Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Liputan Khusus | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

VIRUS AI DAN RISIKO INFEKSI PADA MANUSIA

Ancaman virus AI sangat nyata. (Foto: Shutterstock)

Ancaman infeksi Avian Influenza (AI) atau flu burung pada peternakan ayam adalah nyata. Risiko infeksi pada manusia pun tetap terbuka meskipun belum ada infeksi penularan antar manusia. Pengendalian AI harus dilakukan oleh semua pemangku kepentingan di Indonesia dengan mengedepankan keselamatan, kesehatan dan jiwa manusia.

Klasifikasi Virus AI
“Kita tahu bahwa AI termasuk virus influenza. Mempunyai empat tipe, termasuk orthomyxoviridae artinya mengeluarkan ingus dari saluran pernapasan. Jadi kalau itu dihitung kira-kira ada sekitar 150 subtipe influenza yang beredar di dunia,” kata Guru Besar FKH Universitas Airlangga dan pendiri Profesor Nidom Foundation, Prof Chairul Anwar Nidom.

Dari perkembangan-perkembangan yang ada, virus AI mempunyai clade (varian). Clade 2.1 adalah yang pertama kali menginfeksi di Indonesia sekitar 2003-2004. Setelah itu muncul clade 2.3 yang menginfeksi bebek, subclade-nya adalah 2.3.2.1.

“Jadi penamaan-penamaan ini disebabkan karena kesepakatan, clade kalau di COVID itu varian. Kemudian varian-varian itu ada turunannya lagi tatkala dia mengalami perubahan struktur di dalam tubuhnya,” jelasnya.

Pada kesempatan lain, Nidom juga menjelaskan bahwa virus AI adalah virus RNA. Namun berbeda dengan virus RNA yang lain, virus AI terdiri dari delapan fragmen. Karena struktur seperti itulah maka secara alamiah AI bisa mengalami perubahan atau mutasi.

Mutasinya ada dua macam, yaitu mutasi titik (drift) yang terjadi di dalam fragmen itu sendiri yang disebut dengan antigenik. Lalu mutasi fragmen (shift) dimana terjadi pertukaran fragmen dengan virus lain yang kebetulan ada di dalam lingkungan yang sama sehingga membentuk subtipe baru.

Tipe Virus Influenza
Ada empat tipe virus influenza, yaitu tipe A, B, C, D, dimana tipe… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2023. (NDV)

FAKTOR INFEKSI AI BERULANG PADA UNGGAS

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab berulangnya infeksi AI pada unggas. (Foto: Shutterstock)

Setidaknya ada empat yang menjadi faktor berulangnya infeksi Avian Influenza (AI) pada unggas. Yaitu dinamika virus AI itu sendiri, genetik ayam, lingkungan dan manajemen.

Dinamika Virus AI
“Kita mulai dari faktor dinamika virus, bahwa virus ini tadi mudah mutasi. Tetapi masalahnya adalah di lapangan itu ada high pathogenic avian influenza (HPAI) dan low pathogenic avian influenza (LPAI),” jelas Guru Besar FKH Universitas Airlangga dan pendiri Profesor Nidom Foundation, Prof Chairul Anwar Nidom, pada webinar mengenai AI beberapa waktu lalu.

HPAI memiliki gejala dan tingkat kematian yang jelas, sedangkan LPAI tidak terlihat gejala klinisnya sehingga bisa terkecoh antara LPAI dengan HPAI. Reseptor LPAI pada ayam hanya pada daerah trakea bawah, saluran pencernaan dan indung telur. Sementara reseptor HPAI sampai pada otak dan semua organ akan diserang.

Ketika ada unggas bersamaan terinfeksi LPAI dan HPAI bisa saja gejala klinisnya tidak terlihat. LPAI bisa meningkatkan infeksi H5N1, terkadang di laboratorium H5N1 tidak terdeteksi. Infeksi campuran antara LPAI, HPAI dan infeksi lain memungkinkan gejala klinis dan laboratoriumnya bisa keliru.

“Kemudian kalau LPAI bersama-sama dengan IB, virus IB meningkatkan gejala klinis H9. IB tidak terlihat tetapi H9 yang akan terlihat ayamnya mengalami depresi, bulu kusut, konjungtivitis dan lain-lain,” jelas Nidom.

Jika ayam terinfeksi LPAI dan ND, maka... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2023. (NDV)

KESADARAN MASYARAKAT TERHADAP RESISTENSI ANTIMIKROBA PERLU DITINGKATKAN

Isu mengenai resistensi antimikroba hingga kini masih menjadi topik yang kerap kali dibicarakan tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Faktanya penggunaan antimikroba baik di dunia kesehatan manusia dan hewan yang masih serampangan menimbulkan resistensi antimikroba. Berbagai ahli dari bermacam disiplin ilmu medis hadir dalam Seminar Studium Generale bertajuk Peningkatan Kesadaran tentang Pencegahan dan Pengendalian Resistensi Antimikroba di Jakarta (8/5) lalu. Acara tersebut diprakarsai oleh ASOHI, PB PDHI, Kementan, dan didukung oleh FAO serta USAID.

Ketua panitia yang juga merupakan pengurus ASOHI Drh Andi Widjanarko mengatakan bahwa resistensi antibiotik merupakan tanggung jawab dari semua disiplin ilmu medis. “ Mudah – mudahan terjadi kolaborasi yag baik dari semua lini medis, dokter, dokter hewan, serta ilmu lain yang berkaitan. Karena masa depan generasi selanjutnya juga dipertaruhkan sekarang,” tuturnya.

Para peserta dan pemateri berfoto bersama (Dok : CR)


Dalam seminar tersebut Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) Kementerian Kesehatan yang diwakili oleh Dr Harry Parathon Sp.OG menyampaikan kekhwatirannya akan resistensi antimikroba. Bisa jatuh korban sekitar 10 juta jiwa pada tahun 2050 akibat resistensi antimikroba menurut studi WHO pada 2014, ini kan mengkhawatirkan sekali,” tutur Harry. Selain itu Harry juga menunjukkan beberapa contoh kasus resistensi antimikroba yang terjadi di Indonesia yang bahkan menyebabkan kematian.

Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan yang diwakili oleh Kasubdit POH Drh Ni Made Ria Isriyanthi mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia melalui Kementan dan Kementerian terkait telah mengambil langkah strategis dengan adanya Rencana Aksi Nasional Pengendalian Resistensi Antimikroba (RAN PRA) yang merupakan tidak lanjut dari Rencana Aksi Global. 

Selain itu sejak 2014 yang lalu Kementan telah melakukan kegiatan peningkatan kesadaran dan pemahaman terkait resistensi antimikroba pada berbagai kesempatan. Misalnya melalui kegiatan Pekan Kesadaran Antibiotik sedunia, seminar bagi mahasiswa kedokteran hewan di 11 universitas di Indonesia, seminar bagi peternak unggas melalui sarasehan, Expo dan pameran (Indolivestock, ILDEX dan Sulivec) dengan melibatkan sektor kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan.

PB PDHI yang diwakili oleh Drh Tri Satya Putri Naipospos, menyampaikan bahwa dalam mengendalikan AMR harus digunakan pendekatan one health yang melibatkan multisektor dan semua aktor dari peternakan ke konsumen, dan dari fasilitas kesehatan ke lingkungan. Penggunaan antimikroba yang bijak dan bertanggung jawab juga harus dipahami oleh semua orang yang terlibat dalam sektor peternakan, termasuk dokter hewan dan kesadaran tersebut harus ditularkan kepada seluruh lapisan masyarakat. 

"Ke depan mereka dapat menjadi agen perubahan dalam penggunaan antimikroba yang bijak dan bertanggung jawab di tingkat peternakan dan masyarakat veteriner untuk mengurangi risiko resistensi antimikroba di sektor peternakan dan kesehatan hewan" ujar wanita yang akrab disapa Ibu Tata tersebut.

Selain Kementan dan PB PDHI ASOHI juga tidak mau ketinggalan. Ketua Umum ASOHI Drh Irawati Fari menekankan pentingnya peran dokter hewan sebagai petugas lapang dalam memastikan pemberian antibiotik yang tepat dan bijak. “Jangan hanya terpaku karena omzet, pemakaian antibiotik nanti jadi serampangan, harus ada tanggung jawab moralnya juga dong,” tuturnya. 

Ira juga menambahkan bahwa selama ini ASOHI selalu dan akan selalu mendukung serta menjadi partner Pemerintah dalam implementasi berbagai peraturan, seperti peraturan terkait pelarangan penggunaan antibiotik untuk imbuhan pakan, juga petunjuk teknis untuk medicated feed.

Menutup pertemuan tersebut Ketua Umum PB PDHI yang diwakili oleh Drh B. Suli Teruli Sitepu mengapresiasi semua pihak yang telah mensukseskan serta turut mengampanyekan isu resistensi AMR. Selain itu ia juga mengingatkan kembali akan landasan etika profesi dokter hewan terkait isu resistensi AMR. “Sebagai seorang dokter hewan, yang telah disumpah maka harus professional dalam setiap langkahnya, termasuk dalam bidang pengobatan. Saya setuju dengan Ibu Ketum ASOHI, bahwa jangan hanya terpacu karena keuntungan materil saja, tetapi etika dan tanggung jawab moral sebagai dokter hewan terabaikan,” tukasnya. (CR)

Situasi Para Peternak Pascagempa Lombok



Bantuan pakan ternak dari Kementerian Pertanian (Foto: Istimewa)

Pemandangan tenda-tenda terpal biru tampak di Lapangan Desa Gumantar, Kecamatan Kayangan, Lombok Utara, NTB. Lapangan tersebut menjadi posko pengungsian yang dihuni warga, pasca Lombok diguncang gempa berkekuatan magnitudo 7.0.

Asbirin (30), salah satu warga yang mengungsi ke posko dengan membawa serta ternak-ternaknya. Pekerjaan Asbirin adalah pengadas, yaitu pemeihara hewan ternak milik orang lain. Dua kali sehari, Asbirin memberi pakan tiga ekor sapi dan enam ekor kambing peliharaannya.

“Sapi dan kambing harus ikut mengungsi. Kalau ditinggal, khawatir dicuri orang,” ujar Asibin, warga Dusun Montong Gedeng, Desa Gumantar, seperti dikutip dari Harian Kompas, Senin (13/8/2018).

Pascagempa warga merasa was-was, ternak mereka dicuri orang. Di posko pengungsian, di lapangan Desa Gumantar terdapat 13 orang pengadas yang membawa 27 ekor sapi.

Kini sapi dan kambing adalah harapan mereka yang tersisa. Karena selain kehilangan rumah, harta benda lain pun tak ada.

Ketua Umum PB-PDHI Dr drh Heru Setijanto, menanggapi kabar pencurian ternak milik warga terdampak gempa di Lombok. “Kasus seperti ini, dapat memetik pelajaran Satgas Siaga Gunung Agung, jadi harus ada koordinasi antara BPBD, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan atau Dinas terkait untuk mengamankan ternak-ternak milik warga,” tutur Heru yang dihubungi Infovet melalui pesan Whatsapp, Senin (13/8/2018).

Informasi yang dirangkum Infovet, Selasa (14/8/2018), wilayah terdampak gempa di Kabupaten Lombok Utara (KLU) berada di 4 kecamatan yaitu Tanjung, Pemenang, Gangga, Kahyangan, sedangkan di Kabupaten Lombok Timur berada di 3 Kecamatan, yaitu Sembalun, Sambelia dan Pringgabaya.

Melalui sambungan telefon, Infovet hari ini juga menghubungi Ketua Satgas PKH Peduli Gempa, Drh Wayan Masa Tenaya PhD.

“Saat ini  kita sudah membantu menyerahkan 16 ton lebih pakan konsentrat dan 4 ton pucuk tebu untuk sapi di Lombok Utara dan Lombok Timur,” katanya.

Lanjutnya, hingga sekarang juga masih berlanjut identifikasi jumlah sapi terdampak serta menurunkan bantuan berupa pakan lagi. “Kami jumpai di lapangan  juga ada usulan pakan untuk ayam ras,” ungkap Wayan.

Menurut Wayan, secara umum kondisi ternak di kawasan terdampak masih aman, tidak ada yang sakit atau mati. Kendati demikian, terdapat keluhan warga yang mengaku kehilangan ternak sapi. “Saat ini kasus tersebut masih didalami oleh pihak yang berwajib,” tandasnya.

Pada kesempatan lain, dihubungi Infovet yakni Dr Ir Tanda Panjaitan MSc Phd dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB yang menyatakan kondisi kandang sapi betina milik kelompok peternak Ngiring Datu di Dusun Karang Kendal, Desa Genggelang, Kecamatan Gangga, Lombok Utara tidak ada kerusakan.  

Kondisi kandang sapi betina di Dusun Karang Kendal tidak rusak. (Foto: Istimewa)

“Keseluruhan jumlah ternak di Dusun Karang Kendal sebanyak 300 ekor, 40 ekor anak dan selebihnya dewasa yang terdiri dari induk mencapi 100 ekor dan sisanya adalah jantan penggemukan,” ungkap Tanda.

Imbuh Tanda, berdasarkan kunjungan beberapa hari kemarin di Dusun Telaga Maluku Desa Rempek, Kecamatan Gangga, Lombok Utara, terdapat laporan warga yang menyebutkan bahwa ternaknya ada yang mulai sakit. ***(NDV)










NTB Scientific Veterinary Expo 2018

Pose bersama para pembicara NTB SVE 2018 bersama Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi NTB dan panitia penyelenggara. (Foto: Heru)

Nusa Tenggara Barat Scientific Veterinary Expo (NTB SVE) sukses diselenggarakan pada 20-22 Juli 2018, di Hotel Jakakarta Senggigi Lombok.

Kegiatan ini diikuti oleh 75 orang peserta yang mewakili dokter hewan dari berbagai dinas yang membidangi kesehatan hewan dan peternakan dari berbagai kota dan provinsi diantaranya Marauke Papua, Medan, Bandung, Palembang, Bengkulu, Surabaya, Lombok, NTT, Kalimatan Timur dan Jakarta.

Selama tiga hari, event ini menghadirkan para pakar yang ahli di bidangnya, seperti Dr Drh H. Mustofa Helmi Effendi dari Pusat Halal Unair, Direktur Kesmavet Ditjen PKH Kementan Drh Syamsul Maarif, Prof Dr Drh Fedik Abdul Rantam dan Prof Dr Drh Bambang Sektiari dari FKH Unair, Prof Dr Deni Noviana dari FKH IPB, Drh Agung Budiyanto dari FKH UGM, Drh Chaindraprasto dari Asosiasi Dokter Hewan Kuda Indonesia, serta Kabid Keswan dan Kesmavet Disnakkeswan Kabupaten Lombok Timur Drh Heru Rachmadi yang juga ahli bedah sesar sapi. Pada sesi seminar dilaksanakan menjadi dua minat, yaitu 45 orang mengikuti seminar hewan besar dan 30 orang mengikuti seminar hewan kecil.

Menurut Ketua Panitia NTB SVE 2018, Drh Muhammad Munawaroh, kegiatan ini mengangkat tema “Peranan Dokter Hewan dalam Penyediaan Pangan Halal Nasional dan Mewujudkan Pelayanan Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Profesional”.

“Semoga dengan terlaksananya kegiatan ini dapat memberikan masukkan khususnya kepada pemerintah, serta memberikan pencerahan kepada dokter hewan untuk dapat mewujudkan penyediaan pangan halal untuk kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner secara professional,” ujarnya.

Ia menambahkan, kegiatan ini sejalan dengan penyediaan pangan halal nasional untuk masyarakat, khususnya masyarakat muslim di Indonesia yang menjadi tugas bersama. “Dokter hewan secara profesi mempunyai peranan penting untuk menyediakan pangan asal hewan yang ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal). Penyediaan pangan halal dimulai dari proses penyembelihan, penyimpanan, pengemasan dan pengolahan menjadi makanan siap saji. Dalam proses tersebut dokter hewan dituntut mampu memberikan pencerahan kepada masyarakat dan pengawasan untuk menjamin pangan tidak melanggar proses kehalalan,” tambahnya.

Sementara pemerintah melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner berperanan menyediakan regulasi untuk pemenuhan standar internasional dan halal dalam proses penyembelihan di RPH maupun RPU di Indonesia.

Kegiatan NTB SVE 2018 ini diinisasi oleh Forum Sain Veteriner Unair atas kerjasama antara FKH Unair dan FKH UNTB dengan dukungan Halal Center Unair dan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Cabang NTB I. Semoga terselenggaranya NTB SVE 2018 dapat menambah bekal para peserta dalam menjalankan tugas dan profesinya, sehingga acara ini dapat memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan masyarakat. (Heru Rachmadi)

Kesuksesan Pameran Peternakan Terakbar Indo Livestock Expo and Forum 2018

Presiden Jokowi saat menghadiri pameran Indo Livestock Expo and Forum 2018, didampingi Vice President PT Napindo Arya Seta (kiri), Mentan Amran (kanan) dan Dirjen PKH Ketut Diarmita (kanan belakang). (Foto-foto: Ridwan)
Menginjak tahun ke-13, perhelatan Indo Livestock Expo and Forum kembali sukses terselenggara. Mengambil tempat di Jakarta Convention Center (JCC), event peternakan terakbar di Indonesia ini dilaksanakan selama tiga hari, 4-6 Juli 2018.

Pemeran kali ini terasa sangat berbeda, sebab orang nomor satu di Indonesia, yakni Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyempatkan hadir di hari terakhir event untuk memantau seluruh stand peserta pameran Indo Livestock.

Presiden yang seharusnya dijadwalkan hadir pada pembukaan hari pertama ternyata diwakilkan oleh Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Musdhalifah Machmud, yang didampingi oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Kementerian Pertanian, I Ketut Diarmita, Ketua Federasi Masyarakat Perunggasan Indonesia (FMPI), Don P. Utoyo dan Vice President PT Napindo Media Ashatama selaku penyelenggara, Arya Seta Wiriadipoera.


Pemberian penghargaan kepada asosiasi bidang peternakan.
Pada saat pembukaan, Arya Seta mengungkapkan kebahagiaannya karena pameran ini diikuti oleh lebih dari 550 peserta dari 40 negara dengan 10 paviliun Negara, diantaranya Indonesia, Amerika, Belanda, Eropa, Inggris, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, Tiongkok dan Turki. "Dan ada 22 seminar peternakan dan perikanan, dengan 103 slot presentasi produk yang ditampilkan oleh para peserta. Selain itu, ada pula penampilan UMKM seleksi dari Kemeterian Pertanian. Luas lahan pameran yang dipakai mencapai 12 ribu squre meter gross,” ujar Arya.

Menurutnya, momen ini sangat tepat dimanfaatkan para pengunjung yang terdiri dari berbagai latar belakang, seperti pemerintah, akademisi, profesional, pelaku usaha dan peternak, untuk mencari informasi dan teknologi terkini di bidang peternakan. Forum ini juga menghadirkan platform bisnis untuk membantu peternak dalam memasarkan produk-produknya. “Di sini kita hadirkan platform digital investasi, khusus untuk peternak, semoga bisa lebih bermanfaat dan menjadi solusi yang berguna,” tambahnya.

Pada kesempatan yang sama, Dirjen PKH, Ketut Diarmita, turut menyampaikan sambutannya mewakili Menteri Pertanian. Menurutnya, di era global saat ini, perekonomian akan semakin terbuka dan Indonesia akan lebih terintegrasi dengan pasar dunia. “Keberhasilan pembangunan peternakan yang telah sukses menyentuh pasar ekspor patut kita banggakan. Dan peluang itu masih sangat terbuka lebar,” kata Ketut.

Ia menegaskan, untuk mencapai ekspor, status kesehatan ternak dan keamanan produk menjadi jaminan penting yang harus diperhatikan, sehingga dibutuhkan kerjasama yang erat dan konsistensi yang tinggi. “Untuk memanfaatkan peluang ekspor perlu dukungan seluruh stakeholder terkait, terutama dalam penerapan standar internasional mulai dari hulu hingga hilir untuk peningkatan nilai tambah dan daya saing. Saya berharap pelaku industri dan peternak bisa saling bersinergi, guna menembus dan memperlancar lalu lintas perdagangan,” tukasnya.

Dihadiri Presiden
Di hari ketiga pelaksanaan Indo Livestock Expo and Forum 2018, Jumat (6/7), seluruh peserta mendapat kabar dari pihak panitia penyelenggara, bahwa orang nomor satu di Indonesia akan menghadiri pameran. Benar saja, sejak pagi penjagaan ketat langsung dilakukan oleh pihak pengamanan kepresidenan.


Jokowi saat meninjau salah satu stand pamer milik peserta.
Seusai solat jumat, panitia penyelenggara didampingi oleh Dirjen PKH langsung bersiap di depan Plenary Hall untuk menyambut kehadiran presiden. Tak mau kalah, para peserta pameran dan pengunjung juga berbondong-bondong memadati tempat tersebut untuk ikut menyambut kedatangan Jokowi sekaligus berfoto-foto mengabadikan momen yang jarang mereka temui.

Kehadiran Presiden Jokowi memang menjadi momen yang ditunggu-tunggu para peserta pameran untuk memperkenalkan produk mereka. Didampingi Vice President Napindo Arya Seta, Dirjen PKH Ketut Diarmita dan Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman, Presiden Jokowi memantau seluruh hall pameran, mulai dari Planery Hall, Assembly Hall, hingga Hall A dan C. Dalam kunjungannya, Jokowi juga meninjau beberapa stand pamer milik peserta dan teknologi peralatan peternakan maupun perikanan yang ditampilkan di Indo Livestock.

“Pameran ini menggambarkan betapa industri peternakan kita berkembang sangat pesat, begitu juga produk pasca penyembelihan (produk olahan) seperti nugget, sosis, yang mulai masuk pasar ekspor. Saya kira ini sebuah loncatan dari industri peternakan yang kita harapkan bisa menjadi lebih baik lagi, karena banyak orientasinya untuk keluar (ekspor),” ujar Jokowi saat bertemu dengan rekan-rekan pers.


Presiden Jokowi saat menemui wartawan.
Dengan semakin berkembangnya industri peternakan, kata dia, masih banyak peluang yang tentunya bisa semakin dimanfaatkan. “Seperti salah satunya kita lihat ada peternakan ayam kampung yang satu bulan bisa memproduksi 100 ribu DOC, itu gede sekali, dulu kita perkirakan bahwa ayam kampung akan hilang, ternyata tidak. Produk ayam kampung saat ini semakin banyak. Di pameran ini banyak juga ditampilkan produk luar maupun dalam negeri yang mulai memperkenalkan peralatan-peralatan modern, baik dari industri peternakan maupun perikanan. Masih banyak peluang yang bisa dimanfaatkan,” ucapnya. Usai menemui wartawan, Presiden Jokowi langsung meninggalkan lokasi pameran.

Pemberian Penghargaan
Pameran Indo Livestock Expo and Forum semakin lengkap dengan dilaksanakannya pemberian penganugerahan Indonesian Livestock Award 2018 dan penghargaan bagi peserta pameran.

Pemberian Indonesian Livestock Award 2018 yang bekerjasama dengan Yayasan Pengembangan Peternakan Indonesia (YAPPI) menampilkan dua kategori, yakni Indonesian Poultry Biosecurity Award 2018 (Nastiti Budidaya Satwa Nugraha) dan Indonesian Livestock Exporter Award 2018 (Mancanegara Satwa Nugraha). Berikut pemenangnya:


Kategori Indonesian Poultry Biosecurity Award 2018:
Broiler Closed House : Peternakan Indra Jaya, Kemang, Bogor
Broiler Open House : Peternakan Tunas Muda Sakti, Serang, Banten
Layer Closed House : Peternakan Sawo Jaya, Mojokerto, Jawa Timur
Layer Open House         : Peternakan Karang Suko, Malang, Jawa Timur
Budidaya Ayam Lokal : Peternakan Sumber Unggas Indonesia

Penerima Indonesia Poultry Biosecurity Award 2018.
Kategori Indonesian Livestock Exporter Award 2018:
Obat Hewan Golongan Biologik : PT Medion
Obat Hewan Golongan Feed Additive dan Feed Supplement   : PT Cheil Jedang
Produk Olahan Hasil Ternak : PT Charoen Pokphand Indonesia
Komoditas Ternak : PT Indotirta Suaka

Penerima Penghargaan Indonesian Livestock Exporter Award 2018 bersama panitia (YAPPI).
Sementara untuk peraih award stand pamer dari PT Napindo Media Ashatama, berikut daftar pemenangnya:
Best Stand Performance : 1st PT Charoen Pokphand Indonesia
                : 2nd PT Medion
                : 3rd PT Mensana Aneka Satwa
Best Stand Design : 1st PT Malindo Feedmill
                : 2nd PT Farmsco Feed Indonesia
                : 3rd PT Ceva Animal Health Indonesia
Unique Stand Design : 1st Kementerian Pertanian
                : 2nd PT Tekad Mandiri Citra
                                                : 3rd PT Zoetis Animalhealth Indonesia

Kampanye Gizi
Sejak tahun 2008, PT Napindo selaku penyelenggara Indo Livestock Expo and Forum secara konsisten melakukan sosialisasi peningkatan gizi lewat protein hewani Susu, Daging, Telur dan Ikan (SDTI).


Gerakan minum susu bersama (Dari kiri:) Arya Seta,
Ketut Diarmita, Musdhalifah Machmud dan Don P. Utoyo.
“Kita komitmen untuk lebih mengedukasi, melakukan penyuluhan di beberapa daerah dan sekolah untuk mengonsumsi protein hewani,” kata Arya Seta. Hal tersebut didasari oleh masih kurangnya masyarakat yang peduli akan pentingnya protein yang bersumber dari hewan.

Menurut Humas PT Napindo, yang juga Koordinator SDTI, Endah Wibowo, pihaknya banyak melakukan kegiatan yang mengajak masyarakat untuk lebih concern terhadap protein hewani dalam rangka meningkatkan kesehatan dan kecerdasan masyarakat.

“Kita banyak lakukan sosialisasi pentingnya konsumsi SDTI, seperti kegiatan seminar, talkshow, games dan lain sebagainya. Karena dengan meningkatnya konsumsi protein hewani ikut menggerakkan roda perekonomian, selain membantu peternak tumbuh dan berkembang,” ujar Endah.


Keceriaan anak-anak sekolah dasar
yang ikut gerakan minum susu bersama.
Pada saat pembukaan Indo Livestock, seluruh stakeholder dan peserta yang hadir melakukan gerakan minum susu bersama sebagai bentuk simbolis kampanye SDTI. Gerakan ini merupakan kesatuan dari rangkaian acara SDTI yang dilakukan secara berkesinambungan oleh PT Napindo setiap tahunnya. “Kami sangat komitmen untuk terus mengadakan kampanye SDTI ini,” pungkasnya. (RBS)

Seminar Nasional Kesehatan Unggas Soroti Budidaya Unggas Zaman Now


Zaman telah berubah, ditandai dengan kebijakan baru berupa pelarangan AGP, sehingga budidaya peternakan juga berubah, tantangan penyakit unggas juga berubah. Untuk menangani semua itu diperlukan SDM yang lebih tangguh, disiplin, dan mencintai  perunggasan.

Dari kiri: Haryono Jatmiko, Heri Setiawan, Irawati Fari, Michael Haryadi, Andi Wijanarko
Demikian benang merah dari seminar nasional kesehatan unggas yang diselenggarakan ASOHI, Kamis 3 Mei 2018 di Menara 165 Cilandak Jakarta Selatan.

Seminar dihadiri sekitar 100 orang dari kalangan pelaku usaha obat hewan, pakan, pembibitan, budidaya  serta sejumlah pengurus asosiasi perunggasan dan tamu undangan. Dibuka oleh Direktur Kesehatan Hewan Drh. Fajar Sumping Tjatur Rasa PhD, seminar ini menghadirkan pembicara Drh Heri Setiawan dari Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia (ADHPI) dan Dr.Drh. Michael Hariyadi dari FKH UGM. Acara dipandu oleh moderator Drh Haryono Jatmiko, salah satu pengurus ASOHI Pusat.

Ketua Panitia Seminar Drh. Andi Wijanarko mengatakan, awal 2018 Indonesia secara resmi mulai memberlakukan pelarangan AGP melalui Permentan no 14/2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan. Hal ini menuntut perubahan dalam budidaya perunggasan. Oleh karena itu seminar nasional kesehatan unggas tahun ini mengangkat tema Manajemen Pemeliharaan Unggas Zaman Now, yang maksudnya adalah sejak berlakunya Permentan no 14/2017.

Ketua Umum ASOHI Drh Irawati Fari dalam sambutan pembukaannya mengatakan, sebagai pelaksanaan dari amanat Munas ASOHI tahun 2015, ASOHI secara konsisten menyelengarakan seminar tahunan, yakni seminar nasional bisnis peternakan yang biasanya berlangsung setiap akhir tahun dan seminar nasional kesehatan unggas setiap triwulan kedua. "Tahun lalu seminar mengangkat topik tentang dampak La Nina bagi perunggasan yang di dalamnya ada topik khusus membahas H9N2 yang saat itu menjadi trending topic di kalangan perunggasan. Tahun ini trending topicnya adalah budidaya perunggasan non AGP. Ini adalah topik yang sangat tepat untuk dibahas di seminar ini,"ujar Ketua Umum ASOHI.

Bertindak sebagai keynote speaker,Direktur Kesehatan Hewan Fadjar Sumping Tjatur Rasa menyatakan, ASOHI adalah mitra pemerintah yang sangat aktif memberi berbagai masukan konstrutif untuk pemerintah. "Kami sering ketemu membahas berbagai permasalahan dan mencari solusinya. Jadi kami sangat terbantu oleh ASOHI termasuk dalam seminar ini, yang membahas topik yang sedang banyak dibicarakan. Saya percaya seminar ini akan bermanfaat bagi kita sebagai pengetahuan untuk dapat diimplementasikan dalam budidaya perunggasan," tambah Dirkeswan.

Dirkeswan menjelaskan, terkait dengan kebijakan pelarangan AGP pihaknya tidak bermaksud menyulitkan dunia usaha perunggasan. "Ini adalah tuntutan zaman dan juga merupakan pelaksanaan Undang-undang," ujarnya.

Dirkeswan melihat kecenderungan saat ini, banyak kasus penyakit seolah-olah disebabkan karena adanya pelarangan AGP. "Bahkan ada media yang memberitakan produksi turun hingga lebih dari 60% karena pelarangan AGP. Informasi ini perlu diluruskan,"tambah Dirkeswan.

Oleh karena itu ia berharap melalui forum seminar ini, kita mendapatkan informasi yang akurat dan dapat saling berbagai informasi penting untuk kemajuan perunggasan.

Tuntutan Zaman Now

Dalam paparan presentasinya yang berjudul Tata kelola Pemeliharaan Unggas Pasca Berlakunya Permentan no 14/2017, Drh Heri Setiawan menekankan pentingnya SDM perunggasan yang lebih bagus. Karakteristik unggas zaman now antara lain pertumbuhan lebih cepat, konversi pakan makin efisien, lebih peka terhadap lingkungan, gerakan lebih lambat dan unggas mudah stress. Hal ini membutuhkan penanganan yang lebih hati-hati.

"Tata kelola pemeliharaan unggas zaman now harus menggunakan hati nurani," ujar Heri .
Hati nurani yang dimaksud adalah yang memahami, peduli dan memenuhi kebutuhan unggas.

Heri juga menjelaskan bahwa saat ini biosekuriti adalah aspek yang sangat penting dalam manajemen pemeliharaan zaman now. Dalam hal ini ia memperkenalkan komponen biosekuriti yang meliputi biosekuriti konseptual, struktural, operasional, serta yang tak kalah menariknya adalah biosekuriti mental. Biosekuriti mental maksudnya adalah disiplin dan kepedulian bekerja, bertanggungjawab pada tugasnya dan rasa ikut memiliki yang tinggi. "Tanpa biosekuriti mental, tata kelola pemeliharaan zaman now tidak akan berhasil,"tegas Heri

Pada sesi berikutnya, Michael Haryadi saat menyampaikan materi tentang tantangan penyakit bakterial di era non AGP menegaskan bahwa pelarangan AGP harus disikapi positif, karena ini adalah tuntutan global. (Bams)**

Selengkapnya akan diulas di Infovet edisi Juni 2018




PP Otoritas Veteriner, Angin Segar Bagi Dokter Hewan



Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017 tentang Otoritas Veteriner yang ditandatangani Presiden Jokowi 20 Januari 2017, menjadi angin segar bagi dokter hewan profesional dalam memiliki kewenangan penuh menetapkan kebijakan tentang kesehatan hewan. Benarkah?
Kendati demikian, kebijakan tersebut belum diimplementasikan dalam struktur dan teknis operasional yang jelas.

“Sebenarnya statusnya masih menunggu diterbitkannya petunjuk teknis dan kami berharap cepat diimplementasikan,” ungkap Dr drh Heru Setijanto, Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI), dijumpai Infovet di kawasan Serpong beberapa waktu lalu.

PP tentang Otoritas Veteriner, kata Heru merupakan amanat dari Undang-Undang No 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Ketua PDHI, Dr drh Heru Setijanto
Berbincang-bincang dengan Infovet, Heru menjelaskan peran dokter hewan di era globalisasi tidak hanya dituntut untuk menangani masalah kesehatan hewan semata. Dokter hewan juga bertanggung-jawab menjaga kesehatan kesehatan masyarakat melalui pembangunan di bidag ketahanan pangan, jaminan keamanan pangan, dan sebagai penyangga daya saing bangsa.

Selain itu, faktor lingkungan juga menjadi tanggung-jawab seorang dokter hewan, terutama dalam perlindungan plasma nutfah dan pelestarian lingkungan yang bermuara dalam pencegahan dampak pemanasan global.

Sementara otoritas veteriner mempunyai peran dalam beberapa bidang yang terkait dengan kesehatan hewan, kesehatan masyarakat, penanganan zoonosis, kesehatan satwa/konservasi, kesehatan ikan, dan kaitannya dengan pertahananan keamanan serta perdagangan.

Terpapar pada pasal 1 PP Nomor 3 Tahun 2017, bahwa otoritas veteriner adalah kelembagaan pemerintah atau pemerintah daerah yang bertanggung-jawab dan memiliki kompetensi dalam penyelenggaraan kesehatan hewan.

Selain itu juga disebutkan Sistem Kesehatan Hewan Nasional yang selanjutnya disebut Siskeswanas adalah tatanan Kesehatan Hewan yang ditetapkan oleh pemerintah dan diselenggarakan oleh otoritas veteriner dengan melibatkan seluruh penyelenggara kesehatan hewan, pemangku kepentingan, dan masyarakat secara terpadu. Lingkup kerjanya diantaranya adalah kesehatan hewan, kesehatan masyarakat veteriner, karantina hewan, dan kesejahteraan hewan.

Selanjutnya, tercantum pada pasal 2 bahwa otoritas veteriner bertugas menyiapkan rumusan serta melaksanakan kebijakan dalam penyelenggaraan kesehatan hewan. 

Pada Bab II Kelembagaan Otoritas Veteriner pasal 7 bahwa otoritas veteriner nasional dipimpin oleh pejabat otoritas veteriner nasional yang diangkat dan diberhentikan oleh menteri. Syarat untuk diangkat sebagai pejabat dimaksud diantaranya telah ditetapkan oleh menteri sebagai dokter hewan berwenang, memiliki keahlian dan pengalaman dan menduduki jabatan paling rendah pimpinan tinggi pratama di bidang kesehatan hewan, kesmavet, atau karantina hewan.

Otoritas veteriner pada pasal 5 PP Nomor 3 Tahun 2017 dijelaskan otoritas veteriner terdiri atas otoritas veteriner nasional, otoritas veteriner kementerian, otoritas veteriner provinsi, dan otoritas veteriner kabupaten/kota.

“Langkah pertama yang harus ditempuh dalam mewujudkan tegaknya otoritas veteriner, percepatan implementasi PP Nomor 3 Tahun 2017 tentang otoritas veteriner dengan penerbitan permentan yang diamanatkan,” terang dosen tetap Fakultas Kedokteran Hewan, IPB ini.

Diharapkan hadirnya PP Nomor 3 Tahun 2017 tentang Otoritas Veteriner dapat mengakomodasi kewenangan dokter hewan, lanjut Heru.  

Seiring berjalannya waktu, perubahan-perubahan terus dilakukan oleh pemerintah terhadap lembaga yang bersinggungan langsung dengan kesehatan hewan. Panjangnya proses tersebut terjadi karena peran dokter hewan yang kompleks.

Menurut Heru,  dokter hewan tidak hanya bertindak dalam mengobati hewan peliharaan/hewan kesayangan yang sakit, namun juga bertanggung-jawab pada hewan/ternak produksi yang sakit. Artinya, jika seekor hewan merupakan ternak produksi dan terserang penyakit, maka produk ternak yang dihasilkan pun merupakan tanggung-jawab dokter hewan.

Saat ada hewan sakit yang berpotensi untuk menyebarkan penyakit sehingga mengganggu kesehatan manusia (zoonosis), dokter hewan pun mempunyai peran sebagai agen preventif dan eradikatif penyakit tersebut.

“Oleh karena itu, dokter hewan mempunyai peran multi-stakeholder sehingga diperlukan sebuah otoritas veteriner di lingkup pemerintah demi menunjang perannya secara optimal,” tandas Heru. *** (NDV)

Selengkapnya, baca Majalah Infovet edisi 284 Maret 2018.



ILDEX INDONESIA 2017 WADAH PERKEMBANGAN INDUSTRI PETERNAKAN

Dari ki-ka: Nino Gruettke, Tri Hardiyanto, Fini Murfiani dan Don P. Utoyo
melakukan peresmian simbolis pembukaan ILDEX Indonesia 2017.
Untuk ketiga kalinya International Livestock Dairy Meat Processing and Aquaculture Exposition (ILDEX) Indonesia kembali diselenggarakan pada 18-20 Oktober 2017, di Hall D1-D2 Jakarta International Expo (JIExpo), Kemayoran, Jakarta. Event dua tahunan ini menjadi platform bisnis dan transaksi yang tepat bagi para individu di industri peternakan.
Dalam acara pembukaan yang berlangsung pada Rabu (18/10), Managing Director VNU Exhibitions Asia Pasific Co. Ltd, Nino Gruettke, mengatakan, pihaknya terus memfokuskan kegiatan ini khususnya di Indonesia yang memiliki peluang besar untuk industri peternakan. Tak heran perkembangan ILDEX kali ini jauh lebih besar dari tahun sebelumnya. “Terlihat ada perkembangan besar di ILDEX kali ini dalam hal ukuran dan jumlah pengunjung,” ujar Nino.
Ia menyatakan, jumlah peserta yang ikut berpartisipasi turut mengalami peningkatan sebanyak 48%, kemudian ruang pameran berhasil terjual 100% dengan beberapa perusahaan memperbesar area pameran sebanyak 50%. Adapun 230 peserta dari 34 negara, dua paviliun Internasional dari Tiongkok (24 perusahaan) dan Korea Selatan (6 perusahaan dan paviliun baru dari Korea Agency of Education, Promotion and Information Service in Food, Agriculture, Forestry and Fisheries (KPIS)), dan dihadiri oleh sekitar 8.000 pengunjung dari 13 negara termasuk Indonesia, Thailand, Myanmar, Bangladesh, Filipina, Malaysia, India, Sri Lanka, Taiwan, Turki, dan lain-lain ikut memadati ILDEX Indonesia 2017.
Seluruh stakeholder industri peternakan dan kesehatan hewan
bersama-sama mengkampanyekan peningkatan konsumsi daging ayam yang bergizi.
Sementara, Komisaris Utama PT Permata Kreasi Media, Tri Hardiyanto, menambahkan, gelaran ILDEX kali ini menjadi barometer perkembangan industri peternakan di Indonesia, karena menampilkan informasi dan teknologi yang inovatif dan variatif. “Sehingga diharapkan ILDEX menjadi ajang bertukar informasi dan teknologi seputar peternakan yang secara langsung berpengaruh terhadap konsumsi protein hewani, dan ILDEX menjadi kontribusi utama industri peternakan di Indonesia,” kata Tri.
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Fini Murfiani, yang mewakili Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Menurutnya, dengan diselenggarakannya pameran ini, dapat menjadi wadah interaksi yang baik dalam hal transaksi bisnis dan informasi industri peternakan di Indonesia. “Agar wawasan industri peternakan dan kesehatan hewan, serta pengolahan hasil peternakan di Tanah Air ini dapat terus meningkat,” harapnya.

Peraih Indonesia Poultry Veterinary Award 2017,
Drh Eko Prasetyo, Drh Irawati Fari dan Prof Drh Wayan Teguh Wibawan.
Pemberian Penghargaan
Usai sambutan beberapa stakeholder peternakan, ILDEX Indonesia juga mempersembahkan penghargaan spesial INPOVA (Indonesia Poultry Veterinary Award) 2017, bagi para insan di bidang kedokteran hewan dengan tiga kategori.
Kategori pertama “Veterinary Business Management Award” jatuh kepada Presiden Direktur PT Novindo Agritech Hutama, sekaligus Ketua Umum Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI), Drh Irawati Fari. Untuk kategori kedua “Veterinary Poultry Health Scientist Award” diberikan kepada Prof Dr Drh Wayan Teguh Wibawan dari Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan kategori ketiga “Veterinary Poultry Technical & Consultancy Award” disematkan kepada Drh Eko Prasetyo dari Tri Group Bogor.
Kemudian ada pula pemberian penghargaan ISPI Award 2017 dengan kategori peternak atau organisasi pelestari plasma nutfah yang diberikan kepada Ketua Himpunan Peternak Domba dan Kambing Indonesia (HPDKI), Ir Yudi Guntara Noor dan Ketua Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuli), Ade M. Zulkarnain.
Peraih ISPI Award 2017, Ir Yudi Guntara Noor dan Ade M. Zulkarnain,
keduanya memegang piala penghargaan.
Selain penghargaan bagi individu, dihari terakhir penyelenggaraan ILDEX Indonesia 2017, juga diberikan penghargaan bagi para peserta pameran baik itu dari perusahaan maupun asosiasi dengan empat kategori. Diantaranya, kategori “The Best Performance” diberikan kepada JAPFA Comfeed Indonesia, Biochem dan Ceva Animal Health Indonesia, kemudian kategori “The Favorite Stand” jatuh kepada PT Romindo Primavetcom, PT DSM Nutritional Products Indonesia dan Big Dutchman, lalu kategori “The Inspiring Stand” dimenangkan oleh Bredson, Gemilang Group dan CJ Indonesia, serta kategori “The Most Unique Stand” diperoleh FAO Ectad.

Kegiatan ILDEX
Selain memberikan penghargaan, ILDEX Indonesia 2017 menampilkan banyak kegiatan menarik yang tentunya sayang untuk dilewatkan. Diantaranya, memperkenalkan edisi perdana ABC Challenge Asia 2017, yakni konferensi untuk pemangku kepentingan yang terlibat di bidang peternakan dan kesehatan hewan dalam memastikan konsumen di negara Asia mendapatkan daging unggas yang aman dan berkualitas baik. Konferensi tersebut merupakan rangkaian ILDEX 2017 yang dilaksanakan sehari sebelumnya, Selasa (17/10), di Hotel JW Marriot, Jakarta, dengan menghadirkan 30 pembicara internasional dari 40 topik seminar teknis.
Keceriaan di stand FAO saat menerima penghargaan “The Most Unique Stand”.
Selain itu, selama tiga hari kegiatan ILDEX Indonesia 2017 juga diisi dengan seminar teknis soal penyakit, antibiotik, maupun produk termutakhir yang disajikan oleh perusahaan dan organisasi/asosiasi terkait, dengan lebih dari 40 seminar teknis yang menampilkan 30 lebih pembicara profesional di bidangnya.
Selamat atas terselenggaranya pameran ILDEX Indonesia 2017 yang menjadi wadah penting untuk perkembangan industri peternakan di Indonesia. Jangan lewatkan event berikutnya pada Oktober 2019 mendatang. (RBS)

Pameran Agribisnis Terbesar di Dunia "SIMA Internasional" Siap digelar di Paris 26 Feb-2 Maret 2017



Pameran agribisnis SIMA ASEAN telah berlangsung sukses September 2016 lalu di Bangkok dan sebentar lagi pameran SIMA skala internasional akan digelar di Paris  Jika Anda berminat mengembangkan agribisnis, termasuk agribisnis peternakan, sebaiknya berkunjung ke SIMA Paris yang akan berlangsung selama 5 hari, tanggal 26 Februari  sampai 2 Maret 2017 mendatang.

SIMA merupakan singkatan Bahasa Perancis yang artinya pameran internasional agribisnis, berlokasi di kota Paris tepatnya Paris-Nord Villepinte.   Pameran ini dikenal sebagai pameran agribisnis internasional terbesar di dunia. Catatan dari penyelenggara menyatakan, jumlah peserta pameran (exhibitor) tahun 2015 saja sudah mencapai 1.740 perusahaan, berasal dari 40 negara. Jumlah pengunjung diperkirakan lebih dari 230 ribu orang yang berasal dari 142 negara, termasuk Indonesia. Selain itu tak kurang dari 300 group delegasi internasional yang hadir di pameran ini untuk mengunjungi pameran, mengikuti seminar dan kegiatan pertemuan lainnya.

SIMA sebagai induk dari pameran ini, mengembangkan diri ke kawasan lain, dengan nama SIMA ASEAN yang berlangsung di Bangkok 8-10 September 2016 dan SIMA-SIPSA yang berlangsung di Aljazair tanggal 4-7 Oktober 2016.

General Manager AFCO (Agriculture Equipment, Food , Construction and Optics) Valeria Lobry Granger, saat konferensi pers bersama Vice President AXEMA (Asosiasi Peralatan Pertanian Perancis) Frederic Martin di sela-sela SIMA ASEAN Bangkok mengatakan,   pengunjung pameran sejumlah lebih dari 230 ribu tersebut, 72,5% berasal dari Eropa, 7,9% dari Eropa Timur, 6,4% dari Africa, 6,3% dari Asia, 4,6% dari Amerika dan 2,3 % dari Timur Tengah. Pihaknya terus mengupayakan peningkatan pengunjung dari luar eropa.

Pada SIMA tahun 2017 mendatang akan hadir peserta baru antara lain dari Korea, China dan Amerika Utara. Beberapa perusahaan sudah memesan stand yang lebih besar antara lain dari Italia, Irlandia dan republic Ceko. Ini menunjukkan terjadinya peningkatan yang signifikan dibanding pameran sebelumnya.

SIMA Paris juga akan menghadirkan berbagai seminar dan forum lainnya membahas tantangan global beberapa tahun ke depan yakni tentang bagaimana memproduksi lebih banyak dan lebih baik (producing more, better). Beberapa forum yang sudah diagendakan antara lain SIMA Africant Summit, dan SIMA Dealers’ Day yang akan mempertemukan  peserta pameran dengan para distributor dari berbagai negara, serta pertemuan-pertemuan internasional yang perlu diikuti oleh para  pengunjung pameran.

Ragam Industri yang tampil di SIMA Paris

Berikut ini jenis industri dari berbagai negara yang akan tampil di SIMA Paris, berdasarkan informasi dari penyelenggara SIMA Paris :
  1. Tractors and power equipment
  2. Spare parts and accessories, embedded electronics
  3. Tilling, sowing, planting
  4. Harvestry (fodder, cereals, root, fruits and vegetables, etc.)
  5. Post-harvestry (cleaning, sorting, drying, conservation)
  6. Equipment for tropical and special crops
  7. Handling, transportation, storage, and buildings
  8. Breeding equipment
  9. Dairy and milking products
  10. Breeders and breeder association
  11. Creation and maintenance of rural and wooded areas
  12. Pro equipment for green spaces
  13. Sustainable development, renewable energy
  14. Professional organisation, services, consultancy
  15. Management and IT software
Bagi kalangan agribisnis peternakan, teknologi yang akan menarik antara lain breeding equipment (teknologi peralatan perbibitan), dairy and milking product (teknologi produk bidang persusuan), teknologi traktor, peralatan panen daerah tropis dan sebagainya.

Comexposium Group

Konferensi Pers SIMA di Bangkok
SIMA ASEAN, SIMA-SIPSA dan SIMA Paris  diselenggarakan oleh Comexposium Group, sebuah event organizer global yang telah berpengalaman mengelola lebih dari 170 trade event, meliputi 11 sektor kegiatan antara lain pangan, pertanian, fashion, konstruksi, homeland security, high-tech, optics dan transportasi. International Communication Manager Comexposium Karine Le Roy mengatakan,  dalam setahun Comexposium menangani 45 ribu perusahaan peserta pameran dan lebih dari 3 juta orang pengunjung dari berbagai negara di dunia termasuk Indonesia.

Kunjungan Infovet di SIMA Paris

Infovet di SIMA ASEAN Bangkok
Setelah meliput SIMA ASEAN tahun lalu, tahun ini direncanakan wartawan Infovet juga akan melakukan peliputan ke SIMA Paris. Dengan liputan ini, pembaca yang belum sempat ke sana bisa mendapatkan informasi langsung dari lokasi pameran. Bagi Anda yang berniat berkunjung ke SIMA Paris, bisa berkordinasi dengan Infovet via email majalah.infovet@gmail.com atau hp ke 0816 482 7590

(Bams) ***

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer