Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Jamur Tiram | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

SLUDGE BIOGAS, NILAI TAMBAH USAHA PETERNAKAN AYAM

Jamur tiram putih merupakan salah satu jenis jamur kayu yang biasa dikonsumsi masyarakat Indonesia. (Foto: Istimewa)

Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis jamur kayu yang biasa dikonsumsi masyarakat Indonesia. Nutrisi utama yang terkandung di dalam jamur ini beragam, di antaranya karbohidrat (selulosa, hemiselulosa dan lignin), protein, lemak, mineral, dan vitamin.

Jamur tiram putih termasuk dalam komoditas pangan, dengan kandungan protein tinggi yang aman untuk dikonsumsi dan tidak beracun. Selain aman, jelasnya jamur tiram merupakan salah satu bahan makanan yang bernutrisi tinggi. Komposisi dan kandungan nutrisi lainnya antara lain bahan organik, lemak, dan serat kasar.

Di laman resmi Fakultas Peternakan (Fapet) Universitas Gadjah Mada (UGM), mengungkap hasil penelitian Suwito (2006), menyatakan bahwa manfaat yang dimiliki jamur tiram putih adalah sebagai antibakteri dan antitumor. Itu sebabnya jamur tiram putih banyak dimanfaatkan untuk pengobatan berbagai macam penyakit, mulai dari diabetes, lever, dan lainnya.

Proses tanam jamur tiram putih selama ini umumnya para petani hanya menggunakan media tanam berupa serbuk kayu dan serbuk kulit kelapa yang dicampur dengan pupuk. Ada juga petani jamur yang memanfaatkan pupuk kandang sebagai campuran.

Kotoran unggas, terutama ayam, kini bukan sekadar menjadi pupuk tambahan. Setelah melalui proses tertentu, limbah unggas bisa dimanfaatkan sebagai media tanam jamur tiram putih. Limbah unggas ini menjadi alternatif media tanam bagi jamur tiram. Hasilnya, jamur tiram putih tumbuh jauh lebih berkualitas dibanding menggunakan media tanam biasanya berupa serbuk kayu.

Pengolahan kotoran unggas sebagai media tanam ini sudah dilakukan melalui penelitian di Fakultas Peternakan UGM beberapa tahun lalu. Para peneliti kampus ini melakukan terobosan mengubah limbah unggas atau sludge biogas dari kotoran ayam menjadi media tanam bagi jamur tiram putih berkualitas.

Adalah Prof Dr Ambar Pertiwiningrum dari Departemen Teknologi Hasil Ternak Fapet UGM yang melakukan penelitian ini. “Kami sudah lama melakukan penelitian tentang pengolahan lain dari limbah untuk dapat menghasilkan nilai tambah bagi para petani, khusunya petani jamur,” ujarnya kepada Infovet.

Tinggi Protein
Jamur tiram putih menjadi pilihan dalam penelitian ini, mengingat tingkat konsumsi jamur di dalam negeri jumlahnya cukup besar. Hasil olahan jamur tiram putih tergolong jenis sayuran yang digemari masyarakat. Kini hasil olahannya juga makin bervariasi, bukan hanya dijadikan sayur untuk lauk, tetapi juga diolah menjadi olahan kering sebagai camilan.

Menurut Ambar, kandungan gizi jamur tiram putih cukup tinggi. Berdasarkan penelitian sebelumnya, protein pada jamur tiram setiap 100 gram kandungan sebesar 27% atau lebih tinggi dibanding protein pada kedelai tempe sebesar 18,3% setiap 100 gram. “Serat jamur sangat baik untuk pencernaan, kandungan seratnya mencapai 7,4-24,6% sehingga cocok untuk tubuh,” ungkapnya.

Maka itu, perlu memperoleh komposisi yang baik untuk dapat menggantikan bahan penyusun media jamur, yang selama ini digunakan para petani yakni bekatul. Menurut Ambar, limbah kandang ayam ini bisa dimanfaatkan sebagai bahan penyusun media jamur, pengganti dedak yang harganya cukup mahal dan berkompetisi untuk pakan ternak.

Temuan lain dari hasil penelitian yang dilakukan Ambar, kualitas media jamur tiram putih dengan penggunaan sludge biogas 100% bisa menjadikan hasil yang terbaik. Sebab meningkatkan kadar C-organik, kadar Nitrogen (N), kadar P (P2O5), dan kadar K (K2O). Artinya, limbah unggas kini tidak lagi menjadi sampah, tetapi justru dapat meningkatkan kesehatan dan perekonomian masyarakat.

Perlu Perlakuan Khusus 
Untuk memanfaatkan limbah ternak unggas menjadi media tanam jamur tiram putih, tidak serta merta digunakan layaknya para petani menggunakannya sebagai pupuk kandang selama ini. Ada perlakuan khusus atau proses yang dilalui agar menghasilkan media tanam dan hasil panen jamur yang bagus.

Peneliti senior ini menjelaskan, sludge ekskreta ayam yang keluar dari bak penampungan dikeringkan terlebih dahulu selama 2-3 hari hingga teksturnya menyerupai tanah dengan kadar air sekitar 10%.

Saat penelitian dilakukan, sludge ekskreta ayam yang telah kering diambil sekitar 4.000 g, kemudian dihaluskan dengan menggunakan mesin grinder. Sludge ekskreta ayam yang telah halus dibungkus dengan kertas koran lalu dioven dalam suhu 55° C selama 3-5 hari, kemudian dipindahkan ke tempat untuk selanjutnya disterilisasi pada suhu 121° C dengan tekanan 15 psi.

Selain membuat media jamur sebagai substitusi dedak oleh limbah biogas kotoran ayam, Ambar juga menggunakan limbah cangkang telur yang dapat digunakan sebagai pengganti kapur yang lebih ramah lingkungan.

Dalam penggunaannya pada media tanam, menurut Ambar, komposisi limbah unggas dapat dilakukan tanpa penambahan dedak maupun dilakukan dengan penambahan bahan lain. “Keduanya memang berperan sebagai sumber protein pada jamur tiram pada media tanam jamur,” jelasnya.

Ia menambahkan, selama ini sludge sebagai luaran dari hasil proses pembuatan biogas masih sangat minim pemanfaatannya. Bahkan hanya menjadi tumpukan limbah buangan biogas di dekat digester, tanpa makna dan bernilai.

“Umumnya sludge digunakan sebagai pupuk organik untuk tanaman di lahan pekarangan atau area pertanian skala kecil. Kini, dengan pemanfaatan sludge biogas sebagai bahan substitusi dedak pada media jamur tiram putih, dapat meningkatkan nilai guna dari sludge yang dihasilkan dan nilai tambah bagi pengembangan produk jamur tiram putih. Artinya, sludge biogas kini punya value added,” kata Ambar.

Indonesia memiliki potensi sludge biogas melimpah yang dapat diolah optimal dan lebih bermanfaat dalam meningkatkan kesehatan, perekonomian masyarakat, serta pelestarian lingkungan.

Peternakan merupakan salah satu subsektor pertanian yang sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, terutama kecukupan gizi protein hewani dan juga sumber pendapatan masyarakat pedesaan. Inilah terobosan mengubah limbah menjadi bermanfaat dan bernilai.

Murah Biaya Tanam
Penggunaan sludge biogas sebagai media tanam jamur tiram putih ini memiliki nilai ekonomi yang lebih menguntungkan, jika diterapkan oleh para petani jamur. Nilai ekonomi yang dapat dihitung jika hanya dengan memanfaatkan limbah unggas ini hanya mampu mensubstitusi peran dedak sebesar 15% pada setiap media.

Jika diasumsikan harga dedak Rp 8.000/kg, maka hanya dapat dimanfaatkan hanya dalam 6-7 media dan dalam satu kali produksi, biasanya para petani jamur akan memproduksi minimalnya 500 baglog (media tanam jamur).

Menurut Ambar, jika dihitung nilai ekonominya, total biaya yang dapat dihemat jika menggunakan limbah unggas untuk pengganti dedak, maka 500 baglog dapat menghemat biaya dedak sebesar Rp 600 ribuan. “Dengan catatan 1 kilogram dedak dapat digunakan pada 6 baglog dalam berat 1 kg pada masing-masing baglog,” ujarnya.

Sedikit membedah faedah limbah unggas. Selama ini, publik umumnya mengenal kotoran ayam merupakan bahan baku penting dalam pembuatan kompos jamur dan komposter karena merupakan sumber nitrogen terbesar. Oleh karena itu, penting untuk menjaga kualitas tetap konsisten dan setinggi mungkin. Namun kualitas kotoran ayam tidak begitu penting bagi peternak, baginya hanya merupakan limbah.

Mayoritas komposter menggunakan kotoran ayam kering. Jenis yang paling cocok adalah pupuk kandang dari ayam pedaging. Ini mengandung persentase kotoran yang lebih tinggi dibandingkan dengan bahan lain seperti serbuk gergaji.

Kandungan kalsiumnya yang tinggi dalam kotoran ayam dapat meningkatkan kesehatan tanaman secara keseluruhan. Hal itu juga sangat dapat mengurangi pembusukan ujung bunga selama musim tanam. Selain itu, kotoran ayam juga dapat mengusir banyak binatang yang menganggu tanaman seperti tupai, tikus, dan lainnya.

Dengan sebegitu banyak kandungan di limbah unggas, yang menjadi salah satu penggugah Ambar melakukan penelitian untuk dijadikan media tanam jamur tiram putih. Hasil penelitian yang dilakukan oleh pakar Animal Products Technology UGM ini sudah beberapa tahun lalu dilakukan.

Sekarang, ilmu terapannya sudah dimanfaatkan oleh para petani jamur di beberapa wilayah Jawa Tengah. Meski untuk menerapkan hasil temuan ini lumayan rigit, namun untuk mencapai hasil yang maksimal dari budi daya jamur tiram putih para petani kini sudah banyak yang menikmati hasilnya. ***


Ditulis oleh:
Abdul Kholis
Koresponden Infovet daerah Depok,
Konsultan media dan penulis buku,
Writing Coach Griya Menulis (Bimbingan Menulis Buku & Jurnalistik),
Juara I Lomba Jurnalistik Tingkat Nasional (Unsoed, 2021) & Juara I Kompetisi Menulis Artikel Tingkat Nasional dalam rangka HATN, 2022

Jamur Tiram Makin Berkualitas, Gara-gara Limbah Unggas

Budidaya jamur tiram putih.
Terobosan di dunia peruggasan di dalam negeri tampaknya bukan saja terjadi di bidang produksi ayam dan telur. Berbagai riset juga dilakukan para ahli untuk memanfaat produk luaran (limbah) dari peternakan ayam yang terus berlimpah. Komoditas peternakan, di samping menjadi sub sektor pertanian yang sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, juga menghasilkan limbah yang mengakibatkan pencemaran lingkungan.

Sebab itu, diperlukan pengolahan limbah dengan teknologi tepat guna untuk dapat diterapkan oleh masyarakat. Pengolahan ini akan menjadi solusi dalam penanganan limbah peternakan, bahkan berpotensi dalam menambah nilai tambah bagi masyarakat.

Saat ini, pemanfaatan limbah peternakan unggas ini bukan sekadar wacana. Fakultas Peternakan (Fapet) Universitas Gadjah Mada (UGM), belum lama ini melakukan terobosan mengubah limbah unggas atau sludge biogas dari kotoran ayam menjadi media tanam bagi jamur tiram putih berkualitas.

Ambar Pertiwiningrum
“Kami memandang, perlu dilakukan penelitian mengenai pengolahan lain dari limbah yang dihasilkan untuk dapat menghasilkan nilai tambah dan mengacu pada orientasi pangan manusia,” ujar Ambar Pertiwiningrum Ph.D, Dosen Laboratorium Teknologi Kulit, Hasil Ikutan dan Limbah Peternakan, Departemen Teknologi Hasil Ternak, Fapet UGM kepada Infovet.

Perlakuan Khusus Limbah
Untuk memanfaatkan limbah ternak unggas menjadi media tanam jamur tiram putih, menurut Ambar, tidak serta merta digunakan layaknya para petani menggunaknnya sebagai pupuk kandang selama ini. Ada proses yang dilalui agar menghasilkan media tanam dan hasil panen jamur yang berkualitas.

Seperti apa perlakuan khususnya? Sludge ekskreta ayam yang keluar dari bak penampungan kemudian diambil dengan menggunakan plastik atau karung. Selanjutnya, dikeringkan terlebih dahulu selama 2-3 hari hingga teksturnya menyerupai tanah dengan kadar air sekitar 10%.

Dalam penelitian yang dilakukan, sludge ekskreta ayam yang telah kering diambil sekitar 4.000 g, kemudian dihaluskan dengan menggunakan mesin grinder. Sludge ekskreta ayam yang telah halus dibungkus dengan kertas koran lalu dioven dalam suhu 55oC selama 3-5 hari, kemudian dipindahkan pada plastik dan disterilisasi pada suhu 121oC dengan tekanan 15 psi.

“Selain membuat media jamur sebagai substitusi dedak oleh limbah biogas kotoran ayam, kami juga gunakan limbah kerabang (cangkang) telur yang dapat digunakan sebagai pengganti kapur yang lebih ramah lingkungan,” papar peneliti yang sedang berjuang untuk meraih gelar guru besar ini.

Menurut Ambar, dalam penggunaannya pada media, komposisi limbah unggas dapat dilakukan tanpa penambahan dedak maupun dilakukan dengan penambahan bahan lain seperti dedak atau lainnya. “Keduanya berperan sebagai sumber protein pada jamur tiram pada media jamur dan untuk komposisi substitusi kerabang telur masih disertai kapur,” tambahnya.

Kenapa Jamur Tiram Putih?
Memilih jamur sebagai “user” media tanam ini bukan tanpa alasan. Salah satu alasannya, tingkat konsumsi jamur di Indonesia menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, lantaran kandungan gizinya yang tinggi.

Berdasar penelitian sebelumnya (Parjimo dan Andoko, 2013), protein pada jamur tiram setiap 100 gram kandungan sebesar 27%, atau lebih tinggi dibanding protein pada kedelai tempe sebesar 18,3% setiap 100 gram. Serat jamur sangat baik untuk pencernaan, kandungan seratnya mencapai 7,4-24,6%, sehingga cocok untuk tubuh.

Maka itu, perlu memperoleh komposisi yang baik untuk dapat mensubstitusi bahan penyusun media jamur, yang selama ini digunakan para petani yakni dedak. Limbah unggas ini bisa dimanfaatkan sebagai bahan penyusun media jamur, pengganti dedak yang harganya cukup mahal dan berkompetisi untuk pakan ternak.

“Temuan lain dari hasil penelitian yang kami lakukan, kualitas media jamur tiram putih dengan penggunaan sludge biogas 100% didapatkan hasil yang terbaik. Karena meningkatkan kadar C-organik, kadar Nitrogen (N), kadar P (P2O5) dan kadar K (K2O). Artinya, limbah unggas kini tidak lagi menjadi sampah, tetapi justru dapat meningkatkan kesehatan dan perekonomian masyarakat,” terang Ambar.

Perbandingan Nustrisi 
Hasil penelitian yang dilakukan Ambar menunjukkan adanya perbedaan cukup signifikan dalam penggunaan limbah unggas sebagai media jamur. Berikut tabel hasil penelitiannya.

Tabel 1. Kadar Nutrien Media Jamur Tiram Putih
Variabel
P0
P1
P2
P3
P4
Kadar airns
67,97
64,02
67,70
71,42
70,82
Bahan organikns
68,20
60,78
63,09
53,15
49,35
Serat kasar
28,30
29,56
25,05
20,76
15,14
C-organik
46,67
48,26
41,04
43,66
49,12
Nitrogen
0,34
0,42
0,35
0,53
0,71
C/N rasio
142,61
118,07
105,63
87,75
77,56
Phospor
0,55
0,56
0,44
0,86
1,42
Kalium
0,13
0,22
0,19
0,39
0,94
Keterangan:
P0 : media jamur dengan komposisi dedak 100%
P1 : media jamur dengan komposisi dedak 75% dan sludge 25%
P2 : media jamur dengan komposisi dedak 50% dan sludge 50%
P3 : media jamur dengan komposisi dedak 25% dan sludge 75%
P4 : media jamur dengan komposisi sludge 100%

Tabel 2. Parameter Biologis Jamur Tiram Putih
Variabel
P0
P1
P2
P3
P4
Mulai umur panen (hari)
65,00
72,00
71,00
72,33
66,33
Berat segar (gr)
143,03
173,20
195,63
104,20
163,33
Panjang tangkai (cm)
7,82
8,33
8,80
6,84
8,61
Diameter tudung (cm)
11,79
11,54
12,40
12,88
13,83
Jumlah tudung (cm)
13,33
13,67
12,67
5,00
6,33
Keterangan:
P0 : media jamur dengan komposisi dedak 100%
P1 : media jamur dengan komposisi dedak 75% dan sludge 25%
P2 : media jamur dengan komposisi dedak 50% dan sludge 50%
P3 : media jamur dengan komposisi dedak 25% dan sludge 75%
P4 : media jamur dengan komposisi sludge 100%

Tabel 3. Kadar Nutrien Jamur Tiram Putih
Variabel
P0
P1
P2
P3
P4
Kadar air (%)
57,95
63,25
79,15
82,26
61,79
Bahan organik (%)
78,76
76,72
79,35
83,16
79,57
Serat kasar (%)
20,59
22,75
17,45
18,05
21,46
Lemak kasar (%)
6,15
6,09
6,54
6,18
6,67
Protein kasar(%)
20,63
20,80
18,58
20,62
16,52
Keterangan:
P0 : media jamur dengan komposisi dedak 100%
P1 : media jamur dengan komposisi dedak 75% dan sludge 25%
P2 : media jamur dengan komposisi dedak 50% dan sludge 50%
P3 : media jamur dengan komposisi dedak 25% dan sludge 75%
P4 : media jamur dengan komposisi sludge 100%

Hasil uji kimia yang dilakukan menunjukkan bahwa kualitas media yang paling baik pada substitusi dedak dengan sludge biogas ekskreta ayam 15% (P4) dengan kandungan kadar serat kasar, kadar C-organik, kadar P dan kadar K secara berturut-turut yaitu 15,14%; 49,1%; 0,54%; 77,56%; 1,42% dan 0,94%.

Uji parameter biologi yang dilakukan meliputi umur mulai panen, berat segar, panjang tangkai, diameter tudung dan jumlah tudung yang paling baik adalah pada perlakuan P2 (dedak 50% dan sludge 50%) karena dapat meningkatkan berat segar jamur dengan berat sebesar 195,63 g. “Dapat disimpulkan bahwa dedak dapat diganti dengan sludge biogas ekskreta ayam sebesar 50% dalam media jamur tiam putih,” kata Ambar.

Nilai Ekonomi 
Hasil penelitian Fapet UGM ini, diakui Ambar, hingga saat ini belum ada yang memanfaatkan. Alasannya, masih mencari komposisi (formula) dan nilai gizi dari jamur tiram yang sesuai untuk media berbahan dasar limbah sepenuhnya. Saat ini produksi jamur dari bahan limbah hanya dilakukan oleh para mahasiswa yang masih aktif dan alumni yang memang ingin fokus wirausaha untuk mengembangkan jamur tiram putih.

Meski demikian, dosen ini yakin, penggunaan sludge biogas sebagai media tanam jamur tiram putih ini memiliki nilai ekonomi yang lebih menguntungkan, jika diterapkan oleh para petani jamur.

Nilai ekonomi yang dapat dihitung jika hanya dengan memanfaatkan limbah unggas ini hanya mampu men-substitusi peran dedak sebesar 15% pada setiap media. Jika dikalkulasikan harga dedak 8000/kg, maka hanya dapat dimanfaatkan dalam 6-7 media dan dalam satu kali produksi, biasanya para petani  jamur akan memproduksi minimalnya 500 baglog.

Dalam perhitungan Ambar, kalau dihitung nilai ekonominya, total biaya yang dapat dihemat jika menggunakan limbah unggas untuk pengganti dedak, maka 500 baglog dapat menghemat biaya dedak sekitar 600 ribu rupiah. “Dengan catatan 1 kg dedak dapat digunakan pada enam baglog (media jamur) dalam berat 1 kg pada masing-masing baglog,” pungkas Ambar. (Abdul Kholis)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer