Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Prof Budi Tangendjaja | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

TANTANGAN PRODUKSI DAGING BIAKAN (CULTURED MEAT)

Prof Budi Tangendjaja. (Foto: Infovet/Ridwan)

Tantangan untuk menghasilkan daging biakan (Cultured Meat) atau daging tiruan adalah cita rasa yang harus dibuat agar sesuai dengan aslinya. Banyak komponen flavor daging yang masih harus diperoleh melalui proses metabolisme langsung dalam tubuh. Kandungan nutrisi daging biakan mungkin masih dapat dibuat serupa aslinya untuk menghasilkan produk seperti nugget ayam, namun membuat daging biakan seperti steak menjadi tantangan tersendiri.

Daging biakan dapat dibuat untuk berbagai jenis hewan seperti tikus, babi, ayam, sapi bahkan daging manusia. Daging biakan adalah daging yang ditumbuhkan di laboratorium (daging in vitro) menjadi topik perbincangan di berbagai media karena merupakan hal baru dan juga menjadi jalan keluar kebutuhan daging untuk manusia di masa mendatang, terutama bagi mereka yang masih mau makan daging atau tidak merubah pola makannya tetapi merasa lebih bertanggung jawab terhadap dunia.

Data produksi dan konsumsi daging di berbagai negara di dunia akan terus meningkat sejalan dengan naiknya pendapatan penduduk. Peningkatan konsumsi daging berkorelasi dengan pendapatan per kapita, dimana makin tinggi pendapatan penduduk maka terjadi perubahan pola makanan dengan meningkatkan konsumsi protein hewani. Hal ini nampak tidak hanya di negara miskin dan pendapatan menengah, tetapi juga dijumpai di negara maju meskipun lebih melandai.

Daging Biakan. (Sumber: Sauthey (2020) Food Navigator).

Untuk memenuhi kebutuhan daging yang terus meningkat, maka diperlukan peningkatan produksi ternak yang umumnya diperoleh dari tiga jenis daging utama, yaitu daging ayam, babi dan sapi. Akan tetapi peningkatan produksi ternak di dunia mengalami berbagai tantangan, tidak hanya dari teknik produksinya, tetapi ketersediaan sumber daya seperti lahan untuk pakan, air, manusia, termasuk lingkungan dan keberlanjutannya (sustainability).

Pertimbangan Manghasilkan Daging Biakan
Berbagai argumentasi mengenai keinginan mengembangkan daging biakan dikemukakan berbagai pihak. Pertama, bahwa… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juni 2021.

Ditulis oleh:
Prof (Riset) Dr Ir Budi Tangendjaja MSc MAppl
Peneliti Utama Bidang Pakan dan Nutrisi Ternak,
Balai Penelitian Ternak (Balitnak),
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor

MENCARI ALTERNATIF PAKAN AYAM PETELUR

Ayam petelur ibarat sebuah pabrik biologis yang butuh asupan nutrisi dalam jumlah mencukupi

FKS Multi Agro bersama dengan US Soybean Export Council dan US Grain Council melaksanakan webinar FEEDS (Feed Ingredient Dialouge Series) pada Selasa (21/4) lalu. Webinar tersebut merupakan seri ke-3 dari FEEDS dimana webinar kali ini bertemakan “Mencari Alternatif Bahan Baku Pakan Petelur”. Bertindak sebagai narasumber yakni Prof. Budi Tangendjaja peneliti BALITNAK Ciawi yang sudah melanglangbuana di dunia formulasi pakan ternak.

Dalam presentasinya Prof. Budi menyebutkan bahwa dalam budi daya ternak pakan merupakan komponen biaya terbesar, bahkan dirinya berani menyebut bahwa cost pakan bisa mencapai 80% bahkan lebih. Lalu Prof. Budi juga menyebut bahwa ketergantungan terhadap jagung dan bungkil kedelai dalam formulasi pakan sangat tinggi. Rerata di dunia, penggunaan jagung berada pada kisaran 45% dan bungkil kedelai sekitar 27%.

Sedikit mengkritik, Budi juga menambahkan bahwa Indonesia dihadapkan dengan permasalahan lokal dimana Indonesia yang katanya produksi jagungnya surplus, tetapi sangat sulit bagi peternak layer selfmixing dan industri pakan untuk mendapatkan jagung dengan kualitas yang baik.

“Artinya apa?, kita sudah sangat tergantung dengan dua bahan baku tersebut, padahal sebagaimana kita ketahui bahwa ketersediaan dari keduanya cukup fluktuatif, sehingga harga dari kedua komoditas tersebut pun ikut pasang surut. Nah, bagaimana kita bisa lepas dari ketergantungan ini?,” tutur Budi.

Budi pun menyebut bahwasanya dalam budi daya, efisiensi merupakan suatu harga mati. Karena persaingan, tentunya para pembudi daya juga akan didorong untuk lebih efisiensi, terutama dalam hal ini adalah efisiensi dari sisi cost pakan.

Oleh karena itu untuk para “penganut” sistem selfmixing harus pandai – pandai mengatur formulasi pakan agar harga tetap murah, tetapi kualitas dari pakan tetap terjaga sehingga tidak mempengaruhi performa produksi dari ayam.

“Dalam formulasi patokannya itu harga, nutirisi (gizi), pengolahan, dan ternaknya. Kalau harga masuk, kita pakai bahannya, kalau nutrisinya memenuhi, kita pakai juga, kalau praktis tidak butuh banyak pengolahan, kita ambil, dan terakhir biarkan ternak bicara apakah formulasi yang kita buat ini cocok apa enggak,” tutur Budi.

Selanjutnya kemudian Budi memberikan contoh teknik formulasi ransum hanya dengan menggunakan software Microsoft Excel. Dalam formulasi yang ia demonstrasikan, Budi hanya menggunakan 25% jagung dan sedikit bungkil kedelai, sebagai gantinya ia menggunakan gandum dan DDGS. Di atas kertas, formulasi yang dibuat olehnya dapat menghasilkan pakan dengan harga dibawah rerata. Namun begitu tidak sedikit pertanyaan yang masuk kepada Budi terkait dari kualitas ransum yang barusan ia demonstrasikan.

Dengan santai ia menjawab bahwa untuk lebih meyakinkan hasil dari demonstrasi formulasi tersebut, jalan satu – satunya adalah mencoba. Ia menyarankan agar formulasi tadi diujicobakan kepada peternak yang hadir sebagai peserta di kandang masing – masing.

“Dicobakan dulu untuk ayam – ayam tua yang usianya 75 atau 80 minggu, kalau cocok pakai, kalau enggak naikkan jagungnya dan bungkilnya lagi, turunkan DDGS nya mulai dari 10%. seharusnya formulasi seperti ini bisa kok,” tukas Budi percaya diri.

Kepercayaan diri Prof. Budi bukan tanpa sebab, hal ini dikarenakan bahwa formulasi tadi telah diujicobakan di beberapa peternakan di Jawa Timur dan dapat digunakan (tidak mempengaruhi performa), sehingga dapat digunakan oleh peternak ketika harga jagung dan kedelai sedang melambung misalnya seperti saat ini.

Ia pun memberi contoh lebih ekstrem lagi dimana formulasi tadi juga sudah diujicobakan di Iowa University, Amerika serikat bahkan penggunaan DDGS nya pun mencapai 60% tanpa berefek negatif pada performa ayam.

“Ini hanya satu dari sekian contoh saja, masih banyak formulasi alternatif lain dengan bahan baku yang lain. Intinya saya mau tegaskan saja bahwa dalam formulasi kita harus pandai mencari bahan baku dan harganya paling murah, terus patokan kita itu nutrisi, dan nutrisi itu bukan hanya protein tetapi ME (Metabolism Energy). Jadi memang gampang – gampang susah, agak tricky deh, tergantung kita mau efisien apa enggak,” tutup Budi (CR).

NOVOGEN LAYER CLASS, HADIRKAN STRAIN AYAM PETELUR FLEKSIBEL

Peserta Novogen Layer Class (Foto: Infovet/NDV)

Membahanakan slogan “The Most Flexible Layers”, Novogen hadir di Indonesia berbeda dengan lainnya. Melalui acara Novogen Layer Class yang digelar pada Selasa (26/2/2019) di IPB International Convention Center, Bogor, Novogen Indonesia ingin berbagi pengetahuan dan informasi terkini kepada peternak serta pelaku industri perunggasan.       

“Novogen terhitung baru 8 tahun di Indonesia, namun sudah sangat cepat dikenal oleh banyak kalangan insan perunggasan. Kami menawarkan strain ayam petelur yang paling fleksibel dengan kemampuan adaptasi dengan baik,” terang Country Manager Novogen Indonesia, Paulus Sukartono.

Dalam kata sambutannya, Paulus juga mengemukakan bahwa seleksi genetik hanya berdasarkan pada produktivitas dengan melupakan kemampuan beradaptasi, potensi genetik tersebut tidak bisa tampil. 

“Keungggulan strain Novogen, kami tawarkan yang akan memberikan solusi kepada peternak secara genetik sehingga ayam kami dengan satu strain satu varian dapat dipelihara di segala tempat. Bicara Novogen yang ada di Indonesia, Eropa, Amerika, Asia, Afrika semua sama hanya 1 varian,” urainya.

Paulus menambahkan, Novogen berkomitmen berupaya secara genetik menciptakan ayam yang kalem (tenang), tahan tekanan lingkungan, tahan sistem pemeliharaan, sekaligus memperlihatkan peningkatan nafsu makan yang lebih baik.

Acara Novogen Layer Class sesi pertama menghadirkan Nutritionist of Novogen France, Antoine Le Calve. Sepanjang acara berlangsung, Prof Dr Ir Budi Tangendjaja MS MApp Sc didaulat menjadi moderator.

Antoine dihadapan para peserta menjelaskan topik “Feed News 2019” secara lengkap dan akurat. Tahun 2019 saat ini, yang terjadi pada industri ayam petelur dikaitkan dengan adanya pelarangan penggunaan antibiotik di beberapa negara.

“Ada banyak desakan konsumen, perusahaan maupun restoran-restoran yang menginginkan produk atau makanan berbahan baku daging ayam bebas antibotik. Selain itu, di Eropa juga berkembang agar petani peternak meninggalkan sistem perkandangan dalam sangkar, jadi ayam diumbar atau free range,” urai Antoine.

Masa pemeliharaan ayam, dikatakan Antoine di Eropa juga terjadi perubahan, bahwa diperpanjang selama 80 hingga 95 minggu bahkan ada rekomendasi 100 minggu. Hasil-hasil memperlihatkan bahwa angka berat telur semakin besar, kerabang semakin membaik, serta perkiraan ekonomi yang lebih baik dari biaya produksi.

Nutrisi untuk hewan di Eropa juga telah berkembang dengan dimanfaatkannya insect meal sebagai sumber protein. Kendati FAO telah memperkenalkan insect meal ini, namun belum rujukan untuk dicampurkan ke dalam pakan ayam. Sementara, inset meal hanya digunakan untuk pakan ikan (aquaculture).

Lebih lanjut Antoine juga menekankan bahwa saat ini genetik ayam paling dicari adalah yang mudah beradaptasi dengan lingkungan, seperti beradaptasi ketika dipelihara baik itu di kandang (cage), colony cage, maupun diumbar. 

“Ayam yang mudah adaptasi dengan lingkungan berpengaruh pada mudahnya mengonsumsi pakan. Secara otomatis, ayam memiliki kesehatan prima karena saluran pencernaannya baik dalam menyerap nutrisi,” tukas Antoine.   

Daya Tetas 

Stephan Hemon, Hatchery Specialist of Novogen sebagai pemateri kedua mengungkapkan bahwa kunci kualitas DOC salah satunya pada faktor penetasan. “Selain parent stock, kualitas DOC ditentukan oleh daya tetas,” kata Stephan.

Teknologi memegang peranan penting dalam kemajuan di hatchery. Stephan memaparkan bahwa sebagian besar industri menganjurkan penggunaan mesin tetas Single-stage karena lebih mempunyai keunggulan dibandingkan dengan Multi-stage.

Mesin tetas Single-stage memiliki keunggulan yakni biosekuriti dan sanitasi yang lebih baik. Lebih dari itu, ketepatan kontrol temperatur dan CO2 merupakan keuntungan besar di dalam hatchery di samping efisiensi tenaga kerja. Selain itu, mempengaruhi performa penetasan yang bagus.

Kilas Balik Novogen di Indonesia 

Topik “Kilas Balik Novogen di Indonesia” dipaparkan Public Relation Manager PT Wonokoyo Jaya Corporindo, Drh Heri Setiawan. Dalam presentasinya, Heri menerangkan dua perilaku ayam yakni giras (liar) dan kalem (tenang). 

“Ayam yang tenang diketahui cepat beradaptasi tahan terhadap stres, dan punya konsumsi pakan lebih baik,” katanya.

Hadir dengan strain ayam petelur unggul untuk daerah tropis, salah satu produk Novogen, Heri menyebutkan Novogen Brown mempunyai banyak keunggulan. Antara lain, berperilaku tenang (tidak kanibal), mudah dipelihara baik masa brooding kemudian pertumbuhan maupun produksi.
Novogen Brown juga mempunyai daya hidup yang tinggi, daya adaptasi terhadap panas serta kelembaban dan sistem pemeliharaan yang tinggi.

“Secara resmi, Novogen memasuki Indonesia pada tahun 2012 dengan menggandeng PT Wonokoyo sebagai partner dan distributor tunggal,” sambung Country Manager Novogen Indonesia menyusul presentasi di sesi keempat.

Novogen menawarkan alternatif baru dalam hal penyediaan bibit ayam petelur yang unggul. Perusahaan yang berhasil memasok bibit ayam di sejumlah negara besar ini telah memberikan bukti bahwa produk mereka memiliki banyak keunggulan-keunggulan.

Keunggulan produk Novogen lainnya yaitu telur yang dihasilkan mempunyai warna kerabang yang bagus serta kekuatan kerabang yang tinggi sehingga telur tidak mudah retak. Selain itu, strain ini mampu menghasilkan telur dengan banyak pilihan warna, mulai dari cokelat, putih dan kekuningan. Nilai FCR ayam Novogen juga rendah serta kemampuan menghasilkan telur per tahunnya lebih banyak. (Adv/NDV)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer