Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini PT Elanco Animal Health Indonesia | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

AINI BAHAS OPTIMALISASI PALM KERNEL MEAL UNTUK BAHAN BAKU PAKAN TERNAK

Ketersedian PKM di Indonesia melimpah, tetapi pemanfaatannya masih minim


Indonesia dan Malaysia dikenal dunia sebagai dua negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia. Salah satu produk sampingan dari kelapa sawit adalah bungkil inti sawit alias palm kernel meal yang ternyata dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan ternak.

Potensi ini sepertinya belum banyak dimanfaatkan oleh produsen pakan Indonesia. Asosiasi Ilmu Nutrisi Indonesia (AINI) melihat ini sebagai peluang dikala lesunya industri pakan karena wabah Covid-19. Mereka juga membahas hal ini dalam webinarnya pada Kamis (1/10) melalui aplikasi zoom. Seminar tersebut membahas mengenai pemanfaatan palm kernel meal sebagai bahan baku pakan ternak dari mulai unggas, ruminansia, babi, dan bahkan satw akuatik. Animo peserta yang hadir ternyata sangat tinggi, hal ini terlihat dari jumlah peserta yang mencapai lebih dari 350 orang.

Seminar dibuka dengan opening speech dari Ketua Umum AINI yang juga guru besar FAPET IPB, Prof. Nahrowi. Dalam sambutannya Nahrowi menyebutkan bahwa Indonesia menurut data USDA Indonesia menghasilkan 10,7 juta ton PKM pada tahun 2019, atau 57% produksi dunia.

"Tentunya ini merupakan potensi, kita penghasil PKM terbesar di dunia tetapi kurang memanfaatkan PKM. Padahal kandungan nutrisi PKM dapat dimanfaatkan, namun begitu karena beberapa kendala kita jadi enggan menggunakannya, oleh karena itu diharapkan seminar ini dapat membedah PKM secara dalam dan menambah khazanah kita mengenai PKM," tukas Nahrowi.

Narasumber yang dihadirkan pun juga bukan sembarangan, Prof Arnold Sinurat dari BALITNAK adalah salah satunya. Dalam presentasi berdurasi dua puluh menit, Prof Arnold banyak menjabarkan berbagai hasil penelitian terkait penggunaan PKM sebagai bahan baku bakan di berbagai jenis hewan ternak.

"Rerata di feedmil PKM digunakan 2-3%, paling banyak 5%. banyak orang yang enggan menggunakannya karena beberapa hal, Salah satunya kandungan Mannan yang merupakan Non Starch Poliscaharide yang menyebabkan vsikositas usus meningkat," tuturnya.

Selain itu secara struktur, PKM kandungan nutrisi yang berguna dan dapat dimanfaatkan dalam PKM "terkunci" di dalam. Butuh beberapa treatment yang tepat untuk mengeluarkannya agar dapat dimanfaatkan oleh hewan ternak.

Beberapa perlakuan yang dapat diberikan untuk mengakalinya menurut Arnold yakni dengan melakukan fermentasi dan melakukan penambahan enzim eksogen untuk dapat membuka "kunci" tersebut.

Sementara itu Drh Agus Prastowo dari PT Elanco Animal Health yang bertindak sebagai narasumber kedua menuturkan bahwa kandungan β - mannan yang terdapat dalam PKM sangat tinggi. β - mannan merupakan zat NSP yang bisa dibilang bersifat anti nutrisi, namun begitu jika β - mannan dipecah maka hasilnya adalah Mannan Oligosakarida (MOS) yang dapat berguna sebagai prebiotik untuk bakteri yang menguntungkan di saluran cerna.

"β - mannan jika dipecah akan menjadi MOS dan beberapa jenis gula yang dapat menjadi prebiotik dan sumber energi dari suatu ransum. Oleh karenanya perlu penambahan enzim eksogen semisal β - mannanase, selulase, dan lainnya untuk menguraikan harta karun tersembunyi tersebut," tutur Agus.

Lebih jauh Agus menjelaskan bahwa penambahan enzim semisal β - mannanase dalam susatu ransum yang menggunakan PKM sebagai bahan baku juga dapat meningkatkan produktivitas, kecernaan, feed intake, dan meningkatkan kesehatan saluran cerna pada unggas. (CR)

PINSAR INDONESIA DAN ELANCO GELAR SEMINAR PAKAN BEBAS AGP

Pemukulan gong oleh Dirkeswan, Drh Fadjar Sumping Tjatur Rasa,
sebagai simbolis penyelenggaraan seminar Pinsar Indonesia
dan PT Elanco Animal Health Indonesia.
Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Indonesia bekerjasama dengan PT Elanco Animal Health Indonesia menyelenggarakan seminar teknis dengan tema “Antimicrobial Usage for Free AGP Era 2018”. Bertempat di Hotel Santika Seminyak Bali, Jumat, 9 Februari 2018, seminar ini memfasilitasi pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, dalam rangka sosialisasi pelaksanaan Permentan No. 14 Tahun 2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan. Permentan ini diantaranya mengatur pelarangan penggunaan AGP (Antibiotic Growth Promotor) dalam pakan ternak. Sosialisasi melalui seminar ini dirasa sangat penting bagi peternak agar penyesuaian manajemen pemeliharaan dapat segera dilakukan.

Seminar yang berlangsung sukses dari sisi jumlah peserta ini dihadiri oleh tiga pembicara yakni, Ketua Umum Pinsar Indonesia Singgih Januratmoko mewakili peternak, Direktur Kesehatan Hewan (Dirkeswan) Drh Fadjar Sumping Tjatur Rasa dan akademisi Prof Drh Agus Setiyono dari Institut Pertanian Bogor (IPB).

Menurut Fadjar, regulasi ini merupakan peraturan implementasi dari Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan No. 18 Tahun 2009, khususnya pasal 22 ayat 5, pasal 49 ayat 2 dan pasal 51 ayat 4. “Pada prinsipnya, peraturan ini bertujuan untuk menghasilkan produk unggas atau ternak yang lebih aman dari sisi residu antibiotik dalam produk unggas. Pasalnya, gejala meningkatnya Antibiotic Microbial Resistence (AMR) yang dilaporkan WHO menunjukkan sudah dalam kondisi kritis dan segera ditangani. WHO memprediksi pada tahun 2050 nanti, AMR akan menjadi faktor penyebab kematian manusia nomor satu di dunia,” ujar Fadjar.

Sementara itu Prof Agus Setiyono, memaparkan, penting dan strategisnya peran dokter hewan dalam pelaksanaan di lapangan dari Permentan tersebut. Dokter hewan berdasarkan PP No. 3 Tahun 2017 memiliki kewenangan atau otoritas dalam menentukan dan pengawasan penggunaan antibiotik pada hewan. Untuk itu, beliau mendorong dan mengusulkan dibentuknya otoritas veteriner di perusahaan, kelompok peternak dan koperasi yang berhubungan langsung dengan proses pemeliharaan atau produksi ternak. Otoritas veteriner ini bisa menjembatani antara unit usaha peternakan dan dokter hewan pemerintah yang berwenang melakukan pengawasan.

Ketua Umum Pinsar Indonesia Singgih Januratmoko, menuturkan, bahwa seminar ini dilaksanakan sebagai wujud bahwa Pinsar Indonesia mendukung pelaksanaan Permentan No. 14 Tahun 2017, demi produk unggas yang baik dan masa depan kesehatan masyarakat yang lebih baik.

“Kita menyadari bahwa selama ini yang menjadi kendala utama ekspor unggas Indonesia adalah kandungan residu antibiotik yang belum memenuhi kriteria negara tujuan. Untuk itu, mudah-mudahan ke depan produk unggas nasional bisa lebih mudah untuk diekspor, dan kami berharap, dengan seminar ini peternak bisa lebih siap dalam pemeliharaan ayamnya tanpa menggunakan antibiotik dalam pakan. Memang tidak mudah, tetapi mau tidak mau, suka tidak suka, harus dilakukan untuk masa depan yang lebih baik,” pungkas Singgih. (HD)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer