Pemberian makanan yang beragam untuk anak perlu menjadi perhatian bagi para orang tua karena makanan yang beragam menjadi sumber variasi nutrisi yang diperlukan untuk anak. Bagi anak usia 1-3 tahun, kebutuhan proteinnya kurang lebih 13 gram per hari.

Satu telur berukuran besar kira-kira mengandung 6 gram protein. Jadi, untuk usia satu tahun, anak dapat mengonsumsi kira-kira 1-2 butir telur per hari. “Jika Anda memberikan telur untuk anak, pastikan telur dimasak hingga matang agar anak terhindar dari infeksi bakteri Salmonella yang dapat menyebabkan keluhan muntah dan diare,” pesan dr Triza.

Banyak pertanyaan yang kerap muncul, berapa idealnya anak balita makan telur dalam seminggu? Sebenarnya, tidak ada batas maksimum untuk memberikan bayi telur dalam seminggu. Namun, ada batas minimum yang harus diperhatikan saat memberikan telur pada bayi untuk mencegah alergi. Dalam beberapa literatur tentang gizi disebutkan, telur merupakan salah satu makanan pemicu alergi yang paling umum pada bayi.

Bila ingin memberikan telur setiap hari, sebenarnya tidak masalah. Tapi, alangkah baiknya juga, jika bayi mendapatkan variasi makanan setiap hari supaya bisa mengenal beragam rasa dan tekstur.

Dalam sebuah penelitian di Universitas Washington, bayi yang makan telur setiap hari dapat terhindar dari stunting. Daily Mail, media online di Amerika Serikat, melansir bahwa bayi yang memakan telur setiap hari antara usia 6-9 bulan juga memiliki kadar nutrisi penting yang lebih tinggi seperti vitamin B12 dalam darahnya, dibandingkan dengan mereka yang tidak rutin makan telur.

Di dalam telur juga ditemukan sebagai protein terbaik bagi anak-anak di negara berkembang, karena harganya yang murah dan mudah didapatkan. Sehingga, tidak ada salahnya memberikan telur setiap hari kepada bayi. Tapi, harus diperhatikan banyak hal, mulai dari reaksi alergi, juga variasi rasa pada makanan yang diberikan agar si kecil tidak bosan.

Sebagai tambahan informasi, telur mengandung 13 vitamin, mineral, seng, protein serta kalori. Telur juga merupakan salah satu sumber protein lengkap berkualitas tinggi, karena mengandung sembilan asam amino esensial.

Esensial berarti bahwa tubuh tidak dapat memproduksi asam amino ini sendiri. Itulah sebabnya perlu memasukkannya ke dalam makanan. Oleh sebab itu, anak balita masih diperbolehkan makan telur setiap hari selama ia tidak memiliki alergi terhadap protein telur dan bila dikonsumsi dalam jumlah yang wajar.

Yang terpenting adalah memasaknya tanpa menambahkan garam atau lemak. Untuk dikonsumsi anak, telur akan lebih baik jika direbus tanpa tambahan garam. Atau, diolah dengan orak-arik tanpa mentega dan menggunakan susu rendah lemak sebagai pengganti krim. Banyak ahli nutrisi yang menganjurkan sebaiknya telur untuk anak-anak tidak digoreng. Menggoreng telur dapat meningkatkan kandungan lemaknya sekitar 50%. (AK)

AGAR MASALAH KEKERDILAN TIDAK MELEBAR

Bulu sayap ayam yang mengalami stres. (Foto: Istimewa)

Ada beberapa upaya yang harus lebih diperhatikan agar ayam tidak mengalami kekerdilan dan tumbuh normal. Beberapa diantaranya tentu saja faktor manajemen dan upaya kontrol yang lebih ketat.

Perlu diingat bahwa dampak yang muncul dari kekerdilan dapat menimbulkan kerugian ekonomi sehubungan dengan gangguan pertumbuhan dan pencapaian bobot panen yang rendah, peningkatan konversi ransum, serta peningkatan jumlah ayam afkir.

Hasil penelitian Hidayat (2014), menyebutkan bahwa sindrom kekerdilan dibagi menjadi beberapa kategori:

• Jika terjadi sebanyak 5-10% dari populasi termasuk kategori ringan.
• Jika kejadian mencapai >10-30% dari populasi termasuk kategori buruk.
• Jika kejadian mencapai >30% dari populasi termasuk dalam kategori bencana besar.

Kasus ayam kerdil sendiri di lapangan sering kali terbagi menjadi dua kategori kasus, yaitu jika dalam waktu lima minggu bobot ayam kurang dari 200 gram setiap ekornya, maka dikategorikan sebagai kasus “runting”. Namun jika kekurangan bobotnya antara 200 gram-1 kg, maka dikategorikan sebagai kasus “stunting”.

Perhatikan Manajemen Brooding
Menurut Manajer Operasional PT Sumber Unggas Indonesia, Carlim, yang juga konsultan perunggasan, kebanyakan kejadian di broiler yang terjadi 50%-nya adalah stunting.

“Kalau dulu waktu saya masih pegang broiler itu kalau brooding enggak benar, sehabis diangkat itu brooder pasti langsung kelihatan deh, keciri pokoknya. Makanya saya bilang ‘ritual’ brooding itu sangat sakral, kalau tidak bisa lewati itu dengan baik pasti hancur,” tutur Carlim.

Pasalnya lanjut Carlim, pada masa ini sering... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2022. (CR)

KONSUMSI PROTEIN HEWANI DAN NABATI HINDARI ANCAMAN STUNTING

Webinar nasional asupan protein hewani dan nabati kurangi kasus stunting yang dipandu oleh Alfred Kompudu (kiri), bersama narasumber Muhammad Yani (kanan) dan Ali Khomsan (bawah). (Foto: Infovet/Ridwan)

Asupan pangan bergizi merupakan kebutuhan esensial bagi tiap individu, khususnya bagi ibu hamil dan balita. Kekurangan pangan bergizi dari protein hewani dan nabati menjadi salah satu penyebab tingginya kasus stunting.

“Balita yang stunting kecerdasannya akan kurang maksimal, dampak lainnya turut meningkatkan kemiskinan dan ketimpangan. Situasi ini dapat memengaruhi pertumbuhan Indonesia,” ujar Ricky Bangsaratoe, selaku panitia penyelenggara Webinar Nasional “Gizi Seimbang Protein Hewani dan Nabati untuk Mengurangi Kasus Stunting di Indonesia”, Kamis (22/7/2021).

Saat ini prevalensi kasus stunting di Indonesia masih cukup tinggi. Dari data yang ada pada 2020, kasus stunting berada diangka 24,1% dan menjadikan Indonesia urutan ketiga kasus stunting tertinggi di Asia. Ini juga berkaitan erat dengan tingkat kemiskinan masyarakat. Karena itu, upaya pemerintah hingga 2024 mendatang, menargetkan penurunan stunting 2,5% per tahun, sesuai arahan Presiden Joko Widodo yang mengharapkan prevalensi stunting turun 14% pada 2024.

Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan, Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Agus Suprapto, yang hadir sebagai keynote speech, menyebut untuk mengupayakan penurunan kasus stunting yang termasuk kronis ini dibutuhkan intervensi secara spesifik, terpadu dan konsisten, salah satunya melalui konsumsi protein hewani dan nabati.

Hal senada juga disampaikan Guru Besar Pangan dan Gizi IPB, Prof Dr Ir Ali Khomsan, yang menjadi narasumber. Menurutnya, intervensi gizi harus memprioritaskan pada keluarga yang memiliki anak stunting, juga pada keluarga miskin. Adapun tiga hal yang dapat dilakukan yakni subsidi pangan, perbaikan sanitasi dan pengentasan kemiskinan.

“Dari penelitian saya, keluarga miskin memiliki balita stunting 40%, sedangkan keluarga tidak miskin jumlah balita stunting-nya hanya 14,3%. Oleh karena itu, pemberian telur setiap hari sebagai makanan tambahan dapat mengentaskan stunting pada anak hingga 47% dan kasus anak kurus turun 74%,” ungkap dia.

Kendati demikian, realitas yang terjadi kebanyakan masyarakat Indonesia lebih gemar membeli rokok ketimbang sumber pangan bergizi bagi keluarga. Data dari BPS 2020, menyebutkan konsumsi rokok per tahun mencapai 1.300 batang dengan nilai mencapai Rp 2 juta/tahun. Sementara konsumsi daging ayam 15 kg dengan nilai Rp 525 ribu/tahun dan konsumsi telur hanya 9,5 kg dengan nilai Rp 235 ribu/tahun.

Hal itu salah satunya menjadi pemantik strategi nasional penurunan percepatan stunting di Indonesia. Beberapa strategi itu disebutkan Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN, Dr dr Muhammad Yani MKes PKK, diantaranya menurunkan prevalensi kasus stunting, meningkatkan kualitas penyiapan kehidupan berkeluarga, menjamin pemenuhan asupan gizi, memperbaiki pola asuh, meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan, serta meningkatkan akses air minum dan sanitasi.

“Dampak stunting ini sangat berbahaya, karena dapat menyebabkan gangguan perkembangan otak, kecerdasan, pertumbuhan dan gangguan metabolisme. Stunting juga menjadi penyakit penyebab kemiskinan, selain berpotensi menjadi ancaman bagi indeks pembangunan manusia di Indonesia,” pungkasnya. (RBS)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer