Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini SBM | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

OPTIMALISASI SBM SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN

Optimalsasi SBM untuk pakan ternak. (Sumber: neighborwebsj.com)

Pakan merupakan komponen penting dengan cost tertinggi dalam usaha budi daya peternakan termasuk unggas. Hampir 70% komposisi biaya dalam beternak berasal dari pakan, oleh karena itu sangat penting untuk menekan cost pakan agar budi daya lebih efisien.

Namun begitu tidak mudah rasanya mengefisienkan harga pakan. Terlebih banyak keluhan dari para produsen pakan terkait kenaikan harga beberapa jenis bahan baku pakan misalnya Soybean Meal (SBM) yang umum digunakan dalam formulasi pakan di Indonesia. Belakangan diketahui bahwa harga SBM di lapangan mengalami kenaikan.

Memaksimalkan Utilisasi Protein
Prof Komang G. Wiryawan, staf pengajar Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB University, mengingatkan akan pentingnya efisiensi dalam suatu formulasi ransum. Menurutnya, pemilihan bahan baku yang digunakan dalam ransum harus mengandung nutrisi yang seimbang dengan nilai energi metabolisme yang cukup untuk ternak pada tiap fasenya. Energi ini dihasilkan oleh berbagai macam komponen, mulai dari protein, karbohidrat, lemak, dan lain sebagainya.

Pada ransum unggas yang lazim digunakan sebagai sumber energi biasanya jagung, sedangkan fungsi SBM yakni sebagai sumber protein (asam amino). Namun begitu, protein yang terkandung dalam SBM jika tidak termanfaatkan dengan baik oleh ternak, akan menghasilkan gas yang berbahaya, karena SBM banyak mengandung Non-Starch Polisacharide (NSP) yang tersisa, senyawa itu akan dicerna bakteri, jika bakterinya bersifat patogen maka akan mengancam kesehatan saluran pencernaan ternak.

“Jadi kuncinya bagaimana kita memaksimalkan utilisasi protein yang ada dari bahan baku. Tepung ikan, SBM, itu sumber protein, memang pemakaiannya tidak sebesar jagung, tapi jika tidak tepat penggunaannya bisa menyebabkan masalah juga. Terlalu banyak tidak baik, begitupun jika terlalu sedikit,” tutur Komang.

Biasanya lanjut dia, di dalam suatu bahan baku pakan ada hal yang menghambat utilisasi zat dari bahan baku tersebut. Seperti yang disebutkan di atas, NSP merupakan gugusan karbohidrat yang membuat utilisasi protein dalam SBM kurang maksimal. NSP tidak dapat dicerna secara maksimal oleh unggas, oleh karenanya dibutuhkan alat bantu yang dapat memecahnya agar sumber nutrisi dari NSP dapat dicerna.

“Kita tahu bahwa biasanya digunakan enzim untuk memecah struktur kimia yang rumit. Kita sudah tentu mengenal atau minimal mendengar nama-nama enzim seperti xylanase, protease, beta-mannanase, dan lainnya. Nah, fungsinya diantaranya yaitu memecah struktur yang tidak tercerna menjadi bermanfaat bagi ternak,” jelasnya.

Penggunaan Enzim untuk Maksimalkan Nutrisi Pakan
Campur tangan teknologi sudah bukan barang baru dalam dunia formulasi pakan, terutama dalam mengefisienkan suatu ransum. Seperti yang tadi dijelaskan, salah satu hal yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan nilai nutrisi dari bahan baku adalah penggunaan enzim. Dalam pakan ternak, penggunaan enzim sebenarnya sudah dilakukan sejak lama.

Enzim merupakan senyawa yang berfungsi sebagai katalisator reaksi kimia. Katalisator adalah suatu zat yang mempercepat reaksi kimia, tetapi tidak mengubah keseimbangan reaksi atau tidak mempengaruhi hasil akhir reaksi.

Hal inilah yang digadang-gadang bahwa enzim bisa menjadi salah satu bahan alternatif yang dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas pakan ternak, sehingga manusia yang mengonsumsi hasil ternak, maupun lingkungan aman.

Meskipun di dalam tubuh makhluk hidup enzim dapat diproduksi sendiri (endogenous) sesuai kebutuhan, penambahan enzim dalam formulasi pakan kini sudah menjadi suatu hal yang lazim dilakukan para produsen pakan. Enzim di dalam formulasi pakan memiliki beberapa fungsi, menurut Bedford dan Partridge (2011) di antaranya:

• Memecah faktor anti-nutrisi yang terdapat dalam campuran pakan. Kebanyakan dari senyawa tersebut tidak mudah dicerna oleh enzim endogenous, sehingga dapat mengganggu pencernaan ternak, contoh tanin, saponin dan lain-lain.

• Meningkatkan ketersediaan pati, protein dan garam mineral yang terdapat pada dinding sel yang kaya serat, karena itu tidak mudah dicerna oleh enzim pencernaan sendiri atau terikat dalam ikatan kimia sehingga ternak tidak mampu mencerna.

• Merombak ikatan kimia khusus dalam bahan baku pakan yang biasanya tidak dapat dirombak oleh enzim yang dihasilkan ternak itu sendiri.

• Sebagai suplemen tambahan dari enzim yang diproduksi oleh ternak muda, dimana sistem pencernaannya belum sempurna sehingga enzim endogenous kemungkinan belum mencukupi.

Utilisasi SBM dengan Enzim
Hal tersebut juga diamini oleh Technical Director dari Industrial Tecnica Pecuaria, S.A (ITPSA) Spanyol, Dr Josep Mascarell. Menurutnya, berdasarkan hasil riset oleh para ahli, asam amino yang terkandung dalam SBM lebih seimbang dan beberapa di antaranya tidak dapat ditemukan dalam tanaman lain.

Selain itu, Josep menilai bahwa utilisasi dari SBM dalam sebuah formulasi pakan belum termaksimalkan dengan baik. Terlebih lagi di masa sekarang ini, dimana efisiensi adalah sebuah keharusan dan peternak dihadapkan dengan berbagai macam tantangan dalam budi daya.

“Tantangan di masa kini semakin kompleks, produsen pakan harus berlomba-lomba dalam menciptakan pakan yang murah, efisien, tetapi juga berkualitas. Oleh karena itu, dibutuhkan kustomisasi yang tepat dalam formulasi untuk melakukannya,” tutur Josep.

Di kawasan Asia mayoritas formulasi pakan ternak didominasi oleh jagung, tepung gandum, dan SBM sebagai bahan baku utama. Dalam SBM ternyata terdapat kandungan zat anti-nutrisi berupa α-galaktosidase (αGOS). Zat tersebut dapat menyebabkan timbunan gas dalam perut, penurunan absorpsi nutrien, peradangan pada usus dan rasa tidak nyaman pada ternak.

Hal ini tentunya akan membuat ternak stres dan menyebabkan turunnya sistem imun. Energi dari pakan yang seharusnya dapat dimaksimalkan untuk performa dan pertumbuhan justru terbuang untuk menyusun sistem imun yang menurun. Oleh karenanya, dibutuhkan substrat yang dapat menguraikan α-galaktosidase untuk memaksimalkan utilisasi energi dari SBM.

Menurut Josep, di masa kini penggunaan enzim dalam formulasi pakan adalah sebuah keniscayaan. Penambahan enzim eksogen dapat membantu meningkatkan kualitas pakan, meningkatkan kecernaan nutrien (NSP, protein dan lemak), memaksimalkan utilisasi energi pakan dan yang pasti mengurangi biaya alias efisiensi formulasi.

ITPSA telah melakukan riset selama 20 tahun lebih dalam hal ini. Setelah melalui serangkaian riset dihasilkanlah produk enzim serbaguna yang dapat membantu memaksimalkan formulasi pakan terutama yang berbasis jagung, tepung gandum dan SBM.

Berdasarkan hasil trial, formulasi ransum dengan komposisi utama jagung, SBM dan tepung gandum akan lebih termaksimalkan utilisasi proteinnya dengan menambahkan kombinasi enzim α-galaktosidase dan xylanase. Hasilnya pada ternak terlihat pada tabel berikut:

Kenaikan Kecernaan (Broiler) dengan Penggunaan Enzim α-galaktosidase dan Xylanase

Kenaikan Kecernaan (Babi) dengan Penggunaan Enzim α-galaktosidase dan Xylanase

Josep juga mengatakan bahwa enzim yang diberikan harus aman untuk ternak dan manusia, serta harus dapat digunakan dan dikombinasikan dengan berbagai jenis feed additive lainnya.

Dengan menambahkan enzim α-galaktosidase dan xylanase dalam formulasi pakan, tentunya akan dihasilkan performa ternak yang baik, meningkatkan kesehatan saluran pencernaan dan tentunya akan lebih menguntungkan dan efisien dalam penggunaan bahan baku. ***

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

OPTIMALISASI SBM SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN

Optimalsasi SBM untuk pakan ternak. (Sumber: neighborwebsj.com)

Pakan merupakan komponen penting dengan cost tertinggi dalam usaha budi daya peternakan termasuk unggas. Hampir 70% komposisi biaya dalam beternak berasal dari pakan, oleh karena itu sangat penting untuk menekan cost pakan agar budi daya lebih efisien.

Namun begitu, tidak mudah rasanya mengefisienkan harga pakan dikala pandemi COVID-19 kini. Terlebih banyak keluhan dari para produsen pakan terkait kenaikan harga beberapa jenis bahan baku pakan misalnya Soybean Meal (SBM) yang umum digunakan dalam formulasi pakan di Indonesia. Belakangan diketahui bahwa harga SBM di lapangan mengalami kenaikan bahkan hingga 50%.

Memaksimalkan Utilisasi Protein
Prof Komang G Wiryawan, staf pengajar Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, mengingatkan akan pentingnya efisiensi dalam suatu formulasi ransum. Menurutnya, pemilihan bahan baku yang digunakan dalam ransum harus mengandung nutrisi yang seimbang dengan nilai energi metabolisme yang cukup untuk ternak pada tiap fasenya. Energi ini dihasilkan oleh berbagai macam komponen, mulai dari protein, karbohidrat, lemak dan lain sebagainya.

Pada ransum unggas yang lazim digunakan sebagai sumber energi biasanya jagung, sedangkan fungsi SBM yakni sebagai sumber protein (asam amino). Namun begitu, protein yang terkandung dalam SBM jika tidak termanfaatkan dengan baik oleh ternak, akan menghasilkan gas yang berbahaya, karena SBM banyak mengandung Non-Starch Polisacharide (NSP) yang tersisa, senyawa itu akan dicerna bakteri, jika bakterinya bersifat patogen maka akan mengancam kesehatan saluran pencernaan ternak.

“Jadi kuncinya bagaimana kita memaksimalkan utilisasi protein yang ada dari bahan baku. Tepung ikan, SBM, itu sumber protein, memang pemakaiannya tidak sebesar jagung, tapi jika tidak tepat penggunaannya bisa menyebabkan masalah juga. Terlalu banyak tidak baik, begitupun jika terlalu sedikit,” tutur Komang.

Biasanya lanjut dia, di dalam suatu bahan baku pakan ada hal yang menghambat utilisasi zat dari bahan baku tersebut. Seperti yang disebutkan di atas, NSP merupakan gugusan karbohidrat yang membuat utilisasi protein dalam SBM kurang maksimal. NSP tidak dapat dicerna secara maksimal oleh unggas, oleh karenanya dibutuhkan alat bantu yang dapat memecahnya agar sumber nutrisi dari NSP dapat dicerna.

“Kita tahu bahwa biasanya digunakan enzim untuk memecah struktur kimia yang rumit. Kita sudah tentu mengenal atau minimal mendengar nama-nama enzim seperti xylanase, protease, beta-mannanase dan lainnya. Nah, fungsinya diantaranya yaitu memecah struktur yang tidak tercerna menjadi bermanfaat bagi ternak,” jelasnya.

Penggunaan Enzim untuk Maksimalkan Nutrisi Pakan
Campur tangan teknologi sudah bukan barang baru dalam dunia formulasi pakan, terutama dalam mengefisienkan suatu ransum. Seperti yang tadi dijelaskan, salah satu hal yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan nilai nutrisi dari bahan baku adalah penggunaan enzim. Dalam pakan ternak, penggunaan enzim sebenarnya sudah dilakukan sejak lama.

Enzim merupakan senyawa yang berfungsi sebagai katalisator reaksi kimia. Katalisator adalah suatu zat yang mempercepat reaksi kimia, tetapi tidak mengubah keseimbangan reaksi atau tidak mempengaruhi hasil akhir reaksi.

Hal inilah yang digadang-gadang bahwa enzim bisa menjadi salah satu bahan alternatif yang dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas pakan ternak, sehingga manusia yang mengonsumsi hasil ternak, maupun lingkungan aman.

Meskipun di dalam tubuh makhluk hidup enzim dapat diproduksi sendiri (endogenous) sesuai kebutuhan, penambahan enzim dalam formulasi pakan kini sudah menjadi suatu hal yang lazim dilakukan para produsen pakan. Enzim di dalam formulasi pakan memiliki beberapa fungsi, menurut Bedford dan Partridge (2011) diantaranya:

• Memecah faktor anti-nutrisi yang terdapat dalam campuran pakan. Kebanyakan dari senyawa tersebut tidak mudah dicerna oleh enzim endogenous, sehingga dapat mengganggu pencernaan ternak, contoh tannin, saponin dan lain-lain.

• Meningkatkan ketersediaan pati, protein dan garam mineral yang terdapat pada dinding sel yang kaya serat, karena itu tidak mudah dicerna oleh enzim pencernaan sendiri atau terikat dalam ikatan kimia sehingga ternak tidak mampu mencerna.

• Merombak ikatan kimia khusus dalam bahan baku pakan yang biasanya tidak dapat dirombak oleh enzim yang dihasilkan ternak itu sendiri.

• Sebagai suplemen tambahan dari enzim yang diproduksi oleh ternak muda, dimana sistem pencernaannya belum sempurna sehingga enzim endogenous kemungkinan belum mencukupi.

Utilisasi SBM dengan Enzim
Hal tersebut juga diamini oleh Technical Director dari Industrial Tecnica Pecuaria, S.A (ITPSA) Spanyol, Dr Josep Mascarell. Menurutnya, berdasarkan hasil riset oleh para ahli, asam amino yang terkandung dalam SBM lebih seimbang dan beberapa diantaranya tidak dapat ditemukan dalam tanaman lain.

Selain itu, Josep menilai bahwa utilisasi dari SBM dalam sebuah formulasi pakan belum termaksimalkan dengan baik. Terlebih lagi di masa sekarang ini, dimana efisiensi adalah sebuah keharusan dan peternak dihadapkan dengan berbagai macam tantangan dalam budi daya.

“Tantangan di masa kini semakin kompleks, produsen pakan harus berlomba-lomba dalam menciptakan pakan yang murah, efisien, tetapi juga berkualitas. Oleh karena itu, dibutuhkan kustomisasi yang tepat dalam formulasi untuk melakukannya,” tutur Josep.

Di kawasan Asia mayoritas formulasi pakan ternak didominasi oleh jagung, tepung gandum, dan SBM sebagai bahan baku utama. Dalam SBM ternyata terdapat kandungan zat anti-nutrisi berupa α-galaktosidase (αGOS). Zat tersebut dapat menyebabkan timbunan gas dalam perut, penurunan absorpsi nutrien, peradangan pada usus dan rasa tidak nyaman pada ternak.

Hal ini tentunya akan membuat ternak stres dan menyebabkan turunnya sistem imun. Energi dari pakan yang seharusnya dapat dimaksimalkan untuk performa dan pertumbuhan justru terbuang untuk menyusun sistem imun yang menurun. Oleh karenanya, dibutuhkan substrat yang dapat menguraikan α-galaktosidase untuk memaksimalkan utilisasi energi dari SBM.

Menurut Josep, di masa kini penggunaan enzim dalam formulasi pakan adalah sebuah keniscayaan. Penambahan enzim eksogen dapat membantu meningkatkan kualitas pakan, meningkatkan kecernaan nutrien (NSP, protein dan lemak), memaksimalkan utilisasi energi pakan dan yang pasti mengurangi biaya alias efisiensi formulasi.

ITPSA telah melakukan riset selama 20 tahun lebih dalam hal ini. Setelah melalui serangkaian riset dihasilkanlah produk enzim serbaguna yang dapat membantu memaksimalkan formulasi pakan terutama yang berbasis jagung, tepung gandum dan SBM.

Berdasarkan hasil trial, formulasi ransum dengan komposisi utama jagung, SBM dan tepung gandum akan lebih termaksimalkan utilisasi proteinnya dengan menambahkan kombinasi enzim α-galaktosidase dan xylanase. Hasilnya pada ternak terlihat pada tabel berikut:

Kenaikan Kecernaan (Broiler) dengan Penggunaan Enzim α-galaktosidase dan Xylanase

Kenaikan Kecernaan (Babi) dengan Penggunaan Enzim α-galaktosidase dan Xylanase


Josep juga mengatakan bahwa enzim yang diberikan harus aman untuk ternak dan manusia, serta harus dapat digunakan dan dikombinasikan dengan berbagai jenis feed additive lainnya.

Dengan menambahkan enzim α-galaktosidase dan xylanase dalam formulasi pakan, tentunya akan dihasilkan performa ternak yang baik, meningkatkan kesehatan saluran pencernaan dan tentunya akan lebih menguntungkan dan efisien dalam penggunaan bahan baku. (CR)

OPTIMALISASI SBM SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN

Memaksimalkan penggunaan SBM untuk pakan yang lebih efisien

Pakan merupakan komponen penting dengan cost tertinggi dalam usaha budidaya peternakan termasuk unggas. Hampir 70% komposisi biaya dalam beternak berasal dari pakan, oleh karena itu sangat penting untuk menekan cost pakan agar budidaya lebih efisien.

Namun begitu tidak mudah rasa – rasanya mengefisienkan harga pakan dikala pandemi kini. Terlebih lagi banyak keluhan dari para produsen pakan terkait kenaikan harga beberapa jenis bahan baku pakan misalnya Soybean Meal (SBM) yang umum digunakan dalam formulasi pakan di Indonesia.

PT Agrimara Cipta Nutrindo selaku distributor dari Industrial Tecnica Pecuaria SA, perusahaan yang berpengalaman selama 50 tahun di bidang teknologi pakan, mengadakan webinar untuk berbagi ilmu dan pengalaman dalam memaksimalkan SBM. Webinar tersebut dihelat pada 10 Februari 2021 lalu melalui daring Zoom meeting.

Bertindak sebagai narasumber yakni Dr Josep Mascarell, BD Director ITPSA dan webinar tersebut dimoderatori oleh Prof Komang G Wiryawan dari departemen ilmu nutrisi dan teknologi pakan, Fakultas Peternakan IPB University.

Sebagai pembuka, Prof Komang kembali mengingatkan pada kita akan fungsi SBM sebagai sumber nutrisi (asam amino). Namun begitu jika tidak termanfaatkan dengan baik oleh ternak, sisa protein dalam SBM akan menghasilkan gas yang akan berbahaya karena Non-Starch Polisacharide (NSP) yang tersisa, ini akan dicerna bakteri patogen sehingga mengancam kesehatan saluran pencernaan ternak.

Hal tersebut diamini oleh Josep, berdasarkan hasil riset asam amino yang terkandung dalam SBM lebih seimbang dan beberapa diantaranya tidak dapat ditemukan dalam tanaman lain. Selain itu Josep menilai bahwa utilisasi dari SBM dalam sebuah formulasi pakan belum termaksimalkan dengan baik. Terlebih lagi di masa sekarang ini dimana efisiensi adalah sebuah keharusan dan peternak dihadapkan dengan berbagai macam tantangan dalam budidaya.

“Tantangan di masa kini semakin kompleks, produsen pakan pun harus berlomba – lomba dalam menciptakan pakan yang murah, efisien, tetapi juga berkualitas, oleh karena itu dibutuhkan kustomisasi yang tepat dalam formulasi untuk melakukannya,” tutur Josep.

Di kawasan Asia mayoritas formulasi pakan ternak didominasi oleh jagung, tepung gandum, dan SBM sebagai bahan baku utama. Dalam SBM ternyata terdapat kandungan zat anti nutrisi berupa α-galaktosidase (αGOS). Zat tersebut dapat menyebabkan timbunan gas dalam perut, penurunan absorpsi nutrient, peradangan pada usus, dan rasa tidak nyaman pada ternak.

Hal ini tentunya akan menyebabkan ternak stress dan menyebabkan turunnya sistem imun. Energi dari pakan yang seharusnya dapat dimaksimalkan untuk performa dan pertumbuhan malah terbuang untuk menyusun sistem imun yang menurun. Oleh karena itu dibutuhkan substrat yang dapat menguraikan α-galaktosidase untuk memaksimalkan utilisasi energi dari SBM.

Menurut Josep, di masa kini penggunaan enzim dalam formulasi pakan adalah sebuah keniscayaan. Penambahan enzim eksogen dapat membantu meningkatkan kualitas pakan,meningkatkan kecernaan nutrient (NSP, protein, dan lemak), memaksimalkan utilisasi energi pakan, dan yang pasti mengurangi biaya alias efisiensi formulasi.

ITPSA telah melakukan riset selama 20 tahun lebih dalam hal ini. Setelah melalui serangkaian riset dihasilkanlah produk enzim serbaguna yang dapat membantu memaksimalkan formulasi pakan terutama yang berbasis jagung, tepung gandum, dan SBM yakni Capsozyme SB Plus™. Produk tersebut memiliki bahan aktif kombinasi antara enzim α-galaktosidase dan xylanase yang sudah terbukti dan teruji dapat mengefisienkan formulasi pakan.

Berdasarkan trial pada ransum broiler dan babi pada tahun 2019, Capsozyme SB Plus™ terbukti dapat meningkatkan perfoma pada broiler dan babi. Selain itu, Capsozyme SB Plus™ juga terbukti dapat meningkatkan kecernaan dan menjaga kesehatan saluran pencernaan, sebagaimana terlihat pada tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Peningkatkan Kecernaan Pada Broiler (penggunaan Capsozyme SB Plus)


Tabel 2. Peningkatkan Kecernaan Pada Babi (penggunaan Capsozyme SB Plus)


Josep juga mengatakan bahwa Capsozyme SB Plus™ aman digunakan dan dikombinasikan dengan berbagai jenis feed additive lainnya. Dengan menambahkan Capsozyme SB Plus™ dalam formulasi pakan, tentunya akan dihasilkan performa ternak yang baik, meningkatkan kesehatan saluran pencernaan, dan tentunya akan lebih menguntungkan. (CR)



ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer