Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Lipsus | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

VIRUS AI DAN RISIKO INFEKSI PADA MANUSIA

Ancaman virus AI sangat nyata. (Foto: Shutterstock)

Ancaman infeksi Avian Influenza (AI) atau flu burung pada peternakan ayam adalah nyata. Risiko infeksi pada manusia pun tetap terbuka meskipun belum ada infeksi penularan antar manusia. Pengendalian AI harus dilakukan oleh semua pemangku kepentingan di Indonesia dengan mengedepankan keselamatan, kesehatan dan jiwa manusia.

Klasifikasi Virus AI
“Kita tahu bahwa AI termasuk virus influenza. Mempunyai empat tipe, termasuk orthomyxoviridae artinya mengeluarkan ingus dari saluran pernapasan. Jadi kalau itu dihitung kira-kira ada sekitar 150 subtipe influenza yang beredar di dunia,” kata Guru Besar FKH Universitas Airlangga dan pendiri Profesor Nidom Foundation, Prof Chairul Anwar Nidom.

Dari perkembangan-perkembangan yang ada, virus AI mempunyai clade (varian). Clade 2.1 adalah yang pertama kali menginfeksi di Indonesia sekitar 2003-2004. Setelah itu muncul clade 2.3 yang menginfeksi bebek, subclade-nya adalah 2.3.2.1.

“Jadi penamaan-penamaan ini disebabkan karena kesepakatan, clade kalau di COVID itu varian. Kemudian varian-varian itu ada turunannya lagi tatkala dia mengalami perubahan struktur di dalam tubuhnya,” jelasnya.

Pada kesempatan lain, Nidom juga menjelaskan bahwa virus AI adalah virus RNA. Namun berbeda dengan virus RNA yang lain, virus AI terdiri dari delapan fragmen. Karena struktur seperti itulah maka secara alamiah AI bisa mengalami perubahan atau mutasi.

Mutasinya ada dua macam, yaitu mutasi titik (drift) yang terjadi di dalam fragmen itu sendiri yang disebut dengan antigenik. Lalu mutasi fragmen (shift) dimana terjadi pertukaran fragmen dengan virus lain yang kebetulan ada di dalam lingkungan yang sama sehingga membentuk subtipe baru.

Tipe Virus Influenza
Ada empat tipe virus influenza, yaitu tipe A, B, C, D, dimana tipe… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2023. (NDV)

FAKTOR INFEKSI AI BERULANG PADA UNGGAS

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab berulangnya infeksi AI pada unggas. (Foto: Shutterstock)

Setidaknya ada empat yang menjadi faktor berulangnya infeksi Avian Influenza (AI) pada unggas. Yaitu dinamika virus AI itu sendiri, genetik ayam, lingkungan dan manajemen.

Dinamika Virus AI
“Kita mulai dari faktor dinamika virus, bahwa virus ini tadi mudah mutasi. Tetapi masalahnya adalah di lapangan itu ada high pathogenic avian influenza (HPAI) dan low pathogenic avian influenza (LPAI),” jelas Guru Besar FKH Universitas Airlangga dan pendiri Profesor Nidom Foundation, Prof Chairul Anwar Nidom, pada webinar mengenai AI beberapa waktu lalu.

HPAI memiliki gejala dan tingkat kematian yang jelas, sedangkan LPAI tidak terlihat gejala klinisnya sehingga bisa terkecoh antara LPAI dengan HPAI. Reseptor LPAI pada ayam hanya pada daerah trakea bawah, saluran pencernaan dan indung telur. Sementara reseptor HPAI sampai pada otak dan semua organ akan diserang.

Ketika ada unggas bersamaan terinfeksi LPAI dan HPAI bisa saja gejala klinisnya tidak terlihat. LPAI bisa meningkatkan infeksi H5N1, terkadang di laboratorium H5N1 tidak terdeteksi. Infeksi campuran antara LPAI, HPAI dan infeksi lain memungkinkan gejala klinis dan laboratoriumnya bisa keliru.

“Kemudian kalau LPAI bersama-sama dengan IB, virus IB meningkatkan gejala klinis H9. IB tidak terlihat tetapi H9 yang akan terlihat ayamnya mengalami depresi, bulu kusut, konjungtivitis dan lain-lain,” jelas Nidom.

Jika ayam terinfeksi LPAI dan ND, maka... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2023. (NDV)

PELAKU INDUSTRI PAKAN DAN OBAT HEWAN BICARA DAMPAK PANDEMI COVID-19






Kongres PDHI dan FAVA: “To Serve Mankind Trough Animal Kingdom”

Foto bersama saat penutupan kongres.

PDHI menyelenggarakan kegiatan kongres bertaraf internasional pada 1-3 November 2018 di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC). Bukan itu saja, para istri dokter hewan yang tergabung dalam Pidhi juga menyelenggarakan kegiatan serupa di Hotel Santika Nusa Dua. Kegiatan kongres tersebut dihadiri Gubernur Bali, I Wayan Koster, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementrian Pertanian, Drh Ketut Diarmita, serta Ketua PDHI periode 2014-2018  Dr Drh Heru Setijanto.

Bali dipilih sebagai lokasi kongres karena Dr Drh Heru Setijanto ditetapkan sebagai Presiden FAVA (Federation of Asian Veterinary Associations) periode 2018-2020. Oleh karenanya, Kongres FAVA ke-20 dan FAVA Council Meeting ke-40 dilangsungkan bersamaan dengan Kongres PDHI dan KIVNAS. Kegiatan bersama ini akan menjadi forum penting bagi para dokter hewan dari berbagai negara untuk berinteraksi dan melakukan diskusi mengenai “One Health”, kesejahteraan hewan dan topik-topik penting lain yang relevan dalam profesi veteriner.

Menurut Ketua Panitia, Prof Drh Bambang Pontjo Priosoeryanto, ada beberapa kegiatan lain juga dilaksanakan berbarengan, diantaranya Pertemuan Ilmiah kedua JSPS Core-to-Core Program-Tripartite Meeting Among the Bogor Agricultural University (IPB), Indonesia, Chulalongkorn University, Thailand dan Miyazaki University, Jepang. Di samping itu, dilaksanakan pula pertemuan bersama antara FAVA dan African Veterinary Association (AVA), pertemuan jaringan Veterinary Statutory Bodies (VSB) ASEAN dan pameran kesehatan hewan internasional.

Hewan dan produk hewan banyak sekali pemanfaatannya demi kepentingan manusia. Dalam mendapatkan faedah tersebut, beberapa keadaan dapat memicu timbulnya penyakit-penyakit baru berbahaya bagi hewan maupun manusia. Para ahli kesehatan hewan dan manusia mencatat peningkatan ancaman penyakit-penyakit menular baru (emerging disease) dan penyakit lama yang muncul lagi (re-emerging disease), terhadap rantai makanan dan ekonomi, serta terhadap flora dan fauna yang merupakan keanekaragaman penting pendukung infrastruktur kehidupan dunia.

Beberapa kejadian penyakit pada hewan, terutama yang dapat menular ke manusia (zoonosis), sering mengguncang publik. Seperti kejadian antraks, kasus flu burung, maupun kasus leptospirosis yang banyak terjadi pasca banjir dan kerap salah persepsi sering disebut sebagai “virus tikus” karena banyak ditularkan melalui urin tikus. Kejadian-kejadian tersebut tak urung “menyentil” kesadaran masyarakat akan peran dan fungsi dokter hewan dalam aspek-aspek kehidupan manusia. Kasus tersebut hanya sebagian kecil dari peran dan tanggung jawab seorang dokter hewan. Peran serta fungsi dokter hewan jauh lebih banyak dan lebih luas dari itu.

Untuk Kongres FAVA sendiri telah ditetapkan bahwa FAVA Council Meeting dan Pre Congress Workshop berikutnya akan dilaksanakan di Borneo Convention Centre, Kuching, Malaysia pada 13-14 November 2020.

Sementara dari hasil Kongres PDHI 2018 telah terpilih nakhoda baru Drh H. Muhammad Munawaroh sebagai Ketua Umum Pengurus Besar PDHI periode 2018-2022. Sementara, untuk Persatuan Istri Dokter Hewan Indonesia (Pidhi) hasil kongres 2018 telah ditetapkan Drh Tri Isyani Tungga Dewi sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat Pidhi periode 2018-2020.

Dalam sambutan saat penutupan, ketua umum PB PDHI terpilih berjanji akan lebih banyak merangkul dan memberdayakan Pidhi agar kinerjanya lebih bermanfaat dan bermartabat. (Mas Djoko R/Bali)

Kesuksesan Pameran Peternakan Terakbar Indo Livestock Expo and Forum 2018

Presiden Jokowi saat menghadiri pameran Indo Livestock Expo and Forum 2018, didampingi Vice President PT Napindo Arya Seta (kiri), Mentan Amran (kanan) dan Dirjen PKH Ketut Diarmita (kanan belakang). (Foto-foto: Ridwan)
Menginjak tahun ke-13, perhelatan Indo Livestock Expo and Forum kembali sukses terselenggara. Mengambil tempat di Jakarta Convention Center (JCC), event peternakan terakbar di Indonesia ini dilaksanakan selama tiga hari, 4-6 Juli 2018.

Pemeran kali ini terasa sangat berbeda, sebab orang nomor satu di Indonesia, yakni Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyempatkan hadir di hari terakhir event untuk memantau seluruh stand peserta pameran Indo Livestock.

Presiden yang seharusnya dijadwalkan hadir pada pembukaan hari pertama ternyata diwakilkan oleh Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Musdhalifah Machmud, yang didampingi oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Kementerian Pertanian, I Ketut Diarmita, Ketua Federasi Masyarakat Perunggasan Indonesia (FMPI), Don P. Utoyo dan Vice President PT Napindo Media Ashatama selaku penyelenggara, Arya Seta Wiriadipoera.


Pemberian penghargaan kepada asosiasi bidang peternakan.
Pada saat pembukaan, Arya Seta mengungkapkan kebahagiaannya karena pameran ini diikuti oleh lebih dari 550 peserta dari 40 negara dengan 10 paviliun Negara, diantaranya Indonesia, Amerika, Belanda, Eropa, Inggris, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, Tiongkok dan Turki. "Dan ada 22 seminar peternakan dan perikanan, dengan 103 slot presentasi produk yang ditampilkan oleh para peserta. Selain itu, ada pula penampilan UMKM seleksi dari Kemeterian Pertanian. Luas lahan pameran yang dipakai mencapai 12 ribu squre meter gross,” ujar Arya.

Menurutnya, momen ini sangat tepat dimanfaatkan para pengunjung yang terdiri dari berbagai latar belakang, seperti pemerintah, akademisi, profesional, pelaku usaha dan peternak, untuk mencari informasi dan teknologi terkini di bidang peternakan. Forum ini juga menghadirkan platform bisnis untuk membantu peternak dalam memasarkan produk-produknya. “Di sini kita hadirkan platform digital investasi, khusus untuk peternak, semoga bisa lebih bermanfaat dan menjadi solusi yang berguna,” tambahnya.

Pada kesempatan yang sama, Dirjen PKH, Ketut Diarmita, turut menyampaikan sambutannya mewakili Menteri Pertanian. Menurutnya, di era global saat ini, perekonomian akan semakin terbuka dan Indonesia akan lebih terintegrasi dengan pasar dunia. “Keberhasilan pembangunan peternakan yang telah sukses menyentuh pasar ekspor patut kita banggakan. Dan peluang itu masih sangat terbuka lebar,” kata Ketut.

Ia menegaskan, untuk mencapai ekspor, status kesehatan ternak dan keamanan produk menjadi jaminan penting yang harus diperhatikan, sehingga dibutuhkan kerjasama yang erat dan konsistensi yang tinggi. “Untuk memanfaatkan peluang ekspor perlu dukungan seluruh stakeholder terkait, terutama dalam penerapan standar internasional mulai dari hulu hingga hilir untuk peningkatan nilai tambah dan daya saing. Saya berharap pelaku industri dan peternak bisa saling bersinergi, guna menembus dan memperlancar lalu lintas perdagangan,” tukasnya.

Dihadiri Presiden
Di hari ketiga pelaksanaan Indo Livestock Expo and Forum 2018, Jumat (6/7), seluruh peserta mendapat kabar dari pihak panitia penyelenggara, bahwa orang nomor satu di Indonesia akan menghadiri pameran. Benar saja, sejak pagi penjagaan ketat langsung dilakukan oleh pihak pengamanan kepresidenan.


Jokowi saat meninjau salah satu stand pamer milik peserta.
Seusai solat jumat, panitia penyelenggara didampingi oleh Dirjen PKH langsung bersiap di depan Plenary Hall untuk menyambut kehadiran presiden. Tak mau kalah, para peserta pameran dan pengunjung juga berbondong-bondong memadati tempat tersebut untuk ikut menyambut kedatangan Jokowi sekaligus berfoto-foto mengabadikan momen yang jarang mereka temui.

Kehadiran Presiden Jokowi memang menjadi momen yang ditunggu-tunggu para peserta pameran untuk memperkenalkan produk mereka. Didampingi Vice President Napindo Arya Seta, Dirjen PKH Ketut Diarmita dan Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman, Presiden Jokowi memantau seluruh hall pameran, mulai dari Planery Hall, Assembly Hall, hingga Hall A dan C. Dalam kunjungannya, Jokowi juga meninjau beberapa stand pamer milik peserta dan teknologi peralatan peternakan maupun perikanan yang ditampilkan di Indo Livestock.

“Pameran ini menggambarkan betapa industri peternakan kita berkembang sangat pesat, begitu juga produk pasca penyembelihan (produk olahan) seperti nugget, sosis, yang mulai masuk pasar ekspor. Saya kira ini sebuah loncatan dari industri peternakan yang kita harapkan bisa menjadi lebih baik lagi, karena banyak orientasinya untuk keluar (ekspor),” ujar Jokowi saat bertemu dengan rekan-rekan pers.


Presiden Jokowi saat menemui wartawan.
Dengan semakin berkembangnya industri peternakan, kata dia, masih banyak peluang yang tentunya bisa semakin dimanfaatkan. “Seperti salah satunya kita lihat ada peternakan ayam kampung yang satu bulan bisa memproduksi 100 ribu DOC, itu gede sekali, dulu kita perkirakan bahwa ayam kampung akan hilang, ternyata tidak. Produk ayam kampung saat ini semakin banyak. Di pameran ini banyak juga ditampilkan produk luar maupun dalam negeri yang mulai memperkenalkan peralatan-peralatan modern, baik dari industri peternakan maupun perikanan. Masih banyak peluang yang bisa dimanfaatkan,” ucapnya. Usai menemui wartawan, Presiden Jokowi langsung meninggalkan lokasi pameran.

Pemberian Penghargaan
Pameran Indo Livestock Expo and Forum semakin lengkap dengan dilaksanakannya pemberian penganugerahan Indonesian Livestock Award 2018 dan penghargaan bagi peserta pameran.

Pemberian Indonesian Livestock Award 2018 yang bekerjasama dengan Yayasan Pengembangan Peternakan Indonesia (YAPPI) menampilkan dua kategori, yakni Indonesian Poultry Biosecurity Award 2018 (Nastiti Budidaya Satwa Nugraha) dan Indonesian Livestock Exporter Award 2018 (Mancanegara Satwa Nugraha). Berikut pemenangnya:


Kategori Indonesian Poultry Biosecurity Award 2018:
Broiler Closed House : Peternakan Indra Jaya, Kemang, Bogor
Broiler Open House : Peternakan Tunas Muda Sakti, Serang, Banten
Layer Closed House : Peternakan Sawo Jaya, Mojokerto, Jawa Timur
Layer Open House         : Peternakan Karang Suko, Malang, Jawa Timur
Budidaya Ayam Lokal : Peternakan Sumber Unggas Indonesia

Penerima Indonesia Poultry Biosecurity Award 2018.
Kategori Indonesian Livestock Exporter Award 2018:
Obat Hewan Golongan Biologik : PT Medion
Obat Hewan Golongan Feed Additive dan Feed Supplement   : PT Cheil Jedang
Produk Olahan Hasil Ternak : PT Charoen Pokphand Indonesia
Komoditas Ternak : PT Indotirta Suaka

Penerima Penghargaan Indonesian Livestock Exporter Award 2018 bersama panitia (YAPPI).
Sementara untuk peraih award stand pamer dari PT Napindo Media Ashatama, berikut daftar pemenangnya:
Best Stand Performance : 1st PT Charoen Pokphand Indonesia
                : 2nd PT Medion
                : 3rd PT Mensana Aneka Satwa
Best Stand Design : 1st PT Malindo Feedmill
                : 2nd PT Farmsco Feed Indonesia
                : 3rd PT Ceva Animal Health Indonesia
Unique Stand Design : 1st Kementerian Pertanian
                : 2nd PT Tekad Mandiri Citra
                                                : 3rd PT Zoetis Animalhealth Indonesia

Kampanye Gizi
Sejak tahun 2008, PT Napindo selaku penyelenggara Indo Livestock Expo and Forum secara konsisten melakukan sosialisasi peningkatan gizi lewat protein hewani Susu, Daging, Telur dan Ikan (SDTI).


Gerakan minum susu bersama (Dari kiri:) Arya Seta,
Ketut Diarmita, Musdhalifah Machmud dan Don P. Utoyo.
“Kita komitmen untuk lebih mengedukasi, melakukan penyuluhan di beberapa daerah dan sekolah untuk mengonsumsi protein hewani,” kata Arya Seta. Hal tersebut didasari oleh masih kurangnya masyarakat yang peduli akan pentingnya protein yang bersumber dari hewan.

Menurut Humas PT Napindo, yang juga Koordinator SDTI, Endah Wibowo, pihaknya banyak melakukan kegiatan yang mengajak masyarakat untuk lebih concern terhadap protein hewani dalam rangka meningkatkan kesehatan dan kecerdasan masyarakat.

“Kita banyak lakukan sosialisasi pentingnya konsumsi SDTI, seperti kegiatan seminar, talkshow, games dan lain sebagainya. Karena dengan meningkatnya konsumsi protein hewani ikut menggerakkan roda perekonomian, selain membantu peternak tumbuh dan berkembang,” ujar Endah.


Keceriaan anak-anak sekolah dasar
yang ikut gerakan minum susu bersama.
Pada saat pembukaan Indo Livestock, seluruh stakeholder dan peserta yang hadir melakukan gerakan minum susu bersama sebagai bentuk simbolis kampanye SDTI. Gerakan ini merupakan kesatuan dari rangkaian acara SDTI yang dilakukan secara berkesinambungan oleh PT Napindo setiap tahunnya. “Kami sangat komitmen untuk terus mengadakan kampanye SDTI ini,” pungkasnya. (RBS)

Analisa Lapangan IBD vs IBH: Menelisik Gambaran Hasil Nekropsi (Tony Unandar)


Kasus-kasus infeksius dalam industri perunggasan seolah terus berpacu bermunculan (emerging diseases) seiring dengan perkembangan industri perunggasan itu sendiri. Tidak hanya dari segi kuantitas, tetapi juga kualitas. Contoh yang paling anyar dalam setahun terakhir adalah kasus penyakit Hepatitis Syndrome alias Inclusion Body Hepatitis (IBH). Hal ini tentu saja dapat mengakibatkan situasi gamang di lapangan, baik bagi peternak maupun praktisi perunggasan. Paparan tulisan ini mencoba membantu peternak maupun kolega praktisi lapangan untuk menentukan diagnosa yang akurat berdasarkan nekropsi dalam membedakan kasus IBD (Infectious Bursal Disease) dengan IBH yang sekilas serupa, tapi tak sama.

Pengamatan Jaringan Limfoid 
Pada ayam, dari DOC (Day Old Chick/ayam umur sehari) sampai dengan umur sekitar empat minggu, proses pendewasaan sel-sel limfosit yang bertanggung jawab bagi sistem imunitas ayam terjadi baik di dalam bursa Fabricius (sel limfosit-B) maupun timus (sel limfosit-T). Itulah sebabnya kedua organ itu disebut Organ Limfoid Primer (OLP) dan ketergantungan respon imunitas ayam umur di bawah empat minggu pada kedua organ tersebut sangatlah besar. Demikian juga jika terjadi kerusakan kedua organ tersebut, baik oleh agen infeksius maupun non-infeksius, efek imunosupresi yang ditimbulkannya akan jauh lebih signifikan dibanding dengan kejadian serupa untuk ayam berumur di atas empat minggu. Hal ini bisa terjadi karena proses pendewasaan sel-sel limfosit (baik B maupun T) pada ayam umur di atas empat minggu tidak hanya tergantung pada OLP, akan tetapi dapat juga terjadi dalam Organ Limfoid Sekunder (OLS) seperti limpa, sumsum tulang, HALT (Head Associated Lymphoid Tissue), BALT (Bronchiol Associated Lymphoid Tissue), maupun GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue).

Terhadap jaringan limfoid, patogenesis (proses perjalanan agen infeksius dalam membuat kerusakan jaringan atau organ tubuh induk semang) pada infeksi virus IBD sangatlah berbeda dengan pada IBH (Fowl Adenovirus grup I atau Aviadenovirus). Virus IBD mempunyai tropisma (sel atau jaringan kesukaan/target) terutama sel-sel jaringan bursa Fabricius, sedangkan virus IBH mempunyai tropisma terutama sel-sel epitelium dan sel-sel limfosit, baik sel limfosit muda maupun sel limfosit yang sudah dewasa. Itulah sebabnya, secara kasat mata, dari sudut pandang patologi-anatomis, pada kasus IBD lesio-lesio hanya ditemukan pada organ limfoid bursa Fabricius saja, sedangkan pada kasus IBH lesio-lesio dapat dijumpai pada hampir semua organ limfoid, baik OLP maupun OLS. Kondisi inilah yang bisa menjelaskan mengapa efek imunosupresi pada kasus IBH lebih hebat dibanding IBD, baik itu humoral immunity maupun cell-mediated immunity. Inilah perbedaan Pertama gambaran patologi-anatomis pada nekropsi antara IBD dan IBH.

Pada pengamatan secara histologis, serangan virus IBD terhadap sel-sel jaringan bursa Fabricius dapat mengakibatkan kematian sel-sel jaringan bursa, kerusakan dan regresi folikel-folikel di dalam plika bursa (termasuk sel limfosit muda), serta kerusakan sistem vaskularisasi pada jaringan bursa. Itulah sebabnya, secara kasat mata atau secara patologi-anatomis, pada kasus IBD ada manifestasi reaksi peradangan yang hebat dari organ bursa Fabricius (tampak baik secara internal maupun secara eksternal), adanya regresi dari beberapa plika (bursal plicae) dengan derajat keparahan yang bervariatif, serta tampak adanya perdarahan-perdarahan yang sifatnya sporadik sampai difus (merata). Pada kasus IBD, imunosupresi yang ditimbulkan terutama terhadap humoral immunity (kekebalan dengan perantaraan antibodi) dan bersifat temporer, karena pada ayam di atas empat minggu proses pendewasaan sel limfosit B tidak lagi tergantung pada bursa Fabricius.

Di lain pihak, pada kasus IBH, manifestasi fase dini biasanya ada pembengkakan ringan semua organ limfoid yang kadangkala disertai perdarahan ringan yang cenderung difus dan adanya regresinya organ limfoid tersebut (karena kematian sel-sel limfosit) pada fase lanjut yang derajat keparahannya belum tentu sama antar organ limfoid. Itulah sebabnya, secara patologi-anatomis, relatif lebih sulit untuk membedakan kelainan bursa pada kasus akibat IBD dengan IBH kalau berhenti hanya mencermati organ bursa Fabricius saja. Yang jelas, pada IBH umumnya perdarahan maupun regresi pada plika terjadi relatif bersamaan karena yang diinfeksi adalah sel-sel limfosit, sedangkan pada IBD tidak, tergantung aktivitas virus pada masing-masing jaringan plika.  Inilah perbedaan Kedua gambaran patologi-anatomis pada nekropsi antara IBD dan IBH (Lihat foto 1). ***

Tony Unandar
(Anggota Dewan Pakar ASOHI - Jakarta)


Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi 283 Februari 2018...

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer